TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah pemilahan yang didasarkan pada sifat-sifat tanah yang dimiliki tanpa menghubungkannya dengan tujuan penggunaan tanah tersebut. Klasifikasi ini memberi gambaran dasar terhadap sifat-sifat fisik, kimia, dan mineral tanah yang dimiliki masing-masing kelas yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai
dasar
untuk
pengelolaan
bagi
pengguna
tanah
(Hardjowigeno, 1986). Klasifikasi tanah disusun untuk tujuan-tujuan tertentu dan menggunakan faktor atau karakteristik tanah yang kadang-kadang bukan sifat-sifat dari tanah itu sendiri sebagai pembeda. Pada tahun 1853, Thaer menggunakan tekstur tanah sebagai pembeda untuk kategori tinggi dan produktifitas tanah untuk pembeda kategori rendah (Hardjowigeno, 1993). Pada tahun 1883, Dokuchaev mengklasifikasikan tanah yang didasarkan pada faktor-faktor pembentuk tanah, proses-prosesnya dan horison-horison pencirinya. Pengklasifikasian tanahnya lebih didekatkan kepada genesis tanah. Pada tahun 1912, Coffey membuat sistem klasifikasi yang pertama di Amerika Serikat berdasarkan prinsip genesis tanah. Dari sinilah awal berkembangnya ilmu klasisfikasi tanah (Grunwald, 2013). Di negara-negara yang telah maju pertaniannya, klasifikasi tanah merupakan bahan penting dalam mempersiapkan rencana pengembangan pertanian sebagai pedoman penggunaan lahan. Tujuan umum klasifikasi tanah adalah menyediakan suatu susunan yang teratur (sistematik) bagi pengetahuan mengenai tanah dan hubungannya dengan tanaman, baik mengenai produksi
Universitas Sumatera Utara
maupun perlindungan kesuburan tanah. Tujuan ini meliputi berbagai segi, antara lain peramalan pertanian di masa yang akan datang. Pada lahan yang telah rusak akibat proses erosi atau longsor, klasifikasi tanah disertai dengan petanya digunakan sebagai langkah pertama dalam usaha perbaikan kesuburan tanah (Darmawijaya, 1997). Di Indonesia, klasifikasi tanah dikemukakan pertama kali oleh Mohr pada tahun 1910. Klasifikasi tanah ini didasarkan pada kombinasi macam-macam bahan induk dan cara pelapukannya dititikberatkan pada intensitas-intensitas pelindian (leaching) dalam hubungannya dengan iklim. Susunan klasifikasi tanahnya dititikberatkan pada formasi geologinya (Darmawijaya, 1990). Semenjak tahun 1995, di Indonesia dipergunakan sistem klasifikasi tanah berdasarkan Thorp dan Smith (1942) yang merupakan perbaikan sistem dari klasifikasi yang berlaku di Indonesia. Walaupun telah mengalami beberapa modifikasi. Suatu sistem klasifikasi harus memiliki dasar pemikiran sebagai berikut yaitu harus jelas untuk setiap kategori/tingkat. Misalnya pembeda yang digunakan dapat diuraikan dengan jelas dan suatu kelas akan selalu dibagi lagi menjadi subkelas-subkelas yang overlapping (Abdullah, 1992). Prinsip umum klasifikasi tanah adalah : 1. Sistem penggolongan yang menyatakan hubungan secara universal 2. Susuanan harus berdasarkan pada karakteristik tanah yang diklasifikasikan 3. Tidak menggunakan sifat tanah secara keseluruhan tetapi menggunakan bahan tanah yang dianggap penting (Grunwald, 2013). Tujuan klasifikasi tanah adalah : 1. Mengorganisasi (menata) pengetahuan kita tentang tanah.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui hubungan masing-masing individu tanah satu sama lain. 3. Memudahkan mengingat sifat-sifat tanah. 4. Mengelompokkan tanah untuk tujuan-tujuan yang lebih yang lebih praktis dalam hal : menaksir sifat-sifatnya, menentukan lahan-lahan terbaik, menaksir produktivitasnya, dan menentukan areal-areal untuk penelitian. 