i
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI “AKU HIMUNG PETANI BANUA” DARI PERSPEKTIF KAPITAL SOSIAL (Kasus: PT Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan)
Oleh: Arif Rahman Apandi I34060310
Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Titik Sumarti, MS
DEPARTEMEN SAISN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ii
ABSTRACT
This research is procused on social capital and level of community participation in “Aku Himung Petani Banua” program. This research use kuantitatif approuch with survay method. Respondent is people who lives around mining area and partisipate in the program, totaly respondent is 80n persons. Respondent is chosen with simple random sampling. This research focused on relation between social economic characteristic with social capital and level of partisipation in AHPB program. Based on research result, from seven sosial economic characteristic in comunity (gender, age, level education, job, level income, etnict, and earlier job) only level of incomewho has a relation with level of participation, but there is no one of social economic characteristic has a relation with social capital.
Key words:social capital and participation
iii
RINGKASAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI “AKU HIMUNG PETANI BANUA” DARI PERSPEKTIF KAPITAL SOSIAL (Kasus: PT Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan). (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI) Pertambangan adalah kegiatan yang bukan semata-mata melakukan penggalian bahan mineral/batubara saja, tetapi juga merupakan kegiatan pengembangan masyarakat/wilayah berbasis pada sumberdaya alam. Untuk itu ketiga unsur pelaku pertambangan yaitu masyarakat, perusahaan, dan pemerintah harus mengelola sumberdaya alam secara terintegrasi dan harmonis melalui Corporate Social Responsbility (CSR) agar tercapai makna sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia (Pasal 33 UUD 1945). Salah satu bentuk aktualisasi CSR adalah pengembangan masyarakat atau Comunity Development (CD). Program CSR seharusnya tidak hanya bersifat charity, melainkan harus diikuti strategi pemberdayaan guna mengangkat fungsi sosial masyarakat dengan harapan masyarakat menjadi mandiri. Kaitan dengan CD, program CSR yang dijalankan harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat pada proses kegiatan. Oleh karena itu, pendekatan pengembangan komunitas selalu mengoptimalkan partisipasi dengan tujuan warga ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada tahap perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Arutmin, 2) Menganalisis modal sosial yang terbangun antara masyarakat dan PT Arutmin dan hubungannya dengan tingkat partisipasi, dan 3) Menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat dan hubunganya dengan tingkat partisipasi dalam program pengembangan masyarakat PT Arutmin. Penelitian ini dilaksanakan di desa sekitar tambang PT Arutmin Satui Mine Kalimantan Selatan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan program, sehingga responden dalam penelitian ini adalah peserta program Aku Himung Petani Banua (AHPB). Program AHPB adalah program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Arutmin dengan sasaran program adalah masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi tambang PT Arutmin Satui
iv
Mine yang secara langsung maupun tidak langsung merasakan dampak akibat beroperasinya perusahaan. Program AHPB menekankan pada pemberdayaan ekonomi yang dimulai sejak tahun 2007 dengan tiga bidang utama, yaitu bidang perikanan, peternakan, dan pertanian. Jumlah peserta program adalah 74 orang bidang pertanian, 22 orang bidang peternakan, dan 34 orang bidang perikanan. Dalam penelitian ini, resonden terdiri dari 80 orang dengan komposisi 40 orang responden yang tergabung dalam program AHPB bidang pertanian, 20 orang responden tergabung dalam program AHPB peternakan, dan 20 orang responden tergabung dalam program AHPB budidaya perikanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi peserta program AHPB tinggi baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap evaluasi kegiatan. Modal sosial responden juga tinggi, yaitu tingkat kepercayaan, jaringan, dan tingkat kerjasama. Modal sosial yang diukur adalah modal sosial vertikal yaitu antara penerima program AHPB dengan pihak perusahaan selaku penyelenggara program. Dengan menggunakan uji koralasi diperoleh bahwa etnis (suku) asal responden berasal berhubungan dengan tingkat partisipasi mereka dalam program AHPB. Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, asal mula pekerjaan, dan lokasi tempat tinggal tidak berhubugan dengan partisipasi seseorang dalam program AHPB. Karakteristik sosial ekonomi individu yang diteliti, hanya jenis kelamin yang berhubungan dengan tingkat kepercayaan dan tingkat kerjasama. Hasil analisis hubungan antara modal sosial ertikal masyarakat terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program memberikan hasil bahwa modal sosial vertikal masyarakat berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program. Program Aku Himung Petani banua memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar tambang berupa lapangan pekerjaan baru dan peningkatan pendapatan. Keberlanjutan program diharapkan dapat meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat pasca tutup tambang yang dilakukan dengan pola pendampingan yang intensif/pemantauan dan menciptakan kader.
v
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI “AKU HIMUNG PETANI BANUA” DARI PERSPEKTIF KAPITAL SOSIAL (Kasus: PT Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan)
Oleh : ARIF RAHMAN APANDI I34060310
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAISN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
vi
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama
: Arif Rahman Apandi
No. Pokok
: I34060310
Judul
: Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Ekonomi “Aku Himung Petani Banua” dari Perspektif Kapital Sosial (Kasus: PT Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Titik Sumarti, MS NIP. 19610927 198601 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1003 Tanggal Lulus Ujian : _______________
vii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “TINGKAT
PARTISIPASI
MASYARAKAT
DALAM
PROGRAM
PEMBERDAYAAN EKONOMI “AKU HIMUNG PETANI BANUA DARI PERSPEKTIF KAPITAL SOSIAL” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Juni 2010
Arif Rahman Apandi NRP: I34060310
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari pasangan bapak Abdullah (almarhum) dan ibu Henni. Penulis dilahirkan di Kota Jember, Jawa Timur pada tanggal 4 Desember 1988. Sejak usia 10 tahun penulis diangkat anak oleh pasangan bapak Ir. Suparman Rais MSc dan ibu Sri Nirwana. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di beberapa kota, kelas 1-2 penulis bersekolah di Sekolah Dasar Negeri 1 Jember, Jawa Timur. Kemudian penulis pindah ke Jakarta dan melanjutkan di SD Negeri 01 Pagi Jakarta Selatan, di sekolah tersebut penulis hanya bersekolah dari kelas 3-4, kemudian pindah ke Cianjur dan melanjutkan di SD Negeri 1 Warung Kondang. Di sekolah tersebut penulis sampai kelas 5. Selanjutnya penulis pindah ke Bogor dan bersekolah di SD Negeri 1 Darmaga dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2000 – 2003 penulis menuntut ilmu di SLTP Negeri 4 Kota Bogor, kemudian melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu ke SMA Negeri 5 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2006. Selama SMA penulis mendapatkan penghargaan sebagai siswa berprestasi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Kemudian diterima di Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat,
Fakultas
Ekologi
Manusia
dengan
Minor
Kewirausahaan Agribisnis. Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis juga pernah mengikuti beberapa organisasi dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi Asisten Mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan pada semester genap. Pada tahun 2008, penulis menjabat sebagai Co Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Kewirausahaan, BEM FEMA IPB, dan pada tahun 2009 penulis merupakan Co Divisi Pengembangan Budaya Olahraga dan Seni BEM FEMA IPB. Dua tahun berturut-turut penulis menjadi panitia penyelenggara sekaligus panitia pengarah pada kegiatan Indonesian Ekologi Expo yaitu tahun 2008 dan 2009.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program
Pemberdayaan
Ekonomi”Aku Himung Petani Banua” dari Perpektif Kapital Sosial. (Kasus: PT Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan).” Terimakasih yang setulus-tulusnya penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu pembuatan skripsi ini. Terimakasih kepada Dr. Ir. Titik Sumarti MS, sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan, meluangkan waktu, dan berbagi ilmu sehingga penulis dapat lebih memahami topik bahasan dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak PT Arutmin Indonesia Satui Mine yaitu Ibu Diana, Bapak Salim Basir, Bapak Iwan, Bapak Fauzi, Bapak Jali, Bapak Sugi, Teman-teman Demplot Pabilahan, Teman-teman BMT dan Kios Agro Banua, Bapak Joko selaku tim pendamping AHPB dari Unlam atas kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Skripsi ini bertujuan mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam program AHPB dari perpektif capital social dan sejauh mana hubungan capital social dan tingkat partisipasi masyarakat dalam program. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat meberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2010
Penulis
x
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut telah membantu penulis dengan menyumbangkan pemikiran, memberikan masukan, dan mendukung penulis baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Allah SWT, atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya yang berlimpah, atas segala kemudahan, kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dan menyelesaikan kuliah S1. 2. Kedua orang tuaku tercinta papah (almarhum) dan mama, yang telah memberikan segenap kasih sayangnya, motivasi, dukungan moril dan materil. Untuk mama terima kasih atas untaian doa yang tidak pernah putus. 3. Kedua orang tua angkat ku bapak Ir. Suparman Rais MSc dan ibu Sri Nirwana yang telah menjadi figur seorang ibu dan ayah. Terimakasih atas dukungan doa, moril, dan materil yang telah diberikan kepada penulis. 4. Dr. Ir. Titik Sumarti MS, sebagai dosen pembimbing, atas segala bimbingan, motivasi, saran, dan pemikirannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS sebagai dosen penguji utama atas kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran yang berguna. 6. Martua Sihaloho, SP, M.Si sebagai dosen penguji wakil Departemen Sains KPM atas kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran yang berguna. 7. Segenap kelurga PT Arutmin Indonesia Satui Mine, ibu Diana, bapak salim Basir, bapak Iwan Mukti, bapak Fauzi, bapak Jali, bapak Sugi. Teman-teman Demplot Pabilahan Hendri, Azhari, Febri, Anto, mas Dian dan Tim Dosen pendamping dari Unlam Pak Joko. Temen-temen dari BMT dan koperasi Agro Banua, mas Ivan dan mas Jarot. 8. Sahabat-sahabat terbaik, Ayu, Nadra, Amel, Utut, Rany, dan Andy. Terimakasih atas kebersamaan, doa, dukungan moril dan kisah-kisah unik selama persahabatan yang Insya Allah akan selalu diingat sampai nanti. 9. Teman-teman KPM 43 dan kontrakan, Cecep, Fajar, Azis, Ogi, Untung, Adha, Giway, Rauf, Andris, Bayu atas dukungan moril yang telah diberikan kepada penulis. 10. Teman-teman BEM FEMA periode 2008 dan 2009, khusunya teman-teman di divisi PSDMK dan PBOS. Terimakasih atas kebersamaan, doa, dan dukungannya. Bogor, Juni 2010 Penulis
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .................................................................................................................. I DAFTAR TABEL ........................................................................................................ V DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. VIII DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. IX BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 4 1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 5 BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL ............................................................... 6 2.1 Tinjauan Pustaka.............................................................................................. 6 2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) ..................................................... 6 2.1.1.1 Definisi CSR ....................................................................................... 6 2.1.1.2 Prinsip dan Ruang Lingkup CSR ........................................................ 6 2.1.2 Pengembangan masyarakat ..................................................................... 10 2.1.2.1 Definisi dan Prinsip Pengembangan Masyarakat .............................. 10 2.1.2.2 Partisipasi dalam Pengembangan Masyarakat .................................. 13 2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi.................................. 13 2.1.3 Modal Sosial ........................................................................................... 14 2.1.3.1 Definisi dan Konsep Modal Sosial.................................................... 14 2.1.3.2 Tipologi dan Dimensi Modal Sosial ................................................. 17 2.2 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 18 2.3 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 21 2.4 Definisi Operasional ...................................................................................... 23 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 27 3.1 Metode Penelitian .......................................................................................... 27 3.2 Lokasi dan Waktu .......................................................................................... 27 3.3 Pemilihan Responden Penelitian ................................................................... 27 3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 28 3.5 Teknik Analisis Data ..................................................................................... 28
ii
