TINGKAT PSYCHOLOGICAL WELL-BEING REMAJA DI PANTI SOSIAL BINA REMAJA YOGYAKARTA SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Rr. Rahmawati Brilianita Sari NIM 11104241039
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOVEMBER 2015
i
ii
iii
iv
MOTTO “Happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony.” Mahatma Gandhi
v
PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan kepada:
Ibu dan Bapak, atas segala dukungan, doa, motivasi, dan kasih sayang yang tak henti mengalir,
Keluarga tercinta yang selalu memberikan doa dan semangat,
Teman-teman yang selalu membantu, mengingatkan, dan memberi semangat,
Almamater FIP UNY,
Agama, Nusa, dan Bangsa.
vi
TINGKAT PSYCHOLOGICAL WELL-BEING REMAJA DI PANTI SOSIAL BINA REMAJA YOGYAKARTA Oleh Rr Rahmawati Brilianita Sari NIM 11104241039 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat psychological well-being pada remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survei. Penelitian ini merupakan penelitian populasi dengan subyek seluruh remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang berjumlah 30 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala psychological well-being. Uji coba instrumen digunakan adalah uji coba terpakai. Uji validitas untuk skala psychological well-being dilakukan dengan expert judgement dan uji statistik dengan membandingkan nilai corrected item-total correlation yang diperoleh dengan nilai korelasi minimal 0,30. Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik alpha cronbach dihasilkan koefisien alpha sebesar 0,893. Analisis data yang digunakan yaitu teknik statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 70% remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta, secara umum memiliki tingkat psychological well-being dengan kategori tinggi. Pada indikator kemandirian (autonomy), 53,3% remaja berada pada kategori sedang, 70% remaja berada pada ketgori tinggi untuk indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery), 80% remaja berada pada kategori tinggi untuk indikator pengembangan pribadi (personal growth), 73,3% remaja berada pada kategori tinggi untuk indikator hubungan positif dengan orang lain (positive relations with other), 83,3% remaja berada pada ketegori tinggi untuk indikator tujuan hidup (purpose in life), dan 76,6% remaja berada pada ketgori tinggi untuk indikator penerimaan diri (self-acceptance). Dengan demikian, sebagian besar remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki tingkat psychological well-being tinggi.
Kata kunci : psychological well-being, remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Tingkat Psychological Well-Being Remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta”. Sebagai ungkapan syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kerja sama yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberikan kesempatan untuk menjalankan dan menyelesaikan studi. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang telah memfasilitasi kebutuhan akademik selama penulis menjalani masa studi. 3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi. 4. Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta masukan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 5. Bapak Fathur Rahman, M.Si selaku Pembimbing akademik atas bimbingannya, serta motivasinya kepada penulis dalam bangku kuliah. 6. Seluruh dosen jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UNY atas ilmu yang bermanfaat selama penulis menyelesaikan studi. 7. Seluruh Pembina Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian. viii
8. Remaja di Panti Sosial Bina remaja Yogyakarta atas kerjasamanya. 9. Ibu dan Bapak tercinta, yang tiada henti selalu memberikan dukungan moril maupun materil. Semoga Allah SWT senantiasa selalu melindungi, memberikan kesehatan, dan kebahagiaan dunia dan akhirat. 10. Kakakku Dhila dan Prima yang selalu memberi semangat dan
selalu
menanyakan perkembangan skripsi ini. 11. Teman terdekatku (Nurul, Elok, Andin, Nilam, Istifarani) yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini. 12. Teman-teman BK A 2011 yang saling memberi semangat dan berjuang bersama-sama dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang juga ikut berperan dalam kelancaran penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan yang diberikan, semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan menjadi amal baik dan imbalan pahala dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi peneliti selanjutnya dan menjadikan inspirasi bagi pembaca. Aamiin. Yogyakarta, 28 September 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN.................................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ............................................................................................
vi
ABSTRAK ..... .................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiii
DAFTAR GRAFIK ..........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……………………………………………………….............
1
B.
Identifikasi Masalah…………………………………………………..............
9
C.
Batasan Masalah……………………………………………………….............
10
D. Rumusan Masalah……………………………………………………..............
10
E.
Tujuan Penelitian…………………………………………………….............
10
F.
Manfaat Penelitian……………………………………………………............
10
BAB II KAJIAN TEORI A. Psychological Well-Being 1. Definisi Psychological Well-Being………………..........………………
12
2. Dimensi Psychological Well-Being…………………..........……………
14
3. Kriteria Psychological Well-Being …………………..........……………
17
4. Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being……...........……
19
5. Manfaat Psychological Well-Being pada Remaja………..........………..
24
6. Cara Mengukur Psychological Well-Being………………..........………
26
x
B. Remaja 1. Definisi Remaja……………………………………….………………
27
2. Karakteristik Remaja………………………………………………….
28
3. Tugas Perkembangan Remaja…………………………………………
31
4. Perkembangan Remaja…………………………………………….…..
32
C. Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta 1. Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta…………………………………
37
2. Tujuan Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta…………………………
39
3. Fungsi dan Tugas Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta……………...
39
4. Kegiatan Remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta…………...
41
5. Kriteria Remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta……………….
42
D. Kerangka Berpikir……………………………………….…………………..
43
E. Pertanyaan Penelitian……………………………………….…………….....
46
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian……………………………………….…………....
48
B. Variabel Penelitian……………………………………….…………...
49
C. Populasi dan Sampel……………………………………….…………
49
D. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………….
51
E. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….….
51
F. Definisi Operasional............................................................................
52
G. Instrumen Penelitian……………………………………….…………
53
H. Uji Coba Instrumen ……………………………………….……........
54
1. Uji Validitas……………………………………….……………..
55
2. Uji Reliabilitas……………………………………….…………...
57
I. Teknik Analisis Data……………………………………….…………
59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian.....................................................................................
62
1. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian........................................
62
2. Deskripsi Tingkat Psychological Well-Being.................................
64
xi
a. Deskrpisi Tingkat Psychological Well-Being Remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta........................................ ...............
64
b. Deskripsi Tingkat Kemandirian........................................... ............
66
c. Deskripsi Tingkat Penguasaan Lingkungan......................... ............
69
d. Dsekripsi Tingkat Pengembangan Pribadi........................... ............
73
e. Deskripsi Tingkat Hubungan Positif dengan Orang Lain.... ............
76
f.
Dsekripsi Tingkat Tujuan Hidup.............................. ........................
79
g. Deskripsi Tingkat Penerimaan Diri........................... .......................
82
B.
Pembahasan................................................................... ..............................
86
C.
Keterbatasan.................................................................. ..............................
94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.................................................................. ....... ...............................
101
B. Saran............................................................................ ................................
102
Daftar Pustaka……………………………………….………………………. 104 Lampiran.......................................................................................................... 110
xii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian.................................................................
51
Tabel 2. Kisi-Kisi Skala Psychological Well-Being................................................
53
Tabel 3. Skala Psychological Well-Being Valid......................................................
56
Tabel 4. Data Subyek Penelitian..............................................................................
63
Tabel 5. Deskripsi Data Tingkat Psychological Well-Being...................................
64
Tabel 6. Kriteria Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being .........................
65
Tabel 7. Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being.......................................
65
Tabel 8. Sebaran Jawaban Indikator Kemandirian (Autonomy)............. ................ Tabel 9. Deskripsi Data Indikator Kemandirian (Autonomy).................................. Tabel 10. Kriteria Kategorisasi Kemandirian (Autonomy) ..................................... Tabel 11. Kategorisasi Kemandirian (Autonomy).......................................... ........ Tabel 12. Sebaran Jawaban Indikator Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) ................................................................................................. Tabel 13. Deskripsi Data Indikator Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)....................................................................................... ........ ..... Tabel 14. Kriteria Kategorisasi Indikator Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery).................................................................. ........ ........ ........ ........ Tabel 15. Kategorisasi Indikator Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)............................................................................................ ........ Tabel 16. Sebaran Jawaban Indikator Pengembangan Pribadi (Personal Growth)............................................................................................ ........ Tabel 17. Deskripsi Data Indikator Pengembangan Pribadi (personal growth)............................................................................................. ........ Tabel 18. Kriteria Kategorisasi Indikator Pengembangan Pribadi (personal growth)............................................................................................. ........ Tabel 19. Kategorisasi Indikator Pengembangan Pribadi (personal growth) ........ Tabel 20. Sebaran Jawaban Indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relation with thers)........................................................... ........ Tabel 21. Deskripsi Data Indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positif Relation with Others)........................................................... ........ .......... Tabel 22. Kriteria Kategorisasi Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positif Relation with Others).......................................................... ........ ............ Tabel 23. Kategorisasi Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positif Relation with Others)....................................................................... ........ ........ ...... Tabel 24. Sebaran Jawaban Indikator Tujuan Hidup (Purpose of Life)......... ..........
67 67 68 68
Tabel 25. Deskripsi Data Indikator Tujuan Hidup (Purpose of Life)............. .........
80
Tabel 26. Kriteria Kategorisasi Indikator Tujuan Hidup (Purpose of Life) ... ........
81
xiii
70 70 71 71 73 74 75 75 76 77 78 78 80
Tabel 27. Kategorisasi Indikator Tujuan Hidup (Purpose of Life)................ ........
81
Tabel 28. Sebaran Jawaban Indikator Penerimaan Diri (Self-Acceptance).... ........
83
Tabel 29. Deskripsi Data Indikator Penerimaan Diri (Self-Acceptance)........ ........
83
Tabel 30. Kriteria Kategorisasi Indikator Penerimaan Diri (SelfAcceptance) ........
84
Tabel 31. Kategorisasi Indikator Penerimaan Diri (Self-Acceptance)............ ........
84
Tabel 32. Rangkuman Persentase Psychological Well-Being......................... ........
85
Tabel 33. Rangkuman Persentase Indikator Psychological Well-Being......... ........
86
xiv
DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Tingkat Psychological Well-Being.................................................... Grafik 2. Tingkat Kemandirian (Autonomy)..................................................... Grafik 3. Tingkat Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery).............
66 69 72
75 Grafik 4. Tingkat Pengembangan pribadi (Personal Growth).......................... Grafik 5. Tingkat Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positif Relation 78 with Others)......................................................................................... 81 Grafik 6. Tingkat Tujuan Hidup (Purpose of Life)........................................... 84 Grafik 7. Tingkat Penerimaan Diri (Self-Acceptance)...................................... Grafik 8. Persentase Tingkat Psychological Well-Being Berdasarkan Setiap Indikator............................................................................................ 85 .
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Expert Judgement..................................................................................
102
Lampiran 2. Skala Psychological Well-Being............................................................. 103 Lampiran 3. Validasi Skala Psychological Well-Being.............................................. 108 Lampiran 4. Realibilitas Skala Psychological Well-Being......................................... 111 Lampiran 5. Tabulasi Skala Psychological Well-Being.............................................. 115 Lampiran 6. Kategorisasi Tingkat Skala Psychological Well-Being Setiap Indikator 117 Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian................................................................................ 125
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja merupakan masa kritis karena individu menghadapi ragam perubahan biologis dan psikologis dalam proses mencari identitas baru dan menghadapi tantangan untuk memecahkan persoalan hidup. Menurut WHO (Ferry Effendi & Makhfudli, 2009:221) remaja memiliki rentang usia antara 12-24 tahun. Para remaja adalah harapan orang tua, bahkan dalam lingkup yang lebih luas, remaja adalah harapan negara. Hal ini dapat dipahami karena sebagai generasi penerus, di dalam tangan remaja terletak masa depan dunia. Remaja merupakan sumber daya manusia yang kedepannya memegang peranan penting dalam perkembangan nasional. Secara berproses remaja belajar dan berkembang untuk mencapai hal tersebut. Selain itu, remaja juga
memiliki banyak tugas
perkembangan. Menurut Havighurst (dalam Sofyan, 2005:8-9), tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu, dan apabila berhasil mencapainya individu tersebut akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan. Kemudian menurut William Kay (dalam Syamsu Yusuf, 2006:72) mengemukakan tugas perkembangan remaja sebagai berikut, (1) menerima fisiknya sendiri berikut keberagaman kualitasnya; (2) mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur yang memiliki otoritas; (3) mengembangkan
1
keterampilan interpersonal dan belajar bergaul; (4) menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya; (5) menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan diri; (6) memperkuat self-control atas dasar
nilai, prinsip, dan
falsafah hidup; (7) mampu meninggalkan masa kekanak-kanakan. Tugas perkembangan remaja di atas dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran yang diperoleh salah satunya di bangku pendidikan. Remaja diajarkan mengembangkan segala potensi dan cara hidup bersama orang lain. Selain itu, remaja juga belajar menghadapi masalah dan menyelesaikannya. Namun, dewasa ini terdapat sebagian remaja yang kurang beruntung karena tidak dapat mengenyam bangku sekolah. Meski demikian pemerintah telah melakukan berbagai cara agar dapat menurunkan tingkat remaja putus sekolah. Hal tersebut dapat terlihat dari angka putus sekolah pada jenjang SMA/MA mengalami penurunan dari 0,57 persen pada tahun ajaran 2011/2012 menjadi 0,51 pada tahun ajaran 2012/2013 (yogyakarta.bps.go.id). Kemiskinan seringkali menjadi alasan bagi siswa untuk tidak melanjutkan sekolah. Siswa tersebut diharapkan dapat membantu mencari nafkah untuk keluarganya, dan beranggapan lebih baik bekerja kemudian menghasilkan uang. Ada pula anggapan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin besar pula biaya yang diperlukan atau dikeluarkan. Sementara masyarakat miskin dan rumah tangga miskin, tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk biaya pendidikan. Selain kemiskinan, terdapat juga beberapa alasan yang melatarbelakangi seorang siswa untuk berhenti melanjutkan sekolahnya. Misalnya, rendahnya motivasi atau
2
minat anak untuk bersekolah, mengidap suatu penyakit, keterbatasan ekonomi orang tua, faktor sosial budaya dan faktor geografis (Mutiara Farah, 2014:11). Remaja yang mengalami kegagalan dalam sekolahnya rentan terkena stress. Remaja tersebut kurang memahami hal yang harus dilakukan di kemudian hari, sehingga sebagian dari remaja putus sekolah akan beralih ke arah yang kurang tepat. Sebagai contoh, seperti mencari rejeki di jalanan dengan cara yang kurang baik dan bahkan dapat terjerumus ke dalam dunia obat-obatan terlarang. Namun, ada juga yang memilih untuk membantu orang tua dengan mencari nafkah untuk keluarganya dan ada juga yang memilih untuk menikah muda. Bagi remaja putus sekolah yang memilih untuk bekerja pun hanya memiliki sedikit pilihan lapangan pekerjaan. Hal tersebut karena minimnya keterampilan yang dimiliki oleh remaja putus sekolah. Keadaan tersebut dapat menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan dan membuat psychological well-being remaja menjadi rendah. Menurut Ryff (dalam Gracillia Kurniawati,dkk , 2013:4) psychological well-being adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain, dapat mengambil keputusan sendiri dan mengatur tingkah laku, dapat mengatur dan menciptakan lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup remaja lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi psychological well-being seorang individu, diantaranya adalah status sosial ekonomi, dukungan sosial, dan tingkat pendidikan.
3
Ryff (dalam Ryan & Deccy, 2001:153) mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan diri. Berarti dapat disimpulkan, seseorang dengan tingkat pendapatan tinggi memiliki psychological well-being yang tinggi pula, sedangkan seseorang dengan pendapatan rendah akan memiliki psychological well-being yang rendah. Pendapat tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Sharma (2014) yang menemukan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara high income group dan middle income group pada kesejahteraan psikologisnya. Nilai rata-rata menunjukkan bahwa orang-orang yang berasal dari kelompok pendapatan yang lebih tinggi memiliki kesejahteraan psikologis lebih baik daripada orang-orang yang berasal dari kelompok berpenghasilan menengah. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang memiliki penghasilan tinggi dapat mengambil pendidikan tinggi, fasilitas yang baik, dan memiliki banyak cara untuk menikmati hidup. Pendidikan yang tinggi juga dapat mempengaruhi psychological well-being remaja. Remaja yang memiliki pendidikan yang tinggi dapat mengembangkan potensi yang dimiliki melalui bangku sekolah. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi karir dan harga diri remaja. Dukungan sosial berhubungan dengan kenyamanan, perhatian dan penghargaan yang diperoleh dari lingkungannya. Remaja yang memiliki dukungan sosial yang baik akan lebih mudah bergaul dan bahagia. Sebaliknya, remaja yang kurang mendapat dukungan sosial akan merasa kesepian dan terisolasi. Semua hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat psikologis remaja.
4
Melihat hal tersebut Dinas Sosial memiliki peranan yang cukup untuk membantu
mengembangkan
keterampilan
remaja
putus
sekolah
guna
memperbaiki kehidupan serta mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Salah satu program yang dilakukan Dinas Sosial adalah melalui pemberian program pelayanan sosial yang dapat membantu remaja putus sekolah di Panti Sosial. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 1988, Panti Sosial adalah lembaga/kesatuan kerja yang merupakan sarana dan prasarana yang memberikan pelayanan sosial berdasarkan profesi pekerjaan sosial. Lembaga pelayanan sosial seperti Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) membimbing dan melatih kemandirian remaja putus sekolah dan anak terlantar agar terhindar dari berbagai kemungkinan timbulnya masalah sosial. Selain itu pembekalan yang diberikan dapat berguna untuk memperbaiki kualitas hidup maupun ekonominya nanti. PSBR di seluruh Indonesia sebanyak 37 buah, dan 3 diantaranya milik pemerintah pusat ( Rizka, 2012:4). Terdapat satu PSBR yang dikelola oleh Pemerintah Daerah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di Beran, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman. Sejumlah 49 anak usia 16-24 tahun tinggal di PSBR tersebut untuk mendapat bimbingan. Bimbingan yang didapat berupa bimbingan fisik, mental, sosial dan beberapa keterampilan yang dapat membantu mengembangkan potensi yang dimiliki. Sesuai dengan misi yang dicanangkan oleh PSBR Yogyakarta sebagai berikut, Meningkatkan kualitas pelayanan dan penyantunan sosial remaja terlantar meliputi bimbingan fisik, mental sosial, keterampilan dan bimbingan kerja;
5
menumbuhkembangkan kesadaran tanggung jawab kesetiakawanan sosial dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial remaja terlantar; dan meningkatkan profesionalisme pegawai di bidang pelayanan sosial khususnya penanganan masalah kesejahteraan remaja terlantar (Leaflet Panti Sosial Bina Remaja, 2009)
Anak asuh PSBR mendapatkan beberapa fasilitas diantaranya, perawatan kesehatan, pakaian seragam, makanan, sarana pendidikan, pelatihan keterampilan, tutorial, bimbingan mental keagamaan dan etika budi pekerti serta bantuan sarana asrama. Remaja yang tinggal PSBR juga diberikan keterampilan tata rias, menjahit, montir, pertukangan las, dan pertukangan kayu. Berbagai kegiatan tersebut diharapkan remaja panti dapat memiliki bekal keterampilan untuk memperbaiki kehidupannya dimasa mendatang. Pelayanan dan bimbingan yang diberikan oleh PSBR bertujuan agar remaja dapat memiliki pengalaman-pengalaman baru dan kemampuan dalam menyadari potensi diri, memiliki tujuan dan arah hidup yang lebih jelas, mampu memanfaatkan segala kesempatan yang ada di lingkungan; memiliki kemandirian dalam bertingkah laku, membina hubungan yang baik dengan orang lain, serta mampu menerima segala kondisi dalam hidupnya baik kelebihan maupun kekurangan (leaflet PSBR, 2009). Dengan kata lain, segala kegiatan yang ada di dalam panti dapat membantu meningkatkan psychological well-being remaja sesuai dengan dimensi atau aspek dalam psychological well-being. Seperti yang dipaparkan oleh Ryff (dalam Gracillia Kurniawati, dkk, 2013:5), dimensi tersebut anatara lain adalah penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relation
with
others),
otonomi
(autonomy),
6
penguasaan
lingkungan
(environmental mastery), tujuan hidup (purpose of life),dan pertumbuhan pribadi (personal growth). Namun, berdasarkan observasi awal pada tanggal 19 Maret 2015 yang dilakukan di PSBR Yogyakarta didapat beberapa informasi mengenai kondisi remaja di PSBR Yogyakarta. Sebagian remaja di panti yang masih merasa labil atau belum menggunakan standar pribadi dalam mengambil keputusan selama di panti. Remaja tersebut memutuskan untuk pergi dan meninggalkan panti tanpa memberitahukan kepada pihak panti. Selain itu, masalah lain yang terdapat di panti adalah kurangnya pandangan tentang potensi yang sebenarnya dimiliki remaja hingga perlu dikembangkan. Lebih lanjut, melalui wawancara dengan pengasuh panti diketahui bahwa terdapat alumni panti yang telah selesai menempuh pelatihan dan bekerja, namun muncul kebosanan dalam diri. Alumni tersebut memilih untuk kembali ke kehidupan masa lalunya menganggur dan hidup di jalanan seperti sebelum masuk ke panti. Masalah lain yang muncul di dalam panti adalah tentang kedisiplinan dan tanggung jawab remaja penghuni panti. Masih banyak remaja di panti yang bermalas-malasan dalam mengikuti pelatihan dan bimbingan. Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh remaja di panti, seperti membawa handphone, membolos saat kegiatan pelatihan, merokok, dan pergi dari panti tanpa ijin. Di dalam panti juga terdapat sebuah asrama yang khusus diberikan kepada remaja-remaja di panti yang bermasalah. Pada dasarnya untuk kategori usia remaja, remaja dapat memiliki psychological well-being tinggi dengan mengembangkan segala potensi yang
7
dimiliki remaja dan berusaha mewujudkan cita-citanya. Remaja ingin memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri untuk mewujudkan jati diri. Perilaku beberapa remaja panti yang melakukan pelanggaran seperti bermalas-malasan, pergi keluar panti tanpa ijin, membolos dari kegiatan, dan pelanggaran lainnya, mengindikasikan bahwa remaja tersebut memiliki motivasi dan kesadaran diri yang rendah. Bimbingan dan konseling (BK) memiliki peran untuk membantu remaja menyelesaikan permasalahannya melalui layanan yang tepat. BK sosial-pribadi adalah bimbingan yang diberikan untuk membantu menyelesaikan masalah sosial dan pribadi, seperti penyesuaian sosial-pribadi, menghadapi konflik dan pergaulan. Bimbingan yang baik dan terarah dapat membantu remaja mengembangkan diri dan mencapai tugas perkembangan dengan baik. Penelitian terdahulu yang berkaitan dan penelitian ini adalah penelitian komparasi yang berjudul Psychological well-being pada Remaja yang Orang Tua Bercerai dan yang Tidak Bercerai (Puri Werdyaningrum, 2013). Penelitian tersebut menunjukan bahwa remaja dari orang tua bercerai memiliki psychological well-being lebih rendah dari remaja dengan orang tua tidak bercerai. Penelitian lain berjudul Studi Deskriptif Mengenai Psychological wellbeing pada Remaja SOS Desa Taruna Kinderdorf Bandung (Jane Savitri, dkk, 2012) yang dilakukan di sebuah panti asuhan, menunjukan bahwa remaja tersebut memiliki psychological well-being dengan presentase derajat rata-rata pada setiap aspeknya. Semua aspek memiliki presentase kurang lebih 50%.
