18
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Konsep-Konsep dan Definisi
2.1.1
Konsep Tenaga Kerja Istilah employment dalam bahasa Inggris berasal dari kata to employ yang
berarti menggunakan dalam suatu proses atau usaha memberikan pekerjaan atau sumber penghidupan. Kata employment berarti keadaan orang yang sedang mempunyai pekerjaan. Penggunaan istilah employment sehari-hari biasa dinyatakan dengan jumlah orang dan yang dimaksudkan adalah sejumlah orang yang dalam pekerjaan atau mempunyai pekerjaan. Pengertian ini memiliki dua unsur yaitu lapangan atau kesempatan kerja dan orang yang dipekerjakan atau yang melakukan pekerjaan tersebut. Pengertian employment dalam bahasa Inggris sudah jelas yaitu kesempatan kerja yang sudah diduduki (Soeroto, 1983) Di Indonesia, pengertian tenaga kerja atau manpower mulai sering digunakan. Tenaga kerja mencakup angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Pembagian angkatan kerja terdiri dari menganggur dan bekerja, sedangkan bukan angkatan kerja mencakup penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan penerima pendapatan. Tiga golongan yang disebut terakhir pada bukan angkatan kerja seperti bersekolah, penerima pendapatan dan mengurus rumah tangga, walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.
19
Menurut Lembaga Demografi FEUI (1981) tenaga kerja (manpower) adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa. Jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Indonesia, pemilihan umur minimum seorang tenaga kerja adalah 15 tahun tanpa batasan umur maksimum. Pemilihan 15 tahun sebagai batas umur minimum adalah berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk berumur muda terutama di desadesa sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Pemilihan umur 15 tahun sebagai batas umur minimum disebabkan bertambahnya kegiatan penduduk dalam mengenyam pendidikan. Hal ini didasarkan bila wajib sekolah 9 tahun diterapkan, maka anak-anak sampai dengan umur 14 tahun akan berada di sekolah, dengan kata lain jumlah penduduk yang bekerja dalam batas umur tersebut akan menjadi sangat kecil, sehingga batas minimum lebih tepat dinaikkan menjadi 15 tahun. Menurut pertimbangan tersebut, Undang- undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun. Menurut pertimbangan tersebut, sesuai dengan mulai berlakunya Undang-undang ini, mulai tanggal 1 Oktober 1998, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk berumur 15 tahun atau lebih. Menurut Simanjuntak (2001), tenagakerja atau manpower terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau Labor Force terdiri dari (1) golongan yang bekerja, dan (2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari (1) golongan yang bersekolah, (2) golongan yang mengurus rumah tangga, (3) golongan lain-
20
lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh karena itu, kelompok ini sering juga dinamakan sebagai potential labor force.
2.1.2
Peranan Tenaga Kerja dalam Pembangunan Ekonomi Menurut Sergej Vojtovich (2011) adanya hubungan yang tidak dapat
dipisahkan atau dikecualikan antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran, meskipun beralasan, terdapat hubungan yang langsung secara aritmatik antara tingginya GDP dengan cepatnya tingkat pertumbuhan pengangguran. Laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang di bentuk dari beberapa sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi didaerah tersebut (Prahutama, 2013). Salah satu sektor pembentuknya adalah ketenagakerjaan, karena sebagai salah satu syarat yang signifikan untuk membangun dan menumbuhkan ekonomi adalah dengan menghasilkan tenaga kerja (Celik, 2011). Menurut pendekatan Gainful Worker, beranggapan bahwa dalam perekenomian suatu negara atau daerah, tingkat keberhasilan yang dicapai dapat diukur melalui luasnya kesempatan kerja yang dapat diciptakan atau dihitung dari jumlah orang yang berhasil mendapatkan pekerjaan ( Daryono Soebagiyo, 2007). Profil ketenagakerjaan pada saat ini tidak dapat diidentikkan dengan angkatan kerja. Menurut Tan Gong Tiang dalam Mantra (2003) Tenaga Kerja (Man Power ) ialah besarnya bagian dari penduduk yang dapat diikutsertakan dalam proses ekonomi. Sedangkan yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah
21
penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang secara aktif melakukan kegiatan ekonomi. Meskipun adanya perbedaan definisi dari kedua konsep tersebut namun dalam konteks pembangunan nasional keduanya saling memperkuat satu sama lain. Adanya peran sumber daya manusia dalam hal ini adalah ketenagakerjaan dalam proses pembangunan menjadi sektor penting yang tentunya tidak dapat diabaikan begitu saja. Menurut Mulyadi (2003) minimal ada empat kebijaksanaan pokok dalam upaya peningkatan sumber daya manusia untuk memperbaiki ketenagakerjaan disuatu daerah yaitu : (1) Peningkatan kualitas hidup manusianya seperti jasmani, rohani dan keuangan. (2) Pemerataan penyebaran penduduk. (3) Memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai IPTEK yang berwawasan lingkungan. (4) Pengembangan pranata yang meliputi kelembagaan dan perangkat hukum. Diharapkan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia juga akan mempengaruhi peningkatan kualitas serta produktivitas tenaga kerja yang tentunya berpengaruh terhadap pembangunan. Peningkatan produktivitas tenaga kerja dilakukan dengan peningkatan kemampuan/keterampilan, disiplin, etos kerja produktif, sikap kreatif dan inovatif dan membina lingkungan kerja yang sehat untuk memacu prestasi.
Pelatihan tenaga
kerja
lebih diarahkan pada
pengembangan usaha yang mandiri dan profesional, sehingga diharapkan dapat berkembang menjadi bibit-bibit wirausaha yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Kemudian, mobilitas sumber daya, terutama tenaga kerja dari kegiatan yang dianggap kurang produktif diarahkan pada kegiatan yang lebih produktif, disertai oleh pengembangan sistem perlindungan tenaga kerja.
22
Adanya proses peningkatan efektivitas dan efisiensi dari sumber daya manusia tersebut, maka diharapkan adanya koordinasi antar lembaga pemerintah, maupun antar lembaga-lembaga dimasyarakat serta sektor swasta. Apabila proses terintegrasi tersebut terjadi maka pembangunan ekonomi yang diidamkan pasti akan terjadi. Adanya partisipasi aktif antar lembaga tersebut menjadi suatu upaya yang mendorong dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mengarah pada peningkatan pembangunan daerah maupun nasional kedepan.
2.1.3
Konsep Pengangguran dan Jenis-Jenis Pengangguran Menurut Berzinskiene (2011), tingkat pasar tenaga kerja menggambarkan
dari situasi ekonomi di sebuah negara dan dapat menunjukkan kelemahannya. Salah satunya adalah pengangguran (unemployment), pengangguran merupakan kenyataan yang dihadapi tidak saja oleh negara-negara sedang berkembang (developing countries), akan tetapi juga oleh negara-negara yang sudah maju (developed countries). Umumnya kriteria yang digunakan untuk membandingkan performa ekonomi disuatu negara dalam kondisi umum pada pasar tenaga kerja, adalah
tingginya
tingkat
pengangguran
(Kavler,2009).
Secara
umum,
pengangguran didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan. Seseorang yang tidak bekerja, tetapi secara aktif mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan sebagai penganggur. Untuk mengukur pengangguran didalam suatu negara biasanya digunakan apa
23
yang dinamakan tingkat pengangguran (unemployement rate), yaitu jumlah penganggur dinyatakan sebagai presentase dari total angkatan kerja (labor force). Menurut Mantra dalam Marhaeni dan Manuati Dewi (2004), seseorang dikatakan menganggur apabia tidak bekerja atau tidak memiliki pekerjaan. Terdapat dua kemungkinan berkaitan dengan orang yang bersangkutan. Pertama, ia tidak bekerja karena memang tidak ingin bekerja atau tidak bekerja secara sukarela. Kedua, ia tidak bekerja karena tidak memperoleh pekerjaan, padahal sedang mencari pekerjaan. Menurut Edy Priyono (2002) menganggur hanya dapat dilakukan oleh orang yang punya tabungan atau transfer dari orang lain untuk mempertahankan hidupnya. Menurut Sensus Penduduk 1980, 1990, dan 2000 dalam Marhaeni dan Manuati Dewi (2004), di Indonesia penggolongan penduduk yang mencari pekerjaan adalah : 1) Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan atau disebut pencari kerja baru. 2) Mereka yang pernah bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan berusaha mendapatkan pekerjaan atau pencari kerja lama. 3) Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan atau pencari kerja lama. Didaerah maju ketika adanya proses restrukturisasi perusahaan manufaktur yang dihapuskan, banyak meninggalkan tingginya angka pengangguran, yang mana sulitnya menemukan pekerjaan dikarenakan ada dua alasan : sulitnya permintaan akan kualifikasi pekerjaan disektor lain dan permasalahan secara
24
keseluruhan adalah rendahnya permintaan akan tenaga kerja (Borsic and Alenka Kavler 2009). Jenis Pengangguran Menurut Nanga (2005), dilihat dari sebab-sebab timbulnya, pengangguran dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis sebagai berikut. 1) Pengangguran
Friksional
atau
Transisi
(frictional
or
transition
unemployment). Pengangguran friksional adalah jenis pengangguran yang timbul sebagai akibat adanya perubahan di dalam syarat-syarat kerja, yang terjadi seiring dengan perkembangan atau dinamika ekonomi yang terjadi. 2) Pengangguran Struktural (structural unemployment). Adapun yang dimaksud dengan pengangguran struktural adalah jenis pengangguran yang terjadi sebagai akibat adanya perubahan di dalam struktur pasar tenaga kerja yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara penawaran dan permintaan tenaga kerja. 3) Pengangguran Alamiah (natural unemployement) atau yang dikenal dengan tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployement). Pengangguran Alamiah adalah tingkat pengangguran yang terjadi pada kesempatan kerja penuh (Sachs and Larrain,1993), atau tingkat pengangguran dimana inflasi yang diharapkan (expected inflation) sama dengan tingkat inflasi aktual (actual inflation). 4) Pengangguran Siklis atau Konjungtural (cyclical unemployement) adalah jenis pengangguran yang terjadi sebagai akibat dari merosotnya kegiatan ekonomi atau terlampau kecilnya permintaan agregat (aggregate effective
25
demand ) di dalam perekonomian dibandingkan dengan penawaran agregat (AS). Menurut Nanga (2005), dampak pengangguran yang terjadi di dalam suatu perekonomian dapat membawa dampak atau akibat buruk, baik terhadap perekonomian maupun individu dan masyarakat seperti. 1) Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian (1) Pengangguran
menyebabkan
masyarakat
tidak
dapat
memaksimumkan tingkat kesejahteraan yang mungkin dicapainya. Pengangguran menyebabkan output aktual (actual output) yang dicapai lebih rendah dari atau berada dibawah output potensial (potential output). Keadaan ini berarti tingkat kemakmuran masyarakat yang dicapai adalah lebih rendah dari tingkat yang mungkin akan dicapainya. (2) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak (tax revenue) pemerintah berkurang. Pengangguran yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kegiatan ekonomi, pada gilirannya akan menyebabkan
pendapatan
pajak
yang
mungkin
diperoleh
pemerintah akan menjadi semakin sedikit. 2) Pengangguran yang tinggi akan menghambat, dalam arti tidak akan menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Pengangguran menimbulkan dua akibat buruk kepada kegiatan sektor swasta.
