19
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Ikan Komet (Carrasius auratus) Ikan komet merupakan termasuk dalam famili Cyprinidae dalam genus Carassius. Ikan komet merupakan salah satu jenis dari Cypridae yang banyak dikenal dikalangan masyarakat karena memiliki warna yang indah dan eksotis serta bentuk yang menarik. Kedudukan ikan komet di dalam sistematika (Lingga dan Susanto, 2003) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariphisysoidei
Subordo
: Cyprinoidea
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Carassius
Spesies
: Carassius auratus Ikan komet berasal dari Cina, dengan nama asing Goldfish. Dikalangan
pembudidaya ikan hias di dunia, ikan komet termasuk salah satu ikan hias yang sangat populer dan banyak penggemarnya. Tubuhnya yang aneh itu sulit digambarkan bentuknya dan oleh para peternak disebut fantastik. Ikan komet yang dikenal sekarang dipasaran maupun dikalangan pembudidaya bukan lagi seperti aslinya, tetapi telah jauh berbeda (Lingga dan Susanto, 2003).
Universitas Sumatera Utara
20
Morfologi ikan komet tidak jauh beda dengan morfologi ikan mas. Karakteristik ikan komet masih dapat dibedakan dari karakteristik ikan mas secara umum, meskipun jika didekatkan keduanya akan sangat mirip, oleh sebab itu diluar negeri ikan komet dijuluki sebagai ikan mas (goldfish). Ikan komet sangat aktif berenang baik di dalam kolam maupun di dalam akuarium, tidak dapat bertahan dalam ruang yang sempit dan terbatas, serta membutuhkan filtrasi yang kuat dan pergantian air yang rutin. Ikan komet banyak ditemui dengan warna putih, merah dan hitam, dapat tumbuh dan hidup hingga berumur 7 hingga 12 tahun dan panjang dapat mencapai 30 cm (Partical Fish Keeping, 2006). Ikan komet untuk hidupnya memerlukan tempat hidup yang luas baik dalam akuarium maupun kolam dengan sistem aerasi yang kuat dan air yang bersih. Untuk menjaga kualitas airnya dianjurkan untuk mengganti minimal 25% air akuarium atau kolam tiap minggunya. Untuk bagian substrat dasar akuarium atau kolam dapat diberi pasir atau kerikil, ini dapat membantu ikan komet dalam mencari makan karena ikan komet akan dapat menyaringnya pada saat memakan plankton. Ikan komet dapat hidup dalam kisaran suhu yang luas, meskipun termasuk ikan yang hidup dengan suhu rendah (15-21 0C) tetapi ikan komet juga membutuhkan suhu yang tinggi sekitar 27-30 0C hal ini diperlukan saat ikan komet akan memijah. Untuk memperoleh suhu inilah maka ketinggian air didalam tempat pemijahan diharapkan hingga 15-20 cm (Partical Fish Keeping, 2006).
Universitas Sumatera Utara
21
Gambar 2. Ikan Komet (http://www.zonaikan.com oleh Dian, 2014)
Pakan Bagi setiap makhluk hidup, makanan mempunyai peranan sangat penting sebagai
sumber
energi
untuk
pemeliharaan
tubuh,
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan. Di negara-negara yang telah maju usaha budidaya ikannya, makanan tidak hanya digunakan sebagai sumber energi saja tetapi digunakan juga untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan warna-warna indah pada tubuh ikan sesuai dengan yang diinginkan. Menurut Liviawaty dan Aprianto (1990), guna mempertahankan kelangsungan hidupnya, ikan membutuhkan semua komponen makanan dalam jumlah tertentu, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Ikan sangat efisien dalam mengkonsumsi protein dibandingkan dengan lemak atau karbohidrat, baik protein hewani maupun nabati. Meskipun umumnya lebih mahal, kualitas protein hewani relatif lebih baik dibandingkan dengan protein nabati, karena kandungan asam aminonya lebih lengkap.
