BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Nanosains dan Nanoteknologi Nanosains adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang sifat materi yang
berukuran 1-100 nm. Nanoteknologi adalah teknologi yang meliputi sintesa dan aplikasi material berskala nanometer. Pada skala nano, material memiliki sifat unik yang dapat dikontrol dan dimodifikasi ukuran, bentuk, sifat kimia, serta fungsi permukaannya (Hasan, 2012). Dewasa ini, nanopartikel telah diaplikasikan diberbagai bidang diantaranya tekstil, kesehatan, industri, pangan dan pertanian, elektronik, lingkungan dan energi seperti terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Aplikasi Nanopartikel dalam Berbagai Bidang (Hasan, 2012).
No
Bidang
Aplikasi
1
Tekstil
Bahan antinoda, bahan penutup luka, dan serat polimer alami.
2
Kesehatan
Terapi kanker, biomarker, media pembawa obat (drug
dan Biomedis
delivery), antibakteri, dan proteksi UV.
3
Industri
Katalis, pigmen nano, dan tinta nano.
4
Pangan dan
Fungisida, katalis pemroses makanan, sensor analisis
Pertanian
keamanan pangan, dan pengemasan makanan.
Elektronik
Sensor dengan sensitivitas tinggi, komputer quantum, sensor
5
kimia, sensor gas, dan laser kuantum. 6
Lingkungan
Sensor polusi, katalis lingkungan, penangkap polutan, dan penanganan air limbah.
7
Energi
Katalis fuel cell dan fotokatalisis.
8
9
Pengembangan nanoteknologi juga diterapkan pada berbagai bidang disiplin ilmu seperti ilmu kimia, fisika, dan biologi. Pengembangan nanoteknologi dalam ilmu fisika adalah
pelapis
permukaan
tahan
gores
pada
lensa,
dalam
ilmu
biologi
pengembangannya adalah rekayasa genetika tanaman, dan dalam ilmu kimia pengembangannya adalah katalis dengan ukuran nano. 2.2
Nanopartikel Perak dan Metode Sintesis Pemanfaatan nanopartikel logam mengalami perkembangan yang sangat pesat,
diantaranya dalam bidang katalisis, biosensor, elektronik, dan optik.
Logam yang
banyak dikembangkan menjadi nanopartikel yaitu Ag (perak), Pt (platina), Pd (paladium) dan Au (emas). Nanopartikel perak adalah salah satu nanopartikel yang banyak digunakan dalam bidang biologi dan farmasi (Hasan, 2012). Dalam pengujian kalorimetri, nanopartikel perak memiliki beberapa keunggulan dibanding nanopartikel emas, karena nanopartikel perak memiliki koefisien molar absorpsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan nanopartikel emas pada ukuran yang sama. Hal ini juga menyebabkan karakterisasi nanopartikel perak menggunakan Spektrofotometer UV-Vis memberikan hasil lebih jelas. Secara garis besar sintesis nanopartikel dapat dilakukan dengan metode top down (fisika) dan bottom up (kimia). Metode fisika yaitu dengan cara memecah padatan logam menjadi partikel-partikel kecil berukuran nano sedangkan metode kimia dilakukan dengan cara membentuk partikel-partikel nano dari prekursor molekular atau ionik (Lembang, E.Y.,dkk, 2013). Sintesis nanopartikel juga dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode elektrokimia, reduksi kimia, ultrasonic irradiation, fotokimia dan sonokimia (Ristian, 2013). Metode yang paling umum dilakukan adalah reduksi kimia. Metode ini banyak dipakai karena dapat memberikan hasil yang cukup
10
baik, sederhana dan mudah. Selain metode-metode kimia tersebut, saat ini sudah cukup banyak dikembangkan metode sintesis nanopartikel dengan menggunakan media dari bahan-bahan biologi baik mikroorganisme maupun ekstrak dari tumbuh-tumbuhan, yang disebut dengan metode biosintesis. Metode biosintesis ini memilki beberapa keuntungan antara lain hemat biaya, ramah lingkungan dan tidak berbahaya. Metode ini tergolong masih dalam tahap perkembangan, sehingga berbagai masalah sering dihadapi berkenaan dengan stabilitas sintesis, pengendalian pertumbuhan kristal dan agregasi partikel. Pengembangan biosintesis nanopartikel sangat penting untuk dilakukan, karena dalam pelaksanaanya tidak menggunakan media bahan-bahan kimia. Misalnya biosintesis nanopartikel perak memanfaatkan bahan-bahan berasal dari tanaman, ganggang, bakteri dan jamur. Pemanfaatan bahan-bahan biologi untuk sintesis nanopartikel dilakukan dengan memanfaatkan senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam makhluk hidup, seperti enzim (sueroksida dismutase, katalase, glutation, peroksidase), protein seperti metalotionin, fitokelatin, karbohidrat, atau kelompok senyawa metabolit sekunder seperti terpenoid dan flavonoid) (Hasan, 2012). 2.3
Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) adalah salah satu tumbuhan berkhasiat
obat, tumbuhnya tegak dan tingginya bisa mencapai 90 cm. Asalnya diduga dari negaranegara Asia yang beriklim tropis. Penyebarannya dari India meluas ke selatan sampai di Siam, ke timur sampai semenanjung Malaya, termasuk Indonesia, yang dapat ditemukan di Jawa. Sambiloto dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 700 meter dari permukaan laut, pada suhu udara 25-32 ° C, dengan kelembaban 70-90% dan waktu penyinaran cukup lama. Di Indonesia, tanaman Sambiloto dikenal dengan
11
nama yang berbeda diantaranya Sambilata (Melayu); Ampadu tanah (Sumatera Barat); Sambiloto, Ki pait, Bidara, Andiloto (Jawa Tengah); Ki oray (Sunda); Pepaitan (Madura). Di Cina, Sambiloto dikenal dengan nama Chuan xin lien. Tanaman ini mempunyai kandungan kimia seperti andrografolid, flavonoid, minyak atsiri serta mineral-mineral
lainnya,
yang
diketahui
bersifat
antiradang,
antidiuretika,
antianalgetika, dan antibakteri. Seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat, salah satunya adalah obat batu ginjal. Klasifikasi ilmiah tanaman Sambiloto adalah sebagai berikut (Ratnani, dkk., 2014): Kingdom : Plantae Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae Classis
: Dicotyledoneae
Ordo
: Solanaceae
Familia
: Acanthaceae
Genus
: Andrographis
Species
: Andrographis paniculata Ness.
Ekstrak daun Sambiloto dapat berguna sebagai antidiare terhadap bakteri yang menyebabkan diare pada manusia (Yendhi Sawitti, Made.,dkk, 2013). utama
dari
daun
Sambiloto
(Gambar
2.1)
adalah
Kandungan
diterpenoide
lactones
(andrographolide), paniculides, farnesols dan flavonoid. Dari berbagai penelitian, kandungan yang dipercaya dapat melawan penyakit adalah andrografolid. Disamping itu, tanaman Sambiloto mengandung saponin, alkaloid, dan tanin. Kandungan kimia lain
12
yang terdapat pada daun Sambiloto adalah lactone, paniculin, dan kalmegin (Yendhi Sawitti, Made.,dkk, 2013).
Gambar 2.1 Tanaman Sambiloto (Ratnani, dkk., 2012)
2.4
Klasifikasi Bakteri Pada tahun 1884, seorang dokter dari Denmark, Hans Christian Gram,
mengembangkan teknik untuk membedakan jenis bakteri berdasarkan ketebalan lapisan peptidoglikan (murein) pada dinding sel dengan sistem pewarnaan. Peptidoglikan adalah komponen utama dinding sel bakteri yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel serta menentukan bentuknya. Bakteri diwarnai dengan zat warna metil ungu, kemudian dibilas dengan alkohol, dan diwarnai sekali lagi dengan zat counterstain. Bila bakteri menunjukkan warna ungu, maka dikelompokkan pada jenis bakteri Gram positif, dan bila bakteri menunjukkan warna merah maka dikelompokkan pada jenis bakteri Gram negatif. Namun, ada pula bakteri yang pada usia tertentu berubah dari Gram positif menjadi Gram negatif, yang disebut Gram variabel. Bakteri yang tergolong famili Bacillaceae merupakan contoh bakteri Gram variabel (Brock, et al., 1994).
13
Bakteri Gram positif adalah bakteri yang dinding selnya menyerap warna violet dan memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Contoh bakteri Gram positif, yaitu Actinomyces, Lactobacillus, Propionibacterium, Eubacterium, Bifidobacterium, Arachnia, Clostridium, Peptostreptococcus, dan Staphylococcus. Bakteri Gram negatif adalah bakteri yang dinding selnya menyerap warna merah, dan memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis. Lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif terletak di ruang periplasmik antara membran plasma dengan membran luar. Contoh bakteri Gram negatif, yaitu Azotobacter, Rhizobium leguminosarum, Neisseria gonorrhoeae, Haemophilus influenzae, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, dan Helicobacter pylori. Bakteri Gram negatif yang bersifat patogen lebih berbahaya daripada bakteri gram positif, karena membran luar pada dinding selnya dapat melindungi bakteri dan sistem pertahanan inang serta menghalangi masuknya obat-obatan antibiotik (Brock, et al., 1994). Senyawa lipopolisakarida pada membran luar bakteri Gram negatif dapat bersifat toksik (racun) bagi inang. Perbedaan dasar antara bakteri Gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Bakteri Gram positif memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidoglikan yang tebal sedangkan bakteri negatif lapisan peptidoglikogennya tipis. 2.5
Bakteri Escherichia coli Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, pertama kali diidentifikasi di dalam
usus bayi oleh seorang dokter anak dari Jerman yang bernama Theodor Escherich (1885) yang kemudian menamai bakteri ini Bacterium coli commune. Nama Escherichia diberikan pada tahun 1920 sebagai penghargaan terhadap Theodor Escherich. E. coli memiliki struktur seperti tabung atau silinder (Gambar 2.2).
14
Escherichia coli merupakan baktei Gram negatif yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, habitat alaminya adalah saluran usus manusia dan hewan. Morfologinya berupa koloni yang bundar, cembung dan tipis. E. coli tipe O157:H7 dapat
mengakibatkan
keracunan
makanan
yang
serius
pada
manusia
yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan, yang disebut verotoksin. Toksin ini bekerja dengan cara menghilangkan satu basa adenin, sehingga menghentikan sintesis protein (Berg, 2004). Bakteri E. coli tidak memiliki nukleus, organelnya terbungkus membran maupun sitoskeleton, namun memiliki vili dan flagela sebagai organel eksternal. Vili berupa filamen tipis untuk menangkap substrat spesifik, sedangkan flagela berupa filamen tipis yang lebih panjang untuk berenang (Berg, 2004). Bakteri ini termasuk bakteri gram negatif yang berbentuk batang dan memiliki ukuran sel dengan panjang 1,0-1,3 µm dan 0,5-1,0 µm, terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan dan dalam rantai pendek biasanya tidak berkapsul. Lapisan selubung sel yang terdapat di antara membran sitoplasma dan kapsul disebut dinding sel. Dinding sel pada bakteri Gram negatif terdiri dari peptidoglikan dan membran luar. Dinding sel berperan penting sebagai proteksi tekanan osmotik internal yang mencapai 5-20 atm dan juga berperan dalam pembelahan sel (Hendrayati, 2012). Bakteri ini hidup pada suhu 25˚C-40˚C dan secara optimum pada pH 6-8 (Ristian, 2013). Klasifikasi ilmiah bakteri Escherichia coli adalah sebagai berikut (Hendrayati, 2012): Domain
: Bacteria
Kingdom : Monera Divisi
: Eubacteria
Kelas
: Proteobacteria
15
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
Gambar 2.2 Bentuk mikroskopis bakteri Escherichia coli, (Hendrayati, 2012).
2.6
Bakteri Staphylococcus aureus Bakteri Staphylococcus aureus pertama kali diamati dan dibiakkan oleh Pasteur
dan Koch, kemudian diteliti secara lebih terinci oleh Ogston dan Rosenbach pada era tahun 1880-an (Aryadi, 2014). Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 µm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (Gambar 2.3). Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC) dan dengan pH 4,0-9,8 dengan pH optimum 7,0-7,5. Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S.
16
aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Kusuma, 2009). Bakteri ini merupakan bakteri pathogen yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit atau selaput lendir. S. aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia dan hewan. Kemampuan dalam menyebabkan suatu penyakit tersebut berhubungan dengan beberapa faktor termasuk ekstraselular enzim dan racun. Bakteri ini ditemukan terutama pada kulit, kelenjar kulit, selaput lendir, luka, umumnya merupakan penyebab radang tenggorokan serta infeksi kulit (bisul), infeksi sistem saraf pusat dan paru-paru (Ristian, 2013). Klasifikasi ilimiah bakteri S. aureus adalah sebagai berikut (Aryadi, 2014): Domain
: Bacteria
Kingdom : Eubacteria Divisi
: Firmicutes
Kelas
: Cocci
Ordo
: Bacillales
Famili
: Staphylococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Species
: Staphylococcus aureus
17
Gambar 2.3 Bentuk mikroskopis bakteri S.aureus (Aryadi, 2014).
Sebagian bakteri S. aureus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. Kontaminasi langsung S. aureus pada luka terbuka, seperti luka pascabedah, infeksi setelah trauma dan meningitis setelah fraktur tengkorak. Keracunan makanan dapat disebabkan oleh kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah 1,0 µ g/gr makanan. Gejala keracunan ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tidak disertai demam (Kusuma., 2009). 2.7
Potensi Antibakteri Nanopartikel Perak Antibakteri adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau
mematikan bakteri.