8
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah jenis penelitian yang dipilih dan latar belakang masalah yang ada. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui tingkat psychological well-being pada remaja putus sekolah yang diberi kesempatan untuk berkembang di dalam panti sosial melalui layanan bimbingan dan pelatihan. Namun, sebagian remaja tersebut memiliki motivasi dan kesadaran diri yang rendah berdasarkan perilaku dan pelanggaran yang dilakukan. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai tingkat psychological well-being pada remaja yang tinggal Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diungkapkan diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang diantaranya: 1. Banyak remaja putus sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta dikarenakan beberapa faktor. 2. Remaja putus sekolah belum memiliki tujuan yang jelas mengenai masa depannya sehingga menyebabkan psychological well-being menjadi rendah. 3. Terdapat remaja PSBR Yogyakarta belum memiliki dan menggunakan standar pribadi dalam pengambilan keputusan selama berada di Panti. 4. Terdapat remaja di PSBR Yogyakarta melakukan pelanggaran aturan yang ada di PSBR Yogyakarta. 5. Belum diketahui tingkat psychological well-being pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta.
9
C. Batasan Masalah Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan kepada tingkat psychological well-being pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. D. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan dalam pelaksanaan penelitian. Berdasarkan batasan masalah yang dijadikan fokus penelitian, masalah pokok penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan judul dan rumusan masalah yang dikemukakakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat psychological wellbeing pada remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. F.
Manfaat Penelitian Hasil penelitain ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritik Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan kajian ilmu Bimbingan dan konseling mengenai psychological well-being pada remaja. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi gambaran data dan masukan sebagai bahan penelitian lebih lanjut tentang psychological wellbeing.
10
2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, sebagai berikut. a. Bagi remaja panti, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk dapat memperbaiki perilakunya sehingga tercapai tingkat psychological well-being yang tinggi. b. Bagi pengurus panti, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan program kegiatan panti yang mendukung peningkatan psychological well-being remaja. c. Bagi profesi Bimbingan dan Konseling, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pembuatan program satuan layanan khusunya dalam bidang BK Sosial-Pribadi terkait psychological well-being bagi remaja panti.
11
BAB II KAJIAN TEORI A. Psychological Well-Being 1. Definisi Psychological Well-Being Menurut Carol D. Ryff (dalam Sukma Adi Galuh Amawidyati & Muhana Sofiati Utami, 2007:166), penggagas teori psychological wellbeing, mengatakan bahwa yang digunakan
psychological well‐being merupakan istilah
untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu
berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif (positive psychological functioning). Psychological well-being dikaitkan dengan bagaimana kondisi mental yang dianggap sehat dan berfungsi optimal. Ryff (2008:19) menjelaskan psychological Well-Being merupakan pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan di mana individu dapat menerima kelebihan dan kekurangan dirinya yang didasarkan pada enam aspek kebutuhan biologis yang mewakili kriteria fungsi psikologi positif yaitu kemandirian (autonomy), pengembangan pribadi (personal growth), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with other), dan penerimaan diri (self-acceptance). Istilah psychological well-being digunakan di seluruh ilmu kesehatan sebagai semacam akumulasi dari semua pengalaman hidup yang berarti kepuasan hati, kepuasan dengan semua pengalaman hidup, aktualisasi diri, perasaan telah mencapai sesuatu yang diinginkan berupa kedamaian hidup dan kebahagiaan (Sharma, 2013:3). Well-being adalah konsep dinamis
12
yang mencakup subjektivitas, sosial, dan dimensi psikologis, serta perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Individu dengan psychological wellbeing yang tinggi dapat dikatakan sebagai individu yang memiliki perasaan puas dan bahagia terhadap hidupnya. Menurut Campbell (dalam Singh dan Mansi, 2009:233), psychological well-being adalah reaksi evaluasi dari seseorang terhadap kondisi hidupnya
baik
dalam
hal
kepuasan
hidup
(evaluasi
kognitif),
keseimbangan afektif berupa emosi, dan sejauh mana pengalaman positif dan negatif dapat mempengaruhi kehidupan orang tersebut. Psychological well-being merupakan hasil dari evaluasi pengalaman hidup yang dapat memberikan efek kebahagiaan. Okun dan Stock (1984;95) menjelaskan bahwa psychological wellbeing adalah perasaan bahagia dan kepuasaan diri yang dialami oleh individu yang terlihat dari cara individu tersebut memiliki tingkat kemandirian yang tinggi, mampu menguasai lingkungan, memiliki pertumbuhan diri yang baik, memiliki hubungan positif dengan orang lain, serta memiliki tujuan hidup dan penerimaan diri yang tinggi. Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi psychological well-being adalah evaluasi dari seorang individu terhadap kehidupannya serta dapat menerima sisi positif maupun negatif dalam hidupnya sehingga memiliki kepuasan hidup dan kebahagiaan. Individu tersebut memiliki kemandirian dalam hidupnya, mampu mengembangkan potensi
yang dimiliki, mampu mengontrol dan
13
memanfaatkan lingkungan tempat individu berada, memiliki tujuan hidup yang ingin dicapai, mampu menjalin hubungan yang posiif dengan orang lain, serta dapat memiliki penerimaan diri yang baik. 2. Dimensi Psychological Well-Being Ryff (2008 : 8) membagi psychological well-being menjadi enam dimensi, diantaranya. a. Penerimaan diri ( self-acceptance) Individu yang memiliki penerimaan diri yang tinggi mampu menerima dan menghormati keadaan diri sendiri serta mampu menyadari sisi negatif dalam dirinya dan mengetahui cara untuk hidup bahagia dengan sisi negatif yang dimilikinya (Putri dkk, 2013:13). Penerimaan diri dapat membuat individu memiliki kepribadian yang sehat dan kuat, sebaliknya individu yang kurang memiliki penerimaan diri akan merasa kurang puas dengan karakter individu tersebut dan merasa diri individu tidak berguna dan tidak percaya diri. Ryff (2008 : 20) menjelaskan, seorang individu harus mengetahui dan mengenal diri sendiri serta mampu memahami setiap tindakan, motivasi, dan perasaan yang dimiliki. Penerimaan diri juga berkaitan dengan sikap positif terhadap kehidupan individu di masa lalu dan berdamai dengan sisi gelap dari diri sendiri. Penerimaan diri merupakan sikap evaluasi diri jangka panjang dengan melibatkan kesadaran dan penerimaan, baik kekuatan dan kelemahan diri.
14
b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) Menurut Ryff, dimensi ini berhubungan dengan kemampuan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Kemampuan ini dicirikan dengan sikap hangat, persahabatan yang mendalam, empati, dan kasih sayang. Selain itu, dimensi ini berkaitan keterampilan interpersonal. Menurut Galuh (2013:2) keterampilan interpersonal adalah keterampilan individu untuk membangun dan menjaga hubungan baik dengan individu lain dan cara membangun hubungan yang harmonis dengan memahami dan meresponnya. Keterampilan interpersonal mempengaruhi individu untuk mempersepsikan diri sendiri terhadap orang lain, dan cara orang lain mempersepsikan diri terhadap individu tersebut. Jika individu memiliki keterampilan interpersonal yang tinggi, hal yang akan dirasakan adalah rasa percaya diri, dan kemudian akan timbul perasaan dihargai oleh orang lain. Pada akhirnya individu akan meberikan kepercayaan dan bersikap hangat, empati dan afeksi. Bearti dimensi hubungan positif dengan orang lain ini dapat diartikan sebagai kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain secara positif yang menghasilkan kepercayaan, empati, kasih sayang dan pershabatan. c. Penguasaan lingkungan (environmental mastery) Penguasaan lingkungan merupakan kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai untuk kondisi dan
15
kebutuhannya. Individu mampu mengontrol dan mengendalikan lingkungan yang kompleks, serta bertindak dan mengubah dunia sekitarnya melalui kegiatan mental dan fisik. Individu yang memiliki psychological well-being mampu dan berkompetensi mengatur lingkungan, menyusun kontrol yang kompleks terhadap aktivitas eksternal, dan menggunakan secara maksimal kesempatan yang ada disekitar individu (Sukma Adi Galuh Amawidyati & Muhana Sofiati Utami, 2007:166). Pada intinya dimensi penguasaan lingkungan adalah kemampuan individu untuk memanfaatkan dan mengendalikan lingkungan agar sesuai dengan kebutuhan individu. d. Tujuan hidup (purpose in life) Dimensi ini berhubungan dengan tinggi dan rendahnya pemahaman individu mengenai arah dan tujuan hidup. Cara memaknai hidup dan menentukan arah dalam hidup merupakan tantangan mendasar dari dimensi ini. Individu yang memiliki psychological well-being memiliki pemahaman yang jelas tentang arah dan tujuan hidup beserta perencanaan dalam mencapai tujuan tersebut. Berarti, dimensi tujuan hidup adalah kemampuan individu untuk menentukan arah dan tujuan hidup serta perencanaan untuk mencapai tujuan tersebut sehingga individu mampu memaknai hidupnya. e. Pengembangan pribadi (personal growth) Pengembangan pribadi merupakan sikap individu secara terbuka menerima pengalaman dan tantangan baru dalam hidupnya agar dapat
16
mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Individu tersebut mampu melalui tahap-tahap perkembangan, terbuka pada pengalaman baru dan mampu melakukan perbaikan dalam hidupnya setiap waktu. f. Kemandirian (autonomy) Menurut Ryff, dimensi ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, dan kemandirian untuk mengatur tingkah laku. Seorang individu mampu melakukan evaluasi diri dan menentukan pilihan dalam hidup serta tidak melihat orang lain dalam pengambilan keputusan dalam pemilihan tersebut. Individu tersebut menggunnakan standar pribadi
dan memiliki keyakinan atas
pilihannya. Berdasarkan
pemaparan
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
psychological well-being memiliki enam dimensi yang saling berkaitan, yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, pengembangan diri, penguasaan lingkungan dan kemandirian. 3. Kriteria Psychological Well-Being Berdasarkan
dimensi
yang
dikemukakan
oleh
Ryff
dalam
psychological well-being tersebut, maka seorang individu dikatakan memiliki psychological well-being yang tinggi adalah individu yang secara psikologis
dapat
berfungsi
secara positif (positive psychological
functioning). Kriteria individu yang memilki psychological well-being sesuai dengan dimensi psychological well-being yang dijelaskan oleh Ryff (2008:8) adalah sebagai berikut :
17
a. Penerimaan diri ( self-acceptance) 1) Memiliki sikap psoitif dan terhadap diri sendiri 2) Menerima dan menyadari sisi negatif dan positif dalam diri 3) Bersikap positif terhadap pengalaman masa lalu b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) 1) Memiliki kedekatan dengan orang lain 2) Sikap hangat, empati, dan kasih sayang terhadap orang lain 3) Memiliki kepercayaan positif terhadap orang lain c. Penguasaan lingkungan (environmental mastery) 1) Menciptakan lingkungan sesuai dengan kebutuhan 2) Mengontrol lingkungan dengan kegiatan fisik dan mental 3) Memanfaat lingkungan secara maksimal d. Tujuan hidup (purpose in life) 1) Mampu memaknai dan menentukan arah hidup 2) Memiliki arah dan tujuan hidup 3) Merencanakan strategi untuk mencapai arah dan tujuan hidup e. Pengembangan pribadi (personal growth) 1) Mengembangkan potensi yang dimiliki 2) Terbuka dan menerima tantangan pengalaman baru 3) Memperbaiki diri setiap waktu f. Kemandirian (autonomy) 1) Memiliki kebebasan dan keyakinan dalam menentukan pilihan 2) Mampu mengatur tingkah laku
18
3) Memiliki dan menggunakan standar pribadi Kriteria-kriteria yang dijelaskan oleh Ryff tersebut digunakan untuk menyusun indikator psychological well-being yang akan digunakan untuk mengukur psychological well-being pada remaja dalam penelitian ini.
4. Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being Boghel
dan
Prakarsh
(dalam
Azeez
dan
Adenuga,
2009:3)
mengemukakan bahwa psychological well-being terdiri dari dua belas faktor yang didalamnya meliputi komponen positif dan negatif, seperti meaninglessness (ketidakbermaknaan), self-esteem (harga diri), positive affect (perasaan positif), life satisfaction (kepuasan hidup), suicidal ideas (pikiran untuk bunuh diri), personal control (control diri), tension (tekanan), dll. Menurut Ryff dan Keyes (dalam Susanti, 2013:3), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi psychological well-being, yaitu faktor demografis, seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan budaya. Faktor lainnya seperti dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup,
kepribadian
dan
religiusitas
juga
dapat
mempengaruhi
psychological well-being. Lebih lanjut dalam penelitiannya, Ryff (dalam Priscillia dan Lidya, 2012:72) menyebutkan ada tiga faktor yang mempengaruhi psychological well-being seseorang, yaitu jenis kelamin, usia, dan kepribadian (personal trait).
19
Faktor yang mempengaruhi psychological well-being menurut Ryff dan Keyes (dalam Susanti, 2013:3), sebagai berikut. 1) Faktor Usia dan Jenis Kelamin Faktor ini meliputi usia dan jenis kelamin. Psychological wellbeing antara wanita dan laki-laki memiliki perbedaan. Shah (2014:3) menyebutkan bahwa wanita memiliki psychological wellbeing lebih tinggi dibanding laki-laki. Wanita selalu berusaha sangat keras untuk menyesesuaikan diri dengan lingkungan, hubungan sosial dan bahkan prestasi akademik, wanita lebih tepat waktu dalam pekerjaan. Namun, laki-laki tidak selalu rendah. Hal itu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. 2) Keluarga Keluarga pada umumnya ialah terdiri atas seorang ayah dan ibu. Namun, sekarang ini banyak terdapat keluarga yang hanya terdiri dari seorang ayah saja atau seorang ibu saja (single parents) dikarenakan permasalahan keluarga yang mengakibatkan suami istri berpisah. Berpisahnya pasangan suami istri menjadi penyebab tidak seimbangnya kehidupan sebuah keluarga. Kualitas hubungan ayah dan ibu memiliki pengaruh terhadap orang tua dengan anakanaknya. Pasangan orang tua yang puas dengan kehidupan pernikahan akan menjadi sosok yang hangat dan suportif terhadap anak-anak, sedangkan
hubungan
orang
20
tua
yang
tidak
sehat
akan
menyebabkan anak-anak memiliki kecemasan dan perasaan depresi yang tinggi juga perilaku kenakalan remaja (Yusof dalam Firra, 2013:232). Adanya disfungsional dalam hubungan ayah-ibu, kurangnya fungsi keluarga dan tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga dapat menjadi penyebab lain dalam perilaku tidak sehat
remaja
(Firra,
2013:233).
Keberfungsian
keluarga
berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya psychological wellbeing pada seorang individu terutama remaja. 3) Status sosial ekonomi Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap psychological well-being individu. Dapat dikatakan bahwa melalui status sosial ekonomi yang baik dapat menyalurkan berbagai fasilitas yang mampu memberikan kebahagiaan. Sharma (2014:4) memberikan hasil
melalui
penelitianya,
bahwa
kelompok
individu
berpenghasilan tinggi memiliki psychological well-being yang lebih baik disbanding kelompok yang memiliki pendapatan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki penghasilan tinggi, dapat mengambil pendidikan tinggi, fasilitas lainnya, dan lain-lain. Individu tersebut memiliki banyak cara untuk menikmati kehidupannya dan semua itu memperkuat tingkat psychological well-being.
21
4) Pendidikan Kelompok yang berpendidikan tinggi memiliki dimensi tujuan hidup dan dimensi pertumbuhan pribadi yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang berpendidikan rendah. Pendidikan, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka psychological well-being semakin baik terutama pada dimensi tujuan hidup dan pengembangan pribadi. Pendidikan merupakan salah satu sumber psychological well-being karena dapat membentuk kemandirian dan kompetensi bagi individu (Puri Werdyaningrum, 2013:483). 5) Budaya Budaya dimaknai sebagai pola pikir dan pola bertindak seorang individu
yang
kesepakatan
dan
hakikatnya potret
memuat
harmoni
nilai-nilai,
sebuah
keyakinan,
komunitas
yang
berkembang dan diwariskan dari generasi ke generasi (Muslihati. 2014:121). Nilai-nilai budaya sebuah masyarakat suku tertentu akan membentuk perilaku dan cara pandang sebuah masyarakat pada hal-hal tertentu, salah satunya cara pandang mengenai kesejahteraan psikologis. Nilai merupakan konsepsi yang dapat menyemangati dan mengarahkan seseorang dalam bertindak, misalnya dalam bekerja dan bertindak. nilai juga membantu mengarahkan seseorang memilih tindakan dan menilai tindakan diri sendiri serta orang lain serta menilai sebuah peristiwa untuk
22
kemudian
menjelaskan
peristiwa
tersebut
berdasarkan
pandangannya (Schwartz dalam Muslihati. 2014:121). 6) Kepribadian Personality berasal dari kata Latin “persona” yaitu mengacu pada sebuah topeng yang digunakan oleh aktor dalam sebuah permainan. Kepribadian mengacu pada karakteristik individu yang eksternal dan terlihat serta aspek dari individu yang dapat dilihat oleh orang lain. Selain itu, kepribadian merupakan suatu sistim yang terdiri dari trait-trait kepribadian dan merupakan suatu proses dinamis dimana trait-trait tersebut yang mempengaruhi fungsi psikologis individu. Kepribadian setiap individu dapat dipahami dalam bentuk kepribadian lima besar (The Big Five Personality Theory). Kepribadaian tersebut adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness (McCrae dan Costa dalam Bianca, 2012 : 18-19). Pada sisi lain Keyes, Shmotkin, dan Ryff (2002: 1007-1022) menyatakan bahwa kepribadian merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi psychological menemukan
well-being. bahwa
Schmutte
extraversion,
dan
Ryff
(1997:552)
conscientiousness,
dan
neuroticism yang rendah berhubungan dengan dimensi selfacceptance, enviromental mastery, dan purpose in life; dimensi opennes to experience berhubungan dengan personal growth; agreeableness dan extraversion berhubungan dengan positive
23
relation with others; dan neuroticsm berhubungan dengan autonomy. 7) Dukungan sosial Menurut Smet (dalam Ratna Widyastutik, dkk, 2011:3), dukungan sosial yang diterima oleh individu sangat beragam dan tergantung pada keadaannya. Dukungan emosional lebih terasa dan dibutuhkan jika diberikan pada orang yang sedang mengalami musibah atau kesulitan. Dukungan penghargaan dapat dijadikan semangat bagi remaja untuk tetap maju dan mengembangkan diri agar tidak selalu menyesali keadaannya. Dukungan instrumental bagi remaja dapat berupa penyediaan sarana dan pelayanan yang dapat memperlancar dan memudahkan perilaku remaja dalam segala aktivitasnya. Dukungan informasi membuat remaja merasa mendapat nasihat, petunjuk atau umpan balik agar dapat membatasi masalahnya dan mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya 8) Evaluasi pengalaman hidup Ryff (dalam Malika Alia Rahayu, 2008:19) mengemukakan bahwa pengalaman hidup tertentu dapat mempengaruhi kondisi psychological well-being
seorang
individu.
Pengalaman-pengalaman
tersebut
mencakup berbagai bidang kehidupan dalam berbagai periode kehidupanEvaluasi individu terhadap pengalaman hidupnya memiliki pengaruh yang penting terhadap psychological well-being. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ryff mengenai
24
pengaruh interpretasi dan evaluasi individu pada pengalaman hidupnya terhadap kesehatan mental. Interpretasi dan evaluasi pengalaman hidup diukur dengan mekanisme evaluasi diri oleh Rosenberg dan dimensi-dimensi psychological wel-lbeing digunakan sebagai indikator kesehatan mental individu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme evaluasi diri ini berpengaruh pada psychological
well-being
individu,
terutama
dalam
dimensi
penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan hubungan yang positif dengan orang lain. 9) Religiusitas Argyle (dalam Sukma Adi Galuh Amawidyati & Muhana Sofiati Utami, 2007:168) menyatakan bahwa religiusitas membantu individu mempertahankan kesehatan mental individu pada saat‐saat sulit. Agama mampu meningkatkan psychological well‐being dalam diri seseorang. Individu yang memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat, dilaporkan memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi, kebahagiaan personal yang lebih tinggi, serta mengalami dampak negatif peristiwa traumatis yang lebih rendah jika dibandingkan individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat. Dalam hal ini,agama mampu menyediakan sumber-sumber untuk menjelaskan dan menyelesaikan situasi problematik, meningkatkan perasaan berdaya dan mampu (efikasi) pada diri seseorang, serta menjadi landasan perasaan bermakna, memiliki arah, dan identitas
25
personal, serta secara potensial menanamkan peristiwa asing yang berarti. Berdasarkan beberapa faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa psychological well-being
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
kepribadian, keluarga, status sosial ekonomi, pendidikan, budaya, dukungan sosial, kepribadian, religiusitas Individu yang memiliki psychological well-being yang tinggi tidak hanya memiliki tingkat yang lebih tinggi pada kepuasan hidup, harga diri, perasaan positif dan sikap positif lainnya, tetapi juga mampu mengelola tekanan hidup, pikiran negatif, ide-ide dan perasaan dari faktor eksternal yang ada di sekitar individu.