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI ........................................................... 30 4.1 Profil Perusahaan ........................................................................................... 30 4.1.1 Tahapan CSR PT Arutmin ....................................................................... 30 4.1.2 Ruang Lingkup Program CSR PT Arutmin ............................................. 32 4.1.2.1 Program Unggulan Comdev Satui .................................................... 32 4.1.3 Ciri Program CSR Berbasis Pengembangan Masyarakat ....................... 36 4.1.3.1 Sasaran Program Comdev ................................................................. 36 4.1.3.2 Community Development, Tenaga Pendamping dan Tim Teknis AHPB ............................................................................................... 37 4.1.3.3 Community Relasion dan Pengaman Tambang (Kopel) ................... 38 4.1.3.2 Alokasi Dana Comdev Satui ............................................................. 39 4.2.1 Kelembagaan AHPB ................................................................................ 41 4.2.3 Manfaat Program AHPB .......................................................................... 43 4.3 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Sekitar Tambang .......... 44 BAB V KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AHPB ............................... 46 5.1 Karakteristik Sosial dan Ekonomi Masyarakat ............................................. 46 5.1.1 Jenis kelamin ............................................................................................ 46 5.1.2 Umur ........................................................................................................ 47 5.1.3 Tingkat Pendidikan Formal yang Ditamatkan Responden....................... 47 5.1.4 Jenis Pekerjaan ......................................................................................... 48 5.1.5 Tingkat Pendapatan Responden ............................................................... 50 5.1.6 Kelompok Etnis (Suku) ............................................................................ 51 5.1.7Asal Mula Pekerjaan ................................................................................. 51 5.1.8 Lokasi Tempat Tinggal Responden...………………………….………..53 5.2 Tingkat Partisipasi Responden dalam Program AHPB ................................. 53 5.2.1 Partisipasi Tahap Perencanaan ................................................................. 53 5.2.2 Partisipasi Tahap Pelaksanaan ................................................................. 55 5.2.3 Tahap Monitoring Program ...................................................................... 56 5.3 Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat dengan Tingkat Partisipasi dalam Program AHPB ................................................................ 59
iii
5.3.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Partisipasi…………..59 5.3.2 Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Partisipasi ................................. 60 5.3.3 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi ......... 61 5.3.4 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi ................ 64 5.3.5 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi ......... 65 5.3.6 Hubungan Antara Etnis (Suku) dengan Tingkat Partisipasi .................... 67 5.3.7 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Partisipasi ... 68 BAB VI
KEPERCAYAAN, JARINGAN, DAN KERJASAMA YANG TERBANGUN ANTARA MASYARAKAT DAN PT ARUTMIN INDONESIA DALAM PROGRAM AHPB ..................................... 71
6.1 Modal Sosial .................................................................................................. 71 6.1.1 Tingkat Kepercayaan ............................................................................................. 71 6.1.2 Jaringan ..................................................................................................................... 72 6.1.3 Kerjasama ................................................................................................................. 74 BAB VII HUBUNGAN ANTARA ETNIS DAN TEMPAT TINGGAL RESPONDEN DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DAN TINGKAT KERJASAMA YANG TERBANGUN ANTARA MASYARAKAT DAN PT ARUTMIN DALAM PROGRAM AHPB ....................................................................................................... 75 7.1
Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepercayaan.................. 75
7.6
Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kerjasama…..…………76
7.3
Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Kepercayaan ................................ .77
7.4
Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Kerjasama ..................................... 77
7.5
Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Kepercayaan................ 78
7.6
Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Kejasama……….….....79
7.7
Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepercayan...........80
7.8
Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kerjasama……….81
7.9
Hubungan Antara Asal Mula Usaha dengan Tingkat Kepercayaan............. 82
7.10 Hubungan Antara Asal Mula Usaha dengan Tingkat Kerjasama ................ 83 7.11 Hubungan Antara Etnis dengan Tingkat Kepercayaan ................................ 83 7.12 Hubungan Antara Etnis dengan Tingkat Kerjasama .................................... 84 7.13 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Kepercayaan ... 85
iv
7.14 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Kerjasama....... 86 7.15 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepercayaan ......... 87 7.16 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Kerjasama....... 87 BAB VIII HUBUNGAN ANTARA MODAL SOSIAL VERTIAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM AHPB ............. 89 BAB IX
PENUTUP .......................................................................................... 92
8.1 Kesimpulan .................................................................................................... 92 8.2 Saran .............................................................................................................. 93 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 95 LAMPIRAN……………………………………………………………………..96
v
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sebaran Responden AHPB Menurut Bidang Usaha Tahun 2010 ....... 28 Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin dalam Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ................................... 46 Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Umur, Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ......................................................... 47 Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Pendidikan Formal Responden yang Ditamatkan, Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ......... 47 Tabel 5.4 Distribusi Data Pekerjaan Responden Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ......................................................... 48 Tabel 5.5 Distribusi Pendapatan Responden Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ......................................................... 50 Tabel 5.6 Distribusi Data Responden Menurut Kelompok Etnis (Suku) Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ........................ 51 Tabel 5.7 Sebaran Responden Menurut Asal Pekerjaan Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ............................................... 52 Tabel 5.8 Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal Dalam Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ........................ 53 Tabel 5.9 Tingkat Partisipasi Responden Pada Tahap Perencanaan Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ........................ 54 Tabel 5.10 Tingkat Pasrtisipasi Responden Pada Tahap Pelaksanaan Program Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ......... 55 Tabel 5.11 Tingkat Partisipasi Responden Pada Tahap Monitoring Program Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ......... 56 tabel 5.12 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010........................................ 59 Tabel 5.13 Hubungan Usia Dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ............................................... 61 Tabel 5.14 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ........................... 62
vi
Tabel 5.15 Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ........................... 64 Tabel 5.16 Hubungan Tingkat Pendapatan Dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ........................... 66 Tabel 5.17 Hubungan Etnis (Suku) Dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010........................................ 67 Tabel 5.18 Hubungan Lokasi Tempat Tinggal Dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ............ 69 Tabel 6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepercayaan Program AHPB Di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ....................... 71 Tabel 6.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Jaringan Program AHPB Di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010................................... 72 Tabel 6.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kerjasama Program AHPB Di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010................................... 74 Tabel 7.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ........................ 75 Tabel 7.2 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT Arutmin, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ........................ 76 Tabel 7.3 Hubungan Usia Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ............ 77 Tabel 7.4 Hubungan Usia Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 ............ 78 Tabel 7.5 Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ....... 79 Tabel 7.6 Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap Pt Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ....... 80 Tabel 7.7 Hubungan Tingkat Pendapatan Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ....................................................................................... 81 Tabel 7.8 Hubungan Tingkat Pendapaatan Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 81
vii
Tabel 7.9 Hubungan Asal Mula Usaha Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 82 Tabel 7.10 Hubungan Asal Mula Usaha Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ....... 83 Tabel 7.7 Hubungan Tingkat Pendapatan Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ....................................................................................... 81 Tabel 7.8 Hubungan Tingkat Pendapaatan Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 81 Tabel 7.9 Hubungan Asal Mula Usaha Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 82 Tabel 7.10 Hubungan Asal Mula Usaha Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ....... 83 Tabel 7.11 Hubungan Etnis Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ...................... 84 Tabel 7.12 Hubungan Etnis Dengan Tingkat Kerjasasma Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ...................... 85 Tabel 7.13 Hubungan Lokasi Tempat Tinggal Dengan Tingkat Kepercayaan Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ....................................................................................... 85 Tabel 7.14 Hubungan Lokasi Tempat Tinggal Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 ....................................................................................... 86 Tabel 7.15 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 87 Tabel 7.16 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Kerjasama Terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 . 88 Tabel 8.1 Hubungan Antara Modal Sosial Dengan Tingkat Partisipasi, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010………………………..90
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian enelitian ......................................................... 21 Gambar 4.1 Kelembagaan AHPB....................................................................... 42 Gambar 4.2 Sketsa Wilayah Kerja Community Development PT Arutmin Satui Mine (wilayah penerapan program AHPB)………………...44 Gambar 5.1 Jenis Kelamin Responden ............................................................... 59 Gambar 5.2 Usia Responden .............................................................................. 60 Gambar 5.3 Tingkat Pendidikan Responden ...................................................... 62 Gambar 7.4 Jenis Pekerjaan Responden ............................................................. 64 Gambar 7.5 Pendapatan Responden ................................................................... 65 Gambar 7.6 Etnis Responden ............................................................................. 67 Gambar 7.7 Lokasi Tempat Tinggal Responden ................................................ 68 Gambar 6.1 Modal Sosial Responden ................................................................ 89 Gambar 6.2 Partisipasi Responden ..................................................................... 90
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar-Gambar Kegiatan AHPB ................................................. Lampiran 2. Peta Lokasi Pertambangan ........................................................... Lampiran 3. Struktur Organisasi Perusahaan ................................................... Lampiran 4. Hasil Olah Data Statistik .............................................................. Lampiran 5. Kuesioner Penelitian ....................................................................
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pertambangan adalah kegiatan yang bukan semata-mata melakukan
penggalian bahan mineral/batubara saja, tetapi juga merupakan kegiatan pengembangan masyarakat/wilayah berbasis pada sumberdaya alam. Untuk itu ketiga unsur pelaku pertambangan yaitu masyarakat, perusahaan, dan pemerintah harus mengelola sumberdaya alam secara terintegrasi dan harmonis melalui Corporate Social Responsbility (CSR) agar tercapai makna sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia (Pasal 33 UUD 1945)1. Pertambangan merupakan usaha pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat sementara, sehingga program pemberdayaan masyarakat harus disusun dalam kerangka mewujudkan kemandirian masyarakat pasca tutup tambang. Untuk merubah pola pikir masyarakat setempat menuju kemandirian masyarakat pasca tutup tambang, maka perlu dimulai penguatan dan peningkatan kapasitas (baik SDM maupun kelembagan) masyarakat melalui beberapa tahap program pelatihan. Pada tahap awal, pelatihan diperlukan untuk menyamakan persepsi antara pelaksana dan peserta program, kemudian dilanjutkan dengan pelatihan teknis dan manajemen sesuai dengan keseriusan peserta program. Selanjutnya, dalam pelaksanaannya, pola pendampingan intensif harus dilakukan secara terus menerus untuk memantau perkembangan masyarakat setempat. Corporate Social Responsbility (CSR) telah menjadi isu penting pada tataran nasional dan internasional karena terkait dengan hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan. Konsep paradigma lama mengenai CSR cenderung mengabaikan masyarakat di sekitar tambang dan kalaupun ada perhatian dari perusahaan sifatnya hanya “charity”. Namun hal tersebut mulai bergeser dengan adanya paradigma baru yang menganggap bahwa masyarakat merupakan bagian
1
Soedjoko Tirtosoekotjo, 2007. Peran APBI-ICMA Dalam Mendorong Komitmen Anggotanya Melaksanakan CSR Dalam Konteks Perlindungan Lingkungan Dan Kehidupan BerkelanjutanDisampaikan pada Forum “CSR FOR A BETTER LIFE” - A Learning Forum Series.
