TINJAUAN PUSTAKA
Vertikultur Istilah vertikultur diserap dari bahasa Inggris yang berasal dari kata vertical dan culture yang artinya teknik budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya menggunakan sistem bertingkat. Teknik ini berawal dari gagasan vertical garden yang dilontarkan sebuah perusahaan benih di Swiss sekitar tahun 1945 yang lalu. Teknik vertikultur merupakan teknik budidaya tanaman secara vertikultur, sehingga penanaman menggunakan sistem vertikultur memungkinkan untuk bertanam di lahan yang sempit bahkan tidak ada lahan sekalipun. Teknik vertikultur memungkinkan produksi dalam jumlah yang banyak pada lahan sempit, waktu cepat, mudah untuk dipindahkan serta tingkat keberhasilan yang tinggi (Mulatsih dkk, 2005). Dengan dasar pemikiran bahwa teknik vertikultur dapat melipatgandakan jumlah tanaman dan produksi maka teknik vertikultur ini secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan untuk tujuan komersial (Andoko, 2004). Kelebihan teknik pertanian vertikultur: (1) efisiensi dalam penggunaan lahan, (2) penghematan pemakaian pupuk dan pestisida, (3) kemungkinan tumbuhnya rumput dan gulma lebih kecil, (4) dapat dipindahkan dengan mudah, (5) mempermudah monitoring/ pemeliharaan tanaman. Sementara kekurangannya adalah (1) rawan terhadap serangan jamur karena kelembaban udara yang tinggi akibat tingginya populasi tanaman, (2) investasi awal cukup tinggi, (3) sistem penyiraman yang harus kontinu dan diperlukan beberapa peralatan tambahan (Damastuti, 1996). Pada prinsipnya budidaya tanaman dengan menggunakan teknik vertikultur tidak jauh berbeda dengan budidaya secara konvensional di kebun atau di lahan datar.Perbedaan mendasar sudah pasti terletak pada penggunaan lahan untuk produksi. Teknik vertikultur memungkinkan dilakukannya
Universitas Sumatera Utara
budidaya diatas lahan seluas satu meter persegi dengan jumlah tanaman yang jauh lebih banyak dibanding dengan dilahan datar dengan luas yang sama. Ada beberapa kelebihan dari teknik budidaya secara vertikultur diantaranya:
a. Populasi tanaman per satuan luas lebih banyak karena tanaman disusun ke atas dengan tingkat kerapatan yang dapat diatur sesuai dengan keperluan. b. Kehilangan pupuk oleh guyuran air hujan dapat dikurangi karena jumlah media tanam yang sudah ditentukan hanya berada di daerah sekitar perakaran tanaman di dalam wadah terbatas. c. Perlakuan penyiangan gulma sangat berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali karena sedikit media tanam terbuka yang memungkinkan media ditumbuhi gulma d. Tempat dibangunnya media vertikultur menampilkan nilai estetika, atau dapat dikatakan sebagai tanaman hias e. Efisiensi penggunaan lahan karena dapat diterapkan dilahan sempit. Disamping banyaknya nilai kelebihan, teknik vertikultur memiliki beberapa kelemahan yakni investasi atau biaya awal yang diperlukan cukup tinggi (Andoko, 2004). Sistem pertanian kota dengan ketersediaan lahan yang sempit dapat ditempuh dengan usaha mengembangkan teknologi pertanian yang hemat lahan. Sistem pertanian vertikal yang diharapkan dapat meningkatkan panen radiasi surya yang melimpah, selain itu juga efisiensi dalam penggunaan lahan dan air.Budidaya tanaman dengan sistem vertikultur dapat menghemat air sampai tiga kali (Yusdiana dkk, 2000). Kenaikan tuntutan penduduk atas industry menyebabkan penggunaan lahan peertanian yang produktif beralih fungsi menjadi sentra industri sehingga perlu dilakukan ekstensifikasi untuk memperoleh lahan pertanian baru. Untuk itu digunakan lahan pertanian yang kurang produktif, yang salah satunya adalah menggunakan Entisol (Jamilah, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Entisol merupakan tanah yang bertekstur pasir atau pasir berlempung, sehingga mempunyai daya menahan air yang rendah dan bahan organik yang sangat rendah. Susunan struktur tanah, tekstur dan ruang pori merupakan faktor yang mempengaruhi daya menahan air. Selain itu Entisol juga mempunyai kadar bahan organik yang sangat rendah, hal ini disebabkan karena terjadi pencucian yang sangat tinggi (Utami dan handayani, 2003).
