perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TINJAUAN NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY (ANALISIS STRUKTURAL DAN ASPEK RELIGIUS)
Oleh INDAH AYU WIDIASTUTI NIM K1204027
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user
2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TINJAUAN NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY (ANALISIS STRUKTURAL DAN ASPEK RELIGIUS)
Oleh INDAH AYU WIDIASTUTI NIM K1204027
SKRIPSI Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK INDAH AYU WIDIASTUTI. K1204027. Tinjauan Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy (Analisis Struktural dan Aspek Religius). Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) struktur novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dan (2) mendeskripsikan dan menjelaskan makna aspek religius yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan strukturalisme. Sumber data penelitian ini adalah dokumen dan informan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dokumen (content analisis) dan teknik wawancara mendalam (indepth interviewing). Validitas data dilakukan dengan menggunakan triangulasi teori yaitu mengkroscekkan data hasil penelitian dengan perspektif teori yang berbeda. dan triangulasi sumber. Teknis analisis data dilakukan dengan model analisis interaktif. Hasil penelitian ini adalah: (1) struktur novel Ayat-Ayat Cinta dibangun oleh tema percintaan dengan tokoh utama Fahri, Maria, dan Aisha. Latar dalam novel tersebut adalah negara Mesir. Alur yang digunakan pengarang adalah alur progresif dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Bahasa yang terdapat dalam novel tersebut adalah bahasa Indonesia, Arab, Inggris, dan Jerman; (2) Aspek Religius Novel Ayat-ayat Cinta bersumber pada Rukun Iman dan rukun islam, yakni: (a) Nilai-nilai keislaman pada novel Ayat-Ayat Cinta bersumber pada rukun iman di dalam Islam meliputi percaya kepada Allah, percaya terhadap adanya para malaikat Allah, percaya terhadap kitab-kitab-Nya, percaya terhadap Rasul-rasul-Nya, percaya terhadap adanya hari kiamat, dan percaya pada adanya takdir yang baik dan buruk; (b) nilai-nilai keislaman pada Novel Ayat-ayat Cinta Bersumber pada rukun Islam, yaitu mengucapkan syahadatain, mengerjakan salat fardu, mengeluarkan zakat, mengerjakan puasa Ramadan, dan menunaikan ibadah haji.
commit to user
v
digilib.uns.ac.id 1
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Realita dunia sastra sekarang, terdapat fenomena bahwa karya sastra dipandang tidak lagi mengindahkan “dulce et etille”. Setiap karya sastra baik yang berupa puisi, cerpen, essai sastra atau novel yang bertemakan pornografi dapat diangkat dengan mudah oleh penulis kemudian dinikmati oleh khalayak penikmat sastra. Karya sastra yang bertemakan seks, pornografi dan hal-hal yang sebenarnya tidak membudaya dapat kita jumpai dengan mudah di toko buku, persewaan buku, internet dan akses lain ke dunia sastra. Hal tersebut menjadi hal yang patut kita prihatinkan karena karya sastra dapat dinikmati siapa saja tanpa membedakan usia. Anak-anak dapat dengan mudah mendapatkan novel atau bacaan tanpa melalui kontrol dari orang tua. Karya sastra yang semula dapat mendidik manusia ke arah peradaban yang humanis menjadikan manusia yang santun dan bermoral tidak bisa terwujud karena karya sastra yang tidak bernilai Karya sastra yang memegang teguh asas ” dulce et etille ” .menjadi benteng dari arus pergeseran budaya yang negatif dan juga menopang sekaligus mengembangkan kesusastraan di tanah air. Nilai keindahan dan kebermanfaatan menjadi pertimbangan dalam menjadi karya sastra. Karya sastrawan pendahulu dapat dijadikan acuan bagi kita untuk mengkaji sesuatu yang luhur dan mulia yang terdapat dalam sebuah karya sastra Nilai moral dan religius adalah nilai-nilai yang sangat diperlukan karya sastra yang hendak di ajarkan di bangku sekolah. Untuk mendidik manusia Indonesia supaya bermoral salah satunya adalah melalui bangku sekolah yaitu melalui apa yang dipelajari siswa di sekolah. Pelajaran apresiasi sastra di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) salah satunya adalah apresiasi terhadap novel dan mengaitkan sesuai konteksnya baik religius, sosial budaya, maupun nilai-nilai yang ada dalam masyarakat kita yang kebetulan juga terdapat dalam novel yang commit to user dikaji siswa. Jika siswa mengkaji novel yang di dalamnya terdapat nilai religius
digilib.uns.ac.id 2
perpustakaan.uns.ac.id
secara tidak langsung kita mendidik siswa agar menjadi manusia santun dan bermoral. Apa yang dikatakan Horacle yaitu ”Dulce et etille” menjadi hal yang harus benar-benar diperhatikan dalam memilih karya sastra yang hendak diajarkan di Sekolah Menengah Atas bukanlah masalah yang serta merta mudah karena kita harus selektif , novel mana yang sesuai dengan kebiasaan dan novel mana yang di dalamnya terdapat nilai-nilai yang mendidik serta bernilai baik tidak asal-asalan karena sebuah novel menjadi best seller di toko buku. Jika seorang guru menggunakan karya sastra yang merupakan karya lama dengan bahasa yang kaku menurut anak sekarang , maska akan dianggap kuno dan menjadi sulit dipahami oleh anak sekarang, dan seandainya pun memilih karya yang merupakan terbitanbaru maka tidak semua novel mempunyai nilai yang sesuai dengan harapan guru yaitu yang mempunyai nilai baik yang dapat memperhalus budi pekerti siswa Habiburrahman El Shirazy sebagai salah satu penyair yang masih baru di belantika sastra Indonesia telah mampu membuat orang terkagum dengan karyanya. Orang tertarik terhadap nilai sastra yang transenden karena dirasa dan diyakini dapat mendidik manusia menjadi manusia yang baik karena ajaran agama banyak tersirat di dalam karya sastra transenden. Karya Habiburrahman El Shirazy yang religius dan mengajarkan toleransi terhadap umat lain yang berbeda agama,
kisah
cinta
yang
dikemas
agamis
menarik
penikmat
sastra.
Kecenderungan itulah yang mengundang minat peneliti untuk mengkaji nilainilai religius yang ada dalam novel novel karya Habiburrahman El Shirazy. Novel yang tidak klise dan tak terduga pada setiap babnya. Habiburrahman El Shirazy dengan sangat meyakinkan mengajak kita menelusuri lekuk Mesir yang eksotis itu tanpa lelah. Tak sampai di situ, Ayat-Ayat Cinta mengajak kita untuk lebih jernih, lebih cerdas dalam memahami cakrawala keislaman, kehidupan dan juga cinta. Habiburrahman El Shirazy dengan jempolan mendeskripsikan tempat kuliahnya dulu, kampus al-Azhar Mesir melalui cerpen Nyanyian Cinta. Kang Abik (panggilan akrabnya) dengan gaya bahasa lugas nan memikat menceritakan commit to user ruh cinta serta bermuara pada hubungan Hafsah dan Mahmud yang berlandaskan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
makna kasih sayang yang luas. Dalam Nyanyian Cinta, Kang Abik kembali mengkampanyekan ruh cinta universal. Karya-karya Habiburrahman El Shirazy seperti Ayat-Ayat Cinta, Di Atas Sajadah Cinta, Ketika Cinta Bertasbih banyak memberikan renungan kepada kita pada zaman seperti ini masih ada karya sastra yang dapat digunakan sebagai bahan ajar karena nilai-nilai yang termuat dalam karya sastra. Karakter dan amanat sebagai unsur pembangun novel memiliki kedudukan yang strategis dalam pendidikan nilai. Keduanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengajaran dalam perkuliahan. Hal ini dilandasi oleh pendapat klasik yang mengatakan bahwa cipta sastra yang baik selalu memberi pesan kepada pembaca untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan jelek atau jahat. Dengan demikian, sangatlah cocok apabila hasil analisis terhadap cipta sastra dijadikan sebagai media dan bahan pengajaran karena di dalam sastra penuh dengan ajaran moral. Pengajaran sastra pada dasarnya adalah pengajaran tentang kehidupan. Karya sastra menyajikan para tokoh dengan latar belakang tertentu mengalami peristiwa atau konflik. Dalam karya sastra, pengarang menampilkan bagaimana para okoh cerita menyikapi serta keluar daru konflik tersebut. Karena itu, harga karya sastra terletak pada cara pengarang menyampaikan tindak tanduk ,sikap, penilaian tokoh cerita atas konflikyang dihadapi melalui berbagai tinjauan. Melalui tinjauan tersebut pembaca memperoleh pembandingan atau pelajaran yang berharga untuk menyikapi kebutuhan sehari-hari. Karena karya sastra bukanlah petunjuk praktis untuk menghadapi kebutuhan sehari-hari, para siswa perlu memperoleh pemahaman tentang bagaimana membaca karya sastra. Di sinilah pentingnya pengajaran apresiasi sastra. Pengajaran ini bermanfaat untuk memberikan bekal teoritis kesusastraan dan latihan-latihan praktis membaca karya sastra Oleh karena itu, membaca langsung karya sastra tidak melalui ringkasan cerita jauh lebih penting dan seharusnya dilakukan. Pergaulan langsung dengan teks ini justru berguna untuk menangkap seluruh aspek estetika dan makna karya sastra, misalnya, aspek bahasa, imajinasi, bahkan konteks psikologis dan konteks commit to user sosial budaya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Peran guru adalah membawa siswa kepada proses menemukan makna dari apa yang dibacanya. Karena itu, pengajaran sastra lebih pada menemukan cara memandang sesuatu gejala atau peristiwa, bukan pada fakta peristiwa itu sendiri. Karena karya sastra menampilkan penggalian-penggalian dari aspek kejiwaan tokoh, dari sudut pandang sosial budaya, pembaca memperoleh cara pandang relatif sekaligus menyeluruh atas suatu gejala atau peristiwa. Guru dapat berperan dalam mengantarkan siswa pada cara pandang relatif dan komprehensif itu. Agar tujuan tersebut tercapai, guru dan siswa sebaiknya terlibat langsung untuk berdialog dangan karya sastra. Melalui dialog dengan karya sastra, guru dan siswa dapat menemukan alternatif-alternatif pikiran dan tindakan atas gejala atau peristiwa sehari-hari. Melalui dialog, memungkinkan guru dan siswa menemukan cara pandang relatif dan alternatif Ada beberapa perangkat yang memungkinkan penemuan cara pandang relatif dan alternatif di atas. Perangkat itu adalah bahasa dan konteks cerita. Bahasa menjadi unsur fundamental karena cerita disampaikan melalui bahasa. Karenanya, bagaimana pelajaran membaca mempunyai posisi penting. Pelajaran membaca akan sangat terbantu jika siswa punya pemahaman dan keterampilan memadai dalam menentukan unsur terberita atau subyek dan pesan atau berita tentang subyek, yaitu predikat. Pengenalan dan keterampilan menentukan subyek dan predikat amat berperan bagi siswa dalam memahami pesan kalimat. Namun, keterampilan ini saja belum cukup. Pemahaman konteks cerita ikut berperan dalam memberikan makna kalimat-kalimat dalam teks. Pemahaman konteks ini adalah stilistika atau cara bahasa yang dibangun oleh konvensi bahasa dan budaya, konteks psikologi, konteks sosial budaya yang mengikat tokoh dalam cerita. Rasa kemanusiaan dalam kaitan ini, pemahaman guru sastra akan bidangbidang di luar karya sastra menjadi penting. Melalui membaca dan mengapresi karya sastra di kelas memungkinkan guru mengeksploitasi kemampuan dan pengetahuan itu agar cerita terpahami secara menyelurh. Pengajaran sastra di sekolah sekarang ini merupakan hal yang rentan dengan pornografi karena banyak karya sastra yang menggunakan tema seks dan pornografi. Guru harus tau tentang commit to user perkembangan alam pikir siswa. hal itu karena hal itu sangat membahayakanbagi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Peran guru menjadi penting dalam membawa siswa kepada cara memandang secara menyeluruh atas peristiwa-peristiwa dalam karya sastra. Seperti apa yang termuat dalam Bali Post bahwa seorang murid bertanya kepada gurunya, ”Bu, bagaimana dengan novel yang menyajikan pornografi , apakah layak untuk dibaca padahal dari segi isi cerita cukup bagus?”(dalam www.Balipost .com) kemudian sang guru pun bingung menjawab karena kenyataannya ada beberapa novel seperti Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis, Saman karya Ayu Utami yang ditugaskan kepada siswa untuk membacanya . Padahal ada bagian-bagian tertentu dalam novel-novel tersebut menempatkan saya dan guru bahasa Indonesia pada posisi yang dilematis. Di satu sisi guru bahasa Indonesia harus mengajarkan keterampilan membaca teks-teks sastra secara benar. Di lain pihak saya khawatir dianggap sebagai penyebar bacaan pornografi. Apalagijika dikaitkan dengan bentuk-bentuk pelarangan dalam RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi dalam bab 2 pasal 4 dan 5, bahwa beksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa (pasal 4), mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh orang dewasa (pasal 5) , sampai kini masih menimbulkan multi tafsir. Peran guru adalah membawa siswa kepada proses menemukan makna dari isi bacaan. Dalam kaitan ini, pemahaman guru bahasa dan sastra Indonesia akan bidang-bidang di luar karya sastra , jadi penting . Karena pengajaran sastra dituntut untuk menemukan cara memandang suatu gejala atau peristiwa bukan pada fakta peristiwa itu sendiri. Guru dapat berperan mengantarkan siswa menemukan nilai-nilai kehidupan melalui penggalian dari aspek kejiwaan tokoh, konteks psikologis, dan konteks sosial budaya yang mengikat para tokoh dalam cerita. Membaca dan mengapresiasi karya sastra di kelas memungkinkan guru mengeksploitasi kemampuan dan pengetahuan siswa agar cerita terpahami secara menyeluruh. Membaca sastra secara global atau secara menyeluruh untuk menemukan nilai yang hendak disampaikan pengarang atau yang dapat digali pembaca adalah cara mambaca yang sehat. Cara pandang yang menyeluruh ini akan membantu to userMembaca demikian menjauhkan siswa dalam memandang realitacommit sehari-hari.
digilib.uns.ac.id 6
perpustakaan.uns.ac.id
dorongan dan kesan bahwa karya-karya sastra baik puisi maupun novel yang menggambarkan tubuh dan persetubuhan adalah pornografi. Kecuali kalau dalam puisi atau novel itu secara keseluruhan hanya mengungkapkan eksplorasi daya tarik ketelanjangan bagian tertentu yang sensual dari orang dewasa ( seperti yang di ungkapkan dalam Bab 2 pasal 4 dan 5 RUU Anti pornografi dan Pornoaksi). Karya tersebut tidak layak untuk dijadikan bahan pelajaran. Meskipun kenyataannya tak ada seorang pun yang berhak mengamputasi imajinasi dan kreativitas seseorang tetapi agama, norma, dan pranata yang ada harus tetap lebih di utamakan dan menjadi landasan kreativitas dan imajinasi tersebut . Begitupun dalam menyajikan materi sastra, landasan agama, norma, dan pranata yang ada harus diutamakan.
B. Rumusan Masalah Dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy? 2. Bagaimanakah makna aspek religius yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan makna aspek religius yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan manfaat sebagai berikut. Kebermanfaatan itu tidak hanya secara teoretis tetapi juga secara praktis. commit to user
digilib.uns.ac.id 7
perpustakaan.uns.ac.id
Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan di bidang penelitian sastra, khususnya bidang pengkajian prosa fiksi (novel) melalui pendekatan strukturalisme. 2. Manfaat Praktis a. Menjadi rujukan bagi para peneliti yang berminat menganalisis lebih lanjut karya sastra, khususnya melalui pendekatan strukturalisme. b. Menunjukkan aspek-aspek religius pada karya sastra yang dapat diteladani para pembaca novel. c. Menambah keluasan materi pembelajaran di sekolah.
commit to user
digilib.uns.ac.id 8
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Landasan Teori 1. Hakikat Novel a. Pengertian Novel Kata “novel” berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan dari kata novies yang berarti “baru” (Henry Guntur Tarigan, 1993: 164). Sedangkan menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 9), sebutan novel dalam bahasa Inggrisdan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia-berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Abrams (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 9) menyatakan bahwa secara harfiah novella berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’ dan kemudian diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’. Burhan Nurgiyantoro (2005: 4) memberikan batasan novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya, tentu saja, juga bersifat imajinatif. Meskipun bersifat imajinatif, namun dunia yang ditawarkan pengarang tidak jauh dari kehidupan sehari-hari, sehingga sangatlah tepat apabila Burhan menyebut novel sebagai sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan. Pendapat lain tentang novel dikemukakan Goldmann (Faruk, 1994: 29) yang mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang problematik dalam sebuah dunia yang juga terdegradasi. Yang dimaksud dengan nilai-nilai yang otentik adalah totalitas kehidupan. Herman J. Waluyo (2002: 36-37) menyatakan bahwa istilah novel mewakili dua pengertian, yakni pengertian yang sama dengan roman (jadi menggantikan istilah roman) dan pengertian yang biasa digunakan untuk commitnovel to user klasifikasi cerita menengah. Dalam terdapat; (1) perubahan nasib dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utamanya tidak sampai mati. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah cerita fiksi dengan berbagai unsur intrinsik yang di dalamnya terdapat problematik/ permasalahan hidup yang dialami tokoh-tokohnya sehingga membuat tokoh utamanya mengalami perubahan nasib. Novel dapat dibedakan dengan melihat karakteristik jenisnya. Herman J. Waluyo (2002:38-39) membedakan jenis novel menjadi dua, yaitu novel serius dan novel pop. Novel serius adalah novel yang dipandang bernilai sastra (tinggi), sedangkan novel pop adalah novel yang nilai sastranya diragukan(rendah) karena tidak ada unsur kreativitasnya. Senada dengan pendapat tersebut Burhan Nurgiyantoro (1995:16-22) pun mengklasifikasikan jenis novel menjadi novel populer dan novel serius. Menurutnya, novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya para remaja. Novel serius adalah novel yang memerlukan daya konsentrasi tinggi dan disertai dengan kemmauan dalam memahaminya (membacanya). Lebih dijelaskannya memang tujuan novel populer semata-mata menyampaikan cerita agar memuaskan pembaca, sedangkan tujuan novel serius disamping memberikan hiburan, juga secara implisit memberikan pengalaman yang berharga pada pembaca. Sesuai dengan teori Lukacs,Goldmann (dalam Faruk, 2003:31) membagi novel dalam tiga jenis, yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologi, dan novel pendidikan. Novel jenis pertama menampilkan sang hero yang penuh optimise dalam peluangan tanpa menyadari kompleksitas dunia. Dalam novel jenis yang kedua sang hero cenderung pasif karena keluasan kesadarannya tidak tertampung oleh dunia fantasi. Dalam novel jenis ketiga sang hero telah melepaskan pencariannya akan nilai-nilai yang otentik.