5. Manfaat dari Psychological Well-Being bagi Remaja Menurut Jessica dan Savuge (dalam Shah, 2014:2) psychological wellbeing pada remaja dapat diartikan sebagai rasa puas dengan kehidupan dan memiliki emosi yang positif, serta memiliki fungsi yang maksimal dalam bidang akademik, kompetensi dan dukungan sosial, dan kesehatan fisik menjadi dasar yang kuat untuk perkembangan remaja di masa mendatang dan dalam mengahadapi masalah yang mungkin muncul. Psychological well-being pada remaja dapat membantu remaja membangun tujuan hidup, nilai-nilai, arah hidup. Berdasarkan hal tersebut, remaja akan memperoleh banyak manfaat apabila memiliki psychological well-being yang baik. Remaja yang memiliki tingkat psychological well-being akan dapat mengembangkan
26
potensinya secara maksimal dan dapat memaknai hidup secara lebih baik. Psychological well-being dalam diri seseorang remaja dapat membuat remaja mampu menjalankan fungsi psikologisnya dengan lebih baik, termasuk dalam hal belajar dan pencapaian prestasi. Sebaliknya, jika remaja tidak mampu memaknai hidupnya dan merasa gagal dalam tahap perkembangan remajanya, maka remaja tersebut memiliki psychological well-being yang rendah. Kegagalan dalam masa remaja dapat membuat remaja menjadi kurang bahagia. Remaja akan mengahadapi berbagai masalah dalam masa perkembanganya dan rentan terkena stres. Kegagalan dalam masa perkembangan remaja yang berpengaruh terhadap psychological well-being dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Namun, tidak semua remaja yang mengalami kegagalan dalam masa perkembangan remajanya memiliki psychological well-being yang rendah. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor dukungan lingkungan yang memberikan pendampingan kepada remaja untuk tetap berkembang dan belajar menghadapi masalah dan menerima setiap kelemahanya, agar remaja dapat lebih berpikir terbuka dan dapat melakukan evaluasi terhadap kehidupanya. Kesimpulannya, psychological well-being pada usia remaja terletak pada rasa puas dengan kehidupan dan kondisi sosial, fisik, dan akademik serta pengembangan potensi yang diminati. Manfaat psychological wellbeing bagi remaja adalah remaja dapat menentukan tujuan dan arah yang
27
akan dilakukan dalam mengembangkan potensinya yang dapat berguna di masa depan. Apabila psychological well-being remaja tinggi, maka remaja akan selalu merasa bahagia dan bersemangat dalam menjalani setiap kegiatan sehari-harinya. Sebaliknya remaja yang memiliki psychological well-being rendah akan mudah stress. 6. Cara mengukur Psychological Well-Being Ryff pencetus dari teori psychological well-being mengembangkan skala untuk mengukur psychological well-being melalui enam dimensi psychological
well-being.
Ryff
membedakan
enam
dimensi
dan
dikembangkan menjadi instrumen yang kini banyak digunakan oleh para peneliti untuk psychological well-being (Dierendonck,dkk, 2008:474). Dimensi teoritis berasal dari psychological well-being yang diantaranya penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Keenam dimensi tersebut dijadikan sebagai indikator untuk mengukur tingkat psychologial well-being. B. Remaja 1. Definisi Remaja Menurut Santrock (2003 : 26) remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang mencakup perubahan bilogis, kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan tersebut terjadi berupa perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak, sampai dengan kemandirian. Kemudian menurut Papalia dan Olds (dalam Ratna, 2013:5)
28
masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Hurlock (dalam Siti Munawaroh, dkk, 2004:54) juga mengatakan bahwa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan dari beberapa aspek dan fungsi untuk memasuki masa dewasa. Hurlock menggunakan istilah puber sebagai proses terjadinya perubahan tertentu yang tidak terjadi diperiode lainya. Sedangkan Anna Freud (dalam Ratna Maharani, 2013:5) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita remaja, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai suatu masa yang dialami individu ketika (Sarlito W. Sarwono., 2006: 7): a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Berdasarkan pemaparan para ahli mengenai definisi remaja, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa kana-kanak ke masa
dewasa
dengan
ditandai
29
beberapa
perubahan
mulai
dari
perkembangan biologis, kognitif, sosial, dan emosional. Masa transisi tersebut selama 13-21 tahun. 2. Karakteristik remaja Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Hurlock yang menyebutkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan atau perubahan yang mempunyai ciri sebagai berikut (dalam Sugiyanto, 2009:1). a. Masa remaja sebagai periode penting, karena setiap perkembangan yang terjadi akan berdampak langsung terhadap sikap, perilaku, psikis, fisik dan dampak jangka panjang. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat menimbulkan pernyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan, peralihan dari masa kanakkanak ke masa dewasa, sehingga harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan serta memperlajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. c. Masa remaja sebagai periode perubahan, terjadi perubahan fisik yang sangat pesat, juga perubahan perilaku dan sikap yang berlangsung pesat. Sebaliknya jika perubahan fisik menurun maka diikuti perubahan sikap dan perilaku yang menurun juga. Terdapat empat macam perubahan yaitu: meningginya emosi; perubahan
30
tubuh, minat dan peran yang diharapkan; berubahnya minat dan pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, karena remaja mulai mencari identitas diri yang sesuai dengan kepribadiannya dan merasa tidak nyaman apabila sama dengan orang lain. Remaja mulai mencari-cari sosok yang dapat menjadi isnpirasi bagi dirinya untuk berkembang dan mencapai indentitas diri. Pada masa ini remaja akan mengalami krisis identitas karena masih dalam pencarian sosok indentitas diri yang sesaui dengan dirinya. e. Masa remaja merupakan usia bermasalah, karena pada masa remaja pemecahan masalah sudah tidak seperti pada masa sebelumnya yang dibantu oleh orangtua dan gurunya. Pada masa ini remaja belajar mengangani dan mencari jalan keluar atas masalah yang diahadapinya. f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya, terlebih pada cita-citanya. Hal ini menyebabkan emosi meninggi dan apabila hal yang diinginkan tidak tercapai akan mudah marah. Semakin bertambahnya pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional remaja memandang diri dan orang lain semakin realistik.
31
g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, merasa gelisah untuk meninggalkan meninggalkan masa belasan tahunnya, belum cukup untuk berperilaku sebagai orang dewasa. Berdasarkan karakteristik remaja diatas, disimpulkan bahwa
masa
remaja memiliki karakteristik yang berbeda dengan masa yang lainya. Terdapat karakteristik khusus seperti masa periode penting, periode peralihan, periode perubahan, periode pencarian indentitas diri, periode bermasalah, periode kurang realistik, dan merupakan periode ambang masa dewasa. Setiap karateristik menunjukan bahwa pada masa remaja merupakan masa persiapan dan peralihan ke masa dewasa. Setiap perubahan yang terjadi pada masa remaja seperti perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, memiliki kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab melalui berbagai pengalaman dan pembelajaran serta pendampingan dari liungkungan. 3. Tugas perkembangan remaja Menurut Havighurst (dalam Sofyan, 2005:8-9), tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu dan apabila berhasil mencapainya remaja akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
32
Pada periode remaja tugas perkembangan tersebut adalah sebagai berikut. a. Memperoleh sejumlah norma-norma dan nilai-nilai. b. Belajar memiliki peran sosial dengan jenis kelamin masingmasing/ c. Menerima kenyataan jasmaniah serta dapat menggunakannya secara efektif dan merasa puas terhadap keadaan tersebut. d. Mencapai kebebasan dari kebergantungan terhadap orang tua dan orang dewasa lainya. e. Mencapai kebebasan ekonomi. f. Mempersiapkan diri untuk menentukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kesanggupannya. g. Memperoleh informasi tentang perkawinan dan mempersiapkanya. h. Mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep-konsep tentang kehidupan bermasyarakat. i. Memiliki konsep-konsep tentang tingkah laku sosial yang perlu untuk kehidupan bermasyarakat.
William Key (Samsyu Yusuf, 2006:72) juga memaparkan beberapa tugas perkembangan pada masa remaja. Tugas perkembangan remaja tersebut sebagai berikut, a. Menerima fisiknya sendiri beriku keragaman kualitasnya. b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur – figur yang menjadiotoritas. c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain baik secara individual maupun kelompok. d. Menemukan manusia model untuk dijadikan identitasnya. e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri. f. Memperkuat kemampuan mengendalikan diri atas dasar prinsip atau falsafah hidup. g. Mampu meninggalkan masa kanak – kanaknya.
Tugas perkembangan remaja akan lebih baik jika berhasil dituntaskan. Apabila tugas perkembangan remaja dapat berhasil akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan selanjutnya di masa
33
dewasa, tetapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada individu yang bersangkutan dan kesulitan – kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya. Pendampingan dan proses pembelajaran dapat membantu remaja menyelesaikan tugas perkembangan secara lebih baik. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki tugas perkembangan yang harus dituntaskan agar memudahkan tugas perkembangan selanjutnya di masa dewasa. Tugas pekembangan remaja tersebut seperti memperoleh berbagai informasi mengenai nilai, norma, dan peran sosial serta berbagai informasi tentang masa depannya dan mempersiapkanya; mampu menerima dan mengembangkan kondisi diri; serta mencapai kemandirian diri. 4. Aspek Perkembangan Remaja a. Perkembangan kognitif remaja Menurut Jean Piaget (dalam Ustad MJ, 2012:46) dalam teori kognitifnya mendefinisikan perkembangan kognitif merupakan suatu proses yang terbentuk melalui interaksi yang konstan antara konstan individu
dengan
lingkungannya.
Piaget
menyimpulkan
bahwa
perkembangan kognitif merupakan hasil perkembangan yang saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan berubah apa yang telah diketahui. Pada masa remaja secara penuh telah mencapai “formal thinking” atau yang menurut Piaget (dalam Sry Ayu, 2007:6) “formal operation” yaitu yang memungkinkan para remaja berfikir sistematis dan dapat
34
menalarkan secara objektif pemikiran-pemikirannya sehingga remaja dapat menerapkan prinsip-prinsip umum pada situasi tertentu yang dihadapinya. Periode ini merupakan operasi mental tingkat tinggi. Remaja sudah mampu berhubungan dengan peristiwa hipotesis atau abstrak, tidak hanya dengan objek-objek konkret. Remaja sudah dapat berpikir abstrak dan memecahkan masalah melalui pengujian semua alternative yang ada (Samsyu Yusuf, 2006:6) Perkembangan kognitif pada masa remaja terlihat pada konsep berpikir remaja yang mulai berpikir sistematis dan berpikir secara abstrak setelah melalui proses asimilasi dan akomodasi dari hasil belajar di masa lalu serta memiliki prinsip dalam menghadapi sebuah situasi. b. Perkembangan sosial remaja Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial juga dapat diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi serta meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Santrock (2003:119)
perkembangan
ini
mengacu
pada
cara
seseorang
memandang dan berpikir mengenai dunia sosial remaja, orang-orang yang remaja temui dan orang-orang yang berinteraksi dengan remaja tersebut, cara berhubungan dengan orang tersebut, dan cara remaja berpikir mengenai diri sendiri dan orang lain.
35
Berdasarkan uraian tersebut, disimpulkan bahwa remaja belajar menyesuaikan diri dengan norma dan nilai kelompok sosial melalui pengalaman yang remaja lalui saat berinteraksi dengan lingkungan tempat remaja berada. c. Perkembangan emosi remaja Pada masa remaja terjadi perkembangan emosi yang bersifat khas yang disebut sebagai masa badai dan topan (storm and stress), yaitu masa yang menggambarkan keadaan emosi remaja yang tidak menentu, tidak stabil, dan meledak-ledak. Meningginya emosi pada remaja dikarenakan oleh kondisi baru yang dialami dan perubahan tekanan sosial dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Perkembangan emosi remaja juga terlihat dari munculnya emosi cinta. Seiring dengan kematangan kelenjar kelamin pada perkembangan remaja, mulai timbul perhartian terhadap lawan jenis atau diistilahkan dengan mulai jatuh cinta (Rita Eka Izzati, dkk, 2008:135). Berdasarkan uraian mengenai perkembangan emosi pada remaja, dapat simpulkan bahwa setiap emosi yang muncul pada usia remaja masih belum stabil dan bergantung dari tekanan yang berada di lingkungan tempat remaja berada dan
remaja juga sudah mulai
berasakan emosi cinta yang unik. Maka dari itu, emosi pad usia remaja sangat unik dan khas.
36
d. Perkembangan moral remaja Perkembangan moral merupakan suatu hal yang penting bagi perkembangan sosial dan kepribadian seseorang. Wahab dan Solehuddin (1999:180) menyatakan bahwa perngertian moral mengacu pada baik dan buruk serta salah dan benar yang berlaku dilingkungan masyarakat secara luas yang harus dipatuhi. Perkembangan moral pada usia remaja merupakan problem pokok dalam masa remaja. Furter (dalam Rita Eka Izzati , dkk, 2008:144)
mengemukakan bahwa
tingkah laku moral yang sesungguhnya baru terjadi pada masa remaja. Masa remaja sebagai periode masa muda harus dihayati agar dapat mencapai tingkah laku moral yang otonom. Eksistensi moral sebagai keseluruhan merupakan masalah moral dan harus dilihat sebagai hal yang bersangkutan dengan nilai atau penilaian. Sunarto dan Hartono (1994:145) menyatakan bahwa remaja mengadakan penginternalisasi moral, yaitu remaja melakukan tingkah laku moral yang kemudian dirasakan sendiri dan dipertanggung jawabkan sendiri. Berdasarkan
beberapa
teori
yang
menjelaskan
mengenai
perkembangan moral remaja, dapat disimpulkan bahwa perkembangan moral adalah proses remaja melihat, belajar dan memahami contoh moral yang ada disekitar lingkungan remaja dan mulai untuk mengaplikasikan dalam diri remaja. Remaja akan merasakan dan mempertanggung jawabkan setiap perilaku yang ia lakukan.
37
e. Perkembangan kemandirian remaja Mönks (dalam Musdalifah, 2007:47) mengemukakan bahwa kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian adalah hasrat untuk melakukan segala sesuatu bagi diri sendiri. Remaja dapat mandiri dengan dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya sehingga remaja dapat mencapai otonomi atas diri
sendiri.
Robert
Havinghurst
(dalam
Santrock,
1995:41)
mengungkapkan bahwa kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat, dan kenyakinan orang lain. Sikap otonomi tersebut diharapkan membuat remaja lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Havinghurst (dalam Musdalifah 2007, 47-48) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu : 1) Aspek emosi, aspek ini ditujukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya emosi pada orangtua. 2) Aspek ekonomi, aspek ini ditujukan dengan kemampuan mengatur ekanomi dan tidaktergantungnya kebutuhan ekonomi pada orangtua. 3) Aspek intelektual, aspek ini ditujukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
38
4) Aspek sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung dari orang lain. Perkembangan kemandirian pada masa remaja bergantung dari dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya. Perkembangan kemandirian remaja dapat terlihat dari sikap otonom yang dimiliki remaja dengan mulai memilih dan menentukan sikap dan pendapatnya snediri serta lebih bertanggung jawab pada setiap aspeknya.
C. Panti Sosial Bina Remaja 1. Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 1988, Panti Sosial adalah lembaga/kesatuan kerja yang merupakan prasarana dan sarana yang memberikan pelayanan sosial berdasarkan profesi pekerjaan sosial. Panti sosial merupakan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan sosial ke arah kehidupan normatif secara fisik, mental dan sosial (Kepmensos No.50/HUK/2004). Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 pasal 38 tahun 2012 menjelaskan bahwa, panti sosial adalah sebagai lembaga/unit pelayanan yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat
39
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Terdapat beberapa jenis panti sosial di Indonesia, salah satunya Panti Sosial Bina Remaja. PSBR di seluruh Indonesia sebanyak 37 buah, dan 3 diantaranya milik pemerintah pusat ( Rizka, 2012:4). Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 44 tahun 2008 adalah merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas yang berada di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Terdapat satu PSBR yang dikelola oleh Pemerintah Daerah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di Beran, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman. Sejumlah 30 anak usia 15-20 tahun tinggal di PSBR tersebut untuk mendapat bimbingan. Bimbingan yang didapat berupa bimbingan fisik, mental, sosial dan beberapa keterampilan yang dapat membantu mengembangkan potensi yang dimiliki. Sesuai dengan misi yang dicanangkan oleh PSBR Yogyakarta sebagai berikut, Meningkatkan kualitas pelayanan dan penyantunan sosial remaja terlantar meliputi bimbingan fisik, mental sosial, keterampilan dan bimbingan kerja; menumbuhkembangkan kesadaran tanggung jawab kesetiakawanan sosial dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial remaja terlantar; dan meningkatkan profesionalisme pegawai di bidang pelayanan sosial khususnya penanganan masalah kesejahteraan remaja terlantar (Leaflet Panti Sosial Bina Remaja, 2009) Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa PSBR Yogyakarta merupakan lembaga pelaksana tugas di bawah Dinas Sosial Yogyakarta , yang mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan dan bimbingan sosial kepada remaja yang memiliki masalah sosial dengan
40
memberikan bimbingan dan keterampilan untuk meningkatkan kualitas hidup remaja menjadi lebih baik. 2. Tujuan Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta Adapun tujuan dari Panti Sosial Bina Remaja Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain (Leaflet PSBR, 2009) : a. Mewujudkan keanekaragaman pelayanan sosial dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan / keahlian bagi anak yang mengalami masalah sosial sehingga dapat memiliki kemampuan di tengah-tengah perkembangan tuntutan dan kebutuhan nyata setiap saat. b. Menjadikan panti sebagai pusat informasi dan pelayanan kegiatan kesejahteraan sosial. Tujuan panti Panti Sosial Bina Remaja adalah membantu remaja kurang beruntung dengan meningkatkan kualitas sumber daya melalui pemberian pelatihan dan keterampilan yang kemudian dapat berguna bagi remaja tersebut di lingkungan masyarakat maupun bagi remaja sendiri. 3. Tugas dan Fungsi Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta Panti sosial mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi bagi anak terlantar putus sekolah agar mampu mandiri dan berperan
aktif
dalam
kehidupan
bermasyarakat
(Kepmensos
No.50/HUK/2004). Sejalan Kepmensos tersbeut, Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki tugas sebagai berikut (psbr-diy.blogspot.com): a. Menyelenggarakan penyantunan dan pelayanan sosial terhadap remaja terlantar b. Menyelenggarakan kegiatan penerimaan dan penyaluran terhadap remaja terlantar c. Menyelenggarakan pengawasan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan kegiatan panti terhadap remaja terlantar d. Menyelenggarakan koordinasi penyelenggaraan kegiatan sosial terhadap remaja terlantar
41
e. Melaksanakan pengawasan, evaluasi, pelaksanaan kegiatan panti f. Melaksanakan kegiatan ketatausahaan
dan
melaporkan
Sesuai dengan tugas Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang disebutkan diatas, maka Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki fungsi antara lain (Leaflet PSBR, 2009): a. Penyusun program panti, b. Penyelenggaraan perlindungan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial remaja terlantar. c. Penyelenggaraan koordinasi dengan Dinas /Instansi/Lembaga Sosial yang bergerak dalam penanganan remaja terlantar d. Memfasilitasi penelitian dan pengembangan bagi PT/Lembaga Kemasyarakatan /Tenaga Sosial Untuk Perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi remaja terlantar e. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan panti f. Melaksanakan kegiatan ketatausahaan Tugas utama dari panti sosial adalah memberikan beragam pelayanan kepada remaja dan anak putus sekolah agar dapat lebih berkembang dan mandiri. Demikin juga dengan PSBR Yogyakarta Menyelenggarakan penyantunan, pelayanan, dan penyaluran kepada remaja agar memiliki kehidupan yang lebih baik serta menyelenggarakan pengawasan dan evaluasi pada setiap layanan yang diberikan. Sesuai dengan tugasanya, maka
PSBR
Yogyakarta
memiliki
fungsi
sebagai
penyelengara
perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi kepada remaja terlantar sesuai dengan koordinasi dari Lembaga Sosial serta sebagai pelaksana monitoring dan penyusun dari setiap kegiatan yang ada di panti.
42
4. Kegiatan di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta Usaha yang dilakukan oleh Panti sosial kepada remaja sesuai dengan ketentuan Nomor 2 tahun 1988 tentang “Usaha Kesejahteraan Anak Bagi Anak yang Mempunyai Masalah” adalah dengan memberikan pemeliharaan, perlindungan, asuhan, perawatan dan pemulihan kepada anak yang mempunyai masalah agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Pembinaan, pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi dilaksanakan dalam bentuk asuhan, bantuan, dan pelayanan khusus. Ada beberapa jenis kegiatan yang diselenggarakan di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang dilakukan dan dibimbing oleh tenaga ahli yang mengajar di panti (Sri Kuntari, 2009:327), yaitu : a. Bimbingan 1)
Bimbingan fisik berupa olah raga dan pemeriksaan kesehatan. Bimbingan ini dapat membantu remaja panti agar dapat menjaga kesehatan dan tetap bersemangat dalam melakukan kegiatan.
2)
Bimbingan
mental
berupa
pendidikan
dalam
agama.
Bimbingan ini merupakan sarana untuk membentuk sikap kemandirian mental remaja serta menjaga kesehatan mental, pikiran, emosi, sikap perasaan secara keseluruhan yang menentukan sikap dalam menghadapi masalah hidup.
