II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Cabai Rawit Tanaman cabai merupakan tanaman budidaya yang termasuk tanaman perdu dari famili Solanaceae. Tanaman cabai biasanya ditanam di pekarangan dan di kebun sebagai tanaman sayuran. Tanaman cabai berasal dari benua Amerika, yaitu dari daerah Peru. Tanaman cabai menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk juga Negara Indonesia. Tanaman cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self – pollinated crop). Walaupun demikian, persilangan antar varietas secara alami sangat mungkin terjadi di lapangan yang dapat menghasilkan ras-ras cabai baru dengan sendirinya (Cahyono, 2003). Di Indonesia umumnya diusahakan dua spesies cabai yaitu : cabai besar dengan buah yang menggantung (Capsicum annum L.) dan cabai kecil dengan buah
yang
tegak
tidak
menggantung
(Capsicum
frutescens
L.)
(Semangun,2000).Kasifikasi cabai rawit menurut Rukmana (1996) adalah sebagai berikut: Divisio
: Spermatophyta.
Subdivisio
: Angiospermae.
Klass
: Dicotyledonae.
Sub klass
: Metachlamidae.
Ordo
: Tubiflorae.
Famili
: Solanaceae.
Genus
: Capsicum.
Spesies
: Capsicum frutescens L. Tanaman cabai rawit termasuk tanaman dikotil (berkeping dua) yang
memiliki akar tunggang yang tumbuh vertikal ke arah pusat bumi. Akar tanaman
7
8
cabai memiliki kemampuan menembus ke dalam tanah sejauh 30 - 60 cm dan mempunyai akar serabut yang umumnya berada dekat dengan permukaan tanah dan melebar sejauh 30 - 50 cm (Purwono, 2003). Cabai rawit mempunyai tinggi yang dapat mencapai 50 - 150 cm. Cabai rawit termasuk tanaman perdu. Batang cabai rawit memiliki struktur yang keras dan berkayu, berwarna hijau gelap, tidak berbulu, berbentuk bulat halus, berbukubuku, dan bercabang banyak (Setiadi, 1990). Dauncabairawitberbentukbulattelurdenganujungmeruncingdantepidaun rata (tidakbergerigiatauberlekuk).Ukurandaunlebihkecildibandingkandengandauncabai besar.Daunmerupakandauntunggaldengankedudukanagakmendatar, memilikitulangdaunmenyiripdantangkaitunggal
yang
melekatpadabatangataucabang.Jumlahdauncukupbanyaksehinggatanamantampakr imbun (Cahyono, 2003). Bunga cabai rawit merupakan bunga tunggal yang berbentuk bintang dan tumbuh pada ketiak daun dengan mahkota bunga berwarna putih. Penyerbukan bunga termasuk penyerbukan sendiri, namun dapat terjadi juga secara silang. Panjang bunga cabai rawit 1 - 1,5 cm, lebarnya sekitar 0,5 cm dan panjang tangkai bunga 1 - 2 cm. Warna kepala putik kuning kehijauan. Tangkai sari berwarna putih, tetapi yang dekat dengan kepala sari berwarna kecoklatan. Panjang tangkai sari 0,5 cm, kepala sari berwarna biru atau ungu (Tjahjadi, 1991). Bungacabairawitberukuran kecil, terletak pada ujung ranting, jumlahnya satu atau dua kadang-kadang lebih. Tangkai bunga tegak, panjangnya 1,5-2,5 cm, warnanya hijau muda. Kelopak bunga kecil, berbentuk bintang segi 5, warnanya hijau kekuningan. Mahkota bunga warna kuning-kehijauan, garis tengah 0,5-1 cm,
9
bentuk bintang bersudut 5. Benang sari 5 buah, tegak, warna kepala benangsari ungu(Prajnanta, 2001). Buah cabai rawit akan terbentuk setelah terjadi penyerbukan. Buah memiliki keanekaragaman dalam ukuran, bentuk, warna dan rasa buah. Buah cabai rawit dapat berbentuk bulat pendek dengan ujung runcing atau berbentuk kerucut. Cabai rawit yang kecil-kecil memiliki ukuran panjang antara 2-2,5 cm dan lebar 5 mm, sedangkan cabairawit yang agak besar memiliki ukuran panjang mencapai 3,5 cm dan lebar mencapai 12 mm. Warna buah cabai rawit bervariasi buah muda berwarna