TINJAUAN PUSTAKA Tanah Entisol Entisol merupakan tanah – tanah yang cenderung menjadi tanah asal yang baru. Entisol, tanah – tanah dengan regolit dalam atau bumi tidak dengan horizon, kecuali mungkin lapis bajak. (Foth, 1998). Tanah Entisol baru tingkat permulaan dalam perkembangan tanah. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik, atau histik (Ent – Recent = baru). Tanah ini dulu disebut tanah Aluvial atau Regosol (Hardjowigeno, 1987). Tanah yang berkembang pada alluvium dari tanah asal yang baru dan mempunyai perkembangan profil sangat lemah, umumnya adalah Fluvent. Pada beberapa dari mereka, perubahan warna horizon A ke C sukar dilihat atau tidak nyata. Biasanya dicirikan oleh stratifikasi. Tekstur dihubungkan dengan laju dimana air mengendapkan alluvium. Untuk alasan ini, mereka cenderung bertekstur kasar di dekat arus air dan bertekstur halus di dekat tepi – tepi luar dari dataran bajir (Foth, 1998). Tanah entisol sebagai tanah yang memenuhi syarat bila regim suhu adalah mesi, isomesik atau lebih panas dan pada waktu kering ditemukan retakan – retakan sampai selebar 1 cm pada kedalaman 50 cm tapi pada kadar liat <50cm dan salah satu syarat dari kriteria berikut ini yaitu bahan sulfidik pada kedalaman <50 cm dari permukaaan tanah mineral atau mempunyai horizon penciri epipedon okhrik, albik, anthropik, histik atau spodik pada kedalaman lebih dari 2 meter (Soil Survey Staff, 2014). Entisol mempunyai kadar lempung dan bahan organik rendah, sehingga daya menahan airnya rendah, struktur remah sampai berbutir dan sangat sarang,
Universitas Sumatera Utara
hal ini menyebabkan tanah tersebut mudah melewatkan air dan air mudah hilang karena perkolasi (Jamilah, 2003). Karakteristik Entisol bertekstur lempung berpasir dan kadar liat yang rendah menyebabkan NH4+ sedikit yang terikat dengan koloid tanah sehingga terjadi volatilisasi dimana NH4+ membentuk NH3 dengan reaksi berikut NH4+ + OH-
NH3 + H2O
Sifat NH3 yang mudah menguap dan porositas Entisol yang besar menyebabkan NH3 mudah keluar dari dalam tanah sehingga kadar N total pada Entisol menurun. Tekstur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menentukan ketersediaan hara, dimana pada tanah dengan tekstur kasar memiliki tingkat pencucian hara tinggi sehingga kadar N-total tanah rendah begitu juga pada tanah dengan tekstur halus dan kandungan liat tinggi kadar N-total tanah rendah karena adanya daya jerap tanah yang tinggi (Damanik dkk, 2010) Bahan Organik Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3 – 5 persen tetapi pengaruhnya terhadap sifat – sifat tanah besar sekali. Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus. Humus terdiri dari bahan organik halus berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa – senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah (Hardjowigeno, 1987). Bahan organik adalah jumlah total substansi yang mengandung karbon organik di dalam tanah, terdiri dari campuran residu tanaman dan hewan dalam
Universitas Sumatera Utara
berbagai tahap dekomposisi, tubuh mikroorganisme dan hewan kecil yang masih hidup maupun yang sudah mati. Sumber bahan organik dapat berasal dari kotoran hewan bahkan dari tanaman dan limbah, misalnya pupuk kandang dan limbah pertanaman, hijauan tanaman, rerumputan dan limbah agroindustri (Ginting, 2009). Sisa – sisa organisme tercampur dengan bagian mineral tanah akibat kegiatan organisme hidup, maka awal dari pembentukan lapisan – lapisan tanah terjadi. Asam – asam yang dilepaskan sebagai akibat dekomposisi bahan organik mempercepat pelapukan mineral yang banyak mengandung basa – basa, sehingga terbentuk unsur – unsur hara yang mudah larut dalam air dan mineral – mineral sekunder seperti mineral liat dan oksida – oksida besi dan aluminium. Bahan – bahan yang baru terbentuk tersebut dapat tetap tinggal di tempat dimana mereka