BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pegadaian Dalam istilah bahasa Arab, gadai di istilahkan dengan rahn dan juga dapat dinamai dengan al-habsu (pasaribu,1996:139).Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat di jadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut (syafe’i,2000:159).Sedangkan menurut Sabiq (1987:139), rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barangnya tersebut. Pengertian gadai dalam Burgerlijk Wetbook (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) (pasal1150 KUH Peerdata) adalah suatu hak yang diperoleh seorang piutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau orang lain atas namanya yang membeikan kekuasaan kepada kepada siberpiutang itu untuk memberi kekuasaan kepada siberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orangorang yang berpiutang lainya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang brang tersebut dan biaya-biaya mana yang harus di dahulukan. Selain berbeda dengan KUH Perdata, gadai menurut syariat islam juga berbeda dengan pengertian syariat Islam juga berbeda dengan pengertian gadai menurut ketentuan hukum adat yang man dalam hukum adat pengertian gadai
Universitas Sumatera Utara
yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secar tunai, dengan ketentuan si penjual (pegadai) tetap berhak atas pembelian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali (pasaribu, 1996:140). Pengertian gadai menurut (kasmir,2003) yaitu kegiatan menjaminkan barangbarang beharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan memperoleh sejumlah uang dan barang yang akan dijaminkan akan akan ditrbus kembali sesuai dengan perjanjian nasabah dengan lembaga pegadaian. Menurut (Syafi’e Antonio,2001) gadai atau rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam (rahin) sebagai barang jaminan (marhum) atas pinjaman (marhum bih) yang diterimanya. Marhum tersebut memiliki nilai ekonomis sehingga pihak yang menahan/penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. 2.2 Gadai di Penggadaian Syariah 2.2.1 Gadai Dalam Fiqih Muamalah Ar-Rahn atau gadai merupakan perjanjian penyerahan barang yang digunakan segai agunan untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan. Berberapa ulama mendefinisikan rahn sebagai harta oleh pemiliknya digunakan pemiliknya digunakan sebgai jaminan terhadap utang yang mungkin dijadikan sebagi pembayar kepada pemberi utang baik seluruhnya atau sebagian apabila pihak yang berhutang tidak mampu melunasinya. Dalam Islam, rahn diperbolehkan berdasarkan Al-Qur’an dan hadis Rasululah SAW. Rahn atau jaminan itu dapat di jual apa bila dalam waktu yang telah dijanjikan oleh kedua belah pihak tidak dilunasi. Akad rahn diperbolehkan karena
Universitas Sumatera Utara
banyak faedah atau manfaat yang terkandung dalam rangka hubungan antar sesama manusia.(Ismail,2011:209) 2.2.2 Dasar hukum gadai 1. Al-Qur’an Al-Qur’an surah Al-Baqarah Ayat 283 Merupakan alasan yang dijadikan dasar dalam membangun konsep gadai syariah (Rahn). Arti bunyi ayat tersebut sebagai berikut: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis maka hendaklah ada barang tanggungan yang di pegang oleh yang berpiutang.(al- baqarah 283) 2. As-Sunah Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda: Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan.” (HR.Buchori dan Muslim dari Aisyah Binti Abu Bakar. HR. Malik, Kitab Al Aqdiyat: Dari Said bin Musayyab, sesungguhnya Rasululah saw bersabda:” Barang jaminan tidak berpindah hak” Malik berkata: menurut pendapatku, dan Alloh lebih mengetahui (kebenarannya), penjelasannya adalah bahwa seorang lelaki yang meminjam (rahin) sesuatu dengan memberikan barang jaminan kepada orang lain (murtahin), dimana barang jaminannya itu memiliki nilai lebih daripada pinjamannya, maka Rahin berkata kepada Murtahin: Jika aku dapat mengembalikan pinjaman darimu pada waktu yang ditentukan (maka barang jaminan tersebut dikembalikan kepadaku), dan bila tidak maka barang jaminan ini menjadi milikmu sebab apa-apa yang menjaminkan aku di dalam jaminan .