26
Dampak Pengangguran terhadap Individu dan Masyarakat (1) Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan pendapatan. Negara-negara maju, para penganggur memperoleh tunjangan (bantuan keuangan) dari badan asuransi pengangguran, dan oleh sebab itu, mereka masih mempunyai pendapatan untuk membiayai kehidupannya dan keluarganya. (2) Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan atau berkurangnya keterampilan. Keterampilan dalam mengerjakan suatu pekerjaan hanya dapat
dipertahankan
apabila
keterampilan
tersebut
digunakan dalam praktek. Pengangguran dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan tingkat keterampilan (skills) pekerja menjadi semakin merosot. (3) Pengangguran dapat pula menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik. Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran yang tinggi dapat menimbulkan
rasa
tidak
puas
masyarakat
kepada
pemerintah yang berkuasa.
2.1.4
Konsep Pasar Kerja Pasar kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang bertujuan
untuk mempertemukan antara pencari kerja dengan lowongan pekerjaan (Manuati dan Marheni, 2004). Pelaku-pelaku yang berkiprah di pasar kerja adalah 1) pengusaha/produsen/pihak manajemen suatu organisasi yang membutuhkan tenaga kerja, 2) pencari kerja, dan 3) perantara atau pihak ketiga yang
27
memberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk saling berhubungan. Besarnya penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat employement) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan tersebut. Selanjutnya, besarnya penyediaan dan penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah. Menurut Marheni dan Manuati Dewi (2004), dalam konsep dasar pasar kerja perlu juga dipahami tentang aktivitas – aktivitas dalam pasar kerja. Aktivitas dalam pasar kerja secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu aktivitas permintaan tenaga kerja dan aktivitas penawaran tenaga kerja. Aktivitas permintaan tenaga kerja dilakukan oleh pengusaha/ produsen/pihak manajemen organiasasi yang membutuhkan tenaga kerja. Aktivitas penawaran tenaga kerja dilakukan oleh angkatan kerja yang mencari pekerjaan. Mereka yang mencari pekerjaan ini mungkin saja saat ini tidak bekerja atau sudah bekerja tetapi ingin pindah pekerjaan.
2.1.5
Pengertian Lama Menganggur dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Lama Menganggur Menurut Tjiptoherijanto (1989), lama menganggur berarti menunggu
seseorang angkatan kerja untuk memperoleh pekerjaan. Menurut Rudiger (2008), lama menganggur identik dengan durasi menganggur yang artinya rata-rata lamanya seseorang tetap menganggur. Penelitian mengenai lama menganggur yang digunakan adalah lama menganggur secara terbuka, yaitu waktu menunggu seseorang penganggur terbuka untuk memperoleh pekerjaan. Jangka waktu
28
menunggu untuk memperoleh pekerjaan bagi seseorang dapat dipergunakan sebagai indikator kasar mengenai tingkat kekurangan tenaga kerja di bidang tertentu. Menurut Kusyono (2014), lama menganggur tenaga kerja terdidik hanya terjadi selama lulusan mengalami masa tunggu (job search periode) yang dikenal dengan pengangguran friksional. Lama masa tunggu atau lama menganggur itu juga bervariasi menurut tingkat pendidikan. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan angkatan kerja semakin lama masa tunggunya. Lamanya masa tunggu atau lama menganggur angkatan kerja yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi juga disebabkan karena tingginya reservation wage yang ditargetkan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lama menganggur seseorang pencari kerja adalah pengalaman kerja, umur, status perkawinan, pendidikan, status migran, pendapatan rumah tangga dan jenis pekerjaan (Tjiptoherijanto, 1989). Menurut Sengupta (2009), untuk mengukur jumlah pengangguran yang didasarkan pada lamanya menganggur atau durasi menganggur dipergunakan dua cara konvesional statistik – tingkat pengangguran dan rata-rata durasi dari pengangguran – umumnya yang dipergunakan adalah indeks agregrat dari pengangguran.
