TINJAUAN PUSTAKA Fase Pertumbuhan Padi. Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase (De Datta 1981; Anonimus 1988: Saranga 1997) yaitu : 1. Vegetatif ( awal pertumbuhan sampai pembentukan malai). a. tahap 0 : berkecambah sampai muncul kepermukaan. Benih biasanya dikecambahkan melalui perendaman selama 24 jam dan diinkubasi juga selama 24 jam. Setelah berkecambah bakal akar dan tunas menonjol keluar menembus kulit gabah. Pada hari ke 2 atau ke 3 setelah benih disebar dipesemaian, daun pertama menembus keluar melalui koleoptil. Akhir tahap 0 memperlihatkan daun pertama yang muncul masih melengkung dan bakal akar memanjang. b. tahap 1 : pertunasan. Tahap pertunasan mulai benih berkecambah sampai dengan sebelum anakan pertama muncul. Selama tahap ini, akar seminal dan lima daun terbentuk, sementara tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang pada kecepatan satu daun setiap 3 sampai 4 hari selama tahap awal pertumbuhan. Kemunculan akar sekunder membentuk sistem perakaran serabut permanen dengan cepat menggantikan radicula dan akar seminal sementara. Bibit umur 18 hari siap untuk di tanam pindah.bibit memiliki 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang dengan cepat. c. tahap 2 : anakan. Tahap ini berlangsung sejak munculnya anakan pertama sampai pembentukan anakan maksimum tercapai. Anakan muncul dari tunas
7
Universitas Sumatera Utara
aksial (axillary) pada buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang. Setelah tumbuh, anakan pertama memunculkan anakan sekunder. Ini terjadi pada 30 hari setelah pindah tanam. Selain sejumlah anakan primer dan sekunder, anakan tertier tumbuh dari anakan sekunder seiring pertumbuhan tanaman yang bertambah panjang dan besar. Pada tahap ini, anakan terus bertambah sampai pada titik dimana sukar dipisahkan dari batang utama. Anakan terus berkembang sampai tanaman memasuki tahap pertumbuhan berikutnya yaitu pemanjangan batang. d. tahap 3 : pemanjangan batang. Tahapan ini terjadi sebelum pembentukan malai atau terjadi pada tahap akhir pembentukan anakan. Oleh karenanya bisa terjadi tumpang tindih dari tahap 2 dan 3. anakan terus meningkat dalam jumlah dan tingginya. Periode waktu pertumbuhan berkaitan nyata dengan memanjangnya batang. Batang lebih panjang pada varietas yang jangka waktu pertumbuhannya lebih panjang. Anakan maksimum, memanjangnya batang, dan pembentukan malai terjadi nyaris simultan pada varietas umur genjah (105 – 120 hari). Pada varietas umur dalam (150 hari), terdapat yang disebut lagi periode vegetatif dimana anakan maksimum terjadi. Hal ini diikuti oleh memanjangnya batang (internode), dan akhirnya sampai ke tahap pembentukan malai.
8
Universitas Sumatera Utara
2. Reproduksi (pembentukan malai sampai pembungaaan). a. tahap 4 : pembentukan malai sampai bunting. Inisiasi primordia malai pada ujung tunas tumbuh menandai mulainya fase reproduksi. Primordia malai menjadi kasat mata pada sekitar 10 hari setelah inisiasi. Pada tahap ini, tiga daun masih akan muncul sebelum malai pada akhirnya timbul ke permukaan. Pada varietas genjah, malai terlihat berupa kerucut berbulu putih panjang 1,0 sampai 1,5 mm muncul pada ruas buku utama, kemudian pada anakan dengan pola tidak teratur. Dapat terlihat dengan membelah batang. Saat malai terus berkembang bulir terlihat dan dapat dibedakan. Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung. Penggembungan daun bendera disebut bunting. Bunting terjadi pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non produktif terlihat pada bagian dasar tanaman. b. tahap 5 : keluar malai. Tahap keluar malai ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun. c. tahap 6 : pembungaan. Tahap pembungaan dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak bunga karena pemanjangan stamen dan serbuk sari tumpah. Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari
9
Universitas Sumatera Utara
jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari serbuk sari yang muncul akan mengembang ke ovari. Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah keluarnya malai. Pada umumnya kelopak bunga membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan, 3 sampai 5 daun masih aktif. Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif dan non produktif. 3. Pematangan (pembungaan sampai gabah matang). a. tahap 7 : gabah matang susu. Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan cairan serupa susu. Gabah mulai terisi dengan larutan putih susu, dapat dikeluarkan dengan menekan/ menjepit gabah di antara dua jari. Malai hijau dan mulai merunduk. Pelayuan (senescense) pada dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan daun dua daun di bawahnya tetap hijau. b. tahap 8 : gabah setengah matang. Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning. Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun dibagian dasar tanaman nampak semakin jelas. Pertanaman kelihatan menguning. Seiring menguningnya malai, ujung dua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering.
