TINJAUAN PUSTAKA Pengambilan Keputusan Keputusan adalah membuat pilihan di antara dua alternatif atau lebih. Proses pengambilan keputusan adalah rangkaian delapan langkah yang mencakup mengidentifikasi masalah, memilih alternatif dan mengevaluasi efektivitas keputusan (Gambar 2). Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah. Proses pengambilan keputusan berawal dengan adanya masalah atau lebih tepat kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang dikehendaki. Sebelum sesuatu dapat disebut sebagai masalah, para pengambil keputusan harus sadar akan masalahnya, tertekan untuk bertindak dan harus mempunyai sumberdaya untuk bertindak. Maka untuk memulai proses keputusan, masalah itu harus mampu menimbulkan tekanan terhadap pengambil keputusan untuk bertindak. Tekanan dapat mencakup kebijakan organisasi, batas waktu, krisis keuangan, keluhan pelanggan atau anak buah, harapan atasan atau evaluasi kinerja yang akan dilangsungkan (Robbins dan Coulter 2004). Identifikasi Masalah Identifikasi Kriteria Keputusan Alokasi Bobot ke Kriteria Penyusunan Alternatif Analisis Alternatif Pemilihan Alternatif Implementasi Alternatif Evaluasi Efektivitas Keputusan Gambar 2 Proses keputusan pembelian Robbins and Coulter
8
Langkah kedua adalah mengidentifikasi kriteria keputusan. Setelah pengambil keputusan mengidentifikasi masalah yang membutuhkan perhatian, kriteria keputusan yang penting untuk memecahkan masalah tersebut haruslah diidentifikasi, artinya para pengambil keputusan harus menentukan apa yang relevan dalam mengambil keputusan (Robbins dan Coulter 2004). Langkah ketiga adalah memberi bobot ke kriteria. Kriteria yang diidentifikasi dalam langkah kedua tidak semuanya sama penting. Oleh karenanya para pengambil keputusan harus memberi bobot ke butir-butir tersebut untuk memberinya prioritas yang tepat dalam keputusan itu. Idenya adalah menggunakan preferensi pribadi pengambil keputusan untuk memberi prioritas kepada kriteria yang pengambil keputusan identifikasi dalam langkah kedua dengan memberi bobot ke masing-masing kriteria itu (Robbins dan Coulter 2004). Langkah keempat adalah menyusun alternatif. Langkah keempat menuntut para pengambil keputusan membuat daftar sejumlah alternatif yang dapat menyelesaikan masalah itu. Tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengevaluasi alternatif-alternatif itu, hanya mendaftar saja (Robbins dan Coulter 2004). Langkah kelima adalah menganalisis alternatif. Setelah alternatif-alternatif itu teridentifikasi, pengambil keputusan secara kritis harus menganalisis masingmasing alternatif itu. Kekuatan dan kelemahan masing-masing alternatif dievaluasi dengan cara membandingkannya dengan kriteria yang ditetapkan dalam langkah kedua dan ketiga. Dari perbandingan itu, kekuatan dan kelemahan masing-masing alternatif menjadi jelas (Robbins dan Coulter 2004). Langkah keenam adalah memilih sebuah alternatif. Langkah keenam merupakan tindakan penting yakni memilih alternatif terbaik dari alternatif yang dipertimbangkan. Pengambil keputusan telah menentukan semua faktor yang terkait dalam keputusan itu, meberi bobot dan mengidentifkasi serta menganalisis alternatif-alternatif yang bisa berhasil. Sekarang pengambil keputusan sematamata harus memilih alternatif yang menghasilkan angka paling tinggi dalam langkah kelima (Robbins dan Coulter 2004). Langkah ketujuh adalah mengimplementasikan alternatif terpilih. Meskipun proses pemilihan itu telah selesai dalam langkah terdahulu, keputusan tersebut masih dapat gagal jika tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,
9
langkah ketujuh membahas upaya melaksanakan keputusan tersebut menjadi tindakan. Implementasi mencakup penyampaian keputusan itu kepada orangorang yang terpengaruh dan mendapatkan komitmen mereka atas keputusan tersebut (Robbins dan Coulter 2004). Langkah kedelapan adalah mengevaluasi efektivitas keputusan. Langkah terakhir dalam proses pengambilan keputusan mencakup menilai hasil keputusan tersebut untuk melihat apakah masalahnya telah terpecahkan (Robbins dan Coulter 2004). Dalam memilih dan menentukan alternatif keputusan biasanya ada dua macam proses, yaitu proses pengambilan keputusan yang rasional dan yang hanya menggunakan intuisi. Proses pengambilan keputusan yang rasional mencakup proses berikut ini, yaitu: 1) memahami pentingnya suatu keputusan yang harus diambil; mengumpulkan informasi dan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang sesuai sebelum menentukan keputusan, pengumpulan berbagai alternatif keputusan yang sesuai perlu dilakukan; dan 3) memilih alternatif yang tepat (Guhardja et al 1992). Teori pengambilan keputusan lain berasal dari John A Howard dan Jagdish N Sheth. Keduanya mengembangkan sebuah model pengambilan keputusan konsumen yang dikenal sebagai Howard and Sheth Model (Gambar 3). Proses keputusan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (a) kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (b) faktor perbedaan individu konsumen, (c) faktor lingkungan konsumen. Proses keputusan konsumen terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan, pencarian infomasi, evaluasi alternatif, pembelian dan kepuasan konsumen. Pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen akan memberikan pengetahuan kepada pemasar bagaimana menyusun strategi dan komunikasi pemasaran yang lebih baik (Engel et al 1994).