Pada sistem irigasi tetes vertikultur, setiap paralon memiliki lubang dan dua selang di dalamnya untuk diisi air.Lalu dibiarkan hingga media basah semua, kemudian selang ditutup.Jika belum sempurna, semprot dengan sprayer dengan lembut agar tidak merusak media.Penyiraman ini dilakukan pada pagi dan sore setiap harinya (Palupi dan Diennazola, 2010). Bahan kolom vertikal pipa PVC berdiameter 17 cm, dengan panjang 135 cm dan di sekeliling kolom dibuat lubang tempat menanam bibit. Pada bagian tengah diberi pipa paralon kecil untuk memperlancar distribusi air irigasi yang diberikan. Sebelumnya pipa dibuat beberapa lubang sebagai tempat keluarnya air (Yusdiana dkk, 2000).
Sistem Irigasi Tetes Bawah Permukaan Irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan oleh tanaman. Irigasi dapat juga dikatakan penggunaan air pada tanah yang berfungsi; (1) menambah air ke dalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman; (2) mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman; (3) mencuci atau mengurangi garam dalam tanah; (4) mengurangi bahaya erosi; (5) mempermudah pengolahan tanah (Hansen dkk, 1980). Irigasi tetesan adalah penggunaan tetes-tetes air berkali-kali atau setiap hari untuk melokalisasi daerah tanah. Generalisasi yang umum diterima adalah bahwa bila 60 persen air yang tersedia pada mintakat akar telah digunakan maka tibalah saat untuk memberikan irigasi.
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengetahui laju evapotranspirasi harian dan simpanan air tanah yang tersedia, penentuan waktu penggunaan irigasi dapat dihitung (Foth, 1994). Sistem irigasi bawah permukaan adalah pipa polietilen yang memiliki dripper yang dapat dibentuk secara langsung dengan interval yang telah ditetapkan. βPrinsip dasar sistem irigasi bawah permukaan adalah: mengurangi penggunaan air, mengurangi penguapan, mengurangi pertumbuhan gulma, mengurangi hama dan penyakit tanaman, mengurangi penggenangan dan aliran permukaan serta menyalurkan air secara langsung pada daerah perakaranβ (Brian, 2011). Menurut Sudjarwadi (1990), sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan meresapkan air ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui sistem saluran terbuka ataupun dengan menggunakan pipa porous. Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler menuju zona perakaran lalu dimanfaatkan oleh tanaman. Sasaran dari manajemen irigasi yang baik adalah untuk menyediakan air bagi tanaman ketika diperlukan.Sistem irigasi bawah permukaan menempatkan dripper permanen dibawah permukaan tanah, biasanya pada kedalaman antara 20 hingga 40 cm. Emitter pada dripper memancarkan air selama irigasi.Pada sistem yang baru, keseragaman penyebaran airnya dapat mencapai lebih dari 93%, dibandingkan dengan irigasi curah 60% - 80% dan irigasi permukaan 50% - 60% (Harris, 2005). Sifat Fisik Tanah Entisol Jenis tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Entisol. Entisol banyak terdapat di sekitar gunung aktif dan terutama di daerah-daerah saluran lahan volkan. Agihannya hampir terdapat diseluruh kepulauan Indonesia terutama Jawa, Sumatera dan Nusa Tenggara, luasnya lebih kurang 3 juta hektar (Syarief, 1985) atau sekitar 2,1 % dari keseluruhan luas lahan di Indonesia (Sujadi, 1984), sehingga peluang untuk ekstensifikasi masih terbuka luas.
Universitas Sumatera Utara
Entisol (βentβ berasal dari kata recent) adalah tanah mineral yang tidak memiliki horizon-horizon pedogenik yang mencirikan (Soil Survey Staff, 1998). Entisol dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horizon diagnostik yang nyata karena pelapukan baru diawali atau bahan induk yang sukar larut seperti pasir kuarsa, atau terbentuk batuan keras yang larutnya lambat seperti batu gamping, atau topografi sangat miring sehingga kecepatan erosi melebihi pembentukan horizon pedogenik (Darmawijaya, 1990). Sifat fisik tanah Entisol sebagian besar tidak baik. Kendala utama pemanfaatan tanah ini adalah sifat fisik disertai kurangnya air (Komar, 1984). Entisol mempunyai kadar lempung dan bahan organik rendah, sehingga daya menahan airnya rendah, struktur remah sampai sampai berbutir dan sangat sarang, hal ini menyebabkan tanah tersebut mudah melewatkan air dan air mudah hilang karena perkolasi (Mowidu, 2001). Entisol memiliki kemantapan agregat rendah sehingga menyebabkan tanah ini mudah mengalami disperse apabila mengalami tumbukan oleh air hujan. Keadaan tersebut menyebabkan tanah tersebut mudah tererosi dan agregat yang hancur menjadi partikel-partikel yang sangat halus dapat menutupi poripori tanah sehingga akan menurunkan kapasitas infiltrasi (Darmawijaya, 1990). Di Indonesia tanah Entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah. Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organik (Tan, 1986). Entisol adalah tanah yang belum berkembang dan banyak dijumpai pada tanah dengan bahan induk yng sangat beragam, baik dari jenis, sifat, maupun asalnya. Beberapa contoh Entisol antara lain berupa tanah yang berkembang di atas batuan beku dengan solum dangkal atau tanah yang berkembang pada kondisi yang sangat basah atau sangat kering. Nilai reaksi tanah sangat beragam mulai dari pH 2,5 sampai 8,5; kadar bahan organik tergolong rendah dan biasanya kurang dari 1%; kejenuhan basa sedang
Universitas Sumatera Utara
hingga tinggi dengan KTK sangat beragam, karena sangat tergantung pada jenis mineral liat yang mendominasinya; kadar hara tergantung bahan induk; permeabilitas lambat; dan peka erosi. Meskipun tidak ada pencucian hara tanaman dan relatif subur, untuk mendapatkan hasil tanaman yang tinggi biasanya membutuhkan pupuk N, P, K (Munir, 1996). Entisol merupakan tanah dengan sedikit perkembangan dimana sifatnya sangat ditentukan oleh bahan induk. Sebagian tanah yang tergolong dalam Entisol terutama bertekstur pasir atau pasir berlempung kadang-kadang mempunyai horizon albic yang tebal di atas horizon B yang warnanya sangat nyata berbeda tetapi sifat-sifat lain tidak jelas berbeda. Entisol terbentuk dari endapan sungai (alluvial) mengalami diskontinuitas (lapisan tanah yang terbentuk karena tidak
mempunyai
hubungan
satu
dengan yang lain), sehingga C organiknya rendah (Santoso, 1993). Pada kebanyakan tanah mineral, nilai kerapatan partikel (particle density) adalah sekitar 2,6-2,7 gram/cm3. Kerapatan massa (bulk density) tanah kering menunjukkan perbandingan antara massa tanah kering terhadap volume total tanah (termasuk partikel tanah dan ruang porinya). Nilai bulk density lebih kecil dari nilai particle density, untuk tanah dengan volume ruang pori yang berkisar setengah dari volume total adalah 1,3-1,35 gram/cm3, untuk tanah berpasir mungkin dapat mencapai 1,6 gram/cm3 (Hillel, 1971). Ukuran partikel tanah akan menentukan tekstur tanah. Partikel yang diameternya lebih besar dari 1,00 mm adalah kerikil, dari 0,05 hingga 1,00 mm adalah pasir, dari 0,002 hingga 0,05 mm adalah lempung dan yang lebih kecil dari 0,002 mm adalah liat. Untuk menghitung persentase ruang pori (π) adalah membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan: π = οΏ½1 β
π΅π οΏ½ π₯ 100% ππ
.....................................................................................(1)
π
Bd
= Bulk density (gram/cm3)
Pd
= Particle density (gram/cm3)