10
Universitas Sumatera Utara
c. tahap 9 : gabah matang penuh. Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna kuning. Daun bagian atas mongering dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman. Teknik Pengairan Padi Sawah Teknik pemberian air dipetak sawah beririgasi teknis dapat dilakukan dengan empat cara yaitu: 1. Penggenangan terus menerus. Menggenangi petak sawah mulai dari tanam sampai menjelang panen. Kelemahan cara ini yaitu memboroskan air irigasi, pertumbuhan anakan tertekan, pertumbuhan vegetatif lama, dan pembusukan batang lebih besar ( Mac Donald 1987; Anonimus 1999). 2. Pengaliran air terus menerus. Pemberian air secara terus menerus dengan membuka pintu masuk dan pintu keluar. Kelemahan cara ini boros air, pestisida dan pupuk ( Mac Donald 1987; Anonimus 1999). 3. Pengaliran air terputus putus. Pemberian air pada waktu dengan tinggi tertentu dan dihentikan pada waktu tertentu dan seterusnya. Pemberian air secara terputus putus dengan menggunakan rumus :
I = 2 1/2 : 3 : 2: 2, artinya tinggi air diberikan 2 ½
cm dalam petakan sawah; diberikan selama 3 hari berturut-turut; kemudian dikeringkan selama 2 hari berturut-turut dan air dihentikan sepenuhnya 2 minggu sebelum panen ( Mac Donald 1987; Anonimus 1999). Selain itu
11
Universitas Sumatera Utara
pemberian air terputus-putus dapat juga dilakukan dengan cara : (a). penggenangan air selama 30 hari sebelum tanam, bertujuan membantu proses pelapukan sisa akar, jerami padi atau gulma dan mempermudah dalam proses pengolahan lahan; (b). pengeringan lahan selama 3 sampai 5 hari, bertujuan agar butiran Lumpur dapat melengket satu sama lainnya; (c). pemberian air selama 2 sampai 3 hari sebelum tanam, bertujuan mempermudah pemberian pupuk dasar dan mempermudah penenaman; (d). tinggi genangan pada fase anakan 2,5 cm; (e). fase primordia tinggi genangan 7 sampai 10, tujuannya pada fase primordia ini kelembaban suhu tanaman perlu dijaga agar proses pembentukan bakal malai tidak terganggu; (f). fase pengisian malai tinggi genangan 5 cm dan (g). sawah dikeringkan 2 minggu sebelum panen, bertujuan agar pemasakan malai padi merata (Anonimus 2000b). 4. Air macak-macak (kondisi tanah lembab, tetapi tidak tergenang) atau cara SRI (The System of Rice Intensification). Cara SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran dibandingkan dengan teknik budidaya secara tradisional. Dengan SRI, petani hanya menggunakan kurang dari setengah kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi (Zheng, dkk 2004). Kondisi tanah tidak tergenang, yang dikombinasi dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak oksigen masuk ke dalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak (Uphoff 2004). Dengan SRI, kondisi tidak digenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya, setelah pembungaan sawah
12
Universitas Sumatera Utara