2.1.6
Teori Pencarian Kerja (Job Search Theory) Menurut Sutomo dkk dalam Setiawan (2010) Job Search Theory adalah
suatu metode yang menjelaskan masalah pengangguran dari sudut penawaran yaitu keputusan seseorang individu untuk berpartisipasi dipasar kerja berdasarkan
29
karakteristik individu pencari kerja. Job Search Theory merupakan bagian dari economic uncertainty yang timbul karena informasi dipasar kerja tidak sempurna, artinya para penganggur tidak mengetahui secara pasti kualifikasi yang dibutuhkan maupun tingkat upah yang ditawarkan pada lowongan-lowongan pekerjaan yang ada di pasar. Informasi yang diketahui pekerja hanyalah distribusi frekuensi dari seluruh tawaran pekerjaan yang didistribusikan secara acak dan sektor upah menurut tingkat keahlian. Job Search Theory mengasumsikan bahwa pencari kerja adalah individu yang risk
neutral, artinya mereka akan
memaksimasi expected income-nya. Dengan tujuan maksimasi expected net income dan reservation wage sebagai kriteria menerima atau menolak suatu pekerjaan. Menurut Ehrenberg dan Smith (1987) teori keputusan untuk bekerja atau mencari pekerjaan pada akhirnya menjadi sebuah keputusan untuk menghabiskan waktu luang. Salah satu cara yang dipergunakan untuk menghabiskan
waktu
yang
tersedia
adalah
melakukan
kegiatan
yang
menyenangkan di waktu luang. Salah satu caranya adalah dengan bekerja. Pencari kerja akan mengakhiri proses mencari kerja pada saat tambahan biaya (marginal cost) dari tambahan satu tawaran kerja tepat sama dengan tambahan imbalan (marginal return) dari tawaran kerja tersebut. Pencari kerja mengahadapi ketidakpastian tentang tingkat upah serta berbagai sistem imbalan jasa yang ditawarkan oleh beberapa lowongan pekerjaan. Kalaupun informasi tentang hal ini ada, tetapi biaya untuk memperolehnya mahal. Dengan informasi yang sempurna, seseorang akan mengetahui perusahaan mana yang akan menawarkan upah yang lebih baik, dan proses kerja menjadi tidak perlu
30
dilakukan. Karena hal tersebut tidak akan terjadi, seseorang akan menganggur dalam waktu tertentu untuk mencari pekerjaan yang terbaik.
2.1.7
Teori Perkembangan Karir Ginzberg (Development Career Choice Theory) Teori perkembangan karir (development career choice theory) Ginzberg
merupakan hasil kerjasama suatu tim yang mempelajari tentang pengaruh perkembangan terhadap pemilihan karir yang diinginkan seseorang. Menurut Ginzber dalam Agus Wirawan (2012), mengatakan bahwa anak dan remaja melewati tiga tahap pemilihan karir yaitu tahap fantasy, tentative dan realistis. Konsep perkembangan dan pemilihan pekerjaan atau karier oleh Ginzberg dikelompokkan kedalam tiga unsur yaitu : proses (bahwa pilihan pekerjaan itu merupakan suatu proses); irreversibilitas (bahwa pilihan pekerjaan itu tidak dapat diubah atau dibalik); kompromi (bahwa pilihan pekerjaan itu merupakan kompromi antara faktor-faktor yang terlibat yaitu minat, kemampuan, dan nilai); dan optimisasi yang merupakan penyempurnaan teori (individu yang mencari kecocokan kerja. Selain itu adanya teori pendukung lain dari adanya pilihanpilihan kerja adalah Teori Holland. Teori ini berusaha memadukan pandanganpandangan lain yang dinilainya terlalu luas atau terlalu khusus. Holland berusaha menjelaskan soal pilihan atau aspirasi kerja dari sudut lingkungan kerja, pribadi dan perkembangannya, dan interaksi pribadi dengan lingkungannya. Holland juga menyatakan adanya stereotipe pekerjaan dari orang-orang yang melakukan pilihan
31
kerja dan bahwa cenderung orang memandang pekerjaan sesuai dengan stereotipnya atau aspirasi kerja yang diinginkannya.
2.1.8
Proses Pemilihan Karir Menurut Ginzberg dalam Agus Wirawan (2012), perkembangan dalam
pemilihan pekerjaan mencakup tiga tahap utama fantasy,tentatif, dan realistik. 1) Masa Fantasy Masa ini berlangsung pada individu dengan tahap usia kira-kira 10 tahun atau 12 tahun (masa sekolah dasar). Pada masa ini, proses pemilihan pekerjaan masi bersifat sembarangan atau asal pilih, tanpa didasarkan pada pertimbangan yang matang (rasional dan objektif) mengenai kenyataan yang ada dan hanya berdasarkan pada kesan dan khayalan belaka. Menurut Ginzberg, kegiatan bermain pada masa fantasi secara bertahap menjadi orientasi kerja dan merefleksikan preferensi awal untuk jenis aktifitas tertentu. 2) Masa Tentatif Pada masa tentatif, pilihan karir anak akan mengalami perkembangan. Mula-mula pertimbangan karir itu hanya berdasarkan kesenangan, ketertarikan, dan minat saja tanpa pertimbangan apapun, sedangkan faktorfaktor lainnya tidak dipertimbangkan. Menyadari bahwa minatnya terus berubah-ubah, maka anak diusia tersebut mulai memikirkan dan mulai bertanya pada dirinya sendiri tentang kemampuan atau kapasitasnya dalam
32
melakukan pekerjaan yang dia inginkan dan apakah pekerjaan tersebut sesuai dengan minat atau aspirasi kerjanya kedepan. 3) Masa Realistik Pada tahap realistik anak akan melakukan eksplorasi dengan memberikan penilaian atas pengalaman-pengalaman kerja dalam kaitan dengan tuntutan sebenarnya, sebagai syarat untuk dapat memasuki lapangan pekerjaan atau memilih untuk tidak bekerja, dengan kata lain melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada masa ini, okupasi terhadap pekerjaan telah mengalami perkembangan yang lebih realistis. Orientasi minat, kapasitas, dan nilai yang dimiliki individu terhadap pekerjaan akan direfleksikan dan diintegrasikan secara runtut dan terstruktur dalam frame vokasional (kristalisasi pola-pola okupasi) untuk memilih jenis pekerjaan atau aspirasi kerja mereka sesuai dengan arah tentatif mereka (spesifikasi).
