BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pegadaian Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al-
habsu. Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Pengertian ini didasarkan pada praktek bahwa apabila seseorang ingin berhutang kepada orang lain, ia menjadikan barang miliknya baik berupa barang begerak ataupun barang tak bergerak berada dibawah penguasaan pemberi pinjaman sampai penerima pinjaman melunasi hutangnya (Antonio, 2001:159). Sedangkan Gadai menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgenlijk Wetboek) Buku II Bab XX Pasal 1150, adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergera, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari pada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mana yang harus didahulukan. Selain berbeda dengan KUH Perdata, pengertian gadai menurut syariat Islam juga berbeda dengan pengertian gadai menurut hukum adat yang mana dalam ketentuan hukum adat pengertian gadai yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai, dengan ketentuan si penjual (penggadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali (Antonio, 2001:159).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Subagyo, (1999 : 88) menyatakan bahwa pegadaian adalah suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit kepada masyarakat dengan corak khusus yaitu secara hukum gadai. Sigit Triandaru (2000 : 179) menyatakan bahwa pegadaian adalah satusatunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembayaran dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai. 2.1.1
Jenis – Jenis Pegadaian
1. Pegadaian konvensional Pada kesempatan ini penulis tidak memfokuskan penulisan kepegadaian konvesional, disini penulis hanya memberikan sedikit gambaran mengenai pegadain konvensional. Pegadaian menurut Susilo (1999) adalah suatu hak yang diperoleh oleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. PT Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas dasar hukum gadai. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang orang yang berpiutang atas suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang berpiutang sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh yang berpiutang bila yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Gadai menurut Undang – undang Hukum Perdata (Burgenlijk Wetbiek) Buku II Bab XX pasal 1150, adalah : suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil
Universitas Sumatera Utara
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang – orang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk mennyelamatkannya setelah barang tersebut digadaikan, biaya – biaya mana harus didahulukan. 2.2
Pengertian Pegadaian Syariah Transaksi hukum gadai dalam ilmu fikih Islam diartikan sebagai rahn yang merupakan
suatu jenis perjanjian untuk menahan suatru barang sebagai tanggungan utang (Zainuddin, 2008:1). Rahn dalam bahasa Arab adalah al-habsu yang berarti tetap dan kekal. Kata ini merupakan makna yang bersifat materiil. Karena itu, secara bahasa kata ar-rahn berarti menjadikan sesuatu barang yang bersifat materi sebagai pengikat utang (Antonio, 2000:159). Pengertian gadai (rahn) secara bahasa seperti diungkapkan di atas adalah tetap. Kekal, dan jaminan. Sedang dalam istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus. Pengertian gadai dalam hukum Islam (syara’) adalah: “Menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan utang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut”. (Zainuddin, 2008:1-2) Berdasarkan pengertian gadai diatas yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam diatas, penulis berpendapat bahwa gadai (rahn) adalah menahan barang jaminan yang bersifat materi milik si peminjam (rahin) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan barang yang diterima tersebut bernilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang gadai dimaksud, bila pihak yang menggadaikan tidak dapat membayar utang pada waktu yang telah ditentukan. Jika memperhatikan pengertian gadai (rahn) di atas, maka tampak bahwa fungsi dari akad perjanjian antara pihak peminjam dengan pihak yang meminjam uang adalah untuk memberikan ketenangan bagi pemilik uang dan/atau jaminan keamanan uang yang dipinjamkan. Karena itu,
Universitas Sumatera Utara