digenangi air 1 sampai 3 cm seperti yang diterapkan di praktek tradisional. Petak sawah diairi mulai 25 hari sebelum panen (Nissanka dan Bandara 2004). Pengaruh Penggenangan Pada Tanah dan Padi Sawah. 1. Tanah sawah. Penggenangan dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat kimia, fisiko-kimia (elektrokimia), dan biologi tanah yang mempengaruhi penyediaan dan pengambilan hara oleh padi sawah ( Hardjowigono dan Rayes 2005; Munir 1987). Perubahan sifat kimia tersebut hampir selalu dipengaruhi oleh proses reduksi-oksidasi secara biologis sebagai akibat dari kurangnya oksigen. Dalam proses respirasi mikroorganisme beberapa unsur atau ionnya harus bertindak sebagai penerima elektron (Bell 1999) Dalam keadaan tidak tergenang, oksigen bertindak sebagai penerima elektron. Tetapi dalam keadaan tergenang ketika oksigen sangat berkurang, maka senyawa mineral atau unsur-unsur atau keduanya harus bertindak sebagai penerima elektron ( Bell 1999). Oksigen dalam air genangan yang mencapai tanah dengan cepat digunakan oleh mikroorganisme untuk berbagai reaksi kimia atau sedikit di bawah permukaan tanah. Karena penyediaan oksigen lebih kecil dari permintaan, maka terbentuklah dua lapisan tanah yang berbeda yaitu : a. lapisan oksidatif tipis dipermukaan tanah (nisbah suplai O2 / konsumsi O2 dalam tanah > 1). Dalam lapisan ini, yang paling aktif secara mikrobiologi antara lain terjadinya : (1). Dekomposisi bahan organik secara aerobik, (2). Penambatan N secara
13
Universitas Sumatera Utara
biologis oleh algae dan bakteri fotosintesis yang tergantung kepada cahaya, (3). Nitrifikasi oleh pengoksidasi ammonium dan nitrat, (4). Oksidasi gas metana (Watanabe dan Furasaka 1980). b. Lapisan reduktif di bawahnya ( suplai O2 / konsumsi O2 < 1; tidak terdapat oksigen bebas) . Aktivitas utama dalam lapisan reduksi meliputi : (1). Dekomposisi bahan organik secara an organik, (2). Penambatan N2 secara biologi heterotof kebanyakan berkaitan dengan sisa-sisa organik, (3). Denitrifikasi, (4). Reduksi mangan, besi dan sulfat, (5). Pembentukan gas metana (methanogenesis) dan (6). Menghasilkan gas H2 (Watanabe dan Furasaka 1980). Pada tanah tergenang mikroorganisme an aerobik fakultatif dan obligasi menggunakan NO3-, Mn4+, Fe3+, SO2-4, CO2 dan H+ sebagai penerima electron dalam respirasinya sehingga mereduksi NO-3 menjadi N2, Mn4+menjadi Mn2+, Fe3+ menjadi Fe2+, SO2-4 menjadi S2-, CO2 menjadi CH4, dan H+ menjadi H2 ( Patrick dan Reddy 1978). Pengaruh penggenangan secara keseluruhan pada tanah masam menyebabkan kenaikan pH, sedangkan pada tanah alkalis menyebabkan penurunan pH. Penggenangan menyebabkan pH semua tanah mendekati 6,5 sampai 7,0, kecuali gambut masam atau tanah dengan kadar Fe aktif ( Fe2+) rendah ( Hardjowigeno dan Rayes 2005). Penyanggaan pH pada tanah masam disebabkan oleh system redoks Fe dan Mn, sedangkan pada tanah alkalis disebabkan oleh penyanggaan asam karbonat. Naiknya pH tanah masam yang digenangi disebabkan oleh reduksi Fe3+
14
Universitas Sumatera Utara
menjadi Fe2+ ketika terjadi pembebasan OH- dan konsumsi H+ (Bahmaniar dan Mirnia 2002). 2. Tanaman padi sawah. Masalah keracunan hara seringkali ditemukan pada tanaman padi sawah sebagai akibat dari penggenangan tanah. Keracunan pada lahan basah dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain : a. salinitas / sodisitas tinggi. Tanaman padi tergolong mempunyai toleransi sedang terhadap salinitas, tetapi DHL sebesar 6-10 dS/m dapat mengurangi produksi padi hingga 50 persen. Toleransi tanaman padi terhadap garam tergantung dari : stadium pertumbuhan tanaman, varietas dan keadaan cuaca atau iklim ( lebih peka terhadap garam waktu intensitas penyinaran tinggi). Gejala keracunan garam ditandai dengan tanaman padi tumbuh kerdil, anakan berkurang, ujung daun keputih-putihan