10
STRATEGI PEMASARAN Perusahaan Pemerintah Organisasi Nirlaba Partai Politik
PERBEDAAN INDIVIDU 1. Kebutuhan dan Motivasi 2. Kepribadiaan 3. Pengolahan Informasi dan Persepsi 4. Proses Belajar 5. Pengetahuan 6. Sikap
PROSES KEPUTUSAN Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian dan Kepuasan
FAKTOR LINGKUNGAN 1. Budaya 2. Karakteristik Sosial Ekonomi 3. Keluarga dan Rumahtangga 4. Kelompok Acuan 5. Situasi Konsumen
IMPLIKASI Strategi Pemasaran Kebijakan Publik Pendidikan Konsumen
Gambar 3 Keputusan Konsumen Howard and Sheth Model Istilah kelompok acuan (refence group) didefinisikan sebagai orang atau kelompok orang yang mempengaruhi secara bermakna perilaku individu. Kelompok acuan memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berpikir atau berperilaku (Engel et al 1994). Terdapat tiga cara dasar di mana kelompok acuan mempengaruhi pilihan konsumen, yaitu pengaruh utilitarian, pengaruh ekspresif nilai dan pengaruh informasi. Pengaruh utilitarian (utilitarian influence), yaitu tekanan yang diterapkan oleh kelompok acuan kepada individu untuk patuh dengan norma kelompok. Pengaruh ekspresif nilai (value-expresive influence) adalah tekanan untuk mengalami asosiasi psikologis dengan suatu kelompok melalui penyesuaian dengan norma, nilai-nilai atau perilakunya, walaupun tidak berusaha menjadi anggotanya. Pengaruh informasi (informational influence) adalah pengaruh teman atau juru bicara, yang konsumen sering terima sebagai pemberian bukti yang dapat dipercaya dan dibutuhkan megenai realitas (Engel et al 1994).
11
Dilihat dari keterlibatan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan terdapat tiga tipe pengambilan keputusan dalam keluarga, yaitu: 1) pengambilan keputusan konsesus dimana keputusan diambil secara bersama-sama oleh anggota keluarga; 2) pengambilan keputusan akomodatif dimana keputusan diambil oleh orang yang dominan berdasarkan pendapat orang yang dominan tersebut; dan 3) pengambilan keputusan de facto dimana keputusan diambil karena terpaksa (Guhardja et al 1992). Pola pengambilan keputusan dalam keluarga menyangkut kewenangan suami istri dalam mengambil keputusan. Ada dua pola pengambilan keputusan, yaitu pola tradisional dan pola modern. Pengambilan keputusan pada pola tradisional dilakukan oleh suami, sedangkan sang istri hanya sebagai pendukung dari keputusan. Pengambilan keputusan dalam pola modern dilakukan keluarga secara bersama-sama dimana ada semacam hak istri tanpa menghilangkan peran masing-masing (Guhardja et al 1992). Jenis-Jenis Energi Energi adalah sumberdaya yang mempunyai potensi untuk melaksanakan kegiatan, secara ringkas dapat pula dikatakan sebagai sumber tenaga. Dilihat dari sifat sumbernya energi terdiri atas sumber tenaga yang dapat diperbaharui (renewable) dan tidak dapat diperbaharui (not renewable) (Guhardja et al 1992). Energi yang tidak dapat diperbaharui (not renewable) umumnya bersifat terbatas karena tidak dapat diperbaharui atau ditambah bila telah berkurang atau habis terpakai, sebagai contoh adalah energi yang berasal dari minyak bumi (termasuk minyak tanah, bensin, dan solar), gas alam, batubara, nuklir, dan lainlain. Permintaan terhadap energi not renewable ini umumnya tidak terbatas, selama manusia melakukan kegiatan, maka selama itu pula terdapat permintaan terhadap energi ini, oleh karena itu diberlakukan perlindungan dan pemeliharaan terhadap penggunaan energi, yang dikenal dengan istilah ”konservasi energi” (Guhardja et al 1992). Energi terbaharui berasal dari proses alam yang berkelanjutan, seperti sinar matahari, angin, air yang mengalir, proses biologi, dan gheotermal (Wikipedia 2008), sedangkan menurut Blackburn (1988) sumber-sumber energi terbaharui yang selalu tersedia adalah panas matahari secara langsung, tenaga air, tenaga
12
angin, atau energi yang berasal dari fotosintesis tumbuh-tumbuhan. Energi ini berbeda dari energi yang berasal dari energi fosil, yang bila telah dibakar akan habis dan tidak dapat lagi kita pakai. Energi surya yang juga muncul secara tidak langsung sebagai hujan, angin atau bahan-bahan organik (biomassa). Biomassa ini dapat langsung digunakan sebagai energi atau diubah dahulu menjadi energi cair atau gas. Aliran energi terbaharui nonsurya berasal dari panas yang ada dalam kerak bumi (energi geotermal) atau dari pergerakan air pasang (Blackburn 1988). Menurut Prasad (2000) energi renewable di Fiji diantaranya solar, angin, hydro, dan biomassa. Biomassa ditemukan dengan sangat ekstensif yang digunakan untuk memasak, pengeringan, dan listrik di pabrik gula. Dasar-Dasar Teknologi Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Disamping itu juga sangat mungkin menyatukan saluran pembuangan di kamar mandi atau WC ke dalam sistem Biogas. Di daerah yang banyak industri pemrosesan makanan antara lain tahu, tempe, ikan pindang atau brem bisa menyatukan saluran limbahnya ke dalam sistem Biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut diatas berasal dari bahan organik yang homogen. Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara (Anonim 2008). Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem Biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh intial surface absorption test (ISAT) menunjukkan bahwa aktivitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20. Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut
13
digester) sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut yang kemudian menghasilkan gas (disebut Biogas). Biogas yang telah terkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya (Anonim 2008). Pada akhir abad ke-19 telah dilakukan beberapa riset mengenai biogas. Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. (FAO 1981 dalam Rahman 2005). Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit biogas dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran biogas yang terbentuk (Rahman 2005). Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas methan dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan
menggunakan kompor gas
sebagaimana halnya elpiji (Rahman 2005) Adapun tahapan pembentukan biogas adalah: a) Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:1 (bahan biogas); b) masukan bahan biogas ke dalam reaktor melalui tempat pengisian, selanjutnya akan berlansung proses produksi biogas di dalam reaktor; c) Setelah kurang lebih sepuluh hari reaktor dan penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang dihasilkan; d) Biogas sudah dapat digunakan sebagai energi untuk
14
memasak dan penerangan; e) Sekali-sekali reaktor digoyangkan supaya terjadi penguraian yang sempurna dan gas yang terbentuk di bagian bawah naik ke atas, lakukan juga pada pengisian reaktor; dan f) Pengisian bahan biogas dapat dilakukan setiap hari setiap pagi dan sore hari (Lampiran 3). Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge (lumpur) secara otomatis akan keluar dari reaktor setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan langsung sebagai pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering (Anonim 2008). Perkembangan Digester Biogas di Wilayah Provinsi Jawa Barat Wilayah Provinsi Jawa Barat yang sangat potensial untuk pengembangan digester yang menghasilkan energi biogas, yaitu Bandung, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur dan Sukabumi, Bogor, Cianjur, Sumedang, dan Kuningan. Adapun secara garis besar rata-rata spesifikasi digester biogas di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2 (Nurhasanah et al 2006). Tabel 2 Spesifikasi rata-rata digester biogas di wilayah Provinsi Jawa Barat No. 1.
Spesifikasi Tipe digester
2.
Kapasitas
3.
Kepemilikan
4.
Kegunaan
5.
Waktu pembangunan digester
6.
Sumber biomasa
Keterangan 1. Tipe plastik (Kab. Bandung, Garut) 2. Tipe fixed dome (Kab. Bogor, Cianjur) 1. untuk 1-2 sapi potong (Bandung) 2. untuk 6 – 12 sapi potong/sapi perah (Bogor) 1. Milik sendiri (peternak) (Bandung) 2. Bantuan Dinas peternakan Kab. Bogor 1. Untuk memasak (rumahtangga) (Bandung) 2. Untuk memasak dan penerangan (Bogor) 1. Tahun 2005 (Bandung) 2. Tahun 2000 (Bogor) Kotoran sapi potong dan sapi perah
Bila diamati menurut kabupaten yang berkembang saat ini, dapat dilihat perkembangan biogas pada masing-masing daerah seperti penjelasan berikut ini: 1. Kabupaten Bogor Perkembangan pengolahan kotoran ternak menjadi energi biogas di wilayah Kebon Pedes, Kabupaten Bogor sudah cukup baik, karena didukung oleh instansi pemerintah, yaitu Dinas Peternakan Kabupaten Bogor. Disini digester dikelola oleh kelompok peternak secara mandiri. Masing-masing peternak ratarata memiliki 6 sapi, apabila peternak hanya memiliki 1-2 sapi, maka bergabung dengan tetangganya sehingga satu digester untuk beberapa rumah. Digester
15
merupakan jenis fixed dome. Gas yang dihasilkan digunakan oleh masyarakat untuk memasak dan penerangan lampu (Nurhasanah et al 2006). Selain itu di wilayah Cibanteng Ciampea Kabupaten Bogor, juga sudah ada digester di Pondok Pesantren Darul Fallah yang merupakan hasil kerjasama antara Ponpes dengan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong, Tanggerang. Digester ini dibuat untuk kapasitas 10-12 ekor sapi dan jenis disain fixed dome dengan gas dihasilkan sekitar 6 m³ per hari. Gas yang dihasilkan digunakan untuk proses memasak dan penerangan lampu (Nurhasanah et al 2006). 