5. Mempelajari hubungan-hubungan dan sifat-sifat tanah yang baru. (Buol dkk, 1980). Taksonomi Tanah Taksonomi tanah adalah bagian dari klasifikasi tanah baru yang dikembangkan oleh Amerika Serikat dengan nama Soil Taxonomy (USDA, 1975) menggunakan 6 kategori yaitu ordo, sub ordo, great group, sub group, family dan seri. Sistem ini merupakan sistem yang benar-benar baru baik mengenai cara-cara penamaan (tata nama) maupun definisi mengenai horizon penciri ataupun sifat penciri lain yang dugunakan untuk menentukan jenis tanah. Dari kategori tertinggi (ordo) ke kategori terendah (seri) uraian mengenai sifat-sifat tanah semakin detail (Rayes, 2007). Sistem Taksonomi Tanah (Soil Taxonomy, USDA) merupakan sistem klasifikasi tanah internasional, diperkenalkan pada tahun 1975 dan berkembang cepat. Hampir setiap 2 tahun sekali diadakan perbaikan dan diterbitkan dalam buku pegangan lapang Keys to Soil Taxonomy. Sistem ini dibangun oleh para pakar tanah dunia, terstruktur baik, bertingkat, sistematis dan komprehensif. Dasar klasifikasi tanah dengan pendekatan morfometrik, dimana sifat penciri horison dan sifat tanah lainnya terukur secara kuantitatif (Karmini, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Sifat umum dari taksonomi tanah adalah : 1. Taksonomi tanah merupakan sistem multikategori. 2. Taksonomi tanah harus memungkinkan modifikasi karena adanya penemuan-penemuan baru dengan tidak merusak sistemnya sendiri. 3. Taksonomi tanah harus mampu mengklasifikasikan semua tanah dalam suatu lansekap dimanapun ditemukan. 4. Taksonomi tanah harus dapat digunakan untuk berbagai jenis survai tanah. Kemampuan penggunaan taksonomi tanah untuk survei tanah harus dibuktikan dari
kemampuannya
untuk
interpretasi
berbagai
penggunaan
tanah
(Hardjowigeno, 1993). Taksonomi tanah terdiri dari 6 kategori dengan sifat-sifat faktor pembeda mulai dari kategori tertinggi ke kategori terendah, sebagai berikut : 1. Ordo Terdiri atas 12 taksa. Faktor pembeda adalah ada tidaknya horison penciri serta jenis (sifat) dari horison penciri tersebut. 2. Sub Ordo Terdiri dari 64 taksa. Faktor pembeda adalah keseragaman genetik, misalnya ada tidaknya sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan pengaruh air, regim kelembaban, bahan induk utama, pengaruh vegetasi yang ditunjukkan oleh adanya sifat-sifat tanah tertentu, tingkat pelapukan bahan organik (untuk tanah-tanah organik). 3. Great Group Terdiri dari 317 taksa. Faktor pembeda adalah kesamaan jenis, tingkat perkembangan dan susunan horison, kejenuhan basa, regim suhu dan
Universitas Sumatera Utara
kelembaban, ada tidaknya lapisan-lapisan penciri lain seperti plintit, fragipan dan duripan. 4. Sub Group Jumlah taksa masih terus bertambah yaitu > 1400 taksa. Faktor pembeda terdiri dari sifat-sifat inti dari great group (sub group Typic), sifat-sifat tanah peralihan ke great group peralihan ke great group lain, sub ordo atau ordo, sifat-sifat tanah peralihan ke bukan tanah. Kategori ordo tanah sampai great group disebut kategori tinggi sedangkan kategori sub group sampai seri disebut kategori rendah. Jenis dan jumlah faktor
pembeda
meningkat
dari
kategori
rendah
ke
kategori
tinggi
(Hardjowigeno, 1993). Dalam taksonomi tanah 2010 disajikan secara lengkap tentang prosedur pengelompokan tanah mulai dari kategori tinggi sampai kategori rendah. Prosedur taksonomi tanah adalah mengikuti : 1. Deskripsi profil tanah. 2. Penentuan horison penciri (epipedon dan horizon bawah penciri). 