= Porositas (%)
Universitas Sumatera Utara
(Hansen dkk, 1992). Aliran Air dalam Tanah Tidak Jenuh Ada dua jenis gerakan air dalam tanah yaitu gerakan air tanah jenuh dan gerakan air tanah tidak jenuh.Gerakan air tanah jenuh khususnya muncul setelah hujan deras atau pengirigasian. Gerakan air tanah tidak jenuh muncul ketika sebagian besar air pada pori tanah telah terdrainase dan adanya ruangruang udara di dalam tanah (Coyne and Thompson, 1960). Didalam sebuah tanah yang homogen, air akan bergerak dari daerah yang berpotensial tinggi ke daerah yang berpotensial rendah. Gerakan air mungkin terjadi pada semua arah. Kecepatan aliran semakin tinggi dengan meningkatnya gradien dan jumlah pori yang terisi air (Donahue et.al, 1977). Gerakan air dalam tanah dalam berbagai segi pengertian adalah laju aliran per satuan luas penampang dengan persamaan: π=π
ππ» ππ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(2)
Dimana H adalah tinggi tekanan keseluruhan, k adalah konduktivitas hidrolik dari tanah yang bersangkutan, dan s adalah jarak sepanjang aliran. Dalam kasus yang umum, H adalah jumlah dari tinggi tekanan kapiler, gravitasi dan tekanan uap. Tinggi tekanan kapiler adalah hisapan yang diperlukan untuk menarik air dari dalam tanah. Hantaran k adalah jumlah air yang akan bergerak melalui suatu satuan penampang melintang dalam 1 detik pada suatu gradient. Intisari dari persamaan di atas adalah air tanah cenderung untuk bergerak dari daerah-daerah yang kadar lengasnya tinggi ke yang kadar airnya rendah atau dari potensial tinggi ke potensial rendah (Linsley, 1986). Air bergerak di dalam tanah secara horizontal dan vertikal. Pergerakan air secara horizontal disebit juga pergerakan air lateral. Pergerakan air vertikal dapat berupa pergerakan air ke bawah yang dipengaruhi oleh gerak gravitasi melalui infiltrasi dan perkolasi serta pergerakan air ke atas melalui gerak kapilaritas air tanah yang dipengaruhi oleh porositas tanah. Air tanah yang bergerak ke atas ini disebabkan oleh kemampuan kapiler (capillary rise) yang dimiliki oleh tanah (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Pada aliran
horizontal tidak jenuh dalam tanah, pengaruh gaya gravitasi terhadap
gerakan air tanah dapat diabaikan. Jika gaya eksternal tidak ada, yaitu jika tekanan didalam tanah dan atmosfer sama maka faktor yang berpengaruh terhadap gerakan horizontal tidak jenuh dari air tanah, sangat ditentukan oleh potensial matriks dan kandungan garam dalam larutan tanah (Herudjito, 1983). Gerakan air di dalam tanah adalah melalui interkoneksi ruang pori, secara umum, tanah dengan ruang pori besar akan memiliki konduktivitas hidrolik yang besar. Sebaliknya, tanah dengan ruang pori kecil akan memiliki konduktivitas hidrolik yang kecil pula. Tanah bertekstur kasar seperti pasir biasanya memiliki konduktivitas hidrolik besar, dan tanah bertekstur halus seperti liat biasanya memiliki konduktivitas hidrolik kecil.Gerakan air dalam tanah terjadi sebagai hasil dari perbedaan gradien (hidrolik), dengan arah dari yang berpotensial tinggi ke potensial rendah, kecepatan gerakannya bervariasi oleh besarnya gradien hidrolik dan juga konduktivitas hidrolik tanah (Liu and Evett, 2008). Permeabilitas didefenisikan sebagai sifat bahan berongga yang memungkinkan air atau cairan lainnya untuk menembus atau merembes melalui ruang antar pori. Bahan yang mempunyai pori-pori kontinu disebut dapat ditembus (permeable). Contohnya kerikil mempunyai sifat tembus yang tinggi sedangkan lempung kaku mempunyai sifat dapat tembus yang rendah atau dapat juga dikatakan tidak tembus (impermeable) (Soedarmo dan Purnomo, 1997). Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, semakin kecil ukuran partikel, semakin kecil pula ukuran pori dan semakin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga koefisien permeabilitas yang lebih rendah. Koefisien permeabilitas merupakan fungsi dari angka pori (Craig, 1987).