43
3)
Bimbingan sosial berupa hubungan antar manusia, etika budi pekerti, pembinaan generasi muda, out bond dan relaksasi. Bimbingan membantu remaja agar lebih terampil dalam berinteraksi sosial baik di dalam panti maupun setelah keluar dari panti.
b. Keterampilan 1)
Keterampilan tata rias / salon
2)
Keterampilan menjahit dan bordir
3)
Keterampilan montir sepeda motor
4)
Keterampilan pertukangan las
5)
Keterampilan pertukangan kayu
Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memberikan beragam kegiatan kepada remaja yang tinggal di panti seperti, bimbingan fisik, bimbingan mental, bimbingan sosial, dan beberapa kegiatan pelatihan keterampilan. Setiap kegiatan yang dilakukan dibimbing dan dilakukan oleh tenaga ahli yang berada di panti. 5. Kriteria Remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta Kriteria remaja yang tinggal di PSBR Yogyakarta sesuai dengan sasaran remaja yang ditentukan oleh peraturan panti adalah (psbrdiy.blogspot.com): 1. Remaja terlantar dengan kategori : a. Remaja usia 16-21 tahun
44
b. Putus sekolah SMP dan SMU, berasal dari keluarga yang tidak mampu c. Berasal dari keluarga yang tidak mampu d. Anak dari keluarga broken home, korban bencana, kerusuhan sosial dan pengungsi e. Anak yang rentan mengalami keterlantaran f. Anak terlantar korban kekerasan keluarga g. Anak yang mendapat perlindungan khusus 2. Belum menikah 3. Tidak mempunyai ikatan kerja/menganggur Pada penelitian ini remaja yang akan dijadikan sebagai subyek penelitian adalah kategori remaja yang mengalami putus sekolah yang dilatarbelakangi oleh faktor keluarga tidak mampu dan remaja yang mengalami masalah sosial. D. Kerangka Berpikir Remaja adalah masa peralihan dari masa kana-kanak ke masa dewasa dengan ditandai beberapa perubahan mulai dari perkembangan biologis, kognitif, sosial, emosi, moral, dan kemandirian. Selain itu, remaja juga memilih tugas perkembangan yang harus dituntaskan agar tidak mengalami masalah di masa dewasa. Tugas perkembangan remaja akan lebih baik jika berhasil dituntaskan. Apabila tugas perkembangan remaja dapat berhasil akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan selanjutnya di masa dewasa, tetapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada
45
individu yang bersangkutan dan kesulitan – kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya. Tugas perkembangan remaja tersebut dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran yang diperoleh salah satunya di bangku pendidikan. Namun, dewasa ini terdapat sebagian remaja yang kurang beruntung karena tidak dapat mengenyam bangku sekolah. Banyak alasan yang melatarbelakangi hal tersebut, seperti kemiskinan, rendahnya dukungan orang tua, rendahnya minat dan motivasi siswa belajar di sekolah, dan dapat juga disebabkan oleh minimnya fasilitas sekolah. Hal tersebut membuat remaja mengalami kegagalan dalam sekolahnya. Remaja yang mengalami kegagalan dalam sekolahnya rentan terkena stress. Remaja tersebut kurang memahami hal yang harus dilakukan dikemudian hari, sehingga sebagian dari remaja putus sekolah akan beralih ke arah yang kurang tepat. Kegagalan dalam masa remaja dapat membuat remaja menjadi kurang bahagia. Hal itu menunjukan bahwa remaja putus sekolah memiliki psychological well-being yang rendah. Psychological well-being adalah evaluasi dari seorang individu terhadap kehidupannya serta dapat menerima sisi positif maupun negatif dalam hidupnya sehingga memiliki kepuasan hidup dan kebahagiaan. Psychological well-being dipengaruhi oleh beberpa faktor yang diantaranya, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan keluarga. Beberapa penelitian menunjukan bahwa remaja dengan status ekonomi sosial rendah memiliki tingkat psychological well-being lebih rendah dibanding remaja yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi (Sharma, 2014). Begitu juga dengan tingkat
46
pendidikan. Dukungan keluarga juga berpengaruh, karena beberapa penelitian menunjukkan
bahwa
remaja
dari
keluarga
broken
home
memiliki
psychological well-being lebih rendah dibanding remaja dari keluarga utuh (Puri
Werdyaningrum,
2013).
Berdasarkan
beberapa
faktor
tersebut
mengindikasikan bahwa remaja yang mengalami kegagalan sekolah juga memiliki psychological well-being yang rendah juga. Terdapat
enam
indikator
psychological
well-being,
diantaranya
penerimaan diri, tujuan hidup, hubungan positif dengan orang lain, perkembangan diri, penguasaan lingkungan, dan otonomi. Remaja yang mengalami kegagalan tersebut dimungkinkan memiliki tingkat psychological well-being pada indikator penerimaan diri, tujuan hidup, perkembangan diri, dan hubungan positif dengan orang lain. Pemerintah melalui Dinas sosial membentuk panti sosial untuk membantu memberikan pelayanan dan penyantunan kepada remaja yang mengalami masalah sosial dengan memberikan pelatihan dan bimbingan kepada remaja tersebut agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya dan kemandirian. Diharapkan remaja dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan dan bimbingan tersebut untuk memperbaiki masa depannya. Salah satu panti sosial yang membantu remaja yang memiliki masalah adalah Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Remaja diberikan banyak fasilitas di dalam panti yang dapat digunakan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan kemandirian. Remaja diberikan fasilitas berupa asrama, pelatihan
keterampilan,
dan
bimbingan.
47
Namun,
beberapa
remaja
menunjukkan beberapa penyimpangan. Penyimpangan yang terjadi berupa pelanggaran aturan yang ada. Beberapa remaja panti melakukan pelanggaran seperti pergi keluar panti tanpa ijin, membolos dari kegiatan, bermalasmalasan, melarikan diri dari panti dan pelanggaran lainnya. Selain itu, beberapa remaja yang belum paham mengenai potensi yang harus dikembangkan remaja dan hal yang harus dilakukan setelah keluar dari panti. Hal itu mengindikasikan bahwa remaja tersebut memiliki psychological wellbeing yang rendah. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta pada setiap indikator psychological well-being.
E. Pertanyaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat sesuai tujuan dan terarah pada proses pengumpulan data dan informasi tentang dimensi yang akan diteliti secara akurat, maka peneliti akan menguraikan dan mempertajam dengan lebih detail rumusan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya ke dalam bentuk pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat psychological well-being pada remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta ditinjau dari indikator penerimaan diri? 2. Bagaimana tingkat psychological well-being pada remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta ditinjau dari indikator kemandirian?
48
3. Bagaimana tingkat psychological well-being pada remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta ditinjau dari indikator hubungan positif dengan orang lain? 4. Bagaimana tingkat psychological well-being pada remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta ditinjau dari indikator perkembangan pribadi? 5. Bagaimana tingkat psychological well-being pada remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta ditinjau dari indikator
penguasaan
lingkungan? 6. Bagaimana tingkat psychological well-being pada remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta ditinjau dari indikator tujuan hidup?
49
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu, yang didasarkan pada ciri-ciri keilmuan rasional, empiris, dan sistematis (Sugiyono, 2007:3). Sejalan dengan Deni Darmawan (2014:127), menyebutkan bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data dan informasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan informasi dan data dengan prosedur ilmiah. Metode penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Menurut Geoffery Marczyk ( dalam Uhar Suharsaputra, 2012:49), penelitian kuantitatif adalah kajian penelitian yang menggunakan analisis statistik untuk mendapatkan temuannya dan ciri utamanya mencakup pengukuran formal dan sistematis menggunakan statistik. Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian survei. Menurut Sanafiah Faisal (2005: 23), survei adalah tipe pendekatan dalam penelitian yang ditujukan pada individu atau kelompok yang bertujuan menggambarkan karakteristik, sikap, tingkah laku, atau aspek sosial lainnya dari suatu populasi. Penelitian ini akan mengungkap dan mendeskripsikan tingkat psychological well-being pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta.
50
B. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono, 2007:60). Menurut Hatch dan Farhady (dalam Deni Darmawan, 2014:108), variabel secara teoritis dalam didefinisikan sebagai atribut atau obyek, yang mempunyai variasi antara satu obyek dengan obyek lainya. Sejalan dengan Suharsimi Arikunto (2006:96) mengemukakan bahwa variabel adalah obyek penelitian atau hal yang menjadi titik perhatian dalam penelitian. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah segala atribut atau obyek yang bervariasi, yang telah ditetapkan menjadi obyek dalam penelitian yang kemudian dipelajari dan diperoleh informasi. Variabel penelitian dalam penelitian ini hanya terdapat satu variabel yaitu psychological well-being. C. Populasi dan Sampel Populasi adalah sumber data tertentu yang memiliki jumlah banyak dan luas (Deni Darmawan, 2014:137) . Sedangkan menurut Sugiyono (2007:117), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulanya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi dari sumber data yang telah ditetapkan oleh peneliti. Pada penelitian ini, populasi penelitian adalah semua remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta.
51
Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Apabila populasi terlalu besar dan peneliti tidak mungkin meneliti keseluruhan karena keterbatasan yang ada, maka peneliti mengambil beberapa bagian dari populasi yang disebut sampel (Sugiyono 2007:118). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Sampling Jenuh. Teknik ini diambil ketika semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi yang relatif kecil. Kemudian Suharsimi Arikunto (1998:107) menjelaskan bahwa subyek penelitian dapat bersifat penelitian populasi atau penelitian sampel. Penelitian yang bersifat penelitian populasi artinya seluruh subyek di dalam wilayah penelitian dijadikan subyek penelitian, sedangkan jika yang dijadikan subyek adalah sebagian dari populasi maka disebut penelitian sampel. Penelitian ini termasuk pada penelitian populasi karena seluruh subyek dijadikan sebagai subyek penelitian. Hal tersebut dilakukan karena jumlah subyek kurang dari 100. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:120), apabila populasi kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua sebagai subyek penelitian. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah semua remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta sejumlah 30 orang, dengan rentang usia 15-20 tahun . Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
22
Perempuan
8
Jumlah
30
52
D. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang terletak di Jalan Merapi, Beran Tridadi, Kecamatan Sleman, DIY. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2015. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data (Suharsimi Arikunto, 2006: 100).Terdapat beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitian, antara
lain
(pengamatan),
interview
(wawancara),
kuesioner
(angket),
observasi
dan gabungan ketiganya (Sugiyono, 2007:194). Pada
penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuesioner dengan menggunakan skala psychological well-being. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2007:199). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode skala likert. Skala ini paling sering digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi responden terhadap objek (Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 2008: 65). Jawaban yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif atau skor paling tertinggi sampai negatif atau skor paling rendah. Ukuran gradasi dapat berupa kata-kata sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Terdapat
53
dua pernyataan dalam instrumen yaitu pernyataan favorable dan unfavorable. Penilaian untuk pernyataan favorable adalah 4-3-2-1 dan untuk pernyataan unfavorable adalah 1-2-3-4. Peneliti akan memberikan langsung kuesioner kepada responden sehingga peneliti dapat menjelaskan mengenai tujuan survei dan dapat menjawab secara langsung pertanyaan yang kurang dipahami oleh responden serta menerima tanggapan, saran, dan kritik atas kuesioner yang diberikan, selain itu kuesioner dapat langsung dikumpulkan oleh peneliti setelah diisi oleh responden. F. Definisi Operasional Pada penelitian ini hanya terdapat variabel tunggal, yaitu psychological well-being. Psychological Well-Being merupakan pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan di mana individu dapat menerima kelebihan dan kekurangan dirinya yang didasarkan pada enam aspek kebutuhan biologis yang mewakili kriteria fungsi psikologi positif yaitu kemandirian
(autonomy),
pengembangan
pribadi
(personal
growth),
penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with other), dan penerimaan diri (self-acceptance). Keenam indikator tersebut digunakan sebagai dasar dalam pengukuran tingkat psychological well-being. G. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati yang disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2007:148). Pada penelitian menggunakan instrumen psychological
54
well-being yang di buat berdasarkan enam indikator psychological well-being. Instrumen dibuat dan disesuaikan dengan indikator remaja panti sosial. Skala psychological well-being berjumlah 12 item pada setiap dimensi, dengan jumlah item sebanyak 72 item. Berdasarkan hal tersebut, disusun kisi-kisi skala psychological well-being sebagai berikut : Tabel 2. Kisi-Kisi Skala Psychological Well-Being No. 1.
Indikator
Deskriptor
Kemandirian
Memiliki kebebasan dan
(autonomy)
keyakinan dalam
Nomor Item
Jumlah
F
UF
Item
1, 2
3, 4
4
6,8
5, 7
4
10, 12
9, 11
4
13, 16
14, 15
4
17, 18
19, 20
4
21, 22
23, 24
4
26, 28
25, 27
4
29, 30
31, 32
4
menentukan pilihan Mampu mengatur tingkah laku Memiliki dan menggunakan standar pribadi 2.
Penguasaan
Menciptakan lingkungan
lingkungan
sesuai dengan kebutuhan
(environmental
Mengontrol lingkungan
mastery)
dengan kegiatan fisik dan mental Memanfaat lingkungan secara maksimal
3.
Pengembangan
Mengembangkan potensi
pribadi (personal
yang dimiliki
growth)
Terbuka dan menerima tantangan pengalaman baru
55
Memperbaiki diri setiap waktu 4.
Hubungan positif
Memiliki kedekatan
dengan orang lain
dengan orang lain
33, 36
34, 35
4
37, 40
38, 39
4
42, 43
41, 44
4
45, 46
47, 48
4
49, 50
51, 52
4
53, 54
55, 56
4
57, 59
58, 60
4
62, 63
61, 64
4
66, 68
65, 67
4
69, 71
70, 72
4
(positive relations Sikap hangat, empati, dan with others)
kasih sayang terhadap orang lain Memiliki kepercayaan positif terhadap orang lain
5.
Tujuan hidup
Mampu memaknai dan
(purpose in life)
menentukan arah hidup Memiliki arah dan tujuan hidup Merencanakan strategi untuk mencapai arah dan tujuan hidup
6.
Penerimaan diri
Memiliki sikap psoitif dan
(self-acceptance)
terhadap diri sendiri Menerima dan menyadari sisi negatif dan positif dalam diri Bersikap positif terhadap pengalaman masa lalu Jumlah
H. Uji Coba Instrumen Uji coba yang digunakan adalah uji coba terpakai, subyek uji coba juga termasuk dalam subyek penelitian. Hal tersebut dilakukan karena subyek penelitian ini merupakan seluruh remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina
56
72
Remaja Yogyakarta. Selain itu, tidak terdapat panti sosial remaja lain yang terdapat di wilayah DIY, sehingga sulit bagi peneliti untuk melakukan uji coba dengan subyek lain di luar populasi. Menurut Yuli Triwidodo dan Endah Kumala Dewi (2012: 198), karena menggunakan try out terpakai, item yang valid dihitung kembali dan digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Selanjutnya, untuk menguji instrumen penelitian ini menggunakan uji validitas dan reliabilitas dengan bantuan SPSS for Windows 18.0 Version. 1. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah. sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur hal yang diinginkan (Suharsimi Arikunto, 2006:211). Pada penelitian ini menggunakan pengujian validitas konstrak dan validitas isi. Pengujian validitas isi dilakukan dengan menggunakan pendapat para ahli atau expert judgement. Setelah instrumen dikonstruksi dengan aspekaspek yang akan diukur berdasarkan teori tertentu, maka selanjutnya perlu dikonsultasikan dengan ahli. Ahli yang diminta pendapatnya tentang instrumen yang akan digunakan, akan memberikan keputusan untuk merubah instrumen, mengijinkan langsung menggunakan instrumen, atau merombak total instrumen. Pada penelitian ini dilakukan expert judgement
57
dengan bantuan ahli dibidang Bimbingan dan Konseling yaitu Nanang Erma Gunawan, S.P.d., M.Ed. Selanjutnya dilakukan uji statistik untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen yang akan dipakai. Cronbach mengatakan bahwa koifisien validitas yang berkisar antara 0,30 sampai 0,50 telah dapat memberikan kontribusi yang baik (Saifudin Azwar. 2010:103). Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Dengan kata lain, bila harga korelasi di bawah 0,30, dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid dan harus disisihkan. Berdasarkan uji coba instrumen diperoleh 25 item tidak valid dan 47 item valid. Berikut adalah penjabaran jumlah item yang gugur dan sahih dari masing-masing indikator setelah dilakukan uji coba : Berikut adalah kisi-kisi skala psychological well-being setelah diujicobakan: Tabel 3 Skala Psychological Well-Being setelah diujicobakan No. 1.
Indikator
Deskriptor
Kemandirian
Memiliki kebebasan dan
(autonomy)
keyakinan dalam
Nomor
Jumlah
Item
Item
1, 3, 4
3
5, 7
2
10
1
menentukan pilihan Mampu mengatur tingkah laku Memiliki dan menggunakan standar
58
pribadi 2.
Penguasaan
Menciptakan lingkungan
13, 14,
lingkungan
sesuai dengan kebutuhan
15, 16
(environmental
Mengontrol lingkungan
mastery)
dengan kegiatan fisik dan mental
3.
19, 20
Memanfaat lingkungan
21, 22,
secara maksimal
23, 24
Pengembangan
Mengembangkan potensi
25, 26,
pribadi (personal
yang dimiliki
growth)
Terbuka dan menerima tantangan pengalaman baru Memperbaiki diri setiap waktu
4.
17, 18,
Hubungan positif
Memiliki kedekatan
dengan orang lain
dengan orang lain
27 29, 31, 32 33, 35, 36
4
4
4
3
3
3
37, 38
2
41, 44
2
(positive relations Sikap hangat, empati, dan with others)
kasih sayang terhadap orang lain Memiliki kepercayaan positif terhadap orang lain
5.
Tujuan hidup
Mampu memaknai dan
(purpose in life)
menentukan arah hidup Memiliki arah dan tujuan hidup Merencanakan strategi untuk mencapai arah dan tujuan hidup
6.
Penerimaan diri
Memiliki sikap psoitif dan
59
45, 46, 48
3
49, 50
2
53, 54
2
57, 58, 59, 60 62, 64
4
2
(self-acceptance)
terhadap diri sendiri Menerima dan menyadari sisi negatif dan positif
65, 68
2
69
1
dalam diri Bersikap positif terhadap pengalaman masa lalu Total
47
2. Uji Reliabilitas Salah satu ciri instrumen ukur yang berkualitas baik adalah reliabel (reliable), yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan eror pengukuran kecil. Pengertian reliabilitas mengacu pada keterpercayaan atau konsitensi hasil ukur,yang mengandung makna seberapa tinggi kecermatan pengukuran (Saifudin Azwar, 2015:111). Uji reliabilitas data penelitian ini mengunakan metode (rumusan) koefisien Alpha Cronbach. Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dibantu dengan SPSS untuk uji statistik Aplha Cronbach (α). Hasil dari uji statistik Aplha Cronbach (α) akan menentukan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini reliabel digunakan atau tidak. Adapun rumus koefisien reliabilitas Aplha Cronbach sebagai berikut : [
][
∑
]
: reliabilitas instrumen k
: banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑
: jumlah varian butir item : varian total 60
Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliable jika angkanya berkisar antara 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya (Saifudin Azwar, 2015:83). Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati 0, berarti semakin rendah reliabilitasnya. Hasil uji coba instrumen menunjukkan bahwa Skala Psychological Well-being memiliki koefisien reabilitas 0,893. Nilai
koefisien
tersebut
menunjukkan
bahwa
instrumen
Skala
Psychological Well-being memiliki reabilitas yang tinggi. I. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data dan kemudian dilakukan analisis data. Pengolahan data penelitian
yang
sudah
diperoleh
dimaksudkan
sebagai
suatu
cara
mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat dibaca (readable) dan dapat ditafsirkan (interpretable) (Saifuddin Azwar, 2010:123). Pada proses pengolahan data dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap tabulasi. Tahap persiapan adalah memeriksa kelengkapan identitas subyek, kelengkapan data, dan mengecek isian pada setiap instrumen. Tahap tabulasi adalah proses pembuatan tabel yang memuat susunan data penelitian berdasarkan klasifikasi yang sistematis sehingga lebih mudah untuk dianalisis. Proses tabulasi dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS for Windows 18.0 Version.
61
Pada penelitian kuantitif ini menggunakan metode analisis diskriptif yang bertujuan untuk memberikan memberikan deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis. Penyajian hasil deskriptif biasanya berupa frekuensi dan persentase, tabulasi silang, serta berbagai bentuk grafik dan chart pada data yang bersifat kategorikal serta berupa statistik (Saifudin Azwar, 2015:126). Penyajian persentase dan porposi memberikan gambaran mengenai distribusi
subyek
menurut
kategori-kategori
nilai
variabel.
Sebelum
mengetahui kategorisasi tingkatan pada variabel psychological well-being pada subyek penelitian, dilakukan pengklasifikasian skor subyek berdasarkan norma yang ditentukan. Penghitungan norma dilakukan untuk melihat tingkat psychological well-being pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja, sehingga dapat diketahui tingkatanya masuk dalam kategori tinggi, sedang, atau rendah. Adapun langkah-langkah dalam analisis data dalam penelitian ini adalah : a. Menghitung mean (
, dengan rumus : ∑
: skor maksimal item : skor minimal item ∑
: jumlah item
62
b. Menghitung standar deviasi
, dengan rumus:
: deviasi standart : skor maksimal subyek : skor minimal subyek c. Kriteria Kategorisasi Rendah
:
Sedang
:
Tinggi
:
d. Analisis Persentase Peneliti menggunakan analisis persentase setelah menentukan norma kategorisasi dan mengetahui jumlah individu yang ada dalam kelompok. Rumus dari analisis persentase adalah sebagai berikut.
: persentase : frekuensi : jumlah subyek
63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian sekaligus pembahasan yang berupa deskripsi tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Hasil penelitian dan pembahasan merupakan analisis dari data yang didapatkan selama penelitian melalui pengisian skala psychological well-being. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan memanfaatkan teori-teori yang dikaji sebagai upaya mengintegrasikan hasil temuan penelitian dengan teori yang sudah ada. 1. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta, yang beralamatkan di Beran, Tridadi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas yang berada di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejumlah 30 anak usia 15-20 tahun tinggal di PSBR tersebut untuk mendapat bimbingan. Bimbingan yang didapat berupa bimbingan fisik, mental, sosial dan beberapa keterampilan yang dapat membantu mengembangkan potensi yang dimiliki. Subyek dalam penelitian ini terdiri dari 30 remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta, dengan rincian 8 perempuan dan 22 lakilaki. Jumlah subyek yang berusia 15 tahun berjumlah 6 orang, subyek usia 16 tahun berjumlah 7 orang, subyek usia 17 tahun berjumlah 7 orang, subyek
64
berusia 18 tahun berjumlah 6 orang, subyek usia 19 tahun berjumlah 2 orang, dan subyek usia 20 tahun berjumlah 2 orang. Tabel 4. Data Subyek Penelitian No.
Jenis
Nama
Usia
Kelamin (tahun)
1.
MR
L
15
2.
GI
L
20
3.