3. Penentuan sifat-sifat lain. 4. Pemakaian kunci taksonomi dengan urutan : ordo (ada 12 ordo), sub ordo, kelompok besar (great group), anak kelompok (sub group), keluarga (family) dan seri (Marpaung, 2008). Horison penciri digunakan untuk mengklasifikasikan ke dalam ordo. Horison penciri yang terbentuk di permukaan dinamakan dengan epipedon. Horison penciri yang langsung di bawahnya dan dapat diamati dinamakan dengan horison bawah penciri (Darmawijaya, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Taksonomi Tanah 2010 terdapat 8 epipedon penciri yaitu : A. Epipedon Molik Epipedon molik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna≤ 3.5 (lembab) dan kroma warna≤ 3.5 (lembab), kej enuhan basa > 50%, kandungan Corganik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7. B. Epipedon Antropik Epipedon antropik menunjukkan beberapa tanda-tanda adanya gangguan manusia, dan memenuhi persyaratan molik kecuali P2O5 < 250 ppm. C. Epipedon Umbrik Epipedon molik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna≤ 3.5 (lembab) dan kroma warna≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa < 50%, kandungan C organik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7. D. Epipedon Folistik Epipedon Folistik didefinisikan sebagai suatu lapisan (terdiri dari satu horison atau lebih) yang jenuh air selama kurang dari 30 hari kumulatif dan tahun-tahun normal (dan tidak ada drainase). Sebagian besar epipedon folistik tersusun dari bahan tanah organik. E. Epipedon Histik Epipedon Histik merupakam suatu lapisan yang dicirikan oleh adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, secara kumulatif) dan reduksi selama sebagian waktu dalam sebagian waktu dalam tahun-tahun normal
Universitas Sumatera Utara
(dan telah drainase). Sebagian besar epipedon histik tersusun dari bahan tanah organik. F. Epipedon Okrik Epipedon Okrik mempunyai tebal permukaan yang sangat tipis dan kering, value dan kroma (lembab) = 4. Epipedon okrik juga mencakup horison-horison bahan organik yang terlampau tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik. G. Epipedon Plagen Epipedon Plagen adalah suatu lapisan permukaan buatan manusia setebal 50 cm atau lebih, yang telah terbentuk oleh pemupukan (pupuk kandang) secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Biasanya epipedon plagen mengandung artifak seperti pecahan-pecahan bata dan keramik pada seluruh kedalamannya. Pada taksonomi tanah 2010, terdapat 19 horison bawah penciri yaitu : A. Horison Agrik Horison Agrik adalah suatu horison iluvial yang telah terbentuk akibat pengolahan tanah dan mengandung sejumlah debu, liat, dan humus yang telah tereluviasi nyata. B. Horison Albik Pada umumnya Horison Albik terdapat di bawah horison A, tetapi mungkin juga berada pada permukaan tanah mineral. Horison ini merupakan horison eluvial dengan tebal 1.0 cm dan mempunyai 85% atau lebih bahan-bahan andik. C. Horison Argilik
Universitas Sumatera Utara
Horison Argilik secara normal merupakan suatu horison bawah permukaan dengan kandungan liat phylosilikat secara jelas lebih tinggi. Horison tersebut mempunyai sifat adanya gejala eluviasi liat, KTK tinggi (> 6 cmo/kg). D. Horison Duripan Horison Duripan merupakan horison yang memadas paling sedikit setengahnya dengan perekat SiO2, dan tidak mudah hancur dengan air atau HCl. E. Horison Fragipan Horison Fragipan mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih adanya tanda-tanda pedogenesis didalam horison serta perkembangan struktur tanah lemah. F. Horison Glosik Horison Glosik terbentuk sebagai hasil degradasi suatu horison argilik, kandik atau natrik dimana liat dan senyawa oksida besi bebasnya telah dipindahkan. G. Horison Gipsik Horison Gipsik adalah suatu horison iluvial yang senyawa gypsum sekundernya telah terakumulasi dalam jumlah yang nyata, dimana tebalnya lebih dari 15 cm. H. Horison Kalsik Horison Kalsik merupakan horison iluvial mempunyai akumulasi kalsium karbonat sekunder atau karbonat yang lain dalam jumlah yang cukup nyata.
