TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk Fosfat
Pupuk P dikelompokkan dalam tiga kelompok berdasarkan kelarutannya yaitu : (a) Pupuk P yang melarut kedalam asam keras (mengandung P2O5, merupakan pupuk P yang lambat tersedia bagi keperluan tanaman) (b) Pupuk P yang melarut dengan ammonium nitrat netral atau asam sitrun (mengandung P2O5, merupakan pupuk yang mudah tersedia bagi keperluan tanaman) (c) Pupuk P yang melarut dalam air (mengandung P2O5, juga merupakan pupuk P yang mudah tersedia bagi tanaman) (Sutedjo, 2002). Pemupukan P merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan P dalam tanah. Sumber pupuk P yang umum dipakai di perkebunan adalah pupuk Fosfat Alam dan pupuk TSP. Efektifitas Pupuk Fosfat Alam ternyata lebih tinggi pada tanah–tanah masam dibandingkan dengan TSP. Setelah pupuk TSP tidak dipasarkan maka sebagai penggantinya digunakan SP-36 dengan takaran yang sama, meskipun kandungan P2O5 pupuk SP-36 12% lebih rendah dibanding TSP (Anonim, 2007). Pupuk SP-36 merupakan pupuk pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara P karena keunggulan yang dimilikinya : • Kandungan hara P dalam bentuk P2O5 tinggi yaitu sebesar 36% • Unsur hara P yang terdapat dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut dalam air • Bersifat netral sehingga tidak mempengaruhi kemasaman tanah
• Tidak mudah menghisap air, sehingga dapat disimpan cukup lama dalam kondisi penyimpanan yang baik • Dapat dicampur dengan Pupuk Urea atau pupuk ZA pada saat penggunaan (Anonim, 2002) Di dalam batuan fosfat alam terkandung berbagai unsur seperti Ca, Mg, Al, Fe, Si, Na, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cd, Hg, Cr, Pb, As, U, V, F, Cl. Unsur utama di dalam fosfat alam antara lain P, Al, Fe, dan Ca. Secara kimia, fosfat alam didominasi oleh Ca-P atau Al-P dan Fe-P sedangkan unsur lain merupakan unsur ikutan yang bermanfaat dan sebagian lain kurang bermanfaat bagi tanaman (Sutriadi,Rochayati, dan Rachman, 2010). Pada fosfat alam Vietnam dan Cileungsi kandungan logam berat Cd tergolong kedalam kriteria kecil sehingga tidak terukur, pada fosfat alam China Huinan, China Guizhou, Mesir dan Jordan kandungan logam berat Cd tergolong kedalam kriteria sedang yaitu sebesar 2-9 mg/kg sedangkan pada fosfat alam Christmas, Tunisia, Senegal, Maroko, Algeria, Maroko, Senegal, Togo, Ciamis 1, Ciamis 2, Sukabumi, dan pupuk SP-36 kandungan logam berat Cd termasuk kedalam kriteria tinggi yaitu sebesar 11-113 mg/kg. Adapun kadar logam berat Cd pada berbagai batuan fosfat alam dari berbagai negara, dan dalam pupuk SP-36 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Kadar logam berat dan unsur P dalam berbagai jenis batuan fosfat alam (PA) dari berbagai negara, dan dalam pupuk SP-36, serta pupuk kandang Asal batuan Fosfat Alam P2O5(%) Cd Ekstraksi Asam Sitrat Ekstraksi Hcl 25% (mg/kg) PA Christmas 10,84 32,47 38 PA Tunisia 24,32 35,54 76 PA Senegal 10,96 35,58 113 PA Maroko 11,91 31,16 57 PA China Huinan 11,48 29,84 3 PA China Guizhou 11,02 31,84 2 PA Vietnam 7,35 35,16 Tu PA Mesir 14,62 31,68 9 PA Algeria 13,98 27,64 30 PA Jordan 12,68 30,66 5 PA Maroko 15,13 30,67 75 PA Senegal 8,39 22,26 79 PA Togo 14,62 27,62 53 PA Ciamis 1 29,40 35,51 28 PA Ciamis 2 20,84 23,23 58 PA Sukabumi 9,05 9,10 65 PA Cileungsi 13,35 13,62 Tu SP-36 33,80 36,29 11 Pupuk kandang ayam 0,11 Pupuk kandang domba 0,44 Pupuk kandang kambing Tu Pupuk kandang kuda 0,20 Pupuk kandang sapi 0,20 Sunber: (Setyorini dalam Kurnia,Suganda,Saraswati dan Nurjaya, 2009) ; tu= tidak terukur Hasil penelitian di Amerika serikat membuktikan bahwa pemupukan fosfat dari batuan apatit asal Florida meningkatkan kadar Cd tanah 0,3-1,2 g Cd/ha/tahun (Alloway dalam Lahuddin, 2007). Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa pupuk fosfat mengandung rata rata kandungan logam Cd 7 ppm. Apabila pupuk tersebut digunakan secara terus menerus dengan dosis dan intensitas yang tinggi dapat meningkatkan Cd yang tersedia dalam tanah sehingga meningkatkan serapan Cd oleh tanaman (Setyorini dalam Charlena, 2004).