2.1.9
Pengertian Pendapatan Pada dasarnya pendapatan dibedakan menjadi 2 (dua ) yaitu : Pendapatan
Nasional dan Pendapatan Perorangan. Pendapatan Nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan suatu perekonomian (negara dalam waktu setahun). Pendapatan perorangan merupakan pendapatan yang diterima seluruh rumah tangga dalam perekonomian dari pembayaran atas faktorfaktor produksi yang dimiliki dari sumber dan lain. Dalam penelitian ini pendapatan yang digunakan adalah pendapatan rumah tangga, menurut Nanga (2005), pendapatan rumah tangga adalah merupakan pendapatan agregat (yang
33
berasal dari berbagai sumber) yang secara aktual diterima oleh seseorang atau rumah tangga (house hold).
2.1.10 Hubungan Pendapatan dengan Lama Menganggur Pendapatan sangat penting peranannya dalam meningkatkan kualitas penduduk. Mengingat sebagian besar pelayanan yang diminta oleh masyarakat harus dibayar. Salah satunya adalah kesempatan dalam mengenyam jenjang pendidikan. Perbedaan pendapatan masyarakat mengakibatkan perbedaan dalam kesempatan mendapatkan pendidikan formal yang diinginkan. Bila satu keluarga telah mampu menyekolahkan anaknya beberapa tahun di perguruan tinggi, biasanya keluarga tersebut juga mampu membiayai anaknya menganggur selama satu sampai dua tahun lagi dalam proses mencari pekerjaan yang lebih baik. Melihat dari pernyataan tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga berpenghasilan besar relatif terhadap biaya hidup cenderung memperkecil jumlah anggota keluarga untuk bekerja, sehingga tingkat partisipasi kerja cenderung relatif rendah (Simanjuntak, 2001). Dapat dikatakan bahwa semakin besar pendapatan rumah tangga suatu keluarga, maka lama menganggur lulusan perguruan tinggi tersebut semakin lama. Dapat ditarik sebuah korelasi bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendapatan dan lama menganggur.
34
2.1.11 Teori Strategi Kelangsungan Hidup Keluarga (Household Survival Strategy Theory) Menurut Eboiyehi (2013) Teori Harbinson yang dikenal dengan teori strategi kelangsungan hidup keluarga (household survival strategy) masyarakat menghadapi perubahan
bahwa
situasi ekonomi yang semakin buruk
sehingga pendapatan keluarga dan tingkat kesejahteraan menurun. Salah satu upaya untuk beradaptasi dalam situasi ini adalah mengarahkan seluruh sumber daya yang dimiliki termasuk mengikutsertakan anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi. Menurut Ehrenberg dan Smith (1987) keluarga menjadi dasar yang paling penting untuk membuat keputusan didalam kehidupan sosial, dan keputusan penting lainnya yang berfokus pada pola konsumsi dan penawaran tenaga kerja yang di buat dalam konteks keluarga. Menurut Singarimbun dan Sofian Effendi dalam Hidayati (2013) strategi kelangsungan hidup manusia dalam memenuhi kebutuhan keluarga adalah merupakan suatu cara atau usaha yang dilakukan mereka untuk terus dapat bertahan diri untuk hidup dengan melakukan alternatif atau langkah-langkah yang ditempuh dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Menurut Hidayati (2013) untuk dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya, perlu mencari usaha lain untuk meningkatkan pendapatannya. Salah satu usahanya adalah melakukan aktifitas penganekaragaman sumber pendapatan, yaitu dengan cara bekerja, baik yang berasal dari pekerjaan pokok atau diluar pekerjaan pokok
35
2.1.12 Konsep Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Wikipedia, 31/08/2014). Pendidikan dapat dikatakan sebagai katalisator untuk pengembangan sumber daya manusia, dengan asumsi bahwa semakin terdidik seseorang, semakin tinggi pula
kesadaran terhadap
pembentukan keluarga sejahtera. Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat pancasila yang telah dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut merupakan landasan yang kuat bagi pemerintah untuk mencanangkan program wajib belajar. Program wajib belajar tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan. Banyak studi telah memperlihatkan bahwa pendidikan mempunyai hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Mereka yang terdidik lebih cepat menyerap informasi dan menerapkan perkembangan yang terbaru sehingga mereka menjadi lebih produktif (Bendesa, 2005). Pendidikan berorientasi pada penyiapan tenaga kerja terdidik, terampil dan terlatih sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja.
36
Pendidikan diharapkan dapat mengatasi keterbelakangan ekonomi lewat efeknya pada peningkatan kemampuan manusia dan motivasi manusia untuk berprestasi. Pendidikan berfungsi untuk menyiapkan salah satu input dalam proses produksi yaitu tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif karena kualitasnya.
2.1.13 Hubungan Perguruan
Pendidikan
terhadap
Lama
Menganggur
Lulusan
Tinggi
Tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh angkatan kerja dapat menjadi salah satu indikator kualitas angkatan kerja. Semakin rendahnya pendidikan yang ditamatkan oleh angkatan kerja semakin rendah pula kualitas angkatan kerja tersebut yang pada akhirnya akan berakibat semakin rendahnya peluang angkatan kerja tersebut untuk bersaing di pasar kerja. Pencari kerja terdidik selalu berusaha mencari pekerjaan dengan upah, jaminan sosial, dan lingkungan kerja yang baik. Biasanya kecenderungan mereka yang baru menyelesaikan pendidikan berusaha mencari kerja sesuai dengan aspirasi mereka. Aspirasi mereka adalah bekerja disektor modern atau kantor, untuk mendapatkan pekerjaan itu mereka bersedia menunggu untuk beberapa lama (Kuncoro,2003). Sebaliknya pencari kerja tenaga tidak terdidik yang biasanya datang dari keluarga miskin, tidak mampu menganggur lebih lama dan terpaksa menerima pekerjaan apa saja yang tersedia (Simanjuntak,2001). Dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan dengan lama menganggur.