2. Bandung Menurut Andreas (2006) dalam Nurhasanah et al (2006) proyek pengembangan biogas telah dilakukan beberapa tahun yang lalu, namun perkembangannya sampai saat ini kurang signifikan, karena masyarakat lebih memilih energi fosil sebagai energi, kendala yang dihadapi adalah kurangnya perawatan dan harga BBM yang cukup murah, sehingga apabila digunakan untuk keperluan memasak saja hal ini dirasakan kurang manfaatnya, disamping itu untuk pembuatan digester diperlukan investasi awal yang cukup mahal, sehingga peternak enggan mengembangkannya. Mempertimbangkan keadaan tersebut Andreas mencoba membuat digester dengan bahan plastik, ini bertujuan menekan biaya investasi awal sehingga masyarakat khususnya peternak sapi tertarik untuk memanfaatkan energi biogas dengan pertimbangan murah dan tersedia bahan yang semula hanya diperuntukan sebagai pupuk kompos saja. Hasil gas perharinya dari digester dengan volume reaktor 5.000 liter akan setara dengan 2.5 liter minyak tanah jadi jumlah perbulannya setara dengan 75 liter minyak tanah. Sedangkan investasi yang diperlukan untuk pembuatan seperangkat alat biogas sekitar 1,75 juta rupiah. Dengan investasi yang cukup murah diharapkan masyarakat akan tertarik untuk menggantikan bahan fosil ke bahan biogas, namun harapan tersebut juga kurang direspon oleh masyarakat, karena penggunaan biogas dianggap kurang praktis dibandingkan dengan bahan fosil yang murah dan mudah didapatkan. Setelah pemerintah melakukan kebijakan pengurangan subsidi BBM akhir tahun 2005 yang membuat harga bahan fosil meningkat tajam barulah masyarakat
16
melirik penggunaan bahan biogas. Hal ini terlihat dari permintaan masyarakat terhadap reaktor biogas tahun 2005 yang cukup besar, yaitu sekitar 200 buah. Keuntungan Ekonomis dengan Penggunaaan Biogas Kotoran ternak menjadi sangat berharga, oleh karena itu para petani akan rajin merawat ternaknya sehingga kondisi kandang menjadi bersih dan kesehatan ternak menjadi lebih baik, pada akhirnya membawa keuntungan dengan penjualan ternak yang lebih cepat dan berharga lebih tinggi. Keluarga petani yang biasanya menggunakan pupuk kimia untuk menanam, kini bisa menghemat biaya produksi pertaniannya karena sudah tersedia pupuk organik dalam jumlah yang memadai dan kualitas pupuk yang lebih baik (Anonim 2008). Menerapkan teknologi baru kepada masyarakat desa merupakan suatu tantangan tersendiri akibat rendahnya latar belakang pendidikan, pengetahuan dan wawasan yang mereka miliki. Terlebih lagi pada penerapan teknologi biogas. Tidak pernah terbayangkan bahwa kotoran lembu bisa menghasilkan api. Selain itu juga mereka merasa jijik terhadap makanan yang dimasak menggunakan Biogas. Di Desa Plangkrongan, perlu waktu 2 tahun hanya untuk membangun sebuah
unit
biogas
percontohan.
Metode
yang
dipergunakan
untuk
mensosialisasikan biogas adalah dengan memilih sebuah keluarga sebagai khalayak sasaran antara (KSA) yang diharapkan menjadi pelopor dan bisa mengembangkan biogas itu kepada masyarakat sebagai khalayak sasarannya (Anonim 2008). Beberapa Negara yang Memanfaatkan Biogas 1. Cina Sejak tahun 1975 "biogas for every household". Pada tahun 1992, sebanyak 5.000.000 rumahtangga di China menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian (Anonim 2008). 2. India Dikembangkan sejak tahun 1981 melalui "The National Project on Biogas Development" oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999, sebanyak 3.000.000 rumahtangga menggunakan biogas. Reaktor biogas yang
17
digunakan model sumur tembok dan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian (Anonim 2008). 3. Indonesia Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, selanjutnya pada tahun 1981 melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi. Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton dengan ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumahtangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah (Anonim 2008). Penggunaan Energi Bentuk penerapan konservasi energi berupa usaha membatasi pemakaian energi guna kelangsungan hidup manusia, yang pada akhirnya berdampak pada lingkungan sekitarnya. Dengan melakukan pembatasan terhadap pemakaian energi seperti bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor dapat menghemat energi bahan bakar minyak serta dapat mengurangi pencemaran asap kendaraan bermotor terhadap lingkungan. Sebagai contoh dari pemakaian energi yang berbentuk pemakaian kendaraan bermotor di DKI Jakarta, yang demikian padat seiring dengan laju peningkatan penduduk dan pembangunan telah menyebabkan permintaan terhadap BBM juga meningkat. Hal ini menyebabkan eksploitasi terhadap sumber BBM baik di wilayah perairan maupun daratan yang diduga merupakan sumber BBM, sehingga menyebabkan lingkungan di sekitar turut berubah dengan adanya pengeboran terhadap sumber BBM, disamping itu peningkatan volume kendaraan menyebabkan volume asap kendaraan bermotor juga meningkat, sehingga udara yang dihisap manusia disekitarnya bukan lagi udara bersih yang layak dihirup sesuai standar kesehatan. Dengan demikian pemakaian energi berlebihan mempengaruhi bukan saja kualitas lingkungan tetapi juga kualitas manusianya (kesehatan manusia) (Guhardja et al 1992).
