TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Akuakultur Probiotik adalah bakteri hidup yang ditambahkan ke dalam pakan yang dapat memberikan keuntungan bagi inang dengan memperbaiki keseimbangan bakteri di dalam ususnya (Fuller 1992). Namun demikian, pengertian ini menjadi berkembang bagi hewan akuatik yang berarti sebagai bakteri hidup yang memberikan pengaruh menguntungkan bagi inang dengan memodifikasi komunitas bakteri atau berasosiasi dengan inang, menjamin perbaikan dalam penggunaan pakan atau memperbaiki nutrisinya, memperbaiki respon inang terhadap penyakit atau memperbaiki kualitas lingkungannya (Verschuere et al. 2000).
Gambar 1
Landasan penelitian dan pengembangan probiotik sebagai agen biokontrol dalam akuakultur (Verschuere et al. 2000).
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
6
Bakteri probiotik memiliki mekanisme kerja yang dapat dibagi menjadi beberapa cara, yakni: produksi senyawa inhibitor; kompetisi terhadap senyawa kimia (Fe) atau sumber energi (nutrisi); kompetisi terhadap tempat pelekatan; peningkatan respon imun (kekebalan); perbaikan kualitas air; dan interaksi dengan fitoplankton. Dalam proses seleksi probiotik, Farzanfar (2006) menyebutkan bahwa bakteri probiotik setidaknya harus memiliki kriteria sebagai berikut: (1) bersifat antagonis terhadap patogen (Fuller 1992; Austin et al. 1995; Moriarty 1999; Ali 2000; Verschuere et al. 2000; Irianto dan Austin 2002). Probiotik seharusnya mampu menstimulasi sistem imunitas dari inang dengan meningkatkan jumlah eritrosit, makrofaga dan limfosit (Irianto dan Austin 2002). Ciri utama bakteri yang bersifat antagonistik terhadap patogen adalah menghasilkan bahan antimikrobial seperti asam organik, hidrogen peroksida, sideropheros dan juga lisosim (Verschuere et al. 2000; Irianto dan Austin 2002). (2) Berguna atau bermanfaat bagi inang dengan berbagai cara, diantaranya promoter pertumbuhan atau melindungi ikan dari bakteri patogen, menghasilkan berbagai bahan-bahan penting seperti biotin dan vitamin B12 (Fuller 1992; Irianto dan Austin 2002). (3) Memiliki kemampuan bertahan hidup pada organisme akuatik (Fuller 1992; Ali 2000; Verschuere et al. 2000). Sama halnya dengan keberadaan dari suatu jenis bakteri dominan dengan kepadatan tinggi pada media budidaya yang mengindikasikan kemampuan pertumbuhan bakteri yang sangat baik pada kondisi lingkungan yang umum. Diduga juga bahwa jenis bakteri tersebut mampu berkompetisi dengan sangat efisien dengan bakteri merugikan lainnya (Verschuere et al. 2000). (4) Pelekatan atau lokasi hidup dari bakteri merupakan salah satu yang terpenting dalam kriteria seleksi bakteri probiotik karena hal ini termasuk dalam prasyarat pembentukan suatu koloni (Fuller 1992; Verschuere et al. 2000). (5) Pengaplikasian bakteri probiotik harus stabil dalam jangka waktu yang cukup lama dalam proses penyimpanannya sebaik di kondisi alam (Fuller 1992). (6) Sesuai dengan sifat bakteri probiotik itu sendiri, maka bakteri ini harus bersifat nonpatogen, nontoksik, dalam kaitannya menghindari berbagai efek yang tidak diinginkan terhadap inang/ikan (Fuller 1992). (7) Bakteri probiotik seharusnya berasal atau ditemukan dari organ target ikan yang diinginkan. Hal ini
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
7
didasarkan pada alasan ekologis yang berkaitan dengan habitat asli dari kandidat bakteri probiotik (misal: mikroorganisme flora yang terdapat di saluran pencernaan). Probiotik dari habitat aslinya memiliki peluang hidup dan tumbuh yang lebih besar dibandingkan kompetitor asing dari luar sistem, dan mereka menunjukkan pertumbuhan dalam jumlah sebagai buktinya (Riquelme et al. 1997; Jo¨born et al. 1997; Rengpipat et al. 2003). Saat ini probiotik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam budidaya perikanan untuk mendapatkan produksi yang tingi. Probiotik yang umum digunakan termasuk spesies dari Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Enterococcus, Carnobacterium, Shewanella, Bacillus, Aeromonas, Vibrio, Enterobacter, Pseudomonas, Clostridium, dan Saccharomyces. Keterkaitan probiotik dalam nutrisi, ketahanan terhadap penyakit, dan berbagai keuntungan lainnya pada ikan sudah diyakini dan tidak diragukan lagi. Salah satu keuntungan yang paling umum diakibatkan oleh adanya probiotik adalah memodulasi sistem imun dengan menstimulasi imun non spesifik secara sistemik baik dalam kondisi in vitro maupun in vivo.