FM
L
17
4.
UA
L
18
5.
AP
L
15
6.
FD
L
15
7.
MT
L
17
8.
MD
L
17
9.
MF
L
16
10.
DN
L
16
11.
DC
L
17
12.
AM
L
16
13.
AN
L
18
14.
PA
L
17
15.
MFA
L
18
16.
GS
L
19
17.
A
L
18
18.
YR
L
16
19.
PW
P
20
20.
JP
P
17
21.
NF
P
15
22.
I
P
15
23.
M
P
19
24.
RR
P
16
65
25.
FG
P
18
26.
RC
P
17
27.
AW
L
18
28.
YS
L
16
29.
NS
L
15
30.
DD
L
16
Jumlah remaja
30
Jumlah laki-laki
22
Jumlah perempuan
8
2. Deskripsi dan Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian survei dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai variabel yang sedang diteliti yaitu psychological well-being pada remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta berjumlah 47 item. Gambaran tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta dapat dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, mean, dan standar deviasi dari skala yang diperoleh subyek penelitian. Berikut ini adalah gambaran kategorisasi tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta pada setiap indikatornya.
66
a.
Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being Remaja di Panti Sosial
Bina Remaja Yogyakarta Pada
pemabahasan
berikut,
disajikan
deskripsi
data
tingkat
psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang telah diperoleh dalam penelitian. Data tingkat psychological wellbeing remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta disajikan dalam tabel berikut. Tabel 5. Deskripsi Data Tingkat Psychological Well-Being Indikator Psychological Well-Being
Skor Max
Skor Min
Mean
188
47
177,5
Standar Deviasi 23,5
Penghitungan skor maksimal dihitung dengan cara mengalikan skor tertinggi dan jumlah item dari skala psychological well-being yang valid, 4 x 47 = 188. Kemudian, skor minimal dicari dengan mengalikan skor terendah dengan jumlah item pada iyang valid, 1 x 47 = 47. Skor maksimal dan minimal ditambahkan kemudian dibagi dua, maka diperoleh nilai mean (µ) sebesar 177,5. Rentang maksimum dan minimumnya adalah 188 dan 47, sehingga luas jarak sebarannya adalah 188 – 47 = 141. Standar deviasi (σ) diperoleh dari 141 / 6 = 23,5. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat diperoleh kategori tingkat psychological well-being sebagai berikut. Tabel 6. Kriteria Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being Ketegorisasi Rumus Interval Tinggi Sedang
94
X < 141
Rendah
X
94
67
Tabel 7. Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being No.
Interval
Kategorisasi
Frekuensi
Persentasi
1.
141-188
Tinggi
21
70%
2.
94-140
Sedang
8
26,7%
3.
47-93
Rendah
1
3,3%
Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa 70% remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki skor tinggi pada skala psychological well-being, 26,7% remaja memiliki skor sedang, dan 3,3% remaja yang memiliki skor rendah. Hal tersebut juga dapat dilihat dalam grafik berikut. Grafik 4. Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being
Psychological Well-Being 25 20
70%
15 Psychological WellBeing
10 26,7% 5 3,3%
0 Tinggi
Sedang
Rendah
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi dan grafik histogram, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta berada pada kategori tinggi.
68
b.
Kategorisasi
Tingkat
Psyachological
Well-Being
Berdasarkan
Indikator Kemandirian (Autonomy) Pada
pembahasan
berikut
disajikan
deskripsi
data
indikator
kemandirian (autonomy) dalam tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang telah diperoleh dalam penelitian. Secara umum, berikut ini adalah distribusi sebaran jawaban indikator kemandirian (autonomy) remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Tabel 8. Sebaran Jawaban per Item pada Indikator Kemandirian (Autonomy) Jawaban No. 1 2 3 4 Item f % f % f % f % 1
0
0
1
3,3
27
90
2
6,7
3
3
10
14
46,7
10
33,3
3
10
4
3
10
10
33,3
15
50
2
6,7
5
4
13
3
10
18
60
5
16,7
7
1
3,3
9
30
10
36,7
9
30
10
1
3,3
3
10
20
66,7
6
20
Jumlah
12
39,6
40
133,3
100
336,7
27
90,1
Berdasarkan tabel di atas, jawaban yang paling banyak dipilih pada masing-masing item adalah jawaban yang memiliki rentang nilai 2 dan 3. Jawaban terbanyak pada nilai 2 terdapat item nomor 3 yang dipilih oleh 14 remaja (46,7%). Jawaban terbanyak pada nilai 3 terdapat pada item nomor 1 yang dipilih oleh 27 remaja (90%), item nomor 4 yang dipilih oleh 15
69
remaja (50%), item nomor 5 yang dipilih oleh 18 remaja (60%), dan item nomor 10 yang dipilih oleh 20 siswa (66,7%). Data indikator kemandirian (autonomy) dalam tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta disajikan dalam tabel sebagai berikut Tabel 9. Deskripsi Data Indikator Kemandirian (Autonomy) Indikator Skor Max Skor Min Mean Standar Deviasi Kemandirian (Autonomy)
24
6
15
3
Penghitungan skor maksimal dihitung dengan cara mengalikan skor tertinggi dan jumlah item dari kemandirian (autonomy) yang valid, 4 x 6 = 24. Kemudian, skor minimal dicari dengan mengalikan skor terendah dengan jumlah item pada indikator kemandirian (autonomy) yang valid, 1 x 6 = 6. Skor maksimal dan minimal ditambahkan kemudian dibagi dua maka diperoleh nilai mean (µ) sebesar 15. Rentang minimum dan maksimumnya adalah 6 dan 24, sehingga luas jara sebarannya adalah 24 – 6 = 18. Standar deviasi (σ) diperoleh dari 18 / 6 = 3. Berdasarkan nilainilai tersebut dapat diperoleh kategori indikator kemandirian (autonomy) sebagai berikut. Tabel 10. Kriteria Kategorisasi Indikator Kemandirian (Autonomy) Ketegori sasi
Rumus
Interval
Tinggi Sedang
12
X < 18
Rendah
X
12
70
Tabel 11. Kategorisasi Indikator Kemandirian (Autonomy) No.
Interval
Kategori
Frekuensi
Persentasi
1.
18-24
Tinggi
13
43,3%
2.
12-17
Sedang
16
53,3%
3.
6-11
Rendah
1
3,3%
Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa 43,3% remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki skor tinggi pada indikator kemandirian (autonomy), 53,3% remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki skor sedang, dan 3,3% remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki skor rendah. Hal tersebut juga dapat dilihat dalam grafik berikut. Grafik 5. Kategorisasi Indikator Kemandirian (Autonomy)
Kemandirian (Autonomy) 18 16 14 12
53,3% 43,3%
10
Kemandirian (autonomy)
8 6 4 2
3,3%
0 Tinggi
Sedang
Rendah
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi dan grafik histogram, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat psychological well-being remaja
71
di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta untuk indikator kemandirian (autonomy) berada pada kategori sedang. c.
Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being Berdasarkan Indikator
Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) Pada
pembahasan
penguasaan
berikut
lingkungan
disajikan
(environmental
deskripsi
data
indikator
mastery)
dalam
tingkat
psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang telah diperoleh dalam penelitian. Secara umum, berikut ini adalah distribusi sebaran jawaban pada indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery) remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Tabel 12. Sebaran Jawaban per Item pada Indikator Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) Jawaban No. Item
1
2
3
4
f
%
f
%
f
%
f
%
13
1
3,3
2
6,7
19
63,3
8
26,7
14
1
3,3
5
6,7
15
50
7
23,3
15
2
6,7
6
20
17
56,7
5
23,3
16
0
0
1
3,3
20
66,7
9
30
17
2
6,7
5
16,7
19
63,3
4
13,3
18
1
3,3
11
36,7
14
46,7
4
13,3
19
1
3,3
5
16,7
16
53,3
8
26,7
20
4
13,3
12
40
11
36,7
3
10
21
0
0
0
0
16
53,3
14
46,7
22
2
6,7
2
6,7
15
50
11
36,7
23
1
3
3
10
13
43,3
13
43,3
24
2
6,7
5
16,7
16
53,3
7
23,3
Jumlah
17
56,3
57 180,2
72
191 636,6
93 316,6
Berdasarkan tabel di atas, jawaban yang paling banyak dipilih pada masing-masing item adalah jawaban yang memiliki rentang nilai 3. Jawaban terbanyak pada nilai 3 terdapat item nomor 13 yang dipilih oleh 19 remaja (63,3%), item nomor 15 yang dipilih oleh 17 remaja (56,7%), item nomor 16 yang dipilih oleh 20 remaja (66,7%), item nomor 17 yang dipilih oleh 19 remaja (63,3%). Data indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery) dalam tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta disajikan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 13. Deskripsi Data Indikator Penguasaan Lingkungan Environmental Mastery) Standar Indikator Skor Max Skor Min Mean Deviasi Penguasaan Lingkungan (Environmental
48
12
30
6
Mastery) Penghitungan skor maksimal dihitung dengan cara mengalikan skor tertinggi dan jumlah item dari penguasaan lingkungan (environmental mastery) yang valid, 4 x 12 = 48. Kemudian, skor minimal dicari dengan mengalikan skor terendah dengan jumlah item pada indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery) yang valid, 1 x 12 = 12. Skor maksimal dan minimal ditambahkan kemudian dibagi dua maka diperoleh nilai mean (µ) sebesar 30. Rentang maksimum dan minimumnya adalah 48 dan 12, sehingga luas jarak sebarannya adalah 48 – 12 = 36. Standar
73
deviasi (σ) diperoleh dari 36 / 6 = 6. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat diperoleh kategori indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery) sebagai berikut. Tabel 14. Kriteria Kategorisasi Indikator Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) Ketegorisasi Rumus Interval Tinggi Sedang
24
X < 36
Rendah
X
24
Tabel 15. Kategorisasi Indikator Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) No.
Interval
Kategorisasi
Frekuensi
Persentasi
1.
36-48
Tinggi
21
70%
2.
24-35
Sedang
8
26,7%
3.
12-23
Rendah
1
3,3%
Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa 70% remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki skor tinggi pada indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery), 26,7% remaja memiliki skor sedang, dan 3,3% remaja memiliki skor rendah. Hal tersebut juga dapat dilihat dalam grafik berikut.
74
Grafik 6. Kategorisasi Indikator Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)
Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) 25 20
70%
15
Penguasaan Lingkungan (environmental mastery)
10 26,7% 5 3,3%
0 Tinggi
Sedang
Rendah
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi dan grafik histogram, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta untuk indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery) berada pada kategori tinggi. d. Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being Berdasarkan Indikator Pengembangan pribadi (Personal Growth) Pada
pembahasan
berikut
disajikan
deskripsi
data
indikator
pertumbuhan pribadi (personal growth) dalam tingkat psychological wellbeing remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang telah diperoleh dalam penelitian. Secara umum, berikut ini adalah distribusi sebaran jawaban pada indikator pengembangan pribadi (personal growth) remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta.
75
Tabel 16. Sebaran jawaban per Item pada Indikator Pengembangan Pribadi (Personal Growth) Jawaban 1
No. Item
2
3
4
f
%
f
%
f
%
f
%
25
1
3,3
1
3,3
11
36,7
17
56,7
26
3
10
6
20
13
43,3
8
26,7
27
0
0
6
20
13
43,3
11
36,7
29
0
0
0
0
11
36,7
19
63,3
31
1
3,3
1
3,3
14
46,7
14
46,7
32
1
3,3
6
20
7
23,3
16
53,3
33
0
0
1
3,3
14
46,7
15
50
35
6
20
5
16,7
13
43,3
6
20
36
0
0
3
10
17
56,7
10
33,3
Jumlah
12
39,9
29
96,6
113 376,7
116 386,7
Berdasarkan tabel di atas, jawaban yang paling banyak dipilih pada masing-masing item adalah jawaban yang memiliki rentang nilai 3 dan 4. Jawaban terbanyak pada nilai 3 terdapat item nomor 36 yang dipilih oleh 17 remaja (56,7%). Jawaban terbanyak pada nilai 4 terdapat pada item nomor 6 yang dipilih oleh 17 remaja (56,7%), item nomor 29 yang dipilih oleh 19 remaja (63,3%), item nomor 11 yang dipilih oleh 16 remaja (53,3%). Data indikator pengembangan pribadi (personal growth) dalam tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta disajikan dalam tabel sebagai berikut.
76
Tabel 17. Deskripsi Data Indikator Pengembangan Pribadi (Personal Growth) Indikator Skor Max Skor Min Mean Standar Deviasi Pengembangan pribadi
36
(personal
9
22,5
4,5
growth) Penghitungan skor maksimal dihitung dengan cara mengalikan skor tertinggi dan jumlah item dari pengembangan pribadi (personal growth) yang valid, 4 x 9 = 36. Kemudian, skor minimal dicari dengan mengalikan skor terendah dengan jumlah item pada indikator pengembangan pribadi (personal growth) yang valid, 1 x 9 = 9. Skor maksimal dan minimal ditambahkan kemudian dibagi dua maka diperoleh nilai mean (µ) sebesar 22,5. Rentang maksimum dan minimumnya adalah 36 dan 9, sehingga luas jara sebarannya adalah 36 – 9 = 27. Standar deviasi (σ) diperoleh dari 27 / 6 = 4,5. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat diperoleh kategori indikator pengembangan pribadi (personal growth) sebagai berikut. Tabel 18. Kriteria Kategorisasi Indikator Pengembangan Pribadi (Personal Growth) Ketegorisasi Rumus Interval Tinggi Sedang
18
X < 27
Rendah
X
18
Tabel 19. Kategorisasi Indikator Pengembangan Pribadi (Personal Growth) No.
Interval
Kategorisasi
Frekuensi
Persentasi
1.
27-36
Tinggi
24
80%
2.
18-26
Sedang
5
16,7%
3.
9-17
Rendah
1
3,3%
77
Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa 80% remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki skor tinggi pada indikator pengembangan pribadi (personal growth), 16,7% remaja memiliki skor sedang, dan 3,3% remaja memiliki skor rendah. Hal tersebut juga dapat dilihat dalam grafik berikut. Grafik 7. Kategorisasi Indikator Pengembangan Pribadi (Personal Growth)
Pengembangan Pribadi (Personal Growth) 30 25
80%
20 Pertumbuhan Pribadi (personal growth)
15 10 5
16,7% 3,3%
0 Tinggi
Sedang
Rendah
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi dan grafik histogram, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta untuk indikator pengembangan pribadi (personal growth) berada pada kategori tinggi. e. Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being Berdasarkan Indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relation with Others) Pada pembahasan berikut disajikan deskripsi data indikator hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others) dalam tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta
78
yang telah diperoleh dalam penelitian. Secara umum, berikut ini adalah distribusi sebaran jawaban pada indikator hubungan positif dengan orang lain (positive relation with other) remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Tabel 20. Sebaran Jawaban per Item pada Indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relation with Others) Jawaban 1
No. Item
2
3
4
f
%
f
%
F
%
f
%
37
2
6,7
0
0
13
43,3
15
50
38
3
10
0
0
14
46,7
13
43,3
41
2
6,7
8
26,7
13
43,3
7
23,3
44
1
3,3
6
20
14
46,7
9
30
45
2
6,7
4
13,3
14
46,7
10
33,3
46
0
0
1
3,3
15
50
14
46,7
48
4
13,3
7
23,3
14
46,7
5
16,7
Jumlah
14
46,7
26
86,6
97 323,4
73 243,3
Berdasarkan tabel di atas, jawaban yang paling banyak dipilih pada masing-masing item adalah jawaban yang memiliki rentang nilai 3 dan 4. Jawaban terbanyak pada nilai 3 terdapat item nomor 46 yang dipilih oleh 15 remaja (50%). Jawaban terbanyak pada nilai 4 terdapat pada item nomor 37 yang dipilih oleh 15 remaja (50%). Data indikator hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others) dalam tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta disajikan dalam tabel sebagai berikut
79
Tabel 21. Deskripsi Data Indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relation with Others) Indikator Skor Max Skor Min Mean Standar Deviasi Hubungan Positif dengan Orang
Lain
(positive
28
7
17,5
3,5
relation with others) Penghitungan skor maksimal dihitung dengan cara mengalikan skor tertinggi dan jumlah item dari hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others) yang valid, 4 x 7 = 28. Kemudian, skor minimal dicari dengan mengalikan skor terendah dengan jumlah item pada indikator hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others) yang valid, 1 x 7 = 7. Skor maksimal dan minimal ditambahkan kemudian dibagi dua maka diperoleh nilai mean (µ) sebesar 17,5. Rentang maksimum dan minimumnya adalah
28 dan 7, sehingga luas jara
sebarannya adalah 28 – 7 = 21. Standar deviasi (σ) diperoleh dari 27 / 6 = 3,5. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat diperoleh kategori indikator hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others) sebagai berikut. Tabel 22. Kriteria Kategorisasi Indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relation with Others) Ketegori Rumus Interval Tinggi Sedang
14
X < 21
Rendah
X
14
80
Tabel 23. Kategorisasi Indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relation with Others) No. Interval Kategorisasi Frekuensi Persentasi 1.
21-38
Tinggi
22
73,3%
2.
14-20
Sedang
7
23,3%
3.
7-13
Rendah
1
3,3%
Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa 73,3% remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki skor tinggi pada indikator hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others), 23,3% remaja memiliki skor sedang, dan 3,3% remaja memiliki skor rendah. Hal tersebut juga dapat dilihat dalam grafik berikut. Grafik 8. Kategorisasi Indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relation with Others)
Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relation with Others) 25 73,3% 20 15
Hubungan Positif dengan Orang Lain (positive relation with others)
10 23,3% 5 3,3%
0 Tinggi
Sedang
Rendah
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi dan grafik histogram, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta untuk indikator hubungan positif
81
dengan orang lain (positive relation with others) berada pada kategori tinggi. f. Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being Berdasarkan Indikator Tujuan Hidup (Purpose of Life) Pada pembahasan berikut disajikan deskripsi data indikator T\ujuan hidup (purpose of life) dalam tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang telah diperoleh dalam penelitian. Secara umum, berikut ini adalah distribusi sebaran jawaban pada indikator tujuan hidup (purpose of life) remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Tabel 24. Sebaran Jawaban per Item pada Indikator Tujuan Hidup (Purpose of Life) Jawaban 1
No. Item
2
3
4
f
%
f
%
f
%
f
%
49
0
0
0
0
15
50
15
50
50
0
0
0
0
17
56,7
13
43,3
53
0
0
0
0
7
23,3
23
76,7
54
1
3,3
4
13,3
11
36,7
14
46,7
57
1
3,3
1
3,3
17
56,7
11
36,7
58
2
6,7
1
3,3
14
46,7
13
43,3
59
1
3,3
2
6,7
15
50
12
40
60
0
0
0
0
13
43,3
17
56,7
Jumlah
5
16,6
8
26,6
109 363,4
118 393,4
Berdasarkan tabel di atas, jawaban yang paling banyak dipilih pada masing-masing item adalah jawaban yang memiliki rentang nilai 3 dan 4. Jawaban terbanyak pada nilai 3 terdapat item nomor 50 yang dipilih oleh 82
17 remaja (56,7%), item nomor 57 yang dipilih oleh 17 remaja (56,7%). Jawaban terbanyak pada nilai 4 terdapat pada item nomor 53 yang dipilih oleh 23 remaja (76,7%), dan item nomor 60 yang dipilih oleh 17 remaja (56,6%). Data indikator tujuan hidup (purpose of life) dalam tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta disajikan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 25. Deskripsi Data Indikator Tujuan Hidup (Purpose of Life) Skor Skor Standar Indikator Mean Max Min Deviasi Tujuan Hidup (purpose of life)
32
8
20
4
Penghitungan skor maksimal dihitung dengan cara mengalikan skor tertinggi dan jumlah item dari tujuan hidup (purpose of life) yang valid, 4 x 8 = 32. Kemudian, skor minimal dicari dengan mengalikan skor terendah dengan jumlah item pada indikator tujuan hidup (purpose of life) yang valid, 1 x 8 = 8. Skor maksimal dan minimal ditambahkan kemudian dibagi dua maka diperoleh nilai mean (µ) sebesar 20. Rentang maksimum dan minimumnya adalah 32 dan 8, sehingga luas jara sebarannya adalah 32 – 8 = 24. Standar deviasi (σ) diperoleh dari 24 / 6 = 4. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat diperoleh kategori indikator tujuan hidup (purpose of life) sebagai berikut. Tabel 26. Kriteria Kategorisasi Indikator Tujuan Hidup (Purpose of Life) Ketegori Rumus Interval Tinggi Sedang 16 X < 24 Rendah X 16
83
Tabel 27. Kategorisasi Indikator Tujuan Hidup (Purpose of Life) No.
Interval
Kategorisasi
Frekuensi
Persentasi
1.
24-32
Tinggi
25
83,3%
2.
16-23
Sedang
5
16,7%
3.
8-15
Rendah
0
0%
Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa 83,3% remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki skor tinggi pada indikator tujuan hidup (purpose of life), 16,7% remaja memiliki skor sedang, dan tidak ada remaja yang memiliki skor rendah. Hal tersebut juga dapat dilihat dalam grafik berikut. Grafik 9. Kategorisasi Indikator Tujuan Hidup (Purpose of Life)
Tujuan Hidup (Purpose of Life) 30 25
83,3%
20 15
Tujuan Hidup (purpose of life)
10 5
16,7%
0 Tinggi
Sedang
0% Rendah
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi dan grafik histogram, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta untuk indikator tujuan hidup (purpose of life) berada pada kategori tinggi. 84
g. Kategorisasi Tingkat Psychological Well-Being Berdasarkan Indikator Penerimaan Diri (Self-Acceptance) Pada
pembahasan
berikut
disajikan
deskripsi
data
indikator
penerimaan diri (self-acceptance) dalam tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta yang telah diperoleh dalam penelitian. Secara umum, berikut ini adalah distribusi sebaran jawaban pada indikator penerimaan diri (self-acceptance) remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Tabel 28. Sebaran Jawaban per Item padaIndikator Penerimaan Diri (Self-Acceptance) Jawaban 1
No. Item
2
3
4
f
%
F
%
f
%
f
%
62
0
0
2
6,7
17
56,7
11
36,7
64
1
3,3
10
33,3
13
43,3
6
20
65
2
6,7
11
36,7
16
53,3
1
3,3
68
0
0
0
0
10
33,3
20
66,7
69
0
0
3
10
14
46,7
13
43,3
10
26
86,7
Jumlah
3
70 233,3
51
170
Berdasarkan tabel di atas, jawaban yang paling banyak dipilih pada masing-masing item adalah jawaban yang memiliki rentang nilai 3 dan 4. Jawaban terbanyak pada nilai 3 terdapat item nomor 62 yang dipilih oleh 17 remaja (56,7%), item nomor 65 yang dipilih oleh 16 remaja (53,3). Jawaban terbanyak pada nilai 4 terdapat pada item nomor 68 yang dipilih oleh 20 remaja (66,7%).
85
Data indikator penerimaan diri (self-acceptance) dalam tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta disajikan dalam tabel sebagai berikut Tabel 29. Deskripsi Data Indikator Penerimaan Diri (Self-Acceptance) Standar Indikator Skor Max Skor Min Mean Deviasi Penerimaan (self-acceptance)
Diri
20
5
12,5
2,5
Penghitungan skor maksimal dihitung dengan cara mengalikan skor tertinggi dan jumlah item dari penerimaan diri (self-acceptance) yang valid, 4 x 5 = 20. Kemudian, skor minimal dicari dengan mengalikan skor terendah dengan jumlah item pada indikator penerimaan diri (selfacceptance) yang valid, 1 x 5 = 5. Skor maksimal dan minimal ditambahkan kemudian dibagi dua maka diperoleh nilai mean (µ) sebesar 12,5. Rentang maksimum dan minimumnya adalah 20 dan 5, sehingga luas jara sebarannya adalah 20 – 5 = 15. Standar deviasi (σ) diperoleh dari 15 / 6 = 4. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat diperoleh kategori indikator penerimaan diri (self-acceptance) sebagai berikut. Tabel 30. Kriteria Kategorisasi Indikator Penerimaan Diri (SelfAcceptance) Ketegorisasi Rumus Interval Tinggi Sedang
10
X < 15
Rendah
X
10
86
Tabel 31. Kategorisasi Indikator Penerimaan Diri (Self-Acceptance) No.
Interval
Kategorisasi
Frekuensi
Persentasi
1.
15-20
Tinggi
23
76,7%
2.
10-14
Sedang
7
23,3%
3.
5-9
Rendah
0
0%
Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa 76,7% remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki skor tinggi pada indikator penerimaan diri (self-acceptance), 23,3% remaja memiliki skor sedang, dan tidak ada remaja yang memiliki skor rendah. Hal tersebut juga dapat dilihat dalam grafik berikut. Grafik 10. Kategorisasi Indikator Penerimaan Diri (Self-Acceptance)
Penerimaan Diri (self-acceptance) 25 76,7,3% 20 15 Penerimaan Diri (self-acceptance)
10 23,3% 5 0 Tinggi
Sedang
0% Rendah
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi dan grafik histogram, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta untuk indikator penerimaan diri (self-acceptance) berada pada kategori tinggi.
87
Berdasarkan hasil pemaparan setiap indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki persentase 70% atau masuk kedalam kategori tinggi. Tabel 32. Rangkuman Persentase Tingkat Psychological Well-Being Persentase Kategori
Kategori
Kategori
Tinggi
Sedang
Rendah
70
26,7
3,3
Psychological wellbeing
Tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta berdasarkan enam indikator masuk kedalam kategori tinggi untuk penguasaan lingkungan (environmental mastery), pengembangan pribadi (personal growth), hubungan positif dengan orang lain (positive relation with other), tujuan pribadi (purpose of life), penerimaan diri (self acceptance). Indikator kemandirian (autonomy) masuk ke dalam kategori sedang. Tabel 33. Rangkuman Persentase Tingkat Psychological Well-Being Berdasarkan Setiap Indikator Persentase No
Indikator
1.
Kemandirian (autonomy)
2.
Penguasaan lingkungan (environmental mastery)
3.
Pengembangan pribadi
88
Kategori
Kategori
Kategori
Tinggi
Sedang
Rendah
43,3
53,3
3,3
70
26,7
3,3
80
16,7
3,3
(personal growth) 4.
Hubungan positif dengan orang lain (positive
73,3
23,3
3,3
83,3
16,7
0
76,7
23,3
0
relation with other) 5.
Tujuan hidup (purpose of life)
6.
Penerimaan diri (self acceptance)
Grafik 8. Persentase Tingkat Psychological Well-Being Berdasarkan Setiap Indikator
Grafik Persentase Tingkat Psychological Well-Being Berdasarkan Setiap Indikator 30 25
80%
70%
83,3%
73,3%
76,7%
20
53,3% 15 43,3% 26,7%
10 5
3,3%
16,7 3,3%
3,3%
23,3%
23,3%
16,7%
3,3%
0
0
0 Kemandirian
Pengembangan pribadi Tinggi
Sedang
Tujuan hidup Rendah
B. Pembahasan Psychological well‐being
merupakan istilah yang digunakan
untuk
menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif (positive psychological functioning). Psychological well-being adalah evaluasi dari seorang individu terhadap kehidupannya serta dapat menerima sisi positif maupun negatif dalam hidupnya sehingga memiliki kepuasan hidup dan kebahagiaan. Individu 89
tersebut memiliki kemandirian dalam hidupnya, mampu mengembangkan potensi yang dimiliki, mampu mengontrol dan memanfaatkan lingkungan tempat individu berada, memiliki tujuan hidup yang ingin dicapai, mampu menjalin hubungan yang positif dengan orang lain, serta dapat memiliki penerimaan diri yang baik. Apabila psychological well-being remaja tinggi, maka remaja akan selalu merasa bahagia dan bersemangat dalam menjalani setiap kegiatan sehariharinya. Sebaliknya remaja yang memiliki psychological well-being rendah akan mudah stress. Pada penelitian ini secara umum, remaja panti memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi. Sebanyak 70% atau 21 remaja panti memiliki tingkat psychological wellbeing yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa remaja tersebut memiliki penilaian yang positif terhadap pengalaman dan kualitas hidupnya yang dilihat dari keenam indikatornya. Remaja telah diajarkan untuk dapat menentukan hidupnya sendiri dan hidup mandiri. Remaja-remaja tersebut diberikan tugastugas harian serta pelatihan dan keterampilan. Remaja mampu mengevaluasi pengalaman hidup secara positif dengan bantuan bimbingan mental yang diberikan oleh panti. Panti memberikan bimbingan mental dengan menunjuk ahli untuk memberikan bimbingan kepada remaja panti. Beberapa konselor sekolah diundang untuk membantu memberikan bimbingan mental kepada remaja. Tujuannya, agar remaja dapat memiliki pola pikir yang baru dan positif.
90
Sebanyak 26,7% atau sebanyak 8 orang memiliki tingkat psychological well-being dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa remaja dengan nilai kategori sedang memiliki kemampuan evaluasi terhadap pengalaman hidup dengan cukup baik. Sebanyak 3,3% atau 1 orang memiliki tingkat psychological well-being dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa hasil evaluasi
yang
negatif atas pengalaman hidup remaja ini dapat menyebabkan pscychological well-being
remaja
rendah.
Pengalaman
masa
lalu
yang
sulit
dan
ketidakmampuan menerima perubahan lingkungan dapat membuat remaja kesulitan dalam mengatur dan menentukan masa depannya. Kepribadian, status ekonomi, tingkat pendidikan, serta kurang atau tidaknya dukungan sosial yang diterima remaja merupakan pengalaman hidup yang akan mempengaruhi hasil evaluasi penilaian remaja terhadap dirinya. Terdapat perbedaan tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta pada saat observasi dengan hasil penelitian. Pada saat observasi, diketahui bahwa jumlah remaja yang tinggal di panti sejumlah 49 orang. Pada saat proses pengambilan data, jumlah remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta hanya berjumlah 30 orang. Selain itu, terdapat perbedaan antara jumlah remaja yang ada di panti dengan jumlah remaja yang terdapat dalam data administrasi yang ada di panti. Beberapa remaja yang memiliki tingkat psychological well-being rendah telah meninggalkan panti tanpa seijin pengurus panti. Hal tersebut dapat terjadi karena ketidakmampuan remaja tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan
91
dan aturan panti. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pengurus panti, memang terdapat beberapa remaja panti yang meninggalkan panti tanpa seijin pengurus panti. Peristiwa tersebut dapat dilihat dari menurunya jumlah remaja yang tinngal di panti. Hasil dalam penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian Sharma (2014) dan Ryff (dalam Ryan & Deccy, 2001:153), yang keduanya memiliki hasil penelitian bahwa individu dengan status sosial, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi tingkat psychological wellbeing menjadi lebih rendah. Namun pada kasus ini, remaja mendapatkan beragam bimbingan dan keterampilan yang dapat membantu remaja memperbaiki kualitas hidupnya. Bimbingan mental juga memiliki peran yang cukup banyak dalam mengubah pola pikir remaja panti. Melalui beragam kegiatan tersebut, remaja lebih memiliki pandangan dan evaluasi yang positif terhadap masa lalunya. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor dukungan lingkungan yang baru yang memberikan pendampingan kepada remaja untuk tetap berkembang dan belajar menghadapi masalah dan menerima setiap kelemahanya, agar remaja dapat lebih berpikir terbuka dan dapat melakukan evaluasi terhadap kehidupannya. Selain secara keseluruhan, tingkat psychological well-being remaja panti juga dapat dilihat dari kecenderungan kategorisasi pada setiap indikatornya. Psychological well-being memiliki enam indikator yaitu, kemandirian (autonomy),
pengembangan
pribadi
92
(personal
growth),
penguasaan
lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with other), dan penerimaan diri (self-acceptance). Berdasarkan analisis data pada setiap indikator, diketahui bahwa pada indikator kemandirian (autonomy) sebanyak 13 (43,3%) remaja berada pada kategori tinggi, 15 (53,3%) remaja berada pada kategori sedang, dan 1 (3,3%) remaja masuk dalam kategori rendah. Pada indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery) sebanyak 21 (70%) remaja pada kategori tinggi, 8 (26,7%) remaja pada ketgori sedang dan 1 (3,3%) remaja masuk dalam kategori rendah. Pada indikator pengembangan pribadi (personal growth) sebanyak 24 (80%) remaja pada kategori tinggi, 5 (16,7%) remaja pada kategori sedang dan 1 (3,3%) remaja masuk dalam kategori rendah. Pada indikator hubungan positif dengan orang lain (positive relations with other) sebanyak 22 (73,3%) remaja pada kategori tinggi, 7 (23,3%) remaja pada kategori sedang dan 1 (3,3%) remaja masuk dalam kategori rendah. Pada indikator tujuan hidup (purpose in life) sebanyak 25 (83,3%) remaja pada kategori tinggi, 5 (16,7%) remaja pada kategori sedang dan tidak ada (0%) remaja yang berada pada kategori rendah. Pada indikator penerimaan diri (self-acceptance) sebanyak 23 (76,7%) remaja pada kategori tinggi, 7 (23,3%) remaja pada kategori sedang dan tidak ada (0%) remaja yang berada pada kategori rendah. Pada keenam indikator tersebut, indikator kemandirian (autonomy) secara umum berada pada kategori sedang (53,3%). Indikator kemandirian
93
(autonomy) ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, dan kemandirian untuk mengatur tingkah laku. Hal ini menunjukkan bahwa remaja panti memiliki kemampuan cukup baik dalam melakukan evaluasi diri dan cukup baik dalam menentukan pilihan dalam hidup sendiri tanpa melihat orang lain dalam pengambilan keputusan dalam pemilihan tersebut. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat kemandirian remaja anatara lain pola asuh orang tua, pendidikan sekolah, pendidikan masyarakat, serta genetis (Audy Ayu Arisha Dewi dan Tience Debora Valentina, 2013:2) . Berdasarkan hal tesebut, remaja yang memiliki kategori sedang pada indikator kemandirian masih dalam proses adaptasi dengan lingkungan baru di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Perbedaan pola asuh orang tua sebelum berada di dalam Panti, serta terputusnya pendidikan sekolah dapat mempengaruhi kemandirian remaja. Ada tiga jenis pola asuh (Siti Maryam Rahmah, 2008:2) yaitu pertama pola asuh otoriter yaitu orang tua membatasi dan menghukum, menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orangtua. Kedua, pola asuh otoritatif yaitu pola asuh yang mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakantindakan mereka. Sedangkan yang terakhir adalah pola asuh permisif, yang artinya orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak dan membiarkan anak berkembang sendiri. Menurut Suhanadji dan Ainis (2013:7) Orang tua dikeluarga miskin sangat kurang memperhatikan kebutuhan anaknya karena pendapatan keluarga yang kurang mencukupi kebutuhan, atau dengan kata lain hidup serba kekurangan. Pendidikan orang tua yang rendah akan
94
memperngaruhi cara mereka dalam mendidik anak-anaknya. Hal tersebut menyebabkan keluarga miskin cenderung permisif. Lain halnya dengan pola asuh di Panti, pengasuh panti cenderung otoritatif ke arah otoriter. Kelima indikator lain seperti pengembangan penguasaan lingkungan (environmental mastery), pengembangan pribadi (personal growth), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with other) tujuan hidup (purpose in life), dan penerimaan diri (self-acceptance), memiliki persentase yang tinggi. Indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery) memiliki persentase 70 %. Indikator penguasaan lingkungan adalah kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta memanfaatkan kondisi lingkungan sehari-hari agar sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai kegiatan. Remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta masuk kedalam kategori tinggi dalam indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery). Remaja di Panti Sosial
Bina
Remaja
Yogyakarta
memiliki
padangan
baru
tentang
kebutuhannya dan memaksimalkan lingkungan yang ada di Panti dengan beragam kegiatannya agar membantu remaja panti menjadi lebih berkembang. Remaja mengikuti keterampilan sesuai jadwal yang sudah dibuat oleh Panti, dan mengikuti beragam kegiatan pembinaan lainnya. Sukma Adi Galuh Amawidyati & Muhana Sofiati Utami
(2007:166) mengatakan bahwa
individu yang memiliki psychological well-being mampu dan berkompetensi mengatur lingkungan, menyusun kontrol yang kompleks terhadap aktivitas
95
eksternal, dan menggunakan secara maksimal kesempatan yang ada disekitar individu. Indikator pengembangan pribadi (personal growth) termasuk dalam kategori tinggi dengan prosesntase 80 %. Indikator pengembangan pribadi (personal growth) merupakan sikap individu secara terbuka menerima pengalaman dan tantangan baru dalam hidupnya agar dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Remaja panti mempunyai kesadaran bahwa setiap kegiatan pelatihan keterampilan dana pembinaan yang ada di Panti membuat remaja menjadi lebih terampil. Selain itu remaja juga mengetahui bahwa instruktur yang ada di Panti memberikan banyak pengalaman baru yang membuat remaja menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan. Indikator hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others) masuk dalam kategori tinggi dengan persentase 73,3%. Indikator ini berhubungan dengan kemampuan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Kemampuan ini dicirikan dengan sikap hangat, persahabatan yang mendalam, empati, dan kasih sayang. Remaja panti mampu membuka diri terhadap orang-orang di lingkungan panti. Remaja panti tidak malu bergaul dengan teman dan lingkungan baru di Panti. Saat bertemu dengan orang baru yang datang ke Panti, remaja panti pun secara terbuka menerima dan bersikap ramah. Remaja panti tidak merasa kesepian berada di dalam panti karena menyadari bahwa teman-teman dan pengasuh panti adalah orang yang baik dan menyayangi para remaja yang tinggal di Panti.
96
Indikator tujuan hidup (purpose of life) masuk dalam kategori tinggi dengan persentase 83%. Indikator ini memiliki persentase lebih tinggi dibanding kelima indikator lainnya. Indikator tujuan hidup (purpose of life) Indikator ini berhubungan dengan tinggi dan rendahnya pemahaman individu mengenai arah dan tujuan hidup serta pemaknaannya tentang hidup. Remaja panti memiliki cita-cita yang ingin dicapai dengan bersungguh-sungguh melalui kegiatan yang ada di Panti. Para remaja optimis dapat memperbaiki hidupnya setelah keluar dari panti. Indikator penerimaan diri (self acceptance) memiliki persentase 76,7% masuk kedalam kategori tinggi. Individu yang memiliki penerimaan diri yang tinggi mampu menerima dan menghormati keadaan diri sendiri serta mampu menyadari sisi negatif dan positif dalam dirinya dan mengetahui cara untuk hidup bahagia dengan sisi negatif yang dimilikinya (Putri dkk, 2013:13). Meski tidak dapat melanjutkan sekolah seperti remaja seusianya, para remaja panti tetap bersyukur dengan hal yang dimiliki remaja serta tidak merasa pesimis terhadap hidup remaja panti. Indikator dengan persentase tertinggi adalah indikator tujuan hidup (purpose of life) (80%) dan indikator dengan persentase terendah adalah kemandirian (autonomy) (53,3%). Namun, secara umum tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta tergolong tinggi. Sejalan dengan penelitian Devis (dalam Malika Alia Rahayu 2008:20), individu-individu yang mendapatkan dukungan sosial memiliki tingkat psychological well being yang tinggi. Dukungan sosial sendiri diartikan
97
sebagai rasa nyaman, perhatian, penghargaan, atau pertolongan yang dipersepsikan oleh seorang individu yang didapat dari orang lain atau kelompok. Dukungan ini dapat berasal dari berbagai sumber, diantaranya pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, dokter, maupun organisasi sosial. Dukungan yang dimaksud bisa jadi diperoleh dari pengurus Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta maupun warga panti lainya. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Ryff (dalam Ryan & Deccy, 2001:153) yang mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan indikator penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan diri. Berarti dapat disimpulkan, seseorang dengan tingkat pendapatan tinggi memiliki psychological well-being yang tinggi pula, sedangkan seseorang dengan pendapatan rendah akan memiliki psychological well-being yang rendah. Berbeda dengan hasil penelitian ini, remaja putus sekolah yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta secara umum memiliki tingkat psyxhological well-being yang tinggi. Namun dalam hal ini remaja panti mendapat pembinaan dan bimbingan sehingga para remaja memiliki psychological well-being yang lebih baik. Bimbingan yang diberikan berupa bimbingan fisik, mental, dan sosial. Bimbingan fisik berupa olah raga dan pemeriksaan kesehatan. Bimbingan ini dapat membantu remaja panti agar dapat menjaga kesehatan dan tetap bersemangat
dalam
melakukan
kegiatan.
Bimbingan
mental
berupa
pendidikan agama. Adapun materi yang diberikan meliputi tauhid, fiqh, praktek ibadah, baca, Al-Qur'an, hafalan doa-doa, hafalan surat pendek,
98
praktek pidato dan sebagainya. Kemudian, bimbingan sosial berupa bimbingan hubungan antar manusia, etika budi pekerti, pembinaan generasi muda, out bond dan relaksasi. Bimbingan membantu remaja agar lebih terampil dalam berinteraksi sosial baik di dalam panti maupun setelah keluar dari panti. Kegiatan bimbingan tersebut dilakukan oleh ahli seorang ustad, konselor, dan ahli lainnya yang berkaitan dengan materi yang diberikan. Berdasarkan hal tersebut terdapat faktor yang mempengaruhi tingkat pyshcological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Faktor tersebut yang memotivasi remaja panti untuk bersikap positif dalam hidupnya. Faktor tersebut seperti dukungan dari lingkungan yang ada di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Melalui pembinaan dan bimbingan mental, remaja dapat bersikap lebih positif dalam memandang hidpunya di masa lalu dan masa mendatang, sehingga memiliki psychological well-being yang tinggi. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi tingkat psychological well-being remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja. Faktor tersebut bisa jadi muncul dari dalam diri remaja. Faktor internal yang dimaksud adalah jenis kelamin dan kepribadian remaja yang berbeda-beda. Boghel dan Prakarsh (dalam Azeez dan Adenuga, 2009:3) mengemukakan bahwa psychological well-being terdiri dari dua belas faktor yang didalamnya meliputi komponen positif dan negatif, seperti meaninglessness (ketidakbermaknaan), self-esteem (harga diri), positive affect (perasaan positif), life satisfaction (kepuasan
99
hidup), suicidal ideas (pikiran untuk bunuh diri), personal control (control diri), tension (tekanan), dll. C. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian yang dihadapi selama penelitian, yakni penelitian ini tidak mampu menjangkau dan meneliti seluruh remaja yang tinggal di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta, karena beberapa remaja telah meninggalkan panti tanpa seijin pengurus panti. Selain itu terdapat perbedaan antara jumlah remaja Panti yang ada di daftar administrasi Panti dengan jumlah remaja yang berada di dalam Panti.
100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dalam penelitian ini, ditemukan hasil bahwa sebanyak 70% atau 21 remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi, 26,7% atau sebanyak 8 remaja memiliki tingkat psychological well-being yang termasuk dalam kategori sedang, dan 3,3% atau 1 remaja memiliki tingkat psychological wellbeing dalam kategori rendah. Dengan demikian, secara umum tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa para remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta memiliki penilaian yang positif terhadap pengalaman dan kualitas hidupnya yang dilihat dari keenam indikator psychological well-being. Remaja tersebut memiliki kemandirian dalam hidupnya, mampu mengembangkan potensi yang dimiliki, mampu mengontrol dan memanfaatkan lingkungan tempat individu berada, memiliki tujuan hidup yang ingin dicapai, mampu menjalin hubungan yang positif dengan orang lain, serta dapat memiliki penerimaan diri yang baik. Banyaknya remaja yang memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi dikarenakan pembinaan dan pemberian bimbingan kepada remaja yang diberikan di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. Kegiatan bimbingan yang diberikan berupa bimbingan fisik, mental, dan sosial yang diberikan oleh para
101
ahli. Melalui dukungan sosial dari panti dan pendalaman agama, remaja dapat memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi. Berdasarkan kategorisasi pada masing-masing indikator, diketahui bahwa pada indikator kemandirian (autonomy) secara umum berada pada kategori sedang dengan persentase 53,3%. Pada indikator penguasaan lingkungan (environmental mastery) berada pada kategori tinggi dengan persentase 70%. Indikator pengembangan pribadi (personal growth) secara umum berada pada kategori tinggi dengan persentase 80%. Indikator hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) berada pada kategori tinggi dengan persentase sebanyak 73,3%. Indikator tujuan hidup (purpose in life) secara umum termasuk ke dalam kategori tinggi dengan persentase 83,3%. Indikator penerimaan diri (self-acceptance) termasuk dalam kategori tinggi dengan persentase sebanyak 76,7%.
