TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Pesisir Pantai Perairan pantai sangat penting sebagai habitat berbagai jenis organisme. Perairan pantai merupakan daerah peralihan antara perairan tawar dan laut, terutama di daerah-daerah dekat muara sungai. Sebagai daerah peralihan, perairan pantai mempunyai kekayaan organisme yang relatif tinggi, sehingga sangat potensial untuk dijaga agar kondisinya tetap dalam keadaan baik. Kondisi perairan pantai yang baik, tidak hanya akan menguntungkan secara ekologis, tetapi juga merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat, baik secara langsung bagi masyarakat nelayan maupun secara tidak langsung bagi masyarakat lainnya (Tobing, 2009). Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami atau pun buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah: terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove (mangrove forest), padang lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna, dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa: tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dari kawasan pemukiman (Dahuri, 2008). Menurut Fachrul (2007) kawasan pesisir adalah unik, karena dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia dan proses alami yang terdapat, baik di kawasan bagian atas daratan (upland areas), di lautan dansamudera (oceans). Sebagai ekosistem yang unik, beberapa hal yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang mempunyai daya dukung yang sangat tinggi, sehingga wilayah ini menjadi tempat konsentrasinya berbagai kegiatan manusia. Bukanlah secara kebetulan apabila banyak kota besar terletak di pesisir. 2. Akibat aktivitas manusia yang tinggi di wilayah ini dan akibat posisi geografisnya, maka wilayah pesisir rentan terhadap kerusakan lingkungan. 3. Kerusakan wilayah pesisir akan berpengaruh besar bagi wilayah lainnya. 4. Dalam rangka globalisasi dan zaman informasi seperti saat ini wilayah pesisir menjadi semakin penting sebagai pintu gerbang informasi, lalu lintas barang, dan transportasi masal yang relatif murah Menurut Nybakken (1998) di lihat dari struktur tanah dan bahan penyusunnya, pantai intertidal dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu: a. Pantai Berbatu Pantai berbatu tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Populasi yang padat, keragaman topografi, dan banyaknya spesies di pantai berbatu ini telah mempesonakan para ahli biologi laut dan ahli ekologi. b. Pantai Berpasir Pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi. Pantai pasir kelihatan tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik. Organisme tentu saja tidak tampak karena faktor-faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk kondisi dimana seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat.
Universitas Sumatera Utara
c. Pantai Berlumpur Pantai berlumpur ini merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak, keduanya cenderung mempunyai butiran yang lebih halus dan mengakumulasi lebih banyak bahan organik sehingga menjadi “berlumpur”. Pantai berlumpur tidak dapat berkembang dengan hadirnya gerakan gelombang. Karena itu, pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang benarbenar terlindungi dari aktivitas gelombang laut terbuka. Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur berada di berbagai tempat, sebagian di teluk yang tertutup, gobah, pelabuhan, dan terutama estuaria. Pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasikan bahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup banyak makanan yang potensial untuk organisme penghuni pantai, tetapi berlimpahnya partikel organik yang halus yang mengendap di daratan lumpur juga mempunyai kemampuan untuk menyumbat permukaan alat pernapasan.
Pencemaran Pesisir Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Secara lebih spesifik, Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup mendefinisikan bahwa pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai,
Universitas Sumatera Utara
sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan pengggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi (Mukhtasor, 2007). Sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokkan menjadi 7 kelas: industri, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pertambangan, pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan budidaya. Bahan pencemar yang terkadang dalam buangan limbah dari ketujuh sumber tersebut berupa: sedimen, unsur hara (nutrients), logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotok, organisme pathogen, sampah (litter), dan oxygen depleting substances (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang) (Dahuri, 2008). Dari sisi lokasi sumbernya, pencemaran pesisir dan laut dapat bersumber dari: (1) laut itu sendiri (marine based pollution), atau dapat pula bersumber dari (2) daratan (land based pollution). Pembuangan limbah cair dari anjungan pengeboran minyak lepas pantai adalah contoh jenis sumber dari laut, sedangkan aliran limbah cair dan sampah dari sungai-sungai perkotaan pantai adalah contoh jenis sumber dari darat (Mukhtasor, 2007). Pencemaran limbah rumah tangga dapat mempengaruhi keamanan dalam mengkonsumsi
ikan
dan
kerang-kerangan.
