Bab II
Tinjauan Pustaka
II.1 Penggunaan Plastik Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi. Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yaitu rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorf , jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras (Syarief, et al. 1989).
Plastik terbagi berdasarkan sifat-sifatnya terhadap perubahan suhu (Syarief, et al. 1989), yaitu: 1. Thermoplastic adalah jenis plastik yang meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu, mempunyai sifat reversible (kembali kepada sifat aslinya) yaitu kembali mengeras bila didinginkan. 2. Thermosetting adalah jenis plastik irreversible, tidak dapat mengikuti perubahan suhu. Bila terjadi pengerasan maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan tinggi tidak akan melunakkan plastik termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai sehingga sering digunakan untuk jenis-jenis melamin. Plastik jenis ini tidak menjadi prioritas dalam daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya hanya sekitar 10% dari volume jenis thermoplastic.
Pada umumnya plastik digunakan sebagai kemasan karena memiliki keunggulan antara lain bersifat kuat, ringan, tidak berkarat, termoplastis (heat seal), serta dapat diberi warna. Kelemahan bahan plastik adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat berpindah ke dalam bahan makanan dalam kemasan tersebut. Kualitas produk daur ulang yang menggunakan plastik bekas sebagai bahan baku harus memenuhi 3 (tiga) kebutuhan berikut ini (Staudinger.1974): 1. Bentuk yang memuaskan (butiran, pelet, bubuk)
B-6
2. Homogenitas, karena plastik tercampur akan tidak akan mempengaruhi sifat-sifat untuk proses dan produk.
Peningkatan teknik pemilahan daaur ulang plastik akan dapat mendorong produktivitas para pendaur ulang plastik. Hal tersebut akan dapat meningkatkan kemampuan pemilahan jenis plastik dengan lebih baik yang sangat berarti dalam meningkatkan kualitas plastik hasil daur ulang.
Penggunaan berbagai jenis plastik seperti PET, PS, ABS, PP, PE, dan PVC pada umumnya untuk kemasan makanan, minuman, peralatan rumah tangga, dan pelindung mesin elektronik baik dalam bentuk padatan ataupun lembaran. Jenis plastik bekas kemasan yang dapat di daur ulang ditampilkan dalam Tabel II.1.
Tabel II.1 Penggunaan Berbagai Jenis Plastik (Dodbiba, Fujita.2004) Jenis Polyethylene terephthalate (PET)
Polyethylene (PE)
Polyvinyl Chloride (PVC)
Polypropylene (PP)
Polystyrene (PS)
Penggunaan Diproduksi pada tahun 1941, merupakan bahan yang sangat baik untuk kemasan makanan, dalam beberapa aplikasinya seratnya digunakan untuk pakaian dan karpet, serta botol. Diproduksi sejak 1939, sebagai botol kemasan minuman, tangki gas, mainan anak, dan serat untuk pakaian. Diproduksi sejak 1938, digunakan dalam perpipaan dan sambungan, instalasi kabel, pengemasan, farmasi, listrik dan elektronik. Diproduksi sejak 1950, tahan air, untuk botol penyedap masakan, botol kecap, kemasan yoghurt, botol obat-obatan, botol infus, dan penutup accu kendaraan. Diproduksi sejak 1930, sebagai pengemasan bahan, pulpen, alat-alat elektronik, dan kotak perhiasan. PS juga digunakan sebagai kemasan makanan take out restoran dalam berat ringan.
Lanjutan Tabel II.1 Penggunaan Berbagai Jenis Plastik (Dodbiba, Fujita.2004) Jenis
Penggunaan
AcrylonitrileButadine Styrene (ABS) Di produksi sejak tahun 1960. Digunakan untuk peralatan elektronik
B-7
rumah tangga, komponen telepon, pipa dan sambungan, komponen dalam komputer, dan interior mobil. Bahan plastik ditemukan sebagai sampah antara lain seperti yang disebutkan dalam Tabel II.1, dapat dijadikan produk daur ulang sebagai berikut (Damanhuri. 2004 dari Tchobanoglous,1993):
Polyethylene terephthalate (PET- kode 1), didaur ulang sebagai serat polyester untuk sleeping bag, bantal, baju dingin, serat karpet, film, kemasan makanan, dan plastik otomotif. Pada daur ulang konvensional, saat ini terdapat upaya pembuatan botol depolimerisasi menjadi ethylene glycol dan terephthalic acid, kemudian repolimerisasi menjadi resin botol soft drink.
Polyethylene (PE) dikenal dalam 2 (dua) jenis berdasarkan densitas yaitu High Density Polyethylene (HDPE) dan Low Density Polyethylene (LDPE), dijelaskan sebagai berikut : High Density Polyethylene (HDPE-kode 2) -
Sifatnya berbeda satu dengan lain tergantung produk yang dihasilkan
-
Botol susu dari resin dengan indeks leleh rendah
-
HDPE rigid terbuat dari resin dengan indeks leleh tinggi
-
Misalnya digunakan pada lapis dalam dari botol oli yang terdiri dari 3 lapis.
Low Density Polyethylene (LDPE-kode 4) : misalnya untuk kemasan makanan, kemasan plastik lembaran, sebagian besar berakhir pada tempat sampah dan landfill
Polyvinyl Chloride (PVC- kode 3), banyak digunakan untuk pengemasan makanan, kabel listrik, isolasi kabel, pipa plastik, ember. Produk daur ulang PVC antara lain kontainer non makanan, floor tile, selang kebun, mainan anak, pot bunga, pipa drainase.
Polypropylene (PP- kode 5), biasa digunakan untuk bungkus baterai, tutup botol, label, dan kemasan makanan.
Polystyrene (PS- kode 6), biasa digunakan untuk kemasan kue kering, kemasan kaset, disket, dan kemasan compact disc.
Acrylonitrile Butadine Styrene (ABS), sebagai bahan sisa pakai banyak ditemukan adalah helm, kemasan pulpen, dan cover board motor. ABS didaur ulang sebagai mainan anak, keranjang plastik, dan kemasan pemantik api.
Proses daur ulang pada umumnya membutuhkan rekayasa seperti pemisahan dan pengelompokkan untuk mendapatkan limbah yang sejenis. Pada umumnya penerapan di
B-8
Indonesia dilakukan secara manual dengan tangan manusia dan secara mekanis dengan mesin untuk pencucian dan pencacahan (Damanhuri, 2004).
II.2
Teknologi Pemisahan Plastik
Limbah plastik sebagai salah salah satu bahan baku campuran sangat penting untuk dipisahkan dalam rangka daur ulang berkelanjutan (sustainable recycling). Pengusaha plastik bekas membutuhkan plastik campuran yang telah dipisahkan untuk mendapatkan bahan baku homogen (Dodbiba, Fujita, 2004). Tabel II.2 menampilkan kebutuhan pemurnian plastik terpisah untuk penggunaan kembali.
Tabel II.2 Penggunaan Berbagai Jenis Plastik (Dodbiba, Fujita, 2004) Tujuan Penggunaan Reuse plastik dalam circulating system sebagai plastik kualitas rendah Reuse plastik dalam circulating system sebagai virgin plastics Reuse plastik untuk pertanian, industri hortikultural, dll Penggunaan plastik sebagai oksidan dalam blast furnace
Kebutuhan kemurnian (%) > 95.0 > 99.5 > 99.0 < 1 % (PVC impurity)
Persoalan penting di masyarakat saat ini adalah cara minimasi limbah plastik yang aman untuk kesehatan lingkungan atau perpanjangan pelayanan lahan pembuangan. Persoalan tersebut sedang dihadapi oleh industri plastik, sehingga penelitian banyak difokuskan pada perancangan, pengembangan, dan pengujian jenis pemisahan serta teknik penyortiran yang sesuai untuk memisahkan plastik dalam campuran limbah sehingga dapat digunakan kembali atau diproses ulang menjadi produk baru. Sehubungan dengan hal ini, teknologi yang dikembangkan dalam pengolahan mineral dapat sangat membantu. Beberapa jenis teknik untuk pemisahan materi plastik telah dikembangkan, terbagi dalam dua kategori utama, yaitu pemisahan basah (wet separating techniques) dan pemisahan kering (dry separating).
