TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan
mempunyai
dua
dimensi.
Pertama,
suatu
proses
mengalihkan kemampuan, kekuatan dan kekuasaan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya melalui pendayagunaan aset material lokal guna mendukung kemandirian melalui organisasi. Kedua, adalah proses memotivasi, mendorong dan menstimulasi agar suatu komunitas mempunyai kemampuan menentukan pilihan hidupnya melalui proses dialog (Hikmat, 2001). Dengan demikian,
strategi
pengembangan
pemberdayaan
organisasi
masyarakat
melalui
kegiatan
dapat
dilakukan
mendorong,
dengan
memotivasi,
meningkatkan kesadaran akan potensinya, memperkuat daya dan potensi yang dimiliki, dan menciptakan iklim untuk berkembang. Pendekatan kelompok seperti POPA merupakan salah satu strategi untuk memberdayakan masyarakat. POPA merupakan wahana untuk memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat kecil yang lemah, rentan, miskin dan marjinal secara sosio-ekonomi sehingga mereka dapat mandiri sekaligus berperan serta dalam pengembangan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat erat kaitannya partisipasi masyarakat. Esensi dari pemberdayaan masyarakat adalah peningkatan partisipasi masyarakat. Partisipasi
masyarakat
merencanakan,
berarti
melaksanakan,
keterlibatan melestarikan
aktif dan
masyarakat
mengembangkan
dalam hasil
pembangunan (Loekman, 1995). Proses penguatan komunitas lokal, baik bagi individu, kelompok, organisasi sosial tidak luput dari peran aktif masyarakat. Secara eksplisit, Undang Undang no. 22 tahun 1999 menjelaskan perlunya partisipasi masyarakat yang mencakup keikutsertaan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemilikan, masyarakat sebagai pemegang saham dalam pembangunan. Peran serta masyarakat dan pemberdayaan masyarakat tersebut sebagai implementasi dari pelaksanaan desentralisasi kepada masyarakat. Dalam konteks ini, pemberdayaan masyarakat berarti menempatkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam peran yang bukan saja sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai pengupaya, penilai sekaligus pemelihara hasil-hasil yang telah dicapai.
5 Menurut Sumaryadi (2005) tujuan pemberdayaan masyarakat adalah membantu mengembangkan manusia yang otentik dan integral dari masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil dan memberdayakan kelompokkelompok masyarakat kecil yang lemah, rentan, miskin dan marjinal secara sosio-ekonomi sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka, sekaligus berperan serta dalam pengembangan masyarakat. Tujuan tersebut memberikan acuan bahwa pemberdayaan juga merupakan upaya penguatan kapasitas kelompok-kelompok kecil termasuk di dalamnya adalah POPA. Dengan demikian, pemberdayaan POPA mencakup penguatan kemampuan baik dalam aspek sosial maupun ekonomi, sehingga anggota-anggotanya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan dapat berperan aktif dalam pengembangan masyarakat. Menurut Karsidi (2001), pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan berbagai upaya: 1)
Memulai dengan tindakan mikro. Proses pembelajaran masyarakat dimulai dengan tindakan mikro, namun memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro-makro terus menerus menjadi bagian pembelajaran masyarakat.
2)
Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah). Yang dimaksud dengan produk strategis (unggulan) di sini tidak hanya produksi yang ada di masyarakat, tetapi juga unggulan dalam hal bahan baku dan teknis produksinya, serta memiliki keterkaitan sektoral tinggi.
3)
Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan masyarakat dalam skala besar disamping keragaman model yang didasarkan atas keunggulan antara kawasan satu dengan lainnya.
4)
Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peranserta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pengembangan masyarakat, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, sosial ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri.
6 5)
Mengembangkan
penguasaan
pengetahuan
teknis.
Perlu
dipahami
bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan pada input luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. 6)
Pengembangan kesadaran. Yang diperlukan adalah tindakan yang berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi.
7)
Membangun jejaring ekonomi strategis. Jejaring strategis akan berfungsi untuk
mengembangkan
kerjasama
dalam
mengatasi keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki kelompok masyarakat satu dengan lainnya. 8)
Kontrol
kebijakan.
Pemerintah
benar-benar
mendukung
upaya
pemberdayaan masyarakat. Kekuasaan pemerintah harus dikontrol oleh masyarakat. 9)
Menerapkan
model
pembangunan
berkelanjutan.
Setiap
peristiwa
pembangunan harus mampu secara terus menerus mengkonversi daya dukung lingkungan. Berdasarkan pemberdayaan
strategi
POPA
dapat
pemberdayaan dilakukan
sebagaimana
dengan
dikemukakan,
membangun
kesadaran
masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupan, menguatkan kelembagaan, meningkatkan pengetahuan anggota-anggotanya dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi melalui pemanfaatan sumberdaya dan pengembangan jejaring. Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat dikatakan berhasil apabila mencapai indikator keberhasilan yang menurut Sumodiningrat (1998) adalah: (1) Berkurangnya jumlah masyarakat miskin; (2) Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh masyarakat miskin dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada; (3) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya; (4) Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai oleh makin berkembangnya usaha produktif kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok dan makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain dalam masyarakat. Begitu juga Prijono (1996) yang mengatakan bahwa masyarakat berdaya bila mampu meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan kemampuan permodalan, pengembangan usaha dan pengembangan kelembagaan usaha bersama dengan menerapkan prinsip
7 gotong
royong,
keswadayaan
dan
partisipasi.
Dua
pendapat
tersebut
memberikan acuan bahwa keberhasilan pemberdayaan POPA dapat dilihat dari peningkatan kesejahteraan sosial anggota-anggotanya yang dicapai melalui peningkatan SDM, peningkatan kemandirian kelompok, peningkatan pendapatan dan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap kesejahteraan masyarakat miskin.
Organisasi Sosial Secara sederhana, organisasi dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang saling menyatukan diri untuk melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan. Barnard sebagaimana dikutip oleh Sumardhi (1996) menyatakan bahwa organisasi adalah sistem kerjasama diantara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Dari definisi ini maka unsur pokok suatu organisasi mencakup adanya sekelompok orang, adanya kerjasama dan ada tujuan yang ingin dicapai bersama. Pengertian organisasi secara lebih luas dikemukakan oleh Siagian sebagaimana dikutip Sumardhi (1996) yang menyatakan bahwa organisasi adalah bentuk persekutuan dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hirarki, dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau beberapa orang yang disebut pimpinan dan seseorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan. Pengertian ini menjadi acuan bahwa dalam organisasi, selain terdapat unsur kelompok, kerjasama dan tujuan bersama, juga terdapat hirarki dalam pola hubungan antar anggota. Pola hirarki ini menunjukkan peran dimana ada pimpinan dan bawahan. Organisasi sosial merupakan kumpulan orang-orang dalam masyarakat yang mengelola suatu kegiatan tertentu, Siagian sebagaimana dikutif Ruwiyanto, (1994). Organisasi tersebut pada dasarnya memiliki tujuan dan terdapat unsurunsur yang mengatur perilaku masyarakat yang terlibat didalamnya, artinya setiap organisasi mempunyai suatu sistem hubungan, nilai-nilai atau norma, sistem peraturan-peraturan untuk memenuhi kebutuhan individu. Organisasi sosial mengandung sistem norma yang mengatur hubungan antar manusia.
8 Norma tersebut berupa aturan-aturan yang mengikat secara formal terhadap tugas, hak dan kewajiban sekelompok orang. Pada dasarnya, organisasi merupakan wadah atau alat untuk mencapai tujuan. Sumardhi (1996) menyatakan bahwa organisasi hanya merupakan wadah mencapai tujuan dan bukan merupakan tujuan. Dalam organisasi sosial, organisasi dimaksudkan sebagi alat untuk menyelenggarakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sebagai wadah atau alat untuk mencapai tujuan, sebuah organisasi bersifat dinamis. Organisasi dapat berkembang untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Organisasi dapat dikembangkan, diperluas dan ditingkatkan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan masyarakat. Pengertian organisasi dan organisasi sosial sebagaimana dikemukakan menunjukkan bahwa POPA merupakan suatu organisasi. Unsur-unsur organisasi dalam POPA dapat dilihat dari adanya (1) Sekelompok orang, yaitu kelompok orangtua yang memiliki anak tunarungu; (2) Adanya kerjasama antar sekelompok anggota untuk mencapai tujuan, yaitu kesejahteraan keluarga dan anak tunarungu; (3) Ada hirarki dalam hubungan antar anggota, yaitu pengurus sebagai pimpinan dan anggota sebagai bawahan; (4) Adanya aturan formal yang mengatur tugas, hak dan kewajiban anggota.