Masalah
ini
terjadi
akibat
terkontaminasinya limbah rumah tangga yang bersifat patogen dan berbahaya (contohnya tipoid, logam beracun, dan pestisida) dengan biota perairan seperti ikan dan kerang. Dampak pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia
Universitas Sumatera Utara
atau bahkan menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan
pesisir
dan
lautan
dan
merugikan
secara
sosial-ekonomi
(Dahuri, 2008).
Karakteristik Bivalvia Kelas bivalvia merupakan moluska yang bercangkang setangkup yang pada umumnya simetri bilateral dengan memfungsikan otot aduktor dan reduktornya.Pada bagian dorsal terdapat gigi engsel dan ligament, mulut dilengkapi dengan labial-palp, tanpa rahang dan radula. Anggota kelas ini mempunyai cara hidup yang beragam, ada yang berenang dengan aktif. Habitatnya adalah perairan laut, payau, danau, sungai, kolam, serta rawa (Astuti, 2009). Menurut Weisz (1973) diacu oleh Sitorus (2008) ciri- ciri umum bivalvia yaitu sebagai berikut: 1. Hewan lunak 2. Sedentari (menetap pada sediment) 3. Pipih di bagian yang lateral 4. Mempunyai tonjolan di bagian dorsal 5. Tidak memiliki tentakel 6. Kaki otot berbentuk seperti lidah 7. Mulut dengan palps (lembaran berbentuk seperti bibir) 8. Tidak memilki radula (gigi) 9. Insang dilengkapi dengan silis untuk filter feeding (makan dengan menyaring larutan)
Universitas Sumatera Utara
10. Kelamin terpisah atau ada yang hermaprodit 11. Perkembangan lewat trocophora 12. Veliger pada perairan laut dan tawar 13. Glochidia pada bivalvia perairan tawar Bentuk struktur luar dan struktur dalam bivalvia dapat dilihat pada Gambar 2.
A. Struktur Luar Bivalvia
B. Struktur Dalam Bivalvia
Gambar 2. A. Struktur Luar Bivalvia dan B. Struktur Dalam Bivalvia (Mollusca-din.tripod.com, 2010).
Habitat dan Penyebaran Bivalvia Bivalvia terdiri atas berbagai jenis kerang, remis dan kijang. Kebanyakan hidup di laut terutama di daerah litoral, beberapa di daerah pasang surut dan air tawar. Beberapa jenis di laut hidup pada kedalaman sampai 5.000 m. Umumnya terdapat di dasar perairan yang berlumpur atau berpasir, beberapa hidup pada substrat yang lebih keras seperti lempung, kayu, dan batu (Suwignyo, 2005). Bivalvia mempunyai tiga cara hidup yakni: membuat lubang pada substrat contoh cacing kapal atau ship worm (Teredo navalis), melekat langsung pada substrat dengan semen contoh tiram (Crassostrea sp.) dan melekat pada substrat
Universitas Sumatera Utara
dengan bahan seperti benang contohnya kerang hijau (Perna viridis) (Romimohtarto dan Juwana, 2009). Menurut Sumich (1992) diacu oleh Sitorus (2008) berdasarkan habitatnya bivalvia dapat dikelompokkan ke dalam: a. Jenis bivalvia yang hidup di perairan mangrove Habitat mangrove ditandai oleh besarnya kandungan bahan organik, perubahan salinitas yang besar, kadar oksigen yang minimal dan kandungan H 2 S yang tinggi sebagai hasil penguraian sisa bahan organik dalam lingkungan yang miskin oksigen. Jenis bivalvia yang hidup di daerah ini yaitu Oatrea spesies dan Gelonia cocxans.