b. Unsur-unsur Novel Secara garis besar unsur pembangun novel dibagi menjadi dua, yaitu commit to user unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang secara lahir akan dijumpai ketika membaca sebuah karya sastra. Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra yang secara tidak langsung mempengaruhi bangunan karya sastra. Dalam pembahasan mengenai unsur pembangun novel yang dibahas adalah unsur intrinsik karya sastra. Stanton menjabarkan unsur pembangun fiksi atau cerita menjadi (1) fakta cerita yang meliputi plot, tokoh, dan latar; (2) sarana cerita yang meliputi judul, sudut pandang, gaya dan nada; dan (3) tema. Sementara itu, Luxemburg dkk. membahas teks dan juru cerita, cerita, visi terhadap dunia rekaan, alur, dan para pelaku dalam pembahasan mengenai teks naratif (Wiyatmi, 2006: 29). Jacob Sumardjo dan Saini K.M. (Herman J. Waluyo, 2002: 140) menyebutkan tujuh unsur pembangun cerita rekaan, yakni (1) plot; (2) tema; (3) karakter; (4) setting; (5) point of view; (6) gaya; dan (7) suasana cerita. Tidak berbeda jauh dengan pendapat di atas, Burhan Nurgiyantoro dalam buku Teori Pengkajian Fiksi (2005) membahas unsur intrinsik prosa, yaitu tema, pemplotan, pelataran, cerita, penokohan, penyudutpandangan, gaya (bahasa), dan moral. Imbuhan pe(N)-an di atas dapat diartikan sebagai teknik pengungkapan. Jadi, pembahasan mengenai unsur intrinsik prosa menurut Burhan Nurgiyantoro meliputi tema, plot, latar, cerita, tokoh, sudut pandang, bahasa, dan moral. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, unsur intrinsik prosa pada dasarnya terdiri dari tema, latar, penokohan, plot, sudut pandang, gaya dan (bahasa). Kehadiran moral (amanat) sebagai penyusun prosa tidak selamanya diperhitungkan oleh para ahli, padahal setiap karya sastra pasti mempunyai pesan moral (amanat) yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. 1) Tema Setiap karya sastra mengandung ide sentral yang mendasari cerita yang ada. Ide sentral inilah yang sering disebut dengan tema. Hal ini senada dengan pendapat Atar Semi (1993: 42) yang menyatakan bahwa tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tersebut. Pengertian lain commit to user disampaikan oleh Stanton dan Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
67) yang memberi batasan tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Makna yang dikandung dalam sebuah cerita kadang tidak terlepas dari realita kehidupan manusia yang sering terjadi dalam kehidupan seharihari. Pendapat demikian diungkapkan Herman J. Waluyo (2002: 142) bahwa tema ada yang diambil dari khasanah kehidupan sehari-hari dan dimaksudkan pengarang untuk memberikan saksi sejarah atau mungkin sebagai reaksi terhadap praktek kehidupan masyarakat yang tidak disetujui. Menurutnya, tema adalah masalah hakiki manusia seperti halnya cinta, kasih, ketakutan, kebahagiaan, kesengsaraan, keterbatasan, dan sebagainya. Panuti Sudjiman (1988: 50) juga memberikan definisi tema yang tidak jauh berbeda dengan pendapat ahli yang lain, bahwa tema merupakan gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasar suatu karya sastra. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tema adalah gagasan atau ide yang menjadi dasar sebuah karya sastra. 2) Latar Gambaran alur sering digunakan untuk mengawali sebuah cerita. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Burhan Nurgiyantoro (2005: 217) bahwa tahap awal karya fiksi pada umumnya bersifat penyituasian, pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan; misalnya pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, mungkin juga hubungan waktu, dll. Herman J. Waluyo (2002: 200) memaparkan bahwa setting tidak hanya menampilkan lokasi, tempat dan waktu. Adat istiadat dan kebiasaan hidup dapat tampil sebagai setting. Jadi, latar yang terdapat dalam sebuah novel tidak hanya mengacu pada tempat saja. Senada dengan pendapat di atas, Abrams (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 216) berpendapat bahwa latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Bertolak dari beberapa pendapat mengenai latar dapat disimpulkan to user pada satu macam. Acuan latar bahwa Latar memang tidakcommit hanya mengacu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
yang tidak hanya mengarah pada satu segi akhirnya membentuk berbagai macam latar. Burhan Nurgiyantoro (2005: 27) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Latar waktu berhubungan dengan “kapan” terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Sedangkan latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dll yang tergolong latar spiritual. Latar dalam sebuah karya sastra memberikan fungsi tersendiri. Montaque dan Henshan (Herman J. Waluyo, 2002: 198) menyatakan ada tiga fungsi setting, yaitu 1) mempertegas watak para pelaku, 2) memberikan tekanan pada tema, 3) memperjelas tema yang disampaikan. Burhan Nurgiyantoro (2005: 40) berpendapat bahwa latar memiliki fungsi sebagai metafor dan atmosfir. Diperjelas dengan pendapat Lakoff dan Johnson (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 241) yang menjelaskan fungsi pertama metafora adalah menyampaikan pengertian, pemahaman. Ekspresi yang berupa ungkapan-ungkapan tertentu sering lebih tepat disampaikan dengan bentuk metaphor daripada secara literal. Latar sebagai atmosfer artinya ia berupa deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu, misalnya suasana ceria, romantis, sedih, muram, maut, misteri, dsb. Akhirnya meskipun dalam suatu cerita rekaan boleh jadi latar merupakan unsur dominan, latar itu tidak pernah berdiri sendiri. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, ada unsur yang mendukung keberadaan latar yaitu plot dan penokohan. Diungkapkan oleh Burhan user dengan penokohan mempunyai Nurgiyantoro (2005: 225)commit antara tolatar
digilib.uns.ac.id 13
perpustakaan.uns.ac.id
hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar dalam banyak hal akan memperngaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan, barangkali tak berlebihan jika dikatakan bahwa sifat seseorang akan dibentuk oleh keadaan latarnya. Hal ini akan tercermin, misalnya sifat orang-orang desa yang hidup di pedalaman akan berbeda dengan sifat orang-orang kota. Adanya perbedaan tradisi, konvensi, keadaan sosial, dll yang menciri tempat-tempat tertentu, langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada penduduk, tokoh cerita. Di pihak lain, juga dikatakan bahwa sifat-sifat dan tingkah laku tertentu yang ditujukkan oleh seorang tokoh mencerminkan dari mana dia berasal. Jadi, ia akan mencerminkan latar dalam kaitannya dengan hubungan waktu, langsung tak langsung akan berpengaruh terhadap cerita dan pengaluran, khususnya waktu yang dikaitkan dengan unsur kesejarahan. 3) Penokohan Keadaan latar (setting) dalam sebuah karya sastra tidak akan berarti jika tidak didukung oleh unsur yang lain. Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 216) mengelompokkan latar bersama dengan tokoh dan plot ke dalam fakta (cerita). Sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi. Tokoh merupakan para pelaku yang menjalankan sebuah cerita. Para tokoh ditampilkan dengan membawa peran masing-masing sesuai dengan
keinginan
pengarangnya. Menurut
Abram
(dalam
Burhan
Nurgiyantoro, 2005: 165), tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Sedangkan “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh”, sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 166). Sudjiman (dalam Panuti Sudjiman, 1988: 23) menyebutkan penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Citra tokoh digambarkan melalui ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya agar wataknya juga dikenal oleh pembaca. Berdasarkan sudut pandang pengarang dalam menciptakan tokoh dalam cerita dapat dibedakan macam-macam tokoh. Burhan Nurgiyantoro (2005:176) mengkategorikan tokoh dalam sebuah karya sastra, yaitu 1)tokoh utama dan tokoh tambahan, 2) tokoh protagonis dan antagonis, 3) tokoh sederhana dan tokoh bulat, 4) tokoh statis dan tokoh berkembang, 5) tokoh tipikaldan tokoh netral. Pendapat lain dikemukakan oleh Panuti Sudjiman (1988: 17) yaitu, tokoh dibedakan menjadi 1) tokoh sentral dan tokoh bawahan, 2) tokoh datar dan tokoh bulat. Berdasarkan atas pembedaan di atas, yang lebih dikenal oleh pembaca adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Menurut Herman J. Waluyo (2002: 168), tokoh protagonis adalah tokoh sentral atau tokoh yang mendukung jalannya cerita. Pendapat lain diungkapkan oleh Altenbend dan Lewis (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 178) yang menyatakan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero-tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Panuti Sudjiman (1988: 17) menyatakan tokoh protagonis yaitu tokoh yang memegang pimpinan. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita. Ia bahkan menjadi pusat sorotan dalam kisahan. Dengan kata lain, mengacu pada beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang dihadirkan dalam karya sastra dengan membawa karakter yang disukai oleh kebanyakan pembaca. Lawan dari protagonis adalah antagonis. Tokoh jenis ini biasanya tidak disukai pembaca karena dilahirkan dengan karakter yang bertentangan commit to user Nurgiyantoro (2005: 179) bahwa dengan protagonis. Dikatakan oleh Burhan
digilib.uns.ac.id 15
perpustakaan.uns.ac.id
tokoh yang menyebabkan konflik adalah antagonis. Di pihak lain Herman J. Waluyo (2002: 168) menyatakan bahwa tokoh antagonis adalah tokoh yang mempunyai konflik dengan protagonis. Untuk menampilkan tokoh ke dalam sebuah cerita, ada beberapa cara yang dilakukan pengarang. Menurut Herman J. Waluyo (2002: 165) ada tiga cara, yaitu: a) Metode analitis (langsung) Dengan metode ini pengarang cecara langsung mendeskripsikan keadaan tokoh itu dengan terinci (analitis). Pendeskripsian dimulai dari keadaan fisik, psikis (wataknya) sampai keadaan sosial (kedudukan dan pangkat). Menurut Suminto (1996/1997: 57), dengan metode ini pengarang menyebutkan secara langsung masing-masing kualitas tokohnya. b) Metode dramatik (tidak langsung) Metode ini, selain menampilkan tokoh secara fisik, juga menggambarkan hubungannya dengan orang lain, cara hidup sehari-hari. Metode dramatik lebih banyak menampilkan tokoh melalui “action” atau lakuan tokoh itu dan dialog antara tokoh itu dengan tokoh lainnya. Menurut Suminto (1996/1997: 58), disebut metode dramatis karena tokoh-tokoh dinyatakan kepada kita seperti dalam drama. Pengarang membiarkan tokoh-tokohnya untuk menyatakan dirinya sendiri melalui kata-kata, tindakan atau perbuatan mereka sendiri. c) Metode kontekstual Berbeda dengan dua metode sebelumnya, metode ini dalam menggambarkan watak tokohnya melalui konteks bahasa atau bacaan yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh tersebut. Menurut Suminto (1996/1997: 68), metode kontekstual adalah cara menyatakan karakter tokoh dengan melalui konteks verbal yang mengelilinginya. 4) Plot Unsur plot yang juga mempengaruhi keberartian latar (setting) to user menjadi hal yang penting commit pula dalam sebuah karya sastra (novel). Plot
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 113). Herman J. Waluyo (2002: 145) menyebut plot sebagai alur cerita yang berarti struktur gerak yang didapatkan dalam cerita fiksi. Boulton mengatakan bahwa plot berarti seleksi peristiwa yang disusun dalam urutan waktu yang menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui kejadian yang akan dating (Herman J. Waluyo, 2002: 145). Alur adalah peristiwa yang diurutkan
yang menjadi tulang
punggung cerita (Panuti Sudjiman, 1988: 29). Abram (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 113) menyebutkan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Bertolak dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa plot tidak sekadar sebuah rentetan peristiwa. Dinamakan plot karena di antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya memuat hubungan kausalitas. Hal ini menjadikan pembaca terhanyut untuk menikmati jalannya cerita. Pengaluran dalam sebuah karya sastra memilik tahap-tahapan sebagaimana diungkapkan Herman J. Waluyo (2002: 147), alur cerita meliputi 1) eksposisi, 2) inciting moment (saat perkenalan), 3) rising action, 4) complication, 5) climax, 6) falling action, 7) denonement (penyelesaian). Eksposisi merupakan paparan awal cerita. Pengarang mulai memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik, dan tokoh-tokoh. Inciting moment adalah peristiwa mulai adanya problem-problem, mulai ditampilkan oleh pengarang untuk kemudian dikembangkan atau ditingkatkan. Rising action adalah penanjakan konflik sampai terjadi peningkatan konflik. Complication adalah konflik yang semakin ruwet. Falling action artinya konflik yang dibangun cerita itu menurun karena telah mencapai klimaksnya. Denonement artinya penyelesaian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Sebuah alur cerita dapat dinikmati oleh pembaca karena terkandung beberapa hal di dalamnya. Menurut Panuti Sudjiman (1988: 37), faktor penting yang ada dalam alur yaitu kebolehjadian, kejutan, dan kebetulan. Kebolehjadian (plausibility) 5) Sudut pandang/Point of view Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Dengan demikian, pemilihan bentuk persona yang dipergunakan di samping mempengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga mempengaruhi kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan. Sudut pandang pada intinya adalah cara atau strategi yang dengan sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Abrams (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 248) menyatakan bahwa sudut pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut pandang merupakan teknik atau strategi yang dipilih pengarang untuk mengungkapkan cerita. Tarigan (1993: 140) menyatakan bahwa sudut pandang atau point of view adalah hubungan yang terdapat antara sang pengarang dan alam fiktif cerita, atau antara pengarang dan pikiran serta perasaan para pembacanya. Pengarang harus dapat menjelaskan kepada para pembaca bahwa dia selaku narator atau pencerita mempunyai tempat berpijak tertentu dalam hubungannya dengan cerita itu. Herman J. Waluyo mengungkapkan bahwa point of view adalah sudut pandang dari mana pengarang bercerita, apakah dia bertindak sebagai pencerita yang tahu segala-galanya, ataukah ia sebagai orang yang terbatas. Point of view dapat juga berarti cara yang digunakan pengarang dalam melibatkan dirinya dalam cerita, apakah dia terlibat secara langsung sebagai orang pertama, ketiga atau orangn yang tahu segalanya (2005:184). commit to user
digilib.uns.ac.id 18
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Herman J. Waluyo (2002: 184-185) point of view dibagi menjadi tiga, yakni (1) pengarang sebagai orang pertama dan menyatakan pelakunya sebagai “aku”, teknik ini disebut teknik aku-an; (2) pengarang sebagai orang ketiga dan menyebut pelaku sebagai “dia”, tekniknya disebut teknik dia-an; dan (3) teknik “omniscient narratif” atau pengarang serba tahu. Dalam teknik ini pengarang tidak mengambil peran salah satu tokoh, tetapi ia mengambil peran sebagai pencerita yang serba tahu. Ia bebas memasuki segala peran tanpa batas. Kadang-kadang ketiga metode ini dikombinasikan oleh pengarang dalam sebuah cerita agar cerita tersebut lebih bervariatif. Sedikit berbeda dengan Herman J. Waluyo, Burhan Nurgiyantoro memaparkan tiga jenis sudut pandang, yaitu pertama sudut pandang persona ketiga: “dia”. Dalam sudut pandang ini narator (pengarang) adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut pandang ini daapt dibedakan menjadi dua, yaitu “dia” mahatahu dan “dia” terbatas atau sebagai pengamat. “Dia” mahatahu dalam bahasa Inggris disebut the omniscient point of view, third person omniscent , the omniscent narrator atau author omnisvient. Dalam sudut pandang ini narator dapat menceritakan tokoh “dia” secara bebas, ia mengetahui segala yang berhubungan dengan tokoh “dia”, termasuk motivasi yang melatarbelakangi tindakannya. Kebebasannya ini tidak hanya berlaku untuk satu tokoh saja, tetapi juga tokoh “dia” yang lain. Sementara itu, “dia” terbatas (sebagai pengamat)
merupakan
teknik
penceritaan
dengan
narator
bebas
menceritakan apa saja yang berhubungna dengan tokoh “dia”, tetapi terbatas hanay pada satu tokoh saja atau hanya pada tokoh fokusnya. Kedua, sudut pandang persona pertama: “aku”. Dalam sudut pandang ini narator terlibat langsung dalam cerita. Ia adalah “aku”, tokoh yang berkisah mengenai peristiwa atau tindakan yang dialami dan dirasakannya. Narator juga mempunyai sifat mahatahu, tapi terbatas hanya to user pada dirinya sendiri. Sudutcommit pandang ini dibagi menjadi dua, yaitu “aku”
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
tokoh utama dan “aku” tokoh tambahan. “Aku” tokoh utama terjadi apabila tokoh “aku” menduduki peran utama dalam cerita. Penggunaan sudut pandang ini memungkinkan pembaca merasa terlibat langsung dalam cerita sehingga akan memberikan empati secara penuh. Sementara “aku” tokoh tambahan terjadi apabila tokoh “aku” menduduki sebagai tokoh tambahan. Biasanya “aku” tokoh tambahan hanya tampil untuk mengantarkan dan menutup cerita, sedangkan inti cerita diserahkan sepenuhnya kepada tokoh utama cerita untuk mengisahkan kisahnya itu. Ketiga, sudut pandang campuran. Dalam sebuah novel atau roman pengarang mungkin saja menggunakan penyudutpandangan lebih dari satu. Hal ini dilakukan agar cerita tidak membosankan dan lebih variatif. Penggunaan sudut pandang ini tergantung pada kemauan dan kreativitas pengarang dalam memanfaatkan teknik-teknik yang ada. Jadi, pada dasarnya sudut pandang atau point of view adalah cara pandang pengarang dalam menggambarkan tokoh dan menyajikannya dalam suatu cerita fiksi. 6) Gaya/style Bahasa dalam karya sastra merupakan unsur yang penting. Bahasa dapat disamakan dengan baju bagi manusia. Keduanya merupakan bahan atau sarana yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan menimbulkan nilai lebih. Kuntowijoyo menyatakan bahwa sastra itu berada sedikit di atas dan sedikit di bawah kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan pun harus sesuai dengan sifatnya yang bukan kesehari-harian meskipun ia merupakan refleksi kehidupan manusia sehari-hari (Korrie Layun Rampan, 1995: 63). Jadi, dapat dikatakan bahwa bahasa karya sastra memang berbeda dengan bahasa sehari-hari. Umumnya bahasa dalam karya sastra (roman) adalah bahasa yang emotif, bersifat konotatif, dan mengandung deotomisasi (penyimpangan). Hal yang paling menonjol dalam pembahasan bahasa karya sastra adalah gaya atau style. Gaya merupakan cara pengungkapan yang khas dari commit user seorang pengarang. Gaya atau styletoberhubungan erat dengan diksi, imajeri
digilib.uns.ac.id 20
perpustakaan.uns.ac.id
(citraan), dan sintaksis. Sifat gaya dalam karya sastra adalah khas, tidak mungkin dapat ditiru orang lain, dan bersifat individual. Dengan hanya melihat gaya penulisan sebuah karya sastra, pembaca langsung dapat menyimpulkan siapa pengarangnya dari berbagai bentuk linguistik yang berlaku dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Gaya atau style hadir setelah mengalami seleksi oleh pengarang. Keberhasilan suatu karya juga dipengaruhi oleh kecakapan pengarang dalam menggunakan gaya yang serasi dalam karyanya. Dalam penentuan atau penggunaan gaya, pengarang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan struktur makna ke dalam struktur lahir yang dianggap paling efektif. Pemilihan bentuk struktur lahir dapat sampai pada berbagai bentuk penyimpangan, bahkan mungkin “distorsi” dari pemakaian bahasa yang wajar. Namun, pemilihan wujud struktur lahir yang sesuai dengan selera tak selamanya dilakukan secara sadar oleh pengarang. Hal ini terjadi karena pengungkapan gaya kadang-kadang terjadi secara otomatis oleh pengarang, seolah-olah gaya tersebut telah menjadi bagian dari diri pengarang. Burhan Nurgiyantoro (2005: 277) menganggap gaya sebagai teknik, teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan. Bentuk ungkapan kebahasaan sendiri dibagi menjadi dua macam bentuk, yakni sebagai sebuah fiksi dan sebagai sebuah teks. Sebagai sebuah fiksi berarti pengarang bekerja dengan sarana bahasa, dan sebagai sebuah teks berarti pengarang bekerja dalam bahasa. Leech dan Short (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 277) menyatakan bahwa gaya bahasa merupakan hal yang pada umumnya tak lagi mengandung
sifat
konvensional,
menyaran
pada
pengertian
cara
penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu, dsb. Dengan demikian, gaya tergantung pada konteks ia digunakan, siapa pengarangnya, tujuannya ,dsb. Gaya ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan, seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk commit to user bahasa figuratif, dan penggunan kohesi.
digilib.uns.ac.id 21
perpustakaan.uns.ac.id
7) Amanat Salah satu fungsi karya sastra adalah “dulce et utile”, indah dan berguna. Selain memberi keindahan, juga bermanfaat bagi pembaca. Bermanfaat disebabkan di dalam karya sastra terdapat hal-hal yang dapat dipetik oleh pembaca. Hal-hal tersebut sebenarnya adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Menurut Panuti Sudjiman (1988: 57) amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Sedang Zulfahnur (1996/1997: 26) memberikan batasan amanat sebagai pesan, berupa ide, gagasan, ajaran, moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang ingin disampaikan atau dikemukakan pengarang lewat cerita. Amanat pengarang ini biasanya disajikan secara implisit dan eksplisit. Cara penyampaian implisit misalnya disiratkan dalam tingkah laku tokoh-tokoh ceritanya. Sedangkan secara eksplisit, bila dalam tengah atau akhir cerita pengarang menyampaikan pesan-pesan, saran, nasihat, pemikiran, dsb. Bertolak dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan-pesan moral yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca, baik secara implisit maupun eksplisit.
. 2. Hakikat Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Karya sastra dipakai untuk menyampaikan sesuatu yang dihayatinya kepada orang lain. Apa yang disampaikan oleh sastrawan merupakan renungan antara kehidupan yang dijalaninya atau yang disaksikannya. Dengan demikian, karya sastra sangat mungkin mengandung renungan-renungan dari pengarangnya, memuat nilai-nilai kehidupan yang direnungkannya yang sangat bermanfaat memberikan sumbangan nilai-nilai positif bagi masyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Renungan tentang kehidupan ini merupakan ciri khas yang senantiasa terdapat dalam karya sastra (Tirtawijaya, 1983: 83). Lebih lanjut dikatakan oleh Tirtawijaya (1983: 84), bahwa yang dimaksud renungan kehidupan ialah pengalaman pengarang, hasil hasil perenungan dirinya berkat pengalaman yang dia nukilkan dalam cerita yang ditulisnya, yang nanti akan memperkaya batin pembacanya. Dalam arti, karya sastra sebagai alat refleksi dari pembacanya. Renungan-renungan yang ditampilkan mengandung nilai-nilai kebenaran yang sudah semestinya disebarluaskan, dan kebenaran ini juga tanggung jawab moral yang merupakan bagian dari kehidupan ini. Jadi melalui bentuk sastra inilah pembaca diajak menyelami alam batin pengarangnya yang sarat dengan perenungan nilai-nilai kehidupan, nilai-nilai yang mampu membuka batin pembaca Uraian tersebut di atas mengindikasikan bahwa dalam karya sastra terkandung nilai-nilai kehidupan yang luhur dan bersifat mendidik. Dengan kata lain karya sastra mengandung nilai-nilai edukatif, yang nantinya juga akan kembali kepada kehidupan. H.J. Waluyo (1990: 27) mengatakan bahwa, nilai sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Disebut-sebut sebagai kebaikan karena dalam karya sastra terkandung nilai-nilai yang baik. Lebih lanjut Baribin (1985:79) mengemukakan bahwa karya kesusastraan selalu mengandung nilai-nilai yang luhur, sehingga dapat menggetarkan jiwa orang-orang yang terbaik dari setiap generasi. Dalam karya kesusastraan dapat kita temukan percikan-percikan buah pikiran atau renungan-renungan dari penulis yang arif yang terdapat dalam setiap zaman. a. Nilai Pendidikan Estetik (keindahan) Sastra sebagai cabang seni akan melengkapi dengan sentuhan estetis yang memiliki keindahan apabila terdapat keutuhan antara bentuk dan isi, keseimbangan, serta kejelasan penampilan aspek karya seni lain. Nilai keindahan akan tampak lebih realistis jika kita perhatikan penilaian atau penghargaan terhadap cipta seni sastra. Keseimbangan antara teknik cerita , commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
gaya bahasa, dan unsur-unsur yang lain akan membentuk bobot keindahan dalam sebuah karya sastra. Nilai estetik disebut juga nilai keindahan. Manusia menjadi bahagia dengan mengalami sesuatu yang bagus, yang indah. Adanya bermacam-macam seni ialah untuk memenuhi kebutuhan ini. Maka sesuatu yang memenuhi kebutuhan ini kita katakan mempunyai nilai keindahan atau nilai estetik (Drikarya, 1980: 117). Nilai estetik ini jika diterapkan dalam karya sastra tidak hanya tampak dalam bentuk (struktur) cipta sastra tetapi juga dalam isinya (tema dan amanat) (Esten, 1984: 21). b. Nilai Pendidikan Sosial Sosial merupakan istilah yang ditujukan kepada pergaulan kelompok manusia yang berinteraksi, berhubungan dalam kehidupan manusia di masyarakat. Ia juga berarti mempertahankan hubungan-hubungan teratur antara seseorang dengan yang lain (Gazalba, 1976:32). Nilai yang mengarahkan kepada pembentukan sikap sosial ini, menyebabkan kita saling berhubungan dan membuat bermacam-macam kesatuan dalam hidup kita (Drikarya, 1980: 72). Nilai sosial yang terdapat dalam karya sastra mempunyai pengertian bahwa karya sastra yang memaparkan hubungan manusia melalui tokohtokohnya, dapat dijadikan refleksi bagi pembaca untuk mengadakan hubungan sosial antara pribadi dan dengan masyarakat (Waluyo, 1990: 60). Mengenai hubungan kemasyarakatan ini dapat pula ditemukan dalam karya sastra yang sistematis yang mengungkapkan sifat hubungan anggota masyarakat dengan demikian diketahuilah sebab-sebab terciptanya hubungan dengan segala akibatnya , serbagaimana dikatakan Luxemburg (1989:24) lewat karya sastra dapat digunakan sebagai sumber analisis sistem masyarakat, apa yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat itu dan bersikap kritis terhadap tata nilai masyarakat yang sedang berlaku, hal ini disebabkan karena sosial budaya merupakan produk masyarakat. c. Nilai Pendidikan Moral commit to user
digilib.uns.ac.id 24
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam karya sastra terdapat nilai didik moral . Nilai didik moral dapat diambil lewat para pelakunya . Bagaimana tingkah lakunya, bagaimana pribadinya, sifat-sifatnya dan lain-lain. Dengan adanya nilai tersebut maka karya sastra di samping untuk menambah pengetahuan yang dapat mendidik moral manusia. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima oleh umum mengenai perbuatan ,sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral adalah nilai-nilai baik yang seharusnya ada dalam ketentuan sosial. Ia adalah pembatasan normanorma baik dari yang buruk (Gazalba, 1976: 31). Nilai moral yaitu nilai yang menempatkan manusia pada hukumhukum kodratrnya sebagai manusia (Driyarkara,1980:118). Menurut hukum moral itu manusia harus melaksanakan kewajiban, harus cinta sejati kepada sesama dan harus menghormati keluhuran martabat manusia. Nilai yang melahirkan sikap moral ini berupa kesanggupan, kemauan dasar, dan kesiapsediaan untuk melaksanakan kesusilaan dalam tiap-tiap perbuatan (Driyarkara,1990: 72). d. Nilai Pendidikan Religius Nilai religi dalam sastra mengandung arti bahwa karya sastra dapat dijadikan sarana untuk merenungkan nasib manusia dan kemanusiaan. Pada akhirnya renungan itu akan sampai pada kekuasaan tertentu yang mengatur kehidupan manusia (Waluyo, 1990: 60). Manusia tidak bisa sempurna sebagai manusia . bersikap adil terhadap sesama, kasih sayang, menjunjung tinggi manusia, semua ini tidak mungkin akhirnya kalau tidak berdasarkan pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pengakuan tidak cukup hanya dalam pikiran, pengakuan itu juga harus dilaksanakan dalam hidup (Driyarkara, !980: 119). Dengan memahami karya sastra yang bernilai religius maka pembaca akan mendapatkan tuntunan yang bersifat rohani. Hal ini bisa terjadi bila pengarang mengekspresikan imajinasinya yang mempunyai tendensi dakwah lewat karyanya. commit to user
digilib.uns.ac.id 25
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai pendidikan religius yang terkandung dalam sebuah karya sastra memungkinkan untuk dapat dikembangkan secara positif. Karya sastra, terutama cerpen mengajarkan tata nilai kehidupan yang berguna dalam masyarakat yang sudah barang tentu akan menambah perbendaharaan serta memperluas wawasan berpikir bagi pembacanya yang mau mengkaji secara mendalam. 3.
Hakikat Aspek Religius
Istilah religiusitas berasal dari bahasa Latin yaitu religare yang berarti mengikat, religio berarti ikatan dan pengikatan diri kepada Tuhan atau lebih tepat manusia menerima ikatan Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan (Djojosantoso, 1991: 3). Mangunwijaya (1982: 54-55) mengatakan bahwa religiusitas adalah konsep keagamaan yang menyebabkan manusia bersikap religius. Religius merupakan bagian dari kebudayaan dan sistem dari suatu agama yang satu dengan agama yang lain memiliki sistem religi yang berbeda. Religius merupakan wujud seseorang berdoa untuk yakin dan percaya kepada Tuhan sehingga keadaan emosi mengalami ketenangan dan kedamaian. Keterkaitan manusia terhadap Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan dengan melakukan tindakan sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama dalam argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang kebesaran Tuhan dalam arti mutlak, dan kebesaran manusia dalam arti relatif selaku makhluk. Religiositas berbeda dengan keagamaan. Dalam pengertian di atas religiositas mencakup keagamaan. Keagamaan itu sendiri merupakan sesuatu yang berhubungan dengan agama. Sikap-sikap yang ada dalam agama, yaitu berdiri khidmad, membungkuk dan mencium tanah selaku ekspresi bakti kepada Tuhan, mengatupkan mata selaku konsentrasi diri pasrah sumarah dan siap mendengarkan sabda illahi dalam hati. Semua itu solah bawa manusia religius yang otentik, baik dalam agama Islam, Kristen, Yahudi dan agamaagama lainnya juga (Gemeinschaff dalam Magunwijaya, 1982: 54). Dalam sebuah pengantar bukunya, Nurcholis Madjid (1997) mengatakan bahwa setiap manusia memiliki naluri religiusitas—naluri untuk berkepercayaan. commithasrat to user Naluri itu muncul bersamaan dengan memperoleh kejelasan tentang hidup
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
dan alam raya menjadi lingkungan hidup itu sendiri. Karena setiap manusia pasti memiliki keinsafan apa yang dianggap “makna hidup”. Makna hidup yang hakiki dan sejati itu ada. Agama sebagai sistem keyakinan menyediakan konsep tentang hakikat tentang makna hidup itu tetapi ia tidak terdapat pada segi-segi formal atau bentuk lahiriah keagamaan. Ia berada di baliknya. Berdasarkan hal itu formalitas harus “ditembus”, batas-batas lahiriah harus “diseberangi”. Kemampuan melampaui segi-segi itu (niscaya) akan berdampak pada tumbuhnya sikap-sikap religius individu maupun masyarakat yang lebih sejalan dengan makna dan maksud hakiki ajaran agama. Pokok-pokok ajaran Islam terdiri atas dua bagian yaitu (1) Akidah/iman yang, terdiri atas enam rukun iman (iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab Allah, para nabi dan rasul, hari kiamat, qadar atau takdir) (2) Syariah, mengatur dua aspek kehidupan manusia yang pokok, yaitu mengatur hubungan manusia dengan Allah, disebut “Ibadah” dan mengatur human relation dan human activity di dalam masyarakat/dunia, disebut “Muamalah” (Masjfuk Zuhdi, 1993: 6). Akidah Islamiah itu merupakan pokok dasar Islam dan pemersatu seluruh umat Islam di dunia ini. Seseorang yang bertentangan dengan akidah Islamiah yang berupa rukun iman enam tersebut adalah bukan orang Islam. Akidah Islamiah dalam Quran dirumuskan dengan kata-kata “Iman”, sedangkan syariah dirumuskan dengan kata-kata “Amal Saleh”. Akidah dengan syariah itu tidak dapat dipisahkan (bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan). Akidah sebagai akarnya dan syariah sebagai batang dan dahan-dahannya. Seseorang yang beriman tanpa menjalankan syariah adalah fasik, sedangkan bersyariah tetapi berakidah yang bertentangan dengan akidah Islamiah adalah munafik. Dan seseorang yang tidak berakidah dan bersyariah Islamiah adalah kafir. Akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Akidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu –sesuai konsep ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: tauhid, iman, Islam, masalah ghoibiyyat (hal-hal ghaib), kenabian, takdir, beritaberita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum yang qat’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap ahlul ahwa’commit al bida’ (pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), to user
digilib.uns.ac.id 27
perpustakaan.uns.ac.id
semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka (Yazid Jawas, 2006: 27)
4.Hakikat Pendekatan Strukturalisme Strukturalisme dapat diartikan sebagai salah satu pendekatan dalam penelitian sastra yang menekankan kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra. Penelitian ini dilakukan secara objektif, yakni menekankan aspek intrinsik karya sastra. Hal ini seperti pernyataan Herman J. Waluyo (1994: 43) yang mengatakan bahwa pendekatan strukturalisme memandang karya sastra bersifat otonom seperti halnya bersifat objektif. Dalam pandangan ini, pemahaman karya sastra dimulai dengan memahami totalitas karya itu. Analisis struktural merupakan hal yang harus dilakukan untuk memahami prosa (baik cerpen, novel, ataupun roman) yaitu dengan memahami struktur fisik dan struktur batin yang terdapat di dalamnya. Struktur fisik prosa terdiri atas plot, setting, perwatakan, penokohan, dan gaya bahasa bercerita. Adapun struktur batin prosa terdiri atas tema, sudut pandang, suasana, dan amanat. Sebelum melakukan analisis karya sastra dengan pendekatan apapun juga, haruslah menggunakan pendekatan strukturalisme. Hal ini dikatakan oleh A. Teew (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2002: 46), bahwa analisis struktur merupakan tugas utama sebelum yang lain-lain untuk memahami dan menilai sepenuhnya karya sastra. Dengan analisis struktural, baru mungkin didapatkan pengertian yang optimal. Burhan Nurgiyantoro (1995: 37) berpendapat analisis struktural karya sastra (fiksi) dapat
dilakukan
dengan
mengidentifikasi, mengkaji, dan
mendiskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur fiksi yang bersangkutan. Pertama, unsur fiksi diidentifikaasi dan dideskripsikan bagaimana fungsi masingmasing, kemudian dijelaskan bagaimana hubungan antar unsur tersebut dalam bentuk totalitas makna yang padu. commit to user
digilib.uns.ac.id 28
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan demikian, dapat disimpulkan analisis struktural bertujuan memaparkan sedetail mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai.