II.2.1 Teknik Pemisahan Plastik dengan Wet Separating (Dodbiba, Fujita,2004)
B-9
Pada awal tahun 1970 publikasi pemisahan materi plastik campuran telah dilakukan oleh peneliti Jepang dengan cara mengembangkan teknik flotasi. Saitoh et.al,1976 menyatakan bahwa teknik flotasi diterapkan untuk plastik campuran dengan karakteristik tertentu untuk merubah ciri fisik plastik dari hidrofobik menjadi hidrofilik. Menggunakan teknik flotasi, plastik akan terkumpul dengan pemisahan lebih dari 95% dan kemurnian lebih dari 97%. Kounosu,1978 melakukan penelitian floatasi memisahkan PP dari PE menggunakan polyvinyl alcohol (PVA) yang memiliki derajat polimerisasi rendah.
Selanjutnya Shibata,1996 telah berhasil memisahkan 4 tipe plastik yang berbeda, polyvinyl chloride (PVC), polycarbonate (PC), polyacetal (POM), dan polyphenylene (PPE), menggunakan reagen cair seperti sodium ligninsulfonate, tannic acid, aerosol dan saponin. Pada tahap pertama, floatabilitas setiap jenis plastik diukur dengan kolom floatasi dengan keberadaan depressant bervariasi. Hasil tahap ini adalah memisahkan materi berat dari materi terapung (PPE), dengan pemisahan PPE sebesar 100%. Pada tahap kedua PVC terpisahkan 95,7% menggunakan sodium lignin sulfonat. Pada tahap ketiga materi terapung dengan 87.6% POM dan materi tenggelam dengan 90.3% PC berhasil dipisahkan dengan floatasi menggunakan kombinasi aerosol/saponin. Selanjutnya peneliti Italia mempelajari wet density separation pada beberapa tipe virgin plastic menggunakan sistem dynamic medium separation. Pemisahan plastik menggunakan media ini membutuhkan media dengan densitas rendah antara 1000-1300 kg/m3, antara lain digunakan air dan larutan kalsium khlorit, sodium khorit, kalsium nitrat, dan etil alcohol. Proses ini diuji terhadap campuran PS/PP menggunakan two-stage Tri Flo Separator dengan diameter 10 mm dan menggunakan air sebagai media yang ditampilkan pada Gambar II.1, berhasil memisahkan PP sebagai produk mengapung sebesar 99.9%.
B-10
Gambar II.1 Skematik Desain Tri-Flo Separator
Penelitian perilaku
PVC dan PET dalam Larcoderms dense medium
separator yang
ditampilkan pada Gambar II.2 dilakukan menggunakan larutan kalsium klorida sebagai media. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketebalan partikel dan pengkondisian permukaan memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku plastik dalam separator. Kompleksitas campuran plastik cacahan dalam ukuran, ketajaman, dan ketebalan dipisahkan dengan pemisahan densitas menggunakan Larcoderms yang ditujukan sebagai tahap preconcentration.
Gambar II.2 Diagram Operasional Lacorderms Separator
B-11
Tsunekawa, 2004 mengembangkan Tacub Jig yang ditampilkan pada Gambar II.3 untuk memisahkan plastik yang berasal dari peralatan elektronik. Hasilnya PVC dapat dipisahkan dari PE dengan kemurnian lebih dari 98%. Sehingga dikatakan bahwa kecepatan upstream dan amplitudo air merupakan parameter utama yang mempengaruhi efisiensi proses pemisahan.
Gambar II.3 Skematik Desain Tacub Jig
Meskipun teknik wet separation mampu melakukan pemisahan dengan baik, masih terdapat beberapa kekurangan antara lain : -
Dibutuhkan pengolahan air dari proses untuk reuse.
-
Kebutuhan reagen cair mahal
-
Perlu dilakukan pengeringan campuran setelah pemisahan
II.2.2 Teknik Dry Separating (Dodbiba, Fujita, 2004 dan Nakazawa, 2006) Dinger,1992 telah melakukan pemisahan PET dan PVC botol menggunakan conveyor, detektor resin/warna dan air jet ejector. Selanjutnya Arai,1995 menggunakan kolom tipe separator udara untuk dry separation plastik lain dari PVC, mengandung khlorin yang merusak furnace incinerator. Dengan menggunakan teknik ini, PVC
berhasil terkumpul dengan pemisahan di atas 80%. Nakajima, 2001
menggunakan air separation untuk memisahkan PET dan PVC dimana PET botol dan lembaran PVC (ketebalan 0.5 mm) telah di cacah dalam ukuran kecil dengan crusher tipe irisan. Setelah dicacah selama 90 detik, PET terpotong-potong, berputar melingkar, dan membentuk cacahan melengkung , kemudian terangkat pada laju udara 3 m/detik, sedangkan B-12
irisan PVC terkumpul sebagai materi berat dengan persentase pemisahan 100%. Penggunaan air classifier dalam pemisahan campuran plastik terbatas pada perbedaan densitas yang kecil antara jenis plastik yang akan diproses.
Dodbiba, 2003 meneliti kemampuan air table untuk memisahkan campuran PVC/PP. Air table adalah alat ringkas dengan geometri sederhana seperti yang ditampilkan pada Gambar II.4, dapat memisahkan materi dengan perbedaan densitas. Alat ini digunakan sejak vertical air classifier tidak dapat melakukan pemisahan fraksi densitas rendah dengan aliran udara. Berdasarkan banyak tes, Dodbiba melaporkan bahwa kemurnian PVC dan PP berturut-turut mencapai 99.9% dan 95.84%.
Gambar II.4 Skematik Desain Air Table
Triboelectric separation, merupakan salah satu jenis proses pemisahan elektrostatis yang menggunakan pengisian friksional. Teknologi ini banyak digunakan untuk pemisahan selektif dua jenis materi padat sebagai materi dielektrik.
Pada tahun 1990-an peneliti Canada mengembangkan
triboelectric fluidizing bed yang
ditampilkan pada Gambar II.5 untuk pemisahan dua campuran plastik yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan pemisahan efektif untuk acrylic, nylon PE atau PVC, mencapai kemurnian 95% atau lebih. Selanjutnya, pengisian plastik pada triboelectric menggunakan peluncuran dilengkapi dengan vibrator yang ditampilkan pada Gambar II.6.
B-13
Gambar II.5 Skematik Diagram Triboelectric Fluidizing Bed
Gambar II.6 Skematik Diagram Vibrating Chute Triboelectric
Matsushita,1999 memisahkan plastik campuran secara triboelektrik menggunakan rotating drum yang ditampilkan pada Gambar II.7, yang terdiri atas silinder dengan pencacah berputar untuk meningkatkan friksi satu sama lain antara kepingan plastik. Matsushita melaporkan bahwa campuran dua jenis plastik berhasil terpisah dengan kemurnian tidak kurang dari 90%.
B-14
Gambar II.7 Skematik Diagram Rotating Drum Tribolelectric Separator
II.3 Prinsip Dasar Pemisahan Berat (Gravity Separation) Pemisahan berat merupakan metode efektif untuk memisahkan mineral dengan perbedaan densitas. Efektivitas pemisahan juga tergantung pada ukuran partikel, tidak hanya densitas (Wills, 1979). Gambar II.8 berikut ini menunjukkan ukuran optimal untuk pemisahan dengan teknik gaya berat (Grant,1999).
Gambar II.8 Rentang Ukuran Optimum untuk Jenis-jenis Pemisahan Berat
Dua gaya berlawanan yang selalu ada dalam pemisahan berat adalah : a. Gaya Berat (tergantung pada specific gravity) b. Gaya hambat untuk pergerakan ( biasanya drag pada air)
B-15
Pemisahan akan terjadi dengan adanya perbedaan densitas. Kriteria konsentrasi akan digunakan sebagai parameter terjadinya pemisahan efektif untuk 2 jenis materi dengan densitas berbeda, mengikuti persamaan (Anderson,1979, Wills, 1979, Muller & Wienke, 2004):
Concentration Criterion (CC ) =
DH DF DL DF
(Persamaan
1)
Dimana DH adalah densitas materi berat, DF adalah densitas fluida dan DL adalah densitas materi ringan. Saat kriteria konsentrasi (CC) > 2.5, pemisahan berat akan lebih mudah. Jika nilai CC berkurang maka efisiensi pemisahan juga akan berkurang dan dibawah 1.25 pemisahan berdasarkan perbedaan berat tidak direkomendasikan (Wills, 1979 dan Yang, 1999).