b. Jenis bivalvia yang hidup di perairan dangkal Jenis-jenis yang dijumpai di perairan dangkal dikelompokkan berdasarkan lingkungan tempat di mana bivalvia hidup, yaitu yang hidup di garis pasang tinggi, yang hidup di daerah pasang surut, dan yang hidup di bawah garis surut terendah sampai kedalaman 2 meter. Jenis yang hidup di daerah ini adalah Vulsella sp., Osterea sp., Maldgenas sp., Mactra sp., dan Mitra sp.
c. Jenis bivalvia yang hidup dilepas pantai Habitat lepas pantai adalah wilayah perairan sekitar pulau yang kedalamannya 20 sampai 40 m. Jenis bivalvia yang ditemukan di daerah ini seperti:Plica sp., Chalamis sp., Amussium sp., Pleurenoctus sp., Malleus albus, Solia sp., Spondylus hysteria, Pinctada maxiamdan lain lain.
Universitas Sumatera Utara
Berikut beberapa jenis bivalvia yang hidup di laut, yaitu: 1. Kerang Hijau (Mytilus viridis) Kerang hijau tersebar luas di daerah pasang-surut sampai kedalaman beberapa meter di bawah permukaan air laut (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Kerang dari marga Mytilusmempunyai kebiasaan khusus yang berbeda dari kerang jenis lainnya. Kerang ini senang melekatkan dirinya secara tetap pada benda-benda keras yang ada disekelilingnya dan tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut sedang surut (Amalia, 2007). Klasifikasi kerang hijau adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Mollusca
Class
: Bivalvia
Ordo
: Filibranchia
Family
: Mytilidae
Genus
: Mytilus
Spesies
: Mytilus viridis
2. Kerang Darah (Anadara granosa) Kerang darah (Anadara granosa) hidup dengan cara membenamkan diri di pantai-pantai yang berpasir (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Klasifikasi kerang darah adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Mollusca
Class
: Bivalvia
Universitas Sumatera Utara
Ordo
: Arcioda
Family
: Arciodae
Genus
: Anadara
Spesies
: Anadara granosa
3. Kapak-kapak (Pinna muricata) Kapak-kapak (Pinna muricata) hidup di daerah pasang surut dengan dasar pasir berlumpur pada kedalaman 1,5 - 4 m, dengan cara membenamkan sebagian tubuhnya (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Klasifikasi kapak-kapak adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Mollusca
Class
: Bivalvia
Ordo
: Mytiloida
Family
: Pinnidae
Genus
: Pinna
Spesies
: Pinna muricata
4. Kerang Mutiara (Pinctada margaritifera) Kerang Mutiara (Pinctada margaritifera) hidup menempel dengan benang bisus pada bebatuan atau pecahan karang, tersebar di daerah pasang-surut sampai kedalaman 10 m (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Klasifikasi kerang mutiara adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Mollusca
Class
: Bivalvia
Ordo
: Pterioida
Family
: Pteriidae
Genus
: Pinctada
Spesies
: Pinctada margaritifera
5. Kerang Kipas (Amisum sp.) Kerang kipas (Amisum sp.) hidup di daerah pantai pada tempat-tempat yang agak dalam (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Klasifikasi kerang kipas adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Mollusca
Class
: Bivalvia
Ordo
: Pteriomorpha
Family
: Peetinidae
Genus
: Amisum
Spesies
: Amisum sp.
Keanekaragaman Bivalvia Keanekaragaman bivalvia menurut penelitian Sitorus (2008), Astuti (2009) dan Dibyowati (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Data Keanekaragaman Bivalvia No
Komunitas Bivalvia
Sitorus (2008)
Astuti (2009)
Dibyowati (2009)
1559,3347 ind/m2
-
-
200%
-
-
1.
Kepadatan Populasi
2.
Kepadatan Relatif
3.
Frekuensi Kehadiran
799,999%
-
-
4.
Indeks Keanekaragaman
0,50-1,67
4,01
1,130-2,216
5.
Indeks Keseragaman
0,38-0,72
1,1
0,072-0,717
6.