37
2.1.14 Teori Human Capital Menurut Simanjuntak (1998) asumsi dasar teori human capital adalah bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti, disatu pihak, meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan sesorang, akan tetapi, dipihak lain, menunda penerimaan penghasilan selama satu tahun dalam mengikuti sekolah. Menurut Ace Suryadi dalam Setiawan (2010), pendidikan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena pendidikan berperan dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Adanya anggapan atas teori ini dimana meningkatnya pertumbuhan ekonomi ataupun pembangunan suatu daerah tergantung dari produktivitas perorangan dari suatu kelompok masyarakat tersebut. Teori Human Capital ini menganggap pendidikan formal merupakan suatu investasi, baik itu bagi individu maupun suatu masyarakat. Selain itu ide dasar
yang sebenarnya terdapat pada teori The Human
Capital Model adalah adanya investasi dalam rangka peningkatan produktivitas. Dalam model ini selain menjelaskan tentang pentingnya pendidikan, kesehatan, dan pelatihan dalam peningkatan produktivitas dalam model ini juga menjelaskan bahwa adanya niat untuk melakukan migrasi dipengaruhi oleh motivasi untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan yang lebih tinggi. Maka dari itu, salah satu penyebab adanya pengangguran adalah adanya arus migrasi dari desa ke kota. Perbedaan pendapatan yang terjadi antara daerah yang mobilitas ekonominya kurang baik dengan daerah yang mobilitas ekonominya baik inilah yang menjadi penyebab adanya arus mobilisasi penduduk.
38
2.1.15 Keterampilan yang dimiliki Keterampilan atau skill tambahan biasanya sangat membantu seseorang dalam mempercepat seseorang dalam memperoleh pekerjaan. Dari adanya skill atau keterampilan yang dimiliki membuat seorang pencari kerja memiliki nilai plus didalam dunia kerja. Dari adanya skill tambahan yang dimiliki pencari kerja didapat dari mengikuti kursus atau pelatihan-pelatihan tertentu sesuai dengan bidang yang ditekuni. Semakin banyak skill yang dimiliki maka semakin mudah pula sesorang tersebut memasuki dunia kerja, sedangkan sebaliknya semakin sedikitnya sesorang atau tidak memiliki kemampuan tambahan maka semakin sulitnya seseorang dapat diterima di dalam dunia kerja. Diperkirakan bahwa dengan semakin banyak keterampilan yang dimiliki, pencari kerja lebih sanggup untuk mendapat pekerjaan yang sesuai, selain itu keterampilan yang dimiliki menggambarkan pengetahuan pasar kerja (Setiawan, 2010).
2.1.16 Hubungan Keterampilan dengan Lama Menganggur Diperkirakan bahwa dengan keterampilan yang dimiliki pencari kerja lebih sanggup untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Selain itu keterampilan yang dimiliki menggambarkan pengetahuan para pekerja terhadap pasar kerja yang akan dituju. Menurut Sumoto dkk dalam Setiawan (2010), dengan memiliki keterampilan didukung dengan pendidikan yang tinggi, maka tenaga kerja akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Jadi, ada pengaruh yang negatif antara keterampilan yang dimiliki dengan lama menganggur.
39
2.1.17 Jumlah Tanggungan Keluarga Menurut Simanjuntak (2001), komposisi ketenagakerjaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1) Angkatan Kerja Adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu produksi barang dan jasa. 2) Bukan Angkatan Kerja Penduduk yang termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur kurang dari 15 tahun dan lebih dari 64 tahun. Menurut Vivi Silvia (2009) besarnya angkatan kerja dapat dipengaruhi oleh komposisi demografi penduduk dan bagaimana Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja yang relatif tinggi dengan jumlah usia kerja yang besar akan mengakibatkan jumlah angkatan kerja yang tinggi. Dari komposisi penduduk tersebut, maka yang termasuk kedalam jumlah tanggungan rumah tangga adalah penduduk yang tidak termasuk dalam angkatan kerja, karena pada umumnya penduduk tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri sehingga membutuhkan tanggungan orang lain. Menurut Mantra (2003), yang termasuk dalam jumlah tanggungan rumah tangga adalah jumlah anggota rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur dengan kelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja. Kelompok yang dimaksud makan dari satu dapur adalah jika pengurusan kebutuhan sehari-harinya dikelola bersama-sama menjadi satu. Selanjutnya menurut Mantra (2003), kelompok penduduk yang termasuk dalam beban tanggungan rumah tangga adalah kelompok penduduk umur 0-14
40
tahun, dianggap sebagai kelompok penduduk yang belum produktif secara ekonomis. Kelompok umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan penduduk umur 65 tahun keatas sebagai kelompok penduduk yang tidak lagi produktif. Maka rasio beban tanggungan rumah tangga dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Rasio Beban Tanggungan =
x100%.......................................(2.1)
Apabila rasio beban tanggungan yang dihasilkan tinggi maka akan menjadi faktor penghambat pembangunan ekonomi suatu daerah khususnya, karena sebagian dari pendapatan yang diperoleh oleh golongan yang produktif, terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang belum produktif.
