Bab II : Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi dan Fungsi Jalan
2.1.1. Pengertian Jalan Kemajuan teknologi menjadi sangat cepat dan berlanjut sampai sekarang. Pengetahuan dan segala penemuan mengenai tanah dan material jalan raya lainnya dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material dan disain tersebut sekarang menjadi lebih ekonomis dan dapat dipercaya. Berbagai pendekatan baru telah dikembangkan di bidang perencanaan jalan raya dan transportasi kota, seperti disain geometris dan struktur, serta kontrol lalu lintas. Jalan dalam arti yang luas adalah sebagian ruang baik di darat, di laut dan di udara yang khusus dan pantas digunakan sebagai penghubung antara beberapa tempat di muka bumi. Jalan dalam hal ini merupakan salah satu sarana transportasi yang melayani kegiatan manusia kesehariannya dan berfungsi menghubungkan daerah yang satu ke daerah yang lainnya sehingga tercipta hubungan yang cepat dan langsung. Pengertian “jalan raya” diperuntukan bagi kendaraan bermotor sebagai pemakai utama.
2.1.2. Golongan dan Klasifikasi Jalan Raya Jalan raya dapat digolongkan berdasarkan fungsinya, antara lain: 1. Sesuai dengan pelayanan -
Sebagai prasarana sosial dan ekonomi
-
Sebagai prasarana politik dan militer / jalan stategi II-1
Bab II : Tinjauan Pustaka
2. Sesuai dengan pengawasan -
Jalan desa
-
Jalan kabupaten / kotamadya
-
Jalan provinsi
-
Jalan negara
Sesuai dengan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.13 tahun 1970, jalan terbagi dalam kelas-kelas sebagai berikut : 1. Jalan Utama Yaitu jalan raya yang melayani lalu lintas tinggi antar kota-kota penting sehingga harus direncanakan dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. 2. Jalan Sekunder Yaitu jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi antara kota-kota penting dengan kota-kota yang lebih kecil di sekitarnya. 3. Jalan Penghubung Yaitu jalan untuk keperluan aktivitas daerah. Tabel 2.1. : Klasifikasi Jalan Klasifikasi Utama Sekunder
Penghubung SMP = Satuan Mobil Penumpang
Kelas Jalan I IIA IIB IIC III
LHR dalam SMP >20.000 6.000 – 20.000 1.500 – 8.000 <2.000 -
II-2
Bab II : Tinjauan Pustaka
Berdasarkan Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan tahun 1992, jalan dibagi menjadi kelas perencanaan sebagai berikut :
II-3
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.1.3. Tahap Pekerjaan Perencanaan Jalan A. Studi kelayakan Studi kelayakan merupakan tahapan pertama yang harus dilaksanakan agar dapat menentukan layak tidaknya suatu jalan dibangun pada lokasi rencana yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sosial, ekonomi, hokum, teknis (keadaan medan atau lokasi), lingkungan hidup dan pelaksanaan dilapangan. B. Perencanaan Awal (preliminary design) Survey dan analisa terhadap lalu lintas yang akan melintas jalan yang akan dibangun atau terhadap jalan yang akan ditingkatkan (rekonstruksi) merupakan langkah awal dalam penggolongan jalan raya dan penentuan geometrik rencana jalan. Setelah jalan dinyatakan layak untuk dibangun maka dilakukan perencanaan awal. Secara garis besar menentukan trase jalan (as jalan) dan mengadakan penelitian secara umum tentang rute jalan yang dipilih untuk menentukan kemungkinan adanya hambatan yang dapat berupa keadaan topograpi seperti : bukit, jurang, gunung, muka air tanah yang tinggi, tata guna lahan dan sebagainya. C. Perencanaan Akhir (final engineering design) Adalah perencanaan lengkap dengan detail yang menjadi pegangan dasar pembangunan jalan, terdiri dari : -
Perencanaan geometrik jalan, meliputi : Alinemen horizontal
II-4
Bab II : Tinjauan Pustaka
Alinemen vertical Potongan memanjang dan melintang Marka dan rambu -
Perencanaan perkerasan
-
Spesifikasi teknis
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Jalan A. Lalu lintas - Volume / Jumlah Lalu Lintas Lalu lintas dinyatakan dalam rata-rata perhari untuk satuan tahun berikut arah dan tujuan lalu lintas yang biasa disebut Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR). Data LHR sudah cukup untuk perencanaan jalan dengan lalu lintas rendah, sedangkan untuk lalu lintas tinggi sebagai dasar adalah volume lalu lintas pada saat sibuk yang besarnya adalah + 15% LHR. - Kecepatan Kecepatan merupakan faktor utama dari segala macam transportasi yang besarnya tergantung dari beberapa hal, yaitu : Pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan Keadaan fisik jalan Cuaca Gangguan dari kendaraan lain Dalam istilah lalu lintas dikenal beberapa macam kecepatan, antara lain : o