Fosfat alam merupakan sumber P yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri seperti pupuk P yang mudah larut (antara lain TSP, SP-18, SSP, DAP, MOP). Industri pupuk menggunakan sekitar 90% fosfat alam yang diproduksi di dunia. Fosfat alam dari deposit batuan sedimen sebagian besar telah mempunyai reaktivitas yang cukup memadai untuk tanaman pangan dan perkebunan. Sedangkan fosfat alam dari batuan beku mempunyai reaktivitas yang rendah sehingga perlu diasamkan dulu untuk digunakan sebagai pupuk (Sutriadi, dkk, 2010). Salah satu pupuk fosfat adalah SP-36, pupuk ini termasuk pupuk super fosfat (Ca(H2PO4)2). Pupuk ini jika diaplikasikan ke dalam tanah dapat menyebabkan tanah menjadi masam. Asam fosfat secara sempurna akan membebaskan ion H+ ke dalam tanah bila pH mulai 3.0 hingga 7.0. Reaksi asam fosfat meliputi : H3PO4
H+ + H2PO4 -
H2PO4 -
H+ + HPO4 2-
HPO42 -
H+ + PO4 3-
Dua reaksi yang pertama terjadi pada lingkungan tanah yang relatif asam hingga netral. Disini ada dua ion H+ yang dibebaskan. Sementara reaksi ketiga boleh dikatakan tidak terjadi karena berlangsung pada pH yang sangat alkalis yaitu 9-12 (Mukhlis , Sarifuddin, dan Hanum,2011). Ketersediaan fosfor anorganik sebagian besar ditentukan oleh faktor berikut : (1). pH tanah; (2). Besi, alumunium dan mangan yang dapat larut; (3). Terdapatnya mineral yang mengandung besi, alumunium dan mangan; (4). Kalsium tersedia dan bahan mineral kalsium; (5). Jumlah dan dekomposisi
bahan organik dan (6). Kegiatan mikroorganisme. Empat faktor pertama saling berhubungan, karena efeknya sebagian besar tergantung pada pH tanah (Buckman dan Brady, 1982). Bila tanah asam, aktivitas besi dan aluminium meningkat dan kalsium fosfat yang dapat larut diubah menjadi aluminium fosfat dan besi fosfat yang tidak dapat larut. Proses ini cukup lambat untuk memungkinkan terdapat jumlah kalsium fosfat yang banyak dalam tanah asam dengan nilai dibawah pH 5,5 (Sanchez, 1992). Andisol yang berkembang dari abu vulkan, banyak terdapat bahan-bahan amorf (alofan, imigolit dan fraksi humus). Pada tanah ini persoalan utama yang dihadapi adalah tingginya kapasitas jerapan P, bahkan melebihi jerapan P oksida hidrat Al dan Fe hal ini disebabkan karena bahan amorf mempunyai permukaan spesifik yang luas, sehingga jerapan P lebih tinggi ( Hardjowigeno,1993). Prinsip pemupukan fosfor (P) yang perlu diperhatikan adalah kandungan P dalam tanah. Pada tanah yang mempunyai kandungan P tinggi, pemupukan P dimaksudkan hanya untuk memenuhi atau mengganti P yang diangkut oleh tanaman padi, sedangkan pada tanah yang mempunyai kandungan P sedang dan rendah, pemupukan P selain untuk menggantikan P yang terangkut tanaman juga untuk meningkatkan kadar P tanah sehingga diharapkan pada waktu yang akan datang kandungan P tanah (status P tanah) berubah dari rendah dan sedang menjadi tinggi. Dengan kata lain pemupukan P yang lebih tinggi dari kebutuhan tanaman dapat memperkaya tanah (Sofyan, Nursyamsi, dan Amien, 2002). Fungsi P yang lain adalah mendorong pertumbuhan akar tanaman. Kekurangan unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi
lebih kecil. Kadang kadar nitrat dalam tanaman menjadi lebih tinggi karena proses perubahan nitrat selanjutnya terhambat (Tisdale , Nelson and Beaton, 1985) Fosfor diambil oleh akar dalam bentuk H2PO4- dan HPO4= sebagian besar fosfor di dalam tanaman adalah sebagai zat pembangun dan terikat dalam senyawa-senyawa organik dan hanya sebagian kecil terdapat dalam bentuk anorganik sebagai ion-ion phosphat. Beberapa bagian tanaman sangat banyak mengandung zat ini, yaitu bagian-bagain yang bersangkutan dengan pembiakan generatif, seperti daun-daun bunga, tangkai sari, kepala sari, butir tepung sari, daun buah dan bakal biji. Jadi untuk pembentukan bunga dan buah sangat banyak diperlukan unsur fosfor (Sugih, 2011). Serapan P sangat tergantung pada kontak akar dengan P dalam larutan tanah. Berarti besaran volume akar yang berkontak dengan besaran kepekatan P tanaman. Sebaran akar di dalam tanah sangat penting dalam meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman terutama bila kepekatan P rendah dalam media tumbuh (Hakim, 2005). Logam Berat Kadmium (Cd)
