TINJ AUAN PUSTAKA Dampak Letusan Gunung Mer api Letusan gunung merapi secara lansung mempengaruhi seluruh kelompok organisme tanah dan mengalami penurunan. Pengaruh langsung ini akibat panas yang dikeluarkan oleh erupsi gunung merapi, sehingga organisme tanah banyak yang mengalami kematian. Perubahan suhu tanah juga bisa menyebabkan perubahan terhadap karakteristik habitat dan iklim mikro. Abidin (2004) menyatakan bahwa penurunan organisme tanah setelah erupsi gunung merapi baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan makanan untuk organisme kecil dan tersedianya makananbagi predator. Letusan gunung merapi menyebabkan bahan makanan untuk organisme tanah menjadi sedikit, kebanyakan organisme tanah mudah mati oleh panas yang dikeluarkan akibat erupsi gunung merapi dan segera menyebabkan perubahan dalam habitat, hal ini kemungkinan menyebabkan penurunan jumlah mikroorganisme yang sangat besar dalam habitat. Efek negatif ini biasanya bersifat sementara dan populasi organisme tanah akhirnya kembali menjadi banyak lagi dalam beberapa tahun (Muklis, 2011) Letusan gunung merapi mempengaruhi tekstur tanah. Komponen tekstur tanah (pasir, debu, dan liat) memiliki ambang batas suhu tinggi dan biasanya tidak dipengaruhi oleh erupsi gunung merapi kecuali mengalami pengaruh suhu tinggi dipermukaan meneral tanah (horizon A). Fraksi tekstur tanah yang paling sensitif adalah tanah liat, yang mulai berubah pada suhu tanah sekitar 400°C ketika hidrasi tanah liat dan struktur kisi tanah liat mulai runtuh. Pada suhu 700°C – 800°C kehancuran total struktur tanah liat dapat terjadi (Suriadikarta dkk, 2011). Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri tanah pada umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Pertumbuhan tanaman sangat
dipengaruhi oleh pH tanah. Setiap kelompok jenis tanaman membutuhkan pH tertentu untuk pertumbuhan dan produksinya yang maksimum. pH tanah (reaksi tanah) adalah suatu hal yang penting untuk mempelajari tanah, sebab salah satu fisiologi yang khas dari larutan tanah adalah reaksinya. Dan bagi organisme tanah dalam menanggapi lingkungan kimianya begitu nyata (Yuliprianto, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi pH tanah antara lain dekomposisi bahan organik, pengendapan, kedalaman tanah, penggenangan. Bahan organik tanah yang diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bentuk-bentuk asam organik, karbon dioksida, dan air, senyawa pembentukan asam karbonat. Selanjutnya asam karbonat ini akan bereaksi dengan unsur hara Mg dan Ca yang ada dalam tanah, untuk membentuk bikarbonat yang lebih mudah larut dalam tanah yang bisa tercuci keluar yang akhirnya akan meninggalkan tanah yang lebih masam. Curah hujan yang tinggi akan mencuci kation-kation basa yang ada di tapak jerapan tanah yang kemudian akan digantikan oleh kation- kation masam seperti Al, H dan Mn. Oleh karena itu tanah yang terbentuk biasanya lebih masam dibandingkan dengan tanah-tanah pada lahan kering. Pengaruh keseluruhan dari penggenangan adalah pH tanah (winarso, 2005). Keasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting, sebab terdapat antara pH dan semua pembentukan tanah serta sifat-sifat tanah. Sejumlah organisme memiliki toleransi yang agak kecil terhadap variasi pH, tetapi beberapa organisme lain toleran terhadap kisaran pH yang besar (Hardjowigono, 2007) Pengaruh pH tempat tumbuh terhadap sifat mikroba sangat bervariasi. Beberapa tidak berbeda, seperti halnya sejumlah besar jamur. Umumnya jamur toleran terhadap kemasaman (pH 4,0 – 6,5) sedangkan untuk bakteri lebih menyukai kondisi netral (pH 6,0 – 7,5). Sebagian bersifat neutrofil (Azotobacter, Nitrobacter ) yang lain bersifat acidicil m (Thiobacillus thiooxidans) (Hanafiah dkk, 2009). Hubungan pH dengan KTK sangat erat yaitu pada pH rendah, hanya muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang dapat digantikan
melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan tempat pertukaran kation koloid organik dan beberapa fraksi liat, H+ dan mungkin hidroksi – Al terikat kuat, sehingga sukar dipertukarkan. Dengan meningkatnya pH, hidrogen yang diikat koloid organik dan liat
berionisasi dan dapat digantikan.
Demikian pula ion hidrokso-Al yang terjerap akan dilepaskan dan membentuk Al (OH)3. Dengan demikian terciptalah tapak-tapak pertukaran baru pada koloid liat. Beririnagn dengan perubahan-perubahan itu KTK pun meningkat (Hakim dkk, 1986). Selain faktor kimia tanah, faktor lingkungan yang lain seperti curah hujan dan temperatur juga dapat mempengaruhi unsur hara S yang terkandung dalam debu vulkanik, sehingga unsur hara Stercuci kelapisan bawah tanah ini di sebabkan karena curah hujan yang tinggi unsur hara pada tanah terbawa aliran air kelapisan bawah dan samping sehingga kemasaman tanah meningkat (Hairah dkk, 2010). Letusan gunung merapi mempengaruhi biologi organisme baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek langsung menyebabkan perubahan dalam jangka panjang. Pada efek langsung setiap organisme tertentu terpapar langsung pada larva yang dikeluarkan oleh gunung merapi, uap panas yang dikeluarkan terjebak dilingkungan tanah dan lainnya dimana cukup banyak ditransfer langsung ke lingkungan organisme dan menaikan suhu yang cukup untuk membunuh atau merusak organisme. Efek tidak langsung biasanya menyebabkan menyebabkan perubahan jangka pendek dalam lingkungan yang mempengaruhikehidupan dari biologis (biota tanah). Efek tidak langsung ini dapat melibatkan persaingan untuk habitat, perediaan makanan dan perubahan yang lebih halus lain yang mempengaruhi pembentukan kembali suksesi tanaman dan hewan (Verma dan Jayakumar, 2012). Mengenal Mikor iza Mikoriza adalah suatu struktur yang dibentuk oleh akar tanaman dancendawan tertentu. Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme, antara fungi dengan perakaran tumbuhan tinggi. Istilah mikorizapertama kali digunakan oleh Robert
Hartig pada tahun 1840, yang berasal daribahasa Latin “Myhes” yang berarti cendawan dan “Rhiza” yang berarti akar. Mikoriza dapat dikelompokan menjadi tiga golongan, yaitu;
Ektomikorhiza,
tersebutberdasarkan
Endomikoriza,
struktur
tubuh
buah
dan dan
Ektendomikoriza . cara
infeksi
Penggolongan
terhadap
tanama
(Hardiatmi, 2008). Fungi mikoriza arbuskula (FMA) darikelompok
jamur
yang
bersimbiosis
adalah salah satu jasad renik tanah dengan
akar
tanaman.
Jamur
ini
mempunyaisejumlah pengaruh yang menguntungkan bagi tanaman yang bersimbiosis dengannya. Fungi mikoriza arbuskula (FMA) mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman karena status hara tanaman tersebut dapat ditingkatkan dan diperbaiki. Kemampuannya yang tinggi dalam meningkatkan penyerapan air dan hara terutama P (Hapsoh, 2008). Di dalam tanah mikoriza dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH,suhu, Fe, Al, dan mikro organisme tanah. Glomus berkembang dengan baik pada pH 5,5 sampai 6,5 dan Acaulospora pada pH 5,0 (Sasli, 1999).Glomus memiliki hifa yang relatif lurus, menjulur sepanjang kortek akarsering kali membentuk percabangan tipe H yang memungkinkan hifa tumbuh kedua arah yang berbeda. Acaulospora , hifa pada titik masuk (entry point) memiliki karakteristik bercabang-cabang. Hifa pada kortek terluar biasanya memiliki percabangan yang lebih tidak teratur, lebih ikal, atau keriting dibandingkan dengan hifa Glomus (Nusantara, 2012). Hifa yang ada di dalam sel atau akar tanaman terdiri dari hifa yang tidak bercabang yang terletak di antara sel, hifa intraseluler. Selain itu, terdapat hifa intraseluler yang bercabang secara diktomi (arbuskular) atau yang membengkak menjadi bulat atau bulat memanjang (vesikel) dan hifa mengering (hifa gelung) (Hapsoh, 2008).
