TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Rotan Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon et al., 2000). Rotan dapat berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus-menerus. Rumpun terbentuk oleh berkembangnya tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian bawah batang. Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek yang kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield dan Manokaran, 1996). Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan atau kehitam-hitaman. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder tetapi ada juga yang berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai daun melekat pada buku-buku tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada buku dan menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri, umumnya tumbuh menghadap ke dalam berfungsi sebagai penguat mengaitkan batang pada tumbuhan inang. Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Biasanya, bunga jantan dan bunga betina berumah satu tetapi ada pula yang berumah dua. Karena itu, proses penyerbukan bunga dapat terjadi dengan bantuan angin atau serangga penyerbuk. Buah rotan terdiri atas
Universitas Sumatera Utara
kulit luar berupa sisik yang berbentuk trapesium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan bentuk buah rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000). Rotan yang dibudidayakan dan memiliki prospek pengembangan adalah palasan (Calamus merrillii Beccari), rotan batang (Calamus zollingeri), rotan batu (Calamus subinermis), rotan buku hitam (Calamus palustris Griffth), rotan gunung (Calamus exilis Griffth), rotan irit (Calamus trachycoleus), rotan kesup (Calamus ornatus), rotan lilin (Calamus javensis), rotan manau (Calamus manan), rotan manau tikus (Calamus tumidus), rotan semambu (Calamus scipionum), rotan taman (Calamus optimus), rotan tumalim (Calamus mindorensis), rotan tut (Calamus pogonacanthus), dan rotan udang (Korthalsia echinometra) (Yayasan Prosea, 1994). Beberapa jenis rotan komersial yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat Sumatera Utara adalah rotan irit (Calamus trachycoleus), rotan sega (Calamus carsius), rotan tohiti (Calamus inops), rotan batang (Daemonorops robustus), rotan semambu (Calamus scipionum), rotan seel (Daemonorops melnochaetes), rotan pelah (Daemonorops rubra), rotan manau (Calamus manan), dan rotan cacing (Calamus javensis) (Dephut Prov. Sumatera Utara, 2008).
Taksonomi Rotan Tellu (2005) menyatakan bahwa pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan ciri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Universitas Sumatera Utara
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Arecales
Famili
: Palmae (Arecaceae)
Sub Famili
: Calamoideae
Genus
: Calamus
Spesies
: Calamus caesius (rotan sega) merupakan salah satu contoh spesies genus Calamus
Selain genus Calamus, genus lainnya yang termasuk ke dalam Sub Famili Calamoideae adalah Daemonorops dan Korthalsia. Salah satu spesies dari genus Daemonorops adalah Daemonorops robusta Warb (rotan bulu rusa), sedangkan salah satu genus Korthalsia adalah Korthalsia schaphigera (Plantamor, 2008).
Tempat Tumbuh dan Penyebaran Rotan Rotan merupakan tumbuhan khas tropika, terutama tumbuh di kawasan hutan tropika basah yang heterogen. Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900m di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Rotan juga semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur. Tanaman rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2000mm-4000mm per tahun menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara
Universitas Sumatera Utara
berkisar 240C-300C. Tanaman rotan yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang lebih panjang dan jumlah batang dalam satu rumpun lebih banyak jika dibandingkan dengan rotan yang menerima sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun pohon. Berdasarkan ekologi hidupnya, tanaman rotan memiliki daerah penyebaran di Asia Selatan, Asia Tenggara, kawasan Afrika Latin, dan Afrika. Sementara pusat penyebaran rotan terbesar berada di kawasan hutan Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Papua Nugini. Di Indonesia rotan tumbuh hampir di semua pulau, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian dan Nusa Tenggara (Januminro, 2000).
Kegunaan Rotan Batang polos rotan dimanfaatkan secara komersial untuk mebel dan anyaman rotan karena kekuatan, kelenturan dan keseragamannya. Diperkirakan 20% spesies rotan digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh maupun dalam belahan. Kulit dan teras rotan dimanfaatkan untuk tikar dan keranjang. Di daerah pedesaan banyak spesies rotan telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti tali-temali, konstruksi, keranjang, atap dan tikar (Dransfield dan Manokaran, 1996). Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan adalah kontribusinya meningkatkan pendapatan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
sekitar hutan, peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasan-hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Selain itu, batang rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan barang-barang anyaman untuk dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet, dan sebagainya (Januminro, 2000). Di bidang konstruksi, batang rotan banyak dipakai untuk mengisi batang sepeda, alat sandaran kapal, penahan pasir di daerah gurun pasir, bahkan dapat digunakan untuk pengganti konstruksi tulangan beton. Batang rotan yang muda (umbut) dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Daerah-daerah yang banyak mengkonsumsi umbut rotan adalah Aceh, Jambi, Sulawesi, Kalimantan dan Jawa Barat. Dalam pengobatan tradisional, akar jenis rotan selian (Calamus ornatus Bl) telah lama dimanfaatkan sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit ibu yang melahirkan. Daging buah rotan jenis Daemonorop dan Calamus selain enak dikonsumsi dapat dijadikan sebagai bumbu masak juga dapat dipakai untuk mencegah diare. Getah rotan yang didapat dari pengolahan buah jernang merupakan bahan baku industri pewarna, industri farmasi, serbuk pembuatan pasta gigi, ekstrak tannin, dan sebagainya (Januminro, 2000). Rotan mempunyai keterkaitan yang rumit dengan binatang-binatang di dalam hutan seperti tumbuh-tumbuhan lainnya dalam hutan basah tropis. Banyak rotan yang memberi tempat kehidupan bagi semut dalam helaian daun, duri, dan batangnya mungkin hal ini merupakan suatu perlindungan terhadap pemangsaan. Dalam hubungan timbal balik antara semut dan rotan, semut memelihara kutu-
Universitas Sumatera Utara
kutu bertepung yang menghasilkan embun madu. Bunga rotan berbau harum dan penyerbukannya bergantung pada serangga termasuk semut, kumbang, trips, lebah, tabuhan dan lalat. Burung, kera, monyet dan luang diperkirakan merupakan pemencar biji rotan yang penting (Mackinon et al., 2000). Buah rotan biasanya dikonsumsi dalam pembuatan rujak. Selain itu, buah rotan juga dikonsumsi oleh wanita yang sedang mengandung. Rasa buah rotan yang asam menurut masyarakat dapat mengurangi rasa mual bagi wanita hamil yang sedang mengidam (Affandi dan Patana, 2004).
Pemanenan Rotan Hal yang sangat penting sebelum pemanfaatan hasil rotan adalah proses cara pemungutan dan pasca panen. Rotan merupakan tumbuhan merambat di pohon-pohon penopang (turus) dengan bantuan duri-duri (cirus) pengait yang terdapat pada ujung tangkai daun pada pelepah daun. Rambatan rotan tidak saja hanya pada pohon penopangnya, akan tetapi juga pada pohon-pohon sekitarnya dan kadang-kadang saling berjalinan dengan cabang/ranting pohon. Keadaan tersebut kadang-kadang mengakibatkan para penebang rotan akan mengalami kesulitan untuk menarik rotan secara keseluruhan dimana sebagian rotan ada yang tertinggal di atas pohon (Dephut Prov. Sumatera Utara, 2008). Tanaman rotan umumnya tumbuh berumpun dan mengelompok, maka umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda. Oleh karena itu, pemungutan rotan dilakukan secara tebang pilih. Tanda-tanda bahwa rotan siap dipanen adalah daun dan durinya sudah patah; warna durinya berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman; dan sebagian batangnya sudah tidak dibalut
Universitas Sumatera Utara
oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau (Januminro, 2000). Rotan dipanen terutama dari tumbuhan liar. Kelompok berjumlah 3-5 petani menerobos sampai cukup jauh ke dalam hutan untuk mengumpulkan rotan. Pengumpulan rotan yang memanjat tinggi sangat melelahkan, tidak menyenangkan, dan kadang berbahaya karena jatuhnya dahan yang mati dalam proses penarikan rotan. Itu juga suatu pemborosan karena bagian-bagian ujung atas dari batang yang dipotong dapat tertinggal jika bagian ini masih membelit tajuk hutan setelah si pengumpul memanjat pohon di dekatnya untuk mencoba melepaskan belitan itu. Batang yang dewasa yang dipotong di atas tanah, biasanya dipilin di sekeliling batang pohon ketika rotan itu ditarik ke bawah, untuk menyingkirkan pelepah daun yang berduri. Beberapa meter yang paling atas dari batang itu masih muda sehingga dibuang. Batang dipotong-potong menjadi 2-3 m untuk rotan diameter-besar, dan 5-7 m untuk rotan berdiameter kecil. Kemudian potongan ini diberkas dan diangkut keluar dari hutan untuk dibawa ke tempat pemrosesan. Memanen rotan-rotan yang ramping lebih mudah dan kurang melelahkan (Dransfield dan Manokaran, 1996). Affandi dan Pindi menyatakan bahwa buah rotan biasanya diambil dua minggu sekali. Setiap pengambilan berkisar antara 10-20 kg.