B. Kerangka Berpikir Berbicara tentang karya sastra maka akan terlintas dalam pikiran kita nilai apa saja yang terkandung dalam sebuah karya sastra . Karya sastra hendaknya mempunyai nilai-nilai tertentu yang menjiwai sebuah karya sastra. Karya sastra diciptakan bukan sekedar untuk dinikmati keindahannya tetapi juga untuk dipahami dan diambil manfaatnya secara menyeluruh. Sastra bukanlah sekedar benda mati yang tak berarti,namun di dalamnya termuat banyak sekali nilai-nilai hidup, pesan yang luhur yang mampu menambah wawasan manusia dalam memahami, menjalani dan menghayati kehidupan. Aspek religius yang ada dalam karya sastra dibutuhkan keberadaannya untuk menambah fungsional karya sastra sebagai alat untuk memperhalus budi pekerti dan sebagai alat bantu mengajarkan kebajikan serta membuat kita untuk lebih tunduk dan patuh terhadap Tuhan.Untuk mengetahui makna aspek religius dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy maka perlu untuk dianalisis. Selain itu, dengan pendekatan struktural maka akan diketahui struktur pembangun novel tersebut. Untuk lebih jelas alur berpikir tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:
commit to user
digilib.uns.ac.id 29
perpustakaan.uns.ac.id
Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy
Pendekatan Struktural Struktur Novel Ayat-Ayat Cinta
Aspek religius dalam Novel Ayat-
Karya Habiburrahman El Shirazy
Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy
Gambar 1: Kerangka Berpikir
commit to user
digilib.uns.ac.id 30
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini meupakan penelitian yang menganalisis data dokumenter berupa novel Ayat-ayat Cinta sebagai objek penelitiannya. Terkait hal tersebut maka penelitian ini tidak terpancang pada waktu dan tempat, adapun rincian waktu dan pelaksanaan jenis kegiatan dalam penelitian ini dapat dijelaskankan dengan tabel berikut: Tabel 1: Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian No
1.
Waktu Desember Januari Februari Maret April Jenis 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Kegiatan Pembuatan x X x x proposal
2.
Perizinan
3.
Pengumpulan data
4.
Analisis data
5.
Penyusun-an laporan
x x x x x x x x x x x x x x x x
B. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu data yang dikumpulkan akan berwujud kata-kata dalam kalimat yang mempunyai arti lebih dari sekedar angka atau jumlah. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis isi (content analysis) karena sumber data utamanya merupakan karya sastra yang berupa naskah tertulis dengan mempertimbangkan pendapat dari pakar sastra dan guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk mengetahui nilai religius dan relevansinya sebagai bahan ajar. commit to user
digilib.uns.ac.id 31
perpustakaan.uns.ac.id
C. Sumber Data Sumber yang dipakai dalam penelitian ini adalah: (1) dokumen, yakni novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dan berbagai tulisan atau artikel yang menunjang penelitian; dan (2) informan, yakni peneliti dapat mengamnbil data dengan wawancara kepada sejumlah tokoh pengamat sastra, pendidik/pakar pendidikan.
D. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan data yang digunakan , maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Wawancara Wawancara dilakukan pada orang-orang yang dianggap kompeten dalam dunia sastra untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan dalam novel-novel karya Habiburrahman El Shirazy. Wawancara yang telah dilakukan peneliti yaitudengan Drs. Yant Mujianto selaku salah satu sastrawan di Solo serta dengan Noor Alfiyah, S.Pd. (guru mata pelajaran bahasa Indonesia). 2. Pengumpulan Dokumen Mengumpulkan segenap dokumen yang berkaitan dengan karya Habiburrahman El Shirazy akan menjadi bahan untuk mendapatkan data.
E. Teknik Sampling Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu melakukan pengambilan data baik dengan wawancara dengan orang tertentu yang kompeten terhadap karya sdastra , orang yang dianggap kompeten dalah hal ini adalah Drs. Mujiyanto serlaku salah satu sastrawan di Solo serta Noor Alfiyah, S.Pd. Dan juga mengambil dokumen tentang novel-novel karya Habiburrahman yang dapat mendukung data penelitian. F. Validitas Data Guna menjamin validitas data yang akan diperoleh dalam penelitian ini , to user maka peningkatan validitas akancommit dilakukan dengan cara menggunakan teknik
digilib.uns.ac.id 32
perpustakaan.uns.ac.id
triangulasi. Peneliti ini menggunakan triangulasi data atau sumber artinya peneliti membandingkan data dari observasi atau pengamatan dengan hasil wawancara. Sedangkan triangulasi metode adalah peneliti menggunakan metode yang berbeda untuk mendapatkan data sejenis yaitu wawancara dan analisis naskah. G. Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis interaktif yaitu analisis bergerak dalam tiga komponen yaitu reduksi dalam sajian data dan simpulan data. 1. Reduksi Data Komponen
ini
mengandung
proses
seleksi
,
pemfokusan
,
penyederhanaan , dan abtraksi data kasar yang ada dalam catatan lapangan. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset yang meliputi keramgka kerja konseptual, pemilihan kasus, menyusun pertanyaan dan cara pengumpulan data 2. Penyajian Data Penyajian data adalah suatu rakitan organisasiinformasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Susunan penyajian data harus jelas sistematikannya dengan sajian data , peneliti akan lebih mudah memahami hal-hal yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan usaha yang akan dilaksanakan setelah pengumpulan data 3. Penyimpulan Data Penarikan kesimpulan dilaksanakan berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan penyajian data. Setelah data diseleksi, diklasifikasi dan dianalisis, data tersebut diinterpretasikan dalam cerita rakyat yang kemudian ditarik suatu kesimpulan.
commit to user
digilib.uns.ac.id 33
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut bagan analisis model interaktif : Pengumpulan data
Reduksi data
Sajian data
Penarikan simpulan/ verifikasi
Gambar 2. Model analisis interaktif (H. B. Sutopo, 2002: 96) Keterangan : Tiga komponen analisis reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan data aktifitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai siklus. Peneliti tetep bergerak diantara ketiga komponen tersebut dengan komponen pengumpulan data selama pengumpulan data.
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Novel Ayat-ayat Cinta Ayat-ayat cinta merupakan sebuah novel yang ditulis oleh seorang novelis muda Indonesia kelahiran 30 September 1976 yang bernama Habiburrahman El-Shirazy. Ia adalah seorang sarjana lulusan Mesir dan sekarang sudah kembali ke tanah air. Sepintas lalu, novel ini seperti novel-novel Islami kebanyakan yang mencoba menebarkan dakwah melalui sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata novel ini merupakan gabungan dari novel Islami, budaya dan juga novel cinta yang banyak disukai anak muda. Dengan kata lain, novel ini merupakan sarana yang tepat sebagai media penyaluran dakwah kepada siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam, khususnya buat para kawula muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa. Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar berbeda, yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang studi Universitas Al-Azhar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal Jerman yang kebetulan juga sedang studi di Mesir. Kisah percintaan ini berawal ketika mereka secara tak sengaja bertemu dalam sebuah perdebatan sengit dalam sebuah metro. Salah seorang penulis terkenal berpendapat terhadap novel tersebut, “Novel yang tidak klise dan tak terduga pada setiap babnya. Habiburrahman El Shirazy dengan sangat menyakinkan mengajak kita menyelusuri lekuk Mesir yang eksotis itu, tanpa lelah. Tak sampai di situ, Ayat-Ayat Cinta mengajak kita untuk lebih jernih, lebih cerdas dalam memahami cakrawala keislaman, kehidupan dan juga cinta.” Pendapat lain dari seorang mantan pragawati dan aktris muslimah commit toCinta user membuat angan kita melayangmengatakan bahwa membaca Ayat-Ayat 34
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
layang ke negeri seribu menara dan merasakan “pelangi” akhlak yang menghiasi pesona-pesonanya. Sungguh, sebuah cerita yang layak dibaca dan disosialisikan pada para pemburu bacaan popular yang sudah tidak mengindahkan akhlak sebagai menu utamanya, agar dunia bacaan kita terhiasi karya-karya yang membangun. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagai karya sastra, novel Ayat-ayat Cinta selain memiliki sisi keindahan jika dilihat dari sudut pandang ilmu kesusastraan juga sarat akan pesan-pesan atau nilai-nilai humanis. Novel AAC tersebut penuh nuansa Islami dan dapat dipandang sebagai sarana pembelajaran dan dakwah oleh penulisnya. Setting dalam novel ini adalah sebuah kota di Mesir, Kairo. Novel ini seolah-olah mengajak pembaca untuk melihat kota Kairo secara langsung. Novel AAC meraih beberapa penghargaan di antaranya Pena Award Novel Terpuji Nasional tahun 2005 dan peraih penghargaan The Most Favorite Book pada tahun 2005. Maka, tidak dapat disangkal jika novel tersebut memang pantas menjadi novel yang best seller. Ayat-ayat Cinta awalnya diterbitkan secara bersambung di Harian Republika. Akhirnya diterbitkan dalam bentuk novel pada 2004. Pada novel tersebut dikisahkan tokoh Fahri mengawali kehidupannya di Mesir dengan menyewa sebuah flat di daerah Haldayek Helwan, bersama empat orang temannya yang sama-sama berasal dari Indonesia. Di sana mereka bertetangga dengan keluarga Boutros, yang beragama Kristen Koptik (kaum Nasrani yang bersekte dari Yunani). Walaupun berbeda keyakinan, mereka hidup saling menghormati, mengasihi, dan menyayangi, layaknya sebuah keluarga. Keluarga ini sangat akrab dengan Fahri, terutama Maria. Ia adalah seorang gadis Mesir yang manis dan baik budi pekertinya. Kendati demikian, Fahri menyebutnya sebagai gadis Koptik yang aneh. Ia seorang non-muslim yang mampu menghafal dua surah yang ada dalam Al-Quran dengan baik, yang belum tentu seorang muslim mampu melakukannya. Ia hafal surah Al-Ma’idah dan surah Maryam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
Di flat itu tinggal pula keluarga Bahadur, yang muslim. Sifat dan tingkah laku Tuan Bahadur berbeda 180 derajat dengan keluarga Boutros. Bahadur terkenal dengan julukan si Muka Dingin, karena ia selalu berperangai kasar kepada siapa saja, bahkan dengan istrinya, Madame Syaima, dan putri bungsunya, Noura. Bahadur memiliki tiga orang putri, Mona, Suzanna, dan Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam. Tidak demikian halnya dengan Noura, dia berkulit putih dan berambut pirang. Hal inilah yang membuat Noura sering mendapat perlakuan kasar dari ayah dan kedua kakaknya. Dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Kairo, suatu kejadian tanpa sengaja membuat Fahri berkenalan dengan seorang wanita bercadar. Wanita yang semula dikiranya orang Mesir itu ternyata adalah wanita asal Jerman yang sedang menuntut ilmu di Mesir. Wanita itu bernama Aisha. Sepintas lalu, novel ini seperti novel-novel Islami kebanyakan, yang mencoba menebarkan dakwah melalui sebuah karya seni. Tapi setelah dibaca, ternyata novel ini merupakan gabungan novel Islami, budaya, dan juga novel cinta yang banyak disukai anak muda. Fahri adalah sosok laki-laki dengan aqidah yang baik dan teguh pendiriannya jika menyangkut ajaran agama. Maria, Noura, Aisha, dan kemudian Nurul, adalah wanita-wanita yang mencintai Fahri. Dalam novel ini diperlihatkan, bagaimana Fahri harus menyikapi perasaan wanita-wanita tersebut dan suasana hatinya ketika ia memutuskan untuk menikahi salah satu dari wanita-wanita tersebut.
2. Struktur Pembangun Novel Ayat-Ayat Cinta Salah satu kajian dalam penelitian ini adalah menguraikan struktur novel AAC. Maka, dengan berdasarkan pendekatan strukturalisme akan diuraikan unsur-unsur intrinsik yang membangun novel AAC sebagai berikut: a. Tema Tema merupakan inti dari cerita sehingga peristiwa-peristiwa yang commit userJadi, tema adalah hal pokok yang ada dalam cerita semua berpusat pada to tema.
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendasari keseluruhan isi cerita dalam sebuah karya sastra. Tema yang diangkat dalam novel AAC adalah cinta. Cinta yang diangkat dalam cerita AAC tidak semata-mata cinta antara dua orang manusia lelaki dan perempuan. Tetapi dalam novel tersebut cinta dijabarkan secara luas. Tema cinta yang diangkat dalam novel AAC mencakup: (1) cinta manusia terhadap Tuhan dan Rasul-Nya; (2) cinta seorang lelaki terhadap seorang perempuan; dan (3) cinta antarumat manusia. Berikut penjabaran cinta-cinta tersebut. 1) Cinta Manusia terhadap Tuhan dan Rasul-Nya Cinta manusia terhadap Tuhan dan Rasul-Nya dapat diwujudkan dalam segala bentuk perilaku. Dalam novel AAC penggambaran cinta tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut: “Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen aku bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus berada di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak di Shubra.” (AAC: 16) Kangjeng Nabi adalah teladan. (AAC: 108).
Kutipan di atas menunjukkan cinta seorang hamba terhadap Tuhan dan Rasul-Nya. Dapat diketahui berdasarkan kutipan tersebut bahwa demi rasa cintanya merelakan diri untuk bertekad bulat melawan sikap bermalasmalasan dan menyegerakan ke masjid. “Dekatkan diri pada Allah!... Kita ini orang yang sudah tahu hukum Allah dalam menguji hamba-hamba-Nya yang beriman. Kita ini orang yang mengerti ajaran agama.” (AAC: 360) Kutipan di atas menunjukkan bahwa agama menjadi pedoman utama dalam melakukan segala aktivitas, perilaku, dan tindakan. Setiap penyelesaian masalah selalu berdasarkan pada hukum ajaran agama Islam. Diceritakan pula bahwa tokoh-tokoh dalam novel AAC tersebut merupakan pemeluk agama yang teguh dan beriman. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
2) Cinta Seorang Lelaki terhadap Perempuan Novel AAC mengisahkan percintaan seorang pemuda, tokoh Fahri. Fahri adalah sosok laki-laki dengan aqidah yang baik dan teguh pendiriannya jika menyangkut ajaran agama. Maria, Noura, Aisha, dan kemudian Nurul, adalah wanita-wanita yang mencintai Fahri. Dalam novel ini diperlihatkan, bagaimana Fahri harus menyikapi perasaan wanita-wanita tersebut dan suasana hatinya ketika ia memutuskan untuk menikahi salah satu dari wanita-wanita tersebut. Berikut ini kutipan yang menunjukkan perasaan cinta dan sikap Fahri terhadap perempuan yang ia cintai dan mencintainya. “Jika Aisha sedemikian mantapnya dan peercaya padaku, maka bismillah, aku pun mantap menerima Aisha untuk jadi isteriku, pendamping hidupku dan ibu dari anak-anakku, aku akan sepenuh hati percaya padanya.” (AAC: 212) Dalam tangisku aku merasa masalah Nurul ini adalah cobaan besar bagi komitmenku di rumah Syaikh Utsman. Cobaan atas cinta dan kesetiaanku pada Aisha. Bisa saja aku nekad membatalkan kesepakatan dan rencana yang telah ditetapkan seperti dalam film India.... tapi jika aku melakukan itu namaku akan ditulis dengan lumpur hitam berbau busuk oleh sejarah. Aku akan menjadi orang munafik yang paling menyakitkan hati orang-orang yang kucintai dan kuhormati. (ACC: 229-230) 3) Cinta Antarumat Manusia Digambarkan pula di dalam novel AAC tentang sikap saling menyayangi antarsesama manusia. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini: “Nasihat yang baik sekali. Dia memang muslimah yang baik. Sekali-kali kita harus undang dia dan teman-temannya kemari. Dia memulliakan diriku saat aku berkunjung ke rumahnya,” ujar Aisha. (AAC: 289). Pada kutipan di atas menunjukkan adanya sikap toleransi yang dimiliki oleh Aisha terhadap Nurul. Selain itu, pada kutipan di atas juga menggambarkan adanya keterjalinan silaturahmi antara sesama muslim. commit to user Penggambaran lain yang terlihat pada kutipan di atas adalah adanya budaya
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
kunjung-mengunjungi atau bertamu antarsesama manusia untuk mempererat tali silaturahmi. b. Tokoh dan Penokohan Novel Ayat-Ayat Cinta menampilkan beberapa tokoh, diantaranya: Fahri, Maria, Aisha, Noura, Nurul, Syaikh Ahmad Taqiyyuddin, syaikh Utsman Abdul Fattah, Bahadur Gounzouri, Tuan Boutros Rafael Girgis, Madam Nahed, Yousef, teman-teman Fahri satu flat (Rudi, Hamdi, Syaiful, Mishbah), Eqbal Hakan Erbakan, Sarah, Prof. Dr. Abdul Rauf Mansour, Ismail, Ahmad, Haj Rashed, Marwan, Prof. Dr. Abdul Gafar Ja’far, ridha Sahata, Hosam, Maghdi, Elena Hashim, Polisi, Tuan Adel, Madame Yasmin, Suzan, dan Mona. Berdasarkan kadar keutamaan tokoh-tokoh dalam novel AAC dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yakni: tokoh utama dan tokoh tambahan. Berikut penjabarannya: 1) Fahri Berdasakan penggolongan tokoh berdasarkan keutamaannya, tokoh Fahri merupakan tokoh utama-protagonis. Tokoh Fahri dikatakan tokoh utama karena tokoh tersebut merupakan tokoh yang selalu menjadi muara setiap cerita. Tokoh Fahri melakukan segala tindak tokoh utama. Fahri juga dikatan tokoh protagonis. Hal ini dikarenakan tokoh Fahri berperan menjadi tokoh yang memiliki sifat-sifat baik. Perwatakan Fahri dapat dilihat pada kutipan berikut ini. “Dengan topi dan kaca mata hitamku itukau seperti bintang film Hongkong saja. Tak tampak sedikitpun kau seorang mahasiswa pascasarjana Al Azhar yang hafal Al Quran.” (AAC: 18). Untung Saiful dan Mishbah mengerti nasihatku. Aku sendiri berpakaian tidak bagus namun pantas. Kaos katun hijau muda dan rompi santai hijau tua, warna kesayangan. Tak kalah fungkynya dengan Yousef. (AAC: 120). Berdasarkan kutipan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Fahri adalah seseorang yang berpenampilan fungky tapi sopan. Dia to user memiliki warna kesukaan commit hijau tua. Selain itu, tokoh Fahri dikisahkan
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai seorang mahasiswa pascasarjana Universitas Al-Azhar. Fahri juga diceritakan sebagai seseorang yang taat beragama dan mampu menghafal Al Quran. Pada kutipan lain menunjukkan perwatakan tokoh Fahri yang lain. Berikut kutipan tersebut: Yang kutempel memang arah hidup sepuluh tahun ke depan. Target-target yang harus kudapat dan apa yang harus kulakukan. Lalu peta hidup satu tahun ini. Kutempel tempat di tempat belajar untuk penyemangat. Dan memang kutulis dalam bahasa Arab. (AAC: 142). Kutipan di atas menggambarkan bahwa Fahri adalah seseorang yang visionaris. Dia adalah seorang yaang memiliki tujuan hidup. Selain itu, dia adalah seorang pekerja keras yang ulet. Dia tahu bagaimana cara menyemangati dirinya sendiri. Hal lain yang juga dapat diambil dari kutipan tersebut di atas adalah Fahri mahir berbahasa Arab. 2) Maria Peran tokoh Maria di dalam cerita banyak mempengaruhi kehidupan tokoh Fahri sebagai tokoh utama. Tokoh Maria dapat digolongkan dalam tokoh utama dan tokoh protagonis. Berdasarkan cerita novel AAC tokoh Maria dikisahkan menjadi istri kedua Fahri. Perwatakan tokoh Maria dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut ini. Seorang gadis Mesir berwajah bersih membuka jendela kamarnya sambil tersenyum. Matanya yang bening menatapku penuh binar. (AAC: 8) Gadis Mesir berpipi lesung kalau tersenyum itu berhasil mengejar langkahku. Ia berjalan sejajar denganku. Dan menawarkan payungnya padaku. (AAC: 147) Ia berdiri di samping ranjang. Rambutnya yang hitam terkucir rapi. (AAC: 171) Berdasar kutipan di atas dapat dilihat penggambaran fisik Maria yang memiliki mata yang bening. Wajah maria begitu bersih. Lesung pipi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
Maria terlihat jika dia sedang tersenyum. Maria memiliki rambut hitam yang selalu dikucir. Maria gadis unik. Ia seorang Kristen Koptik, namun ia suka AL Quran. Di antaranya surat Maryam. Sebuah surat yang membuat dirinya bangga. Aku mengetahui itu pada suatu kesempatan berbincang dengannya di metro. Ia pulang kuliah dari Cairo University. (AAC: 9-10) Berdasar kutipan di atas, Maria meruakan gadis yang unik. Dia beragama Kristen. Maria adalah seorang mahasiswi di Cairo University. Dia juga suka pada Al Quran dan hafal beberapa surat di dalam Al Quran. Maria pun tahu adab bagaimana membaca Al Quran, berikut kutipan yang menggambarka hal tersebut. “ Kau juga suka menghafal Al-Quran aku tidak salah dengar ? heranku. “Ada yang aneh?” Aku diam tidak menjawab. “aku hafal surat Maryam dan surat Al-Maidah di luar kepala “Benarkan?” Kau tidak percaya? Coba kausimak baik-baik!” Maria lalu melantunkan surat Maryam yang ia hafal. Anehnya ia terlebih dahulu membaca ta’awwudz dan basmalah. Ia tahu ada bab dan tata cara membaca Al-Quran.Pada saat Maria dan fahri di dalam Metro. ( AAC: 24 ) Maria mengetahui bagaimana adab-adab membaca Al Quran. Maria mengetahui bahwa sebelum membaca Al Quran harus membaca taawudz dan basmalah terlebih dahulu. Hal demikian juga memberikan gambaran bahwa Maria memiliki ketertarikan terhadap agama Islam. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa Maria merupakan seseorang yang taat terhdap aturan. 3) Aisha Tokoh Aisha dapat digolongkan sebagai tokoh utama. Selain itu, dapat pula dikatakan sebagai tokoh protagonis. Aisha digambarkan sebagai perempuan yang bercadar. Tokoh Aisha dikisahkan sebagai istri Fahri. Berikut kutipan-kutipan yang menggambarkan perwatakan Aisha. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
Perempuan bercadar putih bersih itu bangkit dari tempat duduknya. (AAC: 28) Telingaku bisa mendengar dengan jelas pa yang mereka bicarakan. Tentang asal mereka masing-masing. Perempuan bercadar itu ternyata lahir di Jerman, dan juga besar di Jerman. Namun ia berdarah Jerman, Turki, dan Palestina. (AAC: 42) Berdasar pada kutipan di atas dapat diketahui bahwa Aisha merupakan seorang perempuan yang selalu mengenakan cadar. Aisha merupakan perempuan yang dilahirkan di Jerman dan besar di Jerman. Meskipun begitu dia sebetulnya memiliki darah keturunan Turki dan Palestina selain darah Jerman. Ayah Aisha adalah orang Jerman, ibunya orang Turki, dan neneknya orang Palestina asli. Kutipan yang menggambarkan perwatakan Aisha dapat pula dilihat pada kutipan-kutipan berikut: Perempuan bercadar minta maaf atas perlakuan saudara seiman yang kurang ramah (AAC: 29) “Kelihatannya kau berbakat jadi penulis besar istriku?” Aisha tersenyum dan menukas tenang, alhamdulillah, dua novelku sudah terbit di Jerman. (AAC: 298). Kutipan-kutipan diatas memberikan gambaran perwatakan Aisha. Tokoh Aisha digambarkan sebagai seseorang muslimah yang sangat baik hati dan bijaksana. Selain itu, tokoh tersebut juga digambarkan sebagai seorang penulis novel. Aisha adalah istri pertama Fahri. 4) Noura Tokoh Noura digambarkan sebagai gadis yang malang karena mendapat perlakuan yang biadap dari ayah tirinya dan kakak-kakaknya. Sebelum ia diusir dan diseret ke jalan, ia diperkosa oleh ayah tirinya, Bahadur. Noura dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan dan tokoh antagonis. Penggambaran perwatakan Noura dapat dilihat pada kutipankutipan berikut: Kami kenal gadis commit itu. Kasihan to userbenar dia. Malang nian nasibnya. Namanya Noura. Nama yang indah dan cantik. Ia baru saja naik ke
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
tingkat akhir Ma’had Al azar puteri. Tahun depan jika lulus dia baru akan kuliah. Sudah berulang kali kami melihat Noura didzalimi kelarganya sendiri. Dia menjadi bulan-bulanan ayahnya dan kedua kakaknya. (AAC: 63) “Apa Noura berambut pirang?” “Pertanyaanmu memang aneh. Jawabnya ya, dia berambut pirang. Kenapa kau tanyakan itu?” (AAC: 79) Sifat Noura yang dulunya memiliki sifat jujur dan baik kemudian menjadi jahat. Noura memfitnah Fahri telah memperkosanya. Karena ia sangat mencintai Fahri, ia kemudian berbohong bahwa Fahrilah yang menghamilinya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Apa yang dikatakan Noura adalah fitnah belaka. Dia harus mendapatkan ganjaran atas tuduhan kejinya. Entah setan apa yang membuat Noura yang dulu jujur dan baik hati kini berubah menjadi tukang fitnah yang tidak memiliki nurani. (AAC: 391) 5) Nurul Nurul merupakan perempuan berkaca mata dan berjilbab panjang. Tokoh Nurul dalam AAC dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan dan tokoh protagonis. Gambaran perwatakan Nurul dapat dilihat pada kutipan berikut: Kau tentu tahu kan muka orang Indonesia. Nurul memakai kaca mata jilbabnya panjang. (AAC: 75) Kau tahu Nurul... Selain cantik dia juga cerdas dan halus budi.. (AAC: 225) Berdasar kutipan di atas dapat diketahui pula bahwa Nurul merupakan perempuan yang cantik dan cerdas. Nurul digambarkan pula memiliki perwatakan yang halus budi. Pada kutipan lain, dapat diketahui pula bahwa Nurul merupakan anak seorang pengasuh pesntren. Selain itu, dia juga seorang aktivis. Dia merupakan ketua sebuah organisasi mahasiswi. Berikut kutipan yang menyatakan hal tersebut. Kau tahu Nurul adalah puteri tunggal Bapak KH. Ja’far abdul Razaq pengasuh pesantren besar di Jawa Timur. (AAC: 225) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Aku langsung bergegas mengambil gagang telpon dan memutar nomor rumah Nurul, ketua Wihdah, induk organisasi mahasiswi Indonesia di Mesir (AAC: 74). Diam-diam aku salut pada Nurul. Meskipun ia jadi ketua umum organisasi mahasiswi paling bergengsi di Mesir, tapi ia tidak pernah segan untuk menyempatkan waktunya mengajar anak-anak membaca Al Quran. (AAC: 95) Kutipan di atas menunjukkan pula perwatakan Nurul lainnya. Nurul memiliki perwatakan yang rendah hati, tidak segan-segan dan malu untuk melakukan pekerjaan yang tidak seharusnya dilakukan seorang ketua organisasi besar. Nurul juga merupakan seorang guru membaca Al Quran. Sebagai
seorang ketua organisasi tentunya Nurul memiliki jiwa
kepemimpinan yang baik. 6) Syaikh Ahmad Taqiyyudin Syaikh Ahmad Taqiyyudin merupakan ulama muda dan memiliki anak satu. Dalam cerita AAC, tokoh ini dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan. Gambaran perwatakan Syaikh Ahmad dapat dilihat pada kutipankutipan berikut: Usai shalat aku menyalami Syaik Ahmad. Nma lengkapnya Syaikh Ahmad Taqiyyudin Abdul Majid. Imam muda yang sangat dekat denganku. Beliau tidak pernah menyembunyikan senyumnyasetiap kali berjumpa denganku. Beliau masih muda, umurnya baru tiga puluh satu, dan baru tahun lalu ia meraih Magister Sejarah Islam dari Universitas Al Azhar. Anaknya baru satu, berumur dua tahun. Kini ia bekerja di kementrian Urusan Wakaf sambil menempuh program doktoralnya. Beliau juga menjadi dosen sejarah Islam di Ma’had I’dadud Du’at yang dikelola oleh Jamiyyah Syariyyah bekerja sama dengan Fakultas Dakwah Universitas Al Azar. (AAC: 16-17). Berdasakan kutipan di atas sangat jelas penggambaran perwatakan Syaikh Ahmad Taqiyyudin. Tokoh tersebut digambarkan sebagai seorang yang dekat dengan Fahri. Dia adalah orang yang murah senyum. Selain itu, dia adalah orang yang berpendidikan. Syaikh ahmad juga bekerja pada sebuah lembaga pemerintahan dan menjadi seorang tenaga pengajar atau to user dosen pada sebuah sekolah. commit Umur ulama muda tersebut baru tiga puluh satu.
