TINJAUAN fUSTAKA Mnisihhnsep &laparan Meningkatnya perhatian terhadap kelaparan dimulai pada tahun 1960-an,
ketika salah satu stasiun televisi rnenayangh "Hunger in America", yang memberi gambaran kernwanan pangan dan kelaparan merupakan problem yang sedang dialami di Amenka, dan rnenyimpulkan bahwa kerawanan pangan dan
kelaparm dapat terjd di negara-negm dengan ketersehaan p g a n berlimpah. Pada tahun 1969 diadakan White Home Conference on Fbod, Nutrition and Health yang diikuti oleh berbagai kalangan baik itu ilmuan maupun pembuat
kebijakan, maghasilkan rekomendasi bahwa kernwanan pangan dan kelaparan harus dihapuskan. Pada tahun 1977 pertma kdi pertanyaan ketahanan p g a n dimasukkan dalarn Food Consumption Sumq yang diadakan oleh the United State Departement of Agriczrlterre (USDA). Kemuhan pa& t&un 1980 pertanyam
ketahanan pangan diikutkan juga preda survei the National health and Nutrition Examination yang diadakan oleh Departement of Health and Human Services
(DHHS). Pa& tahun 1984 the President's Task Force on F d Assistence
mengatakan hhwa kelaparan tidak dam diterirna di Amerika Serikat clan harm segera Ihapuskan, hanya saat itu belum tersedla informasi mengenai besaran dm
kelaparan di negara tersebut. Se-
timbul saat itu k e b u h h membuat ukuran
ketaparan clan ketahanan pangan. Pada tahun 19% pemimpin-pemimpin dunia membuat deklarasi dalam rnenangani m d a h kelaparan pada saat woldfood Summit pada tahun 1996, yang
lebih dikenal dengan sebutan Rum Declaration s e w berikut: "we pledge
our
political will and our common and national commitment to achieving food semriv for all and to an ongoing efort to eradicate hunger in all cotmtries, with
an immediate view to reducing the number of undernourishedpeople to haytheir
present level no later than 2015' (FA0 2002).
Namun k a n a kurangnya kemauan politik dari berbagai negara, maka setelah dievalusi &lam Iirna tahun, penunrnan jumlah penderita kelaparan tidak sesuai yang ditargetkan yaitu hanya 6 juta pertahun dari 20 sampai 23 juta orang
pertahun agar tervapai p e n m a n setengah jumlah penderita kelapam sampai
& n p tahun 20 15 (Windf'uhr 200 1, W i l d 2001). Oleh karena itu diadakan kembali World Food Summit: fwe year lder (WFS:fyl) pada tsthun 200 1 dengan
maksud mempertegas komitmen d i a dalam menurunkan kehparan. Pemerintah Indonesia sendiri, rnulai menaruh perhatian khusus terhadap
kclaparan pada awd tahun 2000-an, setelab mengrkuti United
pe-
Nations Millenium Summit pada bdan September 2000 dan memberih kembali
komitmennya terhadap dunia pada World F d Summit: frve year later (WFS:fyI)
tahun 2001 yaitu akan menurunkan separuh jumlah penderita kelaparan di Indonesia sampai dengan tahun 20 15. Sejak saat itu pernerintah Indonesia mulai
memperdebatkan konsep dm ukuran atau batasan yang tegas tenterng kelaparan, serta mulai mengadakm pertemuan-pertemuan dm 10a-
daIam rangka
mengembmgkan konsep dan ukuran kelaparan yang akan digunakan &lam perenamam, implementasi, monitoring d m e d u s i program penanggubgan
kelaparan. Sementara ini pemerintah Indonesia masih rnempertimbangkam indikator
yang digunakan dalam eight Milleniaun Development Goals (MDGs), yang secara komprehensip ingin rnem-ki
kondisi manusia sarnpai dengan tahun 20 1 5.
Delapan tujm yang tercantum ddam MDGs mengarah pada pencapaim target penurunan kemiskinan, kelaparan, penyakit, buta hump, perusakan lingkungan,
kematian anak dm diskriminasi terhadap wanita serta perbaikm kesehatan ibu . - (
Adapun salah satu tujuan dm kedelapan tujuan
MDGs yang berhubungan dengan kelaparan adalah tujuan pertama yaitu memberantas kemiskinan clan kelaparan dengan target yang harus dicapai samperi
dengan 2015 ada1ah: menurunnya setengah jumlah penduduk miskin dengan penclaptan dibawah satu dolar per hari, dan menurunnya setengah jumlah
penderita kelaparan. Namun sayangnya dalam artikel MDGs yang a h , tidak dicantumkan mengenai definisi kelaparan yang digunakan, hanya ada indikator-
indikator yang digunakan sebagai ukuran penurunan kelaparan yaitu prevalensi underweight anak Wita dan propmi penduduk dengan konsumsi energi dibawah
level minimum (<70% kecukupn). Dalam SCN (2001) disebutkan bahwa yang dlmaksud dengan kecupupan energi addah s e j d a h energi yang dibutuhkan
untuk pemelifiaraan ukuran tubuh, komposisi tubuh, kegiatan fisik, dm
mempertahankan kesehatan, termasuk juga energi yang dibuhdhn untuk pertumbuhan d m perkembangan anak yang optimal, kehamilan dan menyusui.
Bila kita menyimak a d sejarslb pengukuran kelapman yaitu paQa tahun 1980 di Arnerika Serikat, prevalensi kelaparan diukur secara tidak langsung
melalui perhihmgan persentase mnahtangga miskin atau runahtmgga yang mendapatkan bantuan pangan dari pemerintah. Seiring dengan bejalannnya wakty General Accounting Ofice (1986) menghtik m e w tersebut k a n a tidak mengukur kelaparan secara langsung. Sejak saat itdah banyak peneliti
memikirkan metode pengukuran kelapran yang lebih tepat namun mudah
d i I a k h a n dilapangan.. Pada tahun 1989, L a h t mengajukan konsep atau definisi kelaparan yaitu "suatu kondisi hasil dari bang119 konsumsi pangan krontk, yang disebabkan
oleh ketidakmampuan mendaptkm pangan yang cukup". FA0 (2003, 1990, 1996) melihat bahwa konsep kelaparan debt dengan ketahanan pangan, oleh
h e n . iru FA0 mendefinisikan tentang Icelaparan se@i
"'ketidaknmnpuan
memenuhl kebutuhan energi (secara rata-rata sepanjang tahun) untuk mernpertahankan aktifitas yang pduktif drtn m e m p e m berat badan sehat". Kelaparan juga &pat didefinisikan sebagai "kuang pangan wood deprivation) dan kurang gizi (Ultdemotrrishment)" (Mason 2003), atau "perasaan
tak tenang atau gelisah yang disebabkan oleh kuangnya akses terhadap pangan" (Kennedy 2003). Belajar dari berbagai konsep yang sudah ada, melalui pertemuan dan
lokakarya rnengenai ukuran dan indikator kelaparan, para paka~mengusulkan definisi/pengertian kelaparan untuk dipakai di Indonesia yaitu "kelaparan
mempahn kondlsi seseorang yang tidak rnampu memenuhi kebutuhan pangan dalarn jangka waktu tertentu karena keterbatasan ketersediaan pangan dan
ketidakmampuan ekonomi". Dalarn pengertian ini, kelaparan yang terjadi karena berpuasa, diet, rnenderita penyakit tidak termasuk &lam batasan ini. Kelapmn
yang dirnaksud adalah adanya rasa lapar h n a keinginan untuk mengkonsumsi mskanan pokok, bukan rasa lapar karena adanya keinginan mengkonsurnsi
makanan kecil.
Konsep kelaparan di atas kemudian digoduk lagi dalam pertemuan para @car sehingga konsep kelapam lebih operasional yaitu "ketidalrmampuan
seseorang memenuhi kebutuhan pangan minimal untuk hidup sehat, cerdas dan
produktif, selarna dua bulan berturut-tumt karena madah daya bell danlatau ketersediaan pangan serta nilai-nilai masyarakat". Secara operasiond kelapam
rnerupakm "ketidakmampuan -rang
memenuhi 70% kebutuban energi yang
disertm penurunan berat badam karena masalah daya beli M a t a u ketersediaan pan@"'
Kclapam yang dimaksud adalah kelaparan kronis, dimam seorang
individu dikatakan lapar apabila dalam dua bulan bermrut-turut konsumsi energinya kurang dari 70% kebutuhan yang mengakibatkan terjadbya penurunan
berat badan. Perhmbangan konsumsi energi < 70% d
i
b sebagai Cur of point
addah karena menurut FAO/WHO/UMl (1985) d m NRC (1989) hhwa seseorang akan mengalami defisit energi berat apabiIa konsumsinya hanya cukup untuk metatmlisme basal (EMB) yaitu kebu*
energi dalm keadaan istirahat.
Menurut FAOIWHO/UNU (1 985) dan NRC ( 1989) EMB
=
h g k a kecukup
Energii (ME): 1 -5 atau sekitar 67% kecukupan energi yang dianjurkan. Adanya prbedaan yang banyak dalam jangka waktu lama antara jumlah
mgi yang dikonsumsi dan yang digunakan a h menyebabh perubahrtn berat badan temtama dalam bentuk lemak tubuh (Linder 1996; Tortora 1990; Keys et al 1950). Dua bulan dipakru s e w ukuran wakiu untuk pengukuan kelaparan,
karena diasumsikan apabila seorang dewasa tingkat kecukupan energinya < 70% dalam jangka waktu dua bulan, individu dewasa tersebut akan men@ami hiisit energ sebanyak 37 800 kalori atau analog dengan penurunan berat badan sebesar tiga sampai dengan Iima kg ( d e w mengetahui Irandungan energi dm
t kg
trigliserida yaitu 9000 kkal). Penunrnan berat badan sekitar 3-5 kg dapat dirasakan langsung oleh individu yang bersangkutan. Hal ini &an mempermudah
pengukuran kelaparan kualitatif, sehingga apabila individu ditanya kondisi kelapamn yang dialaminya dengan pdekatan ukurztn kuditatif, dimana saIah satu pertanyaamya adalah menanyakan ada tidaknya perubah. penurunan berat
badan karena h
g makan, maka responden dapat menjawab dengan benar,
karena dirasakan perbedaanya, walaupun pertanyaan tersebut hanya dengan pendekatan apakah baju atau ceIm yang dipakai semakin longgar (Hdimyah 2002).
Dalam periode selanjutnya penunlnan berat badan a h semakin kecil
persatuan wakhr atau bahkan tidak terjadi penurunan berat badan karena tubuh
sudah lebih beradaptasi untuk keseimbangan energ. Men-
Soekimzan dkk
(1992) bahwa orang yang konsumsi tenrtama energi terbatas maka tubuh akan
mengambil k e h g n energi dm simpanan energi tubuh. Tapi bila ha1 ini berhgsung lama maka tubuh a h melakukm adaptasi terhadap rendahnya
intake energi tersebut dengan melakukan sedikit aktifitas atau mengurangi
aktifitasnya untuk memeliham keseimbmgan. Konsep dari keseimhgan enrgi (energy Balance) ini sederhana. Keseimbangan energ analog dengan bank mount
pada masyarakat industri, yaitu apabila pemukan uang kurang, maka agar ti&
m e tabungan. individu akan rnengurangi pengeluarannya agar v u k a n dm p e n g e l m uang seimbang. Pentinpya analog ini addah bahwa manusia
akan membuat suatu keputusan rasional mtuk pengeluaran energi seperti juga membuat keputusan untuk pengeluaran uang. Dengan demikian sadar atau tidak
sadar mereka akan memutuskan untuk melakukan sedikit aktifitas dalam melakukan pekerjaan, &an sedikit bermain dengan a n a k d y a , mengurangi
kegiatan sosial dengan rnasyarakat dm akan m e l a k u h banyak istirahat s e r h tidur lebih lama. Individu ini berada dalam k d a m keseimbangan energ namun
d a h status divrihi energi (state of energy deprivation)atau kelapamn, sehmgga keseimbangan seperti ini tidak dapat digunakan sebagai indikator kecukupan energi. Kelaparan selalu berkaitan langsung dengan kekurangan pangan yang parah yang berdampak pada status gizi penderitanya, namun sebenarnya secm
ilmiah ada dua jenis lielaparan, yaitu kelapmn kentam dm kelaparam ti& kentara
(hi&en
hunger).
Kelaparan
kentara
didefinisikan
sebagai
ketidakmampuan seseorang memenuhi kebutuhan pangan untuk hidup seht, ctrdas dm produktif karena masahh daya beli dan a&u ketersdaan pangan, sedangkan kelaparan tidak kentara lebih diasosiasikan pada kekurangan konsumsi zat gizi makro, Secara anthropmetrik pengukuan kelaparan kentara bisa dilihat,
namun kelaparan tidak kerrtara sdit untuk dilihat dengm ukuran anthropornetri, tetapi dapt disimpulkan meldui penilaian status gizi secara biokimia atau
pmeriksaan klinis. Mengingat dari segi pengukuran kelaparm kentara relatif lebih mudah diukur, maka yang dirnaksud dengan kelaparan adalah kelaparan kentan (Marhanto 2002). Carlson, Andrews and Bickel (1999) mengemukakm bahw dstlam
keadaan k e h g a n p g a n atau pada suatu situasi di maria seseorang ti&
bisa
memperoleh cukup pangan, maka kelaparm bisa terjadi, sekdipun kekumgan
&lam jangka panjang tetapi cukup menjadikan
pangan tersebut ti&
pwmasalahan kesehatan dan penurunan berat badan. Dalam hal ini Carlson,
Andrews and Bickel ingn rnenegaskan bahwa seseorang dapat drkatakan
kelaparm meskipun tidak menunjukkan ada gejaia klinis dari Icelotparan itu
sendiri. Carlson, Andrew and Bickel memandang kelaparan dari pandangan sosial, menunrtnya kelaparan sudah t e r j d pada saat: 1) seorang a d yang tidur
dalm keadaan lapar karena orang tuanya tidak mampu menyediakan pangan; 2) orang tua khususnya ibu tidak makan agar anggota nrmahtangga lainnya bisa
makan; 3 ) seorang tunawisrna yang tergantung pads pemberim dema atau yang krpaksa merninta-minta untuk mendapatkan makanan; atau 4) orang yang tidak
makan dengan baik agar supaya mereka dapat menabung untuk membayar sewa
dan lainnya. Orang tersebut mengalami f &
deprivation yang secara klinis
mungkin tidak menunj&an malnutrition atau gizi kuranghuruk, tetapi mereka
dalam keadaan kelapslran s e w disebut j u g kelapamn tak kerrtara atau hidden hunger. Hal ini sesuat dengan pendapatan Soekirman dkk (1992), bahwa
kelaparan &pat wadi meskipun secara klinis ti&
terlihat bestatus gizi h g .
Pengukumn Kehparan
Secara mum pengukuran &pat
diartikan sebagai pemberian nilai
terhad. aspek, obyek atau kejadian meldui ahuan yang teIah ditentukan (Singahbun
clan
EKmdi
1985).
Pengukuratl penting karena
&pat
rnenghubungkan konsepkonsep penelitian yang abstrak dengan realitas. K e l a p m meruflakan
suatu
h l yang abstrak
yang tidak dapat diukur
secara
langsung. Oleh karena itu p r l u suatu ukuran yang &pat mengkonkntkan
kelaparan sehingga &pat hukur secara Iangsung. T u j m dari pengukuan adalah Menurut Singarimbun dan Effendi (1 985), proses pengukuran merupkan
mgkaian dari empat aktifitas pokok yaitu: I) penentuan dimensi variabel penelitian, 2) perurnusan ukuran untuk masing-masing Qmensi, 3) penentuan tingkat ukuran ymg akan digunakan dalam pengukuran, 4) menguji tingkat
validitas dan reliabilitas dari alat dm.Adapun *pan
pengukum
kelaparan &pat dilihat pa& Gambar dibawah ini.
4
Formulasi Definisi konsep
*k
ForrnuIasi Defi isi Operasional
Perurnusan Tingkat Ukuran
+
Uji Coba Kuesioner
4
Uji Validitas dm Reabilitas
4
Ukurztn
Gambar 1 Tahapan Perurnusan Ukuran Kelaparan Kelaparan merupakan suatu ha1 yang abstrak, sehingga dalam pengukuran kelaparan langkah awal adalah menentukan dimensi dari kelaparan itu sendiri. Sernakin banyak dirnensi yang kita ukur, maka akan semakin mendekati ukuran dari kelaparan iiu sendiri. Mason (2003) mengem*
bahwa ada 4 dimensi
pengukuran kelaparm yaitu: 1) efek terhadap kesehatan: dengan melihat fisik dari
malnutrisi yang ditunjukkan oleh wasting ( B B m yang rendah), underweight (BBLJ yang rendah), dan stunting (TBN yang rendah), 2) penderitaan (sflering):
ti@
nyaman dan stress karena kumg p a n m kekhawatiran a d tidak tercukupi
pangannya, 3) p b a h a n prilaku (behmiour), short-term survivaYrnekanisme coping, dan 4) Dam*
ekonomi: penurunan pmduktifitas karena kurangnya
energi yang tersedia untuk bekerja. Selanjutnya adahh membuat konseptualiwi dari kelaparan dengan
memasukan dimensi yang sudah ditenhhn. Konseptualisasi ini merupakrtn proses penetapan apa ymg dimaksud dengan suatu terminologi. Hal Itu
melibatkan suatu teori abstrak dan rnenterjemahkannya ke &lam hipotesis yang clapat diuji dan menyestalcan unsur-unsur s p i f i k . KollseptuaIisasi adalah uniuk menjawab pertanyaan "Apa yang dimaksud dengan X?".
Langkah selanjutnya adalah rnembuat operasiodisasi dari konsep yang sudah dibuat. Operasionalisasi yang Zebih dikenal dengstn definisi operasional dimaksudkm untuk menjawab perhyan "Bagamam X tersebut diukur?" atau
merupakan petunjuk tentang bagamana suatu variabel diukur. Lebih kumplit definisi operasiod, maka pengukumn variabel akan lebih tepat, a h mengumngi
kesalahan pengukuran. Apabila definisi operasional telah dibuat, rnaka hta tentukm tingkat
ukuran yang zlkan dbuat. Ada ernpat tingkat ukuran yaitu nominal (mgka yang diberikan sekdar label, tidak rnenunjukkan kedudukzln seperti jenis kelmin), ordinal (mengurutkan responden dari tingkatan paling rendah ke tingkat paling tinggi menumt suatu atribut tertentu), interval (ti&
sernata-mata mengunrtkan
orang a&u obyek, tetpi mernberikan informasi tentang interval) dan rasio (selain
rnemberikan informasi unrtan, interval juga memberikan i n f o m i nilai absolutnya) (Luft 2004 dan Effendi 1985). Tingkat ukuran yang dibuat terptung pada tujuan pengukuran yang akan dibuat.
Suatu ukuran belum sah apabila belum diuji reliabilitas dan validitas. Reliabilitas atau keandalan rnerupakan konsistemi (keajegan) dari suatu intnunent atau alat ukur dalam mengukur pada suatu subyek yang sama, dengan cara yang sama juga dalam kondisi yang sarna. Suatu alat ukur yang reliabel menghasilkan
hasil ukuran yang konsisten bai k stabilitasnya (konsistensi pengukuran oleh seorang p e w a t ) maupun kesarnaannya (konsistensi mtara pngdmm seorang pengamat dengan hasil ukuran pengamat Iainnya pada obyek yang sama).
Reliabilitas merupakan suaru prasyarat untuk penguhm validitas. Tidak ada instrument yang valid tanpa realibilitas. dengan demihm clapat diperoleh suatu
ukuran yang valid dan reliabel, atau hanya reliabel, atau t i d d keduanya. Validitas (kesahihm) &lam pengertian m u m mengacu pada kepada
persodan pengukuran yang benar rnelalui instrument yang benar, atau sejauh rnana suatu alat ukur rnengukur apa yang seharusnya diukur, sesuai dengan yang dimaksud peneliti (Patten 2002). Ada empat dimensi validitas pengukuran yaitu
1 )validitas muka Uace validity), 2) validitas isi (content validiy), 3) validitas
standar (criterion validity) clan 4) validitas konstmk (constmct validify).
Validitas muka kesahihan yang mempersoalkan kernamp-
m&l
pertanyam dalam suatu alat ukur (kuesioner) untuk merefleksiksn variabel yang
hendak diukur, clan untuk dapat ditafsirkan oleh responden dengan benar. Validitas isi menyangkut penetapan prtanyaan yang representatif
berkenaan dengan apa yang seharusnya diukur atau seberapa baik suatu ukuran
mewakili konsep dari hal yang diukur (domoin of interest). Deqm kata lain validitas isi merupakan kesahihan yang mempersoalkm kernampun alat ukur meliput semua subatansi variabel yang hendak diukur. Validitas isi mengandung
dua aspek yaitu I ) berisikan unsur-unsur yang termasuk dalam domain, dan 2) tidak mengandung unsur-unsur dan Iuar domain (Aneshensel2004). Suatu ukuran disebut sakih apabila isi dari suatu u
h dianggap mewakili isi d m yang diukur
(Patten 2002). Validitas isi seperti suatu mmg yang berisi konsep dm gagasam Validitas standar (criterion validity) merupakan kesahihan yang mempersmlkan akmsi dat ukur yang baru, relatif dibandrngkan dengan aIat ukur standar (benchmark). Alat ukur yang baru dikatakan memiliki validitas standar
apabila rnempunyai korelasi yang kuat dengan alat ukur stanch atau bila mempunyai nilai spesifitas clan sensitivitas yang tinggi. Berdasarkan waktu
melakukan penilaiam validitas, maka diditas s t a n c h dibag~h a jenis yaitu
validitas sewaktu (Concurrent vulidifyl dm validitas pdik-tif (Predictive vulidiry). Cornwent validity rneru-
kesahihan mgukuran suatu alat ukur
ketika dibandingkan dengan alat ukur standar pada saat ini atau pada saat yang bemamaan.. Sedangkan Predictive validity merupakm kesahih penguhan suatu alat ukur ketika dibandinglcan dengan dat ukur lain yang standar pads
akan datang. Maksudnya h i 1 dari ban sekarang akan berhubungan positif dengan hasil ukuran yang akan dlakukan pda beberap waktu yang
waktu k e d e p pada sunyek yang sam. Dengan demikian ukurm yang s e k m g digunakan dapat meramallcan atau memprediksi hasil yang arkan datang.
Validitas konstrak merupkan kesahihan yang m e m p e d h relevansi pengukuran suatu alat ukur terhadap konteks teori yang berlaku. Pengukuran suatu alat ukur mempunyai validitas konstrak yang tmgg~ jika memputlyai korelasi yang
kuat dengan konteks teori yang berlaku, baik secara valditas konvergen maupun validitas diskriminan. Berdasarkan hasil
dari internotional
ScientrJic S ~ s i u m on
Measurement mrd Assessment of food Devrivation and Undernutrition, yang
diadakan pala bulan juni 2 0 2 di Roma, ada 5 metoda yang lazim digunakan untuk mengukur kerawarm pangan dan kehparan yaitu: 1) metode FAO, mengukur kurang pangan dengan memadukan informasi dari neraca bahan
rnakanan (NBM) dengan survei pendapatan dan pengeluaran rumahtangga, 2) pengukuran kerawanan pangan melalui survey penclapatan dm pengeluaran rumahtangga, 3) pngukuran kecukupan energi rnelalui survei asupan pangan
individu (dietary intake), 4) mengukur efek fisik pada pertumbuhanl status gizi balita (mthropmetri), clan 5 ) rnengukur persepsi kelapam dan respon perubahan
perilaku (metode kualitatif). Masing-masing metde mempunyai perbedaan dsrlam penerapan dan keuntungan komparatif dalam penggmaamya apakah untuk advokasi, analisis kebijakan dan keputusan, sem pelitian. Kesesuaian kelima metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 (Jahari 2002).
Metode FA0 adalah menghitung suplai energ perkapita yang &pat digunakan untuk konsumsi (Betary Energi Supply per capita/DES) yang ditunrnkan dan NBM dan kemudian dihubungkan dengan konsumsi pangan penduduk yang dilihat dari m e i pendapatan atau pngeluaran nrmahtangga.
Metode survei pendapatan atau pengeluaran rumahtangga dapat digunakan untuk mengestimasi jumlah penderita kelaparan. Melalui survei ini kita dapat
menatung rata-rata konsumsi energ, karena dalam swei pengeluaran mponden ditanya rnengenai pengeluaran mtuk pangan Mam waktu m n t u seperti seminggu yang
M u . Dengan demikian hta dapat menghltung proprsi
rumahtangga yang konsumsi energnya dibawah level minimum.
Metode yang ke-tiga adalah sutvei pengukuran konsumsi pangan aktual pada tingkat individu, biasanya dilakukan melalui recall 24 jam yang lalu.
Kemudian dihitung tingkat konsumsinya dengan membandingkan kandungan
energi dari konsumsi aktual dengan kecukupan energi yang dianjurkann. Survei ini jarang dilakukan karena biayanya mahal dm mernbutuhkan sumberdaya
manusia yang terlatih
Tabel 1. Beberapa Ukuran KeIaparan dan Kesesuaian PenggunaaMya
METODE 1. FAODES
3. Survei Konsumsi makanan individu 4. Anthropometi
5. Metode Kualitatif
Kesesuaian untuk d i s i s
Hanp merefleksh perubahm Dietary Energy Supply (DES) ;metode ini untuk level negadtahun Memilild kesesutiian yang ptensial tmtama bila ada survei berulaug ddam skda besar yang serupa (comparable) Survei berulang yang serupa dalam skala besar sangat jarang,sangat maha1 Sesuai clan digunakan secara luas untuk menilai "trends", tetapi ti& hanya mengukur ketahan pangan
Dimensi kelaparan yang diukur Asupan energi dengan rata-rata kecukupsn di iingkat ppulasi Asupan energi dengan kecukupan tingkat RT; aspek ekonomi Asupan energ, &pat digunakan untuk menilai
tingkat kecukup konsumsi Beberapa p e r u b pada aspek kesehatam sering berkaitan dengan -*s
makanan Mungkm sangat sesuai mtuk Dipnganh oleh keperluan &lam negri, tetapi perilaku, aktivitas prbandingan antar negara ekonomi, yang datanya perlu kaja keras &pat dikurnpulkan
Alternatif lain dalam pengukuran kerawanan pangan dan kelaparan adalah
meIalui pengukuran status gizi kurang (underweight, wasting atau stunted), melalui anthopometri. Dari data tersebut dapat diestimasi proporsi penduduk yang Metode ke-lima adalah metode pengukuran kerawanafi W g a dan
keIaprm secara kualitatif. Pengukuran ini mempakan penilaian din akan kondisi kelaparan yang dialaminya. Kelirna metode tersebut saling mengisi, karena masing-masing metde pada NBM biamnya tidak seakurat perhitungan untuk padi-padian,2) pengukuran
rumah, 3) tingkat kegiatan individu mtuk menghitung kebutuhan energi pada
umumnya tidak diketahui, dan 4) pengukuraa urnur pada masyarakat tradisiond, kadang tidak tepat.
Kelaparan berhubungan erat dengan ketahanan pangan yang mengarah
pada "akses semua individu, setiap saat untuk mendapatkan pangadgizi yang cukup dan aman agar dapat hidup aktif dm sehat". Definisi kelaparan itu sendiri
menurut FA0 (2003) adalah " ketidakmampuan memenuhi kebutuhan energi
(secara rata-rata sepmjang tahun) mtuk hidup sehat, produktif dan bemt badan seht". Sehingga bebetapa kunci pengukuran dari
memkonsep ini sama
Pengukuran Kelaparan Kuantitatif (@anfr'rdw Measuremelot)
metude dan ukwan untuk meniiai
Smith (2003) mengem-
kekurangan pangan pada tingkat rumahtangga maupun individu, melalui 4 jenis
keadaan, yang dapat diukur baik secara kuantitatif maupun kualitaiif Keadaan tersebut
adalah:
1)
ketidakcukupan energi
nunahhgga,
2)
tingkat
ketidakcukupan energi, 3 ) kanekaragmm makanan (dietary diversiw), dm 4) persen pengeluaran untuk m&anan (%foad expenditure). Ketidakcukupan energi rumabtangga diukur dengan membandingkan
ketersediaan energi di rurnahtangga dengan k e c u k u p energi yang seharusnya untuk setiap anggota di rumahtangga tersebut yang didasarkan pada komposisi umur dan jenis kelamin. P& yaitu cukup
=
1
analisis ini mmhtangga dadisis secm d m
dan tidak cukup
=
0. Tingkat ketidakcukupan energi
menunjukkan keparahan defisit energi yang ditunjukkan oleh defisit jumlah kalori pada suatu mmhtangga dibawah energi yang dianjurkan. Keragaman
mskanan rnenunjukkan kemampuan menyediakan makanan bag mmahtmgga
sem kualitas dari konsumsi makanan mmahtangga maupun individu. Menurut Jahari (2002) makanan yang beragam berkaitan dengin sejumIah keluaran yang
membaik di suatu wilayrth, seperti berat badan lahir dan status anthropometri a&
Persen pengeluaran untuk rnakanan menunjukkan nunahtangga yang
rawan (vulnerable) jika permtase pengel-
untuk mztkanan dan total
penciapatan setmar 70 % atau lebih. Sdangkan pada keluarga berpendapatan tinggi, proporsi pengeluaran pangan tidak lebih dari 30 % pendapatan, dan
keluarg menengah prsen pgeluaran d pangan sekitar 30-70% (den Hartog, van Staveren dan Broower 1995 dan Behrmm 1995).
FA0 (2002) rnernakai 4 jenis kondisi yang hampir sams untuk menilai
kelaparan baik pada tingkat rumahtangga maupun hdividu yaitu; 1) Ketersediaan pangan (Dietmy Energy Supply), 22) Konsumsi Energi, 3) Status Gizi Secara
anthropometri dm 4) f m pengelman untuk makanan (% Food Expenditure). Pengukuran Kelaparaa Kualitatif ( Q d i t d w Memwement)
Pengdman kuditatif kelapan pala hakekatnya men*
persepsi
kelaparm dari individu atau rumahtangga yang mengalami kelaparan. Pengukuran kualitatif ini bertujuan untuk mengembangkan pen-
standar
pengdman kelapztran yang lebih sederhana. Meshpun pengukuran ini hlakukan
secara Mitatif, tetapi tidak subyektif, karena pengukuran ini dikorelasikan dengan pengukuran kelaparan lainnya yang bersifat kuantitatif. Pada kenya-ya mulai
pengukuran Mitatif ini yang sudah dilaksanakan di Amerika dari tahun 1995, sangat bemanfaat bagi kepentingan advokasi, analisis
kebijakan dan penelitian (Mason 2003). Peneliti di Amerika Serikat mempakan pelopor pengembangan ukuran
kelaparan dan skala ketahanan pangan kualitatif (Radimer et a1 1 992). Kemudian
ukuran kelaparan kualitatif ini dikembangkan di berbagai negara. Ukuran kualitatif kelaparan di beberap negara berkda-beds disesuaikan dengan budaya
dm kebiasaan setempat. Sebagai contoh ukuran kelaparan k d i t a t i f di Amerika Serikat ( 1 8 pertanyaan) berbeda dengan ukuran kelaparan kualitatif di Venezuela (12 pertanyaan) (Lore-
and Smjur 1999).
Di Amerika Serikat pertanyam-pertanyam yang diajukan diadopsi dengan modifikasi dari kuesioner US Nutzonal Qualitntive Memure of Food Security and Hunger Moduie (Fronggilo 1999; Kennedy 2003). Kueioner ini terdiri dari 18 permyaan, disusun berdasarkan kernampuan rumahtangga dalam memenuhi
kebutuhan pangan anggotanya seam k e s e l u m h yang dialarni selama selama satu tahun terakhir. Adapun ke 1 8 pertanyaan tersebut adalah sebagai beri kut :
I. Saya khawatir apakah makanan s a p akan habis sebelum saya punya uang untuk membeli la@? 2. Makanan yang saya beli ti&
cukup dm s a p tidak punya uang untuk
membelinya lagi? 3. Saya tidak mampu untuk rnakan-makanan yang seimbang?
4. Saya bergantung pada beberapa jenis mstkanan yang munth untuk anak-
anak saya kareaa saya tidak punya w g untuk rnemkli makanan? 5 . Saya tidak &pat memberikan makanan seimbang untuk anak-anak saya
karena saya tidak dapat membelinya? 6. A d - a n a k s a p tidak memperoleh makanan yang cukup karena saya
tidak marnpu membelinya? 7. Dalam I2 bulan terakhir dari bulan ini apakah anda pernah mengurangi makman karena ti& ada cukup uang untuk membelinya? 8. Berapa sering ha1 tersebut terjd : hampir setiap bulan, hanya beberapa
bulan tetapi tidaksetiap bulm, atail hanya t sampi 2 bdan? 9. Dalam 12 bulan terakhir apakah an&
pernah makan lebih sedilut dari
yang seharusnya anda makan karma tidak punya cukup uang untuk
membeli makanan? 10. Dalam 12 bulan te&r
aperkah anda pemah merasa Lapar tetapi tidak
makan karena tidak mampu mernbeli cukup makanan?
1 1. Dalam 12 bdan terakhir apa berat badan an& turun karena tidak punya
cukup uang untuk membeli mdcanan? Jika sernua pertanyaan berikut tidak mau dijawa-
maka wawancara
diberhentikan (SELESAI) 12. Dalam 12 bulan terakhir, apakah anda pernah tidak makan sqmjang hari
karena ti& punya cukup uang untuk membeli m a k . ? 13. (Jika ya), berapa sering ha1 ini terjadi: hampir setiap bulan, beberapa
bulan tetapi tidak setiap bulan, atau h y a 1 sampai 2 bulan? Jika ada berusia dibawah 1 8 trtfiun tanyakan pertanyan beri kut, jika tidak ada
maka wawancam diberhentikan (SELESM) 14.Dalam 12 bulan terakhir dari bulan ini ,apakah anda p e d mengurangi
makanan anak-anak an&
karem tidak punya
cukup uang untuk
membelinya? 15.Dalam 12 Buletn terakhir apolkah ( m a rutak) pernah tidak makan karena
tidak punya cukup uang mtuk rnembeli rnakmm? 16.(Jika ya), berapa sering ha1 tersebut terjadi: hampir setiap bulan, beberapa
bulan tetapi tidak setiap bulan, atau hanya I sampai 2 bulan?
I7.Dalam 12 bulan terakhir, apakah an& mda pernah rnerasa lapar tmpi
tidak marnpu membeli cukup makanan? 18.Dalam 12 bulan terakhlr, apkah anak an& pernah tidak makan sepanjang hari karena tidak punya cukup uang mtuk membeli makanan?
Pertanyam yang diajukan dalam pengukuran kualitatif ini adalah untuk mengukur 4 kondisi atau prilaku di rumahtangga: 1) kegelisahan mengenai budget untuk pangan dan suplai panganketiadaan pangan, 2) persepsi ketidak cukupan
pangan baik kuantitas rnaupun kualitas, 3) p e n u r n konsumsi pangan o m g dewasa,
dan 4) penurunan konsumsi pada anak-anak. (Kennedy 2003). Hasil
pengukuran kernudian diklasifikasikan kedalam 4 kategori, yaitu: food secure (tahm pangan) terjadi apabila menjawab W W pa& sernua item pertanyaan
kecuali pertanyaan kehawatiran; f&
insecure hunger mt &dent
(rawan
ketahanan pangan tanpa kelaparan) terjadi pada saat rumhtmgga m e n u n d m h i i t a s makanan (tidak marnpu memberikan makanan seimbang) dan mengganti
makanan ke jenis makanan yang lebih murah karena daya beli menunm, dan terjadi pengurangm prsi makan pada orang d e w feDd hmxure W k &rate
hunger (rawan ketahanan pangan dengan kelaparan sedang) t e j d
p d a saat orang dewasa mengalami penurunan p s i makan dan merasakan l a p
karena tidak mendapatkan cukup makan; food insecure with severe hunger (rawan ketahanan pangan dengan kelapam skut) terJadi pada saat ada pururaan porsi makan untuk anak-anak dan an&-anak merasakm lapar karena kekurangan makarman, dan orang &wasa merasakan lapar berat karena seharian ti&
rnhn
yang disebabkan oleh ketiadaan makanan. Pengukuran dengan metode Mitatif yang dikembangkan oleh Eillen
Kennedy tersebut dims, dnilai valid dm reliable untuk menilai kondisi
ketahanan pangan d~ USA. Sejak tahun 1995, setiap tahunnya Amerika Swikat
rnelakukan evduasi terhadap ketahanan pangan nunahtangga clan kelaparan dengan menggwlakan US National Qualitative Measure of Food Security and
Hunger module, Dari data yang diperoleh selarna periode 1995 - 1999
menunjukkan bahwa mayoritas rumahtangga di Amerika Serikat termasuk tahan pangan dengan prevalensi berkisar antara 89.7% sampai dengan 91.3%. Prevalemi rumahtangga rawan pangan berkisar antara 8.7% sampai dengan
I0.4%, dengan sebagian besar rwnahtangga rnasuk dalam kategori rawan pangan tanpa kelapmm. Masitah (2002) melakukan penelitian ketahanan pangan di Bogor dengan
menggunakan ukuran kuantitaiif dm kualitatif (mengadopsi pertanyaanpertanyam yang dikembangkan oleh Ei llen Kennedy). Hasilnya rnenunjukkan
bahwa pengukuran ketaham psltlgan secara kualitatif mempunyai korelasi yang tinggi dengan pengukuran kuantitatif konsumsi energi. h s i l uji korelasi Spearman antam ketatmm pangan -titatif)
dengan -psi
responden
terhadap ketahamn pangan rurnahtangga (kualitatif) menunj&an hubungan
Ymg
n~ata
terdapat
keduanya
IP
<0,01 ). Kondisi ini bermakna bahwa persepsi responden mengenai ketahanan pangan rumahtangganya mewakili keadaan ketahansln p g a n rumslhtangga yang
sebenamya. Di Venezuela, kelaparm diukur secara kualitatif melahi 12 pertanyam, sebagm berikut (Lorammaand Sanjur 1999):
I . Rumahtangga kekurangan uang untuk membeli makanan. 2. Membeli d d c i t pugan yang sangat dibutuhkan oleh anak karena kurang -g.
3. Mengurangi makanan yang biasa dirnakan karennrt kurang uang.
4. Setiap m
g rnakan lebih sedikit dari yang diingmkm karena kmmg uang.
5. Orang dewasa rnengurangi porsi makannya karma kurang uang.
6. Orang dewasa mengkonsurnsi makanan pokok karena kurang uang.
7. Orang dewasa merasa lapar karena kurang uang. 8. Anak-anak r n e n m g i makanan ymg biasa dikonsumsi k a n a kurang -g.
9. Orang dewasa pergi tidur dengan rasa lapar h e m kurang uang. I 0. Anak-anak mengkonsumsi sedikit makanan pokok kmem kurang uang. 1 1 . Anak-anak merasakan lapar karena kurang uang. 12. A&&
pergi tidur dengan perasam lapar k a n a kurang mztkan.
Bangladesh juga rnengernhmgkan ukuran kelaparan kualitatif, dari 40 pertanyan yang diujikan di masy arakat hanya 1 1 pertanyaan yang sensitif dalam
rnengukur kelaparan dan stres pangan (Webb 2002). Ke-sebelas pertanyam tersebut adalah: 1. Mengkonssumsi gandum sebap pengganti beras, meskipun beras lebih
disukai 2. MeIakukan perninjaman pangan untuk melakukan kewajiban sisial (seperti
untuk menjamu tarnu)
3. Ngutang pangan (biasanya beras atau kacang-kacangan) ke warung untuk
komumsi 4. Sering merasa cemas memikirkan bagaimana memperoleh pangm untuk
konsumsi berikutnya 5. Sering membeli kras karena gaga1 panen
6. Kel w g a hanya makan sedikit setiap han
7. Orang dewasa makan lebih sedikit karena ketersediaan makanan kurang 8. P i n j a m p a n g a n p a d a t e ~ u n t u k m k m 9. Orang dewasa kadang tidak makan h n a makanan yang ada tidak cukup 10. Ada waktu dimam tidak punya persediaan makanan dan juga tidak punya
uang untuk memhli 1 1. Selain orang dewasa sudah kadang tidak rnakan
Di Indonesia, meldui lokakarya Permusan Indi kator Kelaparan pada
bdan November 2002, telah disepakab 9 butir pertanyam untuk rnengukur
kelaparan secara kualitatif, yang terdiri dari 5 pertanyaan untuk menentukan kelaparan pada level rumahtangga, dan 4 pertanyaan untuk menentukan kelaparan pada level individu. Adapun ke sembilan pertanyaan itu adalah:
Lima m y a a n bag responden ibu atau kepda mmahtangga, dengan tujuan untuk menentukan kelaparan pa& level rumahtangga yaitu:
I. Apskah saudara merasa khawatir rumahtangga saudara akan ti&
cukup
rnakan dimasa datmg karena tidak mampu membeli, memproduksi sendiri atau tidak diberi? 2. Apakah rumahtangga saudara p e d &lam setahun terakhir se1ama dua
bulan ada perubahan jenis makanan p k o k ke jenis makanrtn yang mempunyai nilai sosial lebih rendahltidak biasa dikonsurnsi?
3. Apakah rumahtmgga saudara pernah dalam setahun terakhir selama dua
bulan mengumngi frekwensi rnakan atau jumlah makanan yang dikonsumsi
karena tidak mampu memperolehnya? 4. A@&
rumahtangga saudara dalam setahun terakhir selama dua bulan
mengalami tidak cukup makan karena ti& mampu memperolehnya? 5. Apakah srda anggota rumahtrtngga (temtama anak balita bila ada) yang
mengaIami penurunan berat badan atau tambah kurus karena kurang makan?
Empat pertanyaan bagi responden individu (setiap anggota rmahtangga) dengan tuj uan untuk menentukan keIaparan pada level individu yaitu:
1. Apakah mudara pernah U a m setahun terakhir selama dua bulan ada
perubahan jenis makanan sumber zat tenaga (pangan pokok) ke jenis makanan yang nilai sosialnya lebih rend&? 2. Apakah saudara pernah &lam setahun terakhir selama dua bulan
m-ami
pengurangan frekuensi makan atstu jumlah m k m m yang
dikonsumsi karena tidak m m p u memperolehnya? 3. Apakah saudara dalam s e a m terakhir selama dua bulan mengalami
tidak cukup makan h e m ti@ mampu memperolahnya? 4. Apakah s a h pernah mengalami penunrnan berat badan atau tambah
kurus karena kurang makan selama setahun terakhir?
Setelah dilakukan uji coba instrument &mebut dilapangan, maka tqadi perubahan bahwa pertanyaan untuk individu kurang spesifik sehingga dimodifrkasi lag, menjadi tujuh pertanyaan khusus untuk individu, kemudian
ditambah tiga pertanyam lagi untuk melihat tingkat kelapam yang terjadi.
Sedangkan pertanyam untuk tingkat rurnahtangp ditanyakan hanya untuk cross check kehnaran jawban responden. Adapun pertanyam kualihtif untuk
mengukur kelaparan tersebut yaitu:
1 . Dalam setahun terdhir, berapa kaIi sehari biasanya saudara rnakan? 2. Dalam dua bulan terakhir biasanya berap kali sehari biasanya saudara makan?
3. Bila frekuensi rnakan berkurang ('jawaban 2 <jawaban 11, mengap?
Penurunan daya beli 1 Sulit diperoleh atau langka 2 hggota keluarga bertambah 3 lainnya (sebutkan) ... . .. .. . .. . 4
4. Bila frekuensi makan berkurang Cjawaban 2 <jawaban I), berapa ka1i kejadian
m p a dialami selama d u n terakhifl
... kali
5. Dalam dua bulan terakhir, apolkah jumlah/porsi makan saudara semakin sedikit atau berkurang dibanding biasanya?
6. Bila k r h g , mengapa? Penurunm daya beIi
1
Sulit diperoleh atau langka 2 Anggota keluarga bertambah 3
lainnya (sebutkan) ............ 4 7. Bila porsi makan berkurang, berapa kali kejadian yang serupa lalami seIama
setahun terakhir? ... kali
8. Dalam dua bulm terakhir apakah berat badan saudara semakin b e r h g ? 9. Bila berkurang mengapa?
Makanan berkurang
1
Sakit
2
Sernakin sibuk
3
lainnya (sebutkan).........
4
10. Bila berat badan berkurang, berapa kali kejadian yang
selama setahun terakhir?
...
serupa dialmi
kal i
Berdasarkan m y a a n diatas, seorang ir#lividu dikatahn lapar apbila terjah p e n m a n frekuensi atau penurunan porsi disertai penurunan berat badan.
Dikatakan rawan pangan apabiIa hanya tejadi penunrnan frekuensi atau porsi
makan, serta dikatakan Tahan pangan apabila tidak terjadi penurunan baik frekuensi maupun p
i konsurnsi.
Pada kenyataannya orang yang rnenederrita kelaparan tidak semuanya menurun berat badannya. Hal ini tejadi apabila sudah tejadi kelaparm kmnis,
sehingga penarnpakkan berat badan orang tersebut sudah kurus dan tidak ada p e n m a n berat badan. Hal ini s e s h dengan yang dikernukakan oleh Soekirman (1992) bahwa sadar ti&
sadar tubuh akan beradaptasi terhadap pemasukkan
energi mekui penurunan aktifitas. Sehingga u t u k menjaring kelaparan yang demikian para pakar menganjurkan untuk rnenambah p i n t pertanyam &lam alat ukur kelapam Mitatif. Adapun perttanyaannya addah: Sudah berapa lama
responden kurus dan alasannya apa? Apabila alasmya karena h a n g makan,
maka individ tersebut dikategorikankeIaparan. Martianto (2002) j u g mengusulkan scoring (0-5 per item terganhing tingkat keprahamya) n t u k mentukan kategori lapar, rawan atau tahan pangan. Scoring tersebut &pat di 1ihat seperti yang dicantumkan pada bagan berikut :
................................
Berat badan orang dewasa ttirun karena kurang makan Bemt badan balita turudtidak naik 2 bulan karena kmgmakan T&..m&n-e..pnuh -....... Frekuensi dan / atau jumlah konsumsi balita turun Frekuensi dan / ataujumlah """-"
..............................................-....tsnsmnsi.&=,
"
--....- ................-...........
Perubahan jenis pangan Khawatir kurang pangan
Faktor-faktor yang Berhu bungan dengan Kelaparan
Beberapa peneli tian terdahulu memnukan hubungan antara keIapamn d e w m i faktor baik yang secara langung maupun tidak langsung rnempengaruhi terjadlnya kelaparan. Di antara beberap faktor yang telah teridentifikasi di antaranya: a) faktor ekonomi atau aksesibilitas ekonomi mencakup pendapwtan, harga pangan, status pekejam (bekerjd tidak bekerja)
serta pemilikan asset; b) ketersediaan pangan baik di tingkat rumahtangga atau wilayah; c) faktor sosial -demografi, seperti umur (terutama golongan rentztn yaitu
anak-anak atau lamia), besar keluarga, status perkawinan orang tua (menikahl cerai), pendidikan orang tua dan kontrol terhadap penclapatan mahtangga.
Soekirman dkk (1992) menyebutkan bahwa ada sejumlah fakior dari sistem pangan yang dapat menyebabkan kelaparan, yang lpandang sebagai
lingkaran pangan Vood cycle) dimulai dari lahan, produksi pangan clan diakhiri
dengan penyerapan gizi oleh manusia. Beberap fahor tersebut yaitu pemilikan lahm yang sempit, benih yang kurang pradukhfitasnya, kehilangan pa& saat
Pman-
pyimpanan w g ti@
Pfwgkumpangan Y m g bunrk, kehilangan zat gizl pada saat penggilingm dan persiapan m a h a n di rumah,
distribusi pangan yang tidak baik pada tingkat nasional, maupun regional, dlstribusi pangan pada tingkat rumahtangga yang kurang baik seperti
mendahdukan oamgaang tertentu dibandqhn anak-anak dan ibu, dan terakhir kurangnya kemampuan tub&
dalam penyerapan dan penggunaannya zat gm
sebaga~&bat adanya infeksi. Demi kian pula yang dikemukakan oleh Owuor (2002) bahwa ada beberapa
faktor sebagai penyebab terjrtdinya kerawslnan pangan dm kelaprm yaitu ekosistem yang rawan hncana, rendahnya produktifitas pertanian, lemahnya pengetah-
ketempilan dan lemahnya sistem informasi, kdmtasnya msr&
pencafiarian, rendahnya pendidikan standar dan bunlknya status kesehatan. Lebih lanjut Hinrichs (2002) d m Kent (200 1) mengemukakm bahwa kelaparan terjadi
tidak hanya karena adanya krisis pangan alubat m e n m y a produksi, tapi j u p disebabkan oleh adanya konfik yang berkepanjangan akibat perang dan adanya
perampasan hak-ah& dasar manusia. Namun demihan akses terhadap lahan dm
akses terfiadap pangan merupakan kunci lmtuk penanggulangan kelaparan. Menurut Paarberg (200 1) bahwa rendahnya produktivitas pertanian
mempalm penyebab terjadinya kelaparaq semi yang dikemukakamya bahwa kejadian kelapamn di Afiika saat ini bukan karena tiak berfungsinya pasar global, tapi karena rendahnya pertwnbuhan Nuktifitas di sektor pertanian, dimana
produksi pangan perkapita menurun 9?!. Oleh karena itu jumlah penderita kelapm dl Afrika mencaw 34%. Demikian pula Young et a1 (2002) mengem*
bahwa kerawanan
pangan dan kelaparan setidahya &pat d i h g i apabila adanya akses terhadap a) sumberdaya ekonorni (akses terhadap pekqaan, akses terhadap sumberdaya
alam t e w u k lahan, p a r 7 kesempatan berdaeang), b) teknologi (teknologi perkmian dan pasca produksi), c) sumberdaya finansial (akses terhadap m g dan
sumberdaya likuid lainnya, asset, f i t ) , d) h m n capital @endidikan,
pangan, serta ketersediaan air minurn yang man, dan sanitasi din mupun
lingkungan dm penggunaan playanan kesehatan sesuai dengan konsep UNICEF (1990) mengenai kerangka analisis kelaparan dan kurang gizi seperti
pada
Gambar 3 (www.fao.org).
I Gizi Kurang
Kurang: Kclaparan
Kontrol Surnberdaya Manusia dan Ekonomi
I
atr \truktur I Ekonomi /
Gambar 3 Kerangka Anal isis Kelaparan dm Kurang Gizi
Menurut Harper, Deaton, clan Driskel (1 986), variabel yang berhubungan
langsung dengan kelaparan adalah komumsi dan pyakit, sedangkan variabel lainnya yang secara Eidak iangsung mempengaruhi kelaparam adalah produksi pangan, ketersediaan pangan, pendapatan, gel- pawm pengetahm gizi,
distribusi pangan dalam rumahtangga dan tersedianya bahan bakar. Tingginya
harga bahan bakar menyebabkan rumahtangga akan mengurangi frekuensi masak yang menyebabkan b e r h g n y a ketersediaan pangan di rumahtangga, atau
mereka menyediakan p a n w rumah-
rnelalui pembelian makanan yang
sudah masak dari warung terdekat (Harper, Deaton, dm Driskel 1986). Pendamtan dan pemilikan aset produktif Kerniskinan merupakan penyebab dm j u g konsekwensi dari kelaparan. Kelaparan menyebabkan
terjadinya kurang gizi kronis yang mengalubatkan kegagalan perkembangan fisik dan mental, yang @a ahrnya tidak &pat memberik kontribusi ekonomi bagi
pertumbuhan ekonomi negara, dm hidup daIam kemiskinan. Oleh karena itu bila kita menurunkan kelaparan berarti kita rnenurunkan kemiskinan dan sebaliknya. Menurut FA0 (19971, bahwa determinan utama dari ketahanan
panganketidaktahanan pangan &ah
pendapatan yang memadai atau daya beli
untuk memenuhi biaya hidup. Demihan pula menunrt Hunger Site (2003) W w a
kemiskinan mempakan determinan u m a dari ketidahahanan p g a n kronis. Kelwga miskin tidak mempunyai alat yang cukup untuk menjamin akses mereka terhadap pangan. Pada saat suplai makanan berkurang, mereka tidak makan atau
mengurang kuantitas dan kualitas atau variasi m a w Pada keadaan seperti ini, orang dewasa yang merasakan pertarna kali kelaparan, dan bila berlangsung lama,
maka anak-anak akan rnulai merasakan lapar dan menyebabkan terjadinya kurang gizi atau hambatan pertumbuhan
(m Peningkatan .pendapatan
keluarga &pat memperbaiki ketahanan pangan keluarga meldui peningkatan
akses mereka terhadap pangan. Menurutnya konsumsi pangan smgat dipengarhi oleh tingkat pendapatan, berdasarkan hasil penelitiannya bai k diperkotaan maupun diperdesrtan mmunjukkan bahwa pendapatan berhubungam nyata dengan
konsumsi kalori. Hasi 1 penelitian yang dilakukm oleh Andrews et a1 (2000) dalam Kennedy (2003) menunjukkan M w a tenlapat hubungan anEara ketidaktahanan pangan
mengontrol keuangan keluarga. Pendapatan istri mempunyai penganrh terhadap
kesehatan keluarga sebesar 4 sampai 8 Mi lebih besar dihdingkan pandapatan
dari suarni, dan hususnya untuk kelangsungan hidup anak maka pengaruh tersebut hmpir 20 kali lebih k. Demikian juga menurut Engle, Menon dan
Haddad ( 1997), perbaikan kesejahteraan keluarga tergantung pada siapa yang menghasilkan pendapatan, berdasarkan hasi l penelitiannya, rnemprlihatkan bahwa pendapatan istri lebih kuat hubungannya dengan perbaikan gizi dan
kesehatan anak d i h d i n g pendapatan suami. Dalam hal ini Cutts et a1 ( 1998) memberikan alasannya yaitu bahwa istri atau wanita memerankan peranan penting sebagai pengasuh, dm penyedia makanan untuk keluarga.
Senada dengan ha1 di atas Quisumbing et a1 ( f 996) mengemukakan bahwa
kesejahteraan keluarga tidak hmya bergantung pada pendapatan, tetapi juga bergantung pada siapa yang rnemperoleh pendapatan tersebut. Dari h a i l
penelitiannya menunjukkan bahwa pendapatan wanita lebih banyak digwmkm untuk pembelian makanan yang dibuhthkan keluarganya, dibandingkan
pendaptan dari pna. Hasil penelltian menunjukkan bahwa wanita-wanita
dibandngkan dengan lalu-laki, cenderung untuk membelanjakan pendapatan rnereka untuk makanafi keluarga-Lebihdari i t y pendapatan wanita-wanita lebih kuat hubungannya dengan peningkatan kesehatan dan status gizi mak-an&
dihding dengan pendapatan laki-laki..Hal ini disebabkan karena secara budaya peranan wanita menjamin semua anggota rumahtangganya, khususnya anak-ad.
mendapatkan pangan yang cukup. Tin@
ti&
pendidikan vang dicami dan wn~etahuan~ i z i Ketahanam . gizi
hanya tergantung pada makanan yang cukup di rumah tangga tetapi juga
pada fakt or Iaimya sepem pengasuhan d m kepedulian pada a n .dm akses air bersih dsn sanitasi. Menjamin ketahanan gizi dari rumah tangga, melalui
kombinasi kedua-duanya yaitu rnakman dan swnber daya lain, yang mempakan domain wanita. Dengan meningkatkan pengetahuan g~zi dan kesehatan pada
wanita atau ibu rumahtangga, maka akan berpenganh terhadap peningkatm
ketahanan gizi keluarga meMui dua ha1 yaitu: I ) pbaikan &lam praktek pembman makan seperti pemberian AS1 dm persiapam atau penyediaan rnakanan bergizi bag^ semua anggota rumahtangga, clan 2) melalui perbaikan praktek
kesehatan dan higiene sepem memandikan anak-anak dan cuci tangan sebelum makan (Quisumbing 1 996). Tingkat pendidikan i bu berhubungan positi f dengan perbaikan pola
konsumsi pangan. Tingkat pendidikan ibu Iebih berpengaruh terhadap perbailcam konsumsi anggota rumahtangga khususnya d - a n a k daripada tingkat p n d i hkan
ayah (Sanjur 1982). Tingkat pendidikan yang tinggi juga berhubungan dengm pendapatm,
sehingga rumztbtangga dengan ibu berpendidih tinggi biasanya mempunyai Iebih banyak uang yang dapat digunakan untuk pembelian pangan. Baiknya pendidikan i bu berhubungan dengan kemampuan dalam membaca dm matematik. Kemampuan ini akan membantu ibu rumahtangga untuk rnernbeli pangan yang
lebih ekonornis dengan kandungan zat gzi yang lebih baik. Dernikian pula menunrt Behrman (1995) dan Engle (1995) bahwa tingkat
pendidikan dan pengetahuan gizi mempunyai hubungan positif yang kuat dengan kesehatan anak dm gizi terutama tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi ibu. Oleh karena itu peningkatan pendidikan drtn pengetahuan gizi berdampak pada
perbaikan gizi dan kesehatan anak. Beberapa alasan yang Behrman kemukakan
adalah bahwa tingkat pendidikm penting karena dapat rnemperbaiki kapitas penerimaan infonnasi, meningkatkan produktifitas, serta meningkatkan motivasi orang tua untuk rnemperoleh kesehatan dm gizi anak yang lebih baik. Berdasarkan hasil penelitiannya tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi berpengaruh pada penugkatan motivasi untuk menyusui dan pemakaian kontrasepti f serta pemakaian input yang lebih efisien dalam menghasilkan
kesehatan dan gizi anak, dibandingkan d e w yang pendidikannya dan pngetahuan gizinya lebih rendah. Senada dengan ha1 tersebut, hasil penelitian yang dilakukan Cutts et a11 (1998) rnenunjukkan bahwa rendahnya pendidikan ibu
rnerupakan salah satu penyebab terjadinya kelaparan dini pada anak-an&. Suhardjo (1996) mengemukah bahwa pengetahuan gizi berhubungan
positif terhadap ketahanan pangan rumhtangga. Hal ini didasarkan pada fakta walaupun rumahtangga memiliki daya beli yang cukup, namun bila pengetahuan pangan dan gizi yang dimiliki masih rendah akan sangat sulit bagi rurnahtangga
yang bersangkutan dapat memenuhi kecukupan pangsnnya baik kuaIitas, kuantitas
maupun keragamannya. Demikian pula menurut von Brow dkk (1991) bahwa
peningkatan pendapatan keluarga dapat meningkatkan akses terhadap pangan,
namun tidak selalu berdarnpak pada perbai kan kesehatan keluarga. Dalam ha1 ini peningkatan pendapatan rnungkin digunakan untuk non pangan, sehingga
peningkatan pendapatan tidak selalu meninghtkan konsumsi pangan bila tidak
dibarengi pengetahan pangan dan gizi. Hasil penelitian World Bank dalam Pate1 (2002) rnenunjukkan bahwa
perbaikan pendidikan wanita akan memperbaiki p h k pemwatan anak, perbaikan pendidikan wanita tidak hanya menyebabkan lebih sedihnya j umlah
anak, tetapi j u g anak-anak mereka mepunyai level yang rendah dari stunting. Oleh karena itu dalam memperbaiki gzi masyarakat terutama anak-anak, intervensi yang dilakukan UNlCEP diantaranya adalah dengan meningkahn pendidikan dan pengetahan gizi wanita (Sibanda and Mulder 2002). Budava. KeIaparan sering terjadi pada wanita dan anak-a*
karena
adanya budaya yang menomorduakan mereka. Seperti yang masih tqadi di
Bangladesh, wanita dan anak-ad mendapat kesempatan makan terakfiir, dan tidak jarang mendapat paling sedikit makanan. Wanita h i 1 dan menyusui
mempakan yang paling tidak beruntung, konsumsi mereka sebesar 30% defisit Bangladesh merupakan satu dari beberapa negara yang
pzi (Gill 2002).
memberikan status w i t a dibawah pria, sehingga berdaswkan hasil penelitian Demogr~phic and Heulth Survey menunjukkan bahwa bedasarkan indi kator
antropornetri, anak balita perempuan mempunyai status gizi lebh buruk dibandingkan dengan balita laki-laki (BIDS 200 1 ). Sehlngga lsimpulkannya
bahwa kerniskinan dan ketidak seimbangan gender merupakan pence-
utama
terjadinya gizi kurang.
Sekitar 70
-
80 persen wanita terlibat &lam
produksi pangan rumah
tangga di Sub-Saharan Afrika, 65 persen di Asia, dan 45 persen 1Amerika Latin
clan Caribbean. Sayangnya budaya rnendudukan wani ta pada ketidak seirnbangan
akses terhadap lahan, terhadap input perhian seperti pup& dan benih serta terhadap i n f o m i . Padahal berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan memberikan akses akses yang sama terhadap sumber daya dm modal manusia, petsni wanita dapat mencapai hasil sepalan am bahkan lebih tinggi
&banding dengan laki-laki (Quisumbing 1996). Memberikan akses yang sama dm
perbaikan pendidikan pa& wanita-wanita akan m e m h t u rneningkatkan pendapatan clan produktivitas pertaman, karena petani yang bepdidikan lebih baik lebih memunglunkam untuk mengadopsi tehologi b m . Suatu studi di Kenya
menemukan bahwa meningkatkan pndidikan petani wanita ti&
hanya
memotivasi rnereka untuk menanam kopi, suatu tanaman yang bemihi tinggi, tetapi juga meningkavam adopsi kopi oleh petani wanita lainnya, dibanding petani
laki-laki. Jurnlah
Anggota
Rumahtan-
Jumlah
anggota
rumahtangga
mempengaruhi pengeluaran untuk pangan. Beberap pebel itian menunjukkan bahwst pendapatan per kapita atau pengeluaran untuk p g a n per kapita menurun
dengan meningkatnya j umlah anggota rumahtangga, serta meningkatkan persentase pengeluaran nmahtangga untuk pangan. Elastisitas pendapatan untuk dengan jumlah anggota rurnahtangga enam orang lebih
pangan pada rumah-
t i n u dari pada rumahtangga dengan dua anggota rumahtangga. Sebaliknya, meningkatnya pendapatan 1 % p d a rumahtangga dengan 2 atau 3 orang anggota rumahtangga akan meningkatkan lebih dari 1% untuk pengeluaran pangan yang
dibeli diluar rumah, sedangkan pada rumahtangga dengan jumlah anggota rumahtangga lebih dwi 3 orang hanya akan meningkatkan 0.8% ata 0.9% {Sanjur 1982).
Penel itian lain menunjukkan bahwa Jumlah anggota rumahtangga krhubungan negatif dengan tingkat kecukupan pangan keluarga, khususnya pada keluarga miskin. Hasil penelitian Kigutha (1 994) dalam den Hartog, van Staveren
dan Braower (1995) menunjukkan bahwa pemngkatan jumlah anggata rurnahtangga berhubungan negatif dengan konswnsi pangan hewani dm makanan pkok, yang mengakibatkan menurunnya konsumsi energi dan protein. Keluarga yang mempunyai jurnlah anggota rumahtangga kurang dari 4 orang, &pat
rnenyediakan energi sebesar 1 8 1% dari kebutuhannya; keluarga yang mempunyai jumlah anggota rumahtangga 4 - 7 orang, dapat menydiakan energ sebesar 95% dari kebu-ya;
&gkan
keluarga dengan jwnlah anggota rumahtangga
lebih dan 7 orang, hanya dapat rnenyediakan energi sebesar 68% dari kebutthmya.
Hasil
penelitian
tersebut
juga
memperlihatkan bahwa
meningkatnya jumlah anggota m a h tangga mempengaruhi pemilihan bahan
pangan kepada yang lebih murah. Senada dengan hasil penelitiam di atas, Suhrudjo (1989) mengemukakan
bahwa meningkatnya jumlah anggota ketuarga tanpa diimbangi dengan peningkatan pendapatan, maka pendistribusian konsumsi pangan akan semakin sedilrit, sehingga konsumsi pangan keluarga tersebut tidak cukup unhdc mencegah
kejdan kurang gizi . Dengan demikian Suhardjo ( 1988) rnengemukakan bahwa
ukuran anggota keluarga yang kecil akan mengurangi kejadian kurang energi protein berat pa& keluarga tersebut.