2
penting yang tidak terpisahkan dari kegiatan usaha dan merupakan tanggung jawab sosial perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Achda (2006) dalam Febriana (2008) salah satu bentuk aktualisasi CSR adalah pengembangan masyarakat atau Comunity Development (CD). Program CSR seharusnya tidak hanya bersifat charity, melainkan harus diikuti strategi pemberdayaan guna mengangkat fungsi sosial masyarakat dengan harapan masyarakat menjadi mandiri. Kaitan dengan CD, program CSR yang dijalankan harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat pada proses kegiatan. Oleh karena itu, pendekatan pengembangan komunitas selalu mengoptimalkan partisipasi dengan tujuan warga ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada tahap perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat, antara lain faktor internal yaitu yang mencakup karakteristik individu dan faktor ekternal yang meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran (Pangestu, 1995 dalam Santoso, 1999). Berdasarkan hal tersebut, partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh karakteristik individu dan modal sosial yang terbangun antara masyarakat dan perusahaan. Menurut Coleman (1988), modal sosial adalah keseluruhan yang terdiri dari sejumlah aspek struktur sosial dan semua itu berfungsi memperlancar tindakantindakan individual tertentu di dalam suatu struktur pencerminan dari struktur kepercayaan sosial dimana tersedia jaminan-jaminan dan harapan-harapan atas suatu tindakan sosial. Modal sosial yang diteliti meliputi: 1) kepercayaan; keyakinan bahwa anggota lain akan memiliki keinginan untuk bertindak yang sama, 2) hubungan sosial (jaringan); pola-pola hubungan yang memfasilitasi tindakan kolektif dan saling menguntungkan serta berbasis pada kebutuhan, dan 3) kerjasama; keinginan untuk menerima tugas dan penugasan demi kemaslahatan bersama atas dasar saling menguntungkan. Berdasarkan hal tersebut, modal sosial yang terbangun antara perusahaan dan masyarakat berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan bersama antara masyarakat dan perusahaan. Program pengembangan masyarakat PT Arutmin telah dilaksanakan di beberapa sektor, yaitu: 1) pengembangan kondisi ekonomi wilayah, 2) pendidikan
3
dan pelatihan, 3) program pengembangan infrastruktur, 4) layanan kesehatan, 5) kebudayaan dan agama, dan 6) dukungan dalam situasi darurat.2 Menurut Basir (2008), kondisi sosial masyarakat desa di sekitar lokasi tambang pada umumnya: 1) terpencil dan umumnya berada di remote area, 2) komunitas setempat biasanya bekerja sebagai masyarakat pencari, seperti penebang liar, penambang liar, dan ladang berpindah, 3) tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, dan 4) tingkat pendapatan masyarakat juga relatif rendah. Selanjutnya pada tahun 2007, PT Arutmin mulai menyusun sebuah program pemberdayaan
ekonomi
masyarakat
sekitar
tambang
dengan
mengimplementasikan 1) Program stardardisasi manajemen Koperasi Unit Desa (KUD) bekerjasama dengan Permodalan Nasional Madani (PNM), 2) Program Aku Himung Petani Banua (AHPB), dan 3) Program pemuda pelopor desa. Program Aku Himung Petani Banua (AHPB) dilakukan di kawasan sekitar tambang PT Arutmin Satui Mine dengan sasaran penerima program adalah masyarakat yang bermukim di lokasi sekitar tambang. Alasan dipilihnya lokasi sekitar tambang adalah karena masyarakat mendapatkan dampak langsung dari beroperasinya perusahaan sehingga perlu adanya suatu program pengembangan masyarakat yang memberdayakan mereka dan guna mendukung kelancaran aktivitas pertambangan. Ada tiga bidang pemberdayaan ekonomi dalam AHPB yaitu bidang peternakan, perikanan, dan pertanian (Arutmin, 2008) Sebagian besar masyarakat sekitar tambang masih belum memiliki sikap kepemilikan atas prasarana yang dibangunkan/diberikan oleh perusahaan. Sebagai contoh, PT Arutmin membangunkan sebuah gedung sekolah, namun ketika ada kerusakan tidak ada inisiatif dari masyarakat untuk bergotong royong memperbaiki kerusakan tersebut, melainkan masyarakat hanya melapor ke perusahaan. Masih rendahnya kesadaran kepemilikan terhadap prasarana yang dibangun
menggambarkan
rendahnya
partisipasi
warga
dalam
program
pengembangan masyarakat yang dilakukan.3
2
http://www.arutmin.com/?page=/shec/comdev.px. diakses tanggal 17 Januari 2010. Salim Basir. 2008. Pendekatan Inovatif dalam Capacity Building Keuangan Mikro. Disampaikan pada Workshop Nasional di Jakarta, 15 Mei 2008. Diakses tanggal 20 Januari 2010 3
4
Berdasarkan fenomena tersebut, penting untuk meneliti sejauhmana partisipasi masyarakat dalam program Aku Himung Petani Banua (AHPB) dari perspektif capital social dan hubungan antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar tambang dan hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program AHPB;
2.
Bagaimana tingkat kepercayaan, tingkat kerjasama kerjasama, dan kuat jaringan yang terbangun antara masyarakat dan PT Arutmin dalam program AHPB; dan
3.
Sejauh mana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi individu dengan tingkat kepercayaan dan kerjasama yang terbangun antara masyarakat dan perusahaan dalm program AHPB; dan
4.
Sejauhmana hubungan antara modal sosial vertikal yang terbangn antara masyarakat dan perusahaan dan hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program AHPB?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini,
yaitu: 1.
Menganalisis karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar tambang dan hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program AHPB;
2.
Mengetahui tingkat kepercayaan, tingkat kerjasama, dan kuat jaringan yang terbangun antara masyarakat dan PT Arutmin dalam program AHPB;
5
3.
Menganalisis Sejauh mana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi individu dengan tingkat kepercayaan dan kerjasama yang terbangun antara masyarakat dan perusahaan dalm program AHPB; dan
4.
Menganalisis sejauhmana hubungan antara modal sosial vertikal yang terbangn antara masyarakat dan perusahaan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program AHPB?
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak yang berminat maupun terkait dengan kajian CSR, khususnya kepada: 1.
Peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai kebijakan dan implementasi CSR serta capital social masyarakat;
2.
Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana peran yang dilakukan oleh PT Arutmin dalam aktivitas CSR sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat sekitar wilayah kerja perusahaan;
3.
Bagi perusahaan, sebagai sarana membentuk paradigma baru terhadap apa yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial terhadap masyarakat; dan
4.
Bagi pemerintah, sebagai masukan dalam menyusun pedoman dan kebijakan mengenai CSR.
6
BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1.1 Definisi CSR Menurut Budimanta (2008), CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) merupakan komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan para pihak yang terakit, utamanya masyarakat di sekitarnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada, yang dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan. CSR juga merupakan komitmen dunia usaha untuk melaksanakan kewajiban sosial terhadap lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan hidup ekosistem di sekelilingnya (Depsos, 2005 seperti yang dikutip Dewani, 2009) . Menurut Hardinsyah (2009) dalam Dewani (2009) memaparkan bahwa CSR adalah meminimalkan resiko negatif dan memaksimalkan manfaat dari kebijakan dan program perusahaan bagi lingkungan fisik dan sosialnya. Oleh karena itu, suatu perusahaan seharusnya tidak saja memberikan dampak positif, berbuat kebajikan bagi kesejahteraan stakeholders, tetapi juga mengelola kegiatan untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan perusahaan CSR merupakan tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Wibisono, 2007).
2.1.1.2 Prinsip dan Ruang Lingkup CSR Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumber daya masyarakat, juga komunitas setempat (lokal). Kemitraan
7
ini, tidaklah bersifat pasif dan statis. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar stake holders (Budimanta et.al, 2008). Menurut Zainal (2006) terdapat beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan oleh semua pihak untuk mewujudkan suatu program CSR yang baik adalah sebagai berikut: 1.
Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan program CSR dari aspek perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi bersama-sama antar stake holder.
2.
Membangun komunikasi berkala antar pemangku kepentingan untuk mengkordinasikan, mensinergikan dan memantau serta mengevaluasi penerapan program CSR.
3.
Mengembangkan sistem dan mekanisme penerapan program CSR berdasarkan aturan dan panduan yang berlaku bagi semua stake holder dengan mengedepankan program dan kegiatan yang langsung menyentuh masyarakat, dan berdampak jangka panjang.
4.
Mengembangkan sistem dan perencanaan program CSR pengetahuan yang terpadu dan transparan melalui program lokakarya atau musyawarah perencanaan yang khusus dilakukan untuk merumuskan program CSR.
5.
Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi yang transparan dan akuntabel agar dapat mencapai sasaran dan dampaknya terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat dan membangun daerah. Terdapat lima dasar Corporate Social Responsibility Management System
Standards yang muncul dari Customer Protection dalam Global Market Working Group Report yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanaan CSR (Budimanta, 2008): 1.
Mengidentifikasi dan menyeleksi substansi dari norma dan prinsip yang relevan oleh sebuah perusahaan
2.
Cara-cara untuk mendekatkan jarak antar stakeholder oleh aktivitas perusahaan dalam kaitannya peningkatan tanggung jawab sosial perusahaan dan pendekatan dalam implementasi
8
3.
Proses dan sistem untuk menjamin efektivitas operasional dari komitmen CSR
4.
Teknik-teknik untuk verifikasi kemajuan ke depan dari komitmen CSR
5.
Teknik-teknik untuk stakeholder dan laporan publik serta komunitas Menurut Wibisono (2007) menyatakan ada empat tahapan yang dilakukan
oleh suatu perusahaan dalam melaksanakan program CSR, yaitu: 1.
Tahap perencanaan: tahap ini terdiri dari 3 langkah utama yaitu Awareness Building, CSR Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kodisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkahlangkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun CSR manual, perencanaan merupakan inti dalam memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi konsumen perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisien.
2.
Tahap implementasi: pada tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari 3 langkah utama yaitu sosilaisasi, pelaksanaan dan internalisasi.
3.
Tahap evaluasi: tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR.
4.
Pelaporan: pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
9
Adapun menurut Ambadar (2008) terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan dalam menerapkan program CSR yang sistematis dan kompleks, maka langkah atau tahapan yang dapat ditempuh adalah; 1.
Dimulai dengan melihat dan menilai kebutuhan (needs assessment) masyarakat sekitar. Caranya dengan mengidentifikasi masalah atau problem yang terjadi di masyarakat dan lingkungannya setelah itu dicarikan solusinya yang terbaik menurut kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, perusahaan tidak perlu melakukan sendiri, melainkan dapat menggunakan sumber daya di luar perusahaan, misalnya menunjuk perusahaan atau lembaga lain melakukan riset dasar atau base line study.
2.
Membuat rencana aksi rangkap dengan anggaran , jadwal waktu, indikator untuk mengevaluasi dan sumber daya manusia yang ditunjuk untuk melakukannya. Dalam hal ini, perusahaan dapat membagi program dalam bentuk kegiatan jangka pendek, jangka menengah hingga jangka panjang. Hingga masyarakat mandiri dalam arti yang sesungguhnya.
3.
Monitoring, yang dapat dilakukann dengan survei maupun kunjungan langsung. Evaluasi dilakukan secara reguler dan dilaporkan, agar menjadi pandun untuk strategi atau untuk pengembangan program selanjutnya.selain itu evaluasi juga dilakukan dengan mencocokkan hasil evaluasi internal perusahaan dengan pihak eksternal. Disampig itu perlu juga dilakuakn audit sosial secara objektif terhadap pelaksanaan program, untuk melihat apakah program telah tepat sasaran, serta dirasakan manfaatnya oleh masyrakat, sesuai tujuan pelaksanaannya. Mekanisme pelaksanaan program CSR atau kegiatan CSR menurut
Wibisono (2007) dapat dilakukan sebagai berikut: 1.
Bottom Up Prosess, yaitu program berdasar pada permintaan beneficiaries, yang kemudian dilakukan evaluasi oleh perusahaan.
2.
Top Down Process, yaitu program berdasar survei atau pemeriksaan seksama oleh perusahaan yang disepakati oleh beneficiaries.
3.
Partisipatif, yaitu program dirancang bersama antara perusahaan dan beneficiaries.
10
2.1.2 Pengembangan masyarakat 2.1.2.1 Definisi dan Prinsip Pengembangan Masyarakat Johnson (1984) dalam Wibisono (2007) bahwa pengembangan masyarakat merupakan spesialisasi atau seting praktek pekerjan sosial yang bersifat makro (makro practice). Maksud konsep tersebut yaitu pengembangan masyarakat tidak hanya dilakukan oleh para pekerja sosial saja, akan tetapi dapat pula dilakukan oleh para pekerja dalam profesi lain. Definisi lain tentang pengembangan masyarakat diungkapkan oleh AMA (1993) dalam Wibisono (2007) sebagai metode yang memungkinkan orang daapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya. Menurut Suharto (2005) Pemberdayaan atau pengembangan masyarakat adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau kebrdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki keuasaan atau mempunyai kemampuan dan pengetahuan dalam memenuhi kebutuahan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Konsep pengembangan masyarakat menurut Rothman (1968) dalam Wibisono (2007) menjelaskan konsep pengembangan masyarakat melalui 3 model praktek pengorganisasian komunitas (Three Models of Community Organization Practice), yaitu pengembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial dan aksi sosial. Menurut Budimanta dalam Rudito dkk (2007), pengembangan masyarakat adalah kegiatan pembangunan komunitas yag dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai
11
kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya. Dalam kaitan dengan karakteristik pengembangan masyarakat. Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata “power” yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan juga bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto, 2005). Glen (1993) dalam Adi (2003) menggambarkan bahwa ada tiga unsur dasar yang menjadi ciri khas pendekatan masyarakat: 1.
Tujuan dari pendekatan ini adalah memampukan masyarakat untuk mendefinisikan dan memenuhi kebutuhan mereka. Tujuan utama dari pengembanagan
masyarakat
menurut
Glen
(1993:
h.
25)
adalah
mengembangkan kemandirian dan pada dasarnya memantapkan rasa kebersamaan sebagai suatu komunitas berdasarkan basis ‘ketetanggan’ (neighbourhood) meskipun bukan secara ekslusif. 2.
Proses pelaksanaanya melibatkan kreatifitas dan kerjasama masyarakat ataupun
kelompok-kelompok
dalam
masyarakat
tersebut.
Glen
memprasyaratkan adanya kerjasama dan kreatifitas sebagai dasar proses pengembangan masyarakat yang baik. Melihat komunitas sebagai kelompok masyarakat yang secara potensial kreatif dan kooperatif mereflesikan idealisme sosial yang positif terhadap upaya-upaya kolaboratif dan pembentukan identitas komunitas. 3.
Praktisi
yang
menggunakan
model
intervensi
ini
(lebih
banyak)
menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat yang bersifat non-
12
direktif. Peran community worker pada pendekatan ini lebih banyak difokuskan pada peran sebagai ‘pemercepat perubahan’ (enabler), ‘pembangkit semangat’ (encourager) dan ‘pendidik’ (educator). Menurut Budimanta (2008), ruang lingkup program-program pengembangan masyarakat (community development) dapat dibagi berdasarkan tiga kategori yang secara keseluruhan akan bergerak secara bersama-sama yang terdiri dari: 1.
Community
Relation;
yaitu
kegiatan-kegiatan
yang
menyangkut
pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan (charity) perusahaan. Dari hubungan ini, maka dapat dirancang pengembangan hubungan yang lebih mendalam dan terkait dengan bagaimana mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan masalahmasalah yang ada di komunitas lokal sehingga perusahaan dapat menerapkan program selanjutnya. 2.
Community Services; merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan komunitas ataupun kepentingan umum. Dalam kategori ini, program-program dilakukan dengan adanya pembangunan secara fisik sektor kesehatan, keagamaan, pendidikan, transportasi dan sebagainya yang berupa puskesmas, sekolah, rumah ibadah, jalan raya, sumber air minum, dan sebagainya. Inti dari kategori ini adalah kebutuhan yang ada di komunitas dan pemecahan tentang masalah yang ada di komunitas dilakukan oleh komunitas sendiri dan perusahaan hanya sebagai fasilitator dari pemecahan masalah yang ada di komunitas. Kebutuhan-kebutuhan yang ada di komunitas dianalisis oleh para community development officer.
3.
Community Empowering; merupakan program-program yang berkaitan dengan pemberiaan akses yang lebih luas kepada komunitas untuk menunjang
kemandiriannya,
misalnya
pembentukan
koperasi.
Pada
dasarnya, kategori ini melalui kategori tahapan-tahapan lain seperti melakukan community relation pada awalnya, yang kemudian berkembang pada community service dengan segala metodologi pangilan data dan kemudian diperdalam melalui ketersediaaan pranata sosial yang sudah lahir dan muncul di komunitas melalui program kategori ini.
13
2.1.2.2 Partisipasi dalam Pengembangan Masyarakat Pengertian partisipasi menurut kamus besar bahasa indonesia (Depdikbud, 1986) adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat pula diartikan keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa dipaksa sebagaimana yang dijelaskan Sastro Poerto (1988) dalam Makmur (2005) bahwa partisipasi adalah keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan. Cohen dan Uphof (1977) dalam Makmur (2005) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1.
Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan suatu kegiatan.
2.
Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek.
3.
Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.
4.
Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.
2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Perilaku seseorang terhadap suatu objek diwujudkan dengan kegiatan partisipasi, keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dipengaruhi oleh beberapa
14
faktor, menurut Pangestu yang dikutip oleh Santoso (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam program penyuluhan pertanian dipengaruhi oleh dua hal, yaitu: a.
Faktor internal dari individu yang mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu yang meliputi: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, luas lahan garapan, pendapatan, pengalaman berusaha dan kosmopoitan
b.
Faktor eksternal yang merupakan faktor di luar karakteristik individu yang meliputi hubungan antar pengelola dengan petani garapan, kebutuhan masyarakat pelayanan pengelola dengan kegiatan penyuluhan.
2.1.3 Modal Sosial 2.1.3.1 Definisi dan Konsep Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama (Djohan, 2007). Lyda Judson Hanifan dalam Djohan (2007) menguraikan peranan modal sosial secara lebih rinci dengan melibatkan kelompok dan hubungan timbal balik antar anggota masyarakat. Nilai-nilai yang mendasarinya adalah kebajikan bersama (social virtue), simpati dan empati (altruism), serta kerekatan hubungan antar-individu dalam suatu kelompok (social cohesivity). Modal sosial yaitu perekat internal yang membuat aktivitas di dalam suatu komunitas tetap berlangsung secara fungsional. Modal sosial berada dalam struktur hubungan antar pihak yang berinteraksi walaupun dapat diteliti pada individu maupun kolektif (Serageldin, 2000) Modal sosial didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world- view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi memudahkan
modal-modal
lainnya
terjadinya
tindakan
(fisik, kolektif,
manusiawi,
budaya)
pertumbuhan
pembangunan (Colleta & Cullen, 2000 dalam Nasdian 2006).
sehingga
ekonomi
dan
15
Modal sosial adalah seperangkat nilai-nilai, norma-norma, dan kepercayaan yang memungkinkan sekelompok warga dapat bekerjasama secara efektif dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan-tujuannnya (Putman,1993 dalam Suwartika, 2003). Sedangkan modal sosial Menurut Coleman (1988) adalah keseluruhan yang terdiri dari sejumlah aspek struktur sosial dan semua itu berfungsi memperlancar tindakan-tindakan individual tertentu
di dalam suartu struktur
pencerminan dari struktur kepercayaan sosial dimana tersedia jaminan-jaminan dan harapan-harapan atas suatu tindakan sosial. Coleman (2000) dalam Suwartika (2003) menganggap kelangsungan setiap transaksi sosial ditentukan oleh adanya dan terjaganya (trust) atau amanah dari pihak-pihak yang terlibat, sehingga hubungan transaksi antar manusia, baik yang bersifat ekonomis maupun non-ekonomis, hanya mungkin bias berkelanjutan apabila ada kepercayaan antara pihak-pihak yang melakukan interaksi. Konsep modal sosial yang dipergunakan Colmean telah mendorong dilakukannya studistudi mengenai modal sosial oleh banyak ilmuwan sosial yang lain, dan menggunakannya untuk menjelaskan berbagai fenomena sosial. Uphoff membagi komponen modal sosial ke dalam dua kategori yaitu pertama, kategori struktural yang dihubungkan dengan berbagai bentuk asosiasi sosial. Kedua, kategori kognitif dihubungkan dengan proses–proses mental dan ide-ide yang berbasis pada ideology dan budaya. Komponen-komponen modal sosial (Uphoff, 2000 dalam Suwartika, 2003) tersebut diantaranya: 1.
Hubungan sosial (jaringan); merupakan pola-pola hubungan pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi. Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan dan berbasis pada kebutuhan. Komponen ini termasuk pada kategori struktural.
2.
Norma; kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang diyakii dan disetujui bersama
3.
Kepercayaan; komponen ini menunjukkan norma tentang hubungan timbal balik, nilai-nilai untuk menjadi seseorang yang layak dipercaya. Pada bentuk ini juga dikembangkan keyakinan bahwa anggota lain akan memiliki keinginan untuk bertidak sama. Komponen ini termasuk dalam kategori kognitif
16
4.
Solidaritas; terdapat norma-norma untuk menolong orang lain, bersamasama, menutupi biaya bersama untuk keuntungan kelompok. Sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok dan keyakinan bahwa anggota lain akan melaksanakannya. Komponen ini termasuk ke dlaam kategori struktural
5.
Kerjasama; terdapat norma-norma untuk bekerjasama bukan bekerja sendiri. Sikap-sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif, menerima tugas dan penugasan untuk kemaslahatan bersama, keyakinan bahwa kerjasama akan menguntungkan . komponen ini termasuk ke dalam kategori kognitif. Menurut Djohan (2007), modal sosial yang ideal adalah modal sosial yang
tumbuh di masyarakat. Modal sosial yang dimiliki seyogyanya memiliki muatan nilai-nilai yang merupakan kombinasi antara nilai-nilai universal yang berbasis humanisme dan nilai-nilai pencapaian (achievement values) dengan nilai-nilai lokal. Modal sosial yang berbasis pada ideologi pancasila merupakan bentuk modal sosial yang perlu dikembangkan bersama-sama guna membangun masyarakat Indonesia yang partisipatif, kokoh, terus bergerak, kreatif, kompak, dan yang menghormati manusia lain. Modal sosial memiliki unsur-unsur penopang, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Social participation. Social participation berarti partisipasi sosial anggota masyarakat. Pada masyarakat tradisional, hal ini melekat dalam perayaan kelahiran, perkawinan, kematian, (2) Reciprocity atau timbal balik, yaitu saling membantu dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan orang lain dan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian hubungan yang terjadi menyangkut hak dan tanggung jawab, (3) Trust atau kepercayaan, (4) Acceptance and diversity atau penerimaan atas keberagaman, yaitu adanya toleransi yang memperhatikan sikap dan tindak-tanduk serta perilaku yang saling hormatmenghormati, saling pengertian, dan apresiasi di antara lingkungan, (5) Norma dan nilai. Norma dan nilai merupakan value system yang akan berkembang menjadi suatu budaya, (6) Sense of efficacy atau perasaan berharga, yaitu timbulnya rasa percaya diri dengan memberikan penghargaan kepada setiap orang, dan (7) Cooperation and proactivity atau kerjasama dan proaktif. Dalam
17
kaitannya dengan modal sosial, kerjasama harus terus bergerak serta dituntut kreatif dan aktif (Djohan, 2007).
2.1.3.2 Tipologi dan Dimensi Modal Sosial Djohan (2007) menyebutkan dua tipologi modal sosial, yaitu: 1.
Modal Sosial Terikat (Bonding Sosial Capital); Modal sosial terikat umumnya cenderung bersifat ekslusif dan memiliki ciri khas yang lebih berorientasi ke dalam (inward looking) daripada keluar (outword looking). Ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok ini umumnya homogen dan cenderung bersifat konservatif serta mengutamakan solidaritas daripada membangun diri dan kelompok sesuai nilai dan tuntutan nilai dan norma masyarakat terbuka.
2.
Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Sosial Capital) Modal sosial yang menjembatani memiliki kecenderungan untuk senantiasa berhubungan, berteman, dan bekerjasama dengan beragam latar belakang manusia atau kelompok. Tipologi modal sosial ini disebut sebagai bentuk modern dari pengelompokkan, grup, asosiasi, atau masyarakat, dan bersikap terbuka
serta
kemajemukan,
mengembangkan kemanusiaan,
dan
nilai-nilai
persamaan,
kemandirian.
kebebasan,
Kelompok
yang
menjembatani biasanya mengembangkan semangat kebebasan kepada setiap anggotanya, antara lain bebas bicara, mengemukakan pendapat, dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Ciri lain dari kelompok brigding adalah menghormati kemajemukan dan kehumanitarian. Terdapat empat dimensi modal sosial, yaitu: (Nasdian, 2006) 1.
Integrasi (integration) yaitu ikatan yang kuat antara anggota keluarga, dan keluarga dengan tetangga sekitarnya. contohnya adalah ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik, dan agama
2.
Pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal. Contohnya dalah jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kenegaraan (civic association) yang menenmbus perbedaan kekerabatan, etnik, dan agama.
18
3.
Integrasi organisasional (organizational integrity), yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menengakkan peraturan
4.
Sinergi (synergy), yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-commuity relation). Fokus dalam perhatian sinergi ini adalah apakah Negara memberian ruang yang luas dan tidak bagi partisipasi warganegaranya. Dimensi ke-1 dan ke-2 berada pada tingkat horizontal, sedangkan dimensi
ketiga dan ke empat, ditambah dengan pasar (market) berada pada tingkat vertical (Woolcock dalam Nasdian, 20006).
2.2
Kerangka Pemikiran Perusahaan memiliki strategi dan kebijakan tersendiri dalam menjalankan
Corporate Social Responsbility (CSR). Kebijkaan CSR yang dijalankan dengan terlebih dahulu merumuskan langkah-langkah kebijakan program. Ambadar (2008), menyebutkan ada tiga tahapan yang dilakukan oleh perusahaan dalam menerapkan program CSR yang sistematis, dengan langkah-langkah: 1) menilai kebutuhan (needs assessment), 2) membuat rencana aksi rangkap dengan anggaran, jadwal waktu, dan indikator untuk mengevaluasi, dan 3) monitoring yang dapat dilakukan dengan metode survei maupun kunjungan lapang secara langsung. Secara umum bentuk aktualisasi CSR yang dilakukan oleh perusahaan meliputi bidang ekonomi, pendidikan, lingkungan, sosial dan keagamaan. Pada tahun 2007 PT Arutmin Satui Mine memfokuskan program pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan prinsip pengembangan masyarakat. Salah satu bentuk program yang dilakukan adalah program Aku Himung Petani Banua (AHPB). Budimanta dkk. (2008), mengelompokkan ruang lingkup programprogram pengembangan masyarakat ke dalam tiga kategori, yaitu: 1) community relation, 2) community services, dan 3) community empowering. Kondisi sosial kebudayaan dari suatu masyarakat turut menentukan modal sosial yang terbangun antara penerima program dan perusahaan. Sasaran dari
19
program AHPB adalah masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi tambang yang dikategorikan menjadi tiga wilayah, yaitu wilayah Ring I, Ring II, dan Ring III. Pembagian wilayah berdasarkan jarak tempat lokasi bermukim dengan area pertambangan. Ring I merupakan prioritas dari program pengembangan masyarakat karena masyarakatnya secara langsung merasakan dampak yang ditimbulkan akibat beroperasinya kegiatan pertambangan. Masyarakat penerima program memiliki kondisi sosial ekonomi dan budaya yang berbeda, di lokasi pertambangan Satui misalnya, sebagian besar masyarakatnya adalah
transmigran
yang berasal dari pulau
Jawa.
Mata pencaharian
masyarakatnya pun beragam, mulai dari petani, peternak, buruh, pedagang, karyawan, guru, dll. Program pengembangan masyarakat yang berkelanjutan menuntut adanya partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi aktif dilakukan baik dalam tahap perencanaan program, pelaksanaan program maupun pada evaluasi program.
Seseorang dapat berpartisispasi dalam program pengembangan
masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal responden merupakan faktor yang terdapat dalam diri responden, faktor tersebut mencakup ciri-ciri individu responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tigkat pendidikan, tingkat pendapatan, etnis (suku), asal mula pekerjaan, dan kedekatan tempat tinggal. Faktor eksternal dalam hal ini adalah modal sosial yang terbangun antara masyarakat dan perusahaan. Modal Sosial yang akan diuji hubungannya adalah tingkat kepercayaan dan tingat kerjasama. Modal sosial tersebut adalah modal sosial vertikal antara penerima program dan perusahaan. Modal sosial yang diteliti merupakan modal sosial sebagai perpektif bukan sebagai entitas, dengan istilah lain dikenal dengan
“Kapital
Sosial”. Modal sosial yang diteliti meliputi: 1) kepercayaan; keyakinan bahwa anggota lain akan memiliki keinginan untuk bertindak yang sama, 2) hubungan sosial (jaringan); pola-pola hubungan yang memfasilitasi tindakan kolektif dan saling menguntungkan serta berbasis pada kebutuhan, dan 3) kerjasama; keinginan untuk menerima tugas dan penugasan demi kemaslahatan bersama atas dasar saling menguntungkan.
20
Program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan mendatangkan manfaat baik bagi perusahan selaku penyelenggara program maupun masyarakat selaku penerima program. Manfaat yang dirasakan berupa manfaat ekonomi dan sosial. Adapun manfaat yang dirasakan oleh perusahaan adalah lancarnya proses aktivitas pertambangan akibat tidak adanya gangguan yang ditimbulkan oleh masyarakat, gangguan dapat menghambat beroperasinya proses penambangan batu bara. Sedangkan bagi masyarakat, manfaat yang dapat dirasakan adalah terciptanya lapangan pekerjaan baru sehingga membuka kesempatan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan ekonomi.
21
Pendekatan CSR PT Arutmin Satui Mine
Modal sosial (Uphoff, 2000) Tingkat kepercayaan Tingkat kerjasama Kuat jaringan
Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat
Tingkat partisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi program AHPB: Perencanaan program Pelaksanaan program Evaluasi program
Manfaat Program Perusahaan Masyarakat
Karakteristik sosial ekonomi individu: Umur responden Jenis kelamin Jenis pekerjaan Tingkat pendidikan Etnis (suku) Tingkat pendapatan Asal mula pekerjaan Lokasi tempat tinggal
Gambar 2.1. Kerangka Penelitian Penelitian Keterangan: : Hubungan yang diuji : Hubungan yang tidak diuji 2.3
Hipotesis Penelitian
1.
Responden berusia produktif cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
22
2.
Responden berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
3.
Responden program AHPB Pertanian cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
4.
Semakin tinggi pendidikan yang pernah ditamatkan oleh responden maka cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
5.
Responden Etnis Jawa cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
6.
Semakin tinggi pendapatan responden maka cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine.
7.
Semakin dekat daerah tempat tinggal responden dengan lokasi tambang maka
responden
cenderung
lebih
berpartisipasi
dalam
program
pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine. 8.
Responden Etnis Jawa cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan.
9.
Responden berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi dalam program AHPB.
10.
Responden berusia produktif cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi dalam program AHPB.
11.
Responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi dalam program AHPB.
12.
Responden berpendapatan tinggi cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi dalam program AHPB.
13.
Responden yang memiliki usaha sebelum bergabung dengan AHPB cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi
14.
Responden Etnis Jawa cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan.
23
15.
Responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan.
16.
Semakin dekat tempat tinggal responden dengan lokasi tambang maka cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan dan tingkat kerjasama yang tinggi.
17.
Semakin tinggi modal sosial vertikal yang terbangun antara masyarakat dan PT Arutmin maka cenderung membuat masyarakat akan berpartisipasi dalam program AHPB.
2.4
Definisi Operasional
1.
Umur: selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan.
2.
Jenis kelamin: sifat fisik responden sebagaimana yang tercatat dalam kartu identitas yang dimiliki responden, yang dinyatakan dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan.
3.
Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, dibedakan ke dalam kategori: (1) Rendah, jika tamat dan tidak tamat SD dan sederajat, (2) Sedang, jika SLTP dan SLTA sederajat dan (3) Tinggi, jika pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
4.
Jenis pekerjaan adalah profesi yang menopang kehidupan responden untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jenis pekerjaan dikategorikan mendadi dua, yaitu pekerjaan yang terkait AHPB (peternak, petani, dan pembudidaya ikan) dan pekerjaan tambahan.
5.
Suku (etnis) adalah asal tempat responden dilahirkan dan atau status suku bangsa responden yang diakui oleh responden
6.
Asal mula pekerjaan adalah pekerjaan yang ditekuni responden sebelum mengikuti program. Yang dikategorikan menjadi ”baru” jika responden sebelumnya tidak memiliki pekerjaan yang terkait dengan AHPB dan
24
”lama” jika sebelumnya responden memiliki pekerjaan yang terkait dengan AHPB 7.
Tingkat pendapatan adalah ukuran taraf hidup yang dilihat dari jumlah penghasilan seseorang. Pengukuran tingkat pendapatan sebagai berikut: Tinggi
: > Rp 3.000.000/bulan
Sedang : Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000/bulan Rendah : < Rp 1.000.000/bulan 8.
Lokasi tempat tinggal adalah jarak tempat tinggal responden dengan lokasi tambang. Dikategorikan menjadi Ring I, Ring II, Ring III. Ring I
: Desa Bukit Baru, Desa Makmur Mulia, dan Desa Sei Sungai Cuka
Ring I
: Desa Sungai Danau, Desa Satui Timur, Desa Sei Cuka Serindai, Desa Pasir Putih, dan Desa Kintapura
Ring III : Desa Kintap Kecil dan Desa Al-Kautsar 9.
Tingkat kepercayaan adalah seberapa besar kepercayaan yang terbangun antara responden dan perusahaan. Digolongkan menjadi: Tinggi
: jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 36,8 < x < 50
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 23,4 < x < 36,7 Rendah : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 10 < x < 23,3 10.
Kuat jaringan adalah seberapa banyak simpul-simpul jaringan yang ada serta keterlibatan responden dalam simpul-simpul tersebut. Digolongkan menjadi: Tinggi
: jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 36,8 < x < 50
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 23,4 < x < 36,7 Rendah : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang
25
10 < x < 23,3 11.
Tingkat kerjasama adalah, seberapa sering responden melakukan kerjasama dengan perusahaan dalam kegiatan CSR yang dilakukan, yang dikategorikan menjadi: Tinggi
: jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 36,8 < x < 50
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 23,4 < x < 36,7 Rendah : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 10 < x < 23,3 12.
Tingkat partisipasi pada tahap perencanaan program: dinyatakan sebagai keikutsertaan responden dalam mengikuti rencana suatu kegiatan. Pada tahap perencanaan, yang dinilai adalah kehadiran responden dalam perencanaan program, terlibat dalam identifikasi kebutuhan, dan keterlibatan dalam mengemukakan pendapat. Digolongkan menjadi: Tinggi
: jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 36,8 < x < 50
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 23,4 < x < 36,7 Rendah : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 10 < x < 23,3 13.
Tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan program: dinyatakan dalam keikutsertaan
dalam
pelaksanaan
kegiatan
program
pengembangan
masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan. Partisipasi diukur berdasarkan banyaknya kegiatan yang diikuti, terlibat dalam pengambilan keputusan, serta akses dan kontrol terhadap program. Digolongkan menjadi: Tinggi
: jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 36,8 < x < 50
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 23,4 < x < 36,7
26
Rendah : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 10 < x < 23,3 14.
Tingkat partisipasi pada tahap monitoring program: yaitu keikutsertaan responden dalam memonitoring kegiatan. Jika responden terlibat secara bersama dalam membuat pelaporan suatu kegiatan. Digolongkan menjadi: Tinggi
: jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 18,4 < x < 25
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 11, 7 < x < 18, 3 Rendah : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 5 < x < 11,6 15.