Kecepatan Rencana II-5
Bab II : Tinjauan Pustaka
Adalah kecepatan yang ditetapkan untuk disain dan dipilih untuk perencanaan yang dikorelasikan dengan bentuk-bentuk dari suatu jalan raya seperti : tikungan, jarak pandang, kelandaian dan sebagainya, yang akan mempengaruhi operasi kendaraan o
Kecepatan yang diizinkan Adalah kecepatan tertinggi yang diperbolehkan berdasarkan peraturan lalu lintas, yang dapat dipertahankan pada tempat tertentu pada jalan dimaksud biasanya dipasang pada papan / rambu di pinggir jalan dan biasanya lebih kecil dari kecepatan rencana.
o
Kecepatan kendaraan Adalah kecepatan yang dicapai oleh kendaraan. Seorang pengemudi yang bertanggung jawab tidak akan melampaui kecepatan yang diizinkan.
B. Topografi Merupakan faktor
penting dalam
menentukan jalan yang
biasanya
berpengaruh terhadap geometrik. Untuk memperkecil biaya pembangunan jalan, perlu perencanaan disusaikan dengan keadaan topografi dengan tidak menyimpang dari standar perencanaan. Tabel 2.2 : Klasifikasi medan dan besarnya lereng melintang Daerah datar (D) Daerah bukit (B) Daerah gunung (G)
0 – 9,9% 10% – 24,9% >25%
C. Keadaan Geologi Tanah Dasar D. Sosial Ekonomi II-6
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.2.
Kapasitas Jalan Dalam peninjauan kapasitas dimungkinkan tercipta korelasi antara volume lalu lintas sekarang / mendatang dengan tingkat pelayanan yang diberikan oleh jalan pada saat sekarang atau sebagai pengukur terhadap fasilitas-fasilitas yang direncanakan agar memenuhi criteria tingkat pelayanan. Kapasitas merupakan arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan persatuan jam pada kondisi tertentu. Untuk menentukan kapasitas dibedakan menjadi dua bagian yaitu untuk jalan dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah dan untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap nilai kapasitas rencana adalah : -
Lebar jalan
-
Pemisah arah (median)
-
Hambatan samping dan bahu jalan
-
Ukuran kota (jumlah penduduk) Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas : C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
Dimana : C
= Kapasitas (SMP/jam)
Co = Kapasitas dasar (SMP/jam) FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan FCsp
= Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan yang tidak terbagi)
FCsf
= Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan / kerb
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota II-7
Bab II : Tinjauan Pustaka
II-8
Bab II : Tinjauan Pustaka
II-9
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.3.
Standar Geometrik Jalan Raya Dalam perencanaan jalan raya bentuk geometrik harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal pada kegiatan lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Peraturan resmi tentang perencanaan geometrik jalan raya telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Maka semua perencanaan jalan Indonesia harus didasarkan atas peraturan tersebut.
2.3.1. Jarak Pandang Jarak pandang adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang masih dapat dilihat oleh pengemudi diukur dari titik kedudukan pengemudi. Untuk mencapai keamanan yang cukup, suatu jalan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan jarak pandang yang cukup panjang, sehingga dapat memungkinkan pengemudi mengatur kecepatan kendaraannya agar terhindar dari bahaya. Bahaya tersebut dapat ditimbulkan oleh penghalang yang berada pada lintasannya yang berlawanan, yaitu pada waktu melakukan “penyiapan” kendaraan lain. Untuk mendapatkan jarak pandang yang cukup pada waktu merencakan harus disesuaikan pada dua hal, yaitu :
II-10
Bab II : Tinjauan Pustaka
-
Jarak yang diperlukan oleh kendaraan untuk berhenti, hal ini diperlukan untuk semua jalan raya.
-
Jarak yang diperlukan untuk menyiap / mendahului kendaraan lain, hal ini hanya diperlukan pada jalan raya 2 lajur / 3 lajur 2 arah tanpa medium.
Besarnya jarak pandangan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang meliputi faktor pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan dari faktorfaktor tersebut yang terpenting adalah : -
Waktu sadar dan reaksi dari masing-masing Pengemudi
-
Waktu yang diperlukan untuk menghindari bahaya pada keadaan bahaya
-
Kecepatan kendaraan
a. Jarak pandang henti Adalah panjang bagian jalan yang diperlukan oleh pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman. Jarak pandang henti minimum haruslah sedemikian panjang untuk dapat memungkinkan kendaraan yang berjalan dengan kecepatan maksimum berhenti sebelum mencapai suatu penghalang yang berada pada lintasannya. Panjang jarak pandang henti ditentukan oleh dua bagian jarak, yaitu : 1. Jarak yang ditempuh kendaraan dari saat pengemudi melihat suatu panghalang dimana diperlukan untuk berhenti, sampai pada saat pengemudi mulai menginjak rem atau biasa disebut jarak PIEV. Rumus dp = 0,278 x V x t Dimana : dp
= jarak PIEV (m) II-11
Bab II : Tinjauan Pustaka
V
= kecepatan rencana (km/jam)
t
= waktu PIEV (detik)
2. Jarak yang diperlukan untuk menghentikan kendaraan dengan rem diinjak, biasa disebut jarak mengerem. Rumus dr Dimana : dr V
Vn 254 f m
= jarak rem (m) = kecepatan permulaan (km/jam)
fm = koefisien gesek ban dengan perkerasan fm = 0,2 V =100 km/jam 0,45 V = 40 km/jam
b. Jarak pandang menyiap / mendahului Jarak pandang menyiap adalah panjang bagian jalan yang diperlukan oleh pengemudi suatu kendaraan untuk melaksanakan gerakan menyiap / mendahului kendaraan lain yang lebih lambat dengan aman. Pada jalan raya dua lajur dan tiga lajur tidaklah dapat dihindarkan kejadian dimana suatu kendaraan harus menggunakan jalur lain yang dipakai oleh lalu lintas yang berlawanan arah. Apabila gerakan ini akan dilakukan dengan aman tentu saja harus melihat ke depan cukup jauh sehingga dapat menyelesaikan penyiapan tanpa memotong kendaraan lawan yang mungkin datang saat melakukan penyusulan.
II-12
Bab II : Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1. Gerakan Menyiap Perkiraan Sumber : Modul Perkuliahan
Jarak ini ditentukan dengan rumus : d1 = 0,278 x t1 x (v-m+1/2at1) d2 = 0,278 x Vt2 d3 = 30 m sampai 100 m d4 = 2/3 d2 dpm = d1 + d2 + d3 + d4 Keterangan : t = Waktu selama pengendara mengikuti sampai suatu titik akan beralih ke arah lawan (diambil 3,7-4,3 detik) V = Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap m = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang disiap dengan menyiap a = Percepatan rata-rata yang besarnya dari kecepatan yang berkisar antara 2,26 km/jam/detik sampai 2,36 km/jam/detik t2 = Waktu dimana kendaraan yang menyiap berada di lajur kanan. Dari penyelidikan berkisar 9,3 sampai 10,4 detik. II-13
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.3.2. Alinyemen Horisontal Yang dimaksud dengan alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta. Alinyemen horizontal disebut juga trase jalan yang merupakan susunan dari potongan-potongan garis lurus yang biasa disebut dengan “tangent”. Tangent yang satu dengan lain dihubungkan dengan lengkungan yang dapat berupa busur lingkaran saja atau busur lingkaran ditambah dengan lengkung peralihan yang biasa disebut tikungan atau “lengkung horizontal”. a. Jari-jari lengkung minimum Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana sebagaimana tercantum dalam Daftar I Standard Perencanaan Geometrik 1970, ditentukan berdasarkan miring tikungan maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum dengan rumus : R min
V2 127 e
Dimana :
fm
Rmin = Jari-jari lengkung minimum (m) V
= Kecepatan (km/jam)
e
= Kemiringan tikungan maksimum (%) e luar kota : 10% e dalam kota : 8%
fm = Koefisien gesek maksimum fm = -0,000625 V + 0,19
II-14
Bab II : Tinjauan Pustaka
b. Lengkung peralihan Pada suatu bagian jalan yang lurus ke tikungan bagi kendaraan yang melewati bagian jalan tersebut secara teoritis harus dilakukan secara mendadak tetapi secara praktek hal tersebut tidak mengkin terjadi dengan pertimbangan : -
Untuk membuat sudut belokan roda depan, pengemudi memerlukan suatu jangka waktu tertentu, berarti juga memerlukan jarak.