Universitas Sumatera Utara
I. Horison Kandik Kandik memiliki sifat adanya gejala iluviasi liat, kandungan liat tinggi dan KTK rendah (<6 cmol/kg). J. Horison Kambik Horison kambik adalah horison yang terbentuk sebagai hasil alterasi secara fisik, transformasi secara kimia, atau pemindahan bahan, atau merupakan hasil kombinasi dari dua atau lebih proses-proses tersebut. K. Horison Natrik Horison Natrik adalah horison iluvial yang banyak mengandung natrium, memiliki struktur prismatik atau tiang, lebih 15% KTK didominasi oleh natrium. L. Horison Orstein Horison Orstein tersusun dari bahan spodik, berada didalam suatu lapisan yang 50% atau lebih (volumenya) tersementasi dan memiliki ketebalan 25 cm atau lebih. M. Horison Oksik Horison Oksik merupakan horison bawah permukaan yang tidak memiliki sifat-sifat tanah andik dan KTK rendah (< 6 cmol/kg). N. Horison Petrokalsik Horison Petrokalsik merupakan suatu horison iluvial dimana kalsium karbonat sekunder atau senyawa karbonat lainnya telah terakumulasi mencapai tingkat, seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras. O. Horison Petrogipsik
Universitas Sumatera Utara
Horison Petrogipsik merupakan suatu horison iluvial dengan ketebalan 10 cm atau lebih dimana gypsum sekundernya telah terakumulasi mencapai tingkat, seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras. P. Horison Placik Horison Placik adalah suatu padas tipis yang berwarna hitam sampai merah gelap, yang tersementasi oleh senyawa besi serta bahan organik. Q. Horison Salik Horison Salik mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih dan banyak mengandung garam mudah larut. R. Horison Sombrik Horison Sombrik berwarna gelap, mempunyai sifat-sifat seperti epipedon umbrik dengan mengandung iluviasi humus yang berasosiasi dengan Al atau yang terdispersi dengan natrium. S. Horison Spodik Horison Spodik adalah suatu lapisan iluvial yang tersusun 85% atau lebih dari bahan spodik. Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2010, ordo tanah terdiri atas 12 ordo. Yaitu : A. Gelisol Tanah yang mempunyai permafrost (lapisan tanah beku) dan bahan-bahan gelik yang berada didalam 100 cm dari permukaan tanah. B. Histosol Tanah yang tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60 % atau lebih ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm.
Universitas Sumatera Utara
C. Spodosol Tanah lain yang memiliki horison spodik, albik pada 50% atau lebih dari setiap pedon, dan regim suhu cryik. D. Andisol Ordo tanah yang mempunyai sifat-sifat andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya. E. Oksisol Tanah lain yang memiliki horison oksik (tanpa horison kandik) yang mempunyai batas atas didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan kandungan liat sebesar 40% atau lebih dalam fraksi tanah. F. Vertisol Tanah yang memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih, dengan batas atas didalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidang kilir atau ped berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat dalam fraksi tanah halus sebesar 30% atau lebih. G. Aridisol Tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik dan epipedon okrik dan antropik atau horison salik dan jenuh air pada satu lapisan atau lebih di dalam 100 cm dari permukaan tanah selama satu bulan atau lebih. H. Ultisol Tanah lain yang memiliki horison argilik atau kandik, tetapi tanpa fragipan dan kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 180 cm. I. Molisol