Per anan Fungi Mikor iza Ar buskula (FMA) Status kesuburan lahan erat berkaitan dengan kondisi mikrobia tanah yangberlimpah, memiliki fungsi simbiosis dengan perakaran tanaman, sertaditunjukkan dengan pertumbuhan tanaman yang baik (Corryanti, 2011). Proses infeksi dimulai dari pembentukan appresorium yaitu struktur yangberupa penebalan masa hifa yang kemudian menyempit seperti tanduk.Appresorium membantu hifa menembus ruang sel epidermis melalui permukaanakar, atau rambut-rambut akar dengan cara mekanis dan enzimatis. Hifa yangtelah masuk ke lapisan korteks kemudian menyebar di dalam dan diantara sel-selkorteks, hifa ini akan membentuk benang-benang bercabang yang mengelompokdisebut arbuskula yang berfungsi sebagai jembatan transfer unsur hara, antaracendawan dengan tanaman inang. Arbuskula merupakan hifa bercabang halusyang dapat meningkatkan luas permukaan akar, dua hingga tiga kali. Pada sistemperakaran yang terinfeksi akan muncul hifa yang terletak diluar, yang menyebardisekitar daerah perakaran dan berfungsi sebagai alat pengabsorbsi unsur hara.Hifa yang terletak diluar ini dapat membantu memperluas daerah penyerapan haraoleh akar tanaman (Hardiatmi, 2008). Sejumlah percobaan telah membuktikan hubungan saling menguntungkan, yaitu adanya cendawan mikoriza sangat meningkatkan efisiensi penyerapan mineral dari tanah. Mikoriza juga bisa memberikan kekebalan bagi tumbuhan inang. Mikoriza ini menjadi pelindung fisik yang kuat, sehingga perakaran sulitditembus penyakit (patogen), sebab jamur ini mampu membuat bahan antibotik untuk melawan penyakit. Cendawan mikoriza bisa membentuk hormon seperti auxin, citokinin, dan giberalin yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman (Imas dkk., 1989 dalam Sari 2008). Mikoriza menyebabkan terjadinya peningkatan ketahanan tumbuhan terhadap infeksi patogen dan parasit akar. Hal ini dikarenakan terdapatnya penghalang mekanis berupa mantel jamur yang dapat menghambat penetrasi patogen dan adanya kemampuan
beberapa jamur mikoriza untuk memproduksi antibiotik. Mikoriza juga dapat merangsang inang untuk membentuk senyawa-senyawa penghambat dan meningkatkan persaingan kebutuhan hidup di rizosfer (Burhanudin, 2012).
Str uktur Umum Fungi Mikor iza Ar buskula (FMA) Strukturfungi mikoriza arbuskula (FMA) meliputi hifa eksternal, hifa internal, spora, arbuskula atau vesikula.Infeksi cendawan hanya pada korteks primer sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan akar. Proses infeksi dimulai dengan pembentukan apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal, dan selanjutnya hifa akan menembus sel-sel korteks akar melalui rambut akar atau sel epidermis. Hifa dari fungi mikoriza arbuskula (FMA) tidak bersekat, hifa ini terdapat diantara sel-sel korteks akar dan bercabang-cabang di dalamnya, tetapi tidak sampai masuk kejaringan stele. Di dalam sel-sel yang terinfeksi terbentuk gelung hifa atau cabang-cabang hifa kompleks yang dinamakan arbuskula (Supriatna, 2000). Terdapat tiga komponen dalam sistem asosiasi akarfungi mikoriza arbuskula (FMA) yaitu akar tanaman inangnya sendiri, hifa eksternal yaitu bagian hifa yang menjulur ke luar akar dan menyebar dalam tanah dan hifa internal yaitu bagian hifa yang masuk kedalam akar dan menyebar dalam akar. Pengamatan terhadap hifa internal sangat penting untuk menentukan sampai sejauh mana tingkat kolonisasi akar tersebut oleh fungi mikoriza arbuskula (FMA). Hifafungi mikoriza arbuskula(FMA) ini sangat halus dengan diameter bervariasi antara 2-27 μm dan transparan. Oleh karena itu untuk pengamatannya diperlukan pewarnaan (Sumarni, 2001).
Faktor Yang Mempengar uhi Keber adaan Fungi Mikor iza Ar buskula Keberadaan sporafungi mikoriza arbuskula (FMA) dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti: 1. Suhu Suhu berpengaruh terhadap perkembangan spora, hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar.Selain itu, suhu juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Suhu terbaik untuk perkembangan arbukula adalah 300 C, koloni mielia 28-340 C,
dan
perkembangan
vesikula
pada
suhu
350
C
(Schenk dan Schroder, 1974 dalam siregar, 2014). 2. Cahaya Radiasi rendah, hari pendek dan fotosintesis yang rendah, mengurangi penyebaran akar yang bermikoriza (Gianinazzi – Pearson dan Gianinazzi, 1983). Beberapa laporan mengungkapkan kolonisasi berkurang pada cahaya rendahdalam hubungannya dengan suplai karbohidrat (Smith dan Read, 1997). 3. Ketersediaan Hara Ada interaksi antara N dan P dalam pertumbuhan tanaman danpengaruhnya terhadap kolonisasi, yakni P lebih tersedia pada tanaman cukup Ndibandingkan dengan tanaman yang kekurangan N (Smith dan Read, 1997). Ketersediaan Pmempengaruhi persentase kolonisasi. Fosfat yang sangat rendahmenghambat kolonisasi. Penambahan sedikit fosfat akan meningkatkan kolonisasi (Simanungkalit, 1997). 4. Pestisida Pestisida meliputi methyl bromida, khloropikrin, dan berbagai macam racun fungi menurunkan kolonisasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) di lapangan (Nurhalimah, 2014). Aplikasi fungisida seperti Benomyl, PCNB, dan Captan menurunkan persentase kolonisasiakar olehfungi mikoriza arbuskula (FMA) bila dibandingkan dengan tanpa fungisida (Nurhandayani, 2014).
5. pH Tanah Fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian, daya adaptasi masing-masingfungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pH tanah berbeda-beda.Hal ini karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan, dan peranfungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan tanaman (Maas dan Nieman, 1978 dalam siregar, 2014). pH optimum untuk perkecambahan spora berbeda-beda tergantungan pada adaptasi fungi mikoriza arbuskula FMA) terhadap lingkungan. Hasil penelitian Bertham (2003) dalam siregar (2014) menunjukan bahwa perkecambahan maksimum Glomus mosseae pada pH 6-9, sedangkan
Gigaspora corallodea dan Gigaspora heteregoma dari jenis yang lebih avam dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. 6. Bahan Organik Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting selain air dan udara.Jumlah spora fungi mikoriza arbuskula (FMA) berhubungan erat dengan kandungan bahan organic dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah ynag mengandung bahan organik 1-2% dan kandungan spora sangat rendah pada tanah berbahan organic kurang dari 0,5%. Residu akar mempengaruhi ekologi fungi mikoriza arbuskula (FMA). Hal ini disebabkan serasa akar yang terkolonisasi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasa akar tersebut mengandung hifa, vesikula, dan
spora
yang
dapat
mengkolonisasi
fungi
mikoriza
arbuskula
(FMA
(Whiffen, 2007 dalam siregar, 2014). 7. Kandungan air tanah Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan fungi mikoriza. Pengaruh secara langung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Sedangkan pengaruh tidak langsung karena adanya misela eksternal menyebabkan fungi mikoriza
efektif dalam mengaggregasi butir-butir tanah, kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi mikoroza karena kondisi yang anaerob. Daniels dan Trappe (1980) menggunakan
Glomus epigaeum dikecambahkan pada lempung berdebu pada berbagai kandungan air.Glomus epigaeum ternyata berkecambah paling baik pada kandungan air diantara kapasita lapang dan kandungan air jenuh. Hasil Penelitian pada Ber bagai Ekositem
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa Perkembangan fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi rizosfer dan spora cendawan. Kondisi rizosfer adalah kondisi di sekitar perakaran seperti suhu, pH, dan eksudat akar.Sementara kondisi spora cendawan adalah dormansi dan kematangan spora. Asosiasi yang dibentuk oleh cendawan ini, pada dasarnya tidak menyebabkan penyakit pada akar, tetapi meningkatkan penyerapan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Infeksi fungi mikoriza arbuskula (FMA) sangat membantu
pertumbuhan
tanaman,
terutama
pada
tanah
miskin
hara
(Delvian, 2005). Fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat populasi dan komposisi jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan FMA adalah pada suhu 30°C, tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 28°C-35°C (Suhardi, 1989; Setiadi , 2001).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Heronimus F. Zebua (2008) keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula (FMA) berdasarkan ketinggian tempat
di hutan pegunungan Gunung Sinabung Kabupaten Karo bahwa kepadatan ratarata spora tertinggi hasil observasi di lapangan ditemukan pada ketinggian 1500 mdpl sebesar 177 spora/20 gram tanah. Jumlah rata-rata spora pada ketinggian 1700 mdpl terdapat sebanyak 160,6 spora/20 gram tanah, sedangkan kepadatan rata-rata terendah terdapat pada ketinggian 1900 mdpl sebanyak 109,3 spora/20 gram tanah. Penyebaran spora fungi mikoriza arbuskula (FMA) pada ketiga ketinggian ini ditemukan genus Glomus sp. sebanyak 9 jenis dan satu jenis genus
Acaulospora sp. Genus Acaulospora hanya ditemukan pada ketinggian 1500 mdpl sedangkan genus Glomus ditemukan pada tiga tingkatan ketinggian tersebut. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Tanah Gunung Sinabung yang berada di dataran tinggi Karo Provinsi Sumatera Utara merupakan tanah andisol yang berasal dari volkano Sibayak dan Sinabung. Andisol merupakan tanah yang secara keseluruhan atau sebagian berasal dari bahan volkanik. Bahan induk beragam mulai dari debu volkan, sinder, pumice/ batu apung, dan aliran lava, sebagian mengandung batu besar dan bahan letusan volkanik lainnya, yang terdiri atas bahan-bahan piroklastis yang terbentuk di daerah volkan. Andisol ditemukan pada semua topografi pada kisaran elevasi 0 hingga lebih dari 3000 m di atas permukaan laut, namun cenderung terdapat pada pegunungan dan berbukit pada lereng volkanik. Kadar C organik andisol berkisar antara 0 hingga 200 g/kg dan memiliki pH 5,2 (Mukhlis, 2007). Pengambilan contoh tanah pada penilitian ini dilaksanakan pada dua daerah yaitu untuk daerah yang terkena abu vulkanik dilaksanakan di Desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo dan yang tidak terkena abuvulkanik dilaksanakan di Desa Kutagugung Kecamatan Nemanteran Kebupaten Karo. Desa Sukanalu berjarak 3 km dan Desa Kutagugung berjarak 5 km dari Gunung Sinabung.
Schmidt dan Ferguson dalam Guslim (2009) menyatakan bahwa bulan basah terjadi jika curah hujan > 100 mm dan bulan kering terjadi jika curah hujan < 60 mm. Berdasarkan data iklim curah hujan yang merujuk pada Lampiran 2, diketahui bahwa lokasi penelitian memiliki rata-rata bulan kering 1,67 bulan dan bulan basah 10,3 bulan,nilai Q adalah 0,1621 sehingga iklim pada wilayah ini tergolong iklim B yaitu beriklim basah. Hal ini didukung oleh Saragih (2010) pada penellitian sebelumnya, yang menyatakan bahwa daerah Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo mempunyai zona iklim B (Basah) dimana rata-rata bulan basah mencapai 7-9 bulan dalam setahun sehingga diperoleh curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2598,8 mm.