dan terjadinya klorosis (Bahmaniar dan Mirnia 2002). b. keracunan besi (Fe). Keracunan besi ditemukan pada tanah masam dengan pH < 5 bila kering. Keracunan besi terlihat bila kadar besi dalam tanah20 – 40 mg/l. Gejalanya, bila ditemukan buih Fe(OH)3 yang kemerahan atau coklat dipermukaan tanah atau sepanjang retakan, atau melayang dipermukaan air genangan. Gejala keracunan besi pada tanaman padi sawah adalah: (1). Daun coklat ungu (bronzing) atau kekuningan sampai orange, (2). Beberapa varietas tidak menunjukkan perubahan warna daun, tetapi
15
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan anakan terhambat, perakaran jarang, pendek, kasar, dan terselaput warna coklat atau kemerahan (Van Mensvoort, dkk 1985). c. keracunan Aluminium (Al ). Keracunan Al pada tanaman padi sawah mulai terjadi pada pH 4,5 – 5,0 untuk bibit padi dan pada pH 3,4 – 4,0 untuk tanaman yang lebih tua. Gejala keracunan Al dapat terlihat dari adanya warna putih atau kuning (klorosis) dibagian antar tulang daun tua. Namun demikian, karena keracunan Al menghambat pertumbuhan akar tanaman terkadang gejalagejala tersebut belum terlihat, padahal tanaman sudah sulit tumbuh (Van Mensvoort, dkk 1985). d. keracunan asam organik. Keracunan asam organik terjadi dalam tanah yang tinggi kadar bahan organiknya (tanah gambut) dan pada tanah yang banyak ditambahkan bahan organik segar (jerami atau pupuk hijau). Jenis asam organik yang terbentuk setelah penggenangan yakni asam formiat, asam propionate, asam isobutirat, asam butirat, asam isovalerat dan asam asetat. Konsentrasi yang tinggi dari asam-asam tersebut menghambat perpanjangan akar, respirasi dan serapan hara ( Hardjowigeno dan Rayes 2005). e. keracunan Hidrogen Sulfida (H2S). keracunan H2S pada tanaman padi sawah pertama kali dilaporkan di Jepang pada tanaman berpasir, drainase baik, kandungan Fe aktif rendah yang disebut penyakit Akiochi (penyakit fisiologis). H2S dapat mengurangi kekuatan dalam mengoksidasi akar, sehingga meningkatkan
16
Universitas Sumatera Utara
keracunan Fe2+ dipermukaan akar, karena akar tidak mampu lagi mengoksidasi Fe2+ ( Hardjowigeno dan Rayes 2005). Varietas Unggul Padi Sawah Kondisi agroekosistem areal pertanaman padi di Indonesia sangat beragam baik faktor fisik, iklim, biologis, maupum sosial ekonominya. Keberhasilan pengembangan suatu varietas ditentukan oleh kesesuaian sifat-sifat varietas dengan kondisi agroekosistemnya. Selain faktor-faktor utama yang mudah diketahui seperti lahan sawah, gogo, rawa, dan daerah endemis hama dan penyakit tertentu, masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi penampilan suatu varietas. Anjuran yang dapat disampaikan dalam pemilihan varietas adalah pilih varietas-varietas yang mungkin sesuai dengan kondisi wilayah yang dimaksud kemudian varietas-varietas tersebut dicoba di lahan petani. Berdasarkan penampilan varietas-varietas tersebut dapat ditentukan varietas-varietas yang paling sesuai, termasuk kesesuaian dengan selera petaninya (Anonimus 2005b). Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi budidaya padi yang mudah diadopsi petani. Varietas unggul berperan penting dalam peningkatan hasil, perbaikan dan diversifikasi mutu, dan penekanan kehilangan hasil karena gangguan hama, penyakit, maupun cekaman lingkungan (Anonimus 2005b). Varietas unggul merupakan teknologi yang mudah, murah, dan aman dalam penerapan, serta efektif meningkatkan hasil. Teknologi tersebut mudah, karena petani tinggal menanam, murah karena varietas unggul yang tahan hama misalnya, memerlukan insektisida jauh lebih sedikit daripada varietas yang peka. Varietas unggul relatif aman, karena tidak menimbulkan polusi dan perusakan