rahn pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan utang piutang yang murni berfungsi sosial, sehingga dalam buku fiqh mu’amalah akad ini merupakan akad tabarru’ atau akad derma yang tidak mewajibkan imbalan. 2.2.1 Karakteristik Pegadaian Syariah Pegadaian syariah bukan hanya sekedar lembaga keuangan yang bebas bunga, tetapi juga memiliki orientasi pencapaian kesejahteraan. Secara fundamental terdapat beberapa karakteristik pegadaian syariah (Soemitra, 2009:67) sebagai berikut: 1. Penghapusan riba 2. Pelayanan kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio-ekonomi Islam. 3. Pegadaian syariah bersifat universal yang merupakan gabungan dari lembaga keuangan komersil dan lembaga keuangan investasi. 4. Pegadaian syariah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati- hati terhadap permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada penyertaan modal, karena pegadaian syariah menerapkan profit and loss sharing dalam konsinyasi, ventura, bisnis atau industri. 5. Bagi hasil cenderung mempererat hubungan antara pegadaian syariah dan nasabah. 6. Kerangka yang dibangun dalam membantu perusahaan mengatasi kesulitan liquiditasnya dengan memanfaatkan instrumen bank pasar uang antar pegadaian syariah dan instrumen pegadaian syariah berbasis syariah. 2.2.2 Produk – Produk Pegadaian Syariah Produk dan layanan jasa yang ditawarkan oleh pegadaian syariah kepada masyarakat berupa (www.pegadaiansyariah.co.id) : a. Konsinyasi Emas Konsinyasi Emas adalah layanan titip-jual emas batangan di Pegadaian sehingga menjadikan investasi emas milik nasabah lebih aman karena disimpan di Pegadaian.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan dari hasil penjualan emas batangan diberikan kepada Nasabah, oleh sebab itu juga emas yang dimiliki lebih produktif. b. MULIA (Murabahah Logam Mulia Untuk Investasi Abadi) Logam mulia atau emas mempunyai berbagai aspek yang menyentuh kebutuhan manusia disamping memiliki nilai estetis yang tinggi juga merupakan nilai investasi yang nilainya stabil, likuid dan aman secara riil. Mulia (Murabahah Logam Mulia Untuk Invstasi Abadi) adalah penjualan logam mulia oleh pegadaian kepada masyarakat secara tunai, dan agunan dengan jangka waktu fleksibel. Akad murabahah logam mulia untuk investasi abadi adalah persetujuan atau kesepakatan yang dibuat bersama antara pegadaian dan nasabah atas sejumlah pembelian logam mulia disertai keuntungan dan biaya-biaya yang disepakati. c. Pembiayaan Ar-Rum Ar- Rum adalah skim pinjaman berprinsip syariah bagi para pengusaha mikro dan kecil untuk keperluan pengembangan usaha dengan sistem pengambilan secara angsuran dan menggunakan jaminan BPKB motor atau mobil. d. Ar-Rum Haji Pembiayaan ar-rum haji pada pegadaian syariah adalah layanan yang memberikan kemudahan pendaftaran dan pembiayaan haji. Jaminan emas minimal Rp 7 juta plus bukti SA BPIH SPPH & buku tabungan haji,uang Pinjaman Rp 25 juta dalam bentuk tabungan haji.
e. Amanah Pembiayaan amanah dari Pegadaian Syariah adalah pembiayaan berprinsip syariah kepada karyawan tetap maupun pengusaha mikro, untuk memiliki motor atau mobil dengan cara angsuran.
Universitas Sumatera Utara
f. Gadai Syariah Pembiayaan rahn (gadai syariah) dari Pegadaian Syariah adalah solusi tepat kebutuhan dana cepat yang sesuai syariah. Prosesnya cepat hanya dalam waktu 15 menit dana cair dan aman penyimpanannya. Jaminan berupa barang perhiasan, elektronik atau kendaraan bermotor. 2.2.3 Operasionalisasi Pegadaian Syariah Implementasi operasi pegadaian syariah hampir sama dengan pegadaian konvensional. Seperti halnya pegadaian konvensional, pegadaian syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat. Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep, teknik transaksi dan pendanaan. Pegadaian syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang ketiga aspek tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut. 2.2.3.1 Landasan Konsep Sebagaimana halnya institusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al -Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah : 1.
Al-Quran Surat Al Baqarah : 283 ”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah
Universitas Sumatera Utara
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” 2.
Hadist ”Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi
dan meminjamkan kepadanya baju besi”. HR Bukhari dan Muslim. ”Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya”. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah. “Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan”. HR Jamaah. Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSNMUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut : 1.
Ketentuan Umum a. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. b. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
Universitas Sumatera Utara
c. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. d. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. e. Penjualan marhun 1) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya. 2) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi. 3) Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. 4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. 2. Ketentuan Penutup a.
Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
b.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.
2.2.3.2 Teknik Transaksi Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu : a. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah. b. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad. 2.2.3.3
Pendanaan Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan
dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja. Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi pegadaian syariah dibandingkan dengan pegadaian konvensional, yaitu : 1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman. 2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan. 2.3
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Universitas Sumatera Utara
Bunga bank adalah tambahan biaya yang harus dibayarkan oleh nasabah bank atas modal yang telah dipinjamkan oleh bank kepada nasabah. Menurut pandangan Islam, bunga bank sama dengan riba. Jadi islam mengharamkan bunga bank (Sudarsono, 2003:96). Bunga bank dikatan riba ialah bunga yang berlipat ganda. Bila bunga hanya dua persen dari modal pinjaman itu, itu tidak berlipat ganda sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan oleh agama Islam. Riba disini ialah ketika adanya pelipatan ganda terhadap bunga itu sendiri, namun ada juga yang mengatakan bahwa bunga itu riba karena apapun yang bertambah dari asalnya dikatakan sebagai riba (Antonio, 1999:133). Bagi hasil menurut istilah adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana, (Suhendi, 2002: 153). Sedang menurut terminologi asing (Inggris) bagi hasil dikenal dengan profit sharing. Profit sharring dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan: "Distribusi beberapa bagian dari laba (profit) pada para pegawai dari suatu perusahaan". Tabel 2.1 Perbedaan Bunga Dengan Bagi Hasil Bagi Hasil Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada untung rugi Besarnya bagi hasil adalah berdasarkan nisbah terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh Besarnya bagi hasil tergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Untung rugi ditanggung bersama
Bunga Penentuan bunga pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
Besarnya bunga adalah suatu persentase tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan Besarnya bunga tetap seperti yang telah dijanjikan tanpa mempertimbangkan apakah proyek mudharib untung atau rugi
Tidak ada yang meragukan Eksistensi bunga diragukan oleh keabsahan bagi hasil semua agama termasuk Islam Sumber: Antonio (2001)
Universitas Sumatera Utara
2.4
Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Konvensional dengan Syariah Pegadaian konvensional dan pegadaian syariah adalah sama-sama lembaga keuangan yang memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar gadai. Dalam menjalankan usahanya pegadaian tersebut memberikan pinjaman dengan adanya agunan atau jaminan dari masyarakat yang berguna apabila suatu saat nasabah tidak mampu membayar utangnya, maka pihak pegadaian boleh melakukan pelelangan atas barang tersebut dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada nasabah peminjam biasanya 3 hari sebelum diadakan pelelangan. Pada prinsipnya barang jaminan yang diberikan nasabah tersebut tidak boleh diambil
manfaatnya, karena disini pegadaian hanya berkewajiban menjaga dan memelihara barang tersebut agar tetap utuh sperti sedia kala, namun boleh juga diambil manfaatnya apabila ada kesepakatan antara nasabah dengan pihak pegadaian.
Tabel 2.2 Persamaan Pegadaian Konvensional dengan Pegadaian Syariah No.
Persamaan
1.
Hak gadai atas pinjaman uang
2.
Adanya agunan sebagai jaminan utang
3.
Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan
4.
Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai
5.
Apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang
Sumber: Ali (2008) Biaya barang yang telah digadaikan tersebut menjadi tanggungan nasabah dalam hal biaya pemeliharaan dan penjagaan oleh pegadaian, dan besarnya biaya telah ditentukan
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya sesuai dengan jenis barang dan besarnya pinjaman. Dan apabila pinjaman telah jatuh tempo, pihak pegadaian memberitahukan kepada peminjam/nasabah apakah dilakukan perpanjangan waktu peminjaman atau tidak, dan setelah dilakukan perpanjangan waktu dan nasabah juga tidak mampu membayar utangnya maka akan dilakukan penjualan atau pelelangan, semua biaya pokok pinjaman dan biaya administrasi dan biaya diadakannya lelang tersebut ditanggung dari hasil penjualan lelang tersebut, dan apabila ada kelebihan uang maka akan diberikan kembali kepada nasabah yang bersangkutan. Tabel 2.3 Perbedaan Pegadaian Konvensional dengan Pegadaian Syariah No.
Pegadaian Konvensional
Pegadaian Syariah
1.
Gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal
Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan/ mencari keuntungan yang sewajarnya
2.
Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak
Rahn berlaku pada seluruh benda baik harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak
3.
Adanya istilah bunga (memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda
Dalam rahn tidak ada istilah bunga (biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan dan penaksiran). Singkatnya biaya gadai syariah lebih kecil dan hanya sekali dikenakan
4.
Dalam hukum perdata gadai dilaksanakan melalui suatu lembaga yang ada di Indonesia disebut PT Pegadaian Menarik bunga 10%-14% untuk jangka waktu 4 bulan, plus asuransi sebesar 0,5% dari jumlah pinjaman. Jangka waktu 4 bulan itu bisa terus diperpanjang, selama nasabah mampu membayar bunga
Rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga
6.
Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan akan dijual kepada masyarakat
Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan dilelang kepada masyarakat
7.
Kelebihan uang hasil lelang tidak diambil oleh nasabah, tetapi menjadi milik pegadaian
Kelebihan uang hasil dari penjualan barang tidak diambil oleh nasabah, tetapi diserahkan kepada lembaga BAZIS
5.
Hanya memungut biaya (termasuk asuransi barang) sebesar 4% untuk jangka waktu 2 bulan. Bila lewat 2 bulan nasabah tak mampu menebus barangnya, masa gadai bisa diperpanjang dua periode. Tidak ada tambahan pungutan biaya untuk perpanjangan waktu.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan yang mendasar antara pegadaian syariah dengan konvensional adalah dalam memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda. Lain halnya biaya dipegadaian syariah tidak berbentuk bunga, tetapi berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran. Singkatnya biaya di pegadaian syariah lebih kecil dan hanya sekali dikenakan. 2.5
Minat
2.5.1 Pengertian Minat Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnaya penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. ( Slameto, 2003 : 180). Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa seseorang lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktifitas. Seseorang yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cendrung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu seseorang melihat bagaimana hubungan antara produk yang ada denganapa yang menjadi kebutuhan dirinya sendiri sebagai individu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi minat, diantaranya kebutuhan, jaringan kemitraan, fasilitas, pelayanan, keamanan, dan fleksibel. Hurlock (1993) menjelaskan bahwa minat adalah sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang ingin dilakukan ketika bebas memilih ketika seseorang menilai bahwa sesuatu akan bermanfaat, maka akan menjadi berminat, kemudian hal tersebut akan mendatangkan kepuasan. Ketika kepuasan menurun maka minatnya juga akan menurun, sehingga minat tidak bersifat permanen, tetapi minat bersifat sementara atau dapat berubah-ubah.
Universitas Sumatera Utara
Minat menurut Chauhan (1978) pada orang dewasa menentukan aturan penting dalam perkembangan pribadi dan prilaku mereka. Minat adalah hal penting untuk mengerti individu dan menuntun aktifitas dimasa yang akan datang. Tampubolon (1993) mengemukakan bahwa minat adalah perpaduan antara keinginan dan kemauan yang dapat berkembang jika ada motivasi. Dari beberapa definisi minat diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai minat, bahwa minat merupakan sebuah motifasi intrinsik sebagai kekuatan pembelajaran yang menjadi daya penggerak seseorang dalam melakukan aktivitas dengan penuh ketekunan dan cendrung merata, dimana aktifitas tersebut merupakan prosespengalaman belajar yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan mendatangkan perasaan senang, suka dan gembira. 2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi minat jual beli masyarakat Banyak hal yang mempengaruhi ketika akan menjalankan sebuah usaha apapun jenis usahanya, tentunya pengambilan keputusan untuk melakukan sebuah kegiatan ekonomi harus benar-benar dipertimbangkan, disamping itu sebagai seorang muslim yang taat kepada ajaran agama kegiatan ekonomi yang akan dilakukan harus dengan ketentuan syariat Islam agar hasil yang didapat berkah. Keinginan untuk menjalankan suatu usaha adalah sebuah kegiatan ekonomi yang memanfaatkan sumber daya atau modal yang ada untuk menciptakan suatu proses produksi sehingga menghasilkan komoditas yang dapat dipertukarkan (Suryomurti, 2011:3). Jual beli dalam bentuk emas pada pegadaian syariah merupakan salah satu bentuk investasi yang tujuannya untuk mendatangkan manfaat bagi pemilik sumber daya atau pengelolanya, baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Keputusan untuk berjual beli emas ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: a. Faktor psikis yang merupakan faktor pendorong dari dalam diri konsumen yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan sikap.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor sosial yang merupakan proses dimana perilaku seseorang dipengaruhi oleh keluarga, status sosial dan kelompok acuan, kemudian pemberdayaan bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi dan juga distribusi. 2.6
Jual Beli
2.6.1 Definisi Jual Beli Secara bahasa al-bai’ (menjual) berarti “mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya”. Ia merupakan sebuah nama yang mencakup pengertian terhadap kebalikannya yakni alsyira (membeli). Demikianlah al-bai’ sering diterjemahkan dengan jual-beli. Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta. Sedangkan secara terminologi jual beli memiliki arti penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Dari definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
2.6.2
Rukun dan Syarat Jual Beli Islam memberikan kebebasan bagi umatnya untuk melakukan jual beli baik secara
perorangan maupun kolektif, meskipun diberi kebebasan tapi tidak serta merta jual beli dilakukan tanpa ada rukun-rukunnya, adapun rukun jual beli dalam islam antara lain: Rukun jual beli menurut mahzab Hanafi adalah ijab dan kabul, sedangkan menurut Jumhur ulama ada 4 (empat) yaitu: a. Orang yang menjual b. Orang yang membeli c. Shighat (lafal) d. Barang yang akan diakadkan
Universitas Sumatera Utara
Adapun menurut Ismail yang dikutip dari buku Pegadaian Syariah, rukun jual beli harus memenuhi syarat dan rukun jual beli yaitu: a. Penjual Adalah pihak yang memiliki objek barang yang akan diperjual belikan. Dalam transaksi Pegadaian Syariah, maka pihak penjual adalah Pegadaian Syariah. b. Pembeli Merupakan pihak yang ingin memperoleh barang yang diharapkan, dengan membayar sejumlah uang tertentu kepada penjual. Pembeli dalam aplikasi pegadaian syariah adalah nasabah. c. Objek jual beli Merupakan barang yang akan digunakan sebagai objek transaksi jual beli yang disepakati antara penjual dan pembeli, objek ini harus ada fisiknya. d. Harga Setiap transaksi jual beli harus disebutkan dengan jelas harga jual yang disepakati antara penjual dan pembeli. e. Ijab kabul Merupakan
kesepakatan
penyerahan
barang
dan
penerimaan
barang
yang
diperjualbelikan. Ijab kabul harus disampaikan secara jelas atau dituliskan untuk ditandatangani oleh penjual dan pembeli (Ismail, 2011:136). Dalam Islam, ada rukun-rukun jual beli yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak yang tujuannya agar dikemudian hari tidak terjadi perselisihan rukun tersebut adalah ada penjual, ada pembeli ada barang yang akan dijadikan objek jual beli dan adanya ijab kabul dan kesepakatan harga. Selain rukun jual beli terdapat juga syarat jual beli antara lain: 1. Syarat-syarat orang yang berakad:
Universitas Sumatera Utara
a. Berakal b. Orang yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda 2. Syarat-syarat yang terkait dengan ijab kabul : a. Orang yang mengucapkan adalah orang yang baligh dan berakal b. Kabul sesuai dengan ijab c. Ijab dan kabul itu dilakukan sesuai dengan majelis Untuk saat sekarang perwujudan ijab dan kabul tidak lagi diucapkan, tetapi dilakukan dengan sikap mengambil barang dan membayar uang oleh pembeli. 3. Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan adalah sebagai berikut: a. Barang itu ada, atau tidak ada ditempat tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. b. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. c. Milik seseorang, barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh diperjualbelikan. d. Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung. Maksud diadakannya syarat-syarat ini adalah untuk mencegah terjadinya perselisihan diantara manusia, menjadi kemaslahatan pihak-pihak yang melakukan akad, dan menghilangkan sifat gharar (penipuan). 2.6.3
Jenis-jenis jual beli Jual beli adalah transaksi yang hampir dilakukan seluruh manusia dimuka bumi ini, setiap
hari pasti ada transaksi jual beli. Berbagai barang diperjualbelikan pada setiap sektor kehidupan dan dari beberapa segi. Ada beberapa jenis jual beli yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari beberapa segi jual beli tersebut anatar lain adalah: 1. Segi Hukum, dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Jual beli yang sah menurut hukum b. Jual beli yang batal menurut hukum 2. Segi benda, dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu: a. Jual beli benda yang kelihatan Jual beli ini pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli, hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak, seperti membeli beras. b. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji Jual beli jenis ini adalah jual beli pesanan (salam) c. Jual beli benda yang tidak ada Jual beli jenis ini adalah yang dilarang dalam agama Islam, karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan. 3. Segi pelaku akad, dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu: a. Lisan, akad jual beli yang dilakukan oleh kebanyakan orang b. Perantara, jual beli ini dilakukan dengan mengutus seseorang untuk mengadakan jual beli. c. Perbuatan (mu’athab) yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab kabul (Suhendi, 2002:75-82). Jual beli dalam Islam dapat dilihat dari beberapa segi yaitu: segi hukum adalah sah atau tidak sahnya suatu akad jual beli, segi benda yang dapat dilihat, benda yang masih dalam janji dan benda yang tidak dapat dilihat, dari segi pelaku akad yaitu lisan, melalui perantara dan perbuatan.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Konseptual Berdasarkan batasan penelitian ada beberapa variabel yang mendorong minat masyarakat terhadap jual beli emas di Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi Medan. Maka kerangka pemikiran dalam skripsi ini adalah : Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Minat Masyarakat Terhadap Jual Beli Emas Di Pegadaian Syariah
Pelayanan (X1) Promosi (X2)
Minat Jual Beli Emas (Y)
Pegadaian Syariah
Biaya-Biaya (X3) 2.8
Penelitian Terdahulu
1) Penelitian yang dilakukan oleh Hamzah Gufron (2009) yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Nasabah dalam Produk Qardh dengan Gadai Emas di PT. Bank Sumut Cabang Medan”, dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Squares) atau metode kuadrat terkecil biasa. Data-data yang digunakan, dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik yaitu persamaan regresi linier berganda. Penulis menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan yang terdiri dari faktor promosi (X1), faktor harga taksiran barang (X2), faktor prosedur pencairan barang (X3) dan minat nasabah (Y). 2) Ibnatul Wadhiyyah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Perbandingan Keunggulan Keputusan Nasabah Memilih Logam Mulia Pada Perum Pegadaian dan Pegadaian Syariah Di Jakarta, dengan menggunakan variabel bebas yaitu preferensi, kepuasan, sosial ekonomi, lingkungan serta variabel terikatnya yaitu keputusan. Penulis menyimpulkan bahwa variabel-variabel yang terkait tersebut ternyata tidak berpengaruh banyak terhadap keputusan memilih seorang nasabah.
Universitas Sumatera Utara
3) Dila Larantika (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Minat Masyarakat Terhadap Jual Beli Emas Di Pegadaian Syariah Cabang Cinere Jakarta”. Penulis menggunakan metode analisis deskriptif dimana dari data responden 50, sebanyak 37 responden dengan persentase sebesar 74% menyatakan tertarik dengan produk MULIA, namun masih banyak yang belum pernah atau belum mencoba berinvestasi logam mulia yang juga menawarkan angsuran pembeliannya di Pegadaian Syariah Cabang Cinere. Disini sudah terlihat bahwa emas merupakan bentuk yang paling menarik untuk berinvestasi jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara