BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Plastik Konvensional
Plastik adalah senyawa polimer yang terbentuk dari polimerisasi molekul-
molekul kecil (monomer) hidrokarbon yang membentuk rantai yang panjang dengan struktur yang kaku. Plastik bila direaksikan dengan plasticizer dan bahan
aditif lainnya akan mudah dibentuk atau dimodifikasi menjadi bentuk lain. Plastik
merupakan senyawa sintesis dari minyak bumi (terutama hidrokarbon rantai
pendek) yang dibuat dengan reaksi polimerisasi molekul-molekul kecil (monomer) yang sama, sehingga membentuk rantai panjang dan kaku dan akan menjadi padat setelah mencapai suhu pembentukannya. Plastik memiliki titik didih dan titik beku yang beragam, tergantung dari monomer pembentuknya. Monomer yang sering digunakan adalah etena (C2H4), propena (C3H6), stirena (C8H8), poli vinil klorida (PVC), nilon ((CH2)6(CONH)2(CH2)4) dan karbonat (CO3). Plastik merupakan senyawa polimer yang penamaannya sesuai dengan nama monomernya dan diberi awalan poli-. Contohnya, Plastik yang terbentuk dari monomer-monomer propena, namanya adalah polipropilena. Polimer lain yang umum diproduksi selain plastik adalah serat dan karet (elastomer). Polimer merupakan molekul besar (makromolekul) yang terbangun oleh susunan unit ulangan kimia yang kecil, sederhana dan terikat oleh ikatan kovalen. Unit ulangan ini biasanya setara atau hampir setara dengan monomer, yaitu bahan awal dari polimer. Struktur kimia polimer yang digunakan sebagai bahan pembuatan plastik secara umum dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1.
8
9
Bab II Tinjauan Pustaka
Sumber : (GoGreenIndonesia/Everiday’sTidBid, 2011) Gambar 2.1 Struktur Kimia Polimer-Bahan Penyusun Plastik
Berdasarkan survey dari tahun 1970 sampai 2010 konsumsi plastik dunia makin meningkat jauh melebihi logam besi dan baja. Kebutuhan plastik masyarakat Indonesia di tahun 2002 sekitar 1,9 juta ton kemudian meningkat menjadi 2,1 juta ton di tahun 2003 dan di tahun 2004 meningkat lagi menjadi 2,3 juta ton per tahun (Dewi Martaningtyas, 2004). Terdapat alasan-alasan ekonomis yang dapat diterima dalam kecenderungan tersebut. Plastik lebih ringan tetapi kuat, transparan, tahan air, harganya relatif murah/ terjangkau dan umumnya lebih tahan terhadap korosi. Seperti logam, plastik juga dapat dipadu untuk memperbaiki sifat-sifat fisiknya. Dan jika dihubungkan dengan kenaikan harga energi, plastik dapat diproduksi dan diproses dengan masukan energi yang lebih rendah daripada logam (Stevens, 2001). Contoh plastik konvensional yang sering digunakan ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut ini.
(i)
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
10
Bab II Tinjauan Pustaka
(ii)
(iii) Sumber : (GoGreenIndonesia/Everiday’sTidBid, 2011) Gambar 2.2 (i) Plastik Konvensional (ii) dan (iii) Contoh Produk Plastik Konvensional
Jika diklasifikasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan kegunaannya maka plastik dibagi menjadi plastik komoditi dan plastik teknik (Platzer, 1981, Gillespie, 1986). Plastik komoditi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (Stevens, 2001) a. Volume yang tinggi. b. Harga yang murah. c. Plastik ini dapat dibandingkan dengan baja dan aluminium dalam industri logam. d. Sering dipakai dalam bentuk barang pakai-buang (disposable) seperti bahan pengemas. Contoh dan kegunaan polimer komersial ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut ini. Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
11
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.1 Contoh dan Kegunaan Polimer Komersial
Polimer komersial
Polietilena massa jenis rendah (LDPE)
Bahan pengemas, isolasi kawat, dan kabel, barang mainan, botol yang lentur, bahan pelapis
Polipropilena (PP)
Botol, drum, pipa, saluran, lembaran, film, isolasi kawat dan kabel
Poli vinil klorida (PVC)
Tali, anyaman, karpet, film, bahan bangunan, pipa tegar, bahan untuk lantaui, isolasi kawat dan kabel
Polistirena (PS) Sumber : (Stevens, 2001)
Bahan pengemas (busa), perabotan rumah, barang mainan
Kegunaan atau Manfaat
Sedangkan plastik teknik memiliki ciri-ciri, yaitu : (Stevens, 2001)
a. Harga yang lebih mahal b. Volume lebih rendah c. Memiliki sifat mekanik yang unggul dan daya tahan yang lebih baik d. Dalam berbagai aplikasi sering bersaing dengan logam, keramik, dan gelas Contoh : Nilon, polikarbonat, polisulfon, poliester Jika dilihat dari sifatnya, plastik dibagi menjadi termoplastik dan termoset. Termoplastik mempunyai sifat jika dipanaskan akan menjadi plastis dan jika terus dipanaskan sampai suhu lebih dari 200º C dapat mencair. Bila suhu kemudian diturunkan (didinginkan), material plastik akan mengeras dan dapat dibentuk kembali. Termoset adalah plastik yang apabila setelah diproses menjadi produk tidak dapat kembali seperti bentuk semula. Jika diumpamakan dengan makanan, termoplastik seperti coklat yang dapat mencair dan mengeras berulang kali dan tetap saja kita akan mendapatkan coklat, sedangkan termoset seperti biskuit yang sekali dicetak tidak dapat kembali ke bentuknya lagi (Anonim2, 2009). Plastik merupakan industri hilir yang tergantung pada bahan baku. Bahan baku plastik berikut asalnya ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut ini.