Tingkat partisipasi dalam program AHPB adalah keseluruhan keterlibatan masyarakat dalam program AHPB dalam tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan
evaluasi.
Tingkat
partisipasi
diukur
dengan
mengakumulasikan skor pada masing-masing tahap program dan dibuat tiga selang kategori partisipasi, yaitu partisipasi rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan selang skor berdasarkan rumus sebagai berikut: Rentang Kelas =
Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh skor sebagai berikut: Tinggi
: jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 91,68 < x < 125
Sedang : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 58,34 < x < 91, 67 Rendah : jika jumlah skor menjawab responden berada pada selang 25 < x < 58,33
27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode Survai.
Pendekatan kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode
survai,
yaitu
dengan
menggunakan
pertanyaan
terstruktur/sistematis yang sama kepada banyak orang (kuesioner), untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah, dan dianalisis.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa-desa sekitar tambang (Desa Bukit Baru,
Desa Makmur Mulia, Desa Sei Cuka satui, Desa Sungai Danau, Desa Satui Timur, Desa Sei Cuka Serindai, Desa Pasir putih, Desa Kintapura, Desa Kintap Kecil dan Desa Al-Kautsar) PT Arutmin Indonesia Satui Mine yang terletak di Kalimantan Selatan. Penelitian ini berlangsung pada bulan April 2010.
3.3
Pemilihan Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat di sekitar tambang PT
Arutmin Indonesia Satui Mine, Kalimantan Selatan yang tergabung dalam program AHPB sebanyak 80 responden. Penentuan contoh dilakukan dua tahap, yaitu penentuan lokasi dan penentuan responden. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Populasi yang dipilih merupakan warga komunitas yang menerima dan berpartisipasi dalam program CSR yang dijalankan oleh perusahaan. Unit analisa dalam penelitian ini adalah individu. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan incidental purposive sampling (secara sengaja). Banyaknya responden dalam penelitian ini adalah 80 responden. Komposisi responden disajikan pada Tabel 3.1.
28
Tabel 3.1 Sebaran Responden AHPB Menurut Bidang Usaha Tahun 2010 No. Bidang Usaha Populasi Responden 1. Petani 74 40 2. Peternak 22 20 3. Pembudidaya ikan 34 20 Total 130 80 Sumber: Arutmin (2010)
3.4
Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data
primer. Data primer mencakup data kuantitatif dan kualitatif melalui instrumen data yang dipakai adalah kuesioner dan wawancara mendalam. Data sekunder yang dikumpulkan merupakan dokumen yang terkait dengan kebijakan, program serta kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan, seperti data profil perusahaan, arsip CSR, dan laporan tahunan. Adapun data kualitatif digunakan untuk
menggali
informasi
lebih
dalam
dan
untuk
menunjang
dalam
menginterpretasi data kuantitatif.
3.5
Teknik Analisis Data Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan Uji Korelasi Rank Sperman
dan Tabulasi Silang untuk mengukur tingkat kerjasama, tingkat kepercayaan dan kuat jaringan dan hubungannya dengan tingkat partisipasi serta hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan tingkat partisipasi. Tabel Frekuensi digunakan untuk meendeskripsikan karakteristik sosial ekonomi masyarakat. Pengujian ini menggunakan program komputer SPSS 16.0 for Windows dan Microsoft Exel. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan perlakukan yang berbeda sesuai dengan jenis data yang diperoleh. Data yang diperoleh dari pendekatan kualitatif akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sugiono (2008) mendefinisikan tahap-tahap analisis data sebagai berikut:
29
1) Reduksi data: merangkum, memilah hal-hal pokok, memfokuskan pada halhal yang penting, dan mencari tema serta pola data yang diperoleh. 2) Penyajian data: menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan hubungan antar kategori, flowchart, dan lain-lain. ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam mengorganisir data, menyusun pola dan memahami data yang diperoleh. 3) Penarikan kesimpulan yang menghasilkan temuan baru atas objek penelitian.
30
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI4 4.1 Profil Perusahaan 4.1.1 Tahapan CSR PT Arutmin PT Arutmin merupakan perusahan penghasil batu bara terbesar di Indonesia yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Perusahaan ini melakukan eksplorasi batu bara sejak tahun 1983. Pada tahun 1989, selain melakukan eksplorasi, perusahaan juga mulai memproduksi batu bara dan melakukan pengapalan batu bara. Pelaksanaan CSR sudah dimulai sejak tahun 1987 seiring dengan beroperasinya perusahaan, bentuk CSR yang dilakukan saat itu dengan pemberian bahan kebutuhan pokok (Sembako) kepada warga sekitar tambang atau punn dengan memberikan sumbangan bagi korban bencana alam. Pada tahun 2000-2004 perusahaan melakukan program CSR dengan menyalurkan dana bergulir bagi KUD sebagai modal UKM lokal untuk mengembangkan usahanya. Masyarakat melalui KUD mendapatkan pinjaman modal untuk kegiatan berusaha. Masyarakat menganggap uang tersebut berasal dari perusahaan sehingga pinjaman tersebut tidak perlu dikembalikan karena berupa bantuan. Kondisi ini menggambarkan ketidak jelasan penggunaan dana yang dipinjamkan apakah untuk kegiatan usaha atau justru digunakan untuk keperluan lain karena tidak adanya laporan yang jelas mengenai aliran dana tersebut, baik KUD selaku rekanan yang ditunjuk oleh perusahaan maupun dari masyarakat yang meminjam. Maraknya illegal mining dan illegal logging membuat pihak pemerintah setempat merasa perlu melakukan tindakan yang tegas, sehingga pada tahun 2005 kepolisian Republik Indonesia (RI) melakukan penertiban terhadap penambang illegal dan penebang kayu illegal. Akibat adanya penertiban tersebut banyak masyarakat yang kehilangan mata pencahariaannya sebagai penebang kayu di 4
Data diolah berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Iwan Mukti, Fak Fauzi, dan Pak Jali yang merupakan tim Comdev Arutmin Satui serta wawancara dengan Pak Joko (pendamping teknis pertanian program AHPB), dan juga hasil studi literatur kebijakan program CSR PT Arutmin Satui Mine.
31
hutan dan penambang batu bara. Kemudian masyarakat melakukan aksi unjuk rasa kepada pihak perusahaan menuntut adanya pemberian bantuan berupa materi. Dengan adanya aksi unjuk rasa tersebut menyebabkan aktivitas pertambangan mengalami gangguan sehingga proses pertambangan sempat terhenti dan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Secara umum, program CSR yang diimplementasikan PT Arutmin telah dilakukan oleh perusahaan lain, yaitu meliputi bidang kesehatan, pendidikan, sosial dan agama. Namun, secara khusus sejak tahun 2007, program pemberdayaan yang diberikan PT Arutmin menggaris bawahi pentingnya pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan guna mendukung kestabilan proses produksi tambang. Adapun program yang dijalankan guna pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar tambang menuju kemandirian masyarakat adalah dengan mengimplementasikan 1) program standardisasi manajemen KUD bersama dengan PNM, 2) program Aku Himung petani Banua, dan 3) program pemuda pelopor desa. Sejarah perkembangan CSR PT Arutmin menunjukkan adanya perubahan pendekatan yang dilakukan. Pada awalnya program CSR PT Arutmin masih berupa charity yaitu memberikan sumbangan (donation) kepada masyarakat baik berupa pembangunan infrastruktur, bantuan korban bencana alam, sampai pada pemberian sembako kepada masyarakat sekitar tambang. Program CSR yang dilakukan belum mengimplementasikan konsep pemberdayaan masyarakat karena sifatnya yang bersifat sementara dan tidak berkelanjutan (suistainable). Namun, pada saat ini program CSR perusahaan sudah cenderung kepada Comunity Development, yaitu dengan program “Aku Himung Petani Banua (AHPB)” pemberdayaan ekonomi masyarakat. Prrogram CSR yang dilakukan oleh perusahaan, dapat dianalisis dengan pendekatan CSR yang dikemukakan oleh Rothman (1970) dalam Nasdian (2006) yaitu perencanaan sosial (social planing). Pendekatan CSR yang dilakukan belum sampai pada aksi sosial (social action) yaitu masyarakat yang mengidentifikasi masalah sekaligus membahas pemecahannya dan pihak perusahak perusahaan tidak bertindak sebagai pengambil keputusan. Sebelum melaksanakan program AHPB, perusahaan melakukan survei tentang apa saja yang diinginkan oleh
32
masyarakat. Perusahaan mendatangi beberapa warga yang tinggal di lokasi sekitar tambang dan melakukan dialog dengan mereka. Survei tersebut melibatkan pihak ke-3 sebagai tim ahli yang yang merupakan dosen dari perguruan tinggi setempat. Semua keinginan masyarakat ditampung oleh perusahaan dan kemudian dianalisis dari keinginan-keinginan tersebut, manakah yang merupakan kebutuhan masyarakat. Analisis kebutuhan tersebut dilakukan oleh perusahaan dan tim ahli.
4.1.2 Ruang Lingkup Program CSR PT Arutmin 4.1.2.1 Program Unggulan Comdev Satui I. Pendidikan Pendidikan merupakan hal yang penting bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Jika ingin maju maka dukungan kualitas pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan yang diharapkan. Kondisi pendidikan masyarakat sekitar tambang rendah, hal ini terbukti dengan kondisi pendidikan di daerah pertambangan Satui Mine. Sebagian besar masyarakatanya hanya sampai mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD). Minimnya fasilitas pendidikan (sekolah), mahalnya biaya pendidikan dan jauhnya jarak yang harus ditempuh serta kurangnya dukungan sarana transportasi membuat rendahnya sebagian besar pendidikan masyarakat sekitar tambang. Hal inilah yang mendorong PT Arutmin Indonesia Satui Mine untuk memajukan pendidikan di wilayah sekitar tambang dengan beberapa kegiatan (program) di bidang pendidikan. Adapun program pendidikan yang dilakukan adalah: 1) memberikan bantuan Bus Sekolah gratis sebagai sarana transportasi antar jemput sekolah. Keberadaan bus sekolah menguntungkan bagi para siswa karena mereka tidak perlu kuatir lagi untuk datang ke sekolah walaupun jaraknya yang jauh. Sampai saat ini jumlah bus sekolah yang ada sebanyak dua buah bus yang biasanya beroperasi pada pagi hari dan siang hari. 2) membangun dua buah gedung sekolah dasar yang 100 persen pembiayaannya dibiayai oleh PT Arutmin Indonesia Satui Mine yang berlokasi di kampung Lokpadi dan KM 29. Selain membiayai pembangunan, gaji guru tiap bulan dibayarkan oleh perusahaan.
33
II. Pemberdayaan Ekonomi Program pengembangan masyarakat yang menekankan pada pemberdayaan ekonomi mulai dicanangkan pada awal tahun 2007 dengan membuat program Aku Himung Petani Banua (AHPB). Program ini memiliki tiga bidang usaha utama yaitu usaha pertanian, peternakan, dan budidaya perikanan. Pada tahap awal program AHPB peserta program diberikan pelatihan teknik budidaya ikan, teknik bercocok tanam, dan teknik berternak. Dalam pelatihan biasanya dihadiri oleh tiga stakeholder yaitu pihak perusahaan sendiri yang diwakili oleh tim Comdev PT Arutmin Indonesia Satui Mine, tenaga ahli yang berasal dari dosen Universitas Lambung Mangkurat dan PNM serta masyarakat sebagai peserta pelatihan dari bidang perikanan, peternakan, dan pertanian. Program AHPB ditunjang oleh pembentukan lembaga-lembaga seperti BMT Agro Banua, Penyewaan Al-Sintan, pabrik pakan dan pupuk, serta Kios Tani Agro Banua. Masing masing lembaga di bina oleh Comdev PT Arutmin Indonesia Satui Mine dan juga perusahaan sebagai penyedia modal dan menggaji karyawan. Penjelasan masing-masing lembaga sebagai berikut: 1.