Universitas Sumatera Utara
Tanah lain yang memiliki epipedon molik dan kejenuhan basa sebesar 50% atau lebih pada keseluruhan horison. J. Alfisol Tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik, kandik, natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan liat tipis setebal 1 mm atau lebih di beberapa bagian. K. Inceptisol Tanah yang mempunyai sifat penciri horison kambik, epipedon plagen, umbrik, molik serta regim suhu cryik atau gelik dan tidak terdapat bahan sulfidik didalam 50 cm dari permukaan tanah mineral. L. Entisol Tanah yang memiliki epipedon okrik, histik atau albik tetapi tidak ada horison penciri lain (Soil Survey Staff, 2010). Berdasarkan Taksonomi Tanah 2010, sub ordo dan great group Inseptisol adalah sebagai berikut : Sub Ordo : - Aquepts Key to Great Groups : Sulfaquepts, Petraquepts, Halaquepts, Fragiaquepts, Gelaquepts,
Cryaquepts,
Vermaquepts,
Humaquepts,
Epiaquepts,
Endoaquepts. Key to Subgroups : Salidic Sulfaquepts, Hydraquentic Sulfaquepts, Typic Sulfaquepts, Histic Placic Petraquepts, Placic Petraquepts, Plinthic Petraquepts, Typic Petraquepts, Vertic Halaquepts, Aquandic Halaquepts, Duric
Halaquepts,
Aeric
Halaquepts,
Typic
Halaquepts,
Aeric
Universitas Sumatera Utara
Fragiaquepts, Humic Fragiaquepts, Typic Fragiaquepts, Lithic Gelaquepts, Histic Gelaquepts, Aquandic Gelaquepts, Fluvaquentic Gelaquepts, Humic Gelaquepts, Turbic Gelaquepts, Typic Gelaquepts, Sulfic Cryaquepts, Histic Lithic Cryaquepts, Lithic Cryaquepts, Vertic Cryaquepts, Histic Cryaquepts, Aquandic Cryaquepts, Fluvaquentic Cryaquepts, Aeric Humic Cryaquepts, Aeric Cryaquepts, Humic Cryaquepts, Typic Cryaquepts, Sodic Vermaquepts, Typic Vermaquepts, Hydraquentic Humaquepts, Histic Humaquepts, Aquandic Humaquepts, Cumulic Humaquepts, Fluvaquentic Humaquepts, Aeric Humaquepts, Typic Humaquepts, Vertic Epiaquepts, Aquandic Epiaquepts, Fluvaquentic Epiaquepts, Fragic Epiaquepts, Aeric Epiaquepts, Humic Epiaquepts, Mollic Epiaquepts, Typic Epiaquepts, Sulfic Endoaquepts, Lithic Endoaquepts, Vertic Endoaquepts,
Aquandic
Endoaquepts,
Fluventic
Endoaquepts,
Fluvaquentic Endoaquepts, Fragic Endoaquepts, Aeric Endoaquepts, Humic Endoaquepts, Mollic Endoaquepts, Typic Endoaquepts. - Anthrepts Key to Great Groups : Plagganthrepts, Haplanthrepts. Key to Subgroups : Typic Plagganthrepts, Typic Haplanthrepts. - Gelepts Key to Great Groups : Humigelepts, Dystrogelepts, Haplogelepts. Key to Subgroups : Lithic Humigelepts, Andic Humigelepts, Aquic Humigelepts, Oxyaquic Humigelepts, Fluventic Humigelepts, Turbic Humigelepts,
Eutric
Humigelepts,
Typic
Humigelepts,
Lithic
Dystrogelepts, Andic Dystrogelepts, Aquic Dystrogelepts, Fluventic
Universitas Sumatera Utara
Dystrogelepts,
Turbic
Dystrogelepts,
Typic
Dystrogelepts,
Lithic
Haplogelepts, Andic Haplogelepts, Aquic Haplogelepts, Fluventic Haplogelepts, Turbic Haplogelepts, Typic Haplogelepts. - Cryepts Key to Great Groups : Humicryepts, Calcicryepts, Dystrocryepts, Haplocryepts. Key to Subgroups : Lithic Humicryepts, Aquandic Humicryepts, Haploxerandic
Humicryepts,
Vitrixerandic
Humicryepts,
Andic
Humicryepts, Vitrandic Humicryepts, Fluvaquentic Humicryepts, Aquic Humicryepts, Oxyaquic Humicryepts, Lamellic Humicryepts, Fluventic Humicryepts,
Spodic
Humicryepts,
Typic
Humicryepts, Humicryepts,
Xeric Lithic
Humicryepts, Calcicryepts,
Eutric
Oxyaquic
Calcicryepts, Xeric Calcicryepts, Ustic Calcicryepts, Typic Calcicryepts, Lithic