II.3.1 Proses Jig Jigging merupakan metode lama yang dapat mencapai pemisahan dengan baik, meskipun dengan specific gravity yang berdekatan, jika ukuran partikel juga tidak jauh berbeda. Jika perbedaan specific gravity besar, maka jumlah pemisahan meningkat (Wills, 1979).
Pencapaian pemisahan dalam proses jig sesuai dengan beberapa kriteria berikut (Anderson. 1979) : -
Jigging dapat mencapai pemisahan dengan baik sampai ukuran 150 mikrometer.
-
Beroperasi dengan media luas dan membiarkan partikel berat jatuh
-
Frekuensi 55 – 330 per menit
-
Partikel berukuran lebih besar membutuhkan pantulan panjang.
Tabel II.3 menyajikan tipe-tipe reaktor jig beserta mekanisme pulsa dan modifikasi pantulan saat operasional.
B-16
Tabel II.3 Tipe-tipe Reaktor Jig dan Mekanisme Operasi (Anderson, 1979)
Berdasarkan jenis pantulan (stroke) jig terbagi menjadi 2 tipe, yaitu (Anderson. 1979) : 1. Down Stroke Partikel berat mengendap lebih cepat dari pada partikel tipis (ringan)
2. Up Stroke Partikel dengan densitas kecil terangkat lebih tinggi dari pada densitas lainnya
Kelebihan proses pemisahan dengan jig antara lain (Anderson, 1979) : •
Tidak membutuhkan suspensi cairan berat atau zat padat yang mengandung air
•
Partikel besar akan lebih mudah diolah (sampai 8 inch)
•
Semakin besar rentang densitas semakin mudah dipisahkan
•
Memungkinkan pemisahan dengan perbedaan ukuran
Kekurangan proses pemisahan dengan jig antara lain (Anderson, 1979):
B-17
•
Tidak berjalan baik jika mengandung terlalu banyak variasi ukuran yang berbeda jauh.
•
Sulit melakukan pemisahan jika specific gravity kecil
•
Umumnya efektif untuk partikel kasar.
Kondisi yang diperlukan untuk operasional jigging adalah sebagai berikut (Rahardyan, 2002): •
Keseragaman laju masuk umpan terkontrol (sistem kontinu)
•
Keseragaman komposisi umpan/partikel
•
Keseragaman distribusi ukuran partikel
•
Keseragaman ukuran media
•
Keseragaman pulsa (frekuensi dan kekuatan)
II.3.2 Metode Pemisahan Jig (Jig Separation) Dalam reaktor pemisahan jig, air atau campuran materi yang akan dipisahkan diletakkan di atas saringan yang ditampilkan pada Gambar II.9. Jig beroperasi dengan pergerakan periodik pulsa air melewati saringan. Kecepatan upward pada fluida membuat materi mencapai titik gantung tertentu, dimana setiap materi dikelilingi oleh cairan. Air berpengaruh sementara untuk menjaga posisi materi di atas saringan dan kemudian dialirkan kembali melewati kisikisi. Media partikel akan jatuh di atas saringan penyokong dan perbedaan percepatan partikel terjadi selama tahap ini dalam proses jig. Siklus operasi akan berulang. Proses ini menggunakan ukuran partikel lebih besar dari 0.2 mm (Wills, 1979).
Pada penelitian terdahulu dengan jig menggunakan sample ABS, PS dan PET, dihasilkan tiga partikel dari proses, partikel tipis yang bergerak ke atas media, partikel berat mengendap menuju dasar media dan partikel densitas ringan yang melewati permukaan saringan dan terkumpul di dasar reaktor jig (Tsunekawa, 2001). Namun pada kebanyakan kasus, proses jig digunakan untuk menghasilkan dua produk dalam ukuran besar
B-18
Gambar II.9 Skematik Diagram Proses Jig
Empat tahapan proses yang terjadi saat operasional reaktor jig terdiri dari tahap dilation, differential initial acceleration, hindered settling dan consolidation trickling (Rahardyan, 2002 dari Wills, 1979) dijelaskan sebagai berikut, dan selanjutnya ditampilkan dalam Gambar II.10. a. Dilation Tahap dilation terjadi saat diafragma menghasilkan pulsa dalam air, seluruh partikel bergerak ke atas menuju ketinggian maksimum. b. Differential Initial Acceleration Perbedaan percepatan awal diawali dengan terjadinya hisapan sehingga partikel mulai memisah berdasarkan densitas, bukan ukuran. Sebagai hasilnya, sejumlah kecil partikel yang lebih ringan lolos dan yang lebih berat mengendap lebih cepat, sehingga untuk waktu yang singkat, percepatan tergantung pada densitas partikel dan relatif tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Hal ini menunjukkan bahwa siklus pulsa/isap dapat dikendalikan secara tepat, biasanya antara 50 hingga 350 siklus per menit. c. Hindered Settling Pengendapan partikel terjadi berdasarkan densitas dan ukuran. Partikel yang lebih ringan terhalangi partikel yang lebih berat. Hal ini menyebabkan pemisahan menadi lebih cepat dan menjamin bahwa material terus terklasifikasikan. d. Consolidation Trickling Tahap konsolidasi terjadi ketika material tersebar dan membentuk celah-celah yang kecil.
B-19
Gambar II.10 Tahapan Pemisahan Material Pada Proses Jig*). *) Keterangan :Lingkaran besar = partikel lebih besar dan densitas partikel ditunjukkan dengan warna; yang putih lebih ringan Penelitian lain menyatakan bahwa selain pulsa udara, saringan dapat bergerak naik turun untuk mencapai pemisahan (Alan dan Rinon,1981). Efek ini dapat dicoba dengan menempatkan material tercampur dalam saringan, dan ditenggelamkan dalam wadah berisi air, kemudian diaduk naik turun.
Kecepatan terminal partikel dipengaruhi oleh perbedaan densitas dan ukuran, sehingga pemisahan tercapai menjadi tiga fasa yaitu fasa kecil ringan, besar berat, dan campuran besar ringan dan kecil berat. Diawali dari posisi diam, sebuah partikel dalam aliran bergerak cepat sampai mencapai kecepatan terminal. Kecepatan ini diraih dengan drag force yang meningkat dari nol (saat diam) hingga sama dengan gaya garvitasi bersih. Sebagaimana klasifikasi udara, fasa percepatan pergerakan partikel mempengaruhi lama proses jig berlangsung. Pemisahan dengan jig dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja pada fluida dan partikel yang akan dipisahkan. Adapun gaya-gaya yang mempengaruhi kecepatan pemisahan proses jig diuraikan sebagai berikut (Alan dan Rinon,1981, Yang, 1999):
a. Gaya Berat (Gravity Force) B-20
Gravity Force pada proses jig diartikan sebagai gaya berat yang merupakan fungsi dari massa partikel dan percepatan gravitasi. FG = m x g ,
(Persamaan 2)
dimana, m = massa partikel (kg) dan g = percepatan gravitasi = 9,81 m/det2.
b. Gaya Drag Persamaan drag digunakan untuk menghitung gaya drag berdasarkan pergerakan objek dalam fluida. Gaya yang terjadi pada pergerakan materi dalam fluida adalah (Wills, 1979): 1 Fd = v 2 C d A , 2
(Persamaan 3)
dimana Fd adalah gaya drag (N), densitas fluida, v adalah kecepatan fluida, A adalah luas permukaan objek, Cd adalah koefisien drag. Gaya Drag disebabkan oleh fluida yang dengan objek bergerak, sebagai fungsi dari kecepatan fluida dan densitas sepanjang luas area objek dan koefisien drag. Koefisien drag merupakan fungsi dari bilangan Reynold, tergantung pada densitas fluida, viskositas, dan kecepatan sepanjang gerakan fluida. Beberapa koefisien drag disesuaikan dengan rentang Bilangan Reynold tertentu. Bilangan Reynold dihitung berdasarkan persamaan berikut (Olson, 1990):
Re =
vD , μ
(Persamaan 4)
dimana, = densitas fluida (kg/m3), v= kecepatan objek (m/det), D = diameter objek (m), dan = viskositas dinamik (N m/det2).
Persamaan komprehensif untuk memperkirakan nilai CD dari fluida Newtonian telah dipublikasikan oleh Mpandelis, 2006 dari Clift et al,1978. dengan rentang 0,01< Re < 3,38 x 105, namun untuk pengujian beberapa hubungan yang ditujukan untuk fluida Newtonian atau untuk non-Newtonian, Machac et al, 1995. menemukan bahwa nilai CD mengikuti persamaan 5 untuk rentang Re > 1 hingga Re < 1000.
[
C D = 2.25 Re 0.31 + 0.36 Re 0.06
]
3.45
(Persamaan 5)
B-21
c. Gaya Buoyant Gaya buoyant pada suatu objek diartikan sebagai gaya vertikal yang bersumber dari fluida yang kontak dengan objek. Sebuah objek mengapung mengalami kontak hanya dengan fluida dan gaya permukaan dari fluida adalah setimbang dengan gaya berat objek. Perhitungan gaya buoyant mengikuti persamaan berikut ini (Yang, et.al, 1999): FB = f x g x Volume objek ,
(Persamaan 6)
dimana f = densitas fluida, dan g= percepatan gravitasi
Percepatan awal materi dapat ditentukan berdasarkan pengaruh gaya terhadap pergerakan materi dalam proses jig, sebagai berikut (Alan dan Rinon,1981, Wills, 1979) :
FG FB FD =
V S d , g dt
(Persamaan 7)
dimana FG= gaya gravitasi , FB= gaya apung, FD= Drag Force, V= volume partikel, s= densitas partikel, g= percepatan gravitasi, v= kecepatan partikel dan t= waktu pemisahan.
Pengaruh gaya-gaya yang bekerja pada partikel bulat dalam fluida ditampilkan dalam Gambar II.11 (Rcheel, 2004), dimana pada partikel yang jatuh melewati fluida dipengaruhi oleh gaya buoyant (FB) dan gaya drag (FD) yang bekerja pada arah ke atas, berlawanan arah dengan gaya berat (FG).
Gambar II.11 Gaya-gaya yang Bekerja pada Pergerakan Partikel dalam Fluida
B-22
Pada waktu (t) = 0, dengan FD = 0, dan FE = Vs , FB = V, dimana = densitas fluida , percepatan inisial adalah (Alan dan Rinon,1981. Anderson, 1979): ac =
d
g = 1 dt s
(Persamaan 8)
Persamaan 8 menunjukkan partikel dengan kesamaan densitas, tanpa memperhatikan ukurannya, memiliki kesamaan percepatan. Dua partikel dengan perbedaan densitas menunjukkan bahwa partikel berat memiliki inisial percepatan lebih besar daripada partikel ringan. Walaupun perbedaannya kecil, dan siklus pendek, percepatan partikel saat proses jig merupakan prinsip dasar operasi jigging .
Pada operasional reaktor dengan proses jig, dua partikel dengan persamaan densitas tetapi dengan ukuran yang berbeda yaitu A adalah partikel besar dan B adalah partikel kecil. Kedua partikel dimulai dalam keadaan diam, partikel besar akan bergerak lebih cepat. Tetapi saat kecepatan terminalnya lebih besar, partikel tersebut akan tetap bergerak cepat jika partikel kecil mencapai kecepatan terminal. Dua partikel dengan persamaan ukuran tetapi dengan perbedaan densitas, kecepatan partikel untuk densitas yang lebih besar akan lebih besar pula, dan partikel akan bergerak dalam aliran.
Bila ada tiga partikel, dimana C memiliki densitas lebih besar tetapi ukuran yang lebih kecil, maka kecepatan terminal C sama dengan partikel besar A. Keadaan ini akan membuat partikel A dan C sulit terpisah dalam pengendapan sederhana.
II.3.3 Desain Reaktor Jig Ukuran sebenarnya untuk sebuah reaktor jig pemisahan mineral dibatasi oleh masalah operasional seperti pemisahan fraksi ringan melebihi area dan pergerakan pulsa air. Lebar jig dirancang tidak melebihi 60 cm dan panjangnya adalah 1,5 x lebar. Variabel operasional utama adalah frekuensi pantulan pulsa dan percepatan. Jig seharusnya dirancang untuk menjamin variable-variabel ini aman dalam operasi. Penggunaan tenaga adalah sekitar 0,1 sampai 0,15 hp/ft2 dari area saringan dan dapat diperkirakan dengan persamaan berikut (Alan dan Rinon,1981):
hp =
Ad 1 / 2 , 5000
(Persamaan 9)
B-23
dimana A = luas saringan (inc2), dan d = diameter partikel (mm) Ketinggian air sebaiknya rendah, meskipun dapat divariasikan kedalamannya tergantung pada panjang pantulan, dan ukuran material-material.
Apabila dalam penelitian digunakan saringan dengan diameter sama untuk setiap variasi, maka tenaga atau energi yang dialami oleh materi dalam fluida mengikuti persamaan (Olson, 1990) :
Tenaga = x g x A x v x H
(Persamaan 10)
Persamaan 10 menunjukkan berat per satuan waktu dalam satuan Watt, dimana = densitas campuran air-materi (kg/m3), g = percepatan gravitasi (m/detik2), A = luas reaktor (m2), v = kecepatan fluida (m/detik), dan H= tinggi pantulan (m)
II.4
Penelitian Jig untuk Pemisahan Limbah Plastik (Tsunekawa,2001)
Di Jepang sebuah Tacub Jig diaplikasikan untuk memisahkan limbah plastik polystyrene (PS), acrylonitrile butadiene styrene (ABS), dan polyethylene terephtalate (PET), yang digunakan dalam mesin fotokopi. Pengaruh pulsa air termasuk amplitudo dan frekuensi dalam kemampuan pemisahan telah diteliti dengan hasil 99,8% PS, 99,3% ABS dan 98,6% PET yang terpisah sebagai produk di lapisan atas, tengah, dan lapisan bawah dalam reaktor.
II.4.1 Pemisahan Dua Jenis Campuran Amplitudo memiliki hubungan yang bertolak belakang pada masing-masing lapisan. Semakin kecil amplitudo, maka akan semakin banyak lapisan ABS yang tertinggal di bagian bawah, namun lapisan PS bagian atas yang paling tebal terjadi pada amplitudo sebesar 13 cm dengan pulsa sebanyak 40. Data tersebut menunjukkan adanya amplitudo optimum untuk setiap proses pemisahan lapisan. Frekuensi pulsa juga mempengaruhi proses pemisahan campuran PS/ABS. Tebalnya lapisan ABS di bagian bawah akan meningkat dengan menurunnya frekuensi, 99% produk ABS dapat terpisah pada frekuensi 10 siklus/menit. Namun, pemisahan PS tidak dipengaruhi oleh frekuensi, 99-98% PS dapat terpisah pada semua variasi frekuensi. Amplitudo sebesar 10 cm, cukup untuk memperluas lapisan dan pemisahan yang baik akan terjadi setelah jumlah pulsa yang tertentu.
B-24
Jika amplitudo yang digunakan berada di bawah amplitudo yang mampu mengekspansi lapisan, berkurangnya frekuensi akan menambah waktu untuk pengendapan terpisah partikel ABS, hal ini akan menyebabkan tebalnya lapisan ABS di lapisan bawah sehingga diperlukan amplitudo dan jumlah pulsa kritis untuk ekspansi dan pemisahan lapisan.
II.4.2 Pemisahan Tiga Jenis Campuran Tingkat PS di lapisan atas akan lebih besar dari 99% pada setiap variasi amplitudo. Dengan berkurangnya amplitudo, tingkat ABS pada bagian tengah, dan PET pada bagian bawah akan meningkat mencapai angka 96,7 dan 99,2 % yaitu pada amplitudo 4 cm. Data tersebut menyatakan bahwa amplitudo yang besar dapat mengganggu pemisahan PET (partikel berat) dan ABS ( partikel dengan berat menengah)
Lapisan PS pada bagian atas tidak dipengaruhi oleh perubahan frekuensi dan lebih besar dari 99%. Frekuensi memiliki hubungan yang bertolak belakang dengan tingkat lapisan di tengah dan bawah. ABS pada lapisan tengah akan meningkat dengan berkurangnya frekuensi dimana PET di lapisan bawah akan berkurang. Tingkat lapisan ABS tertinggi adalah 96,7% yang terjadi pada frekuensi 10 siklus/menit, dan tingkat lapisan PET tertinggi adalah 99,2% pada frekuensi 40 siklus/menit.
B-25