Pergerakan air dalam tanah tidak jenuh berlangsung dalam dua tingkatan. Tingkat pertama air bergerak secara difusi yaitu suatu proses dimana berbagai komponen dari suatu campuran cairan bergerak bebas sebagai respon terhadap perbedaan gradien dari suatu tempat ke
Universitas Sumatera Utara
tempat lain. Selanjutnya disusul dengan tingkatan kedua yang berlangsung secara konveksi yang disebabkan oleh aliran massa yaitu suatu proses dimana seluruh tubuh cairan bergerak sebagai respon terhadap perbedaan gradien total (Mansur, 1986). Konduktivitas hidrolik tanah dipengaruhi oleh struktur dan tekstur tanah tersebut.Konduktivitas hidrolik meningkat jika tanah sangat berpori, remah atau beragregat dibandingkan jika tanah padat dan sesak. Konduktivitas hidrolik tidak hanya bergantung pada total ruang pori, tetapi terutama pada ukuran pori penghubung. Sebagai contoh, tanah berpasir dengan ruang pori yang besar dapat memiliki konduktivitas lebih besar dari tanah liat dengan ruang pori yang kecil walaupun total ruang pori tanah liat secara umum lebih besar daripada tanah berpasir (Hillel, 1971). Dalam gerakan air tanah horizontal yang sesungguhnya, gerakan vertikal (βπ§) adalah nol. Proses lain juga mungkin terjadi jika βπ§ diabaikan, dibandingkan dengan gradien hisapan matriks yang kuat
(βπ). Dalam kasus ini, ππ ππ‘
= β [πΎ(π)βπ]
............................................................................................(4)
Atau, dalam sebuah sistem gerakan dua dimensi, ππ ππ‘
=
π
ππ₯
οΏ½πΎ(π)
ππ ππ₯
οΏ½+
π
ππ¦
οΏ½πΎ(π)
ππ ππ¦
οΏ½
..............................................................(5)
Dengan memasukkan difusivitas kedalam persamaan, untuk gerakan dua dimensi dengan mengabaikan gravitasi diperoleh, ππ ππ‘
π π‘
=
π
ππ₯
οΏ½π·(π)
ππ ππ₯
οΏ½+
π
ππ¦
οΏ½π·(π)
ππ ππ¦
οΏ½
................................................................(6)
= Kadar air volumetrik = Waktu (s)
K
= Konduktivitas hidrolik (m2/s)
π
= Hisapan matriks (m)
Universitas Sumatera Utara
D
= Difusivitas (m2/s)
x
= Sumbu horizontal
y
= Sumbu vertikal
(Hillel, 1971).
Efisiensi Irigasi Efisiensi irigasi didefenisikan sebagai persentase air yang dihantarkan dengan air yang tertahan di zona perakaran dimana menjadi air tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Dengan kata lain sebagai gambaran bagian yang di hantarkan pada bagian lapisan permukaan atas tanah (Houk, 1996). Sering terjadi dimana lebih banyak air yang dialirkan ke tanah daripada yang mungkin bisa ditahannya.Konsep efisiensi pemakaian air irigasi berikut dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air yang disalurkan sedang ditampung pada daerah perakaran tanah, yang dapat digunakan oleh tanaman. πΈπ =
ππ π₯ 100% ππ
...............................................................................................(7)
Ea
= Efisiensi pemakaian air irigasi (%).
Ws
= Air yang ditampung pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi.
Wf
= Air irigasi yang disalurkan ke lahan.
Efisiensi pemakaian air irigasi dapat berbeda-beda dari harga yang paling rendah sampai mendekati 100 %.Konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan perhatian secara lengkap bagaimana kebutuhan air tersebut disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi. πΈπ = Es
ππ π₯ 100% ππ
...............................................................................................(8)
= Efisiensi penyimpanan air irigasi (%).
Universitas Sumatera Utara
Ws
= Air yang ditampung pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi.
Wn
= Air yang dibutuhkan pada daerah perakaran sebelum pemberian air irigasi.
Efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi. Distribusi air irigasi yang tidak sama memiliki banyak karakteristik yang tidak diinginkan. Daerah yang kering terlihat di lahan yang diberi air irigasi secara tidak merata.Kelebihan air yang digunakan menyebabkan pemborosan air. Rumus untuk efisiensi distribusi air, yang menggambarkan sampai dimana air didistribusikan secara merata, diperlihatkan pada: π πΈπ = οΏ½1 β οΏ½ π₯ 100% π
.....................................................................................(9)
Ed
= Efisiensi distribusi air irigasi (%).
Y
= Angka deviasi standar untuk kedalaman air yang ditampung selama pemberian air irigasi.
d
= Kedalaman air rata-rata yang ditampung selama pemberian air irigasi.
(Hansen dkk, 1980).
Kadar Air Tanah Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume air terhadap volume tanah.Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberi gambaran tentang ketersediaan air bagi tanaman pada volume tanah tertentu. Cara penetapan kadar air dapat dilakukan dengan sejumlah tanah basah dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C-1100C untuk waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang terkandung dalam tanah tersebut. Air irigasi yang memasuki tanah mula-mula menggantikan udara yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Air tambahan berikutnya akan bergerak kebawah melalui proses pergerakan air jenuh. Gerakan air ini
Universitas Sumatera Utara
berlangsung selama cukup air ditambahkan dan tidak ada penghalang.Pergerakan air tidak hanya terjadi secara vertikal tetapi juga horizontal (Hakim dkk, 1986). Salah satu metode yang digunakan secara luar untuk mengukur kadar air tanah adalah memperkirakan kadar air tanah dengan melihat dan merasakannyadan membandingkannya dengan struktur tanah yang bersangkutan. Tetapi untuk mendapat data yang lebih akurat dapat dengan mengukur berat tanah sampel, kemudian tanah diovenkan sampai pada keadaan tanah kering oven, lalu ditimbang. Selisih antara berat tanah sebelum diovenkan dan sesudah diovenkan menjadi berat air yang terkandung di dalamnya, dengan demikian didapat kadar air tanah (Hansen dkk, 1984).
Pengukuran kadar air tanah dilakukan untuk mengetahui pola pembasahan tanah. Setelah diketahui kadar air tanahnya kemudian dibandingkan dengan kadar air tanah kapasitas lapang (Saprianto dan Pandjaitan 1999). Dalam praktek, kadar air tanah kapasitas lapang biasanya
ditentukan 2 hari setelah pemberian air (penjenuhan). Suatu tanah akan sampai pada kapasitas lapang lebih cepat bila ada suatu tanaman yang aktif tumbuh daripada bila tidak ada yang mengambil air dari tanah tersebut (Hansen dkk, 1980). Laju Infiltrasi Persamaan yang digunakan untuk menghitung laju infiltrasi dengan menggunakan metode Kostiakov adalah: ππ = πΎπ‘ π
..........................................................................................................(10)
fp
= Laju infiltrasi (mm/menit)
K,n
= Konstanta yang dipengaruhi oleh faktor lahan dan kadar air tanah awal
t
= Waktu (menit)
Persamaan tersebut dapat diintegralkan guna memperoleh persamaan untuk infiltrasi kumulatif. Infiltrasi kumulatif dapat dicari untuk periode tertentu, mulai dari t = 0 sampai dengan t = t.
Universitas Sumatera Utara
Penurunan permukaan air diukur setiap selang waktu 2, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180 menit. Air ditambahkan ke dalam silinder secara berkala agar infiltrasi selalu berlangsung dari kedalaman yang sama (Januar dan Pandjaitan, 1999). Biasanya, laju infiltrasi lebih banyak pada permulaan hujan atau pemberian air irigasi daripada beberapa jam kemudian.Ini dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah dan juga oleh tingkat kelembaban.Pengurangan infiltrasi menurut waktu sesudah pembasahan suatu tanah adalah penting dalam penelitian curah hujan-limpasan (rainfall-runoff) dan dalam irigasi (Hansen dkk, 198). Penggolongan nilai laju infiltrasi konstan menurut Haridjaja (1990) dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Kriteria Laju Infiltrasi Konstan Kelas 1 2 3 4 5 6 7
Kategori Sangat lambat Lambat Agak lambat Sedang Agak cepat Cepat Sangat cepat
Laju infiltrasi konstan (cm/jam) <1 1-5 5-20 20-60 60-125 125-250 >250
Keterangan Non irigasi
Perlakuan khusus
(sumber: Kohnke, 1968). Daerah Terbasahi Semua tanah bersifat lolos air, dimana air mengalir melalui ruang kosong yang terdapat diantara butir tanah. Daerah yang dibasahi tergantung pada kecepatan dan volume pemancar.Besarnya daerah terbasahi berhubungan dengan volume air per satuan waktu dan keadaan fisik tanah tersebut yaitu konduktivitas hidroliknya. Air merembes kedalam tanah di sekitar daerah perakaran mengikuti suatu alur diantara partikel tanah (Keller and Bliesner, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Pola pembasahan tanah hasil pengamatan setelah sekitar 3 bulan fertigasi berbentuk seperti bola tanah basah dengan diameter antara 60-65 cm mampu memberikan zona basah dengan kadar air tanah volumetrik sekitar 30-40 % dan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Rembesan air diamati setiap hari dengan membaca penurunan air di dalam tabung Mariotte (Hermantoro dkk, 2003). Kebutuhan Air Irigasi Tekstur, porositas dan permeabilitas tanah demikian berpengaruh terhadap kebutuhan air pengairanoleh tanah, terutama sehubungan dengan kehilangan air berupa perkolasi, yang merupakan perembesan air ke dalam lapisan tanah bagian dalam, berlangsung secara vertikal dan horizontal. Dalam hal ini, makin besar permeabilitas,
makin
besar juga perkolasi
(Kartasapoetra, dan Sutedjo, 1994). Faktor iklim yang mempengaruhi kebutuhan air irigasi adalah curah hujan dan variabel lain yang mempengaruhi tingkat penguapan. Sementara itu untuk faktor tanah, variabel pengaruhnya adalah kapasitas tanah memegang air, laju infiltrasi serta perkolasi (Aqil dkk, 2002). Pemberian air irigasi dalam jumlah kecil kemungkinan tidak dapat terserap oleh tanah dan tanaman, namum pemberian air dalam jumlah yang besar akan menimbulkan genangan dan aliran permukaan. Pemberian air pada irigasi tetes erat kaitannya dengan debit, pada irigasi tetes, debit relatif kecil untuk satuan waktu per detik karena air yang keluar dari emitter berupa tetesan air oleh sebab itu diperlukan pengaturan debit (James, et.al, 1982) Sistem irigasi umumnya didesain dan dioperasikan untuk memberikan air irigasi dengan debit yang rendah serta membasahi sebagian dari permukaan tanah. Pergerakan air arah horizontal pada irigasi tetes sangat terbatas. Pada tanah berpasir, walaupun pergerakan arah
Universitas Sumatera Utara
vertikal masih terus berlangasung, pergerakan air arah horizontal akan mencapai suatu jarak maksimum tertentu. Umumnya daerah yang terbasahkan dari irigasi tetes dengan volume tertentu tetap diberikan dengan debit pemberian yang berbeda adalah hampir serupa(Kalsim dkk, 2006). Tabung Mariotte
Tabung Mariotte selama ini digunakan pada irigasi kendi. Prinsip kerja tabung Mariotte pada intinya mempertahankan tekanan didalam tabung sama dengan tekanan udara di luar tabung walaupun permukaan air di dalam tabung menurun dikarenakan keluarnya air ke luar tabung. Hal ini dimungkinkan dengan adanya lubang udara yang terletak sedikit diatas dasar tabung. Lubang udara ini sekaligus menjadi pengontrol level air (Tribowo, 2003). Tabung Mariotte selain berfungsi sebagai penyuplai air juga berfungsi untuk menstabilkan tinggi permukaan air. Dimana setiap ada pengurangan tinggi permukaan air akan segera disuplai air dengan jumlah yang sama sehingga tinggi permukaan air selalu konstan. Cara seperti ini terbukti sangat menghemat tenaga kerja karena petani hanya cukup memberi air ke tabung Mariotte saja. Bahkan pemupukan pun dapat diberikan bersamaan dengan pemberian air, yaitu dengan cara memasukkan larutan pupuk ke dalam tabung Mariotte (Setiawan, 1996).
Universitas Sumatera Utara