B. Saran Berdasarkan hasil keseluruhan dalam penelitian ini, terdapat beberapa saran antara lain : 1. Bagi Remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta Beragam fasilitas serta pemberian bimbingan dan keterampilan kepada remaja, diharapkan remaja dapat lebih memanfaatkan secara optimal untuk belajar dan berlatih. Remaja dengan tingkat psychological well-being rendah disarankan untuk mengikuti bimbingan mental dan sosial yang diberikan agar memiliki pandangan dan semangat baru.
102
Remaja diharapkan dapat bekerja sama dengan panti untuk sama-sama memperbaiki masa depan remaja dengan mengikuti pelatihan keterampilan baru yang diberikan. 2. Bagi Panti Sosial Bina Remaja Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa beberapa remaja masih memiliki psychological well-being yang rendah. Maka, Panti dapat melakukan tindakan khusus berupa bimbingan secara pribadi kepada remaja tersebut dan apabila diperlukan dapat juga dilakukan bimbingan konseling secara kelompok dengan bantuan ahli seorang konselor atau psikolog. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya dapat melakukan penilitian lebih lanjut mengenai faktor lain yang mempengaruhi psychological well-being yang ada di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta, sehingga remaja panti memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi. Faktor tersebut dapat dilihat dari perbedaan jenis kelamin, perbedaan kepribadian dan faktor internal lainnya.
103
DAFTAR PUSTAKA Audy Ayu Arisha Dewi dan Tience Debora Valentina. (2013). Hubungan Kelekatan Orangtua-Remaja dengan Kemandirian pada Remaja di SMK N 1 Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana 2013, Vol. 1, No. 1, 181-189 Azeez, R. Olugbenga & Adenuga, Olusegun A. (2009) . Effect Of Percieved Tress, Self-Efficacy And Mental Health On Psychological Wellbeing Of Secondary Teachers In Ijebu North Local Government Of Ogun State. Nigeria : Educational Foundations and Counseling Olabisi Nabanjo University Ago-Iwoye, Ogun State, Nigeria Deni Darmawan. (2014) . Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Dierendonck, Dirk, etc. (2008) . Ryff’s Six-factor Model of Psychological Well-being, A Spanish Exploration. Journal Soc Indic Res (2008) 87:473–479 DOI 10.1007/s11205-007-9174-7 Ferry Effendi & Makhfudli. (2009) . Keperawatan dan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktek Keperawtan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika Firra Noor Nayana. (2013) . Kefungsian Keluarga dan Subjective Well-being pada Remaja. Jurnal Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang Vol. 01, No.02, Agustus 2013, 230 Galuh Dwinta Sari. (2013) . Perbedaan Keterampilan Interpersonal pada Wanita Pekerja Formal dan Wanita Pekerja Informal di Kota Malang. Universitas Negeri Malang. Jurnal Psikologi Vol.1, No.1 (2013) Getrudis Guna Putri, Putri Agusta K, & Shubhi Najahi. (2013) . Perbedaan Self-Acceptance (Penerimaan Diri) Pada Anak Panti Asuhan Ditinjau Dari Segi Usia. Jurnal Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil) Vol. 5 Oktober 2013 Bandung, 8-9 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559 Gracillia Kurniawati, Nunik, Hartanti. (2013) . Psychology well-being pada Pria Lajang Dewasa Madya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Usurabaya vol. 2 no 2.2013
104
Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar. (2008) . Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Bumi Aksara Jane Savitri, Heliany Kiswantomo, dan Ratnawati. (2012). Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Remaja SOS Desa Taruna Kinderdorf Bandung. Jurnal Zenit, 1 (1). ISSN 2252-6749 Kepmensos. (2004) . UU Kepmensos No.50/HUK/2004 Keyes, C.L.M., Shmotkin, D., & Ryff, C.D. (2002) . Optimizing well-being: Theempirical encounter of two traditions. Journal of Personality and Social Psychology, 82, 1007-1022. Leaflet Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta, 2009. Malika Alia Rahayu. (2008) . Psychological Well-Being Pada Istri Kedua pada Pernikahan Poligami. Program Reguler Fakultas ilmu Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta Muslihati. (2014) . Nilai-nilai Psychological Well-Being dalam Budaya Madura dan Kontribusinya pada Pengembangan Kesiapan Karier Remaja Menghadapi Bonus Demografi. Jurnal Studi Sosial, Th. 6, No. 2, Nopember 2014, 120-125 Mutiara Farah. (2014) .Faktor Penyebab Putus Sekolah dan Dampak Negatifnya Bagi Anaka( Studi Kasus di Desa Kalisoro Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar). Jurnal Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Muhammadiyah Surakarta 2014 Okun, M.A. & Stock, W.A. (1984) . Correlates and Components of Subjective Well-Being. Journal of Applied Gerontology, 6, 95–112 Musdalifah. (2007) . Perkembangan Sosial Remaja dalam Kemandirian (Studi Kasus Hambatan Psikologis Dependensi terhadap Orangtua). Journal Volume 4 Juli - Desember 2007 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 2 tahun (1988). Tentang Usaha Kesejahteran Anak bagi Anak yang Mempunyai Masalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 Pasal 38
105
Dinas Sosial
Priscillia Susan Misero & Lydia Freyani Hawadi. (2012) . Adjustment Problems dan Psychological Well-Being pada Siswa Akseleran. Jurnal Psikologi Pitutur volume 1 No.1, Juni 2012 68 Puri Werdyaningrum. (2013) . Psychological Well-Being Pada Remaja Yang Orang Tua Bercerai Dan Yang Tidak Bercerai (Utuh). Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang. Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 02, Thn. 2013 http://ejournal.umm.ac.id Ratna Maharani. (2013) . Perilaku Moral Remaja Dari Keluarga Karier Ganda. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang. Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 02, Thn. 2013 http://ejournal.umm.ac.id 493 Ratna Widyastutik, Suci Murti Karini, Rin Widya Agustin. (2011) . Perbedaan psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial pada Remaja Tunarungu yang Dibesarkan dalam Lingkungan Asrama SLB-B Wonosobo. Jurnal Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret SurakartaVol 3, No 5 (2011) Ryan, Richard M. and Edward L. Deci. (2001) . ON HAPPINESS AND UMAN POTENTIALS:A Review of Research on Hedonic and EudaimonicWell-Being. Annual Review Psychology 2001. 52:141–66 Department of Clinical and Social Sciences in Psychology, University of Rochester,Rochester, NY 14627 Rita Eka Izzaty,dkk. (2008) . Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta : UNY Press. Ryff, Carol D. & Burton H. Singer. (2008). Know thyself and become what you are: A eudaimonic approach to psychological Well-being. Journal of Happiness Studies (2008) 9:13–39 _ Springer 2006DOI 10.1007/s10902-006-9019-0 Saifudin Azwar (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka pelajar Saifudin Azwar (2015). Skala Pengukuran Psikologi. Yogyakarta : Pustaka
106
pelajar Sanafiah Faisal. (2005). Format-Format Penelitian Sosial : Dasar-dasar dan Aplikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Santrock, John W. (1995). Life Span Development - Perkembangan Masa Hidup, alih bahasa Ahmad Chusairi. Jakarta: Erlangga. Santrock, John W. (2003). Adolesence edisi ke enam. Jakarta : Gelora Aksara Pratama Sarlito W. Sarwono. (2006). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Schmutte, P.S. & Ryff, C.D. (1997). Personality and well-being: Reexamining methods and meanings. Journal of Personality and Social Psychology,73, 549-559. Shah, Namita. (2014) .A Comparative Study of Psychological Well-Being Among Girls and Boys. Indian Association of Health, Research and Welfare. Indian Journal of Health and Wellbeing Volume 5 issue 9 pages: 1096-1098 number of pages 3. Singh, Sandeep & Mansi. (2009). Psychological Capital as Predictor of Psychological Well Being. Guru Jambheshwar University of Science and Technology.Journal of the Indian Academy of Applied Psychology July 2009, Vol. 35, No. 2, 233-238. Siti Maryam Rahmah .(2008). Pola Asuh Orang Tua Pada Subjek uang Menggunakan Napza. Jurnal (Studi Kasus) Universitas Gunadarma Tahun 2008 Siti Munawaroh, Siti Hariti Sastriyani, dkk. (2009). Statistik dan Analisis: Gender, Anak, dan Perempuan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2009. PSW Universitas Gadjah Sri Kuntari. (2009). “Profil dan Kinerja Panti Sosial Bina Remaja”, Laporan Penelitian pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial ( B2P3KS) Yogyakarta.
107
Sry Ayu Rejeki. (2007). Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga dengan Pemahaman Moral pada Remaja. Jurnal Universitas Gunadarma NPM : 10503179 Sugiyanto. (2009). Modul Kenakalan Remaja. di SMA Negeri 1 Cawas, 28 Juli 2009 Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta : Bandung Suhanadji & Ainis Mufarika.(2013). Pola Pengasuhan pada Keluarga Miskin (Studi Kasus 5 Keluarga Miskin di Desa Kebontunggul Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto). Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya 2013 Suharsimi Arikunto.(1998). Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Andi Mahasatya. Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sukma Adi Galuh Amawidyati & Muhana Sofiati Utami. (2007). Religiusitas dan Psychological Well‐Being Pada Korban Gempa 2007. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada volume 34, no. 2, 164 – 176 issn: 0215-8884 164 Susanti. (2012). Hubungan Harga Diri Dan Psychological Well-Being Pada Wanita Lajang Ditinjau Dari Bidang Pekerjaan . Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.1 No.1 Sharma, Swam Shikha and Kiran Sahu (2014) A Study of Psychological Well-Being of Rural and Urban Young Adults Belonging to High Income Group and Middle Income Group. Indian Journal of Health and Wellbeing Volume 5 Issue 12 Pages 1508-1510 Number of pages: 3 Publish by Indian Association of Health, Research and Welfare Syamsu Yusuf LN. (2006). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Uhar Suharsaputra. (2012). Metode Penelitian. PT Refika Aditama :
108
Bandung Ustad MJ. (2012). 44 Teori Perkembangan Kognitif dalam Proses Belajar Mengajar. STIT Al-Amin Indramayu. Jurnal Edukasi Vol.7, No. 2, September 2012 Yogyakarta.bps.go.id/.../2014/Indikator%20Kesejahteraan%20Rakyat%2..... Data Anak Putus Sekolah 2014. (diakses tgl 18 April 2015, pukul 08.30) Yuli Triwidodo & Endah Kumala Dewi. (2012). Loneliness Smartphone Users in Term of Gender Differences in Class XI Students of SMA N 9 Semarang. Jurnal Psikologi. (Nomor 1 Volume 1 Tahun 2012). Hlm. 193-204.
109
Lampiran 1. Expert Judgement
110
111
112
113
114
115
116
Lampiran 2. Skala Psychological WellBeing
117
SKALA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING REMAJA DI PANTI SOSIAL BINA REMAJA YOGYAKARTA Identitas Diri Nama
:
Usia
:
Tanggal Pengisian
:
Petunjuk Pengisian 1. Angket ini diberikan untuk Penelitian Skripsi dengan tujuan untuk mengetahui tingkat psychological well-being remaja di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta. 2. Jawab pertanyaan dalam angket ini secara jujur dan tidak terpengaruh oleh orang lain. 3. Pilihlah satu jawaban yang paling sesuai menurut keadaan Anda. 4. Berilah tanda centang (√) pada pilihan jawaban Anda pada kolom yang sudah tersedia. 5. Keterangan : SS
: Sangat Sesuai
S
: Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
STS
: Sangat Tidak Sesuai
118
Skala Psychological Well-Being Remaja Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Pernyataan Saya mampu menyampaikan pendapat saya. Keputusan yang saya buat tidak dipengaruhi oleh orang lain. Saya berubah pikiran tentang keputusan yang saya buat jika teman-teman tidak setuju. Saya ragu-ragu dengan keputusan yang saya buat. Menurut saya kegiatan yang ada di Panti membosankan. Saya mematuhi peraturan yang ada di Panti. Saya mudah dipengaruhi oleh teman untuk membolos. Saya tahu hal yang semestinya saya lakukan selama berada di Panti. Saya meniru perilaku orang yang saya senangi. Saya biasa datang tepat waktu pada saat pelatihan keterampilan. Saya memilih jenis keterampilan yang dipilih oleh teman saya. Saya tidak suka orang lain ikut campur urusan saya. Saya mengatur kamar tidur saya sesuai dengan keinginan saya. Saya sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Saya kesulitan berdaptasi dengan lingkungan Panti. Teman-teman dan pengasuh Panti membuat saya nyaman tinggal di Panti. Saya mampu menyelesaikan tugas sesuai jadwal yang telah ditentukan. Saya menambah jadwal belajar khusus agar saya lebih terampil. Saya lebih suka mengobrol bersama teman dibanding mengikuti jadwal pelatihan. Saya senang jika memiliki banyak waktu kosong untuk bersantai. Kegiatan bimbingan mental bermanfaat untuk ketenangan hidup saya. Saya aktif mengikuti kegiatan keterampilan dan bimbingan yang ada di Panti. Saya sering membolos dari kegiatan bimbingan mental Saya senang jika jadwal kegiatan pelatihan dibatalkan. Pelatihan keterampilan yang diberikan di Panti membuat saya lebih terampil. Saya rasa keterampilan yang ada di Panti tidak sesuai 119
SS
S
TS
STS
27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50.
dengan kemampuan saya. Saya rasa kemampuan yang saya miliki tidak perlu dikembangkan. Saya senang belajar hal-hal baru yang diajarkan di Panti. Intsruktur di Panti memberikan banyak keterampilan untuk saya. Saya suka mencari pengalaman baru yang menantang. Saya tidak suka dengan keterampilan yang diajarkan di Panti. Saya membolos kegiatan Panti untuk melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan menurut saya. Saya senang melakukan introspeksi diri dengan harapan dapat mengembangkan diri lebih baik lagi Saya lebih senang dengan kondisi yang sekarang tanpa adanya perubahan. Saya lebih suka dengan kehidupan saya sebelum masuk ke dalam Panti Kritik dari orang lain saya jadikan sebagai masukan dalam memperbaiki diri saya. Saya tidak malu bergaul dengan orang lain. Saya tidak punya banyak teman di Panti. Saya memilih-milih teman bergaul sesuai dengan keinginan saya. Saya dipercaya menjaga rahasia teman di Panti. Saya diam ketika melihat teman saya melanggar peraturan Panti. Saya bertegur sapa dengan teman baik di Panti maupun di luar Panti. Saya turut merasa sedih jika melihat teman saya sedang terkena masalah. Saya kesepian ketika berada di dalam Panti meskipun ada banyak orang. Saya merasa banyak orang yang menyayangi saya. Pengasuh Panti adalah orang yang baik dan menyayangi saya. Tidak ada yang mendengarkan saya ketika saya ingin bercerita. Saya khawatir jika orang lain membicarakan kebiasaan buruk saya. Saya merasa dapat memperbaiki hidup saya setelah lulus dari Panti nanti. Saya bersemangat ketika memikirkan prestasi yang sudah saya capai. 120
51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72.
Saya pesimis dapat meraih cita-cita yang saya inginkan. Tidak ada hal yang ingin saya capai dalam hidup. Saya mempunyai cita-cita yang ingin saya capai. Saya bersungguh-sungguh mengikuti keterampilan yang diajarkan di Panti. Memikirkan masa depan membuat saya stress. Kegiatan yang ada di Panti tidak berpengaruh dengan masa depan saya. Saya yakin dengan memanfaatkan waktu latihan di Panti akan mempermudah saya mencapai cita-cita saya. Saya bersenang-senang di Panti tanpa memikirkan masa depan setelah lulus nanti. Saya merencanakan hal yang akan saya lakukan setelah lulus dari Panti. Saya akan kembali menganggur saya setelah lulus dari Panti. Saya mempunyai lebih banyak kekurangan dibanding teman-teman yang lainnya. Walaupun saya memiliki kekurangan, tetapi masih banyak sisi positif dari diri saya. Saya tidak menyalahkan siapa pun atas kekurangan yang saya miliki. Saya tidak mampu menyelesaikan tugas dengan kemampuan saya sendiri yang diberikan oleh Panti. Teman-teman saya memiliki hidup lebih baik daripada saya. Saya menyadari bahwa diri saya memiliki kelebihan dan kekurangan sama seperti orang lain. Saya ingin memperbaiki beberapa hal dalam diri saya. Saya bersyukur dengan hal yang saya miliki. Saya tidak menyalahkan orang lain ataupun diri sendiri atas masa lalu saya. Saya kecewa karena saya tidak dapat sekolah seperti yang lainnya. Saya menerima cerita masa lalu saya. Saya tidak bisa menerima masa lalu saya.
121
Lampiran 3. Validasi Skala Psychological
Item-Total Statistics Corrected ItemTotal Correlation VAR00001
.347
VAR00002
.095*
VAR00003
.416
VAR00004
.379
VAR00005
.394
VAR00006
-.111*
VAR00007
.339
VAR00008
.270*
VAR00009
-.240*
VAR00010
.677
VAR00011
.252*
VAR00012
-.249*
VAR00013
.340
VAR00014
.631
VAR00015
.357
VAR00016
.385
VAR00017
.376
VAR00018
.547
VAR00019
.798
VAR00020
.334
VAR00021
.491
VAR00022
.655
VAR00023
.685
VAR00024
.447
VAR00025
.637
VAR00026
.335
VAR00027
.540
VAR00028
.243*
VAR00029
.440
VAR00030
.247*
VAR00031
.627
122
VAR00032
.615
VAR00033
.450
VAR00034
.144*
VAR00035
.521
VAR00036
.313
VAR00037
.446
VAR00038
.380
VAR00039
.197*
VAR00040
-.094*
VAR00041
.450
VAR00042
.150*
VAR00043
.137*
VAR00044
.694
VAR00045
.462
VAR00046
.470
VAR00047
-.036*
VAR00048
.337
VAR00049
.363
VAR00050
.448
VAR00051
-.262*
VAR00052
.290*
VAR00053
.512
VAR00054
.704
VAR00055
-.064*
VAR00056
.192*
VAR00057
.630
VAR00058
.394
VAR00059
.637
VAR00060
.462
VAR00061
.084*
VAR00062
.397
VAR00063
.104*
VAR00064
.348
VAR00065
.348
VAR00066
.181*
VAR00067
-.341* 123
VAR00068
.354
VAR00069
.383
VAR00070
-.101*
VAR00071
-.375*
VAR00072 *. Item gugur
.000*
124
Lampiran 4. Reliability Skala Psychological Well-Being
Case Processing Summary N Cases
Valid
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
Excludeda Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .893
72 Item-Total Statistics Scale Corrected Scale Mean if Variance if Item-Total Item Deleted Item Deleted Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
VAR00001
219.0667
324.685
.347
.892
VAR00002
219.1000
326.162
.095
.893
VAR00003
219.6667
316.023
.416
.890
VAR00004
219.5667
317.702
.379
.891
VAR00005
219.3000
315.597
.394
.890
VAR00006
218.8000
331.131
-.111
.895
VAR00007
219.1667
317.523
.339
.891
VAR00008
218.7333
321.857
.270
.892
VAR00009
219.5667
335.013
-.240
.897
VAR00010
219.0667
312.340
.677
.888
VAR00011
218.9000
321.334
.252
.892
VAR00012
219.5667
336.185
-.249
.898
VAR00013
218.9667
320.033
.340
.891
VAR00014
219.1000
311.679
.631
.888
VAR00015
219.2667
318.064
.357
.891
125
VAR00016
218.8333
321.316
.385
.891
VAR00017
219.2667
318.202
.376
.891
VAR00018
219.4000
313.697
.547
.889
VAR00019
219.0667
306.823
.798
.886
VAR00020
219.6667
317.816
.334
.891
VAR00021
218.6333
319.620
.491
.890
VAR00022
218.9333
308.892
.655
.887
VAR00023
218.8333
309.247
.685
.887
VAR00024
219.1667
314.971
.447
.890
VAR00025
218.6333
311.826
.637
.888
VAR00026
219.2333
316.737
.335
.891
VAR00027
218.9333
313.926
.540
.889
VAR00028
218.5333
324.120
.243
.892
VAR00029
218.4667
320.809
.440
.891
VAR00030
218.8333
322.695
.247
.892
VAR00031
218.7333
312.340
.627
.888
VAR00032
218.8333
308.351
.615
.888
VAR00033
218.6333
319.275
.450
.890
VAR00034
219.3333
323.609
.144
.893
VAR00035
219.4667
308.809
.521
.889
VAR00036
218.8667
321.361
.313
.891
VAR00037
218.7333
315.306
.446
.890
VAR00038
218.8667
315.844
.380
.891
VAR00039
218.7667
321.426
.197
.893
VAR00040
219.2000
330.717
-.094
.895
VAR00041
219.2667
314.064
.450
.890
VAR00042
218.8667
323.706
.150
.893
VAR00043
218.8333
326.351
.137
.893
VAR00044
219.0667
308.409
.694
.887
VAR00045
219.0333
313.826
.462
.890
VAR00046
218.6667
318.920
.470
.890
VAR00047
219.0333
329.206
-.036
.894
VAR00048
219.4333
316.875
.337
.891
VAR00049
218.6000
321.903
.363
.891
VAR00050
218.6667
320.437
.448
.891
VAR00051
219.5667
338.668
-.262
.901
126
VAR00052
218.4000
323.697
.290
.892
VAR00053
218.3333
320.713
.512
.890
VAR00054
218.8333
307.661
.704
.887
VAR00055
218.9333
329.926
-.064
.895
VAR00056
218.8667
323.223
.192
.893
VAR00057
218.8333
312.902
.630
.888
VAR00058
218.8333
316.489
.394
.890
VAR00059
218.8333
311.592
.637
.888
VAR00060
218.5333
320.189
.462
.890
VAR00061
219.6333
325.826
.084
.894
VAR00062
218.8000
319.959
.397
.891
VAR00063
218.7000
326.355
.104
.893
VAR00064
219.3000
318.148
.348
.891
VAR00065
219.5667
319.840
.348
.891
VAR00066
218.6333
325.206
.181
.892
VAR00067
220.6333
336.240
-.341
.897
VAR00068
218.4333
322.461
.354
.891
VAR00069
218.7667
319.289
.383
.891
VAR00070
219.3333
331.471
-.101
.897
VAR00071
219.3000
339.252
-.375
.899
VAR00072
218.8667
328.257
.000
.894
127
Lampiran 5. Tabulasi Angket Skala Psychological Well-Being Tabulasi Skala Psychological Well-Being Sebelum Diujicobakan NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Responden
MR GI FM UA AP FD MT MD MF DN DC AM AN PA MFA GS A YR PW JP NF I M RR FG RC AW YS NS DD
1 3 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 3 3 2 3 3 4 3 4 3 2 2 3 2 4 2 3 3 3 4 4 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3
3 2 3 2 1 3 4 3 1 2 4 4 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2
4 2 2 2 2 2 3 2 1 3 3 3 2 3 2 1 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 1 3 2 3
5 3 1 1 3 4 3 3 1 3 3 3 4 3 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 1 2 3
6 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 1 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 4 2 3 3
7 2 4 4 2 3 4 1 2 3 3 4 4 2 3 3 4 2 3 3 4 2 3 3 3 4 2 3 4 2 2
8 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 1 3 3 3 3 4 4 3 4 3
Nomor Item 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 2 2 1 3 3 2 3 3 2 2 2 1 3 2 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 3 4 2 4 4 3 4 3 4 4 4 2 3 4 4 4 3 3 4 3 2 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 2 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 2 3 4 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 1 3 3 3 3 3 3 4 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 1 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 1 3 3 3 3 3 2 4 3 2 3 2 2 1 3 3 3 4 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3 3 1 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 1 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 2 3 4 4 2 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 4 1 4 4 2 3 3 1 4 4 1 4 3 1 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 2 4 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 3 3 1 4 3 3 3 3 3 1 4 4 3 1 1 3 1 1 1 1 3 1 1 2 1 1 2 4 4 4 1 1 3 1 1 3 1 1 4 4 1 3 4 1 1 3 4 1 4 3 4 4 4 1 4 4 1 1 1 4 1 4 4 2 1 4 1 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 1 4 4 4 2 4 3 2 4 4 2 3 3 4 3 2 2 4 3 1 4 3 2 4 3 4 4 3 1 4 4 1 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 2 4 3 1 4 1 4 4 3 2 3 1 4 2 2 4 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 2 3 2 4 3 3 3 4 4 3 4 1 3 4 3 4 3 2 3 4 4 4 1 3 4 3 4 3 3 4 3 3 4 1 4 3 4 4 4 3 4 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 4 4 3 2 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 2 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 3 2 3 4 4 2 3 2 3 4 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 1 3 4 4 4 3 2 3 3 4 3 4 3 1 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 2 4 1 4 4 3 3 3 3 3 3 1 2 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 4 2 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 4 4 3 3 3 3 4 2 3 3 4 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 4 4 4 3 4 3 3 4 4 2 4 4 3 2 4 1 4 3 2 3 3 1 3 4 4 3 4 4 4 4 2 4 2 4 4 3 3 4 2 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 2 3 4 4 1 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 2 3 3 1 4 3 1 3 3 2 3 3 2 4 4 4 3 4 4 3 2 4 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 2 3 3 3 4 4 3 2 1 4 4 4 3 2 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 1 4 4 1 2 3 1 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 2 2 2 3 2 2 2 4 3 3 2 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 4 3 2 3 3 2 2 3 4 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 1 4 4 3 3 4 1 3 4 4 4 3 3 4 2 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 1 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 2 3 2 3 1 3 4 4 4 3 2 3 3 3 4 2 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 1 4 4 1 1 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 1 4 4 4 4 4 1 4 4 4 2 4 1 4 4 4 1 4 3 4 3 3 3 4 4 4 2 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 4 4 4 3 2 1 3 4 4 4 3 2 4 4 1 4 4 4 3 4 3 1 4 3 2 4 4 3 3 4 1 4 4 1 2 1 2 2 2 2 1 4 2 3 2 2 2 3 3 1 3 2 2 3 2 3 3 3 2 3 4 4 1 4 3 4 4 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 4 4 3 3 3 3 4 3 3 4 1 4 2 3 3 4 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 2 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 4 2 3 1 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3 2 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 2 4 1 4 4 1 3 4 2 3 3 3 4 4 4 4 3 2 4 1 4 4 3 1 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 2 3 4 1 4 4 4 1 4 2 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 2 3 4 4 3 3 4 4 2 4 4 4 4 4 2 1 4 3 3 4 4 4 3 4 4 2 4 4 3 2 3 4 4 4 4 2 3 3 2 3 4 1 4 3 2 4 4 3 3 4 2 3 3 3 3 3 2 2 2 4 3 2 3 4 1 2 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 1 3 2 2 3 3 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 2 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 1 2 4 4 4 4 4 4 2 1 2 4 3 1 4 3 2 3 2 4 4 3 2 4 4 4 4 4 4 3 2 4 2 2 3 2 3 2 2 2 3 3 4 3 1 2 4 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 2 3 3 4 3 4 2 4 4 3 4 3 4 4 4 2 3 4 4 4 3 3 4 3 2 3 4 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2
128
Total 186 231 205 185 225 234 244 176 223 231 234 230 213 224 226 233 207 236 237 236 202 241 221 215 244 248 236 214 213 213
Tabulasi Skala Psychological Well-Being Setelah Diujicobakan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama
MR GI FM UA AP FD MT MD MF DN DC AM AN PA MFA GS A YR PW JP NF I M RR FG RC AW YS NS DD
Usia 15 20 17 18 15 15 17 17 16 16 17 16 18 17 18 19 18 16 20 17 15 15 19 16 18 17 18 16 15 16
L/P L L L L L L L L L L L L L L L L L L P P P P P P P P L L L L
1 3 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 2 3 2 1 3 4 3 1 2 4 4 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2
4 2 2 2 2 2 3 2 1 3 3 3 2 3 2 1 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 1 3 2 3
5 3 1 1 3 4 3 3 1 3 3 3 4 3 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 1 2 3
7 2 4 4 2 3 4 1 2 3 3 4 4 2 3 3 4 2 3 3 4 2 3 3 3 4 2 3 4 2 2
10 2 3 3 2 3 3 4 1 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
13 3 3 3 3 3 2 4 3 4 4 3 3 2 3 3 4 3 3 4 3 1 3 3 3 4 4 3 3 4 3
14 2 3 3 2 3 3 3 1 3 4 3 3 3 3 4 4 2 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 2 2
15 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3 2 3 4 4 2 4 2 4 2 3 3 3 3 4 3 3 2 2
16 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 2 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3
17 2 3 3 2 3 3 1 1 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2
18 2 3 3 2 3 3 4 1 4 3 3 2 2 2 2 4 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 4 2 3 3
19 2 3 3 2 3 3 4 1 3 3 3 3 3 4 4 3 2 4 4 4 2 3 3 3 4 4 3 2 3 3
20 1 2 3 2 3 3 4 1 1 3 3 3 2 4 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 4 1 3 2 3 2
21 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3
22 2 3 4 2 3 3 4 1 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 1 4 3 3 3 4 4 3 4 3
23 2 4 4 2 3 4 4 1 4 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 2 3 4
24 2 3 1 3 3 4 4 2 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 2 4 3 3 4 1 4 3 3 3
25 3 4 3 3 3 4 4 1 4 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 2 4 3 3 3 4 4 4 4 4
26 3 2 3 3 3 3 2 1 3 4 3 4 4 2 2 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 2 1 1 2
27 2 4 3 3 4 3 4 2 2 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 2 4 3 3 3 4 3 2 2 4
129
29 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3
Item 31 32 33 3 2 3 3 4 4 4 2 3 3 2 2 4 4 3 3 3 4 4 4 4 1 1 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 2 3 3 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 2 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4
35 3 2 3 1 1 2 3 1 2 3 4 1 3 3 3 3 2 4 4 3 1 4 3 3 3 4 4 3 1 2
36 3 3 3 3 3 3 4 3 2 2 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 2 3
37 3 4 3 3 4 4 4 1 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4 1 4 3 4 3 3 3 4 4 3 4 4
38 3 4 3 3 3 4 4 1 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 1 4 4 4 3 3 4 4 4 1 3 4
41 2 3 2 2 3 3 4 1 3 4 3 2 3 3 3 4 2 4 2 2 4 3 3 3 4 4 1 2 3 3
44 2 2 3 2 3 4 3 1 3 4 3 4 3 3 3 3 2 4 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 2 2
45 2 3 3 3 3 4 4 1 4 1 3 3 3 2 3 2 2 3 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 3
46 3 4 3 2 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4
48 2 3 3 1 3 3 4 1 1 3 2 1 4 3 3 4 3 3 4 2 3 2 2 3 4 2 3 3 2 3
49 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3
50 3 3 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3
53 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3
54 2 3 4 2 3 3 4 1 4 4 4 4 3 4 4 3 2 3 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 4 2
57 3 3 3 2 3 3 4 1 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 3
58 3 4 3 3 4 3 4 1 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 1 4 4 3 3 4 3 4 4 2 3
59 3 4 3 3 3 3 4 1 4 3 3 4 2 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 3 2 3
60 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3
62 3 3 3 2 3 4 4 4 2 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3
64 3 4 2 2 3 3 4 2 3 3 3 4 3 3 2 1 2 3 4 3 3 4 2 3 4 2 2 3 2 2
65 2 3 2 2 3 3 3 1 1 3 3 2 3 2 3 2 3 4 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2
68 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3
69 3 4 3 2 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 3 4 3 2 4 4 2 4 4 3 4 4 3 3 3 3
Total 120 149 138 114 149 159 167 87 151 158 155 157 138 148 153 155 127 161 160 165 130 162 143 141 168 164 159 140 141 137
Kategori Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang
Lampiran 6. Kategorisasi Tingkat Skala Psychological Well-Being Setiap Indikator
130
Indikator Kemandirian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama MR GI FM UA AP FD MT MD MF DN DC AM AN PA MFA GS A YR PW JP NF I M RR FG RC AW YS NS DD
Usia L/P 15 20 17 18 15 15 17 17 16 16 17 16 18 17 18 19 18 16 20 17 15 15 19 16 18 17 18 16 15 16
L L L L L L L L L L L L L L L L L L P P P P P P P P L L L L
1 3 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
131
3 2 3 2 1 3 4 3 1 2 4 4 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2
4 2 2 2 2 2 3 2 1 3 3 3 2 3 2 1 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 1 3 2 3
5 3 1 1 3 4 3 3 1 3 3 3 4 3 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 1 2 3
Nomor Item 7 10 Total 2 2 14 4 3 16 4 3 15 2 2 13 3 3 19 4 3 21 1 4 16 2 1 8 3 4 18 3 4 20 4 4 21 4 3 18 2 3 16 3 4 17 3 3 15 4 3 19 2 3 15 3 3 16 3 3 17 4 4 20 2 2 14 3 3 18 3 3 18 3 3 18 4 3 19 2 3 18 3 3 16 4 3 17 2 3 15 2 3 16 Kemandirian
Kategorisasi Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Sedang Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang
Indikator Penguasaan Lingkungan No
Nama
Usia L/P
Nomor Item 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Total Kat 3 2 3 3 2 2 2 1 3 2 2 2 27 Sedang 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 3 36 Tinggi
1 MR 2 GI
15 L 20 L
3 FM 4 UA
17 L 18 L
3 3
3 2
3 3
3 3
3 2
3 2
3 2
3 2
3 3
4 2
4 2
1 3
36 Tinggi 29 Sedang
5 AP 6 FD
15 L 15 L
3 2
3 3
3 3
3 4
3 3
3 3
3 3
3 3
3 4
3 3
3 4
3 4
36 Tinggi 39 Tinggi
7 MT
17 L
4
3
1
4
1
4
4
4
4
4
4
4
41 Tinggi
8 MD 9 MF
17 L 16 L
3 4
1 3
1 3
3 4
1 4
1 4
1 3
1 1
3 4
1 4
1 4
2 2
19 Rendah 40 Tinggi
16 17 16 18 17 18 19 18
L L L L L L L L
4 3 3 2 3 3 4 3
4 3 3 3 3 4 4 2
3 3 3 2 3 4 4 2
3 3 3 3 3 4 3 2
4 3 3 3 3 4 4 3
3 3 2 2 2 2 4 2
3 3 3 3 4 4 3 2
3 3 3 2 4 2 2 2
4 3 3 3 3 4 4 4
3 4 4 3 3 4 3 3
3 4 3 3 3 3 4 3
4 3 3 3 3 3 3 2
41 38 36 32 37 41 42 30
18 YR 19 PW 20 JP
16 L 20 P 17 P
3 4 3
4 3 4
4 2 4
4 3 4
3 3 2
3 3 3
4 4 4
2 2 2
4 4 4
3 3 4
4 4 4
3 3 4
41 Tinggi 38 Tinggi 42 Tinggi
21 NF 22 I 23 M
15 P 15 P 19 P
1 3 3
4 3 3
2 3 3
3 3 3
2 3 3
2 3 2
2 3 3
3 3 2
3 4 3
1 4 3
3 3 3
2 4 3
28 Sedang 39 Tinggi 34 Sedang
24 RR
16 P
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
36 Tinggi
25 26 27 28
18 17 18 16
P P L L
4 4 3 3
3 4 3 3
3 4 3 3
3 4 4 3
3 3 3 3
3 2 4 2
4 4 3 2
4 1 3 2
3 4 4 4
3 4 4 3
4 3 4 2
4 1 4 3
41 38 42 33
29 NS
15 L
4
2
2
4
3
3
3
3
3
4
3
3
37 Tinggi
30 DD
16 L
3
2
2
3
2
3
3
2
3
3
4
3
33 Sedang
10 11 12 13 14 15 16 17
DN DC AM AN PA MFA GS A
FG RC AW YS
Penguasaan Lingkungan
132
Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang
Tinggi Tinggi Tinggi Sedang
Indikator Pengembangan Pribadi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama MR GI FM UA AP FD MT MD MF DN DC AM AN PA MFA GS A YR PW JP NF I M RR FG RC AW YS NS DD
Usia 15 20 17 18 15 15 17 17 16 16 17 16 18 17 18 19 18 16 20 17 15 15 19 16 18 17 18 16 15 16
L/P 25 26 27 L 3 3 2 L 4 2 4 L 3 3 3 L 3 3 3 L 3 3 4 L 4 3 3 L 4 2 4 L 1 1 2 L 4 3 2 L 4 4 3 L 3 3 3 L 4 4 4 L 3 4 3 L 4 2 3 L 4 2 3 L 3 3 3 L 3 3 4 L 4 4 4 P 4 3 4 P 4 4 4 P 2 3 2 P 4 4 4 P 3 3 3 P 3 3 3 P 3 4 3 P 4 4 4 L 4 2 3 L 4 1 2 L 4 1 2 L 4 2 4
133
Nomor Item 29 31 32 33 35 36 Total Ket 3 3 2 3 3 3 25 Sedang 3 3 4 4 2 3 29 Tinggi 3 4 2 3 3 3 27 Tinggi 3 3 2 2 1 3 23 Sedang 4 4 4 3 1 3 29 Tinggi 4 3 3 4 2 3 29 Tinggi 4 4 4 4 3 4 33 Tinggi 4 1 1 3 1 3 17 Rendah 4 3 3 4 2 2 27 Tinggi 4 3 4 3 3 2 30 Tinggi 3 4 4 3 4 3 30 Tinggi 4 4 4 3 1 3 31 Tinggi 3 3 3 3 3 3 28 Tinggi 4 4 4 3 3 3 30 Tinggi 4 4 4 4 3 3 31 Tinggi 3 3 2 3 3 4 27 Tinggi 3 3 2 3 2 3 26 Sedang 4 4 4 4 4 4 36 Tinggi 4 4 4 4 4 4 35 Tinggi 4 4 4 4 3 3 34 Tinggi 3 2 3 4 1 4 24 Sedang 4 4 4 3 4 4 35 Tinggi 4 3 3 3 3 3 28 Tinggi 3 3 3 3 3 3 27 Tinggi 4 4 4 4 3 4 33 Tinggi 4 4 2 4 4 4 34 Tinggi 4 3 4 4 4 4 32 Tinggi 4 3 3 4 3 4 28 Tinggi 4 4 4 4 1 2 26 Sedang 3 3 4 4 2 3 29 Tinggi Pengembangan Pribadi
Indikator Hubungan Positif dengan Orang Lain No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama MR GI FM UA AP FD MT MD MF DN DC AM AN PA MFA GS A YR PW JP NF I M RR FG RC AW YS NS DD
Usia 15 20 17 18 15 15 17 17 16 16 17 16 18 17 18 19 18 16 20 17 15 15 19 16 18 17 18 16 15 16
L/P 37 38 41 L 3 3 2 L 4 4 3 L 3 3 2 L 3 3 2 L 4 3 3 L 4 4 3 L 4 4 4 L 1 1 1 L 4 3 3 L 4 3 4 L 3 3 3 L 4 4 2 L 3 4 3 L 3 3 3 L 3 3 3 L 4 3 4 L 3 3 2 L 4 4 4 P 1 1 2 P 4 4 2 P 3 4 4 P 4 4 3 P 3 3 3 P 3 3 3 P 3 4 4 P 4 4 4 L 4 4 1 L 3 1 2 L 4 3 3 L 4 4 3
134
Nomor Item 44 45 46 48 Total 2 2 3 2 17 2 3 4 3 23 3 3 3 3 20 2 3 2 1 16 3 3 4 3 23 4 4 3 3 25 3 4 4 4 27 1 1 3 1 9 3 4 4 1 22 4 1 3 3 22 3 3 4 2 21 4 3 4 1 22 3 3 3 4 23 3 2 3 3 20 3 3 3 3 21 3 2 3 4 23 2 2 3 3 18 4 3 4 3 26 4 4 4 4 20 4 4 4 2 24 3 3 3 3 23 4 3 3 2 23 4 4 3 2 22 3 3 3 3 21 3 4 3 4 25 4 4 4 2 26 3 4 4 3 23 3 3 4 3 19 2 4 4 2 22 2 3 4 3 23 Hubungan Psoitif
Ket Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
Indikator Tujuan Hidup No
Nama
Nomor Item Usia L/P 49 50 53 54 57 58 59 60 Total Ket
1 MR
15 L
3
3
3
2
3
3
3
3
23 Sedang
2 GI
20 L
3
3
4
3
3
4
4
4
28 Tinggi
3 FM
17 L
3
4
4
4
3
3
3
3
27 Tinggi
4 UA
18 L
3
3
3
2
2
3
3
3
22 Sedang
5 AP
15 L
3
3
4
3
3
4
3
3
26 Tinggi
6 FD
15 L
3
4
4
3
3
3
3
4
27 Tinggi
7 MT
17 L
4
4
4
4
4
4
4
4
32 Tinggi
8 MD
17 L
4
3
4
1
1
1
1
4
19 Sedang
9 MF
16 L
4
4
4
4
4
3
4
3
30 Tinggi
10 DN
16 L
4
3
4
4
3
4
3
4
29 Tinggi
11 DC
17 L
3
3
4
4
3
4
3
4
28 Tinggi
12 AM
16 L
4
4
4
4
4
4
4
4
32 Tinggi
13 AN
18 L
3
3
3
3
3
3
2
3
23 Sedang
14 PA
17 L
3
3
4
4
3
3
4
4
28 Tinggi
15 MFA
18 L
4
4
4
4
3
3
4
4
30 Tinggi
16 GS
19 L
3
3
4
3
4
4
4
4
29 Tinggi
17 A
18 L
3
3
4
2
3
3
3
3
24 Tinggi
18 YR
16 L
4
4
4
3
3
3
3
3
27 Tinggi
19 PW
20 P
4
4
4
4
4
4
4
4
32 Tinggi
20 JP
17 P
4
4
4
4
3
1
4
3
27 Tinggi
21 NF
15 P
3
3
3
3
4
4
3
3
26 Tinggi
22 I
15 P
4
3
4
4
4
4
3
4
30 Tinggi
23 M
19 P
3
3
3
3
3
3
3
4
25 Tinggi
24 RR
16 P
3
3
3
3
3
3
3
3
24 Tinggi
25 FG
18 P
4
4
4
4
4
4
4
4
32 Tinggi
26 RC
17 P
4
4
4
4
4
3
4
4
31 Tinggi
27 AW
18 L
4
4
4
3
4
4
4
4
31 Tinggi
28 YS
16 L
4
3
4
3
3
4
3
4
28 Tinggi
29 NS
15 L
4
4
4
4
4
2
2
3
27 Tinggi
30 DD
16 L
3
3
3
2
3 3 3 3 Tujuan Hidup
23 Sedang
135
Indikator Penerimaan Diri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama MR GI FM UA AP FD MT MD MF DN DC AM AN PA MFA GS A YR PW JP NF I M RR FG RC AW YS NS DD
Usia 15 20 17 18 15 15 17 17 16 16 17 16 18 17 18 19 18 16 20 17 15 15 19 16 18 17 18 16 15 16
L/P 62 64 L 3 3 L 3 4 L 3 2 L 2 2 L 3 3 L 4 3 L 4 4 L 4 2 L 2 3 L 3 3 L 4 3 L 4 4 L 3 3 L 4 3 L 3 2 L 4 1 L 3 2 L 3 3 P 4 4 P 4 3 P 3 3 P 3 4 P 3 2 P 3 3 P 4 4 P 4 2 L 3 2 L 3 3 L 3 2 L 3 2
136
Nomor Item 65 68 69 Total 2 3 3 14 3 3 4 17 2 3 3 13 2 3 2 11 3 4 3 16 3 4 4 18 3 4 3 18 1 4 4 15 1 4 4 14 3 4 3 16 3 3 4 17 2 4 4 18 3 4 3 16 2 4 3 16 3 4 3 15 2 4 4 15 3 3 3 14 4 3 2 15 2 4 4 18 3 4 4 18 3 4 2 15 2 4 4 17 3 4 4 16 3 3 3 15 2 4 4 18 3 4 4 17 3 4 3 15 3 3 3 15 2 4 3 14 2 3 3 13 Penerimaan Diri
Ket Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang
Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian
137
138
139
140