BMT Agro Banua: diawali dengan adanya permasalahan yang dihadapi mitra binaan PT Arutmin Indonesia Satui Mine dalam program pelatihan Aku Himung Patani Banua dalam mengakses pembiayaan untuk modal kerja, dikarenakan pihak permodalan (bank, koperasi dan lembaga keuangan lainnya) melihat terlalu besar resiko kerugian yang akan terjadi jika berinvestasi langsung ke pelaku usaha pertanian atau sektor agro (peternakan dan perikanan) sehinga dibentuklah Baitul Mal wat Tamwil (BMT Agro Banua).
2.
Peyewaan Al-Sintan adalah lembaga yang bertugas menyediakan kebutuhan penyewaan alat berat bagi pertanian, misalnya menyediakan penyewaan alat traktor yang digunakan untuk membajak lahan sebelum ditanami.
3.
Pabrik pakan dan pupuk menyediakan kebutuhan pupuk dan pakan bagi peserta binaan dan juga memasok kebutuhan pupuk dan pakan ke Koperasi Agro Banua. Pabrik pakan dan pupuk dikelola oleh Kios di bawah naungan
34
PT Arutmin Indonesia dengan mempekerjakan masyarakat sekitar perusahaan. 4.
Kios Tani Agro Banua merupakan penyedia kebutuhan pertanian, peternakan dan perikanan seperti pupuk, bibit, obat-obatan, pestisida, alatalat petanian dll. Lembaga-lembaga yang ada di atas berada dalam naungan PT Arutmin
Indonesia Satui Mine yang dikhususkan untuk menyukseskan program pemberdayaan khususnya program AHPB. Lembaga-lembaga tersebut saling berkaitan satu sama lain, dimana peserta program AHPB yang akan memulai usahanya dapat melakukan pinjaman modal kepada BMT Agro Banua. Pinjaman yang diberikan oleh BMT Agro Banua bukan berbentuk uang tetapi berupa kebutuhan usaha seperti pakan, bibit dan pupuk. Setelah modal pinjaman disetujui oleh BMT Agro Banua maka peserta akan mendapatkan bibit, pupuk, dan pakan dari Koperasi Agro Banua. BMT membayar langsung kepada koperasi berupa uang tunai sebesar dana yang dipinjam. Peserta program yang meminjam akan membayar kepada BMT dengan sistem bagi hasil yang dapat dibayar setelah usaha menghasilkan.
III. Infrastruktur Pembangunan infra struktur menjadi salah satu program CSR PT Arutmin Indonesia Satui Mine selain program-program pengembangan masyarakat lainnya. Infra struktur yang telah dibangun dengan bantuan perusahaan adalah jembatan, jalan, gedung sekolah, dan bangunan masjid. Khusus untuk bangunan masjid sebagai sarana ibadah, perusahaan memiliki komitmen untuk merealisasikan satu masjid setiap tahun dengan biaya 100 persen PT Arutmin indonesia. Berdasarkan ruang lingkup program pengembangan masyarakat yang dikemukakan oleh Budimanta dkk. (2008), maka program pengembangan masyarakat perusahaan dapat dikategori berdasarkan tiga kategori, yaitu 1) Community Relation, 2) Community Service, dan 3) Community Empowering. Kegiatan program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Arutmin masih menunjukkan tiga kategori tersebut, namun di dalamnya terdapat Comunity Development.
35
Community Relation Program perusahaan dilakukan dengan pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang terkait. Bentuk program yang dilakukan masih berupa bentuk kedermawanan (charity), misalnya bantuan sembako dan uang tunai saat hari raya, bantuan korban bencana alam, serta pembangunan infra struktur. Program yang dijalankan bersifat charity karena swadaya masyarakat kurang di dalamnya baik dalam hal swadaya pendanaan maupun partisipasi dalam pembangunannya. Hal ini membuat masyarakat merasa ketergantungan kepada perusahaan dan perasaan kurang memiliki. Hal itu terlihat ketika ada kerusakan pada bangunan masyarakat tidak berswadaya untuk berusaha memperbaikinya namun melaporkannya dan meminta bantuan kepada perusahaan. Pada kategori ini, dapat dirancang suatu program yang dapat menciptakan hubungan yang lebih mendalam dengan masyarakat dengan mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang ada di komunitas lokal, sehingga perusahaan dapat menerapkan program selanjutnya.
Community Services Berupa pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan komunitas ataupun kepentingan umum. Dalam kategori ini bentuk program yang dilakukan oleh perusahaan adalah pembangunan secara fisik sektor kesehatan, keagamaan, pendidikan, transportasi, dan sarana umum lainnya. Sektor kesehatan perusahaan membangunkan Posyandu yang tersebar di beberapa desa sekitar tambang. Sektor keagamaan, perusahaan membangunkan masjid sebagai sarana ibadah bagi umat Muslim, bahkan perusahaan memiliki program setiap tahunnya membangunkan satu buah masjid dengan 100 persen biaya dari perusahaan. Sektor pendidikan perusahaan membangunkan gedung sekolah, sedangkan untuk transportasi perusahaan membeli dua bus untuk antara jemput siswa yang bersekolah serta membangunkan jembatan untuk mempermudah akses jalan.
36
Selama ini, kebutuhan yang ada di komunitas dan pemecahan masalah yang ada di komunitas dilakukan oleh komunitas sendiri, dan perusahaan sebagai fasilitator dari pemecahan masalah yang ada di komunitas. Kebutuhan yang ada dianalisis oleh para community officer dari perusahaan.
Community Empowering Program pengembangan masyarakat “Aku Himung Petani Banua” masuk kepada kategori community empowering. Kategori ini memberikan akses yang luas kepada komunitas untuk menunjang kemandiriannya, misalnya saja dengan dibentuknya koperasi Agro Banua dan lembaga keuangan BMT Agro Banua yang memfasilitasi mereka untuk pemenuhan kebutuhan usaha. Sejauh ini, masyarakat belum mampu mandiri meskipun telah dibangun koperasi dan lembaga keuangan mikro, ketergantungan masyarakat terhadap bantuan dari perusahaan masih cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari harapan masyarakat yang masih menginginkan bantuan dari perusahaan berupa bantuan uang.
4.1.3 Ciri Program CSR Berbasis Pengembangan Masyarakat 4.1.3.1 Sasaran Program Comdev Sasaran dari program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh perusahaan adalah masyarakat sekitar tambang yang bermukim di area pertambangan dengan karakteristik masyarakat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1.
Masyarakat yang terlibat konflik dengan perusahaan; masyarakat kategori ini merupakan masyarakat yang mendapatkan program dari perusahaan agar tidak terjadi gangguan dan hambatan terhadap aktivitas penambangan batu bara. Karakteristik masyarakat seperti ini jika tidak mendapatkan bantuan program maka akan melakukan aksi profokasi dan demo yang dapat menghambat kelancaran operasi pertambangan.
2.
Masyarakat yang telah memiliki modal sosial untuk diberdayakan, biasanya masyarakat pendatang, transmigran dan pelaku UKM yang telah memiliki usaha. Karakteristik masyarakat seperti ini penting untuk mendapatkan
37
bantuan program agar mampu menjadi motivasi dan dorongan bagi masyarakat lain untuk maju dan berkembang. Masyarakat pendatang biasanya berasal dari pulau Jawa yang melakukan transmigrasi ke Kalimantan Selatan. Karakteristik masyarakat seperti ini memiliki modal sosial berupa keterampilan bercocok tanam dan berternak yang bagus karena pengalaman mereka saat berada di Pulau Jawa. Berbeda dengan sebagian karakteristik warga asli pribumi yang cenderung menyukai pekerjaan sebagai penebang kayu di hutan karena mereka dapat menjual hasilnya secara langsung dan mendapatkan uang secara tunai. Kondisi tersebut berbeda jika mereka harus bertani dan beternak yang membutuhkan waktu relatif lama (rata-rata 4 bulan/panen). Hal inilah yang mendorong sebagian besar penerima program AHPB adalah warga pendatang (transmigran). 3.
Masyarakat yang tidak berdaya dan terbatas akses menuju kesejahteraan yaitu
masyarakat
yang
memiliki
karakteristik
masyarakat
miskin,
masyarakat adat terpencil, dan masyarakat dengan tingkat pendidikan dan pendapatan rendah. Kategori masyarakat seperti ini merupakan sasaran dari program sehingga diharapkan nantinya mereka meningkat kesejahterannya.
4.1.3.2 Community Development, Tenaga Pendamping dan Tim Teknis AHPB Konsultan pendamping merupakan sarjana pertanian, sarjana peternakan dan sarjana perikanan dengan status magang dan melakukan pendampingan kepada petani binaan. Konsultan pendamping wajib melakukan peninjauan dan pemantauan kegiatan petani. Hasil pemantauan selalu dilaporkan kepada dosen selaku konsultan teknis (tenaga ahli). Dosen Unlam sebagai tenaga teknis dan juga tenaga ahli yang berasal dari perguruan tinggi yang berlokasi di Banjarmasin, minimal dua minggu sekali melaksanakan kunjungan lapang untuk memberikan bimbingan dan konsultasi kepada para petani binaan. Tim Community Development PT Arutmin Satui Mine bekerja sama dengan dua orang dosen pertanian, dua orang dosen perikanan dan satu orang dosen peternakan konsultan teknis program AHPB. Kerjasama yang dilakukan berupa diskusi dan penerimaan laporan mengenai kegiatan AHPB dari tim teknis. Tidak jarang ketika dilakukan kunjungan teknis lapang tim Comdev
38
juga turut serta sehingga dapat memantau secara langsung kegiatan AHPB di lapang. Pendampingan dan bimbingan secara intensif yang dilakukan, diharapkan kegiatan petani binaan selalu terpantau untuk mencegah gagal panen yang akan berdampak pada gagalnya petani untuk membayar pinjaman kepada BMT Agro Banua. Kesuksesan panen petani binaan akan berdampak pada pengembalian dana bergulir dari BMT Agro Banua.
4.1.3.3 Community Relasion dan Pengaman Tambang (Kopel) Satuan tugas lapang PT Arutmin Indonesia Satui Mine ada yang dikenal dengan Community Relasion (Comrel) dan Pengaman Tambang (Kopel). Selain Comdev, Comrel dan Kopel lah yang berhubungan langsung dengan msyarakat. Sebagai satuan tugas lapang, Comrel dan Kopel memiliki tugas sebagai berikut: 1.
Jembatan penghubung antara kepentingan perusahaan dan masyarakat. Jika terjadi konflik antara perusahaan dan masyarakat maka Comrel akan bernegosiasi langsung kepada sumber konflik untuk memperoleh solusi yang diinginkan oleh kedua belah pihak agar mining operation perusahaan dapat berjalan dengan lancar.
2.
Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah lokal, dan LSM untuk menyerap informasi sebagai antisipasi segala kemungkinan
yang
dapat
mengganggu
jalannya
mining
operation
perusahaan. 3.
Sebagai intelejen dalam melindungi keamanan mining operation.
4.
Rutin melakukan sosialisasi kebijakan perusahaan yang berkaitan dengan dampak mining operation bagi masyarakat.
5.
Sebagai pengaman tambang, Kopel berfungsi sebagai self defense dengan tugas utama pengaman tambang.
6.
Cara lama gangguan terhadap mining operation harus dicegah sejak dini, sehingga segala perundingan konflik perusahaan dan masyarakat bisa dilaksanakan dengan sopan santun elegan dan tidak merugikan kedua belah pihak.