hijau atau putih, sedangkan buah yang telah masak berwarna merah menyala atau merah jingga (merah agak kuning). Pada waktu masih muda, rasa buah cabai rawit kurang pedas sedangkan setelah masak menjadi pedas (Cahyono, 2003). Biji cabai rawit berwarna putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat pipih, tersusun berkelompok (bergerombol) dan saling melekat pada empulur. Ukuran biji cabai rawit lebih kecil dibandingkan dengan cabai besar. Biji-biji ini dapat digunakan dalam perbanyakan tanaman (perkembangbiakan) (Cahyono, 2003).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Rawit Tanaman cabai rawit memiliki daya adaptasi yang luas sehingga dapat ditanam pada
berbagai ketinggian tempat(0-1200 mdpl).Tanaman cabai
memerlukan pH tanah berkisar antara 5,5-6,8 dengan drainase baik dan cukup tersedia unsur hara bagi pertumbuhannya. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhannya adalah 18º-30º C (Cahyono, 2003). Daerah dataran tinggi yang
10
berkabut dan kelembabannya tinggi, tanaman cabai mudah terinfeksi penyakit. Cabai akan tumbuh baik pada daerah yang rata-rata curah hujan tahunannya berkisar antara 600-1250 mm dengan bulan kering 3-8,5 bulan dan tingkat penyinaran matahari lebih dari 45% (Suwandi dkk., 1997). Umur tanaman dan panen cabai ditentukan oleh jenis cabai yang ditanam dan kondisi lingkungan pada tanaman cabai. Tanaman cabai besar dan keriting yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama kali umur 70-75 hari setelah tanam. Waktu panen di dataran tinggi lebih lambat yaitu sekitar 4-5 bulan setelah tanam. Panen dapat terus-menerus dilakukan sampai tanaman berumur 6-7 bulan. Pemanenan dapat dilakukan 3-4 hari sekali atau paling lama satu minggu sekali (Nawangsih dkk., 1999). Intensitas cahaya optimum dalam waktu yang cukup lama, masa pembungaan tanaman akan terjadi lebih cepat dan proses pematangan buahnya juga akan berlangsung lebih singkat.
2.3
BenihBermutudanKesehatanBenih Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1992 tentang
sistem budidaya tanaman, menyebutkan bahwa benih merupakan bagian tanaman yang berfungsi untuk memperbanyak dan mengembangkan tanaman. Benih dapat diartikan sebagai hasil dari perkembangbiakan baik secara generatif maupun vegetatif yang akan digunakan untuk usaha tani. MenurutSuenadkk., (2005), benih merupakan biji tanaman yang sengaja diproduksi dengan perlakuan tertentu, untuk memenuhi persyaratan sebagai bahan pertanaman selanjutnya. Penerapan perlakuan yang baik diperlukan untuk membuat benih bermutu.
11
MenurutKartasapoetra
(2003)
benihbermutuadalahbenih
yang
telahdinyatakansebagaibenih yang berkualitastinggidarijenistanamanunggul.Benih yang
berkualitastinggimemilikidayatumbuhlebihdari
90
%
denganketentuanyaitudapattumbuhdengan normal,memilikikemurnian(terbebasdarikotoran)
dan
terbebasdarihamadanpenyakit. Benihmatang yang dimaksudkanadalahbenih yang terdiridaritigastrukturdasaryaituembrio, jaringanpenyimpanandankulitbenih. Menurut Suena, dkk. (2005), Benih bermutu merupakan benih yang berasal dari varietas murni dan memiliki mutu genetis, fisik, fisiologi dan bebas dari hama penyakit. Mutu genetis meliputi sifat–sifat yang diwariskan induk, mutu fisik meliputi ukuran, bentuk, dan berat, sedangkan mutu fisiologis dicerminkan oleh viabilitas benih yang meliputi daya kecambah, kekuatan tumbuh (vigor)
benih
dan
kesehatan
benih.MenurutSutopo
benihdikatakansehatjikabenihtersebutbebasdaripatogen,
(2012)
baikberupabakteri,
cendawan, virus maupunnematoda.
2.4
Ekstraksi dan Dry Heat Treatment Ekstraksi merupakan suatu kegiatan untuk mengeluarkan benih dari buah
atau membersihkan kulit buah, daging buah dan bagian lain dari buah sehingga diperoleh benih dalam keadaan bersih. Menurut Stubsgoard dan Moestrup (1994), ekstraksi merupakan pemisahan benih dari daging buahnya.Benih yang akan ditanam harus bersih dari lendir atau daging buah. Lendir yang menyelimuti benih dapat menghalangi perkecambahan akibat dari senyawa kimia yang terkandung dalam lendir tersebut. Suwarno (1984)menyatakan bahwa pada benih papaya yang
12
dihilangkan sarkotesnya (lendir yang menyelimuti biji) pada saat ekstraksi memiliki persentase perkecambahan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dihilangkan sarkotesnya. Ekstraksibenihdilakukanpadabuah
yang
berdagingdanbuah
yang
berdagingdanberair.Padabuahberdaging, sebelumbenihdipisahkanataudiekstraksi, buahnyadapatdikeringkanterlebihdahulusetelahbuahmasak.Tanaman
yang
termasukdalamtipeiniadalahtanamanchili (lombok), okra, bitter ground (pare) sedangkanbuah
yang
berdagingdanberairpadasaatmasakfisiologismaupunmasakmorfologiskandungan air benihmasihsangattinggidanbenihdiselaputiolehlendir yang mengandungbahan yang bersifatinhibitor berupa senyawa aromatik (asam lemak) (Widhityarini dkk., 2011).Berdasarkan
hal
tersebut,
sebelumbenihdikeringkanlendir
yang
adaharusdihilangkanterlebihdahuludengancarakimiawiataupuntanpamenggunakan zatkimiayaitudengandifermentasikanterlebihdahulu, kemudianbenihdicucidengan air hinggabersihdanbebasdarilendir (Kuswanto, 2003).Campurandaging (pulp) padabenihsangatberpengaruhterhadapmutufisiologisbenihkarenamemberikanpelua ngtumbuhnyamikroorganismepengganggusepertijamurdanbakterisaatperkecambah an (Ariastuti, 2007). Dry Heat Treatment (DHT) merupakan bagian dari seed treatment yang dilakukan dengan cara memberikan perlakuan suhu tinggi pada benih sebelum dikecambahkan. Pemberian Dry Heat Treatmentbertujuan untuk mengeliminasi penyakit yang ditularkan melalui benih serta untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Penyakit yang dapat dihilangkan oleh Dry Heat Treatmentmeliputi penyakit yang disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri(Gunarta, 2014).Menurut
13
Lee (2004), adapun beberapa keuntungan dari seed treatment antara lain : mengurangi dan menginaktivasi pathogen yang bersifat seed borne seperti virus, bakteri, dan jamur; mengontrol dan mencegah tular penyakit melalui tanah; meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Keuntungan dari dry heat treatment meliputi : 1) menginaktivasi secara penuh virus yang bersifat seed borne, seperti tobacco mosaic virus (TMV), 2) menginaktivasi secara penuh bakteri yang bersifat seed borne seperti Erwinia, dan jamur seperti Fusarium, 3) aman digunakan dalam produksi benih skala besar,4) mudah diaplikasikan dan memudahkan dalam memberikan perlakuan tambahan terhadap benih seperti pewarnaan serta,5) ideal untuk menyediakan benih sehat dalam pertanian organikkarena perlakuan dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia (Lee, 2004). DHTpada benih komersial dari cabai hijau, pada tanaman kontrol semua benih terinfeksi TMV, perlakuan DHT pada suhu 70 oC selama 2 hari (48 jam) sebanyak 2 dari 5 benih yang diamati mengalami infeksi, perlakuan DHT pada benih selama 3 hari (72 jam) semua benih tidak mengalami infeksi, perlakuan DHT pada benih selama 4 hari (96 jam) semua benih tidak mengalami infeksi, perlakuan DHT pada benih selama 5 hari (120 jam) semua benih tidak mengalami infeksi (Nagai, 1981). Dari data tersebut diketahui bahwa perlakuan DHT70 oC selama 72 jam merupakan batas waktu optimum yang baik untuk diaplikasikan pada benih dalam menghilangkan kontaminasi TMV. Selain mengatasi kontaminasi TMV, perlakuan DHT dapat berfungsi dalam pengeringan benih secara efektif dan tentunya diharapkan berpengaruh positif terhadap daya simpannya (RakadanNyana, 2013).Selain itu teknologi dry heat treatment dengan suhu 70º C selama 48 jam mampu untuk menghilangkan kontiminasi TMV pada