terbentuk, tetapi dapat juga tercuci ke bawah oleh gerakan air (air perkolasi) dan tertimbun di lapisan bawah membentuk horison baru (Hardjowigeno, 1987). Unsur penyusun utama dari bahan organik tanah adalah C (52 – 58%), O (34 – 39%), H (3,3 – 4,8%), dan N (3,7 – 4,1%). Dari kadar yang hanya 5% dari total volume tanah, komponen organik tersusun atas organisme hidup (< 5%), residu segar (< 10%), bahan aktif (33 – 50%), dan humus (33 – 50%) (Manurung, 2013). Bahan organik dapat merubah sifat kimia tanah, yaitu melalui proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba yang memang selalu menempel pada bahan organik. Proses dekomposisi akan melepaskan zat-zat hara ke dalam larutan di dalam tanah dan juga menjadikan bahan organik menjadi bentuk yang lebih sederhana dan bersifat koloid. Kondisi ini akan meningkatkan kemampuan
Universitas Sumatera Utara
absorbsi tanah yang berkaitan juga dengan kapasitas tukar kation (KTK) tanah karena meningkatnya luas permukaan partikel tanah. Hal ini menjadikan tanah mempunyai kemampuan menyimpan unsur-unsur hara yang semakin baik, mengurangi penguapan Nitrogen, maupun pencucian hara-hara kation lain. Pada saatnya berarti pula meningkatkan kapasitas tanah untuk melepas hara kation bagi kebutuhan tanaman, baik melalui proses pertukaran secara langsung maupun pasif oleh proses difusi (Putra, 2010). Penambahan bahan organik yang masih mengalami proses dekomposisi akan melepaskan asam – asam organik yang menyebabkan penurunan pH tanah. Namun, apabila diberikan pada tanah yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam –asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al tidak terhidrolisis lagi. Peningkatan pH tanah juga akan terjadi apabila bahan organik yang kita tambahkan telah terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang telah termineralisai akan melepaskan mineralnya, berupa kation – kation basa (Atmojo, 2003). Asam-asam organik seperti seperti asam humik, asam pulvik, humin, dan asam hematomelanik sebagian besar tersusun oleh rangkaian karbon membentuk benzena
dengan
gugus
karboksil,
sehingga
pemberian
kompos
dapat
meningkatkan kadar C organik (Stevenson, 1982). Peningkatan bahan organik tanah dari tanah yang terdegradasi akan meningkatkan hasil tanaman budidaya karena tiga mekanisme yaitu peningkatan kapasitas air tersedia, peningkatan suplai unsur hara, dan peningkatan struktur dan sifat fisik lainnya. Ada hubungan erat antara peningkatan bahan organik dan
Universitas Sumatera Utara
kapasitas air tersedia dan kemampuan tanah untuk bertahan pada kekeringan tanah yaitu dengan meningkatnya kandungan air tanah dengan meningkatnya karbon organik. Secara umum, kandungan air tanah tersedia meningkat antara 1 – 10 g untuk setiap peningkatan 1 g kandungan bahan organik tanah (Supriyadi, 2008). Peranan bahan organik tidak hanya berperan dalam penyediaan hara tanaman saja, namun yang jauh lebih penting terhadap perbaikan sifat fisik, biologi dan sifat kimia tanah lainnya seperti terhadap pH tanah, kapasiatas pertukaran kation dan anion tanah, daya sangga tanah dan netralisasi unsur meracun seperti Fe, Al, Mn dan logam berat lainnya termasuk netralisasi terhadap insektisida. Berkaitan dengan kesuburan fisika tanah, bahan organik berperan dalam memperbaiki struktur tanah melaui agregasi dan aerasi tanah, memperbaiki kapasitas menahan air, mempermudah pengolahan tanah dan meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi. Pengaruh terhadap biologi tanah, bahan organik berperan meningkatkan aktivitas mikrobia dalam tanah dan dari hasil aktivitas mikrobia pula akan terlepas berbagai zat pengatur tumbuh (auxin), dan vitamin yang akan berdampak positif bagi pertumbuhan tanaman (Atmojo, 2003). Pelapukan bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik seperti asam humat, asam fulvat, serta asam-asam organik lainnya. Asam-asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan Fe yang dapat mengurangi kemasaman tanah, semakin tinggi jumlah asam-asam organik tanah yang dihasilkan dari proses mineralisasi bahan organik maka pengikatan logam-logam Al dan Fe yang menyebabkan kemasaman tanah semakin meningkat (Hakim dkk, 1986). Inkubasi
dilakukan
untuk
dapat
memberikan
kesempatan
bagi
mikroorganisme untuk dapat berkembang dan bermetabolisme untuk menguraikan
Universitas Sumatera Utara
kandungan bahan organik menjadi senyawa-senyawa anorganik yang nantinya akan diserap oleh tanaman (Jama et al , 2000). Kandungan unsur hara yang diberikan dari bahan organik pada tanah berkorelasi dengan lamanya proses mineralisasi yang dibutuhkan suatu bahan organik untuk menyediakan hara bagi tanah (Hamed, 2014). Penambahan bahan organik pada tanah akan menyumbangkan berbagai unsur hara terutama unsur hara makro seperti Nitrogen, Fosfor, Kalium, serta unsur hara mikro lainnya, meningkatkan kapasitas menahan air, dan meningkatkan
aktivitas
organisme
tanah
pada
semua
jenis
tanah
(Damanik dkk ,2010). Bahan organik memiliki kandungan karbon (C) yang dapat mencapai sekitar 48%-58% dari berat total bahan organik. Bahan organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan bobot kering tanaman karena bahan organik yang ditambahkan kedalam tanah mengandung karbon yang tinggi dimana pengaturan jumlah karbon berhubungan dengan nutrisi lain di dalam tanah, sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien bagi tanaman (Hanafiah, 2009). Kadar N anorganik pada tanah yang diberikan bahan organik lebih besar dibandingkan dengan tanah tanpa penambahan bahan organik, yang menunjukkan adanya proses atau reaksi mineralisasi atau adanya penambahan N anorganik hasil pelapukan bahan organik sehingga unsur hara menjadi tersedia ke dalam tanah (Yu et al , 2011). Bahan organik merupakan sumber nitrogen yang utama di dalam tanah, unsur hara Nitrogen tidak diperoleh
dari hasil pelapukan batuan, melainkan
Universitas Sumatera Utara
sumber utama N berasal dari hasil dekomposisi bahan organik pada tanah (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Ketersediaan P di dalam tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik melalui 5 aksi seperti tersebut di bawah ini: (1) Melalui proses mineralisasi bahan organik terjadi pelepasan P mineral (PO4 3-); (2) Melalui aksi dari asam organik atau senyawa pengkelat yang lain hasil dekomposisi, terjadi pelepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak larut menjadi bentuk terlarut, Al (Fe)(H2O)3 (OH)2 H2PO4+ Khelat => PO4 2-(larut) + Kompleks AL-Fe- Khelat (3). Bahan organik akan mengurangi jerapan fosfat karena asam humat dan asam fulvat berfungsi melindungi sesquioksida dengan memblokir situs pertukaran; (4). Penambahan bahan organik mampu mengaktifkan proses penguraian bahan organik asli tanah; (5) Membentuk kompleks fosfo-humat dan fosfo-fulvat yang dapat ditukar dan lebih tersedia bagi tanaman, sebab fosfat yang dijerap pada bahan organik secara lemah (Stevenson, 1982). Menurut Pangaribuan (1998), meningkatnya jumlah umbi, diameter umbi, dan bobot umbi / tanaman setelah menerima perlakuan bahan organik disebabkan oleh pengaruh positif bahan organik yaitu meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman. Hal ini disebabkan karena terjadinya penekanan terhadap aktifitas Al dan Fe yang kuat mengikat P. Meningkatnya kadar P tanaman menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas metabolisme tanaman. Pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik sehingga bahan kering yang dihasilkan akan lebih banyak. Produksi bahan kering ini selanjutnya diakumulasikan dalam umbi sebagai cadangan makanan. Terpenuhinya bahan makanan dan juga unsur hara, membuat
Universitas Sumatera Utara
tanaman lebih aktif melakukan pembelahan dan pembesaran sel terutama sel – sel umbi, sehingga jumlah diameter, dan bobot umbi meningkat. Selain itu pemberian pukan akan memperbaiki sifat fisika tanah, sehingga tanah menjadi lebih gembur. Kondisi ini membuat tanah lebih mudah ditembus oleh akar dan umbi dapat lebih membesar. Sumber bahan organik yang dapat kita gunakan dapat berasal dari : sisa kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman (pupuk hijau), sampah kota, limbah industri, dan kompos. Pupuk Kandang Pupuk kandang didefinisikan sebagai buangan dari hasil limbah binatang peliharaan seperti ayam, sapi, kerbau dan kuda yang dapat menambah unsur hara bagi tanah dan tanaman, serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanaman. Pupuk kandang padatan yaitu kotoran ternak baik yang telah dikomposkan maupun belum dikomposkan mengandung unsur hara yang dapat memperbaiki sifat kimia tanah terutama unsur nitrogen (Barus, 2012). Usaha lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah adalah dengan melakukan pemupukan dengan pupuk organik atau pupuk kandang. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang tidak terlalu tinggi, tetapi jenis pupuk ini mempunyai keistimewaan lain yaitu dapat memperbaiki sifat – sifat fisik tanah seperti permeabilitas tanah, porositas tanah, strukturnya tanah, daya menahan air dan kation – kation tanah dan sebagainya. Secara umum dapat disebutkan bahwa setiap ton pupuk kandang mengandung 5 kg N, 3 kg P2O5 dan 5 kg kg K2O untuk unsur – unsur hara esensial lain dalam jumlah yang relatif kecil (Hardjowigeno, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Pupuk kandang berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman, dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman bawang merah, maka meningkat pula luas bidang fotosintesa yang akan memperbesar assimilasi yang akan ditranslokasikan ke umbi, sebagaimana diketahui bahwa fotosintesa dan respirasi merupakan faktor penentu dari tanaman sehingga akan mendukung produksinya pula. Dengan kata lain, penghasil fotosintat bertambah yang akhirnya akan meningkatkan penimbunan hasil – hasil fotosintesa ke dalam umbi, sehingga umbi yang dihasilkan akan lebih banyak dan besar- besar (Rahmah, 2013). Menurut Lingga dan Marsono (2008), tahapan pembuatan pupuk kandang yang baik dan berkualitas adalah sebagai berikut : 1. Dekomposisi, pada tahap ini terjadi proses penguraian zat yang ada di dalam kotoran ternak menjadi zat yang dapat diserap tanaman. Kadar atau rasio karbon terhadap nitrogen atau lazim disebut C/N ratio akan menurun sampai tingkat yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. 2. Pengeringan, tahap ini dilakukan setelah kotoran mengalami dekomposisi. Proses pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari atau dengan menngunakan alat pengering bila kondisi cuaca mendung. Pupuk kandang yang baik apabila kadar airnya sudah berkurang dari sekitar 70 % menjadi 30 %. 3. Pengayakan, pengayakan pupuk ini diperlukan untuk membuang materi – materi kasar sampai diperoleh partikel – partikel yang lebih halus. Menurut Latarang dan Abdul (2006), perlakuan pupuk kandang memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah daun, jumlah anakan, jumlah umbi, berat basah umbi dan bobot eskyp per hektar. Hasil nilai uji tengah
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang 25 ton/ha rata – rata memperlihatkan hasil lebih baik terhadap semua komponen pertumbuhan dan hasil yang diamati. Pengaruh positif pupuk kandang adalah memperbaiki sifat fisika-kimia tanah, meningkatkan ketersediaan air tanah, memperbaiki struktur tanah, menurangi kejenuhan Al, meningkatkan bahan organik tanah dan meningkatkan ketersediaan unsur hara makro terutama unsur hara P. Kondisi demikian membuat pertumbuhan umbi optimal sehingga produksi total meningkat. Pencampuran kompos dengan pukan akan memberi pengaruh sinergi positif. Nisbah C/N dari kompos dan pukan sesuai dengan kehidupan mikroorganisme tanah, sehingga akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang berperan dalam penambahan humus tanah dan perbaikan struktur fisik tanah (Pangaribuan, 1998). Pupuk kambing terdiri dari 67 % bahan padat (faeces) dan 33 % bahan cair (urine). Sebagai pupuk kandang komposisi unsur haranya 0,95 % N, 0,35 % P2O5, dan 1,00 % K2O. Ternyata bahwa kadar N pupuk kambing cukup tinggi, kadar airnya lebih rendah dari kadar air pupuk sapi. Keadaan demikian merangsang jasad renik melakukan perubahan – perubahan aktif, sehingga perubahan berlangsung dengan cepat. Pada perubahan ini berlangsung pula pembentukan panas, sehingga pupuk kambing dapat dicirikan sebagai pupuk panas (Sutedjo, 2002). Hartatik dan Widowati (2011) mengemukakan bahwa pupuk kandang ayam mengandung kalium tiga kali lebih besar dari pada pupuk kandang lainnya. Lebih lanjut dikemukakan kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih
Universitas Sumatera Utara
tinggi karena bagian cair (urine) bercampur dengan bagian padat. Berikut kandungannya lebih rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan unsur hara beberapa jenis pupuk kandang Jenis Ternak
N
Ayam Sapi Kuda Kambing
1,5 0,3 0,5 0,7
P2O5 % 1,3 0,2 0,4 0,4
K2O 0,8 0,15 0,4 0,25
Pupuk kandang dari ayam atau unggas memiliki unsur hara yang lebih besar daripada jenis ternak lain. Penyebabnya adalah kotoran padat pada unggas tercampur dengan kotoran cairnya. Umumnya, kandungan unsur hara pada urin selalu lebih tinggi daripada kotoran padat. Seperti kompos, sebelum digunakan, pupuk kandang perlu mengalami proses penguraian. Dengan demikian kualitas pupuk kandang juga turut ditentukan oleh rasio C/N (Hakim dkk., 1986) Pupuk Organik Cair Pupuk kandang (pukan) cair merupakan pupuk berbentuk cair berasal dari kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air dalam perbandingan tertentu. Umumnya urin hewan telah banyak yang telah dimanfaatkan oleh petani adalah urin sapi , kerbau, kuda, babi, dan kambing (Hartatik dan Widowati, 2011). Dari hasil penelitian, dalam urin kambing terdapat nitrogen 36% dan urea 47%, artinya 2,5 liter urin kambing setara dengan 2 kg pupuk urea. Urin binatang ternak juga banyak mengandung senyawa antara lain adalah air,
natrium,
klorin,
kalium,
fosfat,
sulfat,
ammonia,
dan
kretinin.
Untuk natrium hingga ammonia merupakan senyawa garam ionik, baik dalam
Universitas Sumatera Utara
bentuk kristal padatan yang mengendap maupun yang larut dalam air (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalsel, 2011). Urine ternak dapat dijumpai dalam jumlah besar selain kotoran dari ternak. Urine dihasilkan oleh ginjal yang merupakan sisa hasil perombakan nitrogen dan sisa-sisa bahan dari tubuh yaitu urea, asam uric dan creatinine hasil metabolisme protein. Urine juga berasal dari perombakan senyawa-senyawa sulfur dan fosfat dalam tubuh. Urine ternak mengandung N ±10 g/l, sebagian besar berbentuk urea. Urine juga mengandung sejumlah unsur-unsur mineral (S, P, K, Cl, dan Na) dalam jumlah bervariasi tergantung jenis dan makanan ternak, keadaan fisiologi dan iklim. Hara tersebut dibutuhkan oleh mikroba dan pertumbuhan tanaman. Urine terdiri atas 90 - 95% air. Urea dalam urine adalah bahan padat utama yang umumnya >70% nitrogen dalam urine (Hartatik dan Widowati, 2011). Selama ini masih jarang penggunakan urine sapi sebagai pupuk padahal urine sapi memiliki prospek yang bagus untuk diolah menjadi pupuk cair karena mengandung unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh tanaman secara lengkap seperti N, P, K, Ca, Mg yang terikat dalam bentuk senyawa organik. Urine sapi yang paling baik untuk diolah menjadi pupuk cair adalah urine sapi murni segar (kurang dari 24 jam) yang belum bercampur dengan cemaran lain yang ada dalam kandang (Sudiro, 2011). Beberapa keunggulan urine sapi diantaranya mempunyai kandungan unsur hara yang lengkap diantaranya N, P, K, Ca, Fe, Mn, Zn, dan Zu. Pemberian urine sapi dapat memberikan pengaruh pada pertumbuhan akar tanaman. Menurut Lingga dan Marsono (2008), dari segi kadar haranya, pupuk kandang cair dari urine sapi memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
kotoran padatannya. Kandungan zat hara pada urine sapi, nitrogen 1,00%, fosfor 0,50%, kalium 1,50%, dan air sebanyak 95%. Selain itu banyak penelitian yang melaporkan bahwa urine sapi mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh diantaranya adalah IAA. Karena baunya yang khas urine ternak juga dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman sehingga urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tanaman dari serangan (Sudiro, 2011). Pada proses fermentasi urine terdapat kelebihan jika dibandingkan dengan urine yang tidak difermentasi, yaitu meningkatkan kandungan hara yang terdapat pada urine tersebut yang dapat menyuburkan tanaman. Selain itu, bau urine yang telah difermentasi menjadi kurang menyengat jika dibandingkan dengan bau urine yang belum difermentasi (Sudiro, 2011). Kompos Tandan kosong Kelapa Sawit (TKKS) Kompos adalah pupuk organik yang bahan dasarnya dari pelapukan bahan tanaman atau limbah organik. Banyak sekali bahan dasar yang bisa digunakan seperti jerami, sekam, rumput – rumputan, sampah kota , atau limbah pabrik. Pembuatan kompos akan lebih terasa manfaatnya untuk daerah pertanian yang jauh dari peternakan karena selain bermanfaat juga bernilai ekonomi (Musnamar, 2003). Ciri fisik kompos yang baik adalah berwarna cokelat kehitaman, agak lembap, gembur , dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Produsen kompos yang baik akan mencantumkan besarnya kandungan unsur hara pada kemasan. Meskipun demikian , dosis pemakaian pupuk organik tidak seketat pada pupuk buatan karena kelebihan dosis pupuk organik tidak akan merusak tanaman.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan dosis tertentu pada pupuk kompos lebih berorientasi untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah daripada untuk menyediakan unsur hara (Novizan, 2005). Mutu dari suatu kompos sangat ditentukan oleh besarnya perbandingan karbon dan nitrogen (C/N ratio). Jika C/N tinggi berarti bahan kompos belum terurai secara sempurna. Seperti diketahui bahwa nisbah C/N dari tanah-tanah pertanian adalah sekitar 10 – 12. Maka kualitas kompos dianggap baik dipergunakan sebagai pupuk jika memiliki nisbah C/N tanah yaitu 12 – 15 (Riyaldi, 2000). TKKS memiliki beberapa keunggulan memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi. TKKS merupakan bahan organik yang mengandung unsur N, P, K dan Mg. Salah satu potensi TKKS yang cukup besar adalah sebagai bahan pembenah tanah dan sumber hara bagi tanaman. Potensi ini didasarkan pada materi TKKS yang merupakan bahan organik dengan kandungan hara yang cukup tinggi. Secara fisik tandan kosong kelapa sawit terdiri dari berbagai macam serat dengan komposisi antara lain sellulosa sekitar 45,95%; hemisellulosa sekitar 16,49% dan lignin sekitar 22.84%. Tandan kosong sawit mengandung 42,8 % C, 2,90 % K2O, 0,80 % N, 0,22 % P2O5, 0,30 % MgO dan unsur - unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu dan 51 ppm Zn (Yunindanova, 2009). Dalam proses pembuatan kompos pupuk organik ini memerlukan waktu yang sangat lama karena sifat kimia dan fisika tersebut yang berkaitan dengan tingginya kandungan lignoselulosa, hemiselulosa dan lignin masing-masing sebesar 45,95%, 22,84%, dan 16,45% dasar kering. Penambahan bahan organik
Universitas Sumatera Utara
berupa kompos tandan kosong kelapa sawit kedalam tanah rata-rata kandungan C-organik tanah meningkat sekitar 28 -54 % (Anas, 2000).
Universitas Sumatera Utara