ANALISIS NILAI-NILAI TASAWUF DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY
ARTIKEL E-JOURNAL
Oleh YAYAN SAPUTRA NIM 090388201355
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2013
Analisis Nilai-Nilai Tasawuf Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman ElShirazy oleh Yayan Saputra. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pembimbing 1: Drs. Abdul Malik, M.Pd., 2: Dewi Murni, S.Hum., M.Hum.
[email protected]
Abstrak
Objek kajian dalam penelitian ini adalah novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy yang diterbitkan oleh Republika edisi ke-XXVIII tahun 2008 dengan tebal 413 halaman. Berdasarkan objek dan masalah yang diangkat, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah nilai-nilai tasawuf apa sajakah yang terkandung dalam novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy? Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis isi. Kemudian, peneliti menggunakan teknik telaah dokumen untuk mengambil data. Sedangkan hasil penelitian ini yaitu novel AyatAyat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy memang terdapat nilai-nilai tasawuf. Dari ke7 nilai maqam yang telah menjadi pembatasan masalah, seluruh nilai itu hadir dalam novel karya Habiburrahman El-Shirazy ini. Adapun nilai-nilai maqam itu dimulai dari; taubat, zuhud, wara’, kefakiran, sabar, tawakal, dan kerelaan (ridha). Sedangkan nilai yang paling dominan yaitu maqam tawakal. Beberapa tokoh yang dilukiskan El-Shirazy dalam novel ini menjalani hidup suci, sehingga mereka hidup bersahaja dan berakhlak mulia seperti yang dicontohkan Rasulullah s.a.w. dengan mengharapkan ridha Allah s.w.t. Kata kunci: Nilai-Nilai Tasawuf
Abstract
The object of this research is the novel Ayat-Ayat Cinta Habiburrahman El-Shirazy works published by Reuters XXVIII edition of 2008 with 413 pages thick. Based on the object and the issues raised, the formulation of the problem in this study is: the what are the values of Sufism in the novel Ayat-Ayat Cinta Habiburrahman El-Shirazy? The research method is descriptive jualitative. Then, the researcher used a technique to retrieve the data document study shiwed that values. The results of this study, from the 7th to the value of the maqam has a limitation problem, the whole value, is presented in the novel ElShirazy Habiburrahman. The maqam values; repentance, ascetic, wara ', poverty, patience, resignation, and willingness (pleasure). While the value of the most dominant maqam has several sufism values is resignation. Some of the actors depicted in the novel El-Shirazy are is the holy life, so that they live simple and noble as exemplified by the Prophet to expect the pleasure of Allah s.w.t. Keywords: Values of Sufism
1. Pendahuluan Munculnya cipta sastra tidak pernah terlepas dari unsur realitas. Pernyataan ini sejalan dengan Siswanto (2008:8), pengarang yang baik tidak tabu mengangkat realitas harfiah ke dalam novelnya. Pudarnya nilai-nilai keislaman merupakan realitas yang yang menyedihkan bagi sebahagian sastrawan. Seperti yang kita ketahui bahwa sastra merupakan ladang yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai relegius tersebut. Penelitian sastra dan agama Islam berarti menggali pengaruh nilai-nilai keislaman dalam sebuah karya sastra itu sendiri. Adapun nilai-nilai keislaman yang ditanamkan sastrawan umumnya sangat kompleks; mulai dari akidah, akhlak, syariah, fikih, dan sebagainya. Dari beberapa nilai-nilai agama yang diteliti dalam sebuah karya sastra, namun jarang sekali ditemukan penelitian nilai keislaman yang berkaitan dengan tasawuf, padahal ilmu tasawuf memiliki peranan penting untuk menjalankan ajaran Islam secara kaffah. Tasawuf merupakan pemupuk iman, penyubur amal saleh, pengontrol jiwa untuk mengingat, dan bertaqwa kepada Allah (Zahri, 1998:12). Dalam penelitian ini, yang menjadi objek ialah novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy. Maka, tujuan penelitian ini adalah menganalisis nilai-nilai tasawuf dalam novel yang bersangkutan.