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
Meskipun masih muda, namun kedalaman ilmu agama dan kefasihannya membaca serta menafsirkan Al Quran membuat masyarakat memanggilnya Syaikh. Kerendahan hati dan kommitmennya yang tinggi membela kebenaran membuat sosoknya dicintai dan dihormati. (AAC: 17). Kutipan tersebut di atas menunjukkan perwatakan lainnya yang dimiliki oleh Syaikh ahmad. Syaikh Ahmad merupakah seseorang yang sangat menguasai ilmu agama. Dia juga pandai membaca dan menafsirkan Al Quran. Sebagai seorang ulama, dia memiliki sifat rendh hati dan memiliki komitmen yang tinggi sehingga banyak orang yang menyukai sosok tokoh tersebut. 7) Syaikh Utsman Abdul Fattah Syaikh Utsman Abdul Fatah merupakan seorang ulama berumur tujuh puluh lima tahun. Tokoh ini dapat dikategorikan sebagai tokoh tambahan. Berikut kutipan yang memberikan gambaran perwatakan syaikh Utsman. .....berumur tujuh puluh lima tahun selalu datang... (AAC: 5) Pada ulama besar ini aku belajar qiraah sab’ah dan ushul tafsir. Beliau adalah murid syaikh Maqari wal Huffadh Fi Mashr atau guru besarnya para pembaca dan penghafal Al Quran di Mesir. (AAC: 2) Beliau selalu datang tepat waktu. Tak kenal absen. Tak kenal cuaca dan musim. Selama tidak sakit dan tidak ada uzur yang teramat penting, beliau pasti datang. (AAC: 3). Bedasar pada kutipan di atas dapat diketahui perwatakan Syaikh Utsman. Tokoh tersebut merupakan seorang ulama besar murid seorang ulama, guru para penghafal dan pembaca Al Quran terkenal di Mesir. Ulama tersebut berumur tujuh puluh lima tahun. Dia juga merupakan seseorang yang sangat displin dan tepat waktu. Selain itu, diaadalah orang yang memegang teguh prinsip dan komitmennya. Syaikh Utsman mengusap kepalaku, persis seperti ayahku mengusap kepalaku. Beliautotersenyum padaku. (AAC: 181) commit user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Syaikh Utsman banyak memberi siraman jiwa, “Kau harus ikhlas menerima cobaaan ini. Kau tidak boleh sedikitpun merasa ragu akan kaih sayang allah kepadamu. Kau tentu tahu allah sangat mencintai Nabi Yahya. Dan, Nabi Yahya itu kepalanya dipenggal untuk dihadiahkan kepada seorang pelacur (AAC: 342) Syaikh Utsman merupakan seorang yang sangat penyayang dan pengertian. Pada kutipan tersebut di atas tergambar pula watak Syaikh Utsman yang lembut dan penuh perhatian kepada Fahri. Selain itu Syaikh Utsman juga suka memberi siraman rohani dan memberikan nasehat yang baik. Syaikh Utsman digambarkan pula sebagai seorang ulama terkenal yang memiliki kedalaman ilmu agama. 8) Bahadur Bahadur adalah tokoh jahat dalam novel AAC. Tokoh ini dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan dan tokoh antagonis. Berikut ini kutipan yang menggambarkan perwatakan Bahadur. Aku kaget, bagaimana mungkin Noura berambut pirang, padahal ayah dan ibunya mirip orang Sudan. Hitam. Rambutnya Negro. (AAC: 77). Ayahnya akhirnya dapat pekerjaan seebagai tukang pukul di sebuah Nite Club mengapung di atas sungai Nil. (AAC: 127) Berdasar kutipan-kutipan di atas dapat diketahui perwatakan tokoh Bahadur. Digambarkan oleh pengarang, Bahadur merupakan seorang yang berkulit hitam. Dia seperti orang Sudan. Selain itu, tokoh Bahadur adalah seorang tukang pukul pada sebuah Nite Club. Ayah Noura yang bernama Bahadur memang keterlaluan. Bicaranya kasar dan tidak bisa menghargai orang. (AAC: 64) Ayahnya suka mencambuknya dengan ikat pinggang. Ayah kejam! (AAC: 78). Bahadur merupakan seseorang yang kejam. Dia berperilaku kasar sehingga banyak tetangga yang tidak suka padanya. Bahadur dilukiskan pula sebagai seeorang yang tidak bisa menghargai orang lain. Dia sering commit to user mencambuk anaknya. Bahadur pula yang sebetulnya memperkosa Noura.
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
9) Tuan Boutros Tuan Boutros merupakan tokoh tambahan. Pengarang mengisahkan Tuan Boutros sebagai ayah Maria dan suami Madame Nahed. Kutipankutipan yang menggambarkan perwatakan Tuan Boutros adalah sebagai berikut: Begitu keterangan yang aku dapat dari Tuan Boutros, ayahnya Maria yang bekerja di subuah bank swasta di Maadi. (AAC: 116) Mereka mendekati kami. Tuan Boutros tampak lebih muda dari biasanya. Ia memakai kemeja warna krem dengan lengan dilingkis.(AAC: 115-116) Aku berniat memberi hadiah untuk merek, tepat di hari ulang taahun mereka. Sedang Tuaan Boutros 26 Oktober (AAC: 82). Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa Tuan Boutros adalah seorang pekerja Bank. Dia merupakan laki-laki yang modis. Selain itu, Tuan Boutros lahir pada tanggal 26 Oktober. Pada kutipan lainnya digambarkan pula watak Tuan Boutros yang baik hati. Berikut kutipan tersebut. Rudi yang bertugas mencari mobil kembali bersama Tuan Boutros dan keluarganya. “Tak usah repot cari mobil, kami datang untuk menjemputmu pulang,’ demikian Tuan Boutros. (AAC: 187). 10) Madame Nnahed Madame Nahed dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan. Dia merupakan perempuan yang selalu menjaga penampilan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Madame Nahed berpenampilan seperti Parfumnya menyengat. (AAC: 116).
aristokrat
Prancis.
Madame Nahed adalah seorang dokter yang baik hati, berikut kutipan yang menggambarkan hal tersebut. “Malam-malam begini mencari saya ada apa?” tanya beliau yang memang seorang dokter yang tidak praktik di rumah. (AAC: 105) “....Madame Nahed yang mengurusi semuanya. Dia yang commit to user memilihkan kamar kelas satu. Dia juga yang memilihkan dokter.
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
Dia tidak bisa langsung menangani Mas karena dia spesialis anak. (AAC: 172) Berdasarka kutipan-kutipn di atas digambarkan bahwa Madame Nahed adalah seorang dokter spesialis anak. Dia sangat mengenal lingkungannya di rumah sakit. Madame Nahed adala seorang dokter yang memiliki sifat baik dan perhatian, dan dia juga tidak membuka praktik di rumahnya. 11) Yousef Yousef adalah laki-laki yang gaul. Tokoh ini dapat dikategorikan sebagai tokoh tambahan. Perwatakannya dapat dilihat pada kutipan-kutipan berikut: Ia tahu seluk beluk mobil. Selama jadi tetangganya kulihat sudah tiga kali dia ganti mobil. (AAC: 284). Si Yousef adik laki-laki Maria setelah ibunya. (AAC: 82).
tanggal 11 Agustus, satu hari
Ia juga berjanji akan menjemputku pukul setengah lima sore. Aku mengucapkan terima kasih padanya. (AAC: 196). Kutipan-kutipan di atas menunjukkan penggambaran perwatakan Yousef yang juga sebagai adik Maria di dalam novel AAC. Tokoh ini memiliki keahlian di bidang otomotif. Selain itu, Yousef juga berulang tahun pada tanggal 11 Agustus.
c. Alur Peristiwa-peristiwa dikisahkan dengan menarik oleh pengarang secara runtut menjadi satu rangkaian cerita. Secara umum pengarang menggunakan alur maju atau progresif. Namun pada penjalinan cerita, pengarang tidak hanya mengisahkan cerita berjalan ke masa depan saja namun kadang juga kembali ke masa lalu. Kutipan yang menunjukkan adanya pengisahan kembali tentang masa lampau dapat dilihat pada kutipan berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
Aisha mulai bercerita tentang dirinya, ibunya, dan ayahnya. Sejak itu, menurut cerita ayah, ibu sangat sibuk. Tapi ibu mampu mengatur waktu dengan baik. Mengasuh aku., mengurus suami, mengurus klinik, menjadi wakil direktur rumah sakit, dan mengajar di universitas. Sejak saat itu aku sangat marah pada ayah. Jika ayah mencintai mendiang ibu, mestinya dia melindungi anak gadisnya.. (AAC: 253-26) Pada kutipan tersebut di atas menggambarkan cara pengarang memperkenalkan latar belakang Aisha melalui cerita masa lalu keluarga Aisha. Pada jalinan cerita novel AAC pengarang membuat cerita di dalam cerita inti. Hal ini menjadikan novel AAC seperti cerita berbingkai. Adapun penjelasan alur dalam jalinan cerita AAC akan diuraikan sebagai berikut: 1) Tahap eksposisi Tahap eksposisi berisi penggambaran situasi. Tahap ini merupakan tahap dimana penulis menggambarkan situasi tokoh atau situasi lingkungan tokoh. Tokoh pada awal cerita dalam novel ini pengarang menggambarkan situasi kota Cairo pada siang hari. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Tengah hari ini, kota cairo seakan membara. Matahari berpijar di tengah petala langit. Seumpama hidup api yang menjemur dan menjilat-jilat bumi.(AAC:15) Juga pada kutipan berikut penulis menggambarkan situasi cairo pada siang hari. Memang, istirahat didalam flat sambil menghidupkan pendingin ruangan lebih nyaman daripada berjalan keluar rumah. (AAC:15) Penulis tidak hanya mnggambarkan situasi lingkungan saja. Penulis juga pada awal cerita menggambarkan situasi tokoh utama dan tokoh tambahan. Penulis menggambarkan kehidupan tokoh utama, Fahri, bersama dengan teman-temannya di dalam flat. Hal ini tampak pada kutipan berikut. Dalam flat ini kami hidup berlima; aku, Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Kebetulan aku yang paling tua, dan paling lama di Mesir. Secara akademik aku juga yang paling tinggi.(Shirazy,2006:19) commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lebih jauh lagi penulis menggambarkannya dalam kutipan berikut: Urusan-urusan kecil seperti belanja, memasak, dan membuang sampah jika tidak diatur dengan bijak dan baik akan manjadi masalah. Dan akan mengganggu keharmonisan. Kami berlima sudah seperti saudara kandung.(Shirazy,2006:20) Begitulah penulis pada awal cerita menggambarkan kota Cairo yang begitu panas. Dan kegiatan penduduk pada siang hari yang panas. Juga sampai pada penggambaran kehidupan tokoh utama bersama tokoh yang lain. 2) Tahap pemunculan konflik Tahap
pemunculan
konflik
adalah
tahap
penulis
mulai
memunculkan konflik. Konflik pertama yang dimunculkan penulis adalah konflik-konflik yang terjadi di dalam metro. Konflik dimulai karena seorang perempuan muda memberikan tempat duduk kepada bule amerika. Tindakan itu tidak disetujui oleh seorang pemuda karena mereka menganggap amerika sebagai biang kerusakan di timur tengah. Sehingga konflik pertama dalam novel ini muncul. Kau memang sangat kurang ajar perempuan! Kau membela bulebule amerika yang telah membuat bencana dimana-mana. (AAC: 43) Konflik berikutnya yang dimunculkan oleh penulis adalah konflik antara Noura dan ayah angkatnya. Bahdur, ayah angkat Noura menyiksanya dengan tanpa ampun. Hal ini terlihat pada kutipan berikut. Benar, di gerbang apartemen kami melihat seorang gadis diseret oleh seorang lelaki hitam dan ditendangi tanpa ampun. Gadis yang diseret itu menjerit dan menangis. Sangat mengibakan.gadis itu diseret sampai dijalan. (AAC: 73) Konflik lainnya yang dimunculkan oleh pengarang adalah menikahnya tokoh Fahri dan Aisyah yang membuat Nurul dan Maria yang menyukainya secara diam-diam merasa tersakiti. Demikian juga Noura. Orang yang dicintai nurul yang namanya selalu dia sebut-sebut dalam doa-doanya, yang membuat dirinya satu minggu ini tidak bisa tidur entah kenapa, adalah Fahri Bin Abdullah Shiddiq. (AAC: commit to user 230)
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Tahap rising action/ peningkatan konflik Tahap peningkatan konflikpada novel ini adalah peristiwa penangkapan tokoh Fahri. Konflik ini akan mengantarkan tokoh Fahri pada klimaks. “kami mendapatkan perintah untuk menangkapmu dan menyeretmu ke penjara, ya mugrim!” bentakm polisi berkumis tebal. (AAC:303) Penangkapan ini begitu mengejutkan tokoh Fahri. Dirinya merasa tak pernah melakukan kesalahan yang melanggar hokum. Fahri sangat terkejut ketika tahu bahwa alasan ia ditangkap. Dirinya dituduh telah memperkosa Noura. Gadis yang pernah ditolongnya. “akui saja, kau yang memperkosa gadis yang bernama Noura yang jadi tetanggamu di hadayek helwan pada jam ssetengah empat dini hari kamis 8 agustus yang lalu? (AAC:307) Merasa kalau dirinya tidak pernah melakukan hal itu, tokoh Fahri berusaha untuk membela diri. “aku bukan pelaku pemerkosaan itu kapten! Aku akan buktikan bahwa aku tidak bersalah!”Tegasku. (AAC: 309) Konflik semakin meruncing ketika pada sidang pertama Noura memberikan kesaksian bahwa ia memang telah diperkosa oleh Fahri. “…terpaksa saya jelaskan siapa sebenarnya yang menghamili saya. Tak lain dan tak bukan adalah Fahri Abdullah. Dia manusia berhati serigala pura-pura menolong ternyata menerkam.” (AAC: 336) Pada sidang kedua Bahadur memberikan kesaksian bahwa Fahri sering menyiuli Noura dari jendela kamar. Hal inilah yang semakin memperuncing konflik. Tokoh Fahri yang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Berikut kutipannya: Di akhir sidang terjadi sesuatu yang sangat mengejutkan. Bahadur memberikan kesaksian bahwa dia katanya pernah melihatku beberapa kali menyiuli Noura dari jendela kamarku. (AAC: 345)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
4) Klimaks Klimaks adalah puncak konflik. Merupakan penentuan nasib tokoh utama. Klimaks dalam novel ini adalah ketika Fahri sudah tidak tahu apa yang harus diperbuat. Semua saksi yang bisa membantu sudah dihadirkan namun tak satupun dapat membantu. Hal yang bisa membuat ia bebas dari tahanan adaloah tes DNA, dan kesaksian Noura. Kalau tidak tokoh Fahri akan dihukum gantung. Namun tes DNA mendapat masalah karena tes DNA dapat dilakukan pada saat bayi sudah lahir. Dan hal itu sangat sulit. “…yang bisa diambil Cuma sampel air ketuban tidak bisa untuk pemeriksaan DNA. Jadi harus menunggu janin itu dilahirkan baru bisa diperiksa DNA-nya.” (AAC: 348) Karena cara pertama tidak mungkin lagi maka hanya tinggal satu cara yaitu kesaksian Maria. Namun Maria dalam keadaan sakit parah dan tidak bisa memberikan kesaksian. Sakit Maria karena cintanya kepada Fahri. Maria sakit dan tidak sadar. Dokter mengatakan bahwa Maria bisa sadar jika Fahri mengucapkan kata- kata mesra. Masalah timbul lagi karena Fahri tidak mau melakukannya karena agama melarang hal itu. Sehingga satu-satunya cara untuk menyembuhkan Maria dari sakit adalah Fahri harus menikahinya. “kalau begitu nikahilah Maria. Dia tidak akan bisa hidup tanpa dirimu. (AAC: 375) Namun Fahri tidak mau melakukannya, karena dirinya telah menikah.. Tokoh utama tidak bisa berbuat apa-apa. Inilah kalimat dalam novel ini yang menunjukkan hal tersebut. “aku sudah menikah. Dan saat menikah aku menyepakati syarat yang diberikan istriku agar aku menjadikan dia istri yang pertama dan terakhir. (AAC: 376) 5) Tahapan peleraian Tahapan peleraian adalah solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh tokoh utama. Dalam novel ini tahapan peleraian yang pertama adalah commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fahri
akhirnya
menikahi
Maria
karena
hanya
itu
yang
bisa
menyembuhkannya. Sehingga Maria bisa memberikan kesaksian. Seorang Ma’dzun syar’i mewakili tuan boutrus menikahkan diriku dengan Maria dengan mahar sebuah cincin emas. (AAC: 378) Akhirnya setelah Fahri menikahi Maria, perempuan itu sadar dari komanya dan bisa memberikan kesaksiannya di pengadilan. Maria mengatakan bahwa Noura berbohong. “apa yang dikatakan Noura adalah fitnah belaka. Ia harus mendapakan ganjaran atas tuduhan kejinya. (AAC: 385). Kesaksian
Maria
akhirnya
membuat
Noura
mengakui
kesalahannya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Akhirnya Fahri pun bebas. Atas dasar semua bukti yang ada dan pengakuan Noura, akhirnya mau tidak ma dewan hakim memutuskan diriku tidak bersalah dan bebas dari dakwaan apapun. (AAC: 388) 6) Penyelesaian Fahri memiliki dua oarang istri yang sholeh yang pertama Aisah dan yang kedua Maria yang masih sakit-sakitan. Karena Maria terlalu emosi pada saat persidangan, akhirnya dia dirawat kembali. Saat dia dirawat ada keanehan yang terjadi, yaitu maria tertidur dan bermimpi tiba di tujuh pintu sorga. Tetapi ketika dia mau masuk karena kenikmatanya, ternyata dia tidak diperbolehkan masuk sampai pada pintu keenam. Pada pintu terakhir dia boleh masuk tapi dengan syarat, yaitu harus mempunyai syahadat, kemudian dia kembali pulang dan seseorang itu menunggu kembalinya Maria. Maria terbangun dan dihadapannya ada Fahri dan Aisah. Maria bercerita kejadian di dalam mimpinya, kemudian Maria Meminta Fahri dan Aisah untuk memngajarkan syahadat, pada saat selesai syahadat, maka selesai pula riwayat Maria. Dia meninggal dengan diakhiri Dua Kalimah Syahadat, ada pesan ketika ngobrol dengan Fahri juga Aisah, Maria akan menunggu Fahri di surga Firdaus untuk memadu cinta dan kasih. Jika kau ingin masuk surga, lakukanlah apa yang diajarkan oleh Nabi pilihan allahcommit itu. Diato nabi user yang tidak pernah bohong. Dai Nabi yang semua ucapannya benar. Itulah kunci surga! Dan ingat
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Maria, kau harus melakukannya dengan penuh keimanan dalam hati, bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Tanpa keimanan itu, yang kaulakukan sia-sia. Sekarang pergilah untuk berwudlu. Dan cepat kembali kemari, akyu akan menunggumu di sisni. Kita nanti masuk bersama. Aku akan membawa ke surga Firdaus, tempat para anbiya, syuhada, shalihin, dan orang-orang yang dimulyakan Tuhannya! ‘Setelah mendengar nasihat dari Bunda Maryam, aku lalu pergi mencari air untuk mudhlu. Aku berjalan ke sana kemari namun tidak menemukan air. Aku terus menyebut nama surga. Aku ingin masuk surga. Aku ingion kesana. Bunda Maryam menungguku di Babur rahmah. Itulah kejadian atau mimpi yang aku alami. Oh Fakri, suamiku, maukah kau menolongku? “Apa yang bisa aku lakukan untukmu, Maria?” “Bantulah aku berwudhlu. Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalany dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dam kerelaan Tuhan selama-lamanya. Suamiku, Bantu aku berudhlu sekarang juga!” Aku menuriti keinginan Maria. Dengan sekuat tenaga aku membopong Maria yang kurus kering ke kamar mandi. Aisah membantu membawa tiang infuse. Dengan tetap kubopong, Maria diwudhui oleh Aisah. Setelah selesai, Maria kembali kubaringkan di atas kasur seperti semula. Dia menatapku dengan sorot mata bercahaya. Bibirnya tersenyum lebih indah dari biasanya. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung jiwa ia berkata. Ashadu an laa ilaaha illallah Wa asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluh! Ia tetap tersenyum. Menatapku. Menatap tiada berkedip. Perlahan pandangan matanya meredup. Tak lama kemudian kedua matanya yang bening itu menutup rapat. Kuperiksa nafasnya telah tiada, nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya tiada lagi terdengar detaknya. Aku tak kuasa menahan derasnya leleh airmata. Aisah juga. Inna lillahi wa inna o\ilaihi raajiun! Maria menghadap Tuhan dengan menyungging senyum di bibir. Wajahnya bersih seakan diselimuti cahaya. Kata-kata yang tadi diucapkannya dengan bibir bergetar itu kembali terngiang-ngiang ditelinga, “Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji akan mempersiapkan segalany dan menunggumu untuk bercinta. Memadu kasih dalam cahaya kesucian dam kerelaan Tuhan selamalamanya. Aku masih mencium bau surga. Wanginya merasuk dalam sukma. Aku ingin masuk ke dalamnya. Di sana aku berjanji commit to user akan mempersiapkan segalany dan menunggumu untuk bercinta.