18
Prinsip Penggunaan Energi Secara alami setiap kegiatan memerlukan energi untuk menggerakkannya, dalam hal ini energi merupakan input yang harus selalu ada dalam proses untuk memperoleh output. Input energi dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik sumber energi yang ”renewable” maupun ”not renewable”. Sumber energi renewable merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui dalam jangka waktu relatif pendek, contohnya energi kayu bakar dapat diperbaharui atau ditambah kuantitasnya melalui penanaman pohon penghasil kayu (Guhardja et al 1992). Konsumen atau pemakai energi memerlukan biaya untuk memperoleh energi. Demikian pula dalam upaya konservasi energi diperlukan biaya, tergantung pada kapasitas usaha konservasi itu sendiri. Bagi Pemerintah Indonesia khususnya PLN (Perusahaan Listrik Negara) upaya ini dilakukan dengan penyuluhan pada masyarakat yang terdiri atas konsumen rumahtangga, perusahaan, instansi, pabrik/industri skala besar maupun kecil melalui media massa (televisi, radio, leaflet, poster dan lain-lain) yang berisi pesan untuk melakukan penghematan penggunaan listrik. Upaya konservasi energi adalah untuk menjaga lingkungan dari pencemaran, biasanya biaya untuk upaya ini dikeluarkan pemakai energi sebagai kompensasi atas limbah energi yang menyebabkan lingkungan tercemar. Oleh karena bumi tidak sanggup untuk menyerap seluruh polutan (zat yang menimbulkan polusi) maka konsumen khususnya industri wajib mengawasi pembuangan limbah. Untuk memelihara lingkungan tersebut, melalui analisa terhadap kadar pencemaran, yang dikenal sebagai AMDAL (Analisa mengenai dampak lingkungan) (Guhardja et al 1992). Dalam memacu perkembangan pembangunan di Indonesia, di satu sisi penggunaan teknologi dan industri merupakan salah satu prasyarat, yang pada sisi lain memungkinkan adanya cemaran/polutan pada lingkungan guna mengimbangi hal ini diperlukan pembangunan yang berwawasan lingkungan, yang biasa disebut “sustainable development” Emil Salim (1989) dalam Guhardja et al (1992). Dengan demikian dalam merencanakan penggunaan teknologi dan industri telah dimasukkan biaya kompensasi terhadap lingkungan (Guhardja et al 1992).
19
Konsumsi Energi dalam Rumahtangga Penggunaan energi dalam rumahtangga bervariasi, namun digunakan sebagai sumber tenaga panas untuk memasak, menghangatkan tubuh, menyetrika (kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji), sebagai tenaga penerangan (minyak tanah, listrik), sebagai tenaga pemacu mesin: televisi, radio, kulkas, mobil (listrik, bensin, solar) (Guhardja et al 1992). Variasi penggunaan energi tergantung pada pendapatan (tinggi atau rendah), cuaca (musim dingin, musim panas khusus untuk Negara beriklim empat), harga energi, besar keluarga dan struktur keluarga (umur), dan lain-lain, bisa juga faktor sosial budaya; adat (Guhardja et al 1992). Manajemen Keuangan dan Energi Keluarga Menurut Guhardja et al (1992) sesuai dengan fungsinya sebagai sumber tenaga dan sumber penggerak aktivitas, maka sumberdaya energi akan senantiasa dibutuhkan manusia guna kelangsungan hidup, kesehatan dan kesejahteraan umat manusia
pada
umumnya.