Universitas Sumatera Utara
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda: tidak terlepas dari kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya, Ia memperoleh manfaat dan menaggung resikonya. (HR Asy’Syafii, al Darulquthni dan Ibnu Majah). 3. Ijtihad Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini jumhur ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama berpendapatbahwa di syariatkan pada waktu tidak berpergian maupun pada berpergian dengan berargumentasi pada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat hadis tentang orang yahudi tersebut di Madinah. Ada pun keadaan dalam perjalanan di tentukan dalam (QS. Al-Baqarah:283), karena melihat kebiasaan dimana pada umumnya rahn dilakukan pada waktu bepergian (Sayyid Sabiq, 1987: 141) 4. (BAMUI) Fatwa Dewan Syariah Nasional Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/III/2002, yang ditetapkan tanggal 28 Maret 2002 oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Syariah Nasional tentang rahn menetukan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagi barang jaminan hutang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan : Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 25/DSNMUI/III/2002, tentang rahn 1) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 26/DSN-MUI/III/2002, tentang rahn Emas
Universitas Sumatera Utara
2) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 09/DSN-MUI/IV/2000, tentang pembiayaan ijarah 3) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 10/DSN-MUI/IV/2000, tentang wakalah 4) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 43/DSN-MUI/VIII/2004, tentang Ganti Rugi. 2.3. Tujuan Pegadaian Syariah. Lembaga Keuangan Gadai Syariah mempunyai fungsi sosial yang sangat besar. Karena pada umumnya, orang-orang yang datang ke tempat ini adalah mereka yang secara ekonomi sangat kekurangan dan biasanya pinjaman yang dibutuhkan adalah pinjaman yang bersifat komsumtif dan sifatnya mendesak. Pendirian pegadaian syariah oleh Bank Muamalat Indonesia dan PT pegadaian melalui perjanjian musyarakah ditetapkan visi dan misi dari penggadaian syariah yang akan didirikan yang menandakan tujuan didirikannya pegadaian syariah. Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu Pegadaian Syariah pada dasarnya mempunyai tujuan-tujuan pokok seperti dicantumkan dalam PP No. 103 tahun 2000 sebagai berikut: a. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum gadai
Universitas Sumatera Utara
b. Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya c. Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring pengaman sosial karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga d. Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah. 2.3.1 Manfaat Pegadaian Syariah Banyak manfaat lain yang bisa diperoleh dari pegadaian syariah Adapun manfaat pegadaian antara lain ( Ghofur, 2005:93). a. Bagi nasabah : tersedianya dana dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/ kredit perbankan. Di samping itu, nasabah juga mendapat manfaat penaksiran nilai suatu barang bergerak secara professional. Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya. b. Bagi perusahaan pegadaian : 1. Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana 2. Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu 3. Pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relative sederhana 4. Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1990, Laba yang diperoleh digunakan untuk : i.
Dana pembangunan (55%)
ii.
Cadangan umum (20%)
iii.
Cadangan tujuan (5%)
iv.
Dana sosial (20%).
2.4 Rukun Syarat Gadai dan Berakhirnya Akad Gadai 2.4.1. Rukun Gadai Pada dasarnya aspek hukum keperdataan Islam dalam hal transaksi baik dalam benutki jual beli, sewa menyewa, gadai maupun yang semacamnya mempersyaratkan rukun dan syarat sah termasuk dalam transaksi gadai. Demikian juga hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi gadai. Hal dimaksud di ungkapkan sebagai berikut (Zainudin, 2008:20) Menurut jumhur ulama rukun gadai ada 4 (empat): a.
Shigat (lafal ijab dan qabul)
b.
Orang yang berakad (Akid)
c.
Marhun (harta yang dijadikan jaminan)
d.