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
12
Bab II Tinjauan Pustaka
Sumber : (A division of Regal Supply Company, 1999-2000) Gambar 2.3 Macam-Macam Bahan Baku Plastik
Secara umum proses produksi plastik di industri meliputi tiga tahap yaitu: (Hartono, 1993) a. Pelunakan Menggunakan panas, sehingga mudah mengalir, dan siap dibentuk oleh cetakan. b. Pembentukan Memanfaatkan tekanan, agar plastik dialirkan dan dibentuk melalui cetakan. c. Pemadatan Bentuk akhir produk dibiarkan memadat.
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
13
Bab II Tinjauan Pustaka
Berikut adalah teknik pemrosesan plastik berdasarkan sifat plastik yang
akan dibuat yang ditunjukkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Teknik Pemrosesan Plastik
Termoplastik Cetak injeksi Ekstrusi Cetak hembus Termoforming Cetak Putar Kalendering Sumber : (Hartono, 1993)
Termoset Cetak Kempa Cetak alih/transfer Cetak injeksi Cetak injeksi reaktif Cetak plastik diperkuat
Dalam Tabel 2.2, terdapat beberapa teknik pemrosesan plastik. Dalam menentukan teknik yang tepat perlu diperhatikan hal-hal berikut: (Hartono, 1993) a. Komponen yang akan dibuat termoplastik atau termoset b. Bentuk komponennya c. Jumlah produk yang diperlukan dan laju pembuatannya Pada saat ini kebanyakan plastik yang digunakan adalah plastik konvensional yang banyak menimbulkan masalah bagi lingkungan. Biasanya plastik konvensional ini berbahan dasar minyak bumi, gas alam, atau batu bara. Bahan plastik yang terbuat dari material minyak bumi seperti petroleum tidak dapat terurai dengan mudah karena akan membutuhkan puluhan tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Apabila plastik dihancurkan dengan cara dibakar akan menghasilkan zat berbahaya yang dapat merusak kesehatan dan lingkungan (Bioplastikyangramahlingkungan.html). Akibatnya plastik yang tertimbun dalam tanah akan memengaruhi kualitas air tanah serta dapat memusnahkan kandungan humus yang menyebabkan tanah menjadi tidak subur (Martaningtyas, 2002). Plastik dapat pecah dan lapuk karena sinar ultraviolet dan proses-proses fisik yang terjadi di alam. Plastik tersebut tidak benar-benar hancur tetapi hanya ukurannya saja menjadi lebih kecil dan akhirnya dapat menyusup ke rantai makanan. Proses pelapukan plastik akan melepaskan berbagai bahan berbahaya seperti PCB (polychlorinated biphenyl) dan dioksin. Plastik yang mengalir bersama limbah lainnya ke laut akan terapung-apung dan sering disalah pahami oleh hewan sebagai plankton atau ubur-ubur. Banyak hewan pemangsa memakan
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
Bab II Tinjauan Pustaka
14
plastik yang mengalami keracunan. Plastik juga tidak dapat dicerna dan tersangkut di saluran pencernaan menyebabkan matinya hewan, plastik tersebut tidak rusak
dan dapat membunuh hewan lainnya.
Berbagai usaha telah banyak dilakukan untuk menangani masalah
pencemaran yang diakibatkan oleh sampah plastik, yaitu pembakaran, daur ulang dan penimbunan. Pembakaran sampah plastik dalam jumlah besar dapat menimbulkan gas yang bersifat korosif dan beracun, seperti HCl, HCN, NH3, dan
SO2. Disamping itu bahan plastik dari kelompok poliolefin bila dibakar tidak akan mengalami degradasi melainkan hanya meleleh dan setelah dingin memadat
kembali. Proses daur ulang memerlukan biaya sangat besar dan kurang efektif karena harus memisahkan sampah plastik yang dapat didaur ulang dan yang tidak dapat didaur ulang. 2.2
Plastik Biodegradable (Bioplastik) Seiring perkembangan zaman telah ditemukan plastik ramah lingkungan
atau disebut plastic biodegradable yang terbuat dari bahan-bahan alami antara lain selulosa, pati, kolagen, kasein, protein, khitosan, khitin, atau lipid dari hewan. Bahan-bahan alami ini termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan sampah plastik yang dihasilkan dapat didegradasi oleh alam dan mikroorganisme sehingga tidak menjadi beban lingkungan (biodegradable) (Wawan, 2005). Plastik biodegradable merupakan polimer yang dapat berubah menjadi biomassa, H2O, CO2 dan atau CH4 melalui tahapan depolimerisasi dan mineralisasi. Depolimerisasi terjadi karena kerja enzim seluler yang terdiri atas endo dan ekso enzim. Endo enzim memutus ikatan internal pada rantai utama polimer secara acak, sedangkan ekso enzim memutus unit monomer pada rantai utama secara berurutan. Bagian-bagian oligomer yang terbentuk dipindahkan ke dalam sel dan mengalami mineralisasi membentuk CO2, CH4, N2, air, garamgaram mineral dan biomassa. Definisi polimer biodegradable dan hasil akhir yang terbentuk dapat beragam bergantung pada polimer, organisme, dan lingkungan (Kaplan et al, 1993 dalam Hartoto et al, 2005). Siklus produksi dan degradasi polimer biodegradable ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut ini. Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
Bab II Tinjauan Pustaka
15
Sumber : (IBAW Publication, 2005) Gambar 2.4 Siklus Produksi dan Degradasi Biodegradable Polymer
Berdasarkan proses pembuatannya, plastik yang mudah terurai dibedakan atas 3 tipe yaitu: 1.