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Memadu kasih dalam cahaya kesucian dan kerelaan Tuhan selamalamanya. (AAC: 398) d. Latar Latar adalah keterangan yang melukiskan situasi yang berkaitan dengan tempat, waktu, dan keadaan sosial terjadinya cerita. Latar dalam kisah ini dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Lebih jelasnya diuraikan dalam uraian di bawah ini. 1) Latar tempat Latar tempat memberikan deskripsi imajinasi tempat terjadinya peristiwa dalam novel. Latar tersebut berhubungan dengan lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Secara umum peristiwa-peristiwa dalam novel AAC terjadi di Mesir. Berikut penjabaran latar tempat dalam novel AAC: a) Cleopatra Restaurant Tempat ini merupakan tempat Tuan Batrous mengajak Fahri dan teman-temannya untuk merayakan ulang tahun Madame Nahed dan Yousef. Cleopatra restaurant terletak di pinggir sungai Nil. Hal ini dapat dilihat pada kutipan: Akhirnya Tuan Batrous memarkir mobilnya di halaman sebuah restoran mewah. Cleopatra Restaurant. Terletak di pinggir Sungai Nil. b) Masjid Abu Bakar Shiddiq, Subra Tempat ini merupakan tempat Fahri belajar mengaji pada syaikh Utsman. Letak masjid tersebut di ujung utara kota Cairo, mesir. Berikut kutipan yang menunjukkan penggambaran tersebut. Tepat pukul dua siang aku harus berada di masjid Abu Bakar AshShidiq yang terletak di subra El Khaima, ujung utara Cairo untuk talaqqi pada Syaikh Utsman (AAC: 16-17) c) Masjid Rab’ah El Adawea, Nasr City Tempat ini adalah tempat pelangsungan pesta pernikahan Fahri dengan Aisha. Hal ini dapat dilihat pada kutipan: commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tempat pesta walimatul urs juga ditetapkan saat itu juga. Yaitu Darul Munasabat masjid Rab’ah El-Adawea, Nasr City. (AAC: 215). d) Hadayek Helwan Hadayek Helwan adalah tempat tinggal Fahri dan temantemannya selama di Mesir. Letak tempat itu adalah di ujung selatan kota Cairo. Berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut. Hadayek Helwan tempat aku tinggal ada di ujung selatan kota Cairo sementara Subra ada di ujung utara. (AAC: 134) e) National Library Tempaini merupaka tempat pertemuan Fahri dengan Alicia dan Aisha untuk membahas masalah seputar Islam. Berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut. Pukul sebelas kurang lima menit aku sampai di National Library. Aku langsung menuju kafetaria. Alicia dan Aisha sudah ada di sana. (AAC: 142) f) Rumah Sakit Maadi Rumah sakit ini merupakan tempat Fahri dan Maria dirawat ketika mereka sakit. Ffahri pernah terkena Heat stroke dan meningitis sekaligus. Sedangkan Maria mengalami pembengkakan saraf setelah selesai persidangan. Berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut. Dakter Ramzi mengatakan kau terkena heat stroke dan meningitis sekaligus. Tapi sekarang sudah sembuh. (AAC: 188) Baru masuk rumah sms Yousef datang, mengabarkan kondisi Maria semakin memburuk dan terpaksa harus dibawa di rumah sakit Maadi. (ACC: 303). Rumah sakit tempat Maria dirawat adalah rumah sakit tempat aku dulu dirawat. (AAC: 370). g) Di dalam metro Tempat ini adalah tempat yang mempertemukan Fahri dan Aisha pertama kali. Berikut kutipannya: commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
.... Tak jauh dariku perempuan bercadar sedang menjelaskan semua yang terjadi tadi. Kejengkelan orang-orang Mesir pada Amerika. Kekeliruan mereka, serta pembetulan-pembetulan yang aku lakukan... (AAC: 41). h) Di dalam penjara bawah tanah Abasea Fahri
dituduh
memeperkosa
Noura.
Kemudian,
ia
dimasukkan ke dalam tahanan di Abbsea. Tempat itu dilukiskan gelap dan pengap. Penjara itu berada di bawah tanah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan: Aku dibaw ke markas polisi Abbasea. (AAC: 307) Gelap dan pengap. Apakah kita berada di bawah tanah? (AAC: 314) 2) Latar waktu Latar waktu merupakan penanda waktu terjadinya peristiwa. Pada novel ini keterangan waktu digambarkan dengan rinci. Hal ini menjadikan novel ini seperti diary tokoh Fahri selama hidup di Mesir. Minggu, 11 Agustus 2002 pukul 22.00 Aku sangat cemas memikirkan dia. Dia tergeletak keningnya panas. Kata mama terkena heat stroke kata teman-temannya dia seharian melakukan kegiatan yang melelahkan di tengah musim panas yang menggila. (AAC:376) Seorang laki-laki ceking bernama Gamal. Hakim mempersilakan saksi itu berbicara setelah disumpah. Seorang lelaki mengaku melihat aku membukakan pinntu dan mengajak Noura masuk rumah jam tiga dini hari, Kamis 8Agustus 2003. (AAC: 338) Berdasar kutipan–kutipan tersebut di atas dapat disimpulkan peristiwa–peristiwa dalam novel AAC berlangsung antara tahun 2002 sampai dengan 2003. Cerita pada novel AAC dimulai pada awal bulan Agustus saat musim panas. Fahri pada bulan itu pula, tepatnya 11 Agustus 2002 melakukan pekerjaan yang sangat menguras tenaganya sehingga kelelahan dan terserang heat stroke dan meningitis. Perjalanan hidup Fahri tersangkut urusan hukum, dia dituduh memperkosa Noura. Terpaksa dia harus mengikuti persidangan. Pada kutipan di atas dirinci waktu terjadinya commit to user pemerkosaan, yakni pada Kamis, tanggal 8 Agustus 2003.
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
3) Latar sosial Kisah merupakan gambaran kehidupan mahasiswa Indonesia di negeri Mesir. Negara timur tengah tersebut merupakan tempat pengkajian agam Islam. Maka dari itu, interaksi sosial yang terjadi banyak dipengaruhi oleh hal-hal keagamaan. Di samping itu Mesir juga dikenal sebagai negara yang cukup modern maka kehidupan modern banyak mempengaruhi segala aktivitas tokoh-tokohnya. Berikut ini kutipan yang menunjukkan gambaran tersebut. Bagi penduduk Mesir, khususnya Cairo, metro dikatakan sebagai transportasi kebanggaan. Lumayan canggih. (AAC: 19) Orang-orang membaca Al Quran di metro, di bus, di stasiun dan terminal adalah pemandangan yang tidak aneh di Cairo. (AAC: 23) e. Sudut Pandang Sudut pandang merupakan cara pengarang memposisikan diri dalam cerita. Setiap pengarang memiliki kekhasan masing-masing dalam menyajikan cerita olahannya. Pada novel AAC pengarang memposisikan dirinya sebagai tokoh pelaku utama. Pada novel tersebut terlihat bahwa sudut pandang yang digunakan pengarang dalam bercerita adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama. Berikut yang menunjukkan hal tersebut. Ia tetap tersenyum. Menatapku. Menatap tiada berkedip. Perlahan pandangan matanya meredup. Tak lama kemudian kedua matanya yang bening itu menutup rapat. Kuperiksa nafasnya telah tiada, nadinya tiada lagi denyutnya. Dan jantungnya tiada lagi terdengar detaknya. Aku tak kuasa menahan derasnya leleh airmata. Aisah juga. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun!(AAC: 398) f. Bahasa Novel AAC merupakan novel yang memiliki unsur islami yang sangat kuat. Novel ini berlatar belakang kehidupan di Mesir. Novel ini berhasil memadukan unsur dakwah, cinta, dan juga latar sosial budaya masyarakat di Mesir. Perpaduan unsur-unsur tersebut menghasilkan sebuah kisah dengan bahasa yang menarik, estetis, dan bermutu tinggi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Latar ajaran islam yang kuat mempengaruhi bahasa yang digunakan sebagai media pengarang menyampaikan gagasannya. Hal ini tampak pada banyaknya doa-doa yang diangkat ke dalam cerita AAC. Berikut kutipan yang menunjukkan hal tersebut. “Rabbana hab lana min azwaajina wa dzuriyyatina qurrata a’yun wa’alna lil muttaqina imaama” (AAC: 207) Novel AAC ini juga mengisahkan pertemuan antara tokkoh Fahri yang berasal dari Indonesia dengan orang-orang arab dan negara-negara lainnya. Selain itu, Fahri adalah seseorang keturunan Jawa. Sehingga, tidak jarang kita akan menemukan adanya penggunaan bahasa atau istilah dalam bahasa Jawa, Arab, Inggris, dan Jerman. Kutipan yang menunjukkan hal itu adalah sebagai berikut: Hai indonesian thank’s for everything. My name is Alicia. (AAC: 43). Dalam hati aku menyumpai kebiasan buruk orang Jawa. Alon-alon waton kelakon! Jadinya terlalu lambat. (AAC: 228) Seorang Ma’dzun syar’i mewakili tuan boutrus menikahkan diriku dengan Maria dengan mahar sebuah cincin emas. (AAC: 378)
3. Makna Aspek Religiusitas dalam Novel Ayat-ayat Cinta Novel AAC merupakan novel yang sarat berisikan ajaran-ajaran keislaman. Berdasarkan uraian pengarang pada novel AAC dapat diketahui bagaimana nilai-nilai yang terpancar dari ajaran Islam itu dijadikan acuan tindakan, harus bertolak dari keyakinan-keyakinan kepada Yang Gaib (Allah) dan ciptaan-ciptaan-Nya sebagaimana terformulasi dalam arkanul iman (rukun-rukun iman/rukun-rukun keyakinan). Rukun iman di dalam Islam meliputi (1) percaya kepada Allah, (2) percaya terhadap adanya para malaikat Allah, (3) percaya terhadap kitab-kitab-Nya, (4) percaya terhadap Rasul-rasul-Nya, (5) percaya terhadap adanya hari kiamat, dan (6) percaya pada adanya takdir yang baik dan commit to user buruk.
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
Selain mengacu pada rukun iman, pembahasan ini juga mengacu pada rukun Islam atau syariah. Kewajiban keagamaan atau syariah adalah aturanaturan perihal tindakan yang harus dijalankan bagi setiap pemeluk sebagaimana konsep arkanul Islam (rukun Islam), yaitu isi tertera di dalam arkanul Islam. Secara tersurat arkanul Islam merupakan serangkaian kewajiban yang bersifat mengikat bagi pemeluk agama yang bersangkutan. Yang termasuk rukun Islam, yaitu (1) mengucapkan syahadatain, (2) mengerjakan salat fardu, (3) mengeluarkan zakat, (4) berpuasa Ramadan, dan (5) naik haji (Thohir, 2006: 138– 139). Uraian terhadap makna apek-aspek religius tersebut adalah sebagai berikut:
a. Aspek-aspek Religius Novel Ayat-ayat Cinta Bersumber pada Rukun Iman 1) Percaya kepada Adanya Allah Meyakini adanya yang gaib, yaitu percaya terhadap adanya Allah, dalam Islam merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena iman kepada Allah merupakan sendi keimanan yang pokok dan utama. Dalam Alquran manusia diperintahkan untuk meyakini adanya yang gaib. Yang dimaksud dengan yang gaib ialah yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera. Penggambaran aspek-aspek tersebut dapat diuraikan seperti di bawah ini. a) Bertawakal kepada Allah Bertawakal kepada Allah merupakan pengakuan atau keyakinan terhadap adanya Allah. Hal tersebut bisa disimak dalam AAC melalui tokoh Fahri. Dalam novel AAC dilukiskan tentang tokoh Fahri yang mencari ilmu keislaman dengan belajar membaca Alquran. Mencari ilmu keislaman di Mesir tidak mudah bagi mahasiswa Indonesia karena harus melawan panasnya suhu. Cerita novel AAC tersebut dimulai dengan gambaran keadaan suhu alam di Mesir yang panas dan gersang. Mengingat Fahri mahasiswa yang berasal dari Indonesia, tentu keadaan itu sangat menyiksa. Namun, dengan kemauan yang kuat dan sikap bertawakal kepada Allah, Fahri tetap berangkat untuk mengaji meskipun suhu udara di luar panas commit to user sekali disertai dengan angin kencang. Cuaca panas itu sempat membuat
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
Fahri ragu untuk berangkat mengaji. Padahal, pengajian qira’ah sab’ah kepada Syaikh Utsman telah dijadwalkan setiap hari Rabu. Dengan menyebut nama Allah dan bertawakal kepada-Nya, Fahri pun berangkat mengaji. Hal tersebut tampak dalam kutipan di bawah ini. Aku sedikit ragu mau membuka pintu. Hatiku ketar-ketir. Angin sahara terdengar mendesau-desau. Keras dan kacau. Tak bisa dibayangkan betapa kacaunya di luar sana. Panas disertai gulungan debu yang berterbangan. Suasana yang jauh dari nyaman. Namun niat harus dibulatkan. Bismillah tawakkaltu ’ala Allah, pelan-pelan kubuka pintu apartemen. (AAC5: 4) Apa pun keadaannya, Fahri selalu bertawakal kepada Allah. Dengan bertawakal seperti itu, segala sesuatunya akan terasa menjadi ringan. Dengan mengucapkan bismillah tawakkaltu ’ala Allah, yang artinya dengan menyebut nama Allah, Fahri pun menguatkan niatnya pergi mengaji. Dengan ucapan itu, ada kekuatan gaib yang menyelinap dalam jiwa Fahri untuk menggerakkan kakinya pergi mengaji. Padahal, tempat mengaji Fahri cukup jauh. Dia harus menempuh perjalanan sekitar 50 kilometer untuk sampai ke tempat ia mengaji. Dengan demikian, nilai-nilai ajaran Islam yang ingin disampaikan adalah agar umat Islam hanya bertawakal kepada Allah, tidak bertawakal pada ikhtiar. Pesan untuk bertawakal seperti itu dalam novel AAC terurai sebagai berikut. ”Jika nyawaku akhirnya harus melayang dengan sedemikan tragisnya, aku pasrah saja kepada Yang Mahakuasa. Aku teringat Syaikh Utsman agar selalu menjaga keikhlasan menerima takdir Ilahi setelah berusaha sekuat tenaga. Yang divonis salah dalam pengadilan dunia tidak selamanya salah di pengadilan akhirat. Kepala Nabi Yahya dipenggal dan dihadiahkan kepada seorang pelacur. Dalam hati aku berdoa, jika aku harus mati di tiang gantungan, maka ”Allahuma amitni alasy syahadati fi sabilik. Amin. (AAC, 2005: 349) Untuk selanjutnya, keberhasilan atas usahanya itu diserahkan kepada Allah. Dengan bertawakal kepada Allah, Fahri meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri dan istrinya sepenuhnya menjadi kehendak Allah, sebagaimana saran syaikh Ahmad kepada Fahri sebagai commit to user berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
Namun kau jangan kecil hati Fahri, di atas segalanya Allahlah yang menentukan. Daya dan kekuatan manusia tiada berarti apa di hadapan kemahakuasaan Allah. Jika Dia berkehendak apa pun bisa terjadi. (AAC, 2005: 352––353). Dengan demikian, nilai-nilai ajaran Islam tentang harus bertawakal kepada Allah yang terdapat dalam AAC itu merupakan pesan pengarang kepada pembaca bahwa sebagai manusia yang percaya terhadap adanya Allah selain harus berikhtiar juga harus disertai dengan bertawakal kepada Allah. b) Perlunya Berikhtiar Berikhtiar adalah berupaya atau berusaha untuk mencapai tujuan. Manusia perlu berikhtiar agar segala sesuatu yang diinginkan tercapai. Orang sering mengartikan ikhtiar adalah sabar dan terkadang orang mendefinisikan sabar identik dengan pasrah. Padahal pengertian itu menurut pandangan Islam keliru. Sabar dalam pengertian Islam adalah berikhtiar, yaitu harus berusaha keras dengan semaksimal mungkin. Setelah berikhtiar dengan semaksimal mungkin, baru berserah diri kepada Allah atau bertawakal kepada Allah. Berserah diri setelah melakukan usaha, itulah yang disebut tawakal. Setelah ikhtiar, barulah manusia bertawakal kepada Allah, seperti tampak dalam kutipan berikut. ”Takdir Tuhan ada di ujung usaha manusia. Tuhan Mahaadil, Dia akan memberikan sesuatu kepada umat-Nya sesuai dengan kadar usaha dan ikhtiarnya. Dan agar saya tidak tersesat atau melangkah tidak tentu arah dalam berikhtiar dan berusaha maka saya membuat peta masa depan saya. Saya suka dengan kata-kata bertenaga Thomas Carlyle:” Seorang dengan tujuan yang jelas akan membuat kemajuan walaupun melewati jalan yang sulit. Seseorang yang tanpa tujuan, tidak akan membuat kemajuan walaupun ia berada di jalan yang mulus!” Peta hidup ini saya buat untuk mempertegas arah tujuan hidupku sepuluh tahun ke depan. Ini bagian dari usaha dan ikhtiar dan setelah itu semuanya saya serahkan sepenuhnya kepada Tuhan.” (AAC: 138) Peta masa depan itu saya buat terus terang saja berangkat dari semangat spiritual ayat suci Alquran yang saya yakini. Dalam Surat Ar Ra’ad ayat sebelas Allah berfirman, sesungguhnya Allah tidak commit userkecuali ia sendiri yang mengubah akan merubah nasib suatu to kaum
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
nasibnya. Jadi nasib saya, masa depan saya, mau jadi apa saya, sayalah yang menentukan. Sukses dan gagalnya saya, sayalah yang menciptakan. Saya sendirilah yang mengarsiteki apa yang akan saya raih dalam hidup ini. (AAC: 137-138) Dari kutipan itu tampak bahwa manusia perlu berikhtiar dan bertawakal kepada Allah karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali ia mau mengubah dengan dirinya sendiri. Begitu juga dengan Fahri dalam menentukan masa depannya agar terarah, dia membuat rancangan hidup ke depan. Rancangan hidup yang jelas itu akan mempermudah dalam menempuh tujuan hidupnya. Ikhtiar juga merupakan manifestasi pendekatan diri manusia kepada Allah. Kutipan lain dalam AAC yang mencerminkan harus berikhtiar adalah sebagai berikut. ”Jaga diri baik-baik, jaga kesehatanmu dan kandunganmu, teruslah berdoa dan mendekatkan diri pada Allah agar semua masalah ini dapat teratasi. Aku sangat mencintaimu, istriku.” (AAC: 327) Dari kutipan itu tampak bahwa Fahri menyuruh istrinya, Aisha, untuk menjaga diri baik-baik, menjaga kesehatan dan kandungannya. Hal itu merupakan bentuk dari ikhtiar. Setelah ikhtiar itu dilakukan, lalu mendekatkan diri kepada Allah dengan berdoa dan bertawakal kepada Allah. Perpaduan ikhtiar dengan tawakal itulah yang disebut sabar. Terkadang orang salah menafsirkan bahwa sabar itu adalah pasrah, berserah diri kepada Allah, tanpa ada usaha terlebih dahulu. Padahal, sabar yang dimaksud dalam Islam adalah sabar yang berlapis, yaitu sabar dengan ikhtiarnya dan sabar dengan tawakalnya. Dengan meyakini bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan manusia, kecuali harus mengubahnya sendiri dengan cara berikhtiar. Dalam AAC, tokoh Fahri dan Aisha telah berikhtiar untuk mengubah keadaannya. Sebab, segala musibah yang menimpa manusia disebabkan oleh manusia itu sendiri. Dalam AAC tersebut, tentang perlunya berikhtiar merupakan sindiran terhadap orang-orang yang tidak mau menjalankan nilai-nilai positif tersebut. Mereka hanya menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah tanpa ada usaha sebelumnya. Tokoh Fahri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
dan Aisha digambarkan sebagai tokoh yang melaksanakan nilai-nilai ajaran Islam tentang perlunya berikhtiar. c) Berdoa kepada Allah Sebaik-baik lisan adalah lisan yang selalu basah dengan mengingat Allah. Lisan yang mengingat Allah itu diwujudkan dengan cara berdoa kepada Allah karena berdoa itu merupakan ibadah. Teks AAC melalui tokoh Fahri penuh dengan ajakan agar manusia senantiasa berdoa kepada Allah. Fahri merupakan sosok yang tidak terlepas dari mengingat Allah. Hidupnya diisi dengan kegiatan yang bernilai ibadah dengan cara berdoa kepada Allah. Dalam kehidupan Fahri, sebelum tidur dia selalu membiasakan berdoa terlebih dahulu. Hal itu tampak dalam kutipan-kutipan berikut ini. Sebelum tidur aku sudah baca shalawat dan doa. (AAC: 139) Ketika ia bangun dari tidur dan akan melakukan setiap aktivitas diawali dengan ucapan bismillah dan diakhiri dengan hamdalah (AAC: 4) Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, Fahri selalu mengingat Allah dengan berzikir kepada Allah, seperti ucapan Allahu akbar, laa ilaaha illallah, hamdalah, subhanallah, dan astagfirullah. (AAC: 16) Fahri juga memohonkan doa untuk ibu dan ayahnya agar mereka diberi rahmat dan kesejahteraan. Hal ini terlukis dalam kutipan berikut ini. Dalam sujud kumenangis kepada Tuhan, memohonkan rahmat kesejahteraan tiada berpenghabisan untuk bunda, bunda, bunda, dan ayahanda tercinta. (AAC: 140) Selain mendoakan orang tuanya, tidak lupa Fahri berdoa untuk kebaikan istrinya, Aisha, dan kebaikan dirinya, seperti tampak dalam kutipan berikut. Lalu kupegang ubun-ubun kepala Aisya dengan penuh kasih sayang sambil berdoa seperti yang diajarkan Baginda Nabi, Allahumma, inni asaluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha, wa a’udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha! Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan wataknya. Dan aku mohon perlindungan-Mu dari kejahatannya dan kejahatan wataknya. Amin. (AAC: 246) Selesai salat aku membaca doa sebagaimana diajarkan Baginda Nabi dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, Allahumma baarik li fi ahli, wa baarik lahum fiyya. Allahumma ijma’ bainana macommit jama’ta, wa farriq bainana idza farraqta ila to user khair. Ya Allah, barakahilah bagiku dalam keluargaku, dan berilah
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
barakah mereka kepadaku. Ya Allah, kumpulkan antara kami apa yang engkau kumpulkan dengan kebaikan, dan pisahkan antara kami jika engkau memisahkan menuju kebaikan. Amin. (AAC: 247) Berdoa kepada Allah seperti yang dilakukan Fahri dalam AAC merupakan penggambaran nilai-nilai ajaran Islam berfungsi mengingatkan manusia agar tidak berperilaku sombong. Manusia yang tidak mau berdoa adalah manusia yang sombong. Mereka merasa tidak perlu berdoa karena apa yang telah dicapainya itu seakan-akan hasil usahanya sendiri. Padahal, manusia yang beragama dianjurkan untuk berdoa sebagai perwujudan terhadap keyakinan adanya Allah. Nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam AAC tersebut menggambarkan pesan pengarang kepada pembaca bahwa manusia harus berdoa sebagaimana yang dicontohkan tokoh Fahri. d) Meyakini Adanya Pertolongan Allah Keyakinan terhadap adanya pertolongan Allah merupakan salah satu pesan yang disampaikan tokoh Fahri dalam novel AAC. Dengan kekuasan-Nya, Allah memberikan pertolongan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Pesan yang demikian terdapat dalam AAC, seperti tampak ketika Fahri mengadakan syukuran dengan teman-temannya karena proposal tesisnya diterima. Ungkapan rasa syukur itu diwujudkan Fahri dengan mengajak teman-temannya makan bersama. Saat makan bersama itu mereka bercerita tentang pengalamannya masing-masing. Hamdi, misalnya, mengisahkan pengalamannya yang menegangkan selama tersesat di lereng Gunung Lawu. Hamdi sangat yakin bahwa keselamatan dirinya dan kawankawannya itu atas adanya pertolongan Allah. ”Kami berempat belas. Dibagi dalam dua kelompok. Kami mencoba jalur baru. Kelompok kami istirahat terlalu lama. Kami mengejar kelompok pertama. Sayang kurang kompak. Kami bertiga tertinggal dan terlunta selama dua hari dalam hutan Gunung Lawu. Hanya pertolongan dari Allah yang membuat kami tetap hidup.” (AAC, 2005: 62) Kutipan itu menguatkan bahwa keselamatan hanya diperoleh atas pertolongan Allah semata. Tanpa pertolongan-Nya mustahil mereka akan commit to user selamat dari peristiwa yang menurut perhitungan akal sudah tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
terjangkau oleh kekuatan manusia. Keyakinan bahwa Allah memberikan pertolongan kepada umatnya yang dikehendaki juga merupakan keyakinan terhadap adanya Allah. Penggambaran novel AAC mengandung pesan agar manusia senantiasa mengingat Allah dalam keadaan apa pun, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit. Hanya Allah-lah yang dapat memberikan pertolongan kepada makhluk yang dikehendaki-Nya. Nilainilai ajaran Islam yang disampaikan dalam novel AAC terkait dengan ayatayat Alquran itu adalah bahwa manusia wajib hukumnya meminta pertolongan kepada Allah. Sebaliknya, kalau manusia meminta pertolongan selain kepada Allah, agama menghukuminya sebagai perbuatan musyrik atau menyekutukan-Nya. e) Sabar dalam Menghadapi Cobaan Kata sabar mengandung makna ikhtiar. Kata sabar juga mengandung pengertian ikhlas, yaitu ihklas menerima semua keputusan Allah. Allah akan memberikan ujian kepada manusia, baik ujian itu berupa kelapangan maupun kesempitan. Manusia biasanya tidak sabar dan merasa tidak ikhlas apabila diberi ujian dalam kesempitan. Sebaliknya, manusia sering lupa kepada Allah apabila diberi kelapangan. Padahal, keduanya merupakan ujian dari Allah. Manusia sering tidak tahan dalam menghadapi berbagai cobaan yang diberikan Allah. Sabar dalam novel AAC digambarkan dengan bagaimana tokoh Fahri dalam menghadapi cobaan. Ia difitnah telah memerkosa Noura. Akibat dari fitnahan itu, Fahri harus mendekam di penjara. Ia didakwa akan dihukum mati dengan cara dihukum gantung sesuai dengan hukum yang berlaku di Mesir. Gambaran tentang harus ikhlas dan sabar dalam menerima cobaan dari Allah tampak ketika Fahri sedang berada di dalam penjara. Kemudian, ia dikunjungi oleh Syaikh Utsman dan Paman Eqbal. Keduanya menasihati Fahri agar ikhlas dalam menerima cobaan dari Allah, seperti tampak dalam kutipan berikut. ”Kau harus ikhlas menerima cobaan ini. Kau tidak boleh sedikit pun merasa ragu akan kasih sayang Allah. Dan Nabi Yahya itu commit to user kepalanya dipenggal untuk dihadiahkan kepada seorang pelacur.