Untuk
mencapai
tujuan
tersebut,
diperlukan
pengelolaaan terhadap input yang berupa: a. Pengaturan kebutuhan akan energi, serta mengutamakan kebutuhan daripada keinginan. b. Pengaturan standar penggunaan energi, artinya menciptakan gaya hidup yang tidak boros. Pengaturan sumberdaya termasuk upaya konservasi energi yang menjaga kelestarian sumber energi dan lingkungan hidup manusia serta pengaturan sumberdaya lain misalnya individu yang terlibat(Guhardja et al 1992). Uang merupakan suatu sumberdaya dan sekaligus merupakan alat pengukur dari sumber daya. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga menunjukkan berapa banyak sumberdaya yang dimilikinya. Sumberdaya yang dimiliki keluarga umumnya terbatas, baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Guhardja et al 1992). Pemilikan sumberdaya uang dalam suatu keluarga akan relatif terbatas, tergantung kepada jumlah dan kualitas orang yang berpartisipasi dalam pencarian pendapatan serta pemilikan asset lainnya. Sedangkan di lain pihak, keinginan dan kebutuhan setiap keluarga dan anggotanya relatif tidak terbatas. Bahkan keinginan
20
dan kebutuhan akan barang atau jasa dari setiap keluarga dan anggotanya dari waktu ke waktu selalu berubah dan cenderung bertambah banyak. Pemenuhan dari keinginan dan kebutuhan dari setiap keluarga dan anggotanya pada dasarnya merupakan bagian dari tujuan setiap keluarga. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya uang yang terbatas tersebut mencapai optimum diperlukan usaha manajemen keuangan yang baik dan efektif. Walaupun manajemen tidak bisa membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua kepala keluarga (Guhardja et al 1992). Cashflow atau arus kas adalah aliran uang yang mengalir mulai dari kita mendapatkan
uang
tersebut,
menyimpannya,
mengembangkannya,
dan
mengeluarkannya dengan secara teratur, bijak dan disiplin. Pengetahuan akan cashflow wajib diketahui agar keuangan keluarga kita tidak akan kacau balau dan terpantau. Ada sebuah ungkapan yang cukup menarik “tidak peduli keuangan Anda sedang defisit, yang penting Anda tahu kemana mengalirnya uang tersebut” (Kiyosaki dan Lechter 2006). Pendapatan Pendapatan (income) adalah kegiatan yang bertujuan memasukkan uang/harta. Biasanya pendapatan dapat diperoleh dari dua aktivitas, yaitu gaji dan investasi.
Gaji
diperoleh
dari
status
kita
sebagai
pegawai/karyawan/
professional/konsultan. Dalam sebuah keluarga gaji ini bisa diperoleh oleh suami dan istri yang bekerja (Kiyosaki dan Lechter 2006). Menurut Sumarwan (2003) pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya diterima dalam bentuk uang. Pendapatan adalah sumber daya material penting bagi konsumen. Karena dengan pendapatan itulah, konsumen bisa membiayai kegiatan konsumsinya. Hasil Investasi diperoleh dari aktivitas kita dalam mengembangkan uang/harta dalam berbagai cara. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan berinvestasi yaitu Deposito, Properti, Saham, Hasil Usaha, Reksadana, Obligasi,
21
dan lain-lain. Seluruh pendapatan kita tersebut biasanya disimpan dalam bentuk tunai atau di bank/ATM (Kiyosaki dan Lechter 2006). Perencanaan Perencanaan didefinisikan sebagai tindakan yang telah diperhitungkan sebelumnya, dan merupakam realitas dari keputusan-keputusan tentang standar dan urutan tindakan untuk mencapai tujuan (Guhardja et al 1992). Perencanaan mencakup kegiatan mendefinisikan sasaran organisasi, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran itu dan menyusun serangkaian rencana yang menyeluruh
untuk
mengintegrasikan
dan
mengkoordinasikan
pekerjaan
organisasi. Perencanaan menyangkut hasil (apa yang harus dikerjakan) dan sarana (bagaimana cara melakukannya). Pengambil keputusan dapat mengidentifikasi sekurang-kurangnya empat alasan untuk merencana. Perencanaan memberi arah, mengurangi dampak perubahan, meniminalkan pemborosan dan kegiatan rangkap dan menjadi standar yang digunakan dalam pengawasan (Robbins dan Coulter 2004). Perencanaan sering disebut fungsi manajemen primer karena menjadi dasar bagi semua fungsi lain yang dilakukan para manajer. Rencana adalah dokumen yang merangkum cara mencapai sasaran dan biasanya menggambarkan alokasi sumber daya, penyusunan jadwal dan tindakan lain yang diperlukan untuk mencapai sasaran itu (Robbins dan Coulter 2004). Kegunaan dari perencanaan adalah a) sebagai pedoman untuk mencapai tujuan; b) menyelenggarakan pekerjaan secara terarah untuk mencapai tujuan; c) mengalokasikan sumberdaya secara efektif dan efisien; dan d) mempermudah evaluiasi/menilai pekerjaan yang dilakukan (Guhardja et al 1992). Individu-individu mungkin berbeda dalam keahlian membuat perencaan karena perbedaan dalam kualitas demografi, orientasi waktu, pandangan ke masa depan dan kontrol internal atau eksternal. Ciri-ciri rencana, yaitu jelas isinya, tujuan terinci dengan baik, strandar yang khusus urutan jelas dan realiostik serta siap
untuk
disesuaikan
apabila
[implementation] (Guhardja et al 1992).