Plastik yang dihasilkan dari suatu bahan akibat kerja dari suatu jenis mikroorganisme (prekursor)
2.
Plastik yang dibuat berdasarkan hasil rekayasa kimia dari bahan polimer alami seperti serat selulosa dan bahan berpati (amilum).
3.
Plastik dengan bahan baku polimer sintetik sebagai hasil dan sintesa minyak bumi seperti poliester kopolimer. Suryati (LIPI, 1994) menyatakan bahwa faktor utama polimer yang dapat
terdegradasi secara alamiah adalah polimer alam yang mengandung gugus hidroksil (- OH) dan gugus karboksil (= CO) dan proses degradasi terutama dikarenakan serangan mikroorganisme. Tingkat degradasi bioplastik bervariasi tergantung suhu, stabilitas polimer, dan tersedianya oksigen. Akibatnya, sebagian besar bioplastik dapat terurai pada kondisi yang dikontrol ketat dalam unit industri kompos. Dalam tumpukan sampah, tanah atau di air, bioplastik masih sulit terdegradasi. Sebuah standar ISO Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
Bab II Tinjauan Pustaka
16
yang disepakati secara internasional, yaitu EN13432, mendefinisikan seberapa cepat dan sampai sejauh mana plastik rusak di bawah kondisi kompos komersial
sehingga dapat dikategorikan biodegradable. Standar EN13432 yaitu suatu jenis plastik dengan tebal 2 mm harus terurai 90% menjadi gas CO2 dalam 6 bulan.
Contoh proses degradasi plastik biodegradable ditunjukkan pada Gambar 2.5 berikut ini.
Sumber : (BioPlastik _ MonRuw.htm) Gambar 2.5 Contoh Proses Degradasi Plastik Biodegradable
Proses degradasi secara kimia lingkungan terbagi atas 2 lingkungan degradasi, yaitu lingkungan biotik dan abiotik. Degradasi dalam lingkungan biotik umumnya terjadi karena serangan mikroba seperti bakteri, kapang, ganggang dan lainnya, sedangkan proses degradasi pada lingkungan abiotik meliputi degradasi karena sinar UV, panas, hidrolisis, oksidasi dan lainnya. Proses yang terjadi pada degradasi bioplastik aerobik: Cbioplastik + O2 à CO2 + H2O + Cresidu + Biomassa Proses yang terjadi pada degradasi bioplastik anaerobik : Cbioplastik à CH4 +H2O + Cresidu + Biomassa Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
17
Bab II Tinjauan Pustaka
Beberapa keunggulan dari bioplastik diantaranya adalah :
1.
Dapat mengurangi emisi CO2. Satu metrik ton bio-plastik menghasilkan
antara 0,8 sampai 3,2 metrik ton lebih sedikit karbon dioksida dari satu metrik
ton plastik berbasis minyak bumi.
2.
Mengatasi masalah semakin berkurangnya sumber minyak bumi dengan kenaikan harga minyak yang semakin meningkat sebagai bahan pembuatan
plastik konvensional. 3.
Mengurangi limbah yang dihasilkan oleh plastik konvensional seperti gas
metana yang dapat menyebabkan efek rumah kaca.
4.
Meningkatkan perekonomian di pedesaan, harga tanaman seperti jagung telah meningkat tajam di tengah kepentingan global dalam produksi biofuel dan bio-plastik. Negara-negara di seluruh dunia telah memanfaatkan beberapa tanaman sebagai bahan baku alternatif untuk menjaga lingkungan dan ketersediaan energi. Studi dan penggunaan polimer biodegradable telah meningkat pada
beberapa aplikasi seperti pengemas, pembungkus kertas, serat, film, dan biomedis. Tipe-tipe aplikasi ini membutuhkan polimer dan monomer dengan ciri khusus, yang harus dipenuhi sebelum dipasarkan. Polimer ini harus biodegradable dan tidak toksik. Disisi lain polimer ini juga harus memiliki ciri kimia, mekanis, dan termal yang baik. Sebagai contoh, dalam bidang pengemasan bahan bakunya harus dapat diperbaharui (renewable) dan produk akhirnya dapat dikomposkan (Touminen 2003). Pada tahun 2010, diproyeksikan produksi plastik biodegradable akan mencapai 1.200.000 ton atau menjadi 1/10 dari total produksi bahan plastik. Industri plastik biodegradable akan berkembang menjadi industri besar di masa yang akan datang (Pranamuda H, 2009). Berdasarkan
bahan
baku
yang
dipakai,
plastik
biodegradable
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia (non-renewable resources) dengan bahan aditif dari senyawa bioaktif yang bersifat biodegradable. Kelompok kedua adalah bahan baku yang seluruhnya berasal dari sumber daya alam terbarukan (renewable resources) Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
18
Bab II Tinjauan Pustaka
seperti dari tanaman pati dan selulosa serta hewan seperti cangkang atau dari mikroorganisme yang dimanfaatkan untuk mengakumulasi plastik yang berasal
dari sumber tertentu seperti lumpur aktif atau limbah cair yang kaya akan bahan bahan organik sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme tersebut
(Wikipedia, 2009; Adam S dan Clark D, 2009). Menurut laporan Pranamuda H (2009) dalam penelitiannya, menyatakan
bahwa saat ini polimer plastik biodegradable yang telah diproduksi adalah
kebanyakan dari polimer jenis poliester alifatik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Sumber : (Makalah Proses Industri Kimia, 2009) Gambar 2.6 Plastik Biodegradable dari Golongan Poliester Alifatik
Plastik biodegradable yang sudah diproduksi dalam skala industri, antara lain : 1.
