5
TINJAUAN PUSTAKA
Pembentukan dan Penyebaran Gambut Lahan gambut
terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk
sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk (Agus dan Subiksa, 2008). Pematangan gambut melalui proses pematangan fisik, kimia, dan biologi dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Pematangan fisik terjadi dengan adanya pelepasan air (dehidrasi) karena drainase, evaporasi (penguapan), dan dihisap oleh akar. Proses ini ditandai dengan penurunan dan perubahan warna tanah 2. Pematangan kimia terjadi melalui peruraian bahan-bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Proses pematangan ini akan melepaskan senyawa-senyawa asam-asam organik yang beracun bagi tanaman dan membuat suasana tanah menjadi asam. Gambut yang telah mengalami pematangan kimia secara sempurna akhirnya akan membentuk bahan organik baru yang disebut sebagai humus 3. Pematangan
biologi
merupakan
proses
yang
disebabkan
oleh
aktivitasmikroorganisme tanah. Proses ini biasanya akan lebih cepat terjadisetelah pembuatan drainase karena tersedianya oksigen yang
Universitas Sumatera Utara
6
cukupmenguntungkan
bagi
pertumbuhan
mikroorganisme(Najiyati,dkk.,2005) Luas lahan gambut dunia berkisar 38 juta ha dengan lebih 50 % berada di Indonesia. Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 20.6 juta ha . Hampir seluruh cadangan gambut yang ada di Indonesia tersebut terdapat di luar Pulau Jawa yang merupakan pulau-pulau daerah tujuan transmigrasi, tersebar di Pulau Sumatera 8,9 juta ha, Pulau Kalimantan 6,3 juta ha dan Pulau Irian 10,9 juta ha. Di wilayah Sumatera, sebagian besar gambut berada di pantai timur, sedangkan di Kalimantan ada di Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan. Di Sumatera lahan gambut ditemukan di pantai timur mulai dari Lampung, Sumatera selatan, Jambi, sampai ke Riau dan Sumatera Utara (Wahyunto,dkk.,2005). Luas seluruh kawasan gambut yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan yaitu 6289,08 ha, dengan luas wilayah daratannya mencapai 250.271,02 ha, areal gambut di kabupaten ini mencapai 2,513 % dari luas total daratan. Luas areal gambut pada kecamatan Pollung, kecamatan Lintong Ni Huta dan kecamatan Dolok Sanggul seluasseluas 1663,73 ha, 1812,15 ha, dan 2813,2 ha.Luas tiap tipe tutupan lahan gambut adalah hutan, kawasan non vegetasi, dan lain-lain seperti tertera pada tabel berikut: Tabel 1 : Tutupan lahan gambut dikabupaten Humbang Hasundutan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis tutupan lahan Pertanian Kopi Sawah Semak Lahan Gambut Pohon Non Vegetasi Pertambangan Gambut Semak Lahan Gambut Sawah Lahan Gambut Hutan Lahan Gambut
Kecamatan Pollung Pollung Pollung Pollung Lintong Ni Huta Lintong Ni Huta Lintong Ni Huta Dolok Sanggul Dolok Sanggul
Luas Area 330,62 Ha 959,68 Ha 221,90 Ha 151,53 Ha 1256,31 Ha 152,63 Ha 403,21 Ha 1167,48 Ha 1313,68 Ha
Persen(%) 5,3 15,3 3,5 2,4 20 2,4 6,4 18,6 20,9
Universitas Sumatera Utara
7
10.
Semak Lahan Gambut Total Luas
Dolok Sanggul
332,04 Ha
5,3
6289,08 Ha
100
Sumber : Sitanggang, 2013
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tutupan lahan yang terluas adalah peruntukan sawah. Hal ini karena masyarakat telah memanfaatkan arealgambut untuk dikonversi menjadi areal persawahan. Berdasarkan diskusi dan wawancara dengan masyarakat, pemanfaatan lahan gambut menjadi areal persawahan tidak memberikan keuntungan yang besar karena produktivitas padi lahan gambut sangat rendah. Untuk peruntukan lahan terkecil yaitu areal partambangan. Kegiatan pertambangan hanya ditemui di Kecamatan Lintong Ni Huta, dan dilakukan di areal bekas penambangan besar (Sitanggang,2013). Karakteristik Gambut Secara umum, lahan gambut memiliki kendala karakteristik fisik seperti kerapatan lindak (bulk density) dan daya menahan beban (bearing capacity) yang rendah, penurunan permukaan (subsidence) dan kering tak balik (irreversible drying). Sedangkan karakteristik kimia yaitu kemasaman tanah, kapasitas tukar kation (KTK) dan rasio C/N yang relatif tinggi dan jumlah basa-basa tukar (Na+, K+, Ca2+, Mg2+) yang rendah sehingga kejenuhan basa (KB) gambut menjadi sangat rendah. Disamping itu keberadaan asam-asam organik dalam larutan tanah yang sebagian bersifat racun bagi tanaman dan kendala yang cukup penting (Najiyati,dkk.,2005). Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam keadaan lembab < 0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3 dengan tebal > 40 cm (Soil Survey Staff,2014).
Universitas Sumatera Utara
8
Sifat fisik gambut yang diperoleh dari hasil laboratorium adalah kadar air,kemampuan memegang air, kerapatan lindak(bulk density), dan daya menahan beban (bearing capacity). Gambut mampu menyerap air 13 kali bobotnya.Kadar air yang tinggi menyebabkan BD menjadi rendah, lunak, dan daya menahan bebannya rendah. Rendahnya BD gambut menyebabkan daya menahan atau menyangga beban (bearing capacity) menjadi rendah.Hal ini seringkali menyebabkan tanaman roboh atau doyong (Nurida, dkk., 2011) Sifat kimia gambut lebih merujuk pada kondisi kesuburannya yang bervariasi, tetapi secara umum ia memiliki kesuburan rendah. Hal ini ditandai dengan tanah yang masam (pH rendah), ketersediaan sejumlah unsur hara makro(K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan Bo) rendah, mengandung asamasam organik beracun, serta memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi tetapi Kejenuhan Basa (KB) rendah (Najiyati, dkk., 2005) Nilai kapasitas tukar kation tanah gambut berkisar antara 100-300me/100 g tanah, hal ini disebabkan oleh muatan negatif bergantung pH yang sebagian besar dari gugus karboksil dan gugus hidroksil dari fenol.Kapasitas tukar kation (KTK) gambut ombrogen di Indonesia sebagian besar ditentukan oleh fraksi lignin dan senyawa humat. Tanah gambut di Indonesia, terutama tanah gambut ombrogen mempunyai komposisi vegetasi penyusun gambut yang didominasi oleh tumbuhan yang berasal dari bahan kayu-kayuan. Bahan kayu-kayuan umumnya banyak mengandung senyawa lignin yang dalam proses degradasinya akan menghasilkan asam-asam fenolat. Berdasarkan tingkat dekomposisi, tanah gambut dapat dibedakan atas tiga macam, yakni tanah gambut dengan tingkat dekomposisi awal disebut tanah
Universitas Sumatera Utara
9
gambut fibrik, jaringan-jaringan (fibers) tumbuhan masih nampak jelas (mudah dikenal);
tanah
gambut
hemik,
bahan
organik
sekitar
separuh
(hemi=separuh/pertengahan) telah mengalami dekomposisi; dan tanah gambut saprik,sebagian
besar
bahan
organik
telah
mengalami
dekomposisi
(Nurida, dkk.,2011) Penetapan tingkat kematangan/pelapukan tanah gambut di lapangan dapat dilakukan dengan cara mengambil segenggam tanah gambut kemudian diperas dengan telapak tangan secara pelan-pelan, lalu diamati sisa-sisa serat yang tertinggal dalam telapak tangan: (1) bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah diperas adalah tiga perempat bagian atau lebih (≥ ¾), maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis fibrik;(2)bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan kurang dari tiga perempat sampai seperempat bagian atau lebih (<¾ - ≥¼), maka tanah gambut tersebut digolongkan kedalam jenis hemik, dan (3)bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan kurang dari seperempat bagian (<¼); maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis saprik. Cara lain untuk membedakan tingkat kematangan/pelapukan tanah gambut adalah dengan memperhatikan warna. Jenis tanah gambut fibrik akan memperlihatkan warna hitam muda (agak terang), kemudian disusul hemik dengan warna hitam agak gelap dan seterusnya saprik berwarna hitam gelap (Soil Survey Staff, 2014). Tidak seperti tanah mineral, pH tanah gambut cukup ditingkatkan sampai pH 5 karena gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Peningkatan pH sampai tidak lebih dari 5 dapat memperlambat laju dekomposisi gambut. Pengaruh buruk asam-asam organik beracun juga dapat dikurangi dengan
Universitas Sumatera Utara
10
menambahkan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen seperti terak baja, tanah mineral laterit atau lumpur sungai (Hartatik dan Suriadikarta, 2005). Menurut penelitian Sihite (2013) pada tanah gambut dataran tinggi,desa Hutabagasan,kecamatan Dolok Sanggul mengatakan bahwa penggunaan lahan gambut tersebut mempunyai ketebalan bahan tanah organik > 60 cm dari permukaan mineral yang dapat digolongkan ke dalam gambut sedang. Diperkuat lagi dengan hasil analisis kerapatan lindak (bulk density) tanah gambut yang termasuk rendah umumnya ≤ 2 cm tetapi ada juga bulk density ≥ 2 cm bervariasi sesuai dengan tingkat dekomposisi bahan organik tergantung tingkat kematangan gambut tersebut. Bulk density pada lahan gambut tersebut diperoleh melalui analisis di laboratorium berkisar antara 0.3-0.5 g/cm3 karena tingkat kematangannya yang sudah lanjut semakin memperkuat bahwa tanah di ketiga profil tersebut memenuhi sifat tanah organik, sehingga tanah tersebut diklasifikasikan sebagai ordo Histosol. Terak Baja Terak baja merupakan limbah pemurnian besi cair dalam industri baja. Terak baja terbentuk akibat reaksi antara bahan kapur yang ditambahkan dalam proses peleburan bijih besi dengan material pengotor yang tidak diinginkan seperti: silika, fosfat, dan material lainnya. Pemanfaatan terak baja sudah banyak dilakukan di negara-negara maju, antara lain sebagai bahan dasar konstruksi jalan dan bahan peningkat mutu semen. Selain itu, dalam bidang pertanian terak baja sering digunakan sebagai bahan yang dapat memperbaiki kualitas tanah. Bahkan
Universitas Sumatera Utara
11
sejak tahun 1955 terak baja telah banyak digunakan di Jepang sebagai sumber pupuk silika (Muna ,2012). Terak baja dapat bermanfaat bagi pertanian karena mengandung unsur hara seperti kalsium,magnesium,silikat dan unsur hara mikro. Terak baja juga bermanfaat bagi lingkungan tanah karena terak baja dapat mengoreksi keasaman/kebasaan tanah,memperbaiki struktur tanah dan kesuburan tanah.Terak baja dapat berdampak negatif terhadap lingkungan apabila konsentrasi logam beratnya melebihi konsentrasi logam yang ada di dalam tanah dan berdampak positif karena dapat menurunkan emisi CH4 dari 758,9 kg CH4/ha/musim menjadi 537,2 kg CH4 /ha/musim (Riwandi, 2010). Menurut PP No.85 tahun 1999, terak baja dimasukkan sebagai limbah B3(Bahan Berbahaya dan Beracun) dan keberadaannya dapat merusak lingkungan, akan tetapi terak baja dapat dimanfaatkan untuk pertanian sebagai bahan pengapuran. Pemberian terak baja terbukti mampu meningkatkan pH tanah masam dan perlakuan terak baja tanpabahan organik atau yang dikombinasikan dengan bahan organik tidak mengandung logam berat (Pb, As, Cd, Sn dan Hg) sehingga keberadaan terak bajatidak merusak lingkungan dan aman (Harmalinda, 2012). Kebanyakan dari terak baja saat ini mengandung > 1 % P2O5. Selain itu, masih banyak mengandung unsur hara sekunder dan unsur hara mikro khususnya magnesium(6,5 % Mg), bahan kapur (24 % Ca), 26 % Fe, batu kawi/mangan (1,2% Mn), seng (0,1 % Zn) dan boron (0,06 % B) (Charles, 2004). Di Inggris terak baja itu ternyata sudah di perdagangkan dengan merek dagang super slag basic. Bahan ini dapat memberikan 4 manfaat, yaitu: (1)
Universitas Sumatera Utara
12
sebagai sumber hara P, (2) sebagai sumber bahan kapur, (3) sumber unsur hara mikro penting dan (4) untuk membebaskan P yang terfiksasi. Beberapa penelitimenduga pengaruh terak baja terhadap sifat kimia tanah berasal dari silikat yang terkandung di dalam terak baja dengan demikian terak baja dipandang sebagai sumber Si. Peneliti lain juga menganggap bahwa terak baja sebagai bahan masukan yang dapat memperbaiki ketersedian hara atau sebagai bahan yang mempunyai pengaruh mirip dengan kapur, disebabkan kandungan Ca dari terak baja yang cukup tinggi (Mohammadi dan Sedaghat, 2007). Menurut penelitian Nicolas (2002) bahwa pemberian terak baja 5 ton/ha nyata meningkatkan nilai pH, kandungan Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan P-tersedia, menurunkan kandungan unsur mikro Zn dan Cu, serta logam berat Pb dalam tanah dan tanaman. Pemberian terak baja meningkatkan jumlah anakan tanaman padi serta meningkatkan tinggi tanaman, bobot gabah bernas sampai 140% Abu Vulkanik Material yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi salah satunya adalah abu vulkanik, sering disebut juga pasir vulkanik atau jatuhan piroklastik bahan material vulkanik, yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan terdiri dari batuan
berukuran besar sampai berukuran halus.Abu vulkanik
mengandung silikon dioksida 55%, aluminium oksida 18%, besi oksida 18%, kalsium oksida 8%, dan magnesium oksida 2,5% (Suryani, 2014). Abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman dengan komposisi total unsur tertinggi yaitu Ca, Na, K dan Mg, unsur makro lain berupa P dan S, sedangkan unsur mikro terdiri dari Fe, Mn, Zn, Cu.Mineral
tersebut
berpotensi
sebagai
penambah
cadangan
mineral
Universitas Sumatera Utara
13
tanah,memperkaya susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik tanah sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah-tanah miskin hara atau tanah yang sudah mengalami pelapukan lanjut(Rostaman, dkk., 2011). Tanah vulkanik yang berasal dari lokasi sepanjang sungai Kaliadem, Kabupaten Sleman, provinsi Yogyakarta mengandung unsur logam Al, Mg, Si dan Fe. Distribusi kandungan unsur logam yang tersebar didalam tanah vulkanik untuk Al berkisar antara: 1,8 - 5,9; Mg: 1 - 2,4; Si: 2,6 – 28 dan Fe: 1,4 - 9,3 %. (Sudaryo dan Sutjipto, 2009) Letusan gunung Sinabung menghasilkan kadar Cu yang memiliki kriteria sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kadar Cu dalam tanah tersebut tidak membahayakan jika diolah untuk penggunaan lahan pertanian dimana Cu masih diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dalam jumlah yang sedikit, dimana Cu diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan nitrogen. Rataan kadar logam berat Pb akibat debu vulkanik pada tanah di Kabupaten Karo masih dalam kisaran aman yang tidak melebihi ambang batas yang tidak membahayakan yaitu dalam kisaran 0-200 ppm serta boron gunung sinabung menunjukkan nilai rataan yang tinggi dan sangat tinggi tetapi kisaran ini masih berada pada ambang batas yang tidak membahayakan yaitu 2-100 ppm (Barasa, 2012) Debu vulkanik yang menjadi lumpur bahkan memiliki nilai pH yang lebih rendah, yaitu 3,81 yang tergolong masam. Tanah yang bercampur debu vulkanik (tanah lapisan atas) tergolong masam dengan nilai pH 4,83. Kemasaman yang tinggi atau nilai pH yang rendah hingga sangat rendah dari debu vulkanik ini, disebabkan kadar sulfur (belerang) yang tinggi dengan kadar belerang (S) total sebesar 3,36 persen. Demikian juga kelarutannya dalam bentuk asam sulfat (SO4)
Universitas Sumatera Utara
14
yang cukup tinggi mencapai 62 ppm, jauh di atas kadar yang dapat menyebabkan iritasi pada mata sebesar 8-12 ppm. Menurut penelitian Panggabean (2014) menyatakan pemberian perlakuan abu vulkanik 5 kg/ plot pada tanaman padi di tanah gambut memberikan pengaruh nyata meningkatkan kemasaman tanah (menurunkan pH) gambut,meningkatkan kation – kation basa Na, K, Ca dan Mg dalam tanah. Air Laut Pemberian air laut yang memiliki banyak ion – ion unsur yang terlarut didalamnya terutama Natrium memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan konsentrasi garam di larutan tanah gambut sehingga DHL tanah meningkat meskipun dalam konsentrasi yang relatif sedikit (Ridho,2014). Tingginya kandungan nutrien yang terdapat pada air laut, khususnya unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti Mg, Ca dan K memberi petunjuk bahwa air laut dapat menjadi salah satu sumber alternatif nutrien bagi tanaman. Berkaitan dengan tingginya salinitas air laut, tantangan yang dihadapi adalah upaya untuk memanfaatkan unsur-unsur hara tersebut dengan menurunkan kandungan Na dan Cl sampai pada level yang tidak merugikan pada tanaman. Disamping itu unsur Na juga dapat dimanfaatkan sebagai unsur hara untuk jenisjenis
tanaman
tertentu
yang
membutuhkannya
baik
sebagai
unsur
tambahan/menguntungkan maupun sebagai pengganti sebagian dari kebutuhan akan unsur K (Yufdy dan Jumberi, 2008). Air laut memiliki kandungan kation – kation basa seperti Na dalam konsentrasi yang sangat tinggi dan K, Ca dan Mg dalam konsentrasi yang cukup tinggi dibandingkan unsur lainnya. Kation – kation basa seperti Na, K, Ca dan Mg
Universitas Sumatera Utara
15
mampu mendesak ion H+ asam-asam organik dari komplek jerapan keluar dari sistem menyebabkan konsentrasi ion H+ di larutan tanah meningkat sehingga kemasaman tanah meningkat (Ridho,2014). Mengingat tingginya kandungan kation, air laut dapat digunakan sebagai salah satu sumber hara bagi tanaman. Kation-kation basa seperti Cl- dan Na+ terdapat dalam jumlah yang sangat tinggi. Hal inilah yang menyebabkan tingginya salinitas air laut. Di samping itu sulfat, magnesium (Mg), kalsium (Ca) dan kalium (K) juga terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi yang merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman. Pemberian air laut yang diharapkan dapat meningkatkan basa-basa tukar di tanah gambut dan meningkatkan pH tanah gambut. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gambut yang dipengaruhi pasang surut air laut lebih subur (Yufdy dan Jumberi, 2008). Air laut mengandung unsur natrium (Na) yang berfungsi mengganti peran unsur Kalium (K). Unsur K merupakan unsur yang mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan kekeringan. Kandungan air laut yang dapat memberi manfaat bagi tanaman antara lain adanya unsur Cl, Na, Mg dan Ca. Adapun masing-masing unsur tersebut diperlukan oleh tanamanuntuk : 1. Klor (Cl) berperan untuk : a) meningkatkan dan memperbaiki kualitas dan kuantitas produksi tanaman; b) memperbaiki dan meningkatkan hasil kering tanaman; c) membantu dalam pembentukan hormon tanaman; 2. Na yang dapat menggantikan unsur K yang berperan untuk : a) membantu pembentukan protein, gula dan karbohidrat; b) memperkuat jaringan tanaman agar daun, bunga dan buah tidak mudah rontok dan gugur; c) meningkatkan daya tahan tanaman dari penyakit dan kekeringan;
Universitas Sumatera Utara
16
3. Magnesium (Mg) berperan untuk a) berperan dalam transportasi fosfat dalam tanaman; b) membantu pembentukan hijau daun (klorofil); c) membantu pembentukan karbohidrat, asam amino, vitamin, gula dan lemak; 4. Kalsium (Ca) berperan untuk: a) merangsang pembentukan bulu-bulu akar dan biji; b) menguatkan batang tanaman; c) membantu proses penyerbukan dan merangsang pembentukan biji; d) membantu pemecahan sel, aktivitas enzim dan menetralisasi senyawa pada tanah yang jelek. (Hani,2011). Menurut penelitian Ridho (2014) bahwa pemberian perlakuan air laut sebanyak 2,5 L/ plot pada tanaman padi di tanah gambut mengalami peningkatan pH meningkatkan daya hantar listrik dalam tanah. Budidaya Padi di Lahan Gambut Pemanfaatan lahan gambut dalam bidang pertanian terutama untuk budidaya padi sawah memiliki beberapa hambatan secara kimia. Karateristik kimia tanah gambut di Indonesia cukup beragam. Sifat kimia tanah gambut Indonesia yang utama antara lain sifatnya yang sangat masam dengan kisaran pH 3–5, basa-basa dapat ditukarkan yang rendah, serta unsur mikro (Cu, Zn, dan Mo) yang sangat rendah dan diikat cukup kuat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Agus dan Subiksa, 2008). Rendahnya hasil padi pada gambut tebal dapat diatasi jika tanaman padi diberi hara lengkap. Pada gambut yang tipis 0-10 cm tanah relatif padat tidak gembur dan pembentukan perakaran padi dapat terganggu, kandungan hara tanah juga rendah dan tidak cukup memberikan hasil yang tinggi. Peningkatan ketebalan
Universitas Sumatera Utara
17
gambut sampai 60 cm, menyebabkan kesuburan gambut meningkat dan tanah gembur sehingga baik bagi pertumbuhan akar tanaman. Gambut tebal (>1m ) belum berhasil dimanfaatkan untuk penanaman padi sawah, karena sejumlah kendala yang belum dapat diatasi. Keberhasilan budidaya padi sawah tergantung kesuksesan dalam mengatasi beberapa kendala seperti keberhasilan dalam : pengelolaan dan pengendalian air, penanganan sejumlah kendala fisik yang menjadi faktor pembatas, pengendalian sifat toksik dan kekurangan hara makro maupun mikro (Sagiman, 2007). Untuk budidaya padi sawah di lahan gambut ada beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya varietas padi. Varietas yang dianjurkan untuk ditanam di lahan rawa bisa dibedakan atas varietas unggul lokal dan varietas unggul introduksi.Varietas unggul lokal biasanya memiliki adaptasi yang relatif lebih baik
sehinggasangat
dianjurkan
untuk
lahan
yang
baru
dibuka
(Najiyati,dkk.,2005). Penggunaan padi varietas Ciherang dikarenakan padi ini memiliki mutu beras yang baik dan produktivitas yang tinggi dibandingkan padi Indica yang lain seperti IR64. Selain itu, biji padi varietas ciherang juga memiliki daya regenerasi yang tinggi (69%) dan tidak berbeda nyata dengan daya regenerasi padi Japonica cv. T 309 (87%). Padi Ciherang berumur 116-125 hari dan dapat menghasilkan 6 sampai 8,5 ton/ha. Penggunaan padi varietas Ciherang ditanah gambut akan menghasilkan produksi yang lebih rendah dari hasil potensinya. Penelitian Mukhlis (2014) membuktikan bahwa dari tinggi tanaman padi ditanah gambut diperoleh berkisar antara 68-80 cm dan jumlah anakan produktif berjumlah 10-12 batang dan
Universitas Sumatera Utara
18
diperoleh hasil panen berkisar antara 1,96 -3,50 ton/Ha. Hasil produksi padi varietas Ciherang di tanah gambut diperoleh 1,5 – 2,0 ton / Ha di Kecamatan Gantung, Belitung Timur(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2014).
Universitas Sumatera Utara