39
4.1.3.2 Alokasi Dana Comdev Satui Perusahaan telah mengalokasikan dana tersendiri untuk kegiatan program pengembangan masyarakat yang dilakukan. Alokasi dana tersebut dipergunakan dalam berbagai bidang kegiatan, yaitu pengembangan ekonomi (31%), infrastruktur fasilitas sosial dan fasilitas umum masyarakat (27%), sosial dan keagamaan (10%), kesehatan masyarakat (12%), pendidikan (12%), dan donasi (8%). Alokasi dana untuk pengembangan masyarakat paling besar karena sesuai dengan fokus utama dari program pengembangan masyarakat perusahaan adalah pengembangan ekonomi yang dimulai sejak tahun 2007 dengan program Aku himung Petani Banua (AHPB). Program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan dapat dianalisis dengan tiga unsur dasar yang mencirikan program pengembangan masyarakat Menurut Glen (1993) dalam Adi (2003) yang dilihat dari tujuaannya, proses pelaksanaannya, dan praktisi. Program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan, dilihat dari tujuaannya seharusnya mengembangkan kemandirian dan pada dasarnya memantapkan rasa kebersamaan sebagai suatu komunitas berdasarkan basis ketetanggaan. Program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Arutmin belum sepenuhnya mampu membuat masyarakat mandiri dan menciptakan kebersamaan sebagai suatu komunitas. Dalam temuan di lapang, terdapat beberapa kelompok binaan yang kebersamaannya kurang. Hal ini terlihat dari tidak berjalannya agenda kerja kelompok dan antar anggota kurang memiliki rasa kepercayaan dan kepedulian. Proses pelaksanaannya melibatkan kreatifitas dan kerjasama masyarakat ataupun kelompok-kelompok dalam masyarakat. Program AHPB sebagai program pengembangan ekonomi masyarakat menuntut adanya kerjasama dan kreatifitas. Perusahaan melihat masyarakat sebagai masyarakat yang potensial kreatif dan kooperatif terhadap upaya-upaya kolaboratif dan pembentukan identitas komunitas. Identitas dalam program AHPB adalah identitas kebanggaan sebagai orang “Banua” yang memajukan Banua melaluai pertanian, peternakan, dan perikanan.
40
Sampai sejauh ini kolaborasi yang terbangun antara kelompok di dalam masyarakat belum sepenuhnya baik, hal tersebut terlihat dari belum adanya suatu forum atau wadah yang memfasilitasi mereka untuk bertemu dan berdiskusi. Sehingga ada kelompok yang berkembang dan ada pula kelompok yang belum mampu berkembang. Salah satu kelompok binaan PT Arutmin yang sudah mampu berkembang adalah kelompok Tani Pelopor yang diketuai oleh bapak Sunatur. Kelompok ini sudah tercatat secara resmi di dinas pertanian setempat dan pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Setiap minggunya diadakan pertemuan anggota untuk membicarakan perkembangan usaha dari masing-masing anggota. Jika ada kendala-kendala dibahas bersama, namun jika ada masalah yang tidak mampu diselesaikan oleh kelompok maka akan meminta bantuan kepada perusahaan. Praktisi, dalam hal ini CD Worker menggunakan pendekatan masyarakat yang bersifat non-directif. Peran CD sebagai pemercepat perubahan (enabler), pembangkit semangat (encourager), dan pendidik (educator). Hal tersebut lah yang dilakukan oleh para CD Worker PT Arutmin. Sebagai pendidik, sebaiknya CD Worker perusahaan juga dibekali dengan keterampilan dan pengetahuan mengenai kegiatan pertanian, perikanan dan peterrnakan sehingga mereka dapat memberikan informasi dan masukan kepada masyarakat.
Secara rinci, ciri-ciri program pengembangan masyarakat di PT Arutmin dapat diuraikan sebagai berikut: 4.2 Gambaran Umum Program Aku Himung Jadi Petani Banua (AHBP) Program ini dilaksanakan dengan spirit untuk menumbuhkan kemandirian masyarakat agar tidak bergantung pada kegiatan mining operation, sehingga diharapkan pada saat pasca tutup tambang masyarakat lingkungan tambang tetap dapat melanjutkan aktivitas perekonomiannya. Program ini terdiri dari program pengelolaan sumberdaya alam pertanian, peternakan, dan perikanan yang dilaksanakan oleh para petani binaan yang tersebar di desa-desa sekitar tambang. Program ini telah dilaksanakan sejak 2007 dengan total biaya yang telah digulirkan mencapai Rp.970.000.000. Sejauh ini telah terbina 74 petani, 22
41
peternak dan 34 pembudidaya ikan yang terdiri dari para petani dari desa-desa lingkungan tambang. Program Aku Himung Jadi Petani Banua terdiri dari program pelatihan, pendampingan teknis, pemberian modal produksi, konsultasi peningkatan produksi, pinjaman dana bergulir, penyegaran pengetahuan teknis budaya, pengelolaan pasca panen dan pemasaran. Selain menerima bantuan berupa modal produksi (bibit, pupuk, dan pakan), peserta juga mendapatkan pelatihan dan pendampingan berkala sesuai dengan program yang diterimanya. Pendampingan dilaksanakan melalui mekanisme kunjungan dan pemantauan 1 minggu sekali, dan pelatihan dilaksanakan 2 minggu sekali hingga satu bulan sekali, tergantung dari jenis usaha yang dilaksanakannya. Pendampingan umumnya berupa bimbingan teknis, manajemen dan keuangan. Masyarakat dikelompokkan sesuai dengan bidang usahanya dan diarahkan untuk membentuk koperasi. Pola pemberdayaan petani AHPB dikembangkan melalui dibentuknya Koperasi Pertanian Agro Banua Manunggal untuk mewadahi para petani, Koperasi Perikanan Bangun Baimbai untuk mewadahi pembudidaya ikan dan Koperasi Peternak Bina Banua untuk mewadahi para peternak. Menurut M.Soegiannor (koordinator pendampingan program AHPB PT Arutmin Indonesia Satui Mine), pengembangan program Aku Himung Petani Banua melalui pemberdayaan koperasi merupakan stimulus bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia antar petani peserta program. Dengan pola koperasi, diharapkan bisa menjadi wadah interaksi para petani, para peserta program bisa mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan akses simpan pinjam permodalan, kemudahan kredit pakan atau pupuk dam terjaminnya pemasaran produk.
4.2.1 Kelembagaan AHPB Community Development PT Arutmin Indonesia Tambang Satui memiliki program pengembangan masyarakat yang disebut dengan “Program Aku Himung Petani Banua. Program tersebut diperuntukkan bagi masyarakat sekitar tambang yang meliputi bidang pertanian, peternakan, dan budidaya ikan. Untuk mendukung kelancaran dalam pelaksanaanya maka dibentuklah BMT Agro banua yang merupakan lembaga keuangan mikro dan Koperasi Agro Banua yang
42
menyediakan kebuuhan bibit, pupuk, dan pakan bagi peserta program. gambar struktur kelembagaan AHPB akan disajikan pada gambar 5.1, sebagai berikut: AKU HIMUNG PETANI BANUA
Gambar 4.1 Kelembagaan AHPB
Gambar 4.1 Kelembagaan AHPB Secara umum, keterlibatan masyarakat dalam progam AHPB dapat dianalsis berdasarkan unsur-unsur yang menopang modal sosial menurut Djohan (2007), diantaranya: 1.
Social Participation (Partisipasi Sosial); yaitu anggota masyarakat turut berpartisipasi dalam program. Hal ini ditunjukkan dengan keterlibatan masyarakat dalam pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan. Seperti pelatihan berwirausaha dan administrasi keuangan yang baru-baru ini diadakan.
2.
Reciprocity
(Timbal-Balik);
yaitu
saling
membantu
dengan
asas
tanggungjawab. Masing-masing anggota dalam kelompok AHPB memiliki rasa kepeudilian dan merupakan kewajiban bagi setiap anggota untuk saling membantu anggota lainnya. Walaupun dalam beberapatemuan dilapang belum sepenuhnya sesama anggota kelompok memiliki kepedulian terhadap anggota yang lain. 3.
Trust (Kepercayaan); yaitu kepercayaan sesama anggota. Dalam beberapa kelompok AHPB terdapat anggota yang semuanya masih satu keluarga atau satu asal daerah. Misalnya saja kelompok perikanan yang diketuai oleh Bapak Helmi, semua anggotanya berasal dari daerah Banjar. Dengan adanya
43
ikatan kekeluargaan berdasarkan asal daerah membuat antar sesama anggota memiliki kepercayaan yang tinggi. 4.
Acceptance and Diversity (Penerimaan atas Keberagaman), hal ini terlihat dengan keberagaman asal suku peserta program yang berasal dari suku yang berbeda seperti suku Jawa, Banjar, Bugis, dll. Walaupun berasal dari asal daerah yang berbeda namun mereka memiliki penerimaan atas keberagaman dengan semangat untuk terlibat dalam program guna memajukan dan membangun “Banua” yang merupakan spirit dari program AHPB.
4.2.3 Manfaat Program AHPB Selama berlangsungnya program AHPB sejak tahun 2007 sampai saat ini, terdapat beberapa manfaat yang dirasakan masyarakat, yaitu: 1.
Tumbuhnya
kesadaran
masyarakat
untuk
memanfaatkan
potensi
Sumberdaya Alam yang ada di lingkungannya. Bidang pertanian misalnya, memanfaatkan lahan tidur yang ada di sekitar kampung sebagai lahan pertanian yang ditanami tanaman palawija. Lahan yang sebelumnya tidak produktif menjadi produktif karena ditanami tanaman kebutuhan pokok. Bidang perikanan. Perikanan memanfaatkan sungai untuk kegiatan perikanan dengan sistem keramba. Bidang peternakan memanfaatkan potensi padang rumput untuk sapi dan pemberdayaan ibu-ibu rumah tangga untuk peternakan ayam petelur. 2.
Tumbuhnya lapangan kerja bagi masyarakat lokal yang sebelumnya berprofesi sebagai illegal logging, illegal mining, hand picker, ladang berpindah, preman lokal, dan pengangguran.
3.
Memberikan tambahan pengetahuan tentang pertanian, perikanan, dan peternakan.
4.
Memberikan multiply effect bagi pertumbuhan ekonomi lokal, khususnya bagi desa-desa disekitar tambang.
5.
Setiap petani, pembudi daya ikan, dan peternak yang sukses, akan mengajak teman, dan sanak saudara untuk ikut serta bergabung dalam program AHPB.
44
6.
Manfaat langsung berupa lapangan pekerjaan baru dan peningkatan pendapatan yang dirasakan oleh anggota peserta program.
4.3 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Sekitar Tambang Keterangan: 1. Area Tambang PT. Arutmin Satui
4 3 2 1
2 Ring I: 1.Desa Bukit Baru 2.Desa Makmur Mulia 3.Desa Sei Cuka Satui 3.Ring II: 1.Desa Sungai Danau 2.Desa Satui Timur 3.Desa Sei Cuka Serindai 4.Desa Pasir Putih 5.Desa Kintapura 4. Ring III: 1.Desa Kintap Kecil 2.Desa Al-Kautsar
Gambar 4.2 Sketsa wilayah kerja Community Development PT Arutmin Satui Mine (Wilayah penerapan program AHPB) Dengan dibukanya area pertambangan membuat masyarakat berdatangan untuk menjadi karyawan perusahaan maupun melakukan pertambangan secara illegal. Tercatat pada tahun 1999 marak terjadi penambangan batu bara liar yang dilakukan oleh masyarakat, baik yang dilakukan oleh masyarakat pendatang maupun masyarakat pribumi. Pada tahun tersebut selain maraknya penambangan batu bara illegal, marak juga terjadi illegal logging (penebangan kayu), hal tersebut karena potensi sumber daya alam Kalimantan Selatan yang tidak hanya kaya akan kandungan mineral tetapi kaya juga akan hasil hutannya berupa kayu. Masyarakat pribumi masih melakukan ladang berpindah dalam kