TINJAUAN HUKUM TRANSAKSI DERIVATIF VALUTA ASING DI INDONESIA Rangga Sujud Widigda 0806343014 Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Abstrak : Skripsi ini membahas masalah hukum terkait transaksi derivatif valuta asing dalam perbankan di Indonesia. Transaksi derivatif valuta asing mempunyai karakteristik yang khusus jika dibandingkan dengan transaksi derivatif biasa. Transaksi derivatif valuta asing mempunyai kemampuan untuk melakukan lindung nilai terhadap fluktuasi kurs valuta asing guna memperkecil risiko dalam kegiatan dagang ekspor impor. Transaksi Derivatif valuta asing juga berguna untuk meningkatkan potensi keuntungan yang dapat diraih namun disisi lain dalam keadaan tertentu seperti krisis, juga dapat menimbulkan kerugian karena bergantung pada fluktuasi kurs mata uang asing. Hasil penelitian dalam skripsi ini menyimpulkan bahwa kerugian yang diakibatkan ketidakpastian pergerakan ekonomi global dalam transaksi derivatif valuta asing dapat diminimalisir sehingga tujuan lindung nilai dari transaksi derivatif valuta asing dapat terlaksana. Kata Kunci: Derivatif, Valuta Asing, Lindung Nilai Abstract : This Thesis review legal issues on foreign exhange derivative transaction in Indonesia. ini membahas masalah hukum terkait transaksi derivatif valuta asing dalam perbankan di Indonesia. Foreign exhange derivative transaction have more specific characteristic than normal derivative transaction. Foreign exhange derivative transaction have function to hedge exchange rate fluctuation to minimize international trade risk. Foreign exhange derivative transaction can also be used to maximize profit potential. However on certain circumstances, it can cause loss because it depend on exchange rate fluctuation. As a transaction with relatively bigger risk than normal derivative transaction, legal certainty and good law enforcement will be needed to ensure trust for Indonesia Bank. The result of research on this thesis conclude that loss caused by golbal economy uncertainty can be minimized to make the purpose of hedging by foreign exhange derivative transaction can be done succesfully. Key words: Derivative, Foreign Exchange, Hedge
1
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
2
PENDAHULUAN Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin dan tercipta suatu hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi suatu negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antar bangsa. Perdagangan internasional merupakan
kegiatan
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat suatu negara. Terjadinya perekonomian dalam negeri dan luar negeri akan menciptakan suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara satu negara dengan negara lainnya, salah satunya adalah berupa pertukaran barang dan jasa antar-negara. Namun dalam melakukan perdagangan internasional, para pelaku perdagangan internasional tidak pernah terlepas dari risiko. Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 lalu menjadi salah satu contoh bagaimana keadaan ekonomi internasional dapat memengaruhi jalannya perdagangan internasional dan membuat pailit bank – bank besar di dunia. Krisis global tersebut juga melanda Indonesia yang pada ujungnya berimbas pada kegiatan dunia usaha. Penurunan kuantitas komoditi ekspor-impor dan nilai tukar mata uang, merupakan beberapa efek yang dirasakan oleh para pengusaha. Salah satu alternatif untuk meminimalisir kerugian tersebut dengan melakukan transaksi derivatif. Transaksi derivatif memberikan kemungkinan bagi para pelaku perdangangan internasional untuk melakukan hedging terhadap valuta asing untuk menghindari fluktuasi yang dapat merugikan para pebisnis. Bank Indonesia juga memandang perlunya pengembangan pasar valuta asing domestik dengan memberikan fleksibilitas bagi pelaku pasar dalam melakukan hedging atas kegiatan ekonomi di Indonesia. Hal ini juga merupakan upaya memperkuat keterkaitan antara transaksi valuta asing di pasar domestik dengan kegiatan ekonomi sehingga dapat meminimalkan transaksi valuta asing yang bersifat spekulatif dan mendukung upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Cara melakukan hedging yang ssat ini banyak dilakukan di dunia usaha, yaitu transaksi derivatif, adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
3
mendasari seperti, suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau instrumen, namun tidak termasuk transaksi derivatif kredit. Ketentuan transaksi derivatif di ranah perbankan selama ini diatur oleh Peraturan Bank Indonesia No. 7/31/PBI/2005 tentang Transaksi Derivatif.1Namun jika kita melihat pada fakta yang ada, krisis keuangan global yang melanda akhir tahun 2008 justru memicu maraknya gugatan ke pengadilan yang diajukan kepada bank oleh sejumlah nasabah korporasi termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait dengan legalitas transaksi derivatif yang ditawarkan oleh bank – bank tersebut kepada para nasabahnya. Gugatan terhadap legalitas transaksi derivatif juga muncul pada krisis 1997/1998 membawa dampak yang sama terhadap kontrak-kontrak derivatif. Kala itu banyak terjadi gugatan terhadap bank. Di antaranya perkara PT Suryamas Duta Makmur melawan PT Bank Niaga Tbk (sekarang CIMB Niaga), perkara PT Dharmala Agrifood melawan Bank Niaga, PT ING Indonesia Bank dan International Finance Corporation. Lalu perkara perdata PT Nugra Santana melawan PT Bank Credit Lyonnais Indonesia.2Disini kita melihat bahwa sifat dari transaksi derivatif, terutama transaksi derivatif valuta asing yang seharusnya menjadi sarana lindung nilai dalam menghadapi fluktuasi mata uang asing justru menjadi dipertanyakan legalitasnya di dalam gugatan – gugatan tersebut. Pada kasus antara Standard Chartered Bank dan PT. Nubika Jaya, PT. Nubika Jaya menyatakan bahwa transaksi derivatif valuta asing bertentangan dengan pasal 1337 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata mengenai kausa yang halal. Hal ini dikarenakan
Bank Indonesia
di dalam Surat
Edaran
Bank
Indonesia
No.10/42/DPD tanggal 27 November 2008 melarang transaksi terhadap valuta asing apabila bersifat spekulatif dimana sifat dari transaksi derivatif itu sendiri yang menggantungkan diri pada fluktuasi mata uang asing yang selalu berubah
1
Hitam-Putih Transaksi Derivatif: Anatomi Kontrak dan Peta Sengketa,
, 14 September 2012 2 Skandal di Balik Kontrak Derivatif ,, 14 September 2012
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
4
setiap saat menjadikantransaksi derivatif valuta asing bersifat spekulatif sehingga tidak mungkin dilakukan. Selain itu dalam PBI No. 10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah pada Pasal 5 dijelaskan bahwa“Bank dilarang melakukan transaksi valuta asing terhadap rupiah apabila transaksi atau potensi transaksi tersebut terkait dengan structured product” yang dimaksud dengan structured product adalah produk yang dikeluarkan oleh Bank yang merupakan kombinasi suatu aset dengan derivatif dari mata uang valuta asing terhadap mata uang rupiah, untuk tujuan mendapatkan tambahan income (return enhancement), yang dapat mendorong transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif, dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai rupiah. Sehingga pada akhirnya kontrak antara PT. Nubika Jaya dan Standard Chartered
Bank
dibatalkan
melalui
putusan
Putusan
Nomor
263/PDT.G/2009/PN.JKT.SLT. Pada awalnya transaksi derivatif menarik minat perusahaan - perusahaan di dunia karena dapat menghasilkan keuntungan yang sangat besar sekaligus berfungsi sebagai sarana lindung nilai.3 Namun saat ini batasan antara penggunaan transaksi derivatif di Indonesia sebagai sarana lindung nilai dan sarana untuk berspekulasi mencari keuntungan yang sangat besar belum ditegaskan. Hal ini karena penggunaan transaksi derivatif untuk mencari keuntungan yang besar berpotensi pula untuk mendapatkan kerugian yang sangat besar. Contoh nyata dari dampak transaksi derivatif dapat dilihat pada runtuhnya Baring Bank, bank tertua di Inggris yang bankrut dikarenakan transaksi derivatif yang dilakukan oleh seorang manajernya.4 Oleh karena itu dalam penggunaan transaksi derivatif sebagai sarana lindung nilai dan sarana spekulasi keuntungan harus ada pembedaan yang jelas dan tegas. Selain itu pada dasarnya tidak ada kegiatan bisnis tanpa resiko. Semua transaksi dalam dunia bisnis selalu memiliki faktor – faktor yang berpotensi menyebabkan kegagalan transaksi tersebut.5Resiko dari transaksi derivatif
3
Bob Reynold, Understanding Derivatives, (London: Pitman Publishing, 1995), hal. 4 Peter G Zhang, Barings Bankruptcy and Financial Derivatives. (Singapore: World Scientific Publishing, 1995), hal. 6 5 Bob Reynold, op.cit., hal. 21 4
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
5
merupakan hal yang normal di dalam dunia bisnis. Perusahaan tetap berpotensi untuk mengalami kerugian melalui kegiatan usahanya tanpa transaksi derivatif apapun seperti dalam pembelian saham dan aset – aset perusahaan lainnya.6 Pembatasan terhadap resiko dalam transaksi bisnis merupakan hal yang penting dilakukan, namun lain halnya dengan pelarangan transaksi tersebut karena hal ini membatasi opsi yang dapat dilakukan perusahaan untuk mencari keuntungan yang menjadi tujuan dari pendirian perusahaan tersebut.
6
Merton H. Miller. Do we really need more regulation of financial derivatives?, (Pacific – Basin Finance Journal, Vol 9, 1999), hal. 4
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
6
PEMBAHASAN
I.
Transaksi Derivatif Transaksi Derivatif menurut PBI No. 7/31/2005 yang sebagian
ketentuannya telah diubah oleh PBI Nomor 10/38/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No.7/31/PBI/2005 tentang Transaksi Derivatif adalah: "Transaksi yang didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau instrumen, namun tidak termasuk transaksi derivatif kredit."7 Sedangkan definisi transaksi derivatif Valuta Asing yang menjadi pembahasan utama dalam skripsi ini adalah: “Transaksi derivatif dengan menggunakan valuta asing terhadap rupiah dalam bentuk forward, swap, option, dan transaksi lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.”8 Menurut Jacqualine ML Low-Senior Counsel Asia International Swaps and Derivatives Association Inc. (ISDA), Derivatif adalah "Contract for the shifting of risks. Value derived from the value of an underlying asset. Underlying asset can be a currency, an interest rate, a company's stock or bond, a stock or other index, a physical commodity, any other thing that has a market price or an independently determined level and a combination of one or more of the above."9 (Kontrak untuk mengalihkan risiko. Nilai tersebut dialihkan kepada nilai suatu aset yang mendasarinya. Aset yang mendasarinya dapat berupa nilai tukar, nilai bunga, saham perusahaan, indeks, komoditi, dan aset lainnya yang mempunyai nilai pasar atau penggabungan satu atau lebih aset di atas). 7
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/31/PBI/2005tentang Transaksi Derivatif. Pasal 1
angka 2. 8
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah, Pasal 1 butir 2 9 Jacqualine Low,"Derivatif Transactions and ISDA Documentation Architecture", (Makalah disampaikan pada Seminar Hukumonline - Peradi Hitam Putih Transaksi Derivatif: Anatomi Kontrak dan Peta Sengketa, Jakarta, 12 Agustus 2009), hal. 2.
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
7
Dengan demikian dapat dilihat bahwa transaksi derivatif merupakan transaksi yang secara struktural terkait dengan transaksi lainnya. Khusus untuk transaksi derivatif yang dilakukan oleh Bank di Indonesia, menurut pasal 7 PBI Nomor10/38/PBI/2008 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/31/PBI/2005 tentang Transaksi Derivatif. Trasaksi Derivatif mmpunyai fungsi untuk melakukan lindung nilai (hedging) atas investasi lain. Sebagai sarana lindung nilai, maka dapat dipastikan bahwa kuantitas hedging mempunyai korelasi positif dengan gejolak moneter, dalam artian bahwa hedging makin banyak dilakukan dalam situasi moneter bergejolak, karena biasanya akan diikuti oleh gejolak nilai mata uang atau gejolak tingkat suku bunga, sehingga posisi seseorang peminjam perlu diamankannya dengan menggunakan sarana lindung nilai. Tujuan dari hedging ialah untuk menetralkan risiko atas posisi terbuka terhadap harga pasar yang berlawanan dengan posisi terbuka tersebut dengan cara mengalihkan resiko kepada pihak lain. Jadi transaksi derivatif merupakan suatu cara yang dapat membebaskan dari kerugian atau ketidakuntungan yang diharapkan karena suatu kejadian yang tidak pasti di kemudian hari.10 Hedging merupakan salah satu manfaat terpenting dari derivatif dan menjadi satu – satunya tujuan melakukan transaksi derivatif valuta asing yang dibenarkan oleh Bank Indonesia. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. Dalam pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/37/PBI/2008, Bank dilarang memberikan kredit dalam valuta asing dan/atau rupiah kepada Nasabah untuk membiayai kegiatan transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah. Bank juga dilarang memberikan kredit yang ditujukan untuk membiaya kegiatan lain nasabah yang telah disetujui oleh bank, jika kredit tersebut pada ujungnya digunakan untuk membiayai transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah. Namun, dalam surat edaran Edaran Bank Indonesia No.10/48/DPD poin 10 dijelaskan bahwa pelarangan pada pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor
10
Dian Ediana Rae, op. cit., hal. 99-100.
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
8
10/37/PBI/2008 dikecualikan jika transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah tersebut digunakan dengan tujuan lindung nilai atas kegiatan Ekspor/Impor nasabah.
Dari peraturan tersebut, dapat dilihat pentingnya hedging dalam
kegiatan bisnis usaha sehingga Bank Indonesia membuat pengecualian tersendiri terhadap transaksi derivatif valuta asing yang dilakukan dengan tujuan tersebut. Hal ini disetujui oleh Bob Reynold yang dalam bukunya mengatakan bahwa transaksi derivatif pada esensinya adalah "An agreement between two parties blown as the counterparties. Dealers and end-users overwhelmingly say that the function of a derivative transaction is to hedge particular types of risk, these include market risk, credit risk and liquidity risk,"11 (Sebuah perjanjian antara dua pihak. Pedagang dan pengguna mengatakan bahwa fungsi dari transaksi derivatif adalah untuk melakukan lindung nilai terhadap risiko, termasuk risiko pasar, risiko kedit, dan risiko likuiditas.)
II.
Transaksi Valuta Asing Definisi transaksi valuta asing menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/37/PBI/2008 tentangTransaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah adalah: Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah adalah transaksi jual beli valuta asing terhadap rupiah dalam bentuk :
a. transaksi spot, termasuk transaksi yang dilakukan dengan valuta today dan/atau valuta tomorrow;
b. transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah yang standar (plain vanilla) dalam bentuk forward, swap, option, dan transaksi lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu; Valuta merupakan mata uang suatu Negara, asing mengacu pada fakta bahwa mata uang tersebut diterbitkan oleh negara lain.12 Jadi Valuta asing adalah mata 11
Bob Reynolds,op. cit. hal.7.
12
Jose Rizal Joesoef, Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing, (Jakarta:Salemba empat, 2008), hal. 9.
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
9
uang negara lain di luar Indonesia yang dimiliki oleh suatu Negara. Mata uang tersebut adalah mata uang domestik bagi negara yang mengeluarkanya dan merupakan alat penukar yang sah di Negara tersebut. Sehingga pada kesimpulannya, valuta asing adalah suatu mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan yang mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral.13 Pengaturan terhadap penyelesaian transaksi valuta asing pada bank dapat ditemukan di dua peraturan Bank Indonesia, yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/ 28 /PBI/2008 tentangPembelian Valuta Asing Terhadap Rupiah Kepada Bank. Prinsip dasar dari transaksi valuta asing yang dilakukan oleh bank terdapat di Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/37/PBI/2008 pada pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Bank dapat melakukan Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah dan/atau terhadap valuta asing lainnya untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah atas dasar suatu kontrak.” Seiring dengan diterbitkannya kedua peraturan tersebut, Bank Indonesia membedakan antara mekanisme penyelesaian transaksi valuta asing terhadap Bank Umum yang diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.10/ 42 /DPD dan Bank Umum Devisa yang diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/ 48 /DPD III. Kasus Derivatif Valuta Asing antara PT Nubika Jaya dengan Standard Chartered Bank Kasus ini berawal dari Callable Ratio Forwardantara PT Nubika Jaya (Penggugat) dan Standard Chartered Bank (Tergugat) yang dibuat pada tangggal 12 September 2008. Berdasarkan Perjanjian Callable Ratio Forward tersebut, Penggugat akan menyerahkan/menjual dolar AS kepada Tergugat setiap minggu dengan jangka waktu 52 (lima puluh dua) minggu. Nilai tukar antara Dollar dengan Rupiah memakai Strike Rate yang telah disetuji bersama oleh penggugat 13
Hamdy Hadi. Valas untuk Manager (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hal. 15
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
10
dan tergugat dalam Perjanjian Callable Ratio Forward tersebut. Ketika nilai mata uang Rupiah terhadap Dollar AS turun, Tergugat akan mendapatkan keuntungan dari selisih margin antara Strike Rate dengan nilai tukar Rupiah. Sebaliknya ketika nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS naik, maka Penggugat akan mendapatkan keuntungan selisih margin antara Strike Rate dengan nilai tukar Rupiah. Dalam pelaksanaannya, Penggugat dan Tergugat telah melaksanakan 7 (tujuh) kali transaksi sesuai Kontrak Callable Forward dimana total dolar AS yang telah Penggugat serahkan kepada Tergugat adalah sebesar USD 5.250.000 dan total Rupiah yang Penggugat terima dari Tergugat sebesar Rp 52.181.250.000. Setelah transaksi ketujuh, Penggugat berhenti menyerahkan dollar AS kepada tergugat karena nilai dollar AS karena dollar AS terus naik sampai pada level Rp.12.000/USD pada tanggal 13 November 2008. Oleh karena itu Penggugat meminta pembatalan kontrak kepada Tergugat yang disetujui penggugat apabila Penggugat menyerahkan biaya pembatalan kontrak sebesar USD 23.000.000 kepada tergugat pada tanggal 13 November. Penggugat tidak bisa menyetujui hal tersebut dan membawa kasus ini ke pengadilan.
IV. Kasus Antara PT Permata Hijau Sawit dengan Citibank, N.A. cabang Jakarta Diawali dengan penawaran suatu produk dari Citibank, N.A. (Tergugat) kepada PT Permata Hijau Sawit (Penggugat). Produk ini dikenal dengan nama Callable Forward. Callable Forward ini merupakan salah satu macam transaksi derivatif yang bertujuan untuk lindung nilai. Transaksi derivatif didasari oleh perjanjian yakni 2002 ISDA Master Agreement dan Schedule yang ditandatangani oleh para pihak tertanggal 18 Mei 2001 serta Confirmation yang ditandatangani 5 September 2008. ISDA Master Agreement, Schedule dan Confirmation disajikan dalam Bahasa Inggris. Penggugat dan Tergugat sudah melakukan 8 (delapan) kali transaksi. Dengan dilakukannya delapan kali transaksi ini, maka total dolar AS yang telah Penggugat serahkan kepada Tergugat sebanyak USD 10.000.000
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
11
(sepuluh juta dolar AS), sementara total Rupiah yang Penggugat terima dari Tergugat sebanyak Rp 97.200.000.000 (sembilan puluh tujuh milyar dua ratus juta rupiah). Setelah transaksi ke-8, tepatnya 3 November 2008, Penggugat tidak lagi menjual dolar AS kepada Tergugat sebagaimana tertuang dalam Confirmation atau dengan kata lain Penggugat gagal bayar. Berdasarkan hal tersebut, Tergugat meminta sejumlah pembayaran kepada Penggugat akibat pengakhiran dini (early termination). V. Analisis Putusan Dalam kedua putusan ini, baik PT Nubika jaya dan PT Permata Hijau Sawit dimenangkan oleh Pengadilan. Pertimbangan hakim dalam kedua kasus tersebut antara lain adalah bahwa meskipun dalam perjanjian tersebut memuat pula adanya Risk Disclosure atau pemberitahuan tentang resiko atas produk Bank tersebut, namun jika melihat Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dan Peraturan Bank Indonesia No. 7/31/PBI/2005 tertanggal 13 September 2005 tentang Transaksi Derivatif, setiap Bank diwajibkan untuk mengungkapkan secara berimbang manfaat, resiko, dan biaya-biaya yang melekat pada suatu produk dan penyampaian informasi harus dilakukan dengan memenuhi standar tertentu, antara lain harus dapat dibaca secara jelas, tidak menyesatkan dan mudah dimengerti serta menggunakan Bahasa Indonesia dan hal-hal tersebut tidak dapat dibuktikan di persidangan oleh pihak Standard Chartered dan Citibank bahwa kewajiban tersebut telah dilakukan. Tidak cukup bagi pengadilan bahwa Risk Disclosure telah dimuat dalam perjanjian tersebut karena kedua penggugat dalam hal ini menyatakan standar resiko yang harus dijelaskan seharusnya lebih tinggi lagi dengan menjelaskan segala hal yang bersifat khusus, bukan yang umum saja. Penekanan
ini
bisa
dilihat
lebih
jelas
pada
pada
Putusan
Nomor
24/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel yang menekankan bahwa juga bahwa Bank harus memberikan penjelasan terhadap resiko khusus, resiko penyelesaian, resiko pasar, dan adanya kemungkinan saldo margin dapat menjadi nihil dan bahkan negatif sehingga Bank dapat meminta nasabah untuk menambah margin deposit apabila nasabah akan melanjutkan atau menutup transaksi margin. Hal ini penting agar
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
12
nasabah dapat memperhitungkan dengan baik segala risiko yang berkaitan dengan transaksi derivatif sebelum melakukan transaksi tersebut. Sedangkan jika dilihat pada putusan Putusan Nomor 81/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST yang menekankan mengenai pentingnya membuat kontrak yang dianggap rumit seperti Callable Forward dalam bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan hakim menganggap bahwa kesalahpahaman dan ketidakmengertian nasabah bisa terjadi ketika kontrak dibuat dengan menggunakan Bahasa Inggris. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa standar penjelasan yang harus diberikan oleh Bank kepada nasabahnya ketika ingin melakukan transaksi derivatif valuta asing sangat tinggi agar tidak ada ruang yang memungkinkan adanya kesalahpahaman yang terjadi antara nasabah dengan Bank dalam transaksi tersebut. Dari segi pelaksanaan transaksi, kedua nasabah dalam kasus diatas menghentikan transaksi ketika mereka mengalami kerugian. PT Nubika Jaya menghentikan transaksi sebelum mereka mengalami kerugian pada tanggal 31 Oktober 2008, sedangkan PT Permata Hijau Sawit masih menanggung kerugian yang terjadi dan menghentikan kontrak tersebut ketika kerugian yang mereka alami sudah tidak dapat ditanggung lagi. Hal ini dikarenakan kedua nasabah tersebut menginginkan transaksi derivatif valuta asing untuk menjadi sarana lindung nilai bagi transaksi ekspor impor mereka, bukan untuk mendapatkan kerugian yang terus menerus dari turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Kerugian dan keuntungan dalam transaksi derivatif seharusnya adalah hal yang biasa, namun ketika krisis terjadi, kerugian bagi pihak yang harus menanggung lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menjadi tidak terkendali lagi. Hal ini merupakan hal yang dicermati hakim dalam kedua putusan tersebut. hakim mencermati bahwa nasabah dan Bank memiliki hak yang tidak sama dalam hal pengendalian risiko. Apabila nilai rupiah terus menerus berada dibawah strike rate maka Bank dapat membatalkan atau tidak melanjutkan transaksi berikutnya secara sepihak tetapi disisi lain nasabah tidak dibenarkan untuk membatalkan kontrak apabila nilai rupiah terus menerus melemah dan selalu berada diatas strike rate. Mengingat sifat dari transaksi derivatif valuta asing yang menggunakan valuta asing sebagai underlying asset, ketidakseimbangan ini tidak dapat diterima. Valuta asing adalah underlying asset yang tidak stabil dan sangat dipengaruhi oleh kondisi
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
13
perekonomian dunia. Krisis global yang terjadi seperti pada tahun 2008 dapat menyebabkan naik atau turunnya nilai dari suatu mata uang secara drastis. Untuk menghadapi situasi seperti itu, harus ada mekanisme yang seimbang bagi kedua pihak untuk dapat memanajemen risiko dan mengeluarkan diri dari transaksi derivatif valuta asing. Namun jika dianalisis lebih dalam, transaksi derivatif valuta asing yang dilakukan oleh Bank Standard Chartered dan Citibank juga dapat dibenarkan. Dalam PBI Nomor 7/31/PBI/2005 diatur bahwa bank dapat melakukan transaksi derivatif baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah, dan transaksi derivatif yang dapat bank lakukan adalah transaksi yang nilainya merupakan turunan dari valuta asing dan atau suku bunga. Dalam kedua kasus di atas, transaksi derivatif yang dilakukan adalah transaksi derivatif untuk kepentingan nasabah. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang Crude Palm Oil (CPO), PT. Nubika Jaya dan PT. Permata Hijau Sawit berkepentingan untuk melakukan lindung nilai terhadap mata uang Dollar AS. Selain itu, kalaupun memang perjanjian transaksi derivatif tersebut dianggap melanggar PBI No. 10/37/PBI/2008, PBI. Tersebut tidak seharusnya diterapkan kedalam kasus tersebut disebabkan perjanjian transaksi derivatif dalam kasus ditandatangani sebelum berlakunya PBI tersebut (PBI No. 10/37/PBI/2008 berlaku Desember 2008). Lebih lanjut, ketentuan peralihan PBI No. 10/37/PBI/2008 yang kemudian diubah oleh PBI No. 11/14/PBI/2009 Tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No. 10/37/PBI/2008 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah, menyatakan bahwa setiap transaksi valas terhadap rupiah (termasuk didalamnya transaksi structured product yang terkait dengan transaksi valas terhadap rupiah) yang dilakukan sebelum berlakunya PBI No. 10/37/PBI/2008 dapat diteruskan hingga jatuh waktu kontrak. Pembatalan perjanjian transaksi derivatif oleh hakim tentu bertentangan dengan apa yang dituliskan di dalam PBI tersebut dikarenakan perjanjian antara Bank dengan nasabah dalam kedua kasus diatas seharusnya dapat dilanjutkan hingga jangka waktu perjanjian tersebut habis.
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
14
V. Analisis Keabsahan Transaksi Derivatif Valuta Asing Sebagai Perjanjian Perjanjian transaksi derivatif yang berlaku di Indonesia atau digunakan bank-bank di Indonesia adalah perjanjian baku ISDA yang telah dimodifikasi dan disederhanakan atas bentuk dan isi perjanjian tersebut. Dalam perjanjian yang telah dimodifikasi tersebut dicantumkan pula bahwa pilihan hukum jatuh pada hukum Indonesia dan pemilihan pengadilan pun dijatuhkan terhadap salah satu pengadilan di Indonesia.Dengan berlakunya hukum Indonesia dalam perjanjian tersebut maka perjanjian transaksi derivatif harus memenuhi peraturan perundangundangan di Indonesia. Tidak hanya peraturan yang khusus mengenai transaksi derivatif, namun juga tunduk pada ketentuan umum mengenai perjanjian yakni Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian merupakan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Dalam perjanjian transaksi derivatif, bank dan nasabah mengikatkan dirinya satu sama lain. Pengikatan diri antara bank dan nasabah ditujukan bahwa mereka saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal (prestasi). Dalam kedua kasus di atas, prestasi antara bank dan nasabah dalam perjanjian tersebut adalah: a.
Nasabah akan menjual dolar AS-nya kepada bank; dan
b.
Bank akan menyetorkan rupiah kepada nasabah dalam jumlah dan harga tertentu (sesuai kesepakatan).
Jika dikaitkan dengan syarat sah perjanjian yang tercantum di dalam pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian transaksi derivatif valuta asing dapat dianalisis sebagai berikut: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Dalam kedua kasus diatas, Bank dan nasabah sudah secara bersama menyetujui perjanjian transaksi derivatif valuta asing. Menurut pasal 1321 KUHPerdata kesepakatan antara Bank dan nasabah hanya dapat dianggap tidak sah apabila terdapat kekhilafan, paksaan ataupun penipuan. Jadi apabila tidak terdapat kekhilafan, paksaan ataupun penipuan maka para pihak dianggap sepakat. Dalam
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
15
kedua kasus di atas, kedua nasabah mengaku bahwa mereka tidak mengetahui dan mengerti secara benar isi dari perjanjian transaksi derivatif yang telah ditandatanganinya. Untuk itu, jika hal tersebut dihubungkan dengan pasal 1321 KUHPerdata maka: 1) Kekhilafan.
Menurut pasal 1322 KUHPerdata, apabila kekhilafan mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjiannya maka perjanjian dapat dibatalkan. Namun jika hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian telah dijelaskan secara benar dan lengkap berikut risiko yang menyertainya, maka hal tersebut tidak dapat diasumsikan sebagai kekhilafan. Dikaitkan dengan kedua kasus di atas, jika bank telah memberikan penjelasan dan/atau informasi mengenai transaksi derivatif berikut risiko yang menyertainya, dan setelah penjelasan tersebut nasabah menandatangani dan melaksanakan transaksi derivatif maka dapat diasumsikan bahwa para pihak sepakat. Kesepakatan merupakan perjumpaan atau kehendak dari para pihak yang diejawantahkan dalam pernyataan-pernyataan dan terkadang antara kehendak dan pernyataan tidak sesuai. Dalam kedua kasus di atas disebutkan bahwa pernyataan nasabah (sebenarnya) tidak diinginkan karena nasabah menandatangani suatu surat/akta yang tidak dimengerti/diketahui isinya. Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan tidak adanya kesepakatan karena dengan telah ditandatanganinya suatu perjanjian menimbulkan kepercayaan pada bank bahwa penandatangan (nasabah) telah mengetahui serta menghendaki apa yang telah dinyatakannya. 2) Paksaan.
Paksaan terhadap seorang yang membuat suatu perjanjian atau keluarga dari seorang tersebut, dapat menjadi alasan batalnya suatu perjanjian. Paksaan telah terjadi apabila perbuatan tersebut dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat atau menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Namun ketakutan karena hormat kepada orang tua atau sanak keluarga lain tanpa disertai kekerasan tidaklah dapat membatalkan suatu perjanjian. Dikaitkan dengan kasus
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
16
maka kedua belah pihak, tidak terpaksa melakukan perjanjian tersebut. nasabah menandatangani dan melakukan perjanjian tersebut disebabkan ia ingin meminimalisir risiko akibat fluktuasi kurs mata uang dolar AS dengan rupiah. Hal ini disebabkan nasabah merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang ekspor-impor dimana pendapatannya dalam dolar AS sedangkan pengeluarannya dalam rupiah. Oleh karena itu, transaksi derivatif penting dilakukan oleh nasabah. 3) Penipuan. Menurut pasal 1328 KUHPerdata, penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan perjanjian, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu-muslihat tersebut. Lebih lanjut, penipuan itu tidak dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Dikaitkan dengan kasus, nasabah mendalilkan bahwa informasi yang diberikan bank keliru dan menyesatkan. Bank pada saat penawaran dan/atau presentasinya hanya memberikan informasi mengenai manfaat dan keuntungan produk derivatif sedangkan risikonya tidak dijelaskan secara terperinci. Padahal dalam segala dokumentasi derivatif yang diberikan kepada nasabah seperti perjanjian induk, lampiran, konfirmasi, term sheet serta risk disclosure statement dijelaskan mengenai risiko-risiko tersebut walaupun semua dokumentasi derivatif tersebut disajikan dalam Bahasa Inggris. Pemberian informasi dan/atau penjelasan mengenai produk bank kepada nasabah merupakan salah satu kewajiban bank yang telah diatur dalam beberapa ketentuan yakni: (i) pasal 4 PBI No. 7/31/PBI/2005, (ii) pasal 4 ayat (1) PBI No.7/6/PBI/2005, (iii) SEBI No. 7/25/DPNP. Terkait dengan pemberian informasi, Bank Indonesia telah membuat pengklasifikasian nasabah dalam PBI Nomor 11/26/PBI/2009. Dikaitkan dengan kasus-kasus di atas maka nasabahnasabah tersebut merupakan nasabah profesional atau eligible tergantung modal dasar perusahaan tersebut atau nasabah sophisticated, karena nasabah dalam kasus merupakan perusahan ekspor-impor yang sudah sering melakukan perjanjianperjanjian perbankan yang sejenis sehingga dianggap telah mengetahui risiko dan memahami konsep trading dari transaksi derivatif. Namun pada prakteknya,
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
17
pengklasifikasian nasabah ini tidak menjadi dasar pembedaan cara pemberian informasi bank kepada nasabahnya. Semua nasabah akan diberikan penjelasan dan informasi selengkapnya mengenai produk derivatif yang ditawarkan walaupun nasabahnya telah sering melakukan perjanjian sejenis. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa perjanjian baku atau perjanjian standar seringkali ditandatangani tanpa dibaca atau diketahui isi keseluruhannya oleh penanda tangan. Namun dengan telah ditandatanganinya perjanjian baku tersebut menimbulkan kepercayaan pada pihak lainnya, bahwa penandatangan betul mengetahui
serta
menghendaki
apa
yang telah
dinyatakannya dengan
ditandatangani aktanya. Dikaitkan dengan kedua kasus di atas, walaupun nasabah seringkali tidak membaca atau mengetahui isi keseluruhan perjanjian namun bank telah memenuhi kewajiban transparansi informasi produknya maka bank tidak dapat dipersalahkan karena hal tersebut. Lebih lanjut, dengan ditandatanganinya suatu perjanjian maka perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. b.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Menurut pasal 1329 KUHPerdata setiap orang pada dasarnya cakap menurut mereka yang memenuhi pasal 1330 KUHPerdata. Jika para pihak adalah Perseroan Terbatas (PT) maka menurut Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas yang berhak mewakili PT adalah Direksi, namun Direksi tersebut dapat memberikan kuasa tertulis kepada pegawainya untuk melaksanakan perbuatan hukum tertentu untuk dan atas nama Perseroan. Pada kedua kasus diatas, perjanjian transaksi derivatif valuta asing memang tidak ditandatangani oleh direksi dari masing – masing Perusahaan. Namun karyawan dari kedua Perusahaan tersebut adalah karyawan yang dalam surat bukti yang dibawa oleh Bank, bisa dibuktikan bahwa mereka mendapatkan kuasa tertulis dari Direksi untuk melakukan perjanjian atas nama Perusahaan. Sehingga dalam kedua kasus maka para pihak cakap mewakili perusahaan masing-masing untuk menandatangani perjanjian transaksi derivatif.
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
18
c.
Suatu Sebab Tertentu
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, prestasi dari perjanjian transaksi derivatif dalam kasus-kasus di atas adalah bahwa nasabah akan menjual dolar ASnya kepada bank, dan bank akan menyetorkan rupiah kepada nasabah dalam jumlah dan harga tertentu (sesuai kesepakatan). Jadi dalam kasus, syarat suatu hal tertentu terpenuhi disebabkan jumlah dan harga dolar AS berikut rupiahnya akan ditentukan sesuai kesepakatan sebelum perjanjian dilaksanakan. d.
Sebab yang halal
Suatu perjanjian harus didasarkan oleh suatu sebab atau tujuan yang halal. Menurut pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan (hukum). Dengan kata lain, batal demi hukum. Lebih lanjut dalam pasal 1337 KUHPerdata menyatakan suatu sebab adalah terlarang jika melanggar undangundang, kesusilaan baik dan ketertiban umum. Dikaitkan dengan kedua kasus di atas, perjanjian transaksi derivatif merupakan perjanjian yang bertujuan untuk melakukan lindung nilai suatu mata uang yang disebabkan karena fluktuasi kurs dalam kegiatan ekonomi dunia. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, lindung nilai ini sangat berguna dalam dunia bisnis khususnya bagi perusahaan eskpor-impor yang mana mempunyai penghasilan dalam dolar AS dan pengeluarannya rupiah untuk meminimalisasi perubahan harga mata uang tersebut akibat fluktuasi kurs. Jika dikaitkan dengan syarat sah perjanjian dalam pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian transaksi derivatif dalam putusan- putusan tersebut seharusnya tidak dibatalkan oleh Majelis Hakim. Hal ini dikarenakan perjanjian transaksi derivatif yang bersangkutan sudah memenuhi syarat sah perjanjian yaitu pasal 1320 KUHPerdata. Dengan demikian perjanjian transaksi derivatif yang bersangkutan sah menurut hukum Indonesia.
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
19
PENUTUP
I. Simpulan Berkaitan dengan pokok permasalahan yang ada dalam skripsi ini berdasarkan pembahasan dan analisa yang dilakukan dalam bab-bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Sebagai suatu perjanjian, penilaian terhadap keabsahan transaksi derivatif bergantung kepada syarat sahnya perjanjian dibuat oleh para pihak terkait sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Keabsahan transaksi derivatif yang penilaiannya didasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata tidak terlepas dari pengaturan perbankan mengenai transaksi derivatif itu sendiri, terutama berkaitan dengan sebab yang halal untuk melihat apakah ada aturan hukum yang dilanggar oleh Bank dalam membuat transaksi derivatif valuta asing. Ketika perjanjian transaksi derivatif valuta asing itu dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak secara sah sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata, maka sebagaimana yang ditentukan oleh pasal 1338 KUHPerdata seharusnya perjanjian transaksi derivatif valuta asing tersebut mengikat kepada kedua belah pihak dan tidak bisa dibatalkan kecuali dengan kondisi yang sudah disepakati para pihak dalam perjanjian tersebut. 2) Sebagai sebuah transaksi yang dinilai memiliki risiko cukup tinggi, transaksi derivatif valuta asing saat ini hanya dapat dilakukan oleh bank dengan tujuan lindung nilai. Kesulitan terjadi ketika krisis global terjadi yang mengakibatkan tujuan transaksi derivatif valuta asing untuk lindung nilai menjadi tidak bisa dicapai kedua belah pihak. Oleh Karena itu merupakan suatu hal yang penting agar adanya perlindungan hukum bagi para pihak yang terkait baik bagi bank maupun nasabah secara adil. Pada umumnya nasabah tidak memiliki pengetahuan dan informasi akan transaksi derivatif yang sama dengan bank, sehingga penjelasan secara menyeluruh kepada nasabah akan risiko dan keuntungan dari transaksi derivatif valuta asing harus dilakukan oleh bank jika ingin terhindar dari
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
20
tuntutan nasabah yang mengalami kerugian di kemudian hari. Prinsip kehati-hatian bank juga harus dilaksanakan sepenuhnya demi terhindarnya kemungkinan timbulnya kerugian baik bagi bank maupun nasabah.
II. Saran Berdasarkan uraian yang telah penulis berikan tentang masalah transaksi derivatif valuta asing, maka menurut penulis terdapat beberapa hal yang kiranya dapat dijadikan saran yaitu: 1) Dalam membuat perjanjian transaksi derivatif valuta asing, bank dan nasabah harus menyadari dan memperhatikan segala hal yang menjadi hak dan kewajiban masing - masing pihak dalam perjanjian tersebut. Bank harus berhati - hati dalam membuat klausula perjanjian yang akan ditawarkan kepada nasabah untuk menghindari risiko dibatalkannya perjanjian tersebut dikemudian hari. Nasabah harus memahami dengan jelas manfaat dan risiko dari transaksi derivatif valuta asing sebelum membuat kontrak dengan bank. 2) Mengingat tujuan dari transaksi derivatif valuta asing untuk melakukan lindung nilai. Para pihak dalam perjanjian transaksi derivatif valuta asing harus memiliki opsi yang setara untuk meminimalisir risiko yang diterima. Hal ini penting untuk menghadapi kemungkinan ekonomi global mengalami kondisi yang ekstrim seperti krisis yang terjadi pada tahun 2008. Dengan adanya opsi untuk meminimalisir risiko, para pihak dapat merasa tetap aman meskipun terjadi kondisi ekstrim, sehingga tujuan lindung nilai dari transaksi derivatif valuta asing tetap dapat terlaksana.
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
21
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku Budiono, Herlien. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2009.
Fuady, Munir. Hukum Kontrak Sebagai Parsial dari Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2001.
Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern: Buku Kedua (Tingkat Advance). Bandung: Citra Aditya Bakti. 2001.
Hull, John. Options, Futures and Other Derivatives (6th edition). New Jersey: Prentice Hall. 2006
Joesoef, Jose, Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing. Jakarta: Salemba Empat. 2008 Ludwig, Mary. Understanding Interest Rate Swaps. New York: McGraw Hill Professional. 1993.
Mamudji, Sri et. al. Metode penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: badan penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Rae, Dian. Transaksi Derivatif dan Masalah Regulasi Ekonomi di Indonesia. Jakarta
Reynolds, Bib. Understanding Derivatives. London: Pitman Publishing. 1995
Siahaan, Hinsa. Seluk Beluk Perdagangan Instrumen Derivatif Dari Perspektif Lindung Nilai dan Spekulasi. Jakarta: Elex Media Komputindo 2008.
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
22
Siahaan, Hinsa. Seluk Beluk Perdagangan Instrumen Derivatif Opsi Saham Call dan Put, Rights, Warrants, Convertible Bonds, Swap Tingkat Bunga, Indeks, dan Swap Valuta Asing. cet. , Jakarta: Gramedia Jakarta. 2008 Soebekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa. 2002.
Zhang, Peter. Barrings Bankruptcy and Financial Derivatives. Singapore: World Scientific Publishing. 1995.
II. Jurnal, Artikel, Majalah
Armand, Arie dan Tony Budidjaja.Anatomi Kontrak dan Peta Sengketa Transaksi Derivatif Perbankan: Pandangan Bank Indonesia Praktisi Hukum, dan Praktisi Perbankan. (Makalah disampaikan pada Seminar Hukumonline Peradi Hitam Putih Transaksi Derivatif: Anatomi Kontrak dan Peta Sengketa, Jakarta, 12 Agustus 2009).
Low, Jacqualine. Derivatif Transactions and ISDA Documentation Architecture. (Makalah disampaikan pada Seminar Hukumonline - Peradi Hitam Putih Transaksi Derivatif: Anatomi Kontrak dan Peta Sengketa, Jakarta, 12 Agustus 2009)
Markham, Jerry. Confederate Bonds, General Clisted, and the Regulation of Derivative Financial Instruments, Seton Hall Law Review. Volume 25. No 1. 1994.
Miller, Merton. Do We Really need More Regulation of Financial Derivatives?. Pacific-Basin Finance Journal. Volume 3. 1995.
Dermawan, P.D.D. Transaksi Swap dan Derivatif Bentuk perjanjian dan Keabsahannya. Jurnal Hukum Bisnis Vlume 9. 1999.
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
23
III. Internet Hitam-Putih Transaksi Derivatif: Anatomi Kontrak dan Peta Sengketa, , Diakses tanggal 14 September 2012
Skandal di Balik Kontrak Derivatif, , Diakses tanggal 14 September 2012
IV. Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Lembaran Negara No. 182 Tahun 1998. Tambahan Lembaran Negara No. 3790
Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, lembaran Negara No. 109 Tahun 2009. Tambahan lembaran Negara No. 5305.
Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
Peraturan Bank Indonesia No. 7/31/PBI/2005 tertanggal 13 September 2005 Tentang Transaksi Derivatif
Peraturan Bank Indonesia No.10/28/PBI/2008 Tentang Pembelian Valuta Asing Terhadap Rupiah Kepada Bank
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/38/PBI/2008 Tentang Perubahan atas PBI No.7/31/PBI/2005 Tentang Transaksi Derivatif
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013
24
Peraturan Bank Indonesia No. 11/26/PBI/2009Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Melaksanakan Kegiatan Bank Umum.
Peraturan Bank Indonesia No. 11/14/PBI/2009Tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No. 10/37/PBI/2008 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/16/PBI/2010 Tentang Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
Surat Edaran Bank Indonesia No.10/42/DPDTentang Pembelian Valuta Asing Terhadap Rupiah Kepada Bank
Surat Edaran Bank Indonesia No.10/48/DPDTentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
Universitas Indonesia
Tinjauan hukum..., Rangga sujud Widigda, FH-UI, 2013