H a r ~ aBeras. Harga adalah nilai ekonomi yang lberikan terhadap suatu barang. Berdasarkan prinsip ekonorni, harga bergantwg pa&
interaksi antara
permintam dm penawaran. Permintaan maupun p e n a w m selalu berubah pa& waktu-waktu tertentu, dm harga rneningkat atau turun sesuai dengan keseimbangan antara pmintaan dan penawaran. Untuk bamg-barang tertentu seperti beras, pemerintah mengendalikan harga melalui penerapan harga dasar dan
harp tins. Harga dasar adalah k g a terendah yang dibolehkan pemerintah agar
harga gabah di petani tidak anjlok. Sedangkan harga atas adalah harga temnggi yang boleh dijual agar konsumen mampu untuk membelinya Mekanisme ini dilakukan pemerintah untuk melindungi produsen maupun konsumen, sehingga
konsumen mampu membeli beras sehingga ti&
terjadi kekurangan pangan.
Harga krpengaruh terhadap konsumsi pangan, dalam ha1 ini akan terjadi
penurunan atau peningkatan konsumsi apabila terjadi pembahan harg. Bagi pangan yang elastis, artinya responsif terhadap perubahan harga, maka
pemngkatan harga &an menyebabkan penurunan konsumsi pangan tersebut,
seperti susy daging dm lainnya yang tergolong sebagai pangan mewah (superior). Berkurangnya jumlah pangan yang dikonsumsi sebagai akibat clan meningkatnya harga pangan dapat dilihat dari dua hal. Pertma, harm yang lebih tinggi mengalubatkan berkurangnya daya beli (cateris paribus), b e d pendapatan riil
berkurang, keadaan ini mengakibatkan konswnsi pangan berkurang. Kedua, walaupun konsumen mengalami penurunan pendaptan riil, tapi dia clapat tetap mempertahankan tingkat kecukupannya melalui konsumsi pangan substitusi (Hardrnsyah dkk 2002).
Hasi l penel i tian di Bangladesh menunjukkan bahwa harp beras
berhubungan negatif dengan konsumsi beras dan berhubungan positif dengan persentasi anak underweight. Sedangkan bila harga beras m e n u maka suatu
keluarga akan mengkonsumsi beras daIam jumlah yang lebih banyak yang di iringi pula dengan peningkatan konsumsi pangan lainnya. Dengan kata lain, suatu
k e l w a h meningkat tingkat kecukupan dan keragaman komumsinya atau
akan meningkat kuantitas dan kualitas konsurnsinya pa& saat h g a beras turun ( Torlesse, Kiess and Bloow 2003). Bahan Bakar. Pa& kebanyakan rumahtangga di negara berkembang,
bahan bakar utama digunakan addah kayu bakar yang mereka daptkan dari hutan, kebun atau rnereka tanam sendiri. Tetapi saat ini, rumahtangga mengalami kesulitan untuk mendapatkan kayu bakar tersebut karena malun terdesaknya tanah
pertanian. Cara yang mereka piIih sekarang adstlah dengan menggantikan kayu M a r tersebut dengan bahan bakar yang mudah didapat dengan cara mernbeli
seperti minyak tanafi. Tetapi tingginya harga bahan bakar tersebut khususnya di daerah perkotaan, berkompetisi dengan pengeluaran untuk pangan. Hasil penelitian di Malawi menunjukkan bahwa kel uarga yang beipendapatan rendah
akan memasak lebih sedikit s e w reaksi atas kurangnya ketersediaan Wan bakar di rumahtangga (den Hartog, van Staveren dan Brouwer 1995). Berbtigai Indi kator Kelaparan Wilson & Sapmuchart (1993)ddam Dinkes (20041, memberikan &finis1 Inlkator sebagu suatu h a n tidak langsung dari suatu kejdan atau kondisi.
Demikian pula menurut Green (1 992) dalam Dinkes (20041, indikator adalah
peubah-peubah yang mengindikasikan atau memberi petunjuk kepada kita tentang suatu keadaan tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengukur perubahan.
Menurut Jaban (20021, Tndikator adalah sesuatu informasi yang dapt
diukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif,yang &pat mernberikan inhkasi tentang suatu keadaan (ymg dalam ha1 ini addah keadaan kelaparan). Suatu
informasi dapat dijadikan sebagai indikator bila mernenuhi persyaratan sebagai
berikut: 1) sensitif dan spesifik untuk keadaan yang ingin dijelaskan atau dengan kata lain ham memiliki validitas yang tinggi; 2) sederhana, mudah dikumpulkan
oleh siapa saja dengan bekal latihan sederham; dm 3) mudah dianalisis d m diinterpretasikan. Jahari (2002) m e m b a h k a n bahwa ha1 yang sama berlaku pada ketahanan pangan, kelaparan d a p t dlukur dari berbaga~ indikator. Jndikator tersebut dikdakan dalam dua kelompok yaitu indikator proses dan indikator dampak. lradikator proses yang rnenggambarkan ketersediaan pangan dan akses rumahtangga atau individu pada pangan serta konsurnsi atau jenis konsurnsi.
Sedangkan pengukurm hdikator dam*
dapat dilakukan melalui penilaian status
gizi (anthropometri) sebagai ceminan dari Irelaparan itu sendiri.
Indikator ketersediaan pangan &pat berupa faktor input pertaman, seperh pemilikan lahadasset, agrokl imat, kesuburan lafian, dm praktek pengelolaan
lahan. Indikator akses terhadap pangan meliputi akses terhdap N i t , kesempatan kerja, daya beli, harga, pndidikrtn dan pendaptan j u g meliputi strateg
mmahtangga untuk memenuhi kekwangan pangan (coping smtegy). Dalam
prakteknya pembagan indi kator tersebut tidaklah begitu penting, karena pada dasarnya semua determinan kelaparm dapat di-
s e w indkator
kelaparan. Indikator-indikator diatas banyak digunakan dalam mernprediksi
keIapm. Seperti halnya FA0 (2003) d a m menghltung besaran ke1apara.n dan membuat peta kelaparan dunia, digunakan indikator proses yaitu konsumsi energ
dan indikator dampak yaitu status gizi. Bila dibandingkan dengan konsurnsi, indikator sktus gizi relatif lebih mudah pemantauamya, hanya sudah agak
terlambat bagi penanggulangan kelaparan atau bukan merupakan isyarat dini. Demiluan j uga Project millenium yang Iebih dikenal dengan MjZ/enrum Development
C d s
(MDG)
(www .unmilleniumproiect.ornlhtml) dalam
memantau keIaparan dunia menggunakan indikator proses yang berhubungan dengan pendapatan dan konsumsi, juga indi kator dampak yang krhubungan
dengan kesehatan dan status gizi.. Empat indrhor kelaparan yang berhubungan dengan pendapatan dm kesehatanlgizi yang digunakan project millenium, yang
juga digunakan di berbagai negara krmasuk Indonesia yaitu: 1) proporsi populasi yang mempunyai pendapatan dibawah 1 dolar per hari, 2) ratio kedalaman
kerniskinan (poverty gap rutio) merupakan ukuran rata-rata kesenjanp
pengeluaran masing-masing penduduk rniskin terhadap batas miskin (BPS2003a), 3) prevalensi underweight anak balita, dan 4) p r o p i penduduk dengan
konsumsi energi dibawah level minimum (<70%).
Empat indikator tersebut telah digunalm di Nepal ddarn mgka merancang program penurnan setengah penderita kelapam sampai dengan tahun 20 15, yaitu dua indikator ekonomi, satu indikator konsumsi clan satu indikator status g z i sebagai berikut: 1) persentase penduduk yang mernpunyar pendapatan
1 dollar per hari hams menurn dari 37.7% tahun 1990 menjadi 2 7% pada tahun
2015; clan 2) persentase penduduk yang hidup dibawah garis kerniskinan harus
menurun dari 42% pa& tahun 1996 menjadi 2 1% pada tahun 20 f 5; 3) persentase
penduduk dengan konsumsi energi dibawah level minimum (2 140 kal per orang perhari) harus menurun dari 49% pada tahun 1992 menjal 24.5% pada tahun 20 15; dan 4) percentasi underweight anak balita harus menurun dari 57% pada
tahun 1990 menjadi ImddnepaVgoal 1 .pdf).
28%
pada
tahun
2015
(hti~://www.und~~orp
Carlson, Andrews and Bickel ( I 999) mengembangkan indikator kualitatif yang dapat mempredksi kelaparam. Menumtnya apabiIa dalam suatu rurnafitangga
orang tua memikirkan bagaimma makan selanjutnya dan bagaimma makanan itu
bisa diperoleh, sudah mempakan indikator adanya k e l a p m dirumahtangga itu. h
i kian
juga
USDA
pa&
tahun
1 99 1
(www,ers.usda.eov)
mengembangkan indikator kditati f kelaparan bersamaan dengan indikator
kualitatif ketahanan pangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada tiga
indikator yang berhubungan dengan ketidaktahanan pangan dan 2 indikator yang menunjukkan kelaparan. Indi kator yang menunjukkan ketidaktahanan pangan
yaitu 1) mereka merasakan kecemasan habisnya persediaan makanan, sebelum
mereka mempunyai uang untuk membelinya lagi, 2) Makanan habis sebelurn mereka mendapat uang unhk membelinya lagi, clan 3) mereka tidak bisa makan dengan gizi seimbang. Indikator yang menunjukkan kelaparan yaitu 1. orang dewasa tidak makan untuk anak-anak (kelaparan rumahtangga &lam kategori
&g);
2, ada anak dirwnahtmgga tersebut tidak kebagran makan karena
sedikitnya persediaan makanan yang ada (kelaparan rumahtangga tingkat berat).