Dominansi
-
1,29
0,198-0,960
Sumber: Sitorus (2008), Astuti (2009), dan Dibyowati (2009) Menurut penelitian Sitorus (2008) di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang jenisbivalvia yang diperoleh terdiri atas 5 spesies yaitu Anadara granosa, Adrana patagonica, Hecuba scortum, Mactra janeiroensisi, Telina exerythra dengan kepadatan populasi bivalvia secara keseluruhan dari ketiga stasiun pengamatan sebesar 1559,3347 ind/m2, kepadatan relatif bivalvia sebesar 300%, frekuensi kehadiran bovalvia sebesar 799,999%, indeks keanekaragaman bivalvia secara keseluruhan berkisar antara 0,50-1,67 sehingga dikatakan bahwa keanekaragaman bivalvia di Perairan Pantai Labu tergolong rendah dan indeks keseragaman bivalvia secara keseluruhan berkisar antara 0,39-0,72 sehingga tergolong rendah-sedang. Spesies yang memiliki nilai tertinggi pada masingmasing stasiun adalah Anadara granosa. Menurut penelitian Astuti (2009) di Pesisir Pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan Banten jenis bivalvia yang diperoleh sebanyak 11 spesies serta 2 individu yang tidak berhasil ditemukan, spesies yang ditemukan terdiri atas Barbatia
antiquate,
Trachycardium
pectiniforme,
Mactra
plicataria,
Universitas Sumatera Utara
Brachiodontes bilocularis, Perna viridis, Semele viridis, Tellina rugosa, Gafrarium divaricatum, Tapes bruguieri, Tapes sp., sp.1, sp.2 dengan indeks keanekaragaman berkisar 4,01, indeks keseragaman berkisar 1,1 dan dominansi berkisar 1,29. Spesies yang memiliki nilai tertinggi adalah Perna viridis. Menurut penelitian Dibyowati (2009) di sepanjang Pantai Carita, Pandeglang Banten jenis bivalvia yang diperoleh 34 spesies yaitu 3 famili bivalvia terdiri atas 3 spesies dan 13 famili gastropoda terdiri atas 31 spesies dengan indeks keanekaragaman berkisar antara 0,130-2,216, indeks keseragaman berkisar antara 0,072-0,717 dan dominansi berkisar antara 0,198-0,960. Spesies yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada jenis Donax cuneatus.
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaan Bivalvia Kondisi suatu perairan dapat dinilai dengan berbagai metode dan berbagai sudut pandang. Pendugaan kondisi perairan dapat dilakukan berdasarkan sifat fisika kimia air maupun berdasarkan data biotik penghuni perairan tersebut. Sifatsifat ini akan saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain secara kompleks, sehingga kondisi fisik dan kimiawi akan mempengaruhi kondisi biotik demikian juga sebaliknya, bahwa kondisi biotik juga dapat mempengaruhi kondisi fisik dan kimiawi suatu perairan (Tobing, 2009). Berikut faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan bivalvia, yaitu: a. Suhu Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan.
Universitas Sumatera Utara
Berubahnya suhu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan sisa pabrik, misalnya dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu, sehingga dapat mengakibatkan komunitasnya berubah (Suin, 2002).
b. Salinitas Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰ - 40‰. Pada perairan hipersaline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40‰ - 80‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Effendi, 2003).
c. Derajat Keasaman (pH) pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan air. Selain itu ikan dan makhlukmakhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH antar 7 – 8,5. Besar pH berkisar dari 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat basa/alkalin). Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang asam, nilai di atas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin), dan pH = 7 disebut sebagai netral (Sitorus, 2008).
d. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Semua tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang terlarut
Universitas Sumatera Utara
untuk bernafas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada dalam air (Suin, 2002).
e. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid atau TSS) Total padatan tersuspensi (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahanbahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan Millipore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasadjasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).
f. Substrat Dasar Susunan substrat dasar sangat penting bagi organisme yang hidup di zona dasar seperti bivalvia, baik di air dalam maupun pada air mengalir (Michael, 1994 diacu oleh Sitorus, 2008). Bivalvia umumnya terdapat di dasar perairan yang berlumpur atau berpasir, beberapa hidup pada substrat yang lebih keras seperti kayu atau batu (Suwignyo, 2005).
Universitas Sumatera Utara