Dystrocryepts,
Dystrocryepts, Vitrandic
Aquandic
Vitrixerandic
Dystrocryepts,
Dystrocryepts,
Dystrocryepts, Fluvaquentic
Andic
Haploxerandic Dystrocryepts,
Dystrocryepts,
Folistic
Dystrocryepts, Aquic Dystrocryepts, Oxyaquic Dystrocryepts, Lamellic Dystrocryepts, Fluventic Dystrocryepts, Spodic Dystrocryepts, Xeric Dystrocryepts, Dystrocryepts,
Ustic Lithic
Dystrocryepts,
Eutric
Haplocryepts,
Dystrocryepts,
Aquandic
Typic
Haplocryepts,
Haploxerandic Haplocryepts, Vitrixerandic Haplocryepts, Haplustandic Haplocryepts, Ustivitrandic Haplocryepts, Andic Haplocryepts, Vitrandic Haplocryepts, Fluvaquentic Haplocryepts, Aquic Haplocryepts, Oxyaquic Haplocryepts, Lamellic Haplocryepts, Fluventic Haplocryepts, Calcic
Universitas Sumatera Utara
Haplocryepts,
Xeric
Haplocryepts,
Ustic
Haplocryepts,
Typic
Haplocryepts. - Ustepts Key to Great Groups : Durustepts, Calciustepts, Humustepts, Dystrustepts, Haplustepts. Key to Subgroups : Typic Durustepts, Lithic Petrocalcic Calciustepts, Lithic Calciustepts, Torrertic Calciustepts, Vertic Calciustepts, Petrocalcic Calciustepts, Gypsic Calciustepts, Aquic Calciustepts, Aridic Calciustepts, Udic Calciustepts, Typic Calciustepts, Lithic Humustepts, Andic Humustepts,
Vitrandic
Humustepts,
Oxyaquic
Humustepts,
Oxic
Humustepts, Aridic Humustepts, Typic Humustepts, Lithic Dystrustepts, Torrertic Dystrustepts, Vertic Dystrustepts, Andic Dystrustepts, Vitrandic Dystrustepts,
Aquic
Dystrustepts,
Fluventic
Dystrustepts,
Aridic
Dystrustepts, Oxic Dystrustepts, Humic Dystrustepts, Typic Dystrustepts, Aridic Lithic Haplustepts, Lithic Haplustepts, Udertic Haplustepts, Torrertic Haplustepts, Vertic Haplustepts, Andic Haplustepts, Vitrandic Haplustepts, Anthraquic Haplustepts, Aquic Haplustepts, Oxyaquic Haplustepts, Oxic Haplustepts, Lamellic Haplustepts, Torrifluventic Haplustepts, Udifluventic Haplustepts, Fluventic Haplustepts, Gypsic Haplustepts, Haplocalcidic Haplustepts, Calcic Udic Haplustepts, Calcic Haplustepts, Aridic Haplustepts, Dystric Haplustepts, Udic Haplustepts, Typic Haplustepts. - Xerepts
Universitas Sumatera Utara
Key to Great Groups : Durixerepts, Fragixerepts, Humixerepts, Calcixerepts, Dystroxerepts, Haploxerepts. Key to Subgroups : Aquandic Durixerepts, Andic Durixerepts, Vitrandic Durixerepts, Aquic Durixerepts, Entic Durixerepts, Typic Durixerepts, Andic Fragixerepts, Vitrandic Fragixerepts, Aquic Fragixerepts, Humic Fragixerepts,
Typic
Fragixerepts,
Lithic
Humixerepts,
Humixerepts,
Andic
Humixerepts,
Vitrandic
Aquandic
Humixerepts,
Aquic
Humixerepts, Oxyaquic Humixerepts, Cumulic Humixerepts, Fluventic Humixerepts,
Pachic
Humixerepts,
Entic
Humixerepts,
Typic
Humixerepts, Lithic Calcixerepts, Vertic Calcixerepts, Petrocalcic Calcixerepts,
Sodic
Calcixerepts,
Vitrandic
Calcixerepts,
Aquic
Calcixerepts, Typic Calcixerepts, Humic Lithic Dystroxerepts, Lithic Dystroxerepts, Aquandic Dystroxerepts, Andic Dystroxerepts, Vitrandic Dystroxerepts, Fragiaquic Dystroxerepts, Fluvaquentic Dystroxerepts, Aquic Dystroxerepts, Oxyaquic Dystroxerepts, Fragic Dystroxerepts, Fluventic
Humic
Dystroxerepts,
Fluventic
Dystroxerepts,
Humic
Dystroxerepts, Typic Dystroxerepts, Humic Lithic Haploxerepts, Lithic Haploxerepts, Vertic Haploxerepts, Aquandic Haploxerepts, Andic Haploxerepts, Andic Oxyaquic Haploxerepts, Andic Haploxerepts, Oxyaquic Vitrandic Haploxerepts, Vitrandic Haploxerepts, Gypsic Haploxerepts, Aquic Haploxerepts, Lamellic Haploxerepts, Fragic Haploxerepts, Fluventic Haploxerepts, Calcic Haploxerepts, Humic Haploxerepts, Typic Haploxerepts. - Udepts