2. Pembahasan Menurut Suryana (1997:82), stasion-stasion (tingkatan) yang umum ditempuh oleh para sufi yaitu: taubat, zuhud, wara’, fakir, sabar, tawakal, kerelaan, mahabbah, dan makrifat. Namun, penulis membatasi penelitian ini hanya pada nilai taubat, zuhud, wara’, fakir, sabar, tawakal, dan kerelaan. Novel Ayat-Ayat Cinta sungguh sarat dengan nilainilai tasawuf. Di antaranya nilai taubat, seperti mengucapkan istighfar, meminta maaf, dan menyesali perbuatan dosa. Rasululllah s.a.w. bersabda, “Bahwa demi Allah aku meminta ampun kepada Allah dan akan bertaubat pada-Nya setiap hari lebih banyak dari 70 kali.” (HR. Bukhari dalam Zahri, 1998:102). Kemudian juga terdapat teks novel AAC yang berhubungan dengan meminta maaf, Al-Ghazali (2007:20) menjelaskan bahwa jika dosa (maksiat) tersebut menyangkut seseorang, maka orang bertaubat harus meminta maaf. Sedangkan yang berkaitan dengan penyesalan, Al-Ghazali (2007:15) kembali menjelaskan bahwa syarat yang paling utama dari pertaubatan ialah seseorang menyesal dari perbuatan dosa masa lalu. Setelah nilai taubat, dilanjutkan dengan nilai zuhud. Zuhud adalah menjaga diri, terutama menjaga hati dari mencintai suasana keduniaan (Arshad, 2007:13). Nilai tersebut terlihat pada karakter tokoh yang selalu berpenampilan sederhana, mementingkan akhirat, dan rendah hati (tawadhu’). Berkaitan dengan hal ini, Al-Ghazali (2007:93) memaparkan bahwa Rasulullah s.a.w. mengajarkan sikap zuhud pada sahabat-sahabatnya, mereka hidup dengan sederhana, baik dalam makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya. Sedangkan Abdullah (2007:219) mengingatkan bahwa hendaknya senantiasa memperingatkan diri sendiri, bahwa kita diciptakan bukan untuk bersenang-senang di dunia, kesenangan di dunia tak sebanding dengan rentang waktu di akhirat. Selanjutnya seorang sufi sampai pada tingkatan wara’, wara’ adalah meninggalkan segala sesuatu yang di dalamnya terdapat syubhat (keragu-raguan) tentang halalnya sesuatu (Suryana, 1997:83). Sifat para tokoh dalam novel AAC yang mengandung nilai wara’ di antaranya; lebih memilih tersenyum dibanding tertawa, tidak bersentuhan dengan yang bukan mahram, selalu menjaga perasaan orang lain, tepat waktu, berhati-hati menggunakan parfum, tidak berpacaran, dan jujur. Al-Husaini (1996:347) menjabarkan bahwa wara’ adalah menjaga dan menghindarkan diri dari segala syubhat yang terjadi. Sedangkan Al-Ghazali (2007:61) lebih eksplisit menyebutkan bahwa wara’ dalam menempuh kehidupannya, mereka berusaha menjaga dosa, sekecil apapun.
Tingkatan berikutnya ialah fakir, fakir artinya butuh kepada Allah (Al-Ghazali, 2007:211). Sebagai contoh nilai fakir yang terlukis dalam AAC adalah selalu memohon dan mengadu kepada Allah (berdoa), mengucapkan masya Allah, shalat istiharah, dan gemar bertahajud. Menurut Al-Husaini (1996:38), doa merupakan perwujudan seorang hamba untuk berlindung di bawah naungan Allah yang di tangan-Nya kesudahan dari segala sesuatu. Setelah stasion fakir sampailah seorang sufi pada stasion sabar. Menurut AlGhazali (2007:141), sabar adalah mengekang nafsu dari segala yang menggelisahkan atau kelezatan yang meninggalkan dirinya, ini merupakan akhlak terpuji. Nilai sabar yang tergambarkan dalam novel AAC yaitu; sabar atas penderitaan, sabar menjalankan perintah Allah, dan sabar dari perbuatan tercela. Al-Husaini (1996:361) membagi sabar menjadi tiga bagian; sabar dari ujian Allah, sabar ketaatan (menjalankan perintah) Allah, dan sabar dari berbuat maksiat. Setelah sabar, sampailah di stasion tawakal, Suryana (1997:84) menyebutkan bahwa tawakal yaitu menyerahkan diri pada qada dan putusan Allah. Sikap tawakal tersebut terlihat pada novel AAC, di antaranya sikap menerima pemberian dengan rasa syukur, berserah diri terhadap ketentuan dan ketetapan Allah, dan tetap berikhtiar dalam tawakal. Penemuan nilai-nilai tersebut sejalan dengan pendapat Suryana (1997:84), sifat tawakal kaum sufi adalah menerima pemberian dengan rasa syukur, kalau tidak dapat apaapa bersikap sabar dan menyerah pada qada dan qadar Allah. sedangkan Al-Ghazali (2007:116) memaparlan bahwa bertawakal kepada Allah bukan berarti setiap segala sesuatu diserahkan kepada-Nya tanpa berusaha sama sekali. Dengan kata lain, harus ada ikhtiar dalam menyempurnakan tawakal kepada Allah s.w.t. Setelah stasion tawakal dilewati, akhirnya seorang sufi sampai di stasion kerelaan, yaitu tidak menentang terhadap qada dan qadar Allah, melainkan menerima dengan senang hati, karena itu seorang sufi akan merasa senang baik ketika menerima nikmat maupun menerima petaka (Suryana, 1997:84). Adapun nilai iklas yang tergambarkan dalam AAC yaitu; iklas dalam menjalankan kehidupan, iklas membantu sesama, iklas mewakafkan diri di jalan Allah, dan iklas menjalankan takdir Allah s.w.t. Al-Ghazali (2007:119) menjelaskan bahwa seseorang telah mencapai maqam ridha, hatinya senantiasa berada dalam ketenangan, sebab tidak digoncangkan oleh apapun. Lebih lanjut Al-Ghazali memaparkan bahwa orang yang iklas jika berbuat baik tidak ingin dipuji (2007:120).