Marhun bih (utang)
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Syarat Gadai Berikut syarat dalam melakukan transaksi gadai (Zainuddin , 2008:21) : 1. Orang yang berakad cakap hukum 2. Isi akad tidak mengandung akad bathil. 3. Marhun Bih (Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut serta pinjaman itu jelas dan tertentu. 4. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya. 5. Jumlah utang tidak melebihi dari nilai jaminan Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa biaya asuransi, biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi. 2.4.3 Berakhirnya Akad Gadai Akad gadai akan berakhir apabila ( Ghofur, 2005:96) : a. Barang gadai telah diserahkan kembali pada pemiliknya b. Rahin telah membayar hutangnya c. Pembebasan utang dengan cara apapun, walaupun dengan pemindahan oleh murtahin d. Pembatalan oleh murtahin walaupun tidak ada persetujuan dari pihak lain e. Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin
Universitas Sumatera Utara
2.5 Perbedaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional Tabel 2.1 Perbedaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional No
Pegadaian Syariah
Pegadaian Konvensional
Biaya administrasi menurut Biaya administrasi menurut persentase 1
ketetapan
berdasakan berdasarkan golongan barang.
golongan barang. Jasa simpanan berdasarkan Sewa modal berdasarkan pinjaman 2
taksiran Bila
lama
pengembalian Bila
lama
pengembalian
melebihi
3
melebihi perjanjian, barang perjanjian, barang di lelang kepada diual kepada msyarakat. Jasa
simpanan
masyarakat.
dihitung Sewa modal di hitung berdasarkan
4
dengan kosntanta X taksiran.
persentase X uang pinjaman.
Maksimal jagnka waktu 4 Maksimal jangka waktu 3 bulan. 5
bulan. Uang
kelebihan
=
hasil Uang kelebihan = hasil lelang – (uang
6
penjualan – (uang pinjaman + pinajaman + sewa modal + biaya jasa
penitipan
+
biaya lelang).
penjualan). Biaya uang kelbihan dalam Bila uang kelebihan dalam satu tahun 7
satu
tahun
tidak
diambil tidak
diambil
menjadi
milik
diserahkan kepada lembaga penggadaian. ZIS. Sumber : Gadai Syariah diIndonesia.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Pendanaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu (http://ulgs.tripod.com) 1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.2. 2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.
Universitas Sumatera Utara
Pendanaan pegadaian syariah memiliki sumber-sumber dana sebagai berikut (Zainudin , 2008:52). 1. Modal sendiri 2. Penerbitan obligasi syariah 3. Mengadakan kerja sama atau syirkah dengan lembaga keuangan lainnya 4. Pendanaan kegiatan operasional gadai syariah meliputi gaji pegawai, honor, perawatan gedung, peralatan dan sebagainya. 5. Penyaluran
dana yang ada, sebagian besar digunakan untuk kegiatan
pembiayaan. Bahkan lebih dari 50% dan dimaksud disalurkan pada aktifitas pembiayaan, yaitu pemberian pinjaman kepada warga masyarakat yang membutuhkan. 6. Investasi lain, yaitu dan-dan yang belum digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pegadaian syariah, atau belum disalurkan kepada masyarakat, maka dapat diinvestasikan dalam bentuk lain, baik investasi jangka pendek maupun jangka menengah 2.5.2 Prosedur Pemberian dan Pelunasan Kredit Gadai 2.5.3. Pemberian Pinjaman Tata cara pelaksanaan memperoleh pinjaman yaitu sebagai berikut (Zainuddin, 2008: 74): a. Prosedur Memperoleh Pinjaman (marhun bih) Untuk memperoleh pinjaman uang (marhun bih) dikantor pegadaian syariah maka seorang nasabah (rahin) harus menyanggupi syarat- syarat yang ditentukan sebagai berikut: 1. Memperlihatkan KTP atau kartu identitas lainnya yang berlaku
Universitas Sumatera Utara
2. Membawa barang gadai (marhun) yang memenuhi syarat, seperti emas, barang elektronik dan alat- alat rumah tangga 3. Kepemilikan barang merupakan milik pribadi 4. Ada surat kuasa dari pemilik barang jika dikuasakan dengan disertai materai dan KTP asli dari pemilik barang 5. Menandatangani akad rahn dan akad ijarah dalam Surat Bukti Rahn (SBR) b. Tata cara pelaksanaan pencairan pinjaman (marhun bih) dikantor pegadaian syariah adalah sebagai berikut: 1. Calon nasabah (rahin) mengisi Formulir Permintaan Pinjaman (FPP) dan menandatanganinya 2. Calon
nasabah
(rahin)
mendatangi
loket
penaksir
dan
menyerahkan barang gadai (marhun) untuk ditaksir nilainya 3. Calon nasabah (rahin) menandatangani Surat Bukti Rahn (SBR) dengan menyetujui akad rahn dan akad ijarah, kemudian Calon nasabah (rahin) menuju loket kasir untuk menerima pencairan pinjaman (marhun bih) Skema tata cara memperoleh pinjaman (marhun bih) dikantor pegadaian syariah yang ada di Kota Medan (Zainudin, 2008: 75)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Skema Tata Cara Memperoleh Pinjaman
(Sumber: Zainudin, 2008: 75)
Keterangan 1. Nasabah (rahin) datang langsung ke murtahin (dalam hal ini penaksir) dan menyerahkan barang (marhun) yang akan digadaikan/jaminannya dengan menunjukkan bukti identitas diri seperti KTP, atau keterangan identitas lainnya. 2. Barang jaminan akan diteliti kualitasnya oleh penaksir dan ditetapkan harganya. Setelah taksiran didapatkan maka penaksir memberitahu kasir berapa jumlah pinjaman (marhun bih) yang akan diberikan yang dapat
Universitas Sumatera Utara
dipinjam oleh nasabah (rahin). Besar uang pinjaman ditetapkan oleh penaksir lebih kecil dari harga pasar nilai barang. 3. Setelah itu, uang pinjaman dapat diambil oleh nasabah dibagian kasir, 2.5.4. Pelunasan Pinjaman Proses pelunasan uang pinjaman (marhun bih) dan pengambilan barang gadai dikantor pegadaian syariah adalah sebagai berikut (Zainuddin Ali, 2008: 76): 1) Setiap saat uang pinjaman (marhun bih) dapat dilunasi tanpa harus menunggu habisnya jangka waktu akad (jatuh tempo) 2) Proses pengembalian pinjaman (marhun bih) sampai penerimaan kembali barang gadai/ jaminan (marhun), tidak dikenakan biaya apapun, kecuali membayar jasa simpanan sesuai tarif yang berlaku.
Gambar 2.2 Skema Tata Cara Pelunasan Pinjaman
Sumber ( Zainudin, 2008: 76)
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: 1. Nasabah (rahin) mendatangi langsung ke murtahin (dalam hal ini kasir) dengan membawa SBR (Surat Bukti Rahn) 2. Kasir memberitahu petugas penyimpan marhun untuk mengeluarkan barang gadai tersebut 3. Barang gadai (marhun) dikembalikan kepada nasabah (rahin). 2.6 Penelitian Terdahulu 1. Gufron Hamzah, 2007 dengan penelitian yang berjudul ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Nasabah Dalam Produk Qardh Dengan Gadai Emas Di PT Bank Sumut Syariah Cabang Medan”. Dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kuesioner, studi kepustakaan, dan observasi kelapangan. Adapun responden dalam penelitian ini adalah nasabah pada Bank Sumut Syariah Cabang Medan sebanyak 83 orang dengan menggunakan tehnik (Simple Random Sampling) dengan analisis regresi berganda (OLS). Hasil dari analisis penelitian menunjukkan bahwa faktor Promosi, prosedur pencairan pinjaman, dan Harga taksiran barang memiliki pengaruh positif dan signifikan pada α 1% terhadap Minat nasabah untuk menggunakan Produk Bank Sumut Syariah cabang Medan.. Dengan demikian faktor-faktor tersebut, faktor Promosi merupakan faktor yang paling utama dalam mempengaruhi minat nasabah untuk menggunakan Produk Qardh dengan Gadai Emas di PT. Bank sumut Syariah Cabang Medan.
Universitas Sumatera Utara
2. Meilinda Sari, 2007 dengan penelitian yang berjudul “Persepsi Masyarakat Tentang Gadai Emas diPenggadaian Syariah Cabang Setia Budi Medan”. Penelitian ini dengan menggunakan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Product and Service Solution) versi 16,0 dan Microsoft Excel 2007. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif. Disamping itu dilakukan pula dengan bentuk analisis lain seperti : grafik tabulasi silang (cross tab), tabel, frekuensi dan gambar (grafik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan data yang diperoleh dari Pegadaian Syariah cabang Setia Budi Medan, dapat diketahui bahwa motif nasabah dalam menggadaikan emasnya karena kebutuhan hidup/konsumsi yaitu sebanyak 72%.Pemahaman nasabah tentang proses gadai emas yang diberikan oleh Pegadaian Syariah sebanyak 88%. Dan alasan nasabah memilih Pegadaian Syariah sebagai suatu solusi dalam menggadaikan emas sebanyak 72% yaitu karena proses menggadaikan emas dengan syarat yang mudah, cepat dan aman walaupun ada yang memilih karena segala biaya yang ada persesntasenya (%) kecil sehingga tidak memberatkan peminjam yaitu sebanyak 18%. 3. Randi Saputra,2010 dengan judul penelitian” Analisis Potensi Dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah Di Kota Medan”. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data analsis SWOT. Hasil perhitungan analisis SWOT yang didapat adalah selisih antara kekuatan dan kelemahan sebesar 19 dan selisih antara peluang dan ancaman adalah sebesar 13. Oleh karena itu hasil dari analisis SWOT
Universitas Sumatera Utara
pegadaian syariah kota Medan berada pada Kuadran I (positif – positif)/ keunggulan progresif dengan menggunakan strategi SO, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar- besarnya. 4. Sri Suspa Hotmaidah Sarumpaet,2008 “Persepsi Masyarakat Terhadap Proses Pelelangan Barang Jaminan di PT. Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi, Medan”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif, yang menjadi objek penelitian ini adalah PT.Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi, Medan. Data yang digunakan adalah wawancara, dokumen dan kuesioner dengan jumlah sampel sebanyak 40 orang. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang menjadi nasabah Pegadaian Syariah setuju dengan proses lelang di Pegadaian Syariah. Pelelangan barang jaminan dilakukan dengan sistem penjualan. Pegadaian memberikan tempo kepada rahin untuk pelunasan marhun. Sampai dengan jatuh tempo, nasabah tidak melunasi pinjamannya dan tidak juga melakukan perpanjangan, maka Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi, Medan berhak melakukan proses lelang. Apabila hasil lelang tidak cukup untuk melunasi maka nasabah wajib membayar sisa kewajiban kepada pegadaian dan sebaliknya bila ada kelebihan hasil penjualan barang maka nasabah berhak menerima kelebihan.
Universitas Sumatera Utara
2.7 kerangka Konseptual Adapun kerangka pemikiran peneliti yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Minat Masyarakat ( Y)
Pendapatan (X1)
Kebutuhan (x2)
Keamanan (X3)
Gamabar 2.3 Kerangka Konseptual (dibuat oleh peneliti) 2.8 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana kebenarannya masih perlu untuk diuji. Maka penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut : 1. Faktor pendapatan berpengaruh positif dengan minat masyarakat menjadi nasabah dipegadaian syariah cabang Setia Budi Medan. 2. Faktor kebutuhan berpengaruh positif dengan minat masyarakat menjadi nasabah dipegadaian syariah cabang Setia Budi Medan. 3. Faktor keamanan berpengaruh positif dengan minat masyarakat menjadi nasabah dipegadaian syariah cabang Setia Budi Medan
Universitas Sumatera Utara