Universitas Sumatera Utara
22
Berdasarkan sumbernya, makanan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu makanan alami dan makanan buatan. Makanan alami adalah makanan yang terbentuk secara alamiah, baik di alam maupun di lingkungan tertentu yang sengaja disiapkan oleh manusia. Sedangkan makanan buatan adalah makanan yang dibuat oleh manusia dengan bahan yang komposisi tertentu sesuai dengan kebutuhan. Menurut beberapa ahli perikanan, penggunaan makanan alami dianggap lebih menguntungkan, karena dapat menghasilkan pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan penggunaan makanan buatan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan gizi dari makanan alami yang lebih baik dan tidak menimbulkan masalah penurunan kualitas air berupa proses pembusukan yang sering dialami jika menggunakan makanan buatan. Adanya proses pembusukan dari sisa makanan buatan di dasar kolam, sering mengakibatkan timbulnya gas-gas beracun, penurunan kandungan oksigen yang larut di dalam air dan meningkatnya serangan penyakit. Berdasarkan fungsinya, makanan dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu : 1. Makanan Utama, yaitu makanan yang diberikan kepada ikan untuk digunakan sebagai sumber energi utama bagi kebutuhan hidupnya. 2. Makanan Tambahan, yaitu makanan yang diberikan kepada ikan sebagai sumber energi tambahan karena energi yang berasal dari makanan utama dianggap kurang memadai. 3. Makanan Suplemen, yaitu makanan yang diberikan dengan tujuan untuk melengkapi unsur-unsur tertentu yang mungkin tidak diperoleh dari makanan utama maupun makanan tambahan.
Universitas Sumatera Utara
23
Dosis makanan yang diberikan pada ikan jangan terlalu berlebihan agar tidak menciptakan kondisi buruk di dalam air, terutama jika memberikan makanan buatan. Dosis makanan yang umum diberikan dalam satu hari berkisar antara 35% dari berat total ikan yang dipelihara. Makanan ini tidak diberikan sekaligus, tetapi diberikan secara bertahap. Jumlah makanan yang diberikan pada setiap waktu makanan tergantung dari frekuensi pemberian. Artinya, jika frekuensi pemberian makanan dilakukan empat kali sehari, maka jumlah yang diberikan pada setiap waktu makan adalah 1/4 dari dosis yang telah ditentukan. Untuk menghindari pemberian makanan secara berlebihan, pemberian makanan harus dihentikan apabila 25% dari jumlah ikan yang dipelihara telah meninggalkan tempat makannya. Semua hewan membutuhkan waktu tertentu untuk mencerna makanan yang ada di dalam lambungnya. Pada ikan komet, waktu yang dibutuhkan untuk mencerna makanan dalam lambungnya berkisar antara 3-4 jam. Berdasarkan kenyataan ini, agar makanan yang diberikan dapat dikonsumsi lebih banyak, sebaiknya komet baru diberi makanan berikutnya setelah 3-4 jam kemudian. Dengan demikian, frekuensi makanan dapat dilakukan sebanyak 6-8 kali dalam sehari semalam, namun untuk mudahnya petani hanya memberikan makan 2-3 kali dalam sehari semalam. Alternatif lain yang dianggap cukup baik adalah memberikan makanan berupa kombinasi antara makanan buatan dan alami. Makanan buatan diberikan pada siang hari dan makanan alami diberikan pada malam hari dengan jumlah lebih banyak. Berdasarkan pertimbangan tertentu, beberapa petani sengaja memberikan makanan buatan kepada komet yang dipelihara. Ukuran dari
Universitas Sumatera Utara
24
makanan buatan harus disesuaikan dengan lebar mulut
komet. komet kecil
umumnya diberi makanan berupa larutan, semakin besar ukurannya semakin bertambah besar pula ukuran makanan buatan yang diberikan (Liviawaty dan Aprianto, 1990). Pakan buatan bagi ikan hias memiliki banyak jenis dan merk dagang, Takari merupakan salah satu diantaranya dan cukup populer dalam pemasarannya. Takari merupakan resep istimewa yang mengandung nilai nutrisi yang cukup untuk pertumbuhanyang sehat bagi pakan ikan. Komposisi Takari meliputi tepung ikan, tepung udang, tepung kedelai, vitamin, mineral, pencerah warna, anti oksidan dan lainnya. Adapun kandungan nutrisi Takari ialah protein 30%, Lemak 3%, Serat 4%, Abu 12%, Kadar Air 12%, Vitamin A, D3, E, B1, B6, B12, Niacin, Biotin, Panthotenic, Choline dan lainnya (PT.Central Proteinaprima Tbk, 2014).
Warna pada Ikan Warna merupakan salah satu alasan ikan hias yang diminati oleh masyarakat. Warna menjadi indikator keindahan ikan hias, sehingga pembudidaya perlu mempertahankan warna ikan hias yaitu dengan memberi pakan yang mengandung pigmen warna. Peningkatan intensitas warna pada ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh ikan yang sifatnya tetap seperti umur, ukuran, genetik, jenis kelamin, dan kemampuan ikan dalam menyerap kandungan nutrisi dalam pakan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar tubuh ikan yaitu kualitas air, cahaya dan pakan yang mengandung gizi tinggi serta sumber beta-karoten (Lesmana dan Satyani, 2002).
Universitas Sumatera Utara
25
Warna pada ikan disebabkan oleh adanya sel pigmen atau kromatofor yang terdapat dalam dermis pada sisik, di luar maupun di bawah sisik (Subamia et al, 2010). Sel ini diklasifikasikan menjadi lima kategori warna dasar, yaitu eritriofora yang menghasilkan warna merah dan orange, xanthofora yang menghasilkan warna kuning, melanofora yang menghasilkan warna hitam, leukofora yang menghasilkan warna putih, dan iridofora yang dapat memantulkan refleksi cahaya. Ikan hanya dapat mensintesis pigmen warna hitam dan putih. Warna merah, oranye dan kuning tidak dapat disintesis oleh tubuh ikan, sehingga pembentukan warna pada ikan hias sangat tergantung pada jumlah karotenoid yang ada pada pakan (Lesmana dan Sugito, 1997). Komponen utama pembentuk warna merah dan kuning pada ikan adalah senyawa karotenoid. Hewan akuatik tidak dapat mensintesis karotenoid dalam tubuhnya dan oleh karena itu harus mendapatkan pigmen ini dari pakan (Maulid, 2011). Secara fisiologis ikan akan mengubah pigmen yang diperoleh dari makanannya, sehingga menghasilkan variasi warna. Perubahan warna secara fisiologis adalah perubahan warna yang diakibatkan oleh aktivitas pergerakan butiran pigmen atau kromatofor (Evan, 1993). Pergerakan butiran pigmen secara mengumpul atau tersebar di dalam sel pigmen warna, akibat dari rangsangan yang berbeda, seperti suhu, cahaya, dan lain-lain. Pigmentasi pada ikan dikendalikan oleh sistem saraf dan dua zat kimia yang dihasilkan oleh saraf, yaitu (1) epinefrin (adrenalin) merupakan neurohormon yang dikeluarkan oleh organisme ketika terkejut atau takut sehingga menyebabkan butiran pigmen berkumpul di tengah sel dan menyebabkan hewan
Universitas Sumatera Utara
26
tersebut kehilangan warna, (2) asetilkolin adalah zat kimia yang dikeluarkan sel saraf menuju otot, sehingga menyebabkan melanin menyebar dan mengakibatkan warna tubuh organisme menjadi gelap (Evan, 1993). Penyerapan karotenoid dalam sel-sel jaringan mempengaruhi kromatofor dalam lapisan epidermis ikan. Kromatofor yang terdapat di kulit memungkinkan ikan untuk mengubah warna. Kandungan astaxanthin dalam karotenoid akan meningkatkan pigmen warna merah pada eritrofor sehingga warna merah yang dihasilkan akan tampak lebih jelas.
Biologi Spirulina platensis Mikroalga merupakan tumbuhan air mikroskopik yang mampu bergerak secara pasif (Parson, 1984). Mikroalga juga merupakan mikroorganisme fotosintetik dengan morfologi sel yang bermacam-macam, baik bersel tunggal maupun bersel banyak, berukuran kecil hidup di perairan dan dibedakan menjadi dua golongan yakni phytoplankton dan zooplankton (Kurniawan dan Gunarto, 1999). Mikroalga memiliki peranan yang penting dalam ekosistem perairan sebagai sumber makanan, pelindung fisik bagi organisme perairan karena mikroalga mengandung komposisi kimia yang potensial misalnya protein, karbohidrat, pigmen (klorofil dan karotenoid), asam amino, lipid dan hidrokarbon (Dwijayanti, 2005). Spirulina plantensis berbentuk filamen yang menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang bernilai tinggi (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Spirulina plantensis memiliki habitat perairan dengan kandungan garam yang
Universitas Sumatera Utara
27
tinggi dan sangat penting dalam bioteknologi nutrisional, industri dan lingkungan serta kandungan proteinnya yang cukup tinggi. Spirulina plantensis banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada makanan, untuk pakan ikan (Oktafiana, 2007), hal ini dikarenakan kandungan beberapa zat yang terkandung didalamnya antara lain protein, mineral, vitamin B12, karotenoid, asam lemak essensial seperti γ-linolenic acid (Henrikson, 1989). Bentuk Spirulina platensis dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Spirulina platensis (http://www.holistikhealth.com oleh Agung, 2014)
Spirulina platensis adalah alga hijau yang kaya protein, vitamin, mineral dan nutrient lainnya. Dalam keadaan kering mengandung protein 55-75%. Protein ini terdiri dari asam amino-asam amino seperti methionin, sistein dan lysin. Jika dibandingkan dengan protein yang berasal dari telur dan susu, alga ini juga kaya gamma-linolenic (GLA), dan juga menyediakan alpha-linolenic acid (ALA), linolenicacid
(LA),
stearidonic
acid
(SDA),
eicosapentaeonic
(EPA),
docosahexaenoic acid (DHA), and arachidonic acid (AA). Vitamin yang
Universitas Sumatera Utara
28
terkandung di dalamnya adalah vitamin B1, B2, B3, B6, B9, B12, Vitamin C, Vitamin D dan Vitamin E. Selain hal-hal tersebut di atas juga sebagai sumber potasium, kalsium, krom, tembaga, besi, magnesium, manganese, fosfor, selenium, sodium dan seng (Susanna, dkk., 2007). Perbandingan komponen kimia antara Spirulina platensis, susu dan telur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kadar Protein, Vitamin-vitamin dan Mineral Spirulina platensis. Komponen Kimia 1 butir Telur 10 g Spirulina 200 ml Susu Protein (g)
6,6
6,6
6,4
Vitamin A (IU)
1050
14.000
248
Asam nikotinat (mg)
0.04
1,18
0.20
Riboflavin (vit. B2) (mg)
0.19
0,40
0.38
Tiamin (vit. B1) (mg)
0.09
0,55
0.10
Vitamin B12 (μg)
2.3
30,0
0.28
Zat besi (mg)
1.6
5,8
0.40
Sumber: Umesh dan Seshagiri (1984)
Spirulina platensis menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang mempuyai nilai ekonomi yang tinggi seperti karotenoid (Suharyanto, 2011). Karotenoid merupakan pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan beberapa organisme fotosintesis seperti alga dan beberapa tipe dari jamur dan bakteri. Fungsi penting dari karotenoid diantaranya sebagai pembentuk pigmen jingga yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan misalnya menambah kecerahan warna pada ikan koi, kandungan karotenoid pada Spirulina platensis juga dapat menjadi antioksidan dan dijadikan sebagai food supplement (Layam dan Chandra, 2007).
Universitas Sumatera Utara
29
Komposisi pigmen yang terkandung dalam Spirulina adalah phycocyanin, clorophyll-a dan carotene. Kandungan karotene yang tersusun adalah xantophyll 37%, β-carotene (28%) dan zeaxanthin (17%) (Vonshak, 2008). Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid dari makanan alami (Simpson et al., 1981), sedangkan sumber karotenoid bagi ikan yang dipelihara secara artifisial berasal dari pakan buatan yang jumlahnya sedikit. Karotenoid tidak dapat disintesa di dalam tubuh hewan sehingga harus ditambahkan ke dalam pakan (Fuji, 1993). Ikan hias air tawar yang diberi pakan Spirulina dapat membuat warnanya menjadi lebih berkilau atau cemerlang (Sasson, 1991).
Universitas Sumatera Utara