14
benih cabai, tanpa merusak daya kecambahnya (Nyana dkk., 2008). Toyoda, et al. (2004) juga menyebutkan bahwa selain untuk menghilangkan kontaminan virus TMV, DHT dapat memberikan cekaman lingkungan terhadap benih dengan harapan benih mempunyai ketahanan tinggi terhadap penyakit, meningkatkan viabilitas benih tanpa menghilangkan unsur mutu benih yang lain. Perlakuan DHT pada benih juga dapat menurunkan daya hantar listrik atau electrical conductivity (EC) yang merupakan salah satu indikasi bahwa benih mempunyai vigor yang tinggi. Penelitian Basra, et al. (2003) menyebutkan bahwa ada kecenderungan turunnya EC dengan perlakuan suhu tinggi pada benih. Budiarti (2011) juga menyebutkan bahwa benih yang mempunyai tingkat kebocoran elektrolit yang tinggi (konduktivitasnya tinggi) mempunyai vigor rendah, sedangkan benih yang mempunyai tingkat kebocoran elektrolit rendah (konduktivitasnya rendah) mempunyai vigor yang tinggi. Perlakuan DHT pada benih dapat meningkatkan kekuatan membran sel sehingga menurunkan EC pada benih. Selain menurunkan EC perlakuan DHT juga dapat menurunkan kadar asam lemak bebas pada benih. Kadar asam lemak bebas yang tinggi merupakan salah satu penyebab utama dari gangguan membran sel dan penyebab hilangnya vigor benih. Asam lemak bebas biasanya terbentuk pada suhu rendah dan kondisi kadar air yang tinggi dan dapat
menyebabkan kerusakan metabolisme sel normal
(Barsa, dkk., 2003). Hasil dari penelitian Basra, et al. (2003) menunjukkan perlakuan DHT dengan suhu 70 o C pada benih dapat menurunkan kadar asam lemak bebas hingga mencapai 0,55 %.
15
2.5
Virus yang Berasosiasi dengan Tanaman Cabai Tanaman cabai yang terinfeksi virus pada umumnya menunjukkan gejala
mosaik, klorosis, dan kuning. Penyakit virus dengan gejala mosaik pada tanaman diinfeksi oleh CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato VirusY), TMV (Tobacco Mosaic Virus). Beberapa virus yang umum menyerang tanaman cabai yaitu : virus CMV (Cucumber mosaic virus), TMV (Tobacco mosaic virus ) (ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) dan PepYLCV (pepper yellow leaf curl virus). (Semangun, 2000).Terjadinya infeksi virus pada tanaman cabai dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Syamsidi dkk., 1997). TMV merupakan virus yang menyerang tanaman dan dapat menginfeksi lebih dari 35 spesies tanaman sehingga dapat menyebabkan kerugian yang besar pada tanaman tembakau. TMV dapat memperbanyak diri jika berada pada sel hidup, tapi virus ini dapat tetap bertahan hidup pada fase dorman dan jaringan tanaman yang mati selamabertahun-tahun maupun di luar tanaman baik itu di dalam tanah, di permukaan tanah maupun pada peralatan yang telah terkontaminasi virus ini. TMV menyebar secara mekanis dan serangga seperti aphids tidak dapat menjadi vektor bagi virus ini.Tanaman yang terserang TMV menunjukkan gejala, yaitu daun-daun muda berubah menjadi warna belang kuning hijau, keriting serta berkerut, tanaman kerdil, buah belang dan berwarna kuning. Gejala lain yang terlihat adalah munculnya garis nekrosis pada daun cabai yang menyebabkan terjadinya gugur daun (Widodo dan Wiyono, 1995). Virus ini dapat ditularkan secara mekanis melalui cairan perasan tanaman sakit, gesekan antar daun yang sakit dan daun sehat, melalui biji dan melalui tanah. Usaha
16
pengendalian yang dapat dilakukan terhadap TMV adalah dengan menghindari bekas tanah yang telah terinfeksi sebelumnya untuk areal pembibitan cabai. Selain itu, agar steril tangan pekerja harus dicuci dahulu dengan alcohol pada waktu perempelan daun, bunga dan pemindahan bibit ke kebun produksi(Nawangsih dkk., 1999).Virus TMV pada benih cabai dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Penampang Melintang Benih Cabai Rawit Sumber : Apriangga (2008)