17
Universitas Sumatera Utara
lingkungan. Sampai saat ini telah dihasilkan lebih dari 150 varietas unggul padi yang meliputi 80% total areal padi di Indonesia (Susanto 2003). Padi dikatakan varietas unggul apabila mempunyai salah satu sifat keunggulan terhadap varietas sebelumnya. Keunggulan tersebut dapat tercermin pada sifat genetiknya yang menghasilkan produksi tinggi pada satu satuan luas lahan dan pada satu satuan waktu. Produksi yang tinggi ini dapat terjadi karena perpaduan antara beberapa sifat yang ada pada tanaman (Saranga 1997). Sifatsifat tanaman padi varietas unggul adalah : 1). Produksi tinggi (5 sampai 8 ton/ha), 2). Tanaman pendek, 3). Daun tegak, 4). Jumlah anakan produktif sedang sampai banyak (14 sampai 20), 5). Tanaman tahan rebah, 6). Respon terhadap pemupukan (memerlukan banyak pupuk), 7). Tahan terhadap hama dan penyakit, termasuk virus, 8). Umur tanaman genjah (105 sampai 125 hari setelah sebar), 9). Rasa nasi sedang sampai enak, ada yang beraroma (Anonimus 2004c). Ciri khas varietas padi unggul spesifik lokasi adalah : a). Dapat beradaptasi terhadap iklim dan tipe tanah setempat, b). Citarasanya disenangi dan memiliki harga jual yang tinggi di pasar lokal, c). Daya hasil tinggi, d). Toleran terhadap hama dan penyakit dan e). Tahan rebah (Anonimus 2004c). Dalam pemilihan varietas perlu dipertimbangkan hal–hal sebagai berikut : a. Pergiliran varietas perlu dilakukan pada pola tanam padi–padi–palawija untuk mencegah ledakan hama dan penyakit tertentu. Pergiliran varietas pada padi sawah harus dilaksanakan guna memperpanjang sifat ketahanan suatu varietas atas serangan hama dan penyakit tertentu. Hama dan penyakit utama seperti wereng coklat, virus tungro, bakteri hawar daun atau kresek ( Xanthomonas
18
Universitas Sumatera Utara
capetris sp ) dan blas ( Pyricularia oryzae) dikendalikan dengan penerapan pergiliran varietas ( Istuti dan Endah 2000). b. Pada musim hujan (MH), pilih varietas yang tahan wereng dan tahan penyakit. Varietas yang cocok pada musim hujan antara lain : memberamo, ciherang, widas, sunggal, wera, angke, konawe, cimelati, singkil, kalimas, bondoyudo, way apo buru, dan conde. c. Pada musim kemarau (MK), pilih varietas yang relatif toleran terhadap kekeringan dan kurang disukai hama penggerek batang. Varietas yang cocok pada musim kemarau antara lain : widas, ciherang, sunggal, dan selugonggo. d. Memperhatikan lingkungan setempat, antara lain : curah hujan, jenis tanah, Suhu udara pada waktu siang dan malam hari, ketinggian tempat dan permintaan pasar (bentuk gabah, beras, dan cita rasa) (Anonimus 2004b). Sistem Tanam Legowo Cara tanam padi sistem legowo merupakan modifikasi teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usaha tani padi. Teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanam jajar legowo. Legowo diambil dari bahasa Jawa Banyumas yang berasal dari kata lego dan dowo; lego artinya luas dan dowo artinya memanjang. Jadi, di antara kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memanjang sepanjang barisan.Jarak antarkelompok barisan (lorong) bisa mencapai 50 cm, 60 cm atau 70 cm bergantung pada kesuburan tanah (Suriapermana, dkk 1990). Variasi jarak tanam legowo dapat dikembangkan oleh petani, tergantung dari pengalaman yang paling menguntungkan. Pada tanah yang subur, jarak tanam legowo lebih renggang dari tanah yang tidak subur. Untuk varietas