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
Husein, cucu Baginda Nabi, juga dipenggal kepalanya ditancapkan diujung tombak dan diarak di Kota Kufah. Mereka tetaplah manusia-manusia mulia meskipun kelihatannya dinistakan dan dihina. Orang yang divonis salah oleh pengadilan dunia belum tentu salah di pengadilan akhirat dan sebaliknya. Dekatkanlah dirimu kepada Allah!” (AAC: 342). Kehadiran Syaikh Utsman dan paman Eqbal memberikan nasihat kepada Fahri bahwa cobaan itu datang dari Allah. Apa pun yang terjadi merupakan ketentuan dari Allah. Nasihat itu semakin menguatkan Fahri dalam menghadapi berbagai cobaan terhadap dirinya. Dalam menghadapi cobaan tersebut, manusia harus sabar dan ikhlas sambil mendekatkan diri kepada Allah. Kesabaran Fahri dalam menghadapi cobaan itu tampak juga dalam kutipan berikut ini. Jika nyawaku akhirnya harus melayang dengan demikian tragisnya, aku pasrah saja kepada Yang Mahakuasa. (AAC: 349) Kutipan itu menggambarkan keikhlasan dan kesabaran Fahri kepada Allah Yang Mahakuasa. Cobaan yang ditimpakan oleh Allah kepada dirinya merupakan ujian yang harus dihadapi dengan ikhlas dan sabar. Fahri berkeyakinan bahwa ujian itu datang dari Allah dan diberikan kepada orangorang pilihan. Ia berkeyakinan semakin mendekatkan diri kepada Allah semakin kencang ujian yang harus dihadapinya. Bukankah ada keterangan bahwa belum termasuk orang yang beriman apabila belum diuji oleh kesempitan dan penderitaan. Fahri meyakini bahwa orang yang diuji oleh Allah adalah orang yang sedang diuji keimanannya. Bukankah emas yang diuji kadar keemasannya, sedangkan perak, tembaga, atau yang lainnya tidak diuji? Hal itu menandakan bahwa orang yang diuji oleh Allah adalah orang yang berharga di hadapan Allah. Fahri meyakini bahwa Allah beserta orang-orang yang sabar Penggambara cerita pada novel tersebut memiliki tendensi sebagai pengingat bagi orang-orang yang sedang menerima ujian. Segala persoalan yang mendera manusia harus dihadapi dengan sabar. Dalam menghadapi cobaan, tokoh Fahri tetap commit sabar dengan to user mendekatkan diri kepada Allah.
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Padahal, cobaan yang dihadapinya merupakan cobaan yang sangat berat, yaitu ia difitnah menghamili Noura. Kemudian, karena fitnah itu, ia diseret ke pengadilan untuk dihukum mati di tiang gantungan. Akan tetapi, dalam menghadapi cobaan yang berat itu Fahri tetap sabar dan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Nilai-nilai ajaran Islam yang disampaikan dalam novel AAC memberikan gambaran bahwa dalam menghadapi cobaan seberat apa pun manusia harus tetap sabar dengan cara berikhtiar sambil mendekatkan diri kepada Allah. Sebagai orang yang beriman kepada Allah, cobaan seberat apa pun akan terasa menjadi ringan. f) Meyakini bahwa Allah itu Dekat Novel AAC mengangkat tema tentang keyakinan adanya Allah. Seperti tampak yang digambarkan melalui tokoh Fahri yang meyakini bahwa Allah itu dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher dan dari jantung yang berdetak. Seperti tergambar dalam kutipan di bawah ini. Kedamaian menjalari seluruh syaraf dan gelegak jiwa begitu kuangkat takbir. Udara sejuk yang berhembus terasa mengelus-elus leher dan mataku. Juga mengusap keringat yang tadi mengalir deras. Aku merasa tenteram dalam elusan kasih sayang Tuhan Yang Maha Penyayang. Dia terasa begitu dekat, lebih dekat dari urat leher, lebih dekat dari jantung yang berdetak” (AAC: 16). Kutipan itu mengungkapkan kedekatan Sang Khalik dengan makhluknya. Bahkan, diibaratkan kedekatan Allah dengan manusia itu diibaratkan lebih dekat dari urat leher. Untuk mendekatkan diri kepada Allah itu dengan melalui ibadah kepada Allah dengan cara melaksanakan salat. Fahri melaksanakan salat diawali dengan mengucapkan takbir (Allahu Akbar), Allah Mahabesar. Ucapan takbir itu merupakan ucapan yang mengagungkan Allah sehingga dirinya merasa kecil di hadapan-Nya. Dengan mengaku diri merasa kecil di hadapan Allah itu, maka akan lebih mendekatkan kepada Allah yang Mahakuasa. Dengan meyakini kekuasaanNya itu, Fahri merasa tenang dan tenteram karena Allah itu dekat, lebih dekat dari urat leher. Dengan demikian, nilai-nilai ajaran Islam yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
terdapat dalam AAC tersebut terkait dengan pengakuan yang meyakini bahwa Allah itu dekat. g) Mencintai Allah Di atas Segalanya Kecintaan Fahri kepada Allah di atas segalanya. Hal tersebut tergambar dari pernyataan Fahri saat melukiskan orang yang kehausan di tengah sahara. Ketika kehausan yang paling ia damba dan ia cinta adalah air dingin penawar dahaga. Halitu seperti tampak dalam doa Baginda Nabi, seperti dalam kutipan AAC berikut ini. ”Ya Allah jadikanlah cintaku kepada-Mu melebihi cintaku pada harta, keluarga dan air yang dingin”. (AAC: 51). Kutipan yang menguatkan simbol kecintaan Fahri kepada Allah tampak juga dalam kutipan di bawah ini. Beliau meminta agar cintanya kepada Allah melebihi cintanya pada air yang dingin, yang sangat dicintai, disukai, dan diingini oleh siapa saja yang kehausan di musim panas. Di daerah yang beriklim panas, cinta pada air yang sejuk dingin dirasakan oleh siapa saja, oleh semua manusia. Jika cinta kepada telah melebihi cintanya seseorang yang sekarat kehausan di tengah sahara pada air dingin, maka itu adalah cinta yang lua biasa. Sama saja dengan melebihi cinta pada nyawa sendiri. Dan memang semestinya demikianlah cinta sejati kepada Allah Azza Wa Jalla. Jika direnungkan benarbenar, Baginda Nabi sejatinya telah mengajarkan idiom cinta yang begitu indah dan dahsyat. (AAC, 2005: 51). Dalam kutipan itu, Fahri menerangkan berdasarkan sumber dari Hadis Nabi bahwa kecintaan kepada Allah harus di atas segala-galanya. Seperti diibaratkan ketika sedang berada di padang pasir yang panas sehingga kehausan. Dalam keadaan seperti itu yang dibutuhkan adalah air minum sebagai pelepas dahaga. Akan tetapi, bagi orang yang beriman dan meyakini kebesaran Allah, tetap saja mencintai Allah itu di atas segalanya. Meskipun air minum yang sangat dibutuhkan pada waktu itu tidak akan mengalahkan kecintaan terhadap Allah. Kecintaan kepada Allah tetap di atas segala-galanya. Selain itu, Rasul juga menganjurkan umatnya untuk mencintai commit user suami atau cinta suami kepada Allah melebihi segalanya. Cinta istritokepada
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
istri, tidak boleh melebihi cintanya kepada Allah. Begitu juga cinta kepada harta, anak, dan jabatan tidak boleh melebihi cintanya kepada Allah. Seperti tampak dalam kutipan di bawah ini. ”Orang yang kehausan di tengah sahara yang paling ia damba dan ia cinta adalah air dingin penawar dahaga. Tak ada yang lebih ia cinta dari itu. Di sinilah baru bisa kurasakan betapa dahsyat doa Baginda Nabi, ”Ya Allah jadikanlah cintaku kepada-Mu melebihi cintaku pada harta, keluarga dan air yang dingin. (AAC, 2005: 5051) Aisha sangat mencintai suaminya, Fahri. Akan tetapi cinta ia terhadap suaminya itu tidak melebihi cintanya Aisha kepada Allah dan Rasul-Nya. Seperti tergambar dalam kutipan di bawah ini. ”Sama, aku pun sangat mencintaimu, Suamiku. Rasanya tak ada bahasa yang sanggup mewakili besarnya rasa cintaku padamu setelah Allah dan Rasulnya, Kaulah yang paling kucinta. Kaulah harta yang paling berharga. Harta dan kekayaan bisa dicari tapi suami yang saleh dan memiliki rasa cinta sedemikian tulus dan bersihnya seperti dirimu adalah karunia Allah Azza wa Jalla (AAC: 299). Digambarkan dalam novel AAC melalui tokoh Fahri yang mempunyai istri cantik, kekayaan yang melimpah, dan mempunyai ilmu yang tinggi. Namun, istri yang cantik, kekayaan yang melimpah, dan ilmu yang tinggi itu tidak menyurutkan Fahri untuk mencintai Allah di atas segala-galanya. Nilai-nilai ajaran Islam yang dipesankan dalam AAC tersebut mengajak pembaca untuk mencintai Allah di atas segalanya. h) Meyakini Hanya Allah yang Dapat Memberikan Hidayah Maria merupakan gambaran tokoh secara fisik termasuk gadis yang berparas cantik. Selain kecantikannya, Maria juga mempunyai akhlak yang baik dan sangat taat pada ajaran agamanya. Maria memeluk agama Kristen Koptik. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini. Gadis Mesir itu, namanya Maria. Ia juga senang dipanggil Maryam. Dua nama yang menurutnya sama saja. Dia puteri sulung Tuan Boutros Rafael Girgis. Berasal dari keluraga besar Girgis. Sebuah keluarga Kristen Koptik yang sangat taat. (AAC: 9) Ia seorang Kristen Koptik atau dalam bahasa asli Mesirnya qibthi, namun ia suka pada Al-Quran. Ia bahkan hafal beberapa surat Alcommit to user (AAC: 9) Quran. Di antaranya surat Maryam.
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di balik keyakinan dan ketaatan Maria terhadap agamanya, Maria juga mengakui bahwa Alquran lebih dimuliakan daripada kitab-kitab lain. Seperti tampak dalam kutipan berikut ini. Bahkan jujur kukatakan, Alquran jauh lebih dimuliakan dan dihargai daripada kitab suci lainnya. Ia lebih dihargai dari pada Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. (AAC: 10) Bahkan aku saja, yang seorang Koptik suka kok menghafal Alquran. Bahasanya indah dan enak dilantunkan, ”cerocosnya santai tanpa ada keraguan”. (AAC:10-11). Maria meyakini bahwa Alquran adalah kitab yang paling mulia. Dia juga menyenangi Alquran dan bisa menbacanya. Bahkan ia suka menghapal Alquran, tetapi Maria tetap saja beragama Kristen Koptik. Ia belum mau memeluk agama Islam meskipun sering membaca dan menghapal Alquran. Oleh karena ia belum mendapat hidayah dari Allah. Hanya Allahlah yang menentukan siapa-siapa saja yang berhak mendapatkan hidayah-Nya. Hal tersebut seperti tampak dalam kutipan di bawah ini. Sebab hanya Allah saja yang berhak menentukan siapa-siapa yang patut diberi hidayah. Abu Thalib adalah paman nabi yang mati-matian membela dakwah nabi. Cinta nabi pada Beliau sama dengan cinta pada ayah kandungnya sendiri. Tapi masalah hidayah hanya Allah yang berhak menentukan. Nabi tidak bisa berbuat apa-apa atas nasib sang paman yang amat dicintainya itu. Juga hidayah untuk Maria. Hanya Allah yang berhak memberikannya. (AAC: 14) Kutipan itu menggambarkan bahwa Abu Thalib tidak masuk Islam. Padahal ia adalah paman Nabi yang hidup serumah dan ia juga yang membesarkan Nabi dengan penuh kasih sayang. Abu Thalib juga yang telah membela dakwah Nabi ketika Nabi diserang oleh musuh-musuhnya. Meskipun demikian, paman Nabi tidak tertarik untuk memeluk agama Islam. Hal itu menunjukkan bahwa seorang nabi pun tidak dapat memberi hidayah karena hidayah adalah hanya milik Allah semata. Gambaran tentang keyakinan bahwa hanya Allah saja yang dapat memberi hidayah dalam AAC tersebut memberikan gambaran bahwa hanya Allahlah yang berhak memberikan hidayah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
i) Islam Diyakini Agama yang Benar Novel AAC merupakan novel dakwah yang sarat dengan nilai-nilai ajaran Islam. Novel tersebut bercerita tentang kebenaran agama Islam sebagai agama Allah yang diyakini kebenarannya oleh pemeluknya. Bahkan, dalam novel tersebut diceritakan bahwa pemeluk agama lain, Alicia, mengakui kebenaran agama Islam. Alicia pun akhirnya memeluk agama Islam. Hal itu tampak dalam kutipan berikut. ”Aku datang kemari sengaja untuk menemuimu, Fahri. Untuk mengucapkan terima kasih tiada terkira padamu. Karena berjumpa denganmulah aku menemukan kebenaran dan kesejukan yang aku cari-cari selama ini. ”Kata Alicia, mata birunya berbinar bahagia. Alicia lalu mengisahkan pergolakan batinnya sampai akhirnya masuk Islam dua bulan yang lalu” (AAC: 397). ”Selamat untukmu Fahri, kau telah mendapatkan kenikmatan yang lebih agung dari terbitnya matahari. Alicia sudah menjadi muslimah sekarang. Apa yang kau lakukan sampai kau akhirnya jatuh sakit itu tidak sia-sia. Jawabanmu itu mampu menjadi jembatan baginya menemukan cahaya Tuhan” (AAC: 396) Tentang kebenaran Islam bisa disimak juga ketika Maria masuk Islam dengan mengucapkan syahadatain. ”Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammdan abduhu wa rasuluh” (AAC, 2005: 409). Pesan tentang nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam AAC tersebut disampaikan melalui tokoh Fahri, Alicia, dan Maria. Tokoh-tokoh tersebut menggambarkan bahwa agama yang diyakini benar adalah Islam. j) Bersyukur kepada Allah Tokoh Fahri dan Aisha merupakan tokoh yang pandai bersyukur kepada Allah. Mereka diberi nikmat oleh Allah berupa harta yang melimpah. Namun, dengan kekayaannya itu, mereka tidak menjadi sombong dan tidak membuat mereka melupakan Allah. Apa yang telah dimilikinya merupakan karunia dari Allah subhanahu wata’ala. Dengan kenikmatan yang melimpah tersebut mereka tidak melupakan Allah, mereka bersyukur kepada-Nya. Seperti tampak dalam kutipan ini berikut ini. Segala puji bagi-Nya yang telah memberikan anugrah-Nya yang user 304). agung ini pada kitacommit berdua.to(AAC:
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kutipan itu tergambar bahwa keduanya, yaitu Fahri dan istrinya, Aisha, mengakui bahwa apa yang dimilikinya dan dirasakannya itu adalah pemberian dari Allah. Pada hakikatnya Allah-lah yang telah memberikan kenikmatan hidup kepada mereka. Fahri dan Aisha tidak pernah merasa bahwa apa yang dimiliki dan dirasakannya itu adalah hasil perjuangan mereka, melainkan semata pemberian dari Allah. Dengan demikian, kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah itu sudah sepantasnya disyukuri. Selain itu, bentuk syukur Fahri terhadap Allah bisa disimak ketika Fahri sedang berada di penjara. Meskipun di penjara, ia tetap merasa tenang dan tidak putus asa. Sebagai bentuk syukur kepada-Nya, Fahri lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan bersujud di hadapanNya, seperti tampak dalam kutipan berikut. Setelah mereka pulang di dalam sel penjara aku menyatukan diri dalam rengkuhan tangan Tuhan. Meskipun berada di dalam penjara aku masih merasakan kenikmatan-kenikmatan yang kelihatannya biasa-biasa namun luar agungnya. Tuhan masih memberikan sentuhan cinta dan kasih sayang-Nya. Aku tiada kuasa berbuat apaapa kecuali meletakkan kening bersujud kepada-Nya. (AAC: 363). Kutipan itu menunjukkan, dalam keadaan apa pun Fahri selalu mendekatkan diri pada Allah sebagai bentuk syukur kepada-Nya. Penjara yang sempit dan pengap tidak menyurutkannya untuk mensyukuri nikmat Allah. Ia bersujud, bersimpuh, dan berdoa kepada Allah atas apa yang sedang dialaminya. Ia percaya hanya Allahlah yang akan memberikan jalan kepada hambanya. Kepercayaan kepada Allah yang mendalam itu diwujudkan dengan salat, berdoa, dan ibadah-ibadah yang lain. Nilai-nilai ajaran Islam tentang syukur kepada Allah yang disampaikan dalam AAC merupakan gambaran bagaimana manusia harus bersyukur kepada Allah. Dalam keadaan lapang ataupun sempit manusia tetap harus bersyukur kepada Allah, sebagaimana dicontohkan tokoh Fahri dalam novel tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
k) Bertakwa kepada Allah Dalam novel AAC, pengarang mengangkat tema yang berhubungan dengan ketakwaan kepada Allah. Pesan pengarang tentang ketakwaan tersebut oleh pengarang disampaikan melalui tokoh Fahri. Tokoh Fahri digambarkan sebagai tokoh yang mengajak pembaca untuk bertakwa kepada Allah. Hal tersebut, seperti tampak dalam kutipan berikut ini. Satu-satunya jalan yang harus kita tempuh agar kita tetap bersama dan tidak kehilangan adalah bertakwa dengan sepenuh takwa kepada Allah Azza Wa Jalla. (AAC: 362). Inilah yang telah diperingatkan oleh Allah Swt dalam Surat Az Zuhruf ayat 67: “Orang-orang yang akrab saling kasih mengasihi, pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa”. (AAC: 362) Kutipan di atas menunjukkannovel AAC memiliki daya persuasif atau ajakan bagi orang-orang Islam untuk bertakwa kepada Allah. Sikap takwa merupakan wujud dari nilai-nilai ajaran Islam yang merupakan keyakinan terhadap adanya Allah. l) Beribadah kepada Allah Ciri-ciri orang yang bertakwa kepada Allah adalah orang yang mau beribadah kepada-Nya. Hal tersebut seperti tampak dalam novel AAC yang menggambarkan kewajiban beribadah kepada Allah, seperti tampak dalam kutipan berikut. ”Dekatkan diri kepada Allah! Dekatkan diri kepada Allah! Dan dekatkan diri kepada Allah!” (AAC: 360). Kutipan tersebut melukiskan agar manusia mendekatkan diri kepada Allah dengan cara beribadah. Tokoh Fahri, misalnya, seorang tokoh yang telah memberikan keteladanan kepada tokoh lain bahwa orang Islam yang benar-benar memercayai adanya Allah tentu harus beribadah kepadaNya. Kepercayaan/keimanan tersebut tidak hanya dalam pengakuan bahwa Allah itu ada, tetapi perlu dibuktikan dengan praktiknya, yaitu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
m) Meyakini Adanya Kematian Fahri difitnah oleh keluarga Noura bahwa dirinya memerkosa Noura sampai hamil. Fitnah itu telah membuat Fahri dan istrinya menderita. Fahri pun dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah yang gelap dan pengap. Ia disiksa, bahkan ditelanjangi oleh para sipir penjara untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya. Meskipun Fahri disiksa dan ditelanjangi, Fahri tetap pada pendiriannya bahwa tidak melakukannya karena dirinya merasa tidak memerkosa Noura. Bahkan, sebenarnya Fahrilah yang telah menyelamatkan Noura dari kekejaman Bahadur, ayah angkat Noura. Ketika itu Noura belum bertemu dengan orang tua yang sebenarnya. Fahri pun akan digantung di tiang gantungan. Namun, dia tetap tenang, tidak sedikit pun ada keraguan tentang adanya pertolongan Allah. Fahri meyakini bahwa kematian manusia itu sepenuhnya berada di tangan Allah. Bahkan, Fahri semakin yakin bahwa Allahlah yang menentukan kematian, bukan manusia. Fahri meneladani para ulama terdahulu yang tegar dalam menghadapi kematian. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut. ”Aisha, hidup dan mati ada di tangan Allah” (AAC: 381). Aku teringat ulama-ulama yang mengalami nasib tragis di tangan para algojo negara ini. Apapun jalannya, kematian itu satu yaitu mati. Allah sudah menentukan ajal seseorang. Tak akan dimajukan dan dimundurkan. Maka tak ada gunanya bersikap lemah dan takut menghadapi kematian. Dan aku tidak mau mati daam keadaan mengakui perbuatan yang memang tak pernah aku lakukan. (AAC: 308). n) Meyakini bahwa Rezeki Datang dari Allah Selama di penjara, Fahri sulit mendapatkan makanan. Jatah makanan itu kadang tidak sampai pada orang-orang yang berada dalam penjara karena ulah para sipir yang sengaja tidak memberikannya kepada para tahanan. Fahri juga mengalami hal yang demikian. Untung saja teman satu ruangan Fahri, yaitu Profesor Abdul Rauf, dijenguk oleh istrinya. Istri Profesor Abdul Rauf itu membawa makanan. Lihat kutipan berikut. commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