Logam berat adalah bahan-bahan alami yang berasal dan termasuk bahan penyusun lapisan tanah bumi. Logam berat tidak dapat diurai atau dimusnahkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh mahluk hidup melalui makanan, air minum, dan udara. Logam berat berbahaya karena cenderung terakumulasi di dalam tubuh mahluk hidup. Saat ini para ahli mulai mengklasifikasikan jenis-jenis logam berat terutama yang perlu menjadi fokus perhatian paling tinggi untuk dikendalikan keberadaannya di lingkungan. Logam-logam berat tersebut
diantaranya adalah Ag, As, Cd, Co, Cr, Cu, Hg, Mn, Mo, Ni, Pb, Sn, dan Ti (Yudatomo, 2009). Kadmium (Cd) adalah unsur kimia dalam tabel priodik memiliki lambang Cd dan nomor atom 48. Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah (Adityah, 2010). Unsur Cd tanah terkandung dalam bebatuan beku, metamorfik, sedimen dan lain lain. Kadar Cd dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksifraksi tanah yang bersifat dapat mengikat ion Cd. Senyawa-senyawa tertentu seperti bahan ligand dapat mempengaruhi aktivitas ion Cd. Dengan peningkatan pH kadar Cd dalam fase larutan menurun akibat meningkatnya reaksi hidrolisis, kerapatan kompleks adsorpsi dan muatan yang dimiliki koloid tanah. Disimpulkan bahwa pH bersama-sama dengan bahan mineral liat dan kandungan oksida-oksida hidrat dapat mengatur adsorpsi spesifik Cd. yang meningkat secara linear dengan pH sampai tingkat maksimum (Napitupulu, 2008). Konsentrasi Cd pada tanah pertanian yang masih bersih (non-polusi) berkisar antara 0,1-1 mg/kg, tetapi beberapa jenis tanah sangat mempengaruhi kandungan Cd. Pada saat pH tanah turun maka penyerapan Cd ke dalam jaringan tanaman akan tinggi. Pencemaran tanah pertanian oleh Cd bisa terjadi akibat pemakian pupuk fosat yang berlebihan (Darmono dalam Adityah, dkk, 2010). Sampai saat ini di Indonesia belum ada nilai ambang batas konsentrasi logam berat (termasuk Cd) di dalam tanah yang aman bagi produk pertanian yang dihasilkan . Oleh sebab itu sekecil apapun konsentrasi logam berat di dalam tanah maupun dalam produk/hasil pertanian harus mendapat perhatian yang dakhil,
karena dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan pencemaran serius akibat mengkonsumsi produk/hasil pertanian yang tercemar secara terus menerus (Kurnia,Suganda,Saraswati dan Nurjaya, 2009). Kadmium (Cd) merupakan logam berat pencemar lingkungan yang tidak memiliki fungsi hayati dan bersifat sangat toksik bagi tumbuhan dan hewan. Variasi kelarutan Cd tanah berkorelasi erat dengan nilai pH, kapasitas tukar kation (KTK), kadar bahan organik dan liat, serta keberadaan ion logam lainnya (Maier, dkk, 2003 dalam Sudarmaji, Mukono dan Corie, 2008). Kapasitas tanah meretensi, mengadsorpsi dan mengakumulasikan logam berat ditentukan oleh kadar liat, kadar air, potensial redoks, pH, kadar bahan organik dan kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas sangga tanah terhadap kation logam berat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pH, kadar bahan organik dan KTK (Lindsay, 2001). Kapasitas tanaman dalam mengakumulasikan logam berat bergantung pada
spesies, kultivar, bagian tanaman dan umur atau fase fisiologisnya.
Sensitivitas tanaman terhadap logam berat juga ditentukan oleh jenis logam beratnya. Sebagian besar logam berat diakumulasikan tanaman di akar. Serapan logam berat oleh tanaman dikotil umumnya lebih tinggi daripada monokotil dan jaringan vegetatif mengandung Cd dan Pb dalam kadar yang lebih tinggi daripada jaringan generatif. Salah satu mekanisme tanaman dalam menoleransi toksisitas logam berat adalah melalui fenomena selektivitas serapan ion dari media tumbuhnya. Dari sisi budidaya tanaman, ukuran keberhasilan upaya pengelolaan pencemaran logam berat dapat didasarkan pada terjadinya penurunan serapannya. Penurunan serapan tanaman terhadap logam berat berkenaan dengan tiga hal,
yaitu: (1) akibat penurunan kadar fraksi aktif logam berat dalam media tumbuh, atau (2) peningkatan selektivitas tanaman dalam menyerap unsur dari media tumbuh, atau (3) kombinasi keduanya (Kabata- Pendias and Pendias, 2001). Tanaman yang keracunan logam berat akan menunjukkan gejala-gejala abnormal. Tanaman yang keracunan tembaga (Cu) akan menunjukkan gejala klorosis, nekrosis, penghambatan pertumbuhan akar dan kerusakan permeabilitas membran plasma. Tanaman yang keracunan plumbum (Pb) akan menunjukkan gejala pertumbuhan terhambat, klorosis, dan perakaran menjadi hitam. Tanaman yang keracunan kadmium (Cd) akan menunjukkan klorosis, daun menggulung dan pengerdilan (Berglund, dkk, 2002 dalam Manivasagaperumal, dkk, 2011). Dalam kondisi lingkungan, Cd masuk pertama melalui akar, dan akibatnya tanaman rusak. Hal ini dapat juga mengurangi penyerapan nitrat dan mengangkutnya dari akar ke tunas (Herandez, Garate, and Caroeba,1997). Kadmium dapat terjadi dalam tiga bentuk yang berbeda di dalam tanah. Sebagai padat mengendap, terkait dengan komponen tanah dan terlarut dalam larutan tanah. Bentuk yang paling umum dikaitkan dengan komponen tanah hanya 1% ditemukan dalam larutan tanah. Kelarutan dipengaruhi oleh faktor diantaranya pH tanah . Kemasaman tanah yang rendah sering menyebabkan jumlah Cd larut yang tinggi (Jansson, 2002). Dari hasil penelitian (Heidari and Sarani, 2011) menunjukkan bahwa perkecambahan benih dan perkembangan akar tanaman sawi secara bertahap berkurang dengan meningkatnya konsentrasi Cd. Dan juga menemukan bahwa pertumbuhan akar dan perkecambahan biji merupakan daerah sensitif untuk terkena stres kadmium.
Sawi (Brassica juncea L.)
Sistematika tanaman sawi adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledonae Ordo : Rhoeadales Famili : Cruciferae Genus : Brassica Spesies : Brassica juncea L. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 m-1.200 m dpl (di atas permukaan laut). Namun biasanya tanaman ini dibudidayakan di daerah yang ketinggian 100-500 m dpl. Sebagian daerah-daerah di Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah yang gembur, banyak mengandung humus, subur serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Haryanto, Suhartini dan Rahayu, 2003). Sawi dapat di tanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik adalah jenis tanah lempung berpasir seperti andosol. Pada tanah-tanah yang mengandung liat perlu pengolahan tanah secara sempurna, antara lain pengolahan tanah yang cukup dalam, penambahan pasir dan pupuk organik dalam jumlah (dosis) tinggi (Rukmana, 2007). Sifat biologis tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) dan bermacam-macam unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta pada tanah terdapat
jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan organik sehingga dengan demikian sifat biologis tanah yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Cahyono, 2003).