Distribusi dan Pemasaran Rotan Pada umumnya rantai penjualan dan perdagangan rotan dari petani rotan kepada pengumpul rotan lokal ke pengumpul besar selanjutnya ke industri rotan di luar daerah. Petani rotan pada umumnya melakukan pemungutan dan pemanenan rotan dari hutan-hutan sekitar tempat tinggal (yang sudah diklaim menjadi milik
Universitas Sumatera Utara
sebagai bekas perladangan turun temurun) dan kebun-kebun rotan yang ditanam sendiri selanjutnya dilakukan penjualan bebas kepada pedagang pengumpul atau diolah lebih dulu melalui proses peruntihan, pemilahan, pengawetan dan pemutihan (diblerang/sega) dengan tingkat rendeman mencapai 70 - 80%. Harga jual rotan diolah terlebih dahulu memiliki nilai jual yang tinggi dari pada rotan basah yang dijual langsung setelah panen oleh petani rotan (Rawing, 2006). Pola distribusi pemasaran rotan ada dua yaitu dari petani ke pedagang pengumpul pertama ke pedagang pengumpul kedua kemudian ke konsumen dan pola distribusi dari petani ke pedagang pengumpul pertama langsung kepada konsumen. Selisih harga yang ditetapkan pedagang pengumpul kedua pada pola pertama berkisar Rp.3000 sampai Rp.5000. Sistem penjualan dari petani ke pedagang pertama kemudian ke konsumen umumnya dalam skala besar untuk mengurangi biaya. Umumnya pengrajin memproduksi kerajinan berdasarkan pesanan, dimana system ini memiliki kelemahan yaitu pengrajin tidak mempunyai akses informasi penjualan komoditas yang memiliki pasar. Hal ini memaksa pedagang besar memesan kepada pengrajin dan kompensasi memberi kemudahan penyediaan bahan baku (Tetuko, 2007). Pemasaran rotan selama ini tidak pernah mengalami kesulitan karena kebutuhan rotan, baik dalam negeri maupun luar negeri (pasar ekspor) cukup besar. Selain Indonesia, negara lain yang menjadi sumber produsen rotan dunia adalah Filipina, Thailand, Malaysia, dan Mexico. Hongkong dan Singapura telah lama mengimpor rotan mentah dari Indonesia. Kemudian kedua negara tersebut mengekspor hasil olahan rotan ke berbagai negara dengan keuntungan berlipat. Akibat belum berkembangnya industri pengolahan rotan mentah menjadi barang
Universitas Sumatera Utara
jadi di Indonesia menyebabkan terbatasnya kemampuan untuk dapat menguasai kegiatan perdagangan rotan jadi. Indonesia selalu dibayangi oleh Hongkong dan Singapura (Januminro, 2000).
Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengangkutan Rotan Potensi dan kegunaan rotan yang cukup besar mengundang munculnya industri yang mengolah rotan. Banyaknya industri yang memanfaatkan rotan tentu meningkatkan pengambilan rotan sebagai bahan baku industri. Suryopamungkas (2006) menyatakan bahwa rotan dieksploitasi secara terus-menerus oleh masyarakat tanpa diikuti proses pembudidayaan yang seimbang. Untuk mengatasi pengambilan rotan yang berlebihan maka pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pengambilan dan pengangkutan rotan. Pengambilan rotan diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat (3) huruf h, bahwa setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumen-dokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan. Jika ketentuan ini dilanggar maka diancam dengan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000 (Pasal 78 ayat (7) UU No. 41 tahun 1999). Pengangkutan rotan diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.8/Menhut-II/2009 memaparkan tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan negara yaitu Pasal 13 ayat (12) setiap pengangkutan HHBK
Universitas Sumatera Utara
rotan asalan dan produk olahan HHBK rotan setengah jadi, menggunakan FAHHBK, (13) setiap pengangkutan produk olahan HHBK rotan dalam bentuk barang jadi (furniture, kerajinan tangan, aneka keranjang, lampit, saborina, dan barang jadi lainnya berbahan rotan), menggunakan Nota milik perusahaan, dan ayat (14) setiap pengangkutan HHBK mentah bukan rotan menggunakan FAHHBK, dan pengangkutan produk olahan HHBK bukan rotan menggunakan Nota milik perusahaan.
Universitas Sumatera Utara