-
Kendaraan yang berjarak pada tikungan yang berjari-jari tertentu akan menerima gaya sentrifugal tertentu pula, dengan timbulnya gaya ini secara mendadak akan menimbulkan gaya lemparan pada diri penumpang (kendaraan).
Maka dari itu dalam perencanaan tikungan dibuat lengkung peralihan yang berfungsi untuk mengadakan peralihan dari bagian yang lurus ke bagian yang mempunyai jari-jari kelengkungan atau sebaliknya. Rumus Ls = B x m x (en+e) Dimana :
B
= ½ lebar perkerasan
m
= 1:landai relatif
en
= kemiringan normal (2%)
c. Kemiringan melintang perkerasan jalan Ada tiga metode mengubah kemiringan melintang perkerasan jalan : -
As jalan sebagai sumbu putar
-
Tepi dalam sebagai sumbu putar
-
Tepi luar sebagai sumbu putar
II-15
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bentuk diagram kemiringan melintang jalan (super elevasi) untuk masingmasing tikungan berbeda-beda. 1. Gambar diagram super elevasi untuk tikungan penuh
Gambar 2.2. as jalan sebagai sumbu putar Sumber : Modul Perkuliahan
Gambar 2.3. tepi dalam sebagai sumbu putar Sumber : Modul Perkuliahan
Gambar 2.4. tepi luar sebagai sumbu putar Sumber : Modul Perkuliahan
2. Gambar diagram super elevasi untuk tikungan spiral circle spiral
Gambar 2.5. as jalan sebagai sumbu putar Sumber : Modul Perkuliahan
II-16
Bab II : Tinjauan Pustaka
Gambar 2.6. tepi dalam sebagai sumbu putar Sumber : Modul Perkuliahan
Gambar 2.7. tepi luar sebagai sumbu putar Sumber : Modul Perkuliahan
3. Gambar diagram super elevasi untuk tikungan spiral-spiral
Gambar 2.8. as jalan sebagai sumbu putar Sumber : Modul Perkuliahan
Gambar 2.9. tepi dalam sebagai sumbu putar Sumber : Modul Perkuliahan
II-17
Bab II : Tinjauan Pustaka
Gambar 2.10. tepi luar sebagai sumbu putar Sumber : Modul Perkuliahan
d. Pelebaran perkerasan pada tikungan Pelebaran perkerasan pada tikungan diperlukan karena dalam prakteknya kendaraan pada tikungan tidak dapat membuat lintasan seperti pada lintasan lurus. Hal ini karena kendaraan mempunyai panjang tertentu sedangkan yang diberi sudut belokan hanya roda depan. Sehingga bila kendaraan berjalan lambat ditikungan akan terjadi lindasan roda depan akan lebih besar dari lintasan roda belakang, sedangkan pada waktu kendaraan berjalan cepat akan terjadi ketidak stabilan kendaraan (slip), perlu juga dipertimbangkan pula as roda depan dengan bamper depan, pada lintasan lurus hal ini tidak berpengaruh terhadap lebar perkerasan tetapi pada tikungan berpengaruh. Dari ketiga hal tersebut di atas maka lebar perkerasan pada tikungan perlu diperhitungkan perlu ditambah atau tidak. Rumus-rumus : -
Akibat off tracking
b" R
R2
P2
b’ = b+b”
II-18
Bab II : Tinjauan Pustaka
-
Akibat kendaraan tidak stabil Z
-
0.105 V R
Akibat as – bumper (tonjolan depan)
Td
R2
A
2P
A
R
Lebar perkerasan pada tikungan
B
n
b' c
Dimana : B
n 1 Td
Z
= lebar perkerasan pada tikungan (m)
n
= jumlah lajur lalu lintas
b’
= lebar lintasan kendaraan truk pada tikungan (m)
Td
= lebar melintang akibat tonjolan depan (m)
Z
= lebar tambahan akibat kelalaian dalam mengemudi
c
= kebebasan samping (biasanya diambil 0,80m)
e. Bentuk-bentuk tikungan Dalam perencanaan tikungan jalan dikenal tiga macam bentuk tikungan, yaitu : 1. Lengkung penuh (full circle) 2. Tikungan Spiral Circle Spiral (CS) 3. Tikungan Spiral Spiral (SS)
Lengkung penuh (Full Circle) Tikungan bentuk ini biasa digunakan pada tikungan yang mempunyai jarijari yang besar dan sudut tangent yang relative kecil (<<10°) sesuai dengan kecepatan rencana.
II-19
Bab II : Tinjauan Pustaka
Rumus-rumus untuk bentuk tikungan Full Circle : Tc = R.Tg Δ/2
Tt
R cos
R
1
R
cos
2
1 2
L = Δ/360 x 2πR
e
emax D 2 Dmax
Dimana :
2
emax D Dmax
e
= super elevasi / kemiringan tikungan
em
= kemiringan tikungan maksimum
D
= derajat kelengkungan
D
= 1432,4 / R
Dmax = derajat kelengkungan maksimum Dmax = 1432,4 / Rmin = 181914,8 (em+fm)/V2 Keterangan rumus dan gambar : PI = Point of Intersection R = Jari-jari (m) Δ = Sudut tangent (diukur dari gambar trase) Tc = Tangent circle (awal lengkung) Ct = Circle tangent (akhir lengkung) Tt = Jarak Tc – PI L = Panjang lengkung Tc – Ct Et = Jarak PI ke lengkung V = Kecepatan rencana
II-20
Bab II : Tinjauan Pustaka
Gambar 2.11. Lengkung Full Circle
Tikungan Spiral Circle Spiral Rumus-rumus untuk bentuk tikungan Spiral Circle Spiral adalah sebagai berikut : Ls min
0.022
V2 R C
2.727
V
e C
Rumus di atas berdasarkan perubahan gaya sentrifugal, dimana : Ls = Panjang lengkung spiral (m) V = Kecepatan rencana (km/jam) R = Jari-jari circle (R rencana) C = Perubahan percepatan (0,4 m/s2) e
= Super elevasi (e riil)
Ls berdasarkan landai relative Ls = B x m x etotal Ls = Lengkung peralihan fiktif B = ½ lebar perkerasan II-21
Bab II : Tinjauan Pustaka
m = 1 : landai relatif etotal = Kemiringan total (en+eriil) Dari Ls dan Ls’ diambil yang paling besar untuk pedoman minimum
Xc
Ls
Ls 5 40 R 2 Ls 2
yc = Ls3 / (6xRxLs) θ
= Ls / (2xR) (radian)
θ
= 28,648 Ls / R (derajat)
P = yc – [Rx(1-cos θ)] K = xc – R sin θ Tt = [(R+P)xTg Δ/2]+K Et = [(R+P)/(cos Δ/2)] – R Δc = Δ – 2 θ Lc = (Δc / 360) x 2 πR L = Lc + 2 Ls
Gambar 2.12. Lengkung Circle Spiral Circle
II-22
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bentuk tikungan Spiral Spiral Bentuk tikungan jenis ini biasanya digunakan pada sudut belokan-belokan yang tajam. Adapun rumusnya sama dengan rumus tikungan Spiral Circle Spiral yang berbeda hanya rumus Ls-nya dan ada hal penting yaitu : Lc = 0 Δ = 2,0 Lc = 0 L = 2Ls Ls = (2 π R / 360) x 2 θ (rad) Ls = (θ x R) / 28,648 (derajat)
Gambar 2.13. Lengkung Spiral Spiral
2.3.3. Alinyemen Vertikal Dalam perencanaan jalan raya perlu juga diperhitungkan alinyemen vertikal untuk menambah kenyamanan bagi pengguna jalan. Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal, bentuk ini memberikan gambaran tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli ada beberapa unsur dari alinemen vertikal, yaitu :
II-23
Bab II : Tinjauan Pustaka
a. Landai maksimum -
Landai jalan adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya kenaikan atau penurunan dalam jarak horizontal.
-
Landai maksimum ini sendiri adalah batas dari landai jalan
Landai maksimum digunakan bila pembangunan sangat memaksa (kondisi lapangan) dan jarak pendek. b. Panjang kritis Panjang kritis adalah panjang maksimum landai jalan yang masih dapat diterima tanpa mengurangi arus lalu lintas. Akibat panjang ini diperkirakan pengurangan kecepatan maksimum sampai 25 km/jam. Tabel 2.3. : hubungan landai jalan dengan panjang kritis (maksimum) Landai %
3
4
5
6
7
8
10
12
Panjang kritis
480
330
250
200
170
150
135
120
Bila keadaan lapangan ternyata panjang maksimum terlampaui maka diperlukan suatu penambahan lajur khusus pendakian kendaraan berat. Lengkung vertikal Lengkung vertikal adalah garis yang menghubungkan dua kelandaian yang berbeda. Ada dua bentuk lengkung vertikal, yaitu : A. Lengkung vertikal cembung
Gambar 2.14. Lengkung Cembung
II-24
Bab II : Tinjauan Pustaka
Rumus : o Berdasarkan jarak pandang henti A S2
Lv 100
2 h1
2 h2
2
Dimana : Lv = Panjang lengkung vertikal (m) A
= Perbedaan aljabar landai (%)
S
= Jarak pandang (m)
h1
= Tinggi mata pengemudi (1,25m)
h2
= Tinggi penghalang (0,1m)
o Berdasarkan jarak pandang menyiap
Lv
25
200 h1 h2 A
2
Dimana : h1
= 1,25m
h2
= 1,25m
B. Lengkung vertikal cekung
Gambar 2.15. Lengkung Cekung
Rumus-rumus : 1. S < Lv Lv
A S2 150 3.5 S
2. S > Lv II-25
Bab II : Tinjauan Pustaka
150
Lv
3 .5 S A
Rumus umumnya : a
2.4.
q1% q 2% 2 Lv
Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Penentuan tebal perkerasan di sini untuk konstruksi yang menggunakan material berbutir, memiliki parameter-parameter seperti dijelaskan dalam subbab berikut sesuai standar perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisa komponen.
2.4.1. Lalu lintas a. Jumlah Lajur berdasarkan Lebar Perkerasan Jalur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan berdasarkan tabel berikut : Tabel 2.4 : Jumlah Lajur berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L) (m) L<5,50 5,50< L < 8,25 8,25< L < 11,25 11,25< L < 15,00 15,00< L < 18,75 18,75< L < 22,00
Jumlah lajur (n) 1 lajur 2 lajur 3 lajur 4 lajur 5 lajur 6 lajur
II-26
Bab II : Tinjauan Pustaka
b. Koefisien Distribusi Kendaraan Koefisien distribusi kendaraan (c) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana ditentukan menurut tabel berikut : Tabel 2.5 : Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Jumlah Lajur 1 lajur 2 lajur 3 lajur 4 lajur 5 lajur 6 lajur
Kendaraan Ringan *) 1 arah 2 arah 1,00 1,00 0,60 0,50 0,40 0,40 0,30 0,25 0,20
Kendaraan berat **) 1 arah 2 arah 1,00 1,00 0,70 0,50 0,50 0,475 0,45 0,425 0,4
*) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran
**) berat total > 5 ton, misalnya : truk, bus, traktor, semi traktor, trailer
c. Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen -
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus berikut : n
LEP
LHRj Cj Ej j 1
Dimana : j -
= jenis kendaraan
Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus berikut : n
LEA
LHRj i 1
UR
Cj Ej
j 1
Dimana : i j
= perkembangan lalu lintas = jenis kendaraan
UR = Umur Rencana -
Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus berikut : LET = (LEP + LEA) / 2
-
Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus berikut : LER = LET x FP II-27
Bab II : Tinjauan Pustaka
FP = Faktor Penyesuaian Faktor Penyesuaian tersebut di atas ditentukan dengan rumus berikut : FP = UR / 10 2.4.2. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi sebagai berikut :
Gambar 2.16. Korelasi CBR dan DDT
II-28
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.4.3. Faktor Regional, Indeks Permukaan dan Koefisien Kekuatan Relatif a. Tabel 2.6 : Faktor Regional
Iklim I <900mm/th Iklim II >900mm/th
Kelandaian I (<6%) % kendaraan berat < 30% >30% 0,50 1,00-1,50 1,50
Kelandaian II (6-10%) % kendaraan berat < 30% >30% 1,00 1,50-2,00
2,00-2,50
2,00
2,50-3,00
Kelandaian III (>10%) % kendaraan berat < 30% >30% 1,50 2,00-2,50 2,50
3,00-3,50
b. Indeks Permukaan (IP) Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lalu lintas ekivalen, menurut tabel berikut : Tabel 2.7. : Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP) LER = Lintas Ekivalen Rencana*) <10 10-100 100-1000 >1000
lokal 1,0-1,5 1,5 1,5-2,0 -
Klasifikasi Jalan kolektor arteri 1,5 1,5-2,0 1,5-2,0 2,0 2,0 2,0 2,0-2,5 2,0-2,5
tol 2,5
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal
Catatan : Pada proyek-proyek penunjang jalan, Jalan murah atau jalan darurat maka IP dapat diambil 1,0
II-29
Bab II : Tinjauan Pustaka
Tabel 2.8. : Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP o) Jenis Lapis Perkerasan LASTON LASBUTAG HRA BURDA BURTU LAPEN LATASBUM BURAS LATASER JALAN TANAH JALAN KERIKIL
IPo >4 3,9-3,5 3,9-3,5 3,4-3,0 3,9-3,5 3,4-3,0 3,9-3,5 3,4-3,0 3,4-3,0 2,9-2,5 2,9-2,5 2,9-2,5 2,9-2,5 <2,4 <2,4
Roughness*) (mm/km) <1000 >1000 <2000 >2000 <2000 >2000 <2000 <2000 <3000 >3000 -
c. Koefisien Kekuatan Relatif (a) Koefisien ini masing-masing bahan yang digunakan pada lapis permukaan, lapis pondasi atas dan pondasi bawah. Ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk material dengan aspal) atau dengan cara lain seperti : Hveem Test, Hubbard Field, dan Smith Triaxial. Koefisian kekuatan relatif tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
II-30
Bab II : Tinjauan Pustaka
Tabel 2.9. : Kekuatan Relatif (a) Koefisien Kekuatan Relatif a1 a2 a3
Kekuatan bahan Kt(kg/cm) CBR(%) Ms
Jenis Bahan
0,4 0,35 0,32 0,3
744 590 454 340
Laston
0,35 0,31 0,28 0,26
744 590 454 340
Lasbutag
0,3 0,26 0,25 0,2
340 340
HRA Aspal macadam Lapen (mekanis) Lapen (manual)
5980 454 340
Laston atas
0,28 0,26 0,24 0,23 0,19
Lapen (mekanis) Lapen (manual)
0,15 0,13 0,14
22 18 100
Stabilitas tanah Dengan semen Pondasi macadam (basah) Pondasi macadam (kering)
0,12
60
0,14 0,13 0,12
100 80 60
Batu pecah (A) Batu pecah (B) Batu pecah (C)
70 50 30
Sirtu (A) Sirtu (B) Sirtu (C)
20
Tanah lempung Kepasiran
0,13 0,12 0,11 0,1
II-31
Bab II : Tinjauan Pustaka
II-32