Antibakteri dalam defenisi yang luas adalah suatu zat yang
mencegah terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Antibiotik maupun antibakteri sama-sama menyerang bakteri. Antibakteri biasanya dijabarkan sebagai
18
suatu zat yang digunakan untuk membersihkan permukaan dan menghilangkan bakteri yang berpotensi membahayakan (Lisdayanti, 2013). Zat antibakteri dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteri statik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Pengujian aktivitas antibakteri adalah teknik untuk mengukur seberapa besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi mikroorganisme. Kepekaan bakteri terhadap senyawa yang berfungsi sebagai antibiotik bervariasi. Bakteri Gram positif biasanya lebih peka dibandingkan bakteri Gram negatif, meskipun beberapa antibiotik hanya dapat bereaksi atau mempengaruhi bakteri Gram negatif, tetapi tidak menutup kemungkinan bakteri Gram negatif lebih peka dibanding dengan bakteri Gram positif pada beberapa antibiotik tertentu. Nanopartikel perak digunakan sebagai zat antimikroba di beberapa tempat umum seperti di elevator dan stasiun kereta api di China (Sahayaraj, et al, 2011). Pada beberapa tahun terakhir, sifat resistan dari bakteri pathogen dan jamur terhadap zat-zat antimikroba yang ada di pasaran mengalami peningkatan dan sudah menjadi masalah yang serius. Mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan virus, yang berada dalam lingkungan tempat tinggal sering bersifat pathogen atau membahayakan, yang dapat menyebabkan infeksi hebat dalam kehidupan manusia (Gajbhiye, et al, 2009). Hal tersebut mengharuskan para peneliti untuk mencari zat-zat antimikroba baru dari alam, maupun dari bahan-bahan anorganik. Diantara zat-zat antimikroba anoganik, perak sudah banyak digunakan untuk mencegah infeksi. Aktivitas atibakteri dan antivirus dari perak, ion-ion perak dan campuran perak telah teruji sepenuhnya (Gajbhiye, et al, 2009). Hasil survei terakhir dari beberapa literatur menunjukkan penemuan aktivitas bakterisida dari nanopartikel perak yang luar biasa. Ingle dan kawan-kawan, tahun 2008
19
telah menemukan bahwa nanopartikel perak memiliki aktivitas antibakteri yang signifikan terhadap E. coli dan S. aureus, yang bersifat multiresistan terhadap macammacam obat. Pal dkk., tahun 2007 telah melaporkan bahwa aktivitas antibakteri dari nanopartikel perak terhadap bakteri gram negatif E. coli bergantung pada bentuk dari nanopartikel. Kim et al., tahun 2009 telah melaporkan bahwa nanopartikel perak merusak selsel jamur dengan cara menyerang sel-sel membrannya sehingga mengganggu atau mengacaukan potensial membran. Hal ini juga telah diperkuat oleh hasil analisis menggunakan TEM (Transmission Electron Microscopy) dimana interaksi antara nanopartikel perak dengan struktur membran dari sel C. albricant terjadi pada saat membran sel terekspos atau terpapar nanopartikel perak yang mengakibatkan perubahan sangat penting di dalam membran sel sehingga menyebabkan terbentuknya lubanglubang pada permukaan membran dan pada akhirnya membran menjadi berlubang dan berikutnya adalah kematian sel-sel. Pada penelitian potensi antibakteri nanopartikel perak, didalam pelaksanaannya diperlukan dua kontrol yang sangat penting yaitu kontrol positif dan negatif. Kontrol positif adalah zat yang digunakan sebagai pembanding yaitu zat antibiotik standar, yang bertujuan untuk mengetahui apakah zat uji bisa berefek sama dengan zat antibiotik standar yang digunakan. Kontrol negatif adalah zat pelarut yang digunakan pada penelitian, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pelarut tersebut terhadap bakteri uji (Emrizal, dkk., 2012). Menurut Davis dan Stout (1971), berdasarkan diameter zona bening yang terbentuk pada saat uji antibakteri dilakukan maka kekuatan antibakteri dari suatu zat dapat dikelompokkan sebagai berikut:
20
a. Diameter zona bening ≥ 20 mm artinya daya hambat sangat kuat. b. Diameter zona bening 10 – 20 mm artinya daya hambat kuat. c. Diameter zona bening 5 – 10 mm artinya daya hambat sedang. d. Diameter zona bening < 5 mm artinya daya hambat lemah. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini akan dikelompokkan berdasarkan penggolongan di atas, untuk menentukan apakah zat uji termasuk kedalam zat antibakteri yang sangat kuat, kuat, sedang maupun lemah.