19
Universitas Sumatera Utara
padi yang daunnya terkulai gunakan jarak tanam legowo yang lebih renggang dari padi yang daunnya tegak. Teknologi legowo dikembangkan untuk memanfaatkan pengaruh barisan pinggir tanaman padi (border effect) yang lebih banyak (Anonimus 1995). Dengan sistem legowo, tanaman padi tumbuh lebih baik dan hasilnya lebih tinggi karena luasnya border effect dan lorong di petakan sawah sehingga menghasilkan bulir gabah yang lebih bernas (Pahruddin, dkk 2004). Keuntungan lain dengan menggunakan sistem legowo adalah : a. Penanaman dengan sistem legowo biasanya diterapkan pada daerah yang banyak serangan hama dan penyakit. b. Pengendalian hama terutama wereng coklat, ulat grayak, lembing batu dan hama lain yang berada di pangkal batang lebih efektif. c. Menekan tingkat keracunan besi pada tanaman padi. d. Pengendalian hama dan gulma lebih mudah. e. Memfasilitasi ruang kosong untuk drainase, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi. f. Penggunaan pupuk lebih efektif. g. Umur padi lebih genjah 5-10 hari dibandingkan dengan umur padi dengan tanam cara tegel (Suriapermana, dkk 2000) Kemungkinan dampak negatif sistem legowo : a). Penggunaan benih padi lebih tinggi 10-25%, b). Upah buruh tanam meningkat dan c). Harus dibuat caplak khusus.
20
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di persawahan irigasi Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.. Penelitian I dilaksanakan pada bulan Juni 2006 sampai dengan
September 2006 dan
penelitian ke II dilaksanakan bulan Maret 2007 sampai dengan Juni 2007. Tahapan Penelitian. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu : 1. Respon Pertumbuhan Vegetatif Varietas Padi Sawah Terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam. 2. Respon Produksi Varietas Padi Sawah Terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam. Bahan dan metode penelitian tersebut diuraikan secara terperinci pada masing-masing penelitian. Alur penelitian yang menunjukkan keterkaitan antar penelitian disajikan pada Gambar 1.
21
Universitas Sumatera Utara
PELANDAIAN PRODUKSI PADI SAWAH
PENERAPAN TEKNOLOGI SECARA KONVENSIONAL
PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA
Sistim Pengelolaan Air Tidak Baik ditandai dengan : Penggenangan lahan > 5 cm, terus-menerus Boros penggunaan Air Varietas Tidak Berlabel dan Monoton tiap musim tanam ditandai dengan : Penggunaan varietas turunan Tidak ada pergiliran varietas
Jarak tanam tidak optimal, ditandai dengan : Jarak tanam rapat dan tidak beraturan
PENELITIAN
TAHAP I Respon Pertumbuhan Vegetatif Padi Sawah Terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam
TAHAP II Respon Produksi Varietas Padi Sawah terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Tahap I dan Tahap II
22
Universitas Sumatera Utara
PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN PRODUKSI EMPAT VARIETAS PADI SAWAH TERHADAP TINGKAT GENANGAN AIR DAN JARAK TANAM.