Organisasi Sosial sebagai Media Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dapat berarti membuat masyarakat lebih berdaya melalui proses memotivasi, mendorong dan menstimulasi serta mendayagunakan potensi lokal agar mencapai kemandirian. Untuk mencapai keberdayaan secara lebih efektif dapat dilakukan melalui organisasi.
Dalam
konteks ini, organisasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk proses motivasi dan mendayagunakan potensi agar masyarakat dapat mencapai kemandirian. Organisasi dapat digolongkan ke dalam sektor-sektor sosial di tingkat lokalitas, yaitu : (1) Sektor publik, (2) Sektor Participatory; mencakup organisasi non pemerintah yang tumbuh dan dibangkitkan oleh masyarakat secara sukarela, kelembagaan
ini aktif berdasarkan tujuan sesuai dengan minat para
9 pendukungnya; (3) Sektor private, yang berorientasi kepada upaya mencari keuntungan, misalnya dalam bidang jasa, perdagangan dan industri. POPA merupakan organisasi partisipatory, yang dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat berdasarkan tujuan dan minat anggota-anggotanya. Sebagai organisasi partisipatory, POPA dapat dijadikan media yang efektif dalam pemberdayaan masyarakat. Vitayala (1986) mengemukakan bahwa pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat proses adopsi, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Demikian juga Soekanto (2005) menyatakan bahwa dalam kelompok terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong berdasarkan kesamaan nasib, kepentingan, dan tujuan sehingga hubungan antara anggota bertambah erat. Dengan demikian, pengembangan POPA sebagai wadah kelompok masyarakat mempunyai makna strategis untuk memberdayakan masyarakat karena memungkinkan terjadinya proses perubahan, peningkatan kemampuan dan kerjasama melalui interaksi sosial yang saling mempengaruhi diantara anggota-anggotanya.
Kesejahteraan Sosial Keluarga Anak Tunarungu Kesejahteraan sosial berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial dalam Suharto (2005) adalah : Suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila. Definisi tersebut menyebutkan sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial yang berarti menuntut kegiatan-kegiatan tertentu baik yang bernilai materi maupun bernilai spiritual dalam sebuah kondisi yang aman, adanya jaminan keselamatan, penghormatan terhadap norma kesusilaan, serta terjaminnya ketentraman baik lahir maupun batin sehingga terbentuk sebuah tatanan untuk mencapai tujuan-tujuan yang disebutkan dalam undang-undang tersebut, yaitu
10 pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhankebutuhan jasmani antara lain sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Kebutuhan-kebutuhan rohani berupa agama, keyakinan, kepercayaan, dan pendidikan, sedangkan kebutuhan sosial berupa hubungan yang sehat antar masyarakat, solidaritas, hormat menghormati, dan tenggang rasa. Di samping itu dituntut pula pemenuhan rasa aman, keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin. Kesejahteraan sosial adalah sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat, PBB sebagaimana dikutif Suharto (2005b). Berdasarkan penjelasan tersebut kesejahteraan sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, sedangkan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Secara operasional, BKKBN sebagaimana dikutif Suharto, (2005b) memberikan indikator kesejahteraan