Pemberian probiotik baik satu spesies ataupun
multispesies mampu meningkatkan aktivitas pagositas, lisosim, komplemen, respiratory burst dengan baik pada ikan. Sama halnya dengan probiotik dapat meningkatkan sistem imun yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel-sel Igp dan acidophilic granulocytes. Berbagai faktor seperti sumber probiotik, dosis, lama pemberian akan memberikan efek yang sangat penting dalam aktivitas immunomodulatory dari probiotik (Nayak 2010). Bacillus firmus Bakteri ini merupakan bakteri nontoksik, tidak patogen, berperan sebagai anti infeksius, dan mengaktifasi makrofaga serta dapat merangsang limfosit B (Lomakova 2005). Secara taksonomi B. firmus dapat diklasifikasikan kedalam Filum Firmicutes, Kelas Bacilli, Ordo Bacillales, Famili Bacillaceae, Genus Bacillus, Spesies Bacillus firmus. Secara morfologi B. firmus memiliki ciri diantaranya adalah termasuk ke dalam golongan bakteri gram positif, motil oleh flagel peritrichous, memiliki endospora berbentuk oval, bundar atau silinder. Bakteri ini bersifat fakultatif aerob. Secara fisiologi sangat tahan terhadap fluktuasi suhu, pH dan salinitas serta
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
8
tumbuh pada suhu 30oC. Bakteri ini juga tersebar luas pada bermacam-macam habitat, tidak bersifat patogen terhadap vertebrata ataupun invertebrata (Feliatra et al. 2004) oleh karenanya dapat digunakan sebagai probiotik. Probiotik B. firmus mampu menghasilkan fitohormon dan termasuk dalam bakteri pelarut fosfat. Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena bakteri ini menghasilkan beberapa enzim seperti enzim fosfatase (Lynch 1983), dan enzim fitase (Alexander 1977). Sebagai probiotik, B. firmus juga mampu berfungsi sebagai immunostimulator yang dapat meningkatkan aktifitas fagosit dengan merangsang makrofaga (Prokesova et al. 1998). Aeromonas hydrophila Bakteri A. hydrophila umum ditemukan di perairan, seringkali berperan dalam infeksi sekunder pada jaringan luka (Angka 2001), bakteri ini secara normal terdapat di lingkungan perairan (Harikrishnan et al. 2005).
Bakteri
Aeromonas tersebar luas di lingkungan akuatik (Palumbo et al. 1992) dan menyebabkan hemoragi septikemia serta menimbulkan sindrom luka borok yang bersifat epizootik di banyak spesies perairan air tawar (Shao et al. 2004) dan spesies air laut (Lilley et al. 1997). Infeksi A. hydrophila memiliki rentang yang luas pada hewan akuatik maupun teresterial termasuk mamalia, dan menjadi agen penyebab penyakit yang umum menyerang ikan budidaya perairan hangat di seluruh dunia (Austin and Adams 1996; Thune et al. 1993; Yu et al. 2004). Di Asia Tenggara, A. hydrophila menyumbang kontribusi kerugian ekonomi yang sangat besar bagi industri perikanan (Llobrera and Gacutan, 1987; Thampuran et al. 1995). Di sisi lain, A. hydrophila ternyata tidak hanya menjadi agen penyebab penyakit ikan-ikan perairan hangat seperti Channel catfish, Ictalurus punctatus, Tilapia (Amin et al. 1985), Plecoglossus altivelis (Miyazaki and Jo 1985), tetapi juga pada ikan-ikan di perairan dingin dan juga hewan vertebrata tingkat tinggi lainnya (Janda and Abbott 1998). Jadi, sebagai patogen oportunistik A. hydrophila berasosiasi dengan berbagai kondisi klinis dengan rentang yang sangat luas, meliputi kondisi inang homeotermik dan poikilotermik. Serangan A. hydrophila yang merupakan bakteri oportunistik (Grizzle and Kirya 1993) lebih cenderung pada ikan-ikan yang berada dalam tingkat stres yang tinggi, baik karena tingkat kepadatan yang tinggi, kualitas air budidaya yang
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
9
buruk, penanganan yang kurang baik ataupun karena adanya patogen berbahaya lain yang terdapat di lingkungan tersebut (Leung et al. 1991). Sindermann (1988) diacu dalam Harikrishnan et al. (2005), menyatakan luka borok di permukaan kulit ikan yang disebabkan oleh A. hydrophila adalah salah satu penanda biologis utama yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan pencemaran pada lingkungan akuatik yang dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi bagi ikan yang hidup di dalamnya. A. hydrophila yang masuk dalam family Vibrionaceae ini terdiri dari dua genera yang umum disebut sebagai Vibrio dan Aeromonas. Bakteri ini mampu bergerak motil dengan bantuan alat gerak berupa flagella (Botterelli and Ossiprandi 1999), dengan bentuknya batang halus pendek, berukuran 0.7-0.8 µm x 1.0-1.5µm (Kabata 1985) atau diameter 0.3-1.0µm dan panjang 1.0-3.5µm (Hayes 2000; Botterelli and Ossiprandi 1999), tidak berspora, biasanya tidak berkapsul, menyukai lingkungan yang bersuhu 15-30oC dan tumbuh dengan baik pada suhu optimum 28oC (Hayes 2000). Perairan umum A. hydrophila masih ditemukan pada suhu 4oC-32oC dan pertumbuhan mencapai tingkat tertinggi pada suhu 28 oC (Burton and Lanza 1986). Faktor virulensi bakteri ini adalah enterotoksin, sitotoksin dan hemolisin, diperkuat dengan penelitian Hayes (2000) yang menemukan bahwa A. hydrophila dan A. sobria memproduksi enterotoksin, dermonecrotic factors, hemolisin dan protease serta aerolisin. Secara struktural A. hydrophila memiliki fili, flagella, Slayer, lipopolisakarida, dan protein membran luar yang berperan sebagai faktor virulensi. Sedangkan S-layer adalah protein yang memiliki berat molekul 52.000 dan resisten terhadap zat bakterisidal (Murray et al. 1988 diacu dalam Hidayat 2006), juga terdapat dinding luar sel dan dapat mengurangi tingkat virulensi hingga 10.000 kali lipat jika struktur ini hilang (Janda 1991). Aeromonas sp. memproduksi berbagai produk yang salah satunya toksin. Toksin dikeluarkan dalam bentuk terlarut sehingga dapat langsung menginfeksi sel, selain itu toksin ini dapat bertahan di permukaan sel dan akan masuk ketika sel sudah mati. Tiga protein ekstraseluler yang dimiliki dalam kaitannya dengan patogenitas A. hydrophila
adalah
aerolisin,
GCAT
(glycerophospolipid
cholesterol
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
10
acyltransferase), dan serin protease (Hayes 2000). Infeksi bakteri lain dapat menginduksi patogenitas bakteri A. hydrophila. Menurut Hidayat (2006), terdapat dua mekanisme patogenisitas pada Aeromonas sp. yaitu: (1) Tissue adherence yang diperantarai oleh S-layers. Slayers membantu adherence dan kolonisasi bakteri pada mukosa usus. Proses ini juga dibantu oleh struktur filamentous (fimbriae) atau membranous (adhesin) yang memiliki aktivitas hemaglutinasi, terutama ditemukan pada strain mesofilik (Botterelli and Ossiprandi 1999). (2) Toxic production; toksin Aeromonas dapat diklasifikasikan sebagai ekso dan endotoksin. Cytotoxins
dan enterotoxins
(termasuk dengan aktivitas haemolytic) merupakan yang paling penting dalam patogenisitas. Aeromonas sp. dapat juga menghasilkan substansi ekstraseluler lainnya, dengan faktor-faktor difusi yang penting, yaitu: protease, amylase, chitinase, lipase, nuclease (Botterelli and Ossiprandi 1999). Gambaran Darah Darah pada ikan berfungsi membawa ion-ion anorganik dan senyawa organik seperti hormon, vitamin, serta beberapa protein plasma. Protein plasma itu sendiri berperan
dalam respon tubuh terhadap kekebalan suatu penyakit,
penyangga dari perubahan pH darah dan pengatur tekanan osmotik (Bond 1979). Selain itu darah juga berfungsi dalam peredaran zat makanan hasil pencernaan dan oksigen ke sel-sel tubuh serta membawa hormon dan enzim menuju organorgan yang membutuhkannya. Perubahan gambaran darah baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat menentukan kondisi ikan atau status kesehatannya (Wedemeyer et al. 1990). Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan kondisi tubuh pada darah yaitu kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (eritrosit) dan jumlah sel darah putih (leukosit). Hematokrit Parameter yang digunakan dalam pengukuran volume sel darah merah adalah hematokrit, yakni presentase volume sel darah merah di dalam darah atau merupakan perbandingan antara volume sel darah merah dengan plasma darah (Bond 1979). Kadar hematokrit dalam darah ikan dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya anemia pada ikan. Apabila ikan terserang penyakit atau