”Udahlah kita makan dulu. Alhamdulillah, ada sedikit rizki dari Allah Swt.!” kata Profesor Abdu Rauf” (AAC: 319) ”Itu adalah rizki yang diberikan Allah kepada kita melalui perusahaan keluarga di Turki. Ceritanya begini. Kakekku, Ali Faroughi, atas kemurahan Allah adalah bisnisman berhasil yang memiliki tiga perusahaan. Yaitu perusahaan tekstil, travel, dan susu. Sebelum meninggal beliau memanggil tiga anaknya yaitu ibuku, paman Akbar, dan bibi Sarah. Beliau membagi dan menyuruh masing-masing memilih perusahaan mana yang disukai. Beliau menyuruh yang paling muda yaitu bibi Sarah untuk memilih lebih dulu. Bibi Sarah memilih perusahaan susu karena dia paling suka minum susu. Lalu paman Akbar memilih travel karena dia orang yang hobinya melancong. Dan ibu dengan sendirinya mendapat jatah perusahaan tekstil”. (AAC: 272–273). o) Menegakkan Ketauhidan Nilai-nilai ajaran Islam yang dipancarkan dari keyakinan adanya Allah pada intinya adalah ketauhidan atau mengesakan Allah. Karena AAC merupakan novel yang sarat dengan ketauhidan, cerita dan tokoh-tokohnya juga digerakkan oleh pernyataan-pernyataan yang berhubungan keesaan Allah. Hal itu tampak dalam kutipan berikut. ”Aku mencintaimu karena kau adalah suamiku. Aku juga mencintaimu karena Allah Swt. Ayat yang kau baca dan kau jelaskan kandungannya adalah satu ayat cinta di antara sekian juta ayat-ayat cinta yang diwahyukan Allah kepada manusia. Keteguhan imanmu mencintai kebenaran, ketakwaan dan kesucian dalam hidup adalah juga ayat cinta yang dianugrahkan Tuhan kepadaku dan kepada anak dalam kandunganku. Aku berjanji akan setia menempatkan cinta yang kita bina di dalam cahaya kerelaan-Nya.” (AAC: 362–363) Kutipan di atas itu mengajak pembaca untuk merenung tentang membangun kehidupan berkeluarga, seperti pesan yang diberikan melalui tokoh pasangan suami-istri, Fahri dan Aisha. Fahri dan Aisha merupakan suami-istri yang dalam rumah tangganya didasarkan atas kasih sayang. Kasih sayang mereka dilandasi dengan kecintaannya kepada Allah. Mereka menjalin
keluarga
mawadah,
warahmah,
dan
sakinah
dengan
mengagungkan kebesaran Allah. Mereka saling mencintai karena Allah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
Mereka juga membangun keluarga yang dibingkai dengan keimanan dan ketakwaan kepadaAllah. 2) Percaya terhadap Adanya Rasul/Nabi Dalam tulisan ini dipakai istilah rasul dan nabi. Setiap Rasul itu mesti Nabi, sedangkan setiap Nabi belum tentu Rasul. Rasul adalah seorang manusia pilihan yang diutus Allah untuk menyampaikan ajaran-Nya kepada umatnya. Biasanya seorang Rasul mendapat sebutan rasulullah, artinya utusan Allah. Adapun Nabi adalah seorang manusia pilihan Allah, tetapi hanya untuk dirinya sendiri, tidak diutus untuk menyampaikan ajaran kepada umat manusia. Beriman kepada Rasul-rasul itu berarti percaya bahwa Allah telah memilih seorang Rasul pada masa tertentu, dan pada umat tertentu pula, untuk menyampaikan perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah dari Allah
itu
dimaksudkan untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat. Rasul Allah berjumlah 25, yang perlu diketahui oleh manusia. Orang-orang di tiap-tiap zaman wajib mengikuti petunjuk Rasul pada zaman itu. Apabila datang seorang Rasul yang baru, manusia yang di zaman itu tidak boleh berpegang pada Rasul tersebut. Nabi dan sekaligus Rasul yang terakhir adalah Muhammad SAW. Nabi Muhammad merupakan teladan bagi umat manusia. Kehidupan Nabi Muhammad merupakan teladan bagi umatnya. Kehidupan Rasulullah itu digambarkan dalam hadis-hadisnya. Dari hadis-hadis itulah diperoleh gambaran atau petunjuk keteladanan Rasulullah yang perlu diikuti oleh umatnya. Hadis-hadis tersebut merupakan lukisan akhlak Rasulullah. Hadis juga merupakan pedoman bagi umat Islam sebagai penjabaran dari Alquran. Menurut Shafie Abu Bakar dalam falsafah pemikiran Islam, terdapat tiga konsep keinsanan yang unggul yang dimiliki oleh Nabi Muhammad, yaitu insan kamil, insan khalifah dan insan rabbani. Terbukti dalam sejarah Islam ketiga konsep tersebut terdapat pada diri Rasulullah Saw. sehingga Baginda mendapat gelar al-amin (yang jujur dan yang benar), al-mustafa (yang terpilih), dan habibullah (kekasih Allah). Rasulullah commit to user merupakan seorang pemimpin,
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
hakim, dan panglima perang yang tiada tandingan. Beliau mempunyai tahap kerohanian yang tinggi dan insan kamil (manusia sempurna). Rasulullah memiliki pribadi yang mulia dan akhlak yang terpuji dengan segala sifat istimewa dan luar biasa semenjak masih kanak-kanak hingga wafat (lihat Hasan, 2003: 8). Nabi Muhammad merupakan sosok pemimpin bagi umat Islam, nabi sekaligus rasul bagi umat Islam. Rasulullah merupakan teladan bagi umatnya, sebagaimana terdapat dalam kutipan AAC sebagai berikut. Kangjeng Nabi adalah teladan. (AAC: 108). Meyakini dan mengakui bahwa Muhammad adalah Nabi sekaligus Rasul yang diutus Allah merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam. Nabi Muhammad diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia melalui aturan agama, yaitu Islam. a) Taat kepada Suami dan harus Menjaga Kehormatan Sebaik-baik istri adalah istri yang taat kepada suaminya dan harus menjaga kehormatan, baik pada waktu suaminya ada maupun tidak ada. Pernyataan tersebut dikemukakan Fahri ketika Fahri sedang memaparkan tentang perempuan dalam pandangan Islam. Pertanyaan tentang perempuan itu dilontarkan oleh seorang perempuan Amerika bernama Alicia yang sedang berada di Mesir. Fahri menerangkan kepada Alicia dan Aisha tentang pandangan Islam terhadap perempuan dan bagaimana menjadi seorang istri dalam pandangan Islam. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut. Sebaik-baik istri adalah jika kamu memandangnya membuat hatimu senang, jika kamu perintah dia mentaatimu, dan jika kamu tinggal maka maka dia menjaga untukmu harta dan dirinya. (AAC: 264). ”Kau...kau benar Suamiku, terima kasih kau telah mengingatkan diriku. Sungguh beruntung aku memiliki suami seperti dirimu. Aku mencintaimu suamiku. Aku mencintaimu karena kau adalah suamiku. Aku juga mencintaimu karena Allah Swt. Ayat yang kau baca dan kau jelaskan kandungannya adalah satu ayat cinta di to cinta user yang diwahyukan Allah kepada antara sekian juta commit ayat-ayat
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
manusia. Keteguhan imanmu mencintai kebenaran, ketakwaan dan kesucian dalam hidup adalah juga ayat cinta yang dianugrahkan Tuhan kepadaku dan kepada anak dalam kandunganku. Aku berjanji akan setia menempatkan cinta yang kita bina di dalam cahaya kerelaan-Nya” (AAC: 362-363) Dalam ajaran Islam kesetiaan atau kepatuhan kepada suami merupakan suatu keharusan karena suami merupakan pemimpin dalam rumah tangga. Adapun cerita novel AAC menggambarkan nilai-nilai ajaran Islam dalam AAC yang berhubungan dengan ketaatan istri terhadap suami dan istri harus menjaga kehormatannya memberi gambaran bahwa dalam ajaran Islam seorang suami adalah pemimpin yang perlu ditaati oleh istri. Seorang istri juga harus menjaga kehormatan suami, baik ketika suami berada di rumah maupun ketika suami sedang tidak ada di rumah. b) Menghormati Tamu, Cara Bertetangga, dan sikap Toleransi Akhlak yang diteladankan Rasulullah, di antaranya, menghormati tamu. Nabi Muhammad pernah berkata kepada sahabatnya bahwa kelak kalau membangun Mesir harus ditanamkan bersikap halus dan ramah kepada masyarakatnya. Hal tersebut tergambar dari pernyataan tokoh Fahri, seperti tampak dalam kutipan berikut. ”Terus terang, aku sangat kecewa pada kalian! Ternyata sifat kalian tidak seperti yang digambarkan Baginda Nabi. Beliau pernah bersabda bahwa orang-orang Mesir sangat halus dan ramah, maka beliau memerintahkan kepada shabatnya, jika kelak membuka bumi Mesir hendaknya bersikap halus dan ramah. Tapi ternyata kalian sangat kasar. Aku yakin kalian bukan asli oang Mesir. Mungkin kalian sejatinya sebagai Bani Israel. Orang Mesir asli itu seperti Syaikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi yang ramah dan pemurah. (AAC: 34-35) Beliau juga pernah bersabda bahwa barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, orang tersebut harus menghormati tamunya. Hal tersebut dilukiskam dalam AAC ketika ada tiga warga Amerika yang sedang berada di Mesir. Warga Mesir menghina ketiga warga Amerika itu. Fahri pun mengingatkan orang-orang Mesir bahwa perbuatannya itu keliru. Rasul tidak mengajarkan umatnya commit tountuk user menghina tamunya. Sebaliknya,
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rasul menyuruh umatnya untuk menghormati tamu tanpa memandang agama dan suku bangsa. ”Justru tindakan kalian yang tidak dewasa seperti anak-anak, ini akan menguatkan opini media massa Amerika yang selama ini beranggapan orang Islam kasar dan tidak punya perikemanusiaan. Padahal Baginda Rasul mengajarkan kita menghormati tamu. Apakah kalian lupa, beliau bersabda, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hormatilah tamunya. Mereka bertiga adalah tamu di bumi Kinanah ini. Harus dihormati sebaik-baiknya. Itu jika kalian merasa beriman kepada Allah dan hari akhir. Jika tidak, ya terserah! Lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan. Tapi jangan sekali-kali kalian menamakan diri kalian bagian dari umat Islam. Sebab tindakan kalian yang tidak menghormati tamu itu jauh dari ajaran Islam” (AAC: 37) Dalam AAC juga diterangkan bagaimana cara bertetangga yang baik, dengan tidak memandang suku bangsa maupun agama. Setiap manusia harus saling menghormati, menghargai, dan toleransi. Hal itu bisa dilihat bagaimana
Fahri
dan
teman-temannya
bertetangga
dengan
Tuan
Butrous,seperti terlukis dalam kutipan berikut. ”Dia menyampaikan sesuatu atas nama keluarganya dan aku dianggap representasi kalian semua. Jadi ini bukan hanya interaksi dua person saja, tapi dua keluarga. Bahkan lebih besar dari itu, dua bangsa dan dua penganut keyakinan yang berbeda. Inilah keharmonisan hidup sebagai umat manusia yang beradab di muka bumi ini. Sudahlah kau jangan memikirkan yang terlalu jauh. Tugas kita di sini adalah belajar. Kita belajar sebaik-baiknya. Di antaranya adalah belajar bertetangga yang baik. Karena kita telah diberi, ya nanti kita gantian memberi sesuatu pada mereka. Wa idza huyyitum bi tahiyyatin fa hayyu bi ahasana minha!” (AAC: 49). Dari kutipan itu jelas bahwa Fahri dan kawan-kawannya menghormati keluarga Tuan Butrous karena keluarga Tuan Butrous juga menghargai Fahri dan teman-temannya. Padahal, di antara mereka ada beberapa perbedaan, yakni status ekonomi keluarga Tuan Butrous yang terpandang kaya dan keluarga Tuan Butrous beragama Kristen Koptik. Akan tetapi, perbedaan itu tidak menyurutkan mereka untuk saling menghargai dan menghormati. Dengan demikian, bertetangga atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
bermasyarakat yang dicontohkan dalam AAC sesuai dengan yang dicontohkan rasul. c) Menghormati dan Menghargai Perempuan Rasulullah memberikan penjelasan tentang bagaimana menghargai perempuan. Dalam novel AAC, tokoh Fahri dengan panjang lebar juga menerangkan kepada Alicia dan Aisha tentang harus menghormati perempuan menurut pandangan Islam. Alicia menyampaikan pertanyaannya kepada Fahri karena di Amerika berkembang pendapat tentang Islam yang melecehkan perempuan. Menurut sebagian besar warga Amerika, dalam ajaran Islam seorang suami membolehkan memukul istrinya. Fahri menjelaskan kepada Alicia dan Aisha tentang bagaimana Islam memandang perempuan. Memang benar dalam ajaran Islam, suami boleh memukul istrinya, tetapi tidak sedemikian mudahnya melakukan hal itu. Dalam ajaran Islam, ada ketentuan-ketentuan yang sangat jelas tentang boleh tidaknya suami memukul istri. Bahkan dalam Islam Rasulullah menyuruh seorang suami agar berbuat baik kepada istrinya. Hal tersebut tampak dalam kutipan AAC di bawah ini. ”Tidak benar ajaran Islam menyuruh melakukan tindakan tidak beradab itu. Rasulullah Saw. dalam sebuah hadisnya bersabda, ”la taddhribu imaallah. Maknanya, ”janganlah kalian pukul kaum perempuan!” Dalam hadis yang lain beliau menjelaskan bahwa sebaik-baik lelaki atau suami adalah yang berbuat baik pada istrinya. (AAC: 87) ”Islam sangat memuliakan perempuan, bahwa di telapak kaki ibulah surga anak lelaki. Hanya seorang lelaki mulia yang memuliakan wanita.” (AAC: 90).
d) Menengok dan Mendoakan Orang yang Sakit Dalam novel AAC, terdapat transformasi nilai-nilai ajaran Islam yang berkaitan dengan pengakuan terhadap rukun iman kedua, yaitu keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Dalam hal ini, keteladanan Nabi itu berkaitan dengan anjuran menengok dan mendoakan orang yang sakit. Hal itu tampak dalam uraian tentang tokoh Fahri yang commit to user terdapat dalam AAC.
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
Fahri sakit di rumah sakit karena ia terlalu memaksakan diri mengejar target pekerjaannya. Ia juga melakukan banyak aktvitas di luar, yaitu menemui Alicia dan Aisha, untuk menjelaskan pandangan Islam terhadap perempuan. Ia juga pergi mengaji ke Syaikh Ahmad dan mengisi pengajian rutin yang diselenggarakan keluarga Kedutaan Besar Republik Indonesia di Mesir. Padatnya aktivitas Fahri dan udara di Mesir yang sangat panas menyebabkan Fahri jatuh sakit. Ketika Fahri sakit di rumah sakit, banyak yang menengok Fahri, di antaranya keluarga Tuan Butrous, temanteman kampus Fahri, Syaikh Ahmad, dan Syaikh Utsman. Mereka yang menengok itu berdoa untuk kesembuhan Fahri, seperti tampak dalam kutipan berikut. Mereka semua tersenyum padaku meskipun aku menangkap guratan sedih dalam wajah mereka. Mereka mendekat satu per satu dan memelukku pelan sambil berbisik, ’Syafakallah syifaan ajilan, syifaan layughadiru ba’dahu saqaman’(AAC: 174) e) Cara Bergaul dengan Bukan Muhrim Islam menganjurkan agar pergaulan muda-mudi didasarkan atas ajaran Islam. Islam melarang perempuan bersentuhan dengan laki-laki yang bukan muhrim. Hal tersebut seperti tampak dalam novel AAC yang menggambarkan bahwa perempuan dilarang bersentuhan dengan laki-laki yang bukan muhrim, seperti tampak dalam kutipan ini. ”Maafkan aku Maria. Maksudku aku tidak mungkin bisa melakukannya. Ajaran Al-Quran dan Sunnah melarang aku bersentuhan dengan perempuan kecuali dia istri atau mahramku”. (AAC, 2005: 125). Nilai-nilai ajaran Islam yang berhubungan dengan tata cara bergaul antara laki-laki dan perempuan bukan muhrim yang terdapat dalam AAC tersebut memberikan gambaran bahwa pergaulan dalam Islam harus sesuai dengan ajaran Islam. f) Tentang Pernikahan dan Poligami Setelah dicermati, novel AAC juga mengandung pesan nilai-nilai ajaran Islam yang berhubungan pentingnya pernikahan dan commit todengan user
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
gambaran poligami berdasarkan Islam. Dalam ajaran Islam, pernikahan dan poligami secara tersurat dibahas melalui ayat Alquran dan Hadis Nabi. Lakilaki dan perempuan yang sudah dewasa, baik secara jasmani maupun rohani, wajib hukumnya menikah. Dalam ajaran Islam laki-laki dan perempuan yang sudah memenuhi persyaratan tersebut dianjurkan untuk menikah. Pernikahan dalam novel AAC bisa dilihat dari tokoh Fahri yang mempunyai istri, yaitu Aisha. Sebenarnya sebelum menikah dengan Aisha, Fahri menyimpan rasa kagum terhadap Nurul, seorang mahasiswi dari Indonesia. Fahri memendam perasaan senangnya kepada Nurul karena menyadari bahwa ia adalah seorang pemuda desa dari keluarga biasa. Ketika Fahri mau menikah dengan Aisha, seorang gadis keturunan Jerman, datang paman Nurul kepada Fahri. Sang paman tersebut menerangkan bahwa kedatangannya itu dimaksudkan untuk membawa amanah dari Nurul guna menyampaikan perasaan Nurul kepada Fahri. Setelah mengetahui bahwa Nurul sebenarnya sangat mencintai Fahri, tentu saja Fahri merasa bingung. Akan tetapi, Fahri sadar, Fahri tidak mau mengkhianati janjinya untuk menikah dengan Aisha yang telah direncanakan dengan matang. Pentingnya menikah tersebut tampak dalam kutipan berikut. Jika aku membatalkan pernikahan yang telah dirancang matang, aku tidak tahu apakah Allah masih akan memberikan kesempatan padaku untuk mengikuti sunnah Rasul. Ataukah aku justru tidak akan punya kesempatan menyempurnakan separo agama sama sekali. (AAC: 230) ”Gerimis di hatiku tidak mau berhenti. Air mata terus saja meleleh. Aku kini telah memiliki seorang istri.” (AAC: 238). g) Suap-menyuap Tidak Dibenarkan dalam Islam Fahri harus masuk penjara karena difitnah Noura. Noura dan keluarganya telah memfinah Fahri, bahwa Fahri telah menghamili Noura. Akibat fitnahan itu, Fahri harus mendekam di penjara dan didakwa akan dihukum mati. Sebenarnya Fahri bisa saja lolos dari fitnahan itu, apabila Fahri mau menyuap orang-orang yang memiliki kekuasaan dalam commit to user Bahkan, istrinya Fahri, Aisha, mengambil kebijakan hukum tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
bersedia mengeluarkan banyak uang untuk menyuap agar suaminya bisa keluar dari penjara dan bisa lolos dari fitnahan itu. Akan tetapi, Fahri tidak mau menyuap karena Fahri memahami bahwa suap-menyuap itu tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Dalam ajaran Islam suap-menyuap tidak dibenarkan. Bahkan, nabi mengingatkan umatnya agar tidak melakukan suap-menyuap. Orang yang disuap dan menyuap, menurut Nabi, akan masuk neraka. Keterangan nabi tersebut selaras dalam AAC, seperti tampak dalam kutipan berikut. Suap menyuap adalah perbuatan yang diharamkan dengan tegas oleh Baginda Nabi. Beliau bersabda, ”Arraasyi wal murtsyi fin naar! Artinya , orang yang meyuap dan disuap masuk neraka! Istriku , hidup di dunia ini bukan segalanya. (AAC: 361). h) Pentingnya Mencari Ilmu Mencari ilmu dalam Islam merupakan suatu kewajiban. Bahkan, dalam salah satu Hadis Nabi disebutkan bahwa ”mencari ilmu itu diwajibkan bagi muslim dan muslimat”. (H.R. Bukhari Muslim) Pentingnya mencari ilmu dalam AAC bisa disimak dari gambaran tokoh Fahri dan teman-temannya yang bersekolah sampai ke negara Mesir. Teman Fahri, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah, sedang menempuh progam S-1 di Universitas Al-Azhar. Sementara itu, Fahri sedang merampungkan magisternya di Universitas Al-Azhar. Lihat kutipan AAC berikut. Dalam flat ini kami hidup berlima; aku, Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah. Kebetulan aku yang paling tua, dan paling lama di Mesir. Secara akademis aku juga paling tinggi. Aku tinggal menunggu pengumuman untuk menulis tesis master di Al-Azhar. Yang lain masih program S-1. Saiful dan Rudi baru tingkat tiga, mau masuk tingkat empat. Sedangkan Misbah dan Hamdi sedang menunggu pengumuman kelulusan untuk memperoleh gelar Lc atau Licence. Mereka semua telah menempuh ujian akhir tahun pada akhir Mei sampai awal Juni yang lalu. Awal-awal Agustus biasanya pengumunan keluar. Namun sampai hari ini, pengumunan belum juga ada yang ditempel. (AAC: 5–6) Kutipan tersebut menunjukkan pentingnya mencari ilmu seperti dilukiskan oleh tokoh Fahri dan teman-temannya yang mencari ilmu sampai commit to user ke negara Mesir. Mencari ilmu sampai ke negara lain juga dicontohkan oleh
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rasul. Rasul pernah berkata kepada sahabatnya, ”Carilah ilmu itu meskipun sampai ke negara Cina.”
i) Pentingnya Melaksanakan Salat Tahajud Fahri dan Aisha merupakan tokoh yang rajin melaksanakan salat Tahajud. Pasangan suami istri itu hampir setiap malam tidak pernah meninggalkan salat Sunat Tahajud. Kebiasaan salat malam itu telah membekas dalam diri Fahri. Bahkan, ketika kelelahan ia tetap melaksanakan salat Sunat Tahajud, seperti tampak dalam kutipan berikut. Tengah malam aku kelelahan. Aku istirahat dengan melakukan salat. Ketika sujud kepala terasa enak. (AAC: 158). j)
Melaksanakan Salat Istikharah Nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat di dalam novel AAC di antaranya,
pentingnya
melaksanakan
salat
Istikharah.
Pentingnya
melaksanakan salat istikharah digambarkan oleh Rasulullah. Rasulullah memberikan keteladan kepada umatnya bahwa bila umatnya dihadapkan pada dua pilihan, diperlukan salat Istikharah. Tujuannya adalah untuk meminta petunjuk kepada Allah. Perlunya salat Istikharah dalam AAC digambarkan ketika Fahri bingung karena secara mendadak ditawari calon seorang istri oleh Syaikh Ahmad. Fahri merasa belum siap karena dirinya belum mempunyai bekal untuk memasuki jenjang rumah tangga. Ketika melihat keraguan Fahri itu, Syaikh Ahmad meyakinkan Fahri bahwa dulu Baginda Nabi menikah dalam keadaan miskin. Sayyidina Ali bin Abi Thalib juga menikah dalam keadaan miskin. Syaikh Ahmad menyuruh Fahri untuk melaksanakan salat Istikharah, seperti tampak dalam kutipan berikut. ”Baginda Nabi dulu menikah dalam keadaan miskin. Sayyidina Ali bin Abi Thalib juga menikah dalam keadaan miskin. Begini anakku, kau pikirkanlah dengan matang. Lakukanlah salat istikharah” (AAC: 198). ”Kau istikharah lagi!” (AAC: 202) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
”Entah kenapa. Aku salat istikharah, yang datang adalah ibunda tercinta. Beliau berkata singkat, ”Menikahlah ibu merestui”. (AAC: 202). k) Melaksanakan Salat Berjamaah Dalam sehari semalam salat wajib dikerjakan lima kali, yaitu salat Duhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh. Salat wajib tersebut boleh dikerjakan secara munfarid (perorangan) atau pun berjamaah, baik di masjid maupun di rumah. Salat berjamaah merupakan keutamaan yang telah dicontohkan Nabi. Keutamaan salat berjamaah mendapat pahala 27, sedangkan salat sendiri hanya satu. Selain itu, keutamaan salat berjamaah adalah adanya rasa kebersamaan. Persoalan tentang pentingnya salat berjamaah dalam AAC bisa disimak melalui tokoh Fahri, seperti tampak dalam kutipan berikut. Setelah satu rumah salat subuh berjamaah di masjid, kami membaca Al-Qur’an bersama. Tadabbur sebentar, bergantian. Teman-teman sangat melestarikan kegiatan rutin tiap pagi ini. Selama ada di rumah membaca Al-Qur’an dan tadabbur tetap berjalan, meskipun pagi ini kulihat mata Saiful dan Rudi melek merem menahan kantuk. (AAC: 68) Aku termasuk orang yang anti tidur langsung setelah salat Subuh. Aku tidak mau berkah yang dijanjikan Baginda Nabi di waktu pagi lewat begitu saja. Hal ini juga kutanamkan pada teman-teman satu rumah. Jadi seandainya semalam begadang dan mata sangat lelah, tetaplah diusahakan salat Subuh berjamaah. Membaca Al-Qur’an, dan sedikit tadabbur. Semoga yang sedikit itu menjadi berkah. Barulah tidur. Jika bisa tahan dulu sampai waktu dhuha datang, salat Dhuha baru tidur. (AAC: 69) l)
Melaksanakan Salat Duha Nilai-nilai ajaran Islam yang dipancarkan dari rukun iman kedua, yaitu mengakui bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan Allah. Nabi Muhammad memberikan keteladan kepada umatnya, baik keteladan dalam beribadah kepada Allah (hablu minallah) maupun keteladanan yang berhubungan dengan antarmanusia (hablu minannas). Keteladanan yang berhubungan dengan beribadah kepada Allah, di antaranya melaksnakan salat Duha. Nabi Muhammad senantiasa melaksanakan salat Duha. Masalah commit to user salat Duha ini dalam AAC bisa disimak melalui tokoh Fahri. Fahri adalah
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
seorang tokoh yang rajin beribadah. Selain rajin mengerjakan salat wajib, ia juga tidak ketinggalan melaksanakan salat Sunat, di antaranya salat Duha, seperti tampak dalam kutipan berikut. Aku termasuk orang yang anti tidur langsung setelah salat Subuh. Aku tidak mau berkah yang dijanjikan Baginda Nabi di waktu pagi lewat begitu saja. Hal ini juga kutanamkan pada teman-teman satu rumah. Jadi seandainya semalam begadang dan mata sangat lelah, tetaplah diusahakan salat Subuh berjamaah. Membaca Al-Qur’an, dan sedikit tadabbur. Semoga yang sedikit itu menjadi berkah. Barulah tidur. Jika bisa tahan dulu sampai waktu dhuha datang, salat Dhuha baru tidur. (AAC: 69)
3) Percaya terhadap Adanya Malaikat Percaya terhadap adanya Malaikat dalam AAC dapat disimak ketika Fahri menerima surat dari Noura. Dalam surat Noura itu tergambar tentang percaya terhadap adanya Malaikat Allah, seperti tampak dalam kutipan berikut ini. Ia datang bagaikan malaikat Jibril menurunkan hujan pada ladangladang yang sedang sekarat menanti kematian. (AAC: 160) Kutipan tentang percaya terhadap adanya Malaikat, juga bisa disimak ketika Fahri sedang mengalami sakit.. Selama Fahri sakit di rumah sakit itu biaya pengobatan Fahri ada yang membayar oleh seseorang yang tidak mau disebutkan namanya. Orang yang telah membayar biaya pengobatan Fahri itu dalam AAC dilukiskan dengan sebutan ”bagaikan malaikat Jibril menurunkan hujan”. Penyebutan malaikat Jibril bagi orang yang dermawan itu merupakan sifatnya malaikat Jibril yang tugasnya menyampaikan wahyu Allah.. Dalam hal ini ditujukan kepada sifat orang yang telah membantu Fahri membiayai pengobatannya. Ia ” berhati malaikat”, ”berhati putih” dan ia mau membantu orang dengan ikhlas. Hal tersebut seperti tampak dalam kutipan berikut ini. Entahlah siapa sebenarnya dia yang berhati putih itu. Mata hatiku berkata, yang membayar bukan yang disebut teman-teman itu. Tapi orang lain. Dan orang lain itu adalah orang yang berhati ikhlas, mengenalku, sangat perhatian padaku, dan aku tidak tahu siapa dia. Aku tidak bisa menduga sebuah nama. Aku hanya berdoa, agar user suatu saat nanti commit Allah to membuka rahasia siapa malaikat itu
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
sebenarnya. Aku berharap bisa membalas kebaikannya. (AAC: 190). 4) Percaya terhadap Adanya Kitab-kitab Allah Rukun iman ketiga adalah percaya terhadap adanya Kitab-kitab Allah. Selain kitab Alquran, umat Islam harus percaya dan mengakui kitab Zabur yang diberikan kepada Nabi Daud, kitab Injil yang diberikan kepada Nabi Isa, dan kitab Taurat yang diberikan kepada Nabi Musa. Alquran adalah kitab yang diberikan kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman bagi umat Islam. Pegangan umat Islam itu ada dua sumber, yaitu Alquran dan Hadis Nabi. Alquran diwahyukan kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman umat. Dengan demikian, Alquran perlu dibaca, perlu diyakini, dan isinya perlu diamalkan. Hal tersebut tampak dalam novel AAC. Kutipan yang menunjukkan keharusan memercayai dan mengamalkan Alquran dalam AAC tampak sebagai berikut. Dan orang-orang pilihan Allah di dunia ini adalah mereka yang disebut Ahlul Quran. Orangorang yang hatinya selalu terpatri pada Alquran, mengimani Alquran, dan berusaha mengajarkan dan mengamalkan isi Alquran dengan penuh keikhlasan. (AAC: 177). Kutipan tersebut mengajak pembaca untuk menjadi ahli Alquran, yaitu dengan membaca, mempelajari, mengajarkan, dan mengamalkan isi Alquran. Dengan mengamalkan isi Alquran tersebut, berarti telah meyakini tentang kebenaran isi Alquran. Kutipan lain, tentang anjuran membaca Alquran, seperti tampak dalam kutipan-kutipan ini. Orang-orang membaca Al-Quran di metro, di bis, di stasiun dan terminal adalah pemandangan yang tidak aneh di Cairo. Apalagi jika bulan puasa tiba. Al-Quran seakan berdengung di seluruh penjuru kota Cairo. (AAC, 2005: 23). ”Bahkan jujur kukatakan, Alquran jauh lebih dimuliakan dan dihargai daripada kitab suci lainnya. Ia lebih dihargai daripada Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Pendeta J. Shillidy dalam bukunya The Lord Jesus in Koran memberikan kesaksian seperti itu. Dan pada kenyataannya tak ada buku atau kitab di dunia ini yang dibaca dan dihafal oleh jutaan manusia setiap detik melebihi Alquran. Di Mesircommit saja ada ribuan Ma’had Al Azhar. Siswanya to user ratusan ribu bahkan jutaan anak. Mereka semua sedang
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghafalkan Alquran. Karena mereka tak akan lulus dari Ma’had Al Azhar kecuali harus hafal Aquran. Bahkan, aku saja, yang seorang Koptik suka kok menghafal Alquran. Bahasanya indah dan enak dilantunkan,” cerocosnya santai tanpa ada keraguan. (AAC: 10-11) 5) Keyakinan terhadap Adanya Akhirat Nilai-nilai ajaran Islam yang terpancar dari rukun iman kelima yang terdapat dalam AAC, yaitu tentang keyakinan terhadap adanya akhirat. Tentang keyakinan terhadap akhirat ini dalam AAC digambarkan, seperti tampak dalam kutipan-kutipan berikut ini. Jika kita tidak bisa lama hidup bersama di dunia, maka insya Allah kehidupan akhirat akan kekal abadi” (AAC: 361) Ah, kalau tidak ingat bahwa kelak akan ada hari yang lebih panas dari hari inidan lebih gawat dari hari ini. Hari ketika manusia digiring di padang Mahsyardengan matahari hanya satu jengkal di atas ubun-ubun kepala. (AAC: 7). Lebih jelasnya lagi dalam AAC tentang akhirat itu dibahas secara panjang lebar pada halaman 406--409 yang bercerita tentang adanya pintu surga, yaitu Babush salat, yaitu pintu surga yang khusus untuk orang-orang salat. Babur Rayyan,pintu khusus untuk orang-orang yang berpuasa. Babuz Zakat, yaitu pintu khusus untuk orang-orang yang menunaikan zakat. Babut Taubah, yaitu pintu khusus bagi orang-orang yang taubatnya diterima Allah. Babur Rahmah adalah pintu surga bagi orang-orang yang mendapat rahmat dari Allah. 6) Meyakini Adanya Takdir Allah Nilai-nilai ajaran Islam yang dipancarkan dari rukun iman keenam, yaitu meyakini adanya takdir Allah. Dalam AAC tentang keyakinan terhadap adanya takdir bisa disimak, seperti tampak dalam kutipan ini. Jika nyawaku akhirnya harus melayang dengan sedemikian tragisnya, aku pasrah saja kepada Yang Mahakuasa. Aku teringat Syaikh Utsman agar selalu menjaga keikhlasan menerima takdir Illahi setelah berusaha sekuat tenaga.(AAC: 349) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
Percaya kepada adanya takdir Allah atau dengan istilah lain percaya terhadap adanaya qadar Allah. Qadar artinya ukuran atau ketetapan. Maksudnya ialah wajib percaya bahwa nasib jelek atau baik yang menimpa manusia sudah ada ukuran, ketetapan dan kehendak dari Allah. Tidak ada satu pun yang bisa jadi baik atau jahat, hidup atau mati dan sebagainya, melainkan dengan ketetapan yang telah ditetapkan dan ukuran yang telah diukur oleh Allah.
b. Aspek-aspek Religius Novel Ayat-ayat Cinta Bersumber Rukun Islam Nilai-nilai ajaran Islam yang terkandung dalam novel AAC yang bersumber dari rukun Islam, yaitu (1) mengucapkan syahadatain, (2) mengerjakan salat fardu, (3) mengeluarkan zakat, (4) mengerjakan puasa Ramadan, dan (5) menunaikan ibadah haji Nilai-nilai ajaran Islam yang terpancar dari rukun Islam yang terdapat dalam novel AAC dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Mengucapkan Dua Kalimah Syahadat (syahadatain) Syahadatain adalah mengucapkan ”Asyhadu alla Ilaha Illallah Waasyhadu Anna Muhammadar Rasulullah”, artinya “aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah”. Pengakuan terhadap adanya Allah dan pengakuan terhadap Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah itu merupakan ketauhidan. Tentang pentingnya mengucapkan dua kalimah Syahadat itu digambarkan dalam novel AAC melalui tokoh Fahri. Fahri menjelaskan kepada Maria bahwa untuk masuk surga itu harus mengucapkan dua kalimah Syahadat. Maria adalah
pemeluk Kristen
Koptik. Untuk masuk Islam
diwajibkan
mengucapkan dua kalimah Syahadat, seperti halnya Maria, tampak dalam kutipan AAC berikut ini. ”Maria dengarkan baik-baik! Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan kunci masuk surga. dia bersabda, ”Barangsiapa berwudlu dengan baik, kemudian mengucapkan: Asyahadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh (aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi commit toadalah user hamba dan utusan- Nya) maka sesungguhnya Muhammad
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan dibukakan delapan pintu surga untuknya dan dia boleh masuk yang mana ia suka, ”(AAC: 408). Berdasarkan keterangan di atas, maka nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam AAC mengenai pentingnya mengucapkan dua kalimah Syahadat. Kutipan itu menggambarkan bahwa barangsiapa akan masuk Islam, maka diwajibkan baginya mengucapkan dua kalimah Syahadat. Dengan mengucapkan dua kalimah Syahadat itu, maka akan dibukakan pintu surga. Begitu juga dengan Maria, Fahri menyuruh Maria untuk mengucapkan dua kalimah Syahadat. Dengan demikian, bagi orang yang mengucapkan dua kalimah Syahadat tersebut akan masuk surga dan diharamkan baginya masuk neraka. 2) Melaksanakan Salat Fardu (Wajib) Nabi bersabda ”asholatu imaduddin”, artinya salat merupakan tiangnya agama. Salat jika diumpakan dalam sebuah bangunan adalah pondasinya. Kuat dan tegaknya sebuah bangunan bergantung pada pondasinya itu. Begitu juga dalam agama Islam, kuat tidaknya seseorang beragama Islam bergantung pada salatnya. Apabila salatnya baik, maka baik pula agamanya, dan apabila salatnya rusak, maka rusak pula agamanya. Mengapa demikian? Karena keislaman seseorang bisa diukur dari pelaksanaan salatnya. Salat yang wajib dikerjakan dalam sehari semalam sebanyak lima waktu, yaitu salat Duhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh. Dalam salat itu akan dirasakan kebesaran Tuhan. Ketika sedang melaksanakan salat, manusia merasa kecil di hadapan-Nya. Salat dimulai dengan ucapan Takbir (Allahuakbar) yang mengagungkan kebesaran Allah. Salat merupakan perwujudan bahwa manusia mengakui kebesaran Allah. Permasalahan tentang salat tersebut tampak dalam novel AAC. Novel AAC merupakan novel Islami yang di dalamnya sarat dengan pesan ajakan salat. Ajakan salat tersebut oleh pengarang dituangkan dalam novel ini melalui para tokohnya, terutama Fahri. Bahkan dalam novel ini salat Fardu digambarkan melalui tokoh-tokohnya dimunculkan sejak cerita commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
92 digilib.uns.ac.id
dimulai sampai akhir cerita. Adapun sebagian kutipan yang menunjukkan tentang salat Fardu, seperti tampak dalam kutipan berikut ini. Kedamaian menjalari seluruh syaraf dan gelegak jiwa begitu kuangkat takbir. Udara sejuk yang berhembus terasa mengelus-elus leher dan mataku. Juga mengusap keringat yang tadi mengalir deras. Aku merasa tenteram dalam elusan kasih sayang Tuhan Yang Maha Penyayang. Dia terasa begitu dekat, lebih dekat dari urat leher, lebih dekat dari jantung yang berdetak (AAC: 16). Kutipan itu menggambarkan kedekatan manusia dengan Sang Khalik. Manusia akan merasa dekat dengan Allah kalau manusianya mau mendekatkan diri kepada-Nya. Untuk itu, manusia perlu beribadah kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan salat, seperti halnya tokoh Fahri. Kata Takbir dalam kutipan itu menunjukkan sedang proses dalam salat. Setiap salat, baik salat wajib maupun salat sunat selalu dimulai dengan Takbir dan diakhiri dengan ucapan Salam. Takbir yaitu mengucapkan Allahuakbar, artinya Allah Maha Besar. Ucapan Takbir itu adalah ucapan mengagungkan Allah sehingga manusia merasa kecil dihadapan-Nya. Selain itu, gambaran tokoh fahri yang melaksanakan salat Fardu yang lima waktu, yaitu salat Magrib, salat Isya, salat Subuh, salat Duhur, dan salat Asar dalam AAC seperti tampak dalam kutipan-kutipan sebagai berikut. Seperti biasa, usai shalat Magrib berjamaah di masjid mkami berkumpul di ruang tengah untuk makan bersama. Kali ini kami hanya berempat. Masih kurang satu, yaitu Si Misbah. Ia belum pulang. Ia masih di Wisma Nusantara yang menjadi sentral kegiatan mahasiswa Indonesia. Gedung yang diwakapkan oleh Yayasan Abdi Bangsa itu terletak di Rab’ah El- Adawea, Nasr City. (AAC: 56) Dalam sujud kumenangis kepada Tuhan, memohonkan rahmat kesejahteraan tiada berpenghabisan untuk bunda, bunda, bunda dan ayah tercinta. Usai salat Isya dan Witir aku tididur lagi Aku bermimpi lagi. Bertemu ayah ibu, berpelukan dan menangis haru. (AAC: 140). Meskipun Cuma terlelap satu jam setengah, itu sudah cukup untuk meremajakan seluruh syaraf tubuhku. Setelah satu rumah shalat Subuh berjamaah di masjid, kami membaca Alquran bersama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
Tadabbur sebentar, bergantia. Teman-teman sangat melestarikan kegiatan rutin tiap pagi ini. (AAC: 68) Aku melangkah mengambil air wudlu. Tadi pagi aku baru membaca seperempat juz, aku harus menyelesaikan wiridku. Nanti habis Zhuhur aku harus ke Shubra. Syaikh Utsman kurang berkenan jika ada hafalan yang salah, meskipun satu huruf saja. (AAC: 133) Aku sampai di masjid Abu Bakar Shiddiq tepat saat azan Ashar berkumandang. Seluruh tubuhku bergetar tidak seperti biasanya. Keringat dinginku keluar. Aku tidak tahu shalatku kali ini khusuk apa tidak. Yang jelas mataku basah. (AAC: 205) Kutipan-kutipan dalam AAC tentang salat Fardu banyak sekali. Kutipan di atas hanya dikutip berdasarkan urutan waktu salat yang dilakukan tokoh Fahri. Dengan demikian, pengarang menegaskan tentang pentingnya melaksanakan salat Fardu. 3) Mengeluarkan Zakat Mengeluarkan zakat merupakan rukun Islam ketiga. Zakat dalam agama Islam adalah sebagai pembersih harta yang dimiliki. Harta yang dititipkan kepada manusia itu ada sebagian hak untuk orang lain. Dengan mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki itu, berarti telah mengeluarkan zakat yang berfungsi untuk membersihkan harta yang dimiliki. Masalah zakat tersebut digambarkan dalam novel AAC melalui tokoh Aisha dan suaminya, Fahri. Aisha menjelaskan bahwa dari perusahaan keluarganya itu telah dikeluarkan zakatnya. Perusahaannya telah dinyatakan bersih karena zakatnya telah dikeluarkan setiap bulan, seperti tampak dalam kutipan berikut ini. Sekarang semua perusahaan di bawah kontrol paman Akbar. Beliau sosok yang berbakat dan profesional seperti kakek. Setiap bulan laba bersih perusahaan diaudit. Maksudnya bersih, ya memang benar-benar bersih setelah dipotong zakat dan pajak. (AAC: 273). Novel AAC tersebut merupakan pesan pengarang melalui tokoh Fahri dan Aisha kepada pembaca bahwa mengeluarkan zakat itu perlu. Dengan demikian, nilai-nilai ajaran Islam dalam novel AAC tersebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
memberikan gambaran bahwa tentang harta yang dimiliki itu perlu dikeluarkan zakatnya. 4) Melaksanakan Puasa Ramadan Puasa merupakan ibadah sebagai penghambaan diri kepada Allah. Dalam puasa itu manusia diuji ketakwaannya. Puasa merupakan ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah. Bisa saja umat Islam mengaku berpuasa kepada orang lain padahal dirinya sebenarnya tidak berpuasa. Ibadah puasa itu berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya, karena puasa itu perlu kekuatan keimanan dan kekuatan jasmani (kesehatan). Puasa yaitu menahan lapar dan haus selama seharian penuh. Tetapi tidak hanya menahan lapar dan haus saja melainkan segala perbuatan dan tingkah laku juga harus mencerminkan orang yang sedang berpuasa. Masalah pentingnya berpuasa dalam bulan Ramadlan digambarkan dalam novel AAC. Dalam AAC tentang perlunya melaksanakan puasa Ramadlan disinggung hanya sekilas saja. Akan tetapi, cerita tentang gambaran perlunya melaksanakan puasa di bulan Ramadlan dalam AAC tersebut, menurut hemat penulis sangat tepat, karena puasa Ramadlan yang terdapat dalam AAC itu bersamaan dengan cobaan yang dialami oleh tokoh Fahri. Fahri harus mendekam di penjara bawah tanah karena fitnahan Noura dan keluarganya. Menjalankan puasa di bulan Ramadlan tersebut bagi Fahri, yang pada waktu itu berada di dalam penjara, tentu saja sangat berat. Akan tetapi, dengan ketauhidan yang kuat, meskipun dalam penjara, keadaan darurat, Fahri tetap menjalankan puasanya. Gambaran itu merupakan spiritual Fahri yang sangat tinggi, karena disela-sela kesulitan itu masih bisa melaksanakan ibadah puasa, seperti tampak dalam kutipan-kutipan berikut ini. Sore ini kita akan sedikit berbincang dan buka bersama. (AAC: 356) Apalagi jika bulan puasa tiba. Al-Quran seakan berdengung di seluruh penjuru kota Cairo. (AAC: 23) Setengah tiga kamicommit bangun,totahajud user sebentar lalu sahur. (AAC: 321)
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dia juga minta umrah dan selama bulan puasa sampai hari raya ada di tengah keluarga di indonesia. Akhirnya sepakat awal Ramadhan pergi umrah, sepuluh hari di tanah suci dan langsung terbang ke Indonesia. (AAC: 280) Dua malam sebelum Ramadhan tiba. Rencana berangkat umrah awal Ramadhan diundur satu minggu. (AAC: 303). 5) Menunaikan Ibadah Haji Ibadah haji merupakan bentuk ibadah yang sudah ditentukan. Ibadah ini diwajibkan kepada umat Islam yang telah mencapai Nisab. Nisab adalah ukuran kepantasan apakah seseorang itu layak untuk menunaikan ibadah haji atau tidak, baik layak berdasarkan fisik (kesehatan) maupun layak berdasarkan keuangan (mampu). Apabila kedua syarat tersebut itu tidak dimiliki oleh orang muslim, maka belum diwajibkan untuk beribadah haji. Sebaliknya, kalau telah mencukup pesyaratan tersebut, maka hukumnya wajib untuk menunaikan ibadah haji. Tentang ibadah haji itu dalam AAC digambarkan, seperti terlihat dalam kedua kutipan ini. Dia juga minta umrah dan selama bulan puasa sampai hari raya ada di tengah keluarga di indonesia. Akhirnya sepakat awal Ramadhan pergi umrah, sepuluh hari di tanah suci dan langsung terbang ke Indonesia. (AAC: 280) Dua malam sebelum Ramadhan tiba. Rencana berangkat umrah awal Ramadhan diundur satu minggu. (AAC: 303). Dari kedua kutipan itu tampak bahwa dalam AAC menyinggung tentang ibadah haji. Permintaan ibadah haji oleh Fahri tersebut disetujui oleh istrinya, Aisha. Rencana untuk Umrah pada awal Ramadhan merupakan pengejawantahan Fahri dan Aisha dalam menjalankan Syariat Islam, karena suami-istri tersebut memiliki kesehatan dan keuangan yang cukup untuk melaksanakan ibadah haji. Dengan ibadah haji tersebut, berarti Fahri dan Aisha telah menjalankan ibadah kepada Allah dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan 1. Struktur Novel Ayat-ayat Cinta a. Tema Tema dari novel ini adalah percintaan. Esensi cinta dalam novel AAC adalah cinta terhadap Tuhan. Cinta tersebut kemudian dijabarkan ke dalam berbagai macam perwujudan cinta, yakni: (1) cinta terhadap Allah; (2) cinta terhadap lawan jenis; dan (3) cinta terhadap sesama. b. Tokoh dan penokohan Novel AAC mengisahkan cinta antara seorang pria yakni tokoh utama Fahri dan empat wanita yakni Aisyah, Maria, Noura, dan Nurul. Selain tokoh-tokoh utama tersebut, jalinan cerita pada novel tersebut juga menceritakan tokoh-tokkoh tambahan lainnya seperti: Novel Ayat-Ayat Cinta menampilkan beberapa tokoh, diantaranya: Syaikh Ahmad Taqiyyuddin, syaikh Utsman Abdul Fattah, Bahadur Gounzouri, Tuan Boutros Rafael Girgis, Madam Nahed, Yousef, teman-teman Fahri satu flat (Rudi, Hamdi, Syaiful, Mishbah), Eqbal Hakan Erbakan, Sarah, Prof. Dr. Abdul Rauf Mansour, Ismail, Ahmad, Haj Rashed, Marwan, Prof. Dr. Abdul Gafar Ja’far, ridha Sahata, Hosam, Maghdi, Elena Hashim, Polisi, Tuan Adel, Madame Yasmin, Suzan, dan Mona. c. Alur Secara garis besar, alur dalam novel AAC menggunakan alur progresif atau maju. Namun, tidak jarang ditemui pula alur mundur/flash back. Alur ini
digunakan
pengarang
untuk
mengisahkan
memperkenalkan tokoh-tokoh dalam novel tersebut.
commit to user
96
masa
lalu
dan
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Latar Latar atau setting dalam novel AAC adalah di Mesir. Sebagian besar peristiwa cerita di dalam novel tersebut terjadi di Mesir. Peristiwa tersebut terjadi antara tahun 2002-2003. e. Sudut pandang Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang adalah sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama. Sudut pandang ini biasa disebut sebagai sudut pandang akuan. f. Bahasa Bahasa dalam novel AAC terdiri dari beberapa bahasa, yakni bahasa Indonesia, Arab, Inggris, dan Jerman. 2. Aspek-aspek Religius dalam Novel Ayat-ayat Cinta a. Aspek Religius Novel Ayat-ayat Cinta Bersumber pada Rukun Iman Nilai-nilai keislaman pada novel AAC bersumber pada rukun iman di dalam Islam meliputi (1) percaya kepada Allah, (2) percaya terhadap adanya para malaikat Allah, (3) percaya terhadap kitab-kitabNya, (4) percaya terhadap Rasul-rasul-Nya, (5) percaya terhadap adanya hari kiamat, dan (6) percaya pada adanya takdir yang baik dan buruk. b. Aspek Religius Novel Ayat-ayat Cinta Bersumber pada Rukun Iman Nilai-nilai ajaran Islam yang terkandung dalam novel AAC yang bersumber dari rukun Islam, yaitu (1) mengucapkan syahadatain, (2) mengerjakan salat fardu, (3) mengeluarkan zakat, (4) mengerjakan puasa Ramadan, dan (5) menunaikan ibadah haji.
B. Implikasi Novel Ayat-ayat Cinta merupakan salah satu novel yang bertemakan kesetaraan percintaan. Pengarang pada novel ini menampilkan sudut pandang yang beda terhadap cinta. Berdasarkan hukum Islam, yang diangkat cinta yang hakiki diartikan cinta terhadap Tuhan/Allah. Cinta tersebut kemudian dijabarkan kedalam berbagai bentuk cinta.
commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Novel AAC merupakan novel yang bermuatan Islami. Pada cerita novel tersebut segala perilaku tokoh-tokohnya di dasarkan pada hukum agama Islam. Novel tersebut bukan hanya sebagai sarana hiburan, namun juga digunakan sebagai sarana dakwah. Hal ini dikarenakan dalam novel tersebut pengarang banyak menyampaikan nilai-nilai yang bermanfaat dan membangun akhlak. Pada pembelajaran bahasa Indonesia, novel tersebut dapat dijadikan sebagai bahan ajar. Pemanfaatan novel tersebut sebagai bahan ajar disesuaikan dengan kompetensi dasar,standar kompetensi, indikator, dan tema pembeljaran. Novel AAC memiliki unsur yang lengkap sebagai sebuah karya sastra disamping memiliki nilai estetis sebagai salah satu novel kategori best seller, novel tersebut mengandung nilai-nilai yang mendidik.
C. Saran Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut ini. 1. Bagi Pembaca a. Setelah membaca novel Ayat-ayat Cinta, hendaknya pembaca mampu memahami aarti cinta yang sebenarnya. b. Novel Ayat-ayat Cinta merupakan novel yang mengangkat aspek-aspek keagamaan, maka setelah membaca novel tersebut seharusnya pembaca lebih memahami dan menyadari bagaimana seharusnya menjadi orang yang beragama. c. Pembaca dapat lebih menghargai perempuan. d. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia dalam menyampaikan novel Ayat-ayat Cinta sebagai materi pembelajaran dapat mengolaborasikannya dengan film layar lebar yang diangkat dari novel tersebut agar siswa semakin tertarik dan mampu mencapai indikator yang ditentukan. 2. Bagi Pengarang Lahirnya novel Ayat-ayat Cinta diharapkan mampu menjadi sumber inspirasi bagi lahirnya karya-karya sastra yang bernafaskan Islami berikutnya. commit to user