3. Simpulan dan Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman E-Shirazy sarat dengan nilai-nilai ajaran tasawuf. Dari ke-7 nilai maqam yang telah menjadi pembatasan masalah, seluruh nilai itu hadir dalam novel karya Habiburrahman El-Shirazy ini. Adapun nilai-nilai maqam itu dimulai dari; taubat, zuhud, wara’, kefakiran, sabar, tawakal, dan kerelaan (ridha). Sedangkan nilai yang paling dominan yaitu maqam tawakal. Beberapa tokoh yang dilukiskan El-Shirazy dalam novel ini menjalani hidup suci, sehingga mereka hidup bersahaja dan berakhlak mulia seperti yang dicontohkan Rasulullah s.a.w. dengan mengharapkan ridha Allah s.w.t. Adapun tokoh-tokoh yang digambarkan El-Shirazy itu antara lain; Fahri, Aisha, Maria, Nurul, dan Syaikh Utsman. Peneliti berharap, kajian sastra yang berhubungan dengan nilai tasawuf dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk menopang pendidikan karakter/akhlak untuk anak didik. Karena tasawuf adalah ajaran yang bisa membentuk seseorang menjadi arif bijaksana dan berakhlak mulia.
Daftar pustaka Abdullah, Syekh. 2007. Misteri Ajaran Ma’rifat Ilmu Sejati. Jakarta: Mitra Press. Affandi, Choer. 2007. La-Tahzan. Bandung: Mizania. Ahmad. 2005. Sufi dan Waliyullah. Surabaya: Apel Mullia. Al Husaini, Al Munafi. 1996. Jamharotul Aulia. Surabaya: Mutiara Ilmu. Al-Ghazali, Imam. 2007. Mempertajam Mata Bathin (Terjemahan Muqassyafatul Qulub). Jakarta: Mitra Press. Arsyad, Muhammad. 2007. Hidup Tanpa Riba. Selangor: PTS Millennia. Aprizal, Heri. 2008. Ibadah Hati. Jakarta: Grafindo Media Pratama. Indonesia: Puisi 1946-1965. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. 2007. KBBI Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka. Darmodiharjo, Dardji. 1995. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta: Media Pustaka Utama. Mujieb. Abdul. 2009. Ensiklopedi Tasawuf Imam Al-Ghazali. Jakarta: PT Mizan Publika. Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta: UGM Press. Priyatni, Endah Tri. 2010. Membaca Sastra Dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: Bumi Aksara. Qordhowi, Yusuf. 2007. Al-Quran Menyuruh Kita Sabar. Jakarta: Gramedia. Quran In Word (Software). Sholikhin, Muhammad. 2009. 17 Jalan Mencapai Mahkota Sufi. Yogyakarta: Mutiara Media. Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra Analisis Psikologis. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfbeta. Suhardi. 2011. Sastra Kita, Kritik, dan Lokalitas. Depok: Komodo Books. Sukardi dkk. 2008. Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Quadra Suryana dkk. 1998. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara. Sutarni dkk. 2008. Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Quadra Syuhada, Agung. 2010. Perjalanan Menuju Fitri. Jakarta: Tiga Serangkai.
Rabbani, Ibnu. Bukan Wanita Biasa, Tuntunan Hidup Seorang Muslimah. Depok: Qultummedia. Yani, Ahmad. 2007. Menjadi Pribadi Terpuji. Depok: Al-Qalam. Yustiani, Yusti. 2008. Be Smart PAI. Bandung: Grafindo Media Pratama. Zahri, Mustafa. 1998. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT Bina Ilm