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
11
kehilangan nafsu makan karena sebab tertentu, maka kadar hematokrit akan menurun (Snieszko et al. 1974). Nilai kadar hematokrit tidak selalu tetap (Randall 1970), ikan memiliki kadar hematokrit berkisar antara 5-60% (Snieszko et al. 1960). Apabila berada di bawah 30% menunjukkan defisiensi eritrosit (Bond 1979), namun demikian kadar hematokrit normal dalam darah ikan mas adalah 27,1%. Kadar hematokrit berguna untuk menentukan apakah ikan dalam kondisi normal atau anemia, karena nilainya berbeda-beda pada setiap status kesehatan ikan. Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi, sedangkan meningkatnya kadar hematokrit menunjukkan ikan ada dalam keadaan stres (Wedemeyer & Yasutake 1977; Anderson & Siwicki 1993). Hemoglobin Lagler et al. (1977), hemoglobin berperan dalam proses pengangkutan oksigen dalam darah dan kadar hemoglobin dalam darah berkaitan erat dengan jumlah eritrosit. Kadar hemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar antara 3770% dan 100% Hb setara dengan 14 gram dalam 100 ml darah, dalam keadaan sakit akut kadar Hb pada ikan akan turun hingga 27%. Kadar hemoglobin pada ikan mas dewasa adalah 8,61-10,86 (gram per 100 cc volume darah) (Angka 1990). Kadar hemoglobin merupakan indikator anemia yang berkaitan dengan eritrosit yaitu kadar atau kandungan eritrosit matang atau dewasa dalam aliran darah. Rendahnya Hb menunjukkan ikan menderita anemia, namun tingginya kadar Hb berkaitan dengan kondisi ikan yang stres (Blaxhall 1972). Eritrosit Eritrosit merupakan unsur seluler utama dari darah, bentuk selnya tipis dan ovoid serta mempengaruhi nukleus dalam penempatannya di tengah atau pusat dari sel. Populasi eritrosit dalam darah peripheral dari ikan kebanyakan terdiri dari eritrosit dewasa, tetapi sel yang belum dewasa atau belum matang juga dapat teramati. Jumlah sel yang belum dewasa bervariasi menurut spesies, umur, musim dan kondisi lingkungan (Takashima & Hibiya 1995). Ukuran dan jumlah dari
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
12
eritrosit menunjukkan variasi
yang dipertimbangkan berdasarkan
spesies:
umumnya ukuran sel memiliki sumbu yang lebih panjang yaitu 10-15 µm dan yang lebih pendek 8-12 µm dengan jumlah 1-3E+06 sel/mm3 (Takashima & Hibiya 1995; Alifuddin 1996; Dana 1996). Rendahnya jumlah eritrosit menunjukkan ikan mengalami anemia, kerusakan ginjal, sedangkan tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan berada dalam kondisi stres (Wedemeyer & Yasutake menyatakan bahwa pemeriksaan darah
1977). Ellsaesser (1985),
penting artinya untuk memastikan
diagnosis suatu penyakit. Leukosit Leukosit pada ikan dihasilkan di organ limpa yaitu bagian pulpa putih (Angka 2005), merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh yang bersifat non spesifik (Alifuddin 1996; Dana 1996). Tripathi et al. (2004) menyatakan bahwa jumlah leukosit ikan normal mencapai 2.4E+04 sel/mm3. Namun jumlah total leukosit tergantung pada jenis ikannya, ikan lele (Clarias batrachus) 64.75E+03 sel/mm3 (Chinabut et al. 1991) sedangkan pada ikan rainbow trout sebesar 7.820.9E+03 (Alifuddin 1996; Dana 1996). Perubahan nilai total leukosit dapat dijadikan indikator adanya infeksi penyakit
tertentu yang terjadi pada ikan
(Blaxhall 1972).
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/