ada
perubahan
selama
pelaksanaan
22
Alokasi Pengeluaran Rumahtangga Konsep pendapatan per kapita digunakan untuk mengembangkan pengertian yang lebih baik mengenai peranan pendapatan dalam menentukan pengeluaran keseluruhan untuk berbagai produk. Pendapatan per kapita yang disesuaikan menurut jumlah anggota keluarga, mungkin meningkatkan kemungkinan peramalan pembelian karena berhubungan dengan pendapatan (Engel et al 1994). Kekayaan yang diukur menurut aset atau nilai bersih berkorelasi dengan pendapatan. Keluarga kaya menghabiskan uang mereka untuk pelayanan, perjalanan, minat dan investasi yang lebih banyak daripada yang dihabiskan oleh keluarga yang lebih rendah kelas sosialnya (Engel et al 1994). Pengeluaran berarti seluruh kegiatan yang mengakibatkan uang kita berkurang. Dari diagram kita bisa melihat banyak sekali kebutuhan akan pengeluaran keluarga kita, sehingga bila tidak diatur dengan baik maka akan membuat keuangan keluarga menjadi kacau dan bila sudah kronis dapat menuju ke jurang kebangkrutan (Kiyosaki dan Lechter 2006). Secara umum sebuah keluarga memiliki beberapa pengeluaran seperti pengeluaran rumahtangga, cicilan utang, premi asuransi, pembantu rumahtangga, keperluan anak, transportasi, zakat/pajak, hiburan/rekreasi, kegiatan sosial, fashion, dan sebagainya (Kiyosaki dan Lechter 2006). Bila kita perhatikan selama ini, kesalahan yang sering dilakukan oleh kebanyakan keluarga adalah hanya berkutat pada pendapatan yang berasal dari gaji yang terus-menerus dikuras untuk menutupi pengeluarannya. Sangat sedikit dari keluarga kita yang mulai melakukan aktivitas-aktivitas investasi sebagai sumber pendapatan keluarganya. Padahal bila kita rajin melakukan investasi, maka hasil dari investasi tersebut sebenarnya sudah dapat menutupi segala macam pengeluaran kita, bahkan bisa jauh lebih besar dari gaji yang kita terima selama ini (Kiyosaki dan Lechter 2006). Uraian di atas adalah sebuah kondisi ideal yang selayaknya dicapai oleh setiap keluarga. Bila keluarga Anda saat ini masih bergantung sepenuhnya pada aliran pemasukan dari gaji setiap bulan, maka sudah waktunya untuk sedikit demi sedikit menyisihkan uang Anda agar bisa membuat aliran pemasukan baru yang berasal dari investasi (Kiyosaki dan Lechter 2006).
23
Engel (1983) dalam Sumarwan (2003) menyatakan bahwa semakin sejahtera seseorang, maka semakin kecil persentase pendapatannya untuk membeli pangan. Sesuai dengan hukum tersebut BPS (2002) dalam Samon (2005) menyebutkan bahwa di negara yang sedang berkembang persentase pengeluaran terbesar pada rumahtangga adalah pengeluaran untuk pangan. Hal ini berbeda dengan negara maju yang memiliki persentase pengeluaran rumahtangga terbesar untuk pengeluaran barang dan jasa seperti perawatan kesehatan, pendidikan, rekreasi dan lainnya. Keadaan ini juga terjadi di rumahtangga. Pengeluaran keluarga menurut Biro Pusat Statistik (2008) dalam Shinta (2008) dibedakan atas pengeluaran untuk pangan dan pengeluaran nonpangan. Pengeluaran untuk pangan meliputi tindakan konsumsi terhadap bahan pangan kelompok padi-padian, ikan, daging, telur, sayuran, kacang-kacangan, buahbuahan, minyak dan lemak, minuman, serta makanan jadi. Komoditi pangan yang berpengaruh sangat besar terhadap pergeseran garis kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur, tahu, tempe, mie instant dan minyak goreng (BPS 2008 dalam Shinta 2008). Sementara pengeluaran untuk nonpangan meliputi biaya untuk perumahan, energi, penerangan, air, barang dan jasa, pakaian dan barang-barang tahan lama lainnya. Pengeluaran untuk biaya transportasi, listrik, energi dan perumahan merupakan kebutuhan yang berpengaruh terhadap pergeseran garis kemiskinan bukan makanan (BPS 2008 dalam Shinta 2008). Menurut Mangkuprawira (1985) secara naluriah seseorang atau keluarga akan terlebih dahulu menggunakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan baru kemudian untuk kebutuhan nonpangan. Walaupun demikian perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendapatan, jumlah anggota keluarga, musim, tempat tinggal, dan berbagai faktor lainnya. Teori ekonomi mengasumsikan bahwa seseorang bertindak secara rasional dalam mencapai tujuannya dan mengambil keputusan yang konsisten demi tujuan tersebut. Soembodo (2004) dalam Shinta (2008) mengemukakan beberapa macam kebutuhan pokok manusia untuk dapat hidup secara wajar, yaitu: 1. Kebutuhan pangan atau kebutuhan akan makanan. 2. Kebutuhan sandang atau pakaian.