dalam hal sandang, pangan dan papan. Indikator kesejahteraan dari segi pangan, sebuah keluarga yang sejahtera apabila dapat makan lebih dari dua kali sehari dan mampu menyediakan lauk pauk berupa ikan atau daging atau telur lebih dari sekali dalam seminggu. Indikator dalam hal sandang adalah apabila sebuah keluarga mempunyai pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/bersekolah, dan bepergian, serta minimal satu tahun sekali mendapatkan satu stel baju baru. Dalam hal papan, keluarga sejahtera minimal memiliki lantai seluas 8 m 2 tiap anggota, dan sebagian besar lantai bukan dari tanah. Sedangkan indikator kesehatan adalah apabila ada anggota keluarga yang sakit dapat dibawa ke sarana/petugas kesehatan, dan dapat bertahan minimal tiga bulan tidak sakit. Sebuah keluarga sudah memenuhi standar sejahtera secara rohani apabila dalam keluarga tersebut sudah merasakan suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang sia-sia. Dalam mencapai tujuan usaha kesejahteraan sosial tersebut diperlukan adanya pertolongan/pelayanan sosial dalam hal ini pelayanan tersebut diberikan oleh profesi pekerjaan sosial. Pemberdayaan masyarakat dalam praktek pekerjaan sosial memandang “kelayan” sebagai mitra kolaboratif, artinya sebagai
11 sumber tetapi juga sebagai potensi yang dianggap patologis. Kerja sama kolaboratif ini disebut juga sebagai aktualisasi pemberdayaan. Guna mencapai kehidupan yang lebih baik, Payne (1997) mengemukakan bahwa intinya suatu proses pemberdayaan untuk membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menemukan tindakan yang dilakukan masyarakat melalui peningkatan kemampuan dan percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki masyarakat, antara lain melalui transper daya dari lingkungan. Oleh karenanya konsep pemberdayaan dalam pembangunan masyarakat akan dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jejaring kerja dan keadilan, sehingga pemberdayaan dasarnya diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Anak tunarungu adalah Anak yang pendengarannya sampai batas yang menghambat pengertiannya akan pembicaraan melalui telinga saja dengan atau tanpa penggunaan alat bantu dengar, Frisina sebagaimana dikutif Subagya, (2005). Untuk kepentingan pendidikan anak tunarungu diartikan sebagai anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walapun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Kurikulum Pendidikan Nasional, 1994). Tunarungu merupakan orang yang mengalami hambatan berkomunikasi secara verbal disebabkan oleh kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya. Ketidakmampuan berkomunikasi dan tidak berfungsinya daya pendengaran ini menyebabkan mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan perlakuan khusus agar dapat menyesuaikan diri secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Anak tunarungu merupakan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Karenanya, mereka membutuhkan perlakuan khusus pula. Untuk membantu tunarungu mengembangkan diri, diperlukan cara-cara yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kebutuhan akan perlakuan khusus ini seringkali tidak dapat dipenuhi di dalam keluarga, sehingga upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan tunarungu menjadi hal penting dilakukan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengembangkan kelompok orangtua yang memiliki anggota tunarungu .
12 Masalah tunarungu berkaitan dengan ketidakmampuan anak memperoleh hak-haknya sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan dan Konvensi Internasional tentang hak-hak orang cacat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menyediakan aksesibilitas yang memungkinkan mereka mengembangkan diri, sehingga dapat hidup secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Kemiskinan Timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk yang hidup dibawa garis kemiskinan. Faktor peningkatan ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya indeks pengeluaran makanan dan non makanan yang digunakan sebagai standar garis kemiskinan dari BPS, sebagai akibat depresiasi nilai rupiah terhadap nilai dolar. Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalih apapun dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu upaya strategis nasional dalam mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan, keadilan sosial dan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kemiskinan pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty ) atau kemiskinan struktural yang terjadi terus menerus dan kemiskinan sementara (transient poverty) yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi kritis, bencana alam dan bencana sosial. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang dikatagorikan sebagai fakir miskin termasuk katagori kemiskinan kronis, yang membutuhkan penanganan yang sungguh-sungguh, terpadu secara lintas sektor dan berkelanjutan. Kemiskinan suatu masyarakat dapat ditinjau dari aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis, Ellis sebagaimana dikutif Suharto, (2005). Kemiskinan secara ekonomi didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang diperlukan untuk memenuhi hajat hidup dan meningkatkan kesejahteraan seseorang. Kemiskinan secara politik yaitu aksesibiltas seseorang terhadap kekuasaan
13 (power). Kekurangan
jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam
mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas dapat diartikan sebagai kemiskinan secara sosial-psikologis. Dari aspek psikologis, kepribadian seperti merasa tidak berguna, putus asa, rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain merupakan budaya yang menimbulkan kemiskinan. Hal ini seperti diungkapkan Lewis sebagaimana dikutif Mubyarto (1995), yang mengatakan
bahwa orang yang memiliki kepribadian
inferior dan dependen tidak akan memiliki kepribadian yang kuat, kurang bisa mengontrol diri, mudah implusif, tidak berorientasi pada masa depan. Lewis menyarankan untuk menghilangkan budaya kemiskinan tersebut dengan menyatukan mereka dalam suatu organisasi. Berdasarkan konsep sebagaimana telah dikemukakan maka untuk memberdayakan keluarga miskin dapat dilakukan dengan mengembangkan organisasi. Salah satu organisasi tersebut adalah POPA. Melalui POPA, keluarga dan anak tunarungu yang mengalami perasaan rendah diri dan merasa tidak mempunyai kemampuan untuk hidup sejajar dangan kelompok masyarakat lainnya serta dihadapkan pada situasi kerentanan akibat tidak mempunyai aset yang memadai memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya baik dalam memecahkan masalah maupun memenuhi kebutuhan sosial dan ekonominya.
14 Kerangka Pemikiran
Kegiatan POPA yang tidak berkesinambungan, kurangnya kerjasama antar anggota,
kurangnya
dana
untuk
mendukung
operasional
organisasi,
keberadaannya belum diketahui masyarakat dan belum mendapat dukungan pemerintah mengindikasikan bahwa dalam organisasi POPA terdapat masalahmasalah yang perlu dipecahkan. Permasalahan tersebut terkait dengan kapasitas POPA dalam menjalankan aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan, yang mencakup kepemimpinan, kerjasama antar anggota, manajemen dan dukungan dana. Oleh karena itu, kajian ini difokuskan pada kapasitas POPA dan permasalahan yang menghambat atau mendukung perkembangannya. Strategi pemberdayaan POPA dilakukan dengan memperkuat organisasi secara internal melalui penguatan kelompok dan pengembangan usaha. Pengembangan usaha dilakukan untuk memecahkan masalah pendanaan dan meningkatkan
kondisi
ekonomi.
Untuk
mendukung
kegiatan
dan
keberlanjutannya, juga perlu dukungan eksternal berupa pengembangan jejaring dan peningkatan partisipasi masyarakat. Dalam menyusun strategi, dilakukan identifikasi sumber-sumber dari luar POPA yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan. Identifikasi tersebut mencakup peluang-peluang dukungan dari masyarakat dan dukungan dari pemerintah. Hasil yang diharapkan dari strategi ini adalah POPA mandiri secara organisasi yang berdampak pada meningkatnya kondisi ekonomi dan sosial anggota-anggotanya. Secara lebih ringkas, kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.
15 Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan POPA
Permasalahan POPA 1) Masalah psikologis, sosial dan ekonomi anggota 2) Masalah keorganisasian : - Kegiatan kurang berkesinambungan - Keberadaan tidak diketahui masyarakat - Kurang dukungan Pemerintah dan masyarakat - Kurangnya sarana prasarana
Kapasitas POPA 1) SDM Pengurus dan anggota 2) Kepemimpinan 3) Kerjasama antar anggota. 4) Manajemen 5) Dana
1) 2) 3) 4) 5)
Strategi pemberdayaan POPA Pemecahan masalah psikologis anggota Penguatan Kelompok Pengembangan usaha ekonomi produktif Pengembangan Jejaring Peningkatan partisipasi masyarakat
Dukungan Pemerintah Lokal
POPA Mandiri: 1) Organisasi 2) Ekonomi 3) Sosial