2.1.18 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Lama Menganggur Lulusan Perguruan Tinggi
Tanggungan keluarga merupakan salah satu alasan utama bagi para pencari kerja bekerja untuk memperoleh penghasilan. Besarnya jumlah tanggungan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi kemauan untuk melakukan pekerjaan. Semakin banyak responden mempunyai
tanggungan, maka semakin tinggi pula
jumlah pencari kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan, serta semakin rendah pula keinginan seseorang untuk menyia-nyiakan perkerjaan yang ada sehingga lama menganggurpun semakin kecil. Jadi, terdapat hubungan yang negatif antara jumlah tanggungan dengan lama menganggur.
41
2.1.19 Jarak Perpindahan penduduk dianggap sebagai sebuah proses alamiah yang akan menyalurkan surplus tenaga kerja di daerah yang jaraknya jauh dengan akses informasi tentang lowongan pekerjaan ke daerah yang memiliki akses yang baik tentang informasi lowongan pekerjaan. Menurut Todaro (2000), hal ini dipandang proses positif secara sosial, karena kemungkinan berlangsungnya suatu pergeseran sumber daya manusia dari tempat yang produk marjinal sosialnya nol ke lokasi lain yang produk marjinalnya tidak hanya positif tetapi juga terus meningkat sehubungan dengan adanya akumulasi modal dan kemajuan teknologi. Menurut Mulyadi (2003), adanya
proses tersebut menyebabkan lahirnya mobilitas
penduduk berdasarkan jenis pekerjaan dan memilih daerah-daerah umum yang mampu menyediakan cukup lapangan kerja walaupun para pencari kerja harus menempuh jarak tempuh yang jauh sekalipun dari tempat tinggalnya untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Menurut Harri Yulianto (2006), semakin maju suatu wilayah, akan semakin menarik bagi para pendatang yang memberikan kontribusi positif bagi peningkatan aksesibilitas sosial ekonomi, sebaliknya semakin tertinggal suatu daerah dalam aspek ekonomi dapat dijadikan salah satu pendorong bagi seseorang untuk pindah atau mencari peluang kerja ke daerah lain dengan jarak tempuh yang berbeda-beda. Sehingga ide dasar dari The Human Capital Model ini adalah keputusan seseorang untuk melakukan perpindahan dari suatu daerah yang jaraknya jauh dari perkotaan dengan daerah yang jaraknya lebih dekat menuju
42
akses ekonomi maupun sosial yang merupakan respon dari harapan untuk memperoleh kesempatan kerja dan pendapatan yang baik.
2.1.20 Hubungan Jarak dengan Lama Menganggur Menurut Harri Yulianto (2006), jarak yang ditempuh untuk mendapatkan pekerjaan merupakan suatu proses yang secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan, dan demografi tertentu, maka segenap pengaruhnya secara relatif terhadap faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi dari masing-masing individu tertentu akan bervariasi. Hal ini dapat dikatakan bahwa semakin dekat akses atau jarak yang diperlukan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya yang diberikan di suatu wilayah maka lama menganggur seseorang juga akan semakin sedikit pula. Hal ini dikarenakan pencari kerja akan mencari pekerjaan di suatu daerah yang mampu menyediakan peluang ekonomi yang lebih baik terkait dengan peningkatan kualitas hidup sesorang baik dari segi pendapatan, fasilitas kesehatan dan sosialekonomi lainnya. Selain itu biasanya para pencari kerja yang jarak mencari kerjanya jauh dengan tempat tinggal biasanya mengandalkan semua jaringan sosial untuk mencari kerja (Frijters,2005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif antara jarak dengan lama menganggur lulusan.
43
2.2
Keaslian Penelitian Penelitian mengacu kepada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
hal ini dilakukan agar memberi dasar yang kuat dalam penyajian materi, pemantapan variabel maupun konsep-konsep yang dipakai peneliti dalam penelitian ini. Dimana penelitian ini didukung oleh adanya teori-teori, konsepkonsep penelitian sebelumnya yang dikaitkan sehingga dihasilkan penelitian yang memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini menambahkan beberapan variabel seperti variabel aspirasi kerja sebagai variabel antara. Selain itu penelitian ini juga menambahkan variabel pendapatan rumah tangga, keterampilan, jumlah tanggungan dan jarak sebagai variabel independen. Sehingga memberikan perbedaan dari masing-masing penelitian terdahulu. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ratih Pratiwi (2012), Satrio Adi Setiawan (2010), A. Ihsan Triputrajaya (2011), Kiki Suko Suroso (2012), dan Peter Khun dan Mikal Skuterud (2004). Studi tersebut dapat dipergunakan sebagai rujukan yang sangat relevan bagi penelitian ini. Pemaparan yang lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya dapat dilihat dalam Tabel 2.1
44 Tabel 2.1 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu No
1.
Penulisan Judul dan Tahun Penerbitan
Variabel Penelitian
Ratih Pratiwi. (2012), dalam penelitian yang berjudul “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Lama Mencari Kerja Lulusan Sekolah Menengah dan Pendidikan Tinggi di Indonesia pada Tahun 2012
Lama Mencari Kerja Jenis Kelamin, Umur, Tempat Tinggal , Tingkat Pendidikan, Pendidikan Teknis, Metode Mencari kerja dan Jenis Pekerjaan yang Dicari.
Model Analisis
Hasil
1) Variabel jenis kelamin, umur dan metode mencari kerja berpengaruh signifikan terhadap lama mencari kerja lulusan, sedangkan variabel tempat tinggal, pelatihan teknis, pendidikan dan jenis 2) Metode Logit pekerjaan yang dicari (Logistic berpengaruh negatif Method) : terhadap lama mencari Ln (Pi/1-Pi) = Genderi - kerja lulusan. Agei + Areai +Trainingi 2) Terdapat perbedaan +Educ_SMKi + lama mencari kerja Educ_Diplomai + antara pencari kerja Educ_Sarjanai laki-laki dengan pencari Method1i + Method3i + kerja perempuan. Hasil Method4i + Jobi + νi ini penelitian menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin memiliki pengaruh yang negatif 1) Metode Regresi Berganda (OLS) : Ln Dur = Genderi + Agei - Area i Trainingi + Educ_SMKi - Educ_Diplomai Educ_Sarjanai +Method1i-Method3iMethod4i - Jobi + νi
Perbedaan dan Persamaan
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah adanya penggunaan variabel jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pendidikan teknis dan metode dalam mencari kerja sebagai faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi lama mencari kerja lulusan sekolah menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan persamaannya adalah adanya variabel independen yaitu variabel tempat tinggal yang berpengaruh terhadap lama mencari kerja, serta variabel dependen yaitu lama mencari kerja atau lama menganggur lulusan perguruan tinggi.
45
lama mencari kerja berarti terdapat kecenderungan bahwa pencari kerja perempuan untuk mengakhiri masa mencari kerja kurang dari setahun semakin menurun. 2.
Satrio Adi Setiawan. (2010), dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Umur, Pendidikan, Pendapatan, Pengalaman Kerja dan Jenis Kelamin terhadap Lama Mencari Kerja Terdidik di Kota Magelang”
Lama Mencari Kerja, Umur, Pendidikan, Pendapatan, Pengalaman Kerja dan Jenis Kelamin
Metode Regresi Berganda (OLS) LMK = a0 + a1+ Umur + Pendidikan + Pendapatan + Pengalaman Kerja Jenis Kelamin
Variabel Umur, Pendidikan, Pendapatan, Pengalaman Kerja tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik. Sedangkan variabel jenis kelamin berpengaruh negatif terhadap lama mencari kerja terdidik.
Perbedaan penelitian ini adalah adanya penambahan variabel jumlah tanggungan, jarak sebagai variabel independen serta variabel aspirasi kerja sebagai variabel antara yang mempengaruhi lama menganggur lulusan perguruan tinggi. Penelitian sebelumnya menggunakan variabel umur dan jenis kelamin yang mempengaruhi lama mencari kerja terdidik. Sedangkan persamaanya adalah sama-sama
46
menggunakan variabel pendapatan dan pengalaman kerja sebagai variabel independen dan variabel lama mencari kerja atau lama menganggur sebagai variabel dependen. 3.
A. Ihsan Triputrajaya. (2011), dalam penelitian yang berjudul “ Preferensi Pekerja dalam Memilih Pekerjaan Sektor Formal”
Preferensi Jenis Pekerjaan yang Dipilih, Lama studi, Pendapatan Tahun Pertama, Jam Kerja, Kesesuaian Jurusan, Lingkungan Kerja, Status Pekerjaan Sebelumnya dan Status Prestise Kerja
Analisis regresi biner Logistic Y= f (X1,X2,X3,X4,X5,X6,X7) Y1 = β0+β1X1 +β2X2+ β3X3 +β4X4+ β5X5+β6X6+ β7X7 +µ
Hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa variabel lama studi, jam kerja, kesesuaian jurusan, status pekerjaan tidak berpengaruh terhadap preferensi pekerja dalam memilih pekerjaan di sektor formal. Sedangkan, pendapatan ditahun pertama dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap preferensi pekerja dalam memilih pekerjaan di sektor formal.
Perbedaan penelitian ini adalah adanya variabel pendapatan rumah tangga, jumlah tanggungan, keterampilan, jarak terhadap lama menganggur. Sedangkan persamaannya adalah preferensi pekerjaan atau aspirasi kerja yang mempengaruhi pilihan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
47
4.
Kiki Suko Suroso. (2012), dalam penelitian yang berjudul “ Analisis Pengaruh Pendidikan, Keterampilan dan Upah terhadap Lama Mencari Kerja pada Tenaga Kerja Terdidik di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Demak”
LMK = a + b1 TP + b2 Lama Mencari Kerja, Pendidikan, TK D+ b3 WAGE + m Keterampilan dan Upah
5.
Peter Khun dan Mikal Skuterud (2004), dalam penelitian yang berjudul “Internet Job Search and Unemployment Duration”
Umur, status Metode Analisis Probit perkawinan, Status Pekerjaan, tingkat pendidikan, Migran, Akses Internet
Hasil penelitian tersebut bahwa diperoleh variabel pendidikan, keterampilan dan upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap lama mencari kerja tenaga kerja terdidik.
Perbedaan penelitian ini adalah adanya variabel pendapatan rumah tangga, jarak, jumlah tanggungan dan aspirasi kerja yang mempengaruhi lama menganggur lulusan. Sedangkan persamaannya adalah adanya variabel keterampilan yang berpengaruh terhadap lama mencari kerja terdidik.
Hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pencarian kerja menggunakan internet tidak mempersingkat waktu mencari kerja.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah penggunaan variabel adanya variabel umur, status perkawinan , status pekerjaan dan adanya akses internet yang mempengaruhi durasi dari seseorang menganggur.
48