Poli (ε-kaprolakton) (PCL) : PCL adalah polimer hasil sintesis kimia menggunakan
bahan
baku
minyak
bumi.
PCL
mempunyai
sifat
biodegradabilitas yang tinggi, dapat dihidrolisis oleh enzim lipase dan esterase yang tersebar luas pada tanaman, hewan dan mikroorganisme. Namun titik lelehnya yang rendah, yaitu 60oC, menyebabkan pemakaiannya menjadi terbatas (Awaliyyah RF, 2008 ; Pranamuda H, 2009). 2.
Poli (ß-hidroksi butirat) (PHB) : PHB adalah poliester yang diproduksi sebagai cadangan makanan oleh mikroorganisme seperti Alcaligenes (Ralstonia) eutrophus, Bacillus megaterium dsb. PHB mempunyai titik leleh
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
Bab II Tinjauan Pustaka
19
yang tinggi yaitu 180oC. Namun karena derajat kristalinitasnya yang tinggi
menyebabkan sifat mekanik dari PHB kurang baik (Ping KC, 2006). 3.
Poli (butilena suksinat) (PBS): PBS mempunyai titik leleh yang setara dengan
plastik konvensional polietilen, yaitu 113oC.
4.
Poli asam laktat (PLA) : PLA merupakan poliester yang dapat diproduksi menggunakan bahan baku sumber daya alam terbarukan seperti pati dan
selulosa melalui fermentasi asam laktat. PLA mempunyai titik leleh yang
tinggi sekitar 175oC, dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparan
(Kurniawan RA, 2010 ; Pranamuda H, 2009).
2.3
Beberapa Penelitian Tentang Pembuatan Bioplastik yang Pernah Dilakukan Penelitian tentang bioplastik berbahan dasar pati pertama kali dipatenkan
pada akhir tahun 80-an. Penggunaan pati sebagai bahan utama pembuatan bioplastik memiliki potensial yang besar karena di Indonesia terdapat berbagai tanaman penghasil pati seperti singkong, jagung, beras dan tanaman lainnya, selain itu harga bahan baku pati relatif terjangkau bagi semua kalangan masyarakat. Untuk memperoleh bioplastik, pati ditambahkan dengan plasticizer seperti gliserol, sorbitol, polietilen glikol dan lainnya sehingga diperoleh plastik yang lebih kuat, fleksibel dan licin. Namun, terdapat dua kekurangan pada plastik berbahan pati, yaitu rendahnya kekuatan mekanik seperti kekuatan tarik, perpanjangan dan modulus Young, serta bersifat hidrofilik. Untuk mengatasi kekurangan ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah pencampuran pati dengan polimer sintetis atau polimer lain seperti polietilen. Namun, hasilnya hanya pati saja yang dapat terdegradasi, polimer sintetis tetap sulit didegradasi, sehingga masih menimbulkan masalah lingkungan. Cara lain adalah pencampuran pati dengan selulosa, gelatin dan jenis biopolimer lainnya yang dapat memperbaiki kekurangan dari sifat bioplastik dari bahan baku pati (Weiping Ban, 2005). Beberapa penelitian pembuatan bioplastik yang pernah dilakukan terdapat pada Tabel 2.3. Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
20
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.3 Beberapa Contoh Penelitian Pembuatan Bioplastik yang Pernah Dilakukan
No. 1.
Peneliti,
Tahun
Devie Lolita GumantiMahasiswa Universitas Pelita Harapan Jurusan Bioteknologi/ 15 Mei 2011
Bahan Baku Pati
Jenis Plasticizer/ Aditif Gliserol
Gliserol, Gelatin
2.
Carolina Panggabean, 02 Maret 2011-Blog "Plastik"
Tepung Jagung dan Tepung Tapioka
Gliserol
3.
Yuli Darni/8 Juli 2010
Pati Pisang
Gelatin, Polyol
4.
Yuli Darni, Chici A, Sri Ismiyati D (Jurusan Teknik Kimia Universitas Lampung2008)
Pati Pisang
Gliserol, Gelatin
Kondisi Operasi Gliserol 1% v/ v, reaksi pada 95 oC, 25 menit, Pengeringan 24 jam, 60 oC Gelatin 10% b/ v Gliserol 1% v/ v, reaksi pada 95 oC, 25 menit, Pengeringan 24 jam, 60 oC Gelatinisasi pada 80oC – 85oC Pengeringan 24 jam, 100 oC pati : gliserol = 6:4, 7:3 dan 8:2 Gelatinisasi T = 70, 80, 90, dan 100°C Pati : gelatin = 6:4, 7:3, 8:2, 9:1 dan 10:0 (m/ m) Pati 500 ml (4 g/ 100 ml) Gliserol : campuran = 1:4 Gelatin 10-40 % (b/ v) Variasi gelatinisasi, yaitu 70, 80 dan 90 oC Pati pisang : gelatin = 6:4, 7:3, 8:2, 9:1 dan 10: 0 (m/m)
5.
Hongkong Chinese Women’s Club College (Making bioplastics from cellulose waste)
Daun jagung (selulosa murni)
Gelatin
Daun jagung : gelatin = 20 : 5 (g/g), Hidrolisis dengan 80 ml NaOH, 40 rpm, 24 jam Bleaching menggunakan H2O2, 40 rpm, 24 jam, Sentrifugasi 6000 rpm, 30'
Hasil Transparan, terdapat pori (rongga) dan elastik. Lebih rapat (dense), persen perpanjangan bagus, penyerapan air kurang. Memiliki banyak pori (rongga), banyak menyerap air. Daya tahan maksimum terhadap air pada kandungan gelatin 10%.
Peningkatan kandungan gliserol akan menurunkan kekuatan tarik dan absorbsi air. Fleksibilitas dan permeabilitas uap air mengalami peningkatan.
Bioplastik berupa lembaran tipis plastik (film plastic). Gelatin 10 % dapat meningkatkan ketahanan bioplastik terhadap air. Penambahan gelatin hanya efektif pada kandungan < 10 %. Kekuatan tarik dan modulus Young lebih optimal pada kandungan gelatin tertinggi dan sedikit pati. Penambahan gelatin kurang mempengaruhi kekuatan tarik dan persen perpanjangan. Modulus Young tertinggi 377,686 MPa pada gelatin tertinggi sebesar 40 % dan yang terendah pada bioplastik tanpa gelatin 349,457 MPa. Dengan gelatin memiliki banyak rongga (pori), terlihat lebih rapat (dense), memiliki persen perpanjangan yang bagus. Memiliki sifat tahan terhadap uji ketahanan panas dan uji ketahanan air yang paling tinggi. Dengan Komposisi gelatin lebih banyak uji kekuatan tarik semakin meningkat.
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
21
Bab II Tinjauan Pustaka
Di Indonesia penelitian dan pengembangan teknologi kemasan plastik
biodegradable masih sangat terbatas. Hal ini terjadi karena selain kemampuan
sumber daya manusia dalam penguasaan ilmu dan teknologi bahan, juga dukungan dana penelitian yang terbatas. Dipahami bahwa penelitian dalam bidang
ilmu dasar memerlukan waktu lama dan dana yang besar (Yuli Darni, 2008). Oleh sebab itu, di Indonesia hingga kini sulit sekali ditemukan produk berbahan baku bioplastik yang non edible. Seperti yang terlihat pada Tabel 2.3, pembuatan
bioplastik berbahan baku non edible terdapat di Hongkong dengan memanfaatkan limbah daun jagung. Di Indonesia juga pernah dilakukan penelitian dengan
menggunakan bahan baku limbah klobot jagung. Kandungan selulosa yang diambil
dari klobot direaksikan dengan senyawa lain
melalui
teknik
thermoforming, sehingga selulosa yang digunakan bukan selulosa murni seperti yang dilakukan oleh Hong Kong Chinese Women’s Club College. Pada penelitian Addinul Ihsan dkk pada tahun 2009, klobot jagung yang digunakan dalam bentuk serbuk. Kandungan selulosa di dalamnya diubah menjadi selulosa asetat melalui reaksi antara selulosa dengan asam asetat, dilanjutkan dengan anhidrida asam (CH3CO)2O menggunakan katalis asam mineral. Dengan menggunakan teknik thermoforming, pertama polimer dimasukkan kedalam ekstruder yang dilengkapi dengan screw berputar dan sistem pemanasan untuk menjaga bahan tetap lunak. Selanjutnya dicetak menjadi film dan dibentuk menjadi produk plastik sesuai dengan cetakan. Selulosa dari klobot jagung cenderung kaku sebagai bahan baku plastik, ini disebabkan oleh derajat kristalinasi yang tinggi (Makalah Proses Industri Kimia, 2009). Proses asetilasi dapat menurunkan kekakuan selulosa, sehingga akan diperoleh plastik selulosa asetat yang elastis. Untuk menjaga kestabilannya perlu ditambahkan stabilizer atau disebut juga pemlastis (plasticizer). Contoh pemlastis yang dapat digunakan adalah kanji dan tandan kelapa sawit serta asam laktat. Berikut reaksi pemutusan ikatan glukosidik oleh katalis esterifikasi asam pada pembuatan selulosa asetat : Cell-OH + (CH3CO)2O
H+
Cell-COOCH3 + CH3COOH
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
Bab II Tinjauan Pustaka
22
Sejak PELITA VI pemerintah telah memprioritaskan program produksi
bahan baku biopolimer melalui perkebunan dan pertanian. Namun demikian
program yang sudah dicanangkan lebih dari dua dekade ini masih belum terealisasikan hingga sekarang. Untuk itu maka diperlukan keseriusan pemerintah
dalam program pemakaian bioplastik demi menjaga kelestarian lingkungan, juga untuk menghemat minyak bumi yang semakin tipis persediaannya. Masyarakat Indonesia harus menyadari akan pentingnya pemakaian bioplastik sebagai
alternatif yang dapat memecahkan sebagian persoalan lingkungan (Saeful Rohman, 2009).
2.4
Jagung (Zea mays) Jagung (Zea mays indurata Sturt) merupakan tanaman pangan penting
kedua di Indonesia setelah padi. Tanaman ini pertama kali dikenalkan pada abad ke 15 oleh bangsa Portugis. Tanaman yang berasal dari benua Amerika ini telah lama dikenal dan dibudidayakan sejak ribuan tahun silam. Jagung memiliki nama latin Zea mays yang berarti padi-padian. Sedangkan tepungnya disebut maizena. Tanaman ini memiliki 3 organ vegetatif yang penting, yaitu akar, batang dan daun. Selain memiliki organ vegetatif, jagung juga memiliki organ generatif berupa bunga dan buah. Penggunaan jagung sebagai bahan baku industri didasarkan atas komponen dan komposisi kimia penyusunnya. Secara morfologis buah jagung tersusun berturut-turut dari luar adalah kulit atau klobot, biji, dan tongkol. Biji jagung tersusun atas kulit (epicarp), biji (endosperma), lembaga (germ) dan masingmasing bagian tersebut merupakan sumber serat (selulosa, hemiselulosa), pati dan protein (gluten) dan minyak. Dalam satu ton jagung diperkirakan dapat dihasilkan 670 kg pati, 200 kg serat, 60 kg gluten, dan 35 kg minyak. Sesuai dengan perkembangan pembangunan nasional yang pada intinya menuju ke arah industri berbasis sumber daya alam (natural resources based industrially country), jagung dan sumber pati lain seperti singkong dan sagu menjadi komoditas pertanian Indonesia yang penting. Komposisi kimia jagung dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini. Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
23
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Biji Jagung
Komposisi
Jumlah (%)
Air
13.5
Protein
10.0
Minyak/ lemak
4.0
Karbohidrat :
70.7
Pati
61.0
Gula
1.4
Pentosan
6.0
serat kasar
2.3
Abu
1.4
Unsur-unsur lain
0.4
Sumber : (Retno Arianingrum, 2008)
Selain dibudidayakan oleh sebagian besar petani, hasil samping jagung juga banyak diolah, yaitu berupa kulit dan bonggol jagung. Kedua limbah itu secara kimiawi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin, sehingga disebut limbah lignoselulosa. Klobot jagung (kulit jagung) memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi sekitar 32 % sisanya hemiselulosa 32 % dan lignin 20 % (Hettenhaus, 2002). Sekitar 1 ton klobot jagung yang dihasilkan akan sebanding dengan 1 ton biji jagung. Ketiga bahan penyusun lignoselulosa, masing-masing dapat didayagunakan melalui proses fisik, mekanik, kimiawi dan/ atau bioproses menjadi produk bernilai ekonomi tinggi. Dengan demikian, produk apapun yang akan dihasilkan dari kulit atau bonggol jagung terlebih dahulu harus melalui proses awal. Proses tersebut bertujuan untuk memisahkan ketiga komponen di atas, yaitu penghilangan lignin (delignifikasi). Lignin pada struktur lignoselulosa berfungsi sebagai perekat, sehingga setelah delignifikasi, selulosa dan hemiselulosa dapat dipisahkan dengan mudah. Delignifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: a.
Fisik-mekanik, dengan pencacahan dan pemanasan bertekanan.
b.
Fisiko-kimiawi, pemanasan dalam larutan asam atau soda.
c.
Biokimiawi, penggunaan mikroba, misalnya kapang.
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
Bab II Tinjauan Pustaka
24
Lignin yang diperoleh dari delignifikasi bukan merupakan limbah atau
bahan buangan, melainkan dapat didayagunakan menjadi produk berharga. Hasil
reaksi sulfonasi lignin akan dihasilkan sulfonated alkali lignin dan sulfite lignosulfonates. Kedua bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pengambil
minyak pada pengeboran minyak (drilling fluid additives) dan pengganti deterjen sintetik. Lignosulfonat dapat juga digunakan sebagai penstabil aspal, pendispersi, yang mempunyai nilai ekonomi menarik. Dalam batas tertentu, lignin dapat
diproses menjadi vanillin melalui pemanasan bertekanan (900 -1400 kPa) selama ½ -1 jam dalam kondisi alkalis (Na2C03). Hemiselulosa, sebagai polimer tersusun
sebagian besar atas xilosa dan pentosa. Melalui hidrolisis asam atau enzimatik hemiselulosa akan menghasilkan gula xilosa, yang bila dilanjutkan dengan hidrogenasi akan menghasilkan xilitol. Kedua produk tersebut dapat digunakan sebagai pemanis untuk kasus diabetik. Selulosa yang berasal dari jagung dapat dimanfaatkan lebih lanjut menjadi produk-produk yang mempunyai nilai ekonomi dan komersial antara lain, CMC (karboksi metil selulosa), metil dan etil selulosa (eterifikasi), selulosa nitrat, selulosa asetat, selulosa propionat, selulosa asetat-butirat (esterifikasi). Produkproduk selulosa tersebut banyak digunakan sebagai pengental (pangan, kosmetika, farmasi), pelapis, bahan penahan (protektif) pada kertas dan tekstil, bioplastik, dan bahan peledak (selulosa nitrat). Bahan plastik-resin termoplastik dan rayon yang dapat diperoleh dari selulosa, antara lain, selofan, busa selulosa dan rayon. 2.5
Selulosa Selulosa adalah serat polimer alam ((C6H10O5)n) sebagai pembangun sel
hidup yang jumlahnya paling melimpah dan dapat diperbaharui. Serat ini merupakan struktur utama dinding sel tumbuhan yang termasuk polimer linier dengan berat molekul tinggi, homopolisakarida yang tersusun atas unit β-Dglukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan glikosida. Struktur kimia selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.7 berikut ini.
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
Bab II Tinjauan Pustaka
25
Sumber : (Selulosa.html, 2009) Gambar 2.7 Struktur Kimia Selulosa dan Foto dengan SEM
Karakteristik selulosa antara lain adanya struktur kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata dan konfigurasi rantainya (Anonim, 2007). Selulosa dapat dibedakan berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutannya (hidrolisis) dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% : 1.
Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
2.
Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan.
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
Bab II Tinjauan Pustaka
26
3.
Selulosa µ (Gamma Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP nya kurang dari 15.
Selulosa α merupakan selulosa yang kualitasnya paling tinggi dan murni.
Selulosa yang mengandung α > 92% adalah untuk digunakan sebagai bahan baku
utama pembuatan propelan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri tekstil (Anonim, 2007).
Selulosa merupakan karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan
menempati hampir 60% komponen penyusun struktur kayu. Jumlah selulosa di
alam dapat ditemukan sebagai sisa tanaman pertanian seperti jerami padi, kulit jagung, gandum, kulit tebu dan tumbuhan lainnya. Dari bahan dasar selulosa dapat didayagunakan lebih lanjut menjadi produk produk yang mempunyai nilai ekonomi dan komersial penting. Produk produk dan proses kimiawinya tersebut antara lain : CMC (karboksi metil selulosa), metil dan etil selulosa yang merupakan produk eterifikasi. Sedangkan selulosa nitrat, selulosa asetat. selulosa propionat, selulosa asetat-butirat merupakan produk esterifikasi. Produk-produk selulosa tersebut banyak digunakan sebagai pengental (pangan, kosmetika, farmasi), pelapis, bahan penahan (protektif) pada kertas dan tekstil , plastik, bioplastik dan bahan peledak (selulosa nitrat). Bahan termoplastik dan rayon yang dapat diperoleh dari selulosa, antara lain: selofan, busa selulosa dan rayon (Djumali Mangunwidjaja, 2003). Selulosa yang banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan bioplastik terdapat dalam bentuk selulosa asetat. Selain itu banyak juga digunakan dalam industri, antara lain pembuatan membran ultrafiltrasi. Selulosa asetat secara umum dibedakan atas dua jenis yaitu selulosa triasetat (selulosa asetat primer) dan selulosa diasetat (selulosa asetat sekunder). Selulosa asetat primer dibuat melalui reaksi esterifikasi (asetilasi) antara selulosa dengan anhidrida asetat. Sedangkan selulosa asetat sekunder dibuat dengan cara hidrolisis selulosa asetat primer. Secara komersial selulosa asetat dibuat dengan menggunakan bahan baku pulp kayu berkualitas tinggi. Salah satu masalah dalam produksi selulosa asetat dari
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
27
Bab II Tinjauan Pustaka
pulp kayu adalah rendahnya kualitas dan kemurnian selulosa karena masih mengandung hemiselulosa dan lignin (Desiyarni, 2006).
Selulosa asetat memiliki derajat polimerisasi lebih rendah daripada
selulosa murni disebabkan adanya pemutusan ikatan glukosidik oleh katalis
esterifikasi asam (Stevens, 2001). Dengan demikian produk bioplastik berbahan dasar selulosa asetat lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan produk bioplastik berbahan dasar selulosa murni.
Selulosa
mikrobial
adalah
jenis
selulosa
yang
dihasilkan
oleh
mikroorganisme. Selulosa mikrobial bersifat renewable (dapat diperbaharui),
mempunyai karakteristik yang unik dan relatif lebih murni dibandingkan dengan selulosa kayu. Selulosa mikrobial merupakan salah satu alternatif sebagai sumber selulosa pada pembuatan selulosa asetat (Desiyarni, 2006). Selulosa yang berasal dari kulit jagung merupakan biopolimer alami yang tidak larut dalam air dan mengalami hidrolisis bila ditambahkan larutan basa. Serat ini bersifat sangat hidrofilik dengan daya serap 65% serta dapat didegradasi oleh zat-zat pemutih. Dengan demikian, untuk dapat memisahkan antara selulosa dengan hemiselulosa dapat dilakukan dengan menggunakan larutan H2O2 (Mitchelland, 1951). Selain selulosa, terdapat hemiselulosa yang menjadi komponen penyusun tumbuhan. Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam tanaman dan tergolong senyawa organik (Simanjuntak,1994). Casey (1960) menyatakan bahwa hemiselulosa bersifat non-kristalin, tidak bersifat serat dan mudah mengembang. Sehingga hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam. Perbedaan antara hemiselulosa dengan selulosa, antara lain hemiselulosa mudah larut dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa adalah sebaliknya. Selain itu, hemiselulosa juga bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hemiselulosa akan menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya (Winarno, 1984). Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
Bab II Tinjauan Pustaka
28
Menurut Hartoyo (Hidayati, 2000), hemiselulosa tersusun dari gabungan
gula-gula sederhana dengan lima atau enam atom karbon. Degradasi hemiselulosa
dalam asam lebih tinggi dibandingkan dengan delignifikasi. Hidrolisis hemiselulosa dalam suasana basa tidak semudah dalam suasana asam (Achmadi,
1980). Mac Donald dan Franklin (1969) menyatakan bahwa adanya hemiselulosa mengurangi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melunakkan serat selama proses mekanis dalam air (Indrainy, 2005).
Lignin adalah senyawa organik polimer yang banyak dan penting dalam
tumbuhan selain selulosa. Struktur lignin sangat beraneka ragam tergantung dunia
dari jenis tanamannya. Secara umum polimer lignin disusun oleh unit-unit fenil propana, yaitu p-kumaril alkohol, koniferil alkohol dan sinapil alkohol yang merupakan senyawa induk (pra zat) dari lignin (Davin dan Lewis, 2005). Struktur lignin ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut ini.
Sumber : (Davin dan Lewis, 2005) Gambar 2.8 Struktur (1) p-kumaril alkohol, (2) koniferil alkohol , (3) sinapil alkohol
2.6
Analisis Bioplastik Standar pengujian biopolimer bervariasi dan disesuaikan dengan
lingkungan pemakaian material biopolimernya sendiri serta negara penggunanya, baik tipe ISO, CEN DIN, JIS, ASTM dan lain-lain. Standar pengujian biodegradasi bioplastik oleh mikroba, kapang, ganggang mikroorganisme lainnya didasarkan pada ASTM D883-00 dan ASTM D5338. Sedangkan pengujian
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
29
Bab II Tinjauan Pustaka
biopolimer untuk degradasi anaerobik menggunakan standar uji ASTM D521, ASTM D5226 dll. Di Uni Eropa, pemilihan standar pengujian degradasi
biopolimer yang utama adalah EN 13432.
1.
Standar tersebut meliputi aturan antara lain : Seluruh material bioplastik harus memiliki sertifikat serta dalam bentuk produknya harus diberi tanda bioplastik.
2.
Plastik dengan tebal 2 mm harus terurai 90 % menjadi gas CO2 dalam 6 bulan
di dalam tanah.
3. Residu tidak beracun (atau sangat rendah tingkat racunnya).
Dalam hal standar pengujian biomaterial, Australia memiliki standar pengujian tersendiri untuk material bioplastik ini, yaitu standar uji AS 148522005 dan AS 14855-2005, yaitu untuk degradasi pada kondisi aerobic dan anaerobic. Berikut ini terdapat beberapa uji dan analisis yang dapat dilakukan pada produk bioplastik : 1. Uji biodegradabilitas Proses biodegradabilitas dapat terjadi dengan proses hidrolisis (degradasi kimiawi), bakteri/ jamur, enzim (degradasi enzimatik). Oleh angin dan abrasi (degradasi mekanik), cahaya (fotodegradasi). Proses ini juga dapat dilakukan melalui proses secara anaerobik dan aerobik dengan bantuan bakteri dan jamur yang terdapat di tanah dengan reaksi sebagai berikut : Cplastik + O2 Bakteri CO2 + H2O + Humus Uji biodegradabilitas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pengukuran bobot dan luas awal sampel bioplastik. b. Penguburan sampel bioplastik di dalam tanah selama satu bulan. c. Pengukuran bobot dan luas akhir sampel bioplastik. 2. Pengujian Sifat Mekanik Pada penelitian ini sifat mekanik bahan ditentukan melalui kekuatan tarik (ultimate tensile strength), persen perpanjangan (elongation at break) dan
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
30
Bab II Tinjauan Pustaka
modulus Young. Sampel bioplastik yang dihasilkan diuji sesuai dengan ASTM-D638, yaitu sebagai berikut :
a. Alat yang digunakan adalah Universal Testing Machine (UTM) b. Lembaran sampel dipotong sesuai dengan metode ASTM D638 dengan kondisi tertentu.
3. Uji ketahanan air Uji ketahanan air, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
daya serap bahan tersebut terhadap air. Pada bioplastik diharapkan air yang terserap pada bahan sangat sedikit atau dengan kata lain daya serap bahan
tersebut terhadap air harus rendah. Sifat ini dipengaruhi oleh komponenkomponen penyusun bioplastik, seperti bahan, plasticizer, dan bahan aditif yang digunakan. Langkah-langkah uji ketahanan air adalah sebagai berikut : a. Pengukuran bobot awal (Wo) bioplastik berukuran 2 x 2 cm2. b. Meletakan bioplastik ke dalam gelas kimia berisi aquades selama 24 jam. c. Melakukan pengukuran bobot akhir bioplastik (W), sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : −
Air yang diserap (%) =
x 100
4. Uji ketahanan panas Uji ketahanan panas dilakukan untuk mengetahui daya tahan bioplastik terhadap panas. Uji ini dapat dilakukan dengan memanaskan bioplastik menggunakan oven pada suhu 60oC dengan variasi waktu setiap 10 menit. 5. Analisis Gugus Fungsi Struktur kimia selulosa terdiri dari unsur C, O, H yang membentuk rumus molekul (C6H10O5)n. Selulosa merupakan β-1,4 poli glukosa, dengan berat molekul sangat besar. Unit ulangan dari polimer selulosa terikat melalui ikatan glikosida yang mengakibatkan struktur selulosa linier. Keteraturan struktur tersebut juga menimbulkan ikatan hidrogen secara intra dan intermolekul. Struktur rantai selulosa distabilkan oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang rantainya. Gugus fungsional rantai selulosa adalah gugus hidroksil yang dapat Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable
Bab II Tinjauan Pustaka
31
berinteraksi satu sama lain dengan gugus –O, –N, dan –S untuk membentuk ikatan hidrogen. Ikatan –H juga terjadi antara gugus –OH dengan molekul air
dan menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik (Selulosa,komponen yang-paling-banyak-ditemukan-di-alam.html).
Gugus fungsi selulosa dapat diidentifikasi menggunakan Fourier Transform Infra-Red Spectrometer (FTIR). Identifikasi ini dapat dilakukan berdasarkan metode ASTM E 1252-88, yaitu menggunakan pellet-KBr (Kalium Bromida)
pada bilangan gelombang antara 5000 – 400 cm-1 (2 – 25 μm). Dari analisis gugus fungsi ini dapat diketahui perubahan ikatan yang terjadi
saat selulosa direaksikan dengan gliserol ataupun saat direaksikan dengan gelatin.
Pemanfaatan Kulit Jagung (Zea mays) dalam Pembuatan Plastik Biodegradable