PENDAHULUAN Pengelolaan tanaman yang tidak baik dengan menggunakan teknologi secara turun temurun, menyebabkan tingkat produktivitas padi cenderung melandai.
Pertumbuhan
pembentukan
anakan
dan
tidak
perkembangan optimal,
ini
vegetatif
disebabkan
tanaman
seperti
pertumbuhan
dan
perkembangan akar terhambat sehingga sangat mempengaruhi produksi padi. Kebiasaan petani menggenangi sawahnya secara terus menerus terutama pada fase vegetatif menyebabkan tanaman kurang dapat mengambil unsur hara yang dibutuhkan, menghambat pertumbuhan anakan /tunas, menghambat perkembangan akar, merangsang pertumbuhan memanjang tanaman, menghasilkan lebih banyak jerami, dan penggenangan yang terlalu dalam dan lama dapat merubah sifat-sifat kimia tanah sawah, antara lain: kandungan oksigen yang sedikit, kandungan karbon dioksida yang berlebihan, terjadi akumulasi H2S yang dapat meracuni tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil (De Datta 1981 dan Vergara 1990). Sedangkan Pada kondisi tanah tidak tergenang, akar akan tumbuh dengan subur dan besar, sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak, serta mendorong tumbuhnya tunas yang optimal (Anonimus 2000a). Pengelolaan air pada padi sawah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman seperti pertumbuhan akar yang akan mendorong jumlah anakan perumpun yang dihasilkan. Kebutuhan air untuk setiap varietas padi sawah berbeda-beda satu sama lainnya. Untuk itu, penanaman varietas untuk setiap musim tanam harus disesuaikan dengan cuaca (musim). Berdasarkan hal
23
Universitas Sumatera Utara
tersebut di atas varietas padi sawah dibagi dalam tiga golongan berdasarkan cuaca (musim) yaitu: a). varietas yang cocok ditanam pada musim penghujan, varietas ini tahan rebah terhadap genangan air yang dalam, b). varietas yang cocok ditanam pada musim kemarau dan c). varietas yang cocok ditanam pada musim penghujan dan kemarau. Petani masih menggunakan benih yang berasal dari hasil panen sebelumnya secara terus menerus dan penggunaan benih tidak variatif (tidak ada pergiliran varietas) untuk setiap musim tanam menyebabkan tingkat produktivitas dan ketahanan suatu varietas terhadap hama dan penyakit menurun (Istuti dan Endah 2000; Darwis 2004; Anonimus 2005a ). Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil padi per satuan luas dapat ditempuh dengan menanam varietas unggul padi sawah yang berpotensi hasil tinggi yang didukung karakteristik low input, tahan terhadap tekanan biotik maupun abiotik dan berkualitas baik. Keberhasilan upaya tersebut sangat tergantung pada variabilitas genetik karakter-karakter yang dapat diwariskan (Ferh 1987) dan kemampuan untuk memilih genotif unggul dalam tahapan-tahapan seleksi. Usaha untuk meningkatkan hasil, umur genjah, dan disukai konsumen adalah dengan melakukan pengujian dan seleksi yang tujuannya untuk mendapatkan varietas padi unggul yang spesifik lokasi. Penanaman bibit padi yang dilakukan petani cenderung rapat, tidak beraturan dan penanaman bibit banyak (lebih dari 5 bibit) perlubang tanam menyebabkan
perawatan/pemeliharaan
tanaman
tidak
optimal
sehingga
pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif tidak seragam untuk setiap petakan sawahnya dan ini berengaruh terhadap produksi. Ini disebabkan petani sulit
24
Universitas Sumatera Utara
melakukan penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit dengan jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan. Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan antar sistem perakaran tanaman dalam konteks pemanfaatan pupuk (Hale dan Orcutt 1987).
25
Universitas Sumatera Utara