24
3. Kebutuhan papan atau tempat berteduh. 4. Kebutuhan pendidikan untuk menjadi manusia bermoral dan berbudaya. Pelaksanaan Pelaksanaan (implementing) adalah melaksanakan (actuating) rencana dan prosedur standar dan urutannya serta pengawasan (controlling) dari kegiatankegiatan, yaitu pengecekan atau pembandingan antara kegiatan pelaksanaan dan rencana-rencana, jika perlu diadakan penyesuaian standar dan urutan-urutan yang tercantum dalam perencanaan agar peluang keberhasilan mencapai hasil meningkat (Guhardja et al 1992). Pengawasan adalah proses memantau kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan itu diselesaikan seperti yang telah direncanakan dan proses mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti. Pengawasan itu penting karena merupakan kaitan terakhir dalam fungsi manajemen. Pengawasan merupakan satu-satunya cara manajer mengetahui apakah sasaran organisasi itu tercapai atau tidak dengan disertai alasannya. Kenyataannya manajemen merupakan proses yang berlangsung terus dan kegiatan pengawasan menyajikan kaitan kembali yang amat penting ke perencanaan (Gambar 4). Jika para manajer tidak melakukan pengendalian, manajer tidak mempunyai cara untuk mengetahui apakah sasaran dan rencana manajer itu sesuai target dan apa tindakan di masa depan yang harus diambil (Robbins dan Coulter 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan, yaitu: karakteristik individu, karakteristik keluarga, karakteristik lingkungan, dan karakteristik tugas (Guhardja et al 1992).
Pengawasan - Standar - Ukuran - Perbandingan - Tindakan
Perencanaan - Sasaran - Tujuan - Strategi - Perencanaan
Memimpin - Motivasi - Kepemimpinan - Komunikasi - Perilaku individu dan kelompok
Gambar 4 Proses pelaksanaan manajemen
Pengorganisasian - Struktur - Manjer sumbedaya manusia
KERANGKA PEMIKIRAN Pengambilan keputusan adalah suatu proses menetapkan suatu keputusan yang terbaik, logis, rasional dan ideal berdasarkan fakta, data dan informasi dari sejumlah alternatif untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan resiko terkecil, efektif dan efisien, yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang (Guhardja et al 1992). Proses keputusan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (1) kegaiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (2) faktor perbedaan individu konsumen dan (3) faktor lingkungan konsumen (Sumarwan 2003). Dua dari tiga faktor diatas diamati dalam penelitian ini, yaitu faktor perbedaan individu konsumen dan faktor lingkungan konsumen. Dalam proses pengambilan keputusan itu, selain faktor pribadi dan lingkungan, akses informasi juga sangat penting. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diteliti pengaruh akses informasi terhadap pengambilan keputusan. Perbedaan individu konsumen yang diamati dalam hal ini adalah pengetahuan ibu mengenai biogas, sedangkan faktor lingkungannya adalah karakteristik keluarga. Karakteristik keluarga meliputi usia suami dan istri, tingkat pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, besar keluarga, pendapatan per kapita per bulan dan pengeluaran untuk energi memasak. Selain karakteristik keluarga dilihat pula pengaruh akses informasi terhadap pengambilan keputusan penggunaan biogas. Pengambilan keputusan dalam keluarga akan terkait dengan manajemen sumberdaya keluarga. Sebelum diakukan pengambilan keputusan, biasanya dilakukan perencanaan-perencanaan terkait dengan keputusan tersebut. Dalam penelitian ini manajemen sumberdaya keluarga yang diteliti mencakup perencanaan dan pelaksanaan manajemen keuangan dan energi. Perencanaan meliputi jenis energi yang akan digunakan keluarga, jenis pengeluaran yang dilakukan keluarga dan lain-lain. Menurut Guhardja et al 1992 faktor yang mempengaruhi perencanaan keluarga adalah umur, tahapan siklus keluarga (sangat berkorelasi dengan umur), pengalaman dan pendidikan. Selain itu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan manajemen sumberdaya keluarga adalah karakteristik individu, karakteristik
26
keluarga (siklus hidup keluarga, umur anak-anak, dan besar keluarga), karakteristik lingkungan serta karakteristik tugas. Dalam kegiatan keluarga kadang proses pengambilan keputusan diawali dengan kegiatan perencanaan dan pelaksanaan, baru dilakukan pengambilan keputusan. Kadang pula dilakukan proses pengambilan keputusan terlebih dahulu, lalu dilakukan perencanaan dan pelaksanaan.
27
Karakteristik Keluarga Usia suami dan istri Tingkat pendidikan suami dan istri Pekerjaan suami dan istri Pengetahuan istri mengenai biogas Besar keluarga Pendapatan per kapita per bulan Pengeluaran untuk energi memasak
Akses Informasi
Gambar 5 Kerangka Pemikiran
Manajemen Keuangan dan Energi (Perencanaan dan Pelaksanaan)
90
Pengambilan Keputusan Penggunaan Energi - Biogas - Nonbiogas