Universitas Sumatera Utara
Key to Great Groups : Sulfudepts, Durudepts, Fragiudepts, Humudepts, Eutrudepts, Dystrudepts. Key to Subgroups : Typic Sulfudepts, Aquandic Durudepts, Andic Durudepts, Vitrandic Durudepts, Aquic Durudepts, Typic Durudepts, Andic Fragiudepts, Vitrandic Fragiudepts, Aquic Fragiudepts, Humic Fragiudepts, Typic Fragiudepts, Lithic Humudepts, Vertic Humudepts, Aquandic Humudepts, Andic Oxyaquic Humudepts, Andic Humudepts, Vitrandic Humudepts, Fluvaquentic Humudepts, Aquic Humudepts, Oxyaquic Humudepts, Psammentic Humudepts, Oxic Humudepts,
Cumulic
Humudepts,
Fluventic
Humudepts,
Pachic
Humudepts, Eutric Humudepts, Entic Humudepts, Typic Humudepts, Humic Lithic Eutrudepts, Lithic Eutrudepts, Aquertic Eutrudepts, Vertic Eutrudepts,
Andic
Eutrudepts,
Vitrandic
Eutrudepts,
Anthraquic
Eutrudepts, Fragiaquic Eutrudepts, Fluvaquentic Eutrudepts, Aquic Dystric Eutrudepts, Aquic Eutrudepts, Oxyaquic Eutrudepts, Fragic Eutrudepts, Lamellic Eutrudepts, Dystric Fluventic Eutrudepts, Fluventic Eutrudepts, Arenic Eutrudepts, Dystric Eutrudepts, Rendollic Eutrudepts, Ruptic-Alfic Eutrudepts, Humic Eutrudepts, Typic Eutrudepts, Humic Lithic Dystrudepts, Lithic Dystrudepts, Vertic Dystrudepts, Aquandic Dystrudepts, Andic Oxyaquic Dystrudepts, Andic Dystrudepts, Vitrandic Dystrudepts, Fragiaquic Dystrudepts, Fluvaquentic Dystrudepts, Aquic Humic Dystrudepts, Aquic Dystrudepts, Oxyaquic Dystrudepts, Fragic Dystrudepts, Lamellic Dystrudepts, Humic Psammentic Dystrudepts, Fluventic Humic Dystrudepts, Fluventic Dystrudepts, Spodic Dystrudepts,
Universitas Sumatera Utara
Oxic Dystrudepts, Ruptic-Alfic Dystrudepts, Ruptic-Ultic Dystrudepts, Humic Dystrudepts, Typic Dystrudepts (Sitompul, 2012). Berdasarkan buku keterangan peta satuan tanah dan lahan lembar Medan (0619) Sumatera untuk wilayah Desa Sembahe diketahui termasuk dalam Great Group Dystropept yang merupakan bagian dari sub ordo Tropept dan Ordo Inseptisol. Pengklasifikasian ini didasarkan pada sistem taksonomi tanah USDA tahun 1997 (SWP dkk, 1989). Tropepts adalah salah satu sub ordo inseptisol yang mempunyai rata-rata suhu tahunan 8oC atau lebih, dan selisih < 5oC antara suhu musim dingin dan musim panas pada kedalaman 50 cm dibawah permukaan tanah. Tropepts dapat mempunyai epipedon okrik dan horison kambik, atau epipedon umbrik atau epipedon molik pada kondisi tertentu tapi tanpa epipedon plagen, dan tidak jenuh air selama beberapa waktu yang dapat membatasi penggunaan lahannya untuk tanaman pangan (Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Unpad, 2013). Jenis tanah Dystropepts merupakan tanah agak lapuk iklim panas dengan nilai jenuh tanah bawah basa yang rendah. Di lereng atas dan daerah berbukit kecil dijumpai Dystropepts, berpenampang dalam, tekstur bervariasi dari halus sampai kasar, drainase baik (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1990). Inceptisols adalah tanah dari distribusi global, dan dapat dibentuk untuk daerah yang sangat panas, lembab atau subhumid dingin, memiliki horison kambik dan epipedon okrik (Soil Survey Staff, 1999). Menurut Foss et al. (1983), Inceptisols dapat berupa : (1) tanah yang dikembangkan pada sedimen muda atau, (2) tanah yang terbentuk di daerah di mana kondisi lingkungan menghambat proses pembentukan tanah. Dystrustepts adalah Ustepts asam, mereka kebanyakan
Universitas Sumatera Utara
dikembangkan di Pleistosen atau deposito Holocene. Beberapa tanah yang memiliki lereng yang curam terbentuk pada deposito yang lebih tua. Bahan induk umumnya asam, bahan sedimen sedang atau lemah konsolidasi, batuan metamorf atau sedimen asam. Banyak tanah ini memiliki rezim suhu termal atau hangat. Horison diagnostik yang paling umum adalah umbrik atau okrik epipedon atas horison kambik. Banyak tanah ini memiliki kontak densik, litik atau paralitik (Soil Survey Staff, 1999). Kelompok Dystrustepts besar termasuk Dystropepts dan Humitropepts, sebagaimana didefinisikan dalam edisi Taksonomi Tanah sebelum 1998 (Soil Survey Staff, 1996). Sejumlah
besar
dari
Inceptisols
telah
diklasifikasikan
sebagai
Humitropepts dan Dystropepts, subordo dari Tropepts. Tropepts diidentifikasi berdasarkan rezim suhu tanah mereka di tingkat subordo bukan oleh rejim kelembaban tanah mereka, seperti yang terdapat pada Ustepts. Dengan hilangnya, pada tahun 1998, Tropepts dari subordo, tanah tersebut direklasifikasi dalam Ustepts subordo sebagai Dystrustepts di tingkat kelompok besar dan di Oxic atau subkelompok Humat dari Dystrustepts (Soil Survey Staff, 1999). Ini berarti bahwa tanah dengan kandungan karbon organik tinggi (OC) tidak lagi dibedakan pada tingkat kelompok besar (Ochoa dkk, 2009). Desa Sembahe Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Sektor industri yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Deli Serdang adalah agroindustri,
Universitas Sumatera Utara
dimana jenis industri yang diolah yaitu hasil–hasil pertanian menjadi barang jadi seperti tapioka, karet, minyak sawit, kayu, ubi kayu, kopi, kakao, ikan laut, makanan ternak dan lain- lain (Deliserdang, 2010). Sibolangit merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia, berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Karo. Daerah ini memiliki tofografi alam yang berbukit-bukit, yang memiliki pemandangan alam yang cukup indah dan berhawa sejuk. Kawasan ini merupakan salah satu tempat tujuan wisata warga kota medan yang favorit (Deliserdang, 2010). Berdasarkan letak geografis Desa Sembahe berada pada koordinat 3º20’29’’ LU - 98º35’6’’ BT. Adapun batas-batas wilayah Desa Sembahe antara lain : Sebelah Utara
: Desa Bingkawan
Sebelah Selatan
: Desa Buah Nabar / Sibolangit
Sebelah Timur
: Desa Buah Nabar
Sebelah Barat
: Desa Batu Mbelin
Desa Sembahe terletak 800 meter di atas permukaan laut (mdpl), secara administratif Desa Sembahe memiliki area seluas 207 ha. Dengan perincian pengunaan lahan tanah sawah seluas 10 ha, tanah ladang seluas 172 ha, dan tanah perkampungan seluas 25 ha. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor : 1. Pertanian a. Ladang : padi , sayur b. tanaman buah : jeruk, durian, manggis
Universitas Sumatera Utara
c. peternakan : babi, kerbau d. sebagian kecil berburu 2. Jasa dan perdagangan Perdagangan hasil bumi, penyewaan pondok kecil maupun penginapan di sekitar kawasan permandian sembahe , pedagang buah, bengkel dll. 3. Pariwisata Permandian sembahe dan Gua Kemang merupakan daerah tujuan wisata yang paling terkenal di Desa Sembahe. Dengan adanya adanya kedua objek wisata tersebut maka banyak diantara masayarakat Desa Sembahe yang menggantungkan kehidupan perekonomian dengan membuat usaha penginapan, rumah makan, dll. 4. Pegawai pemerintahan, Guru, kuli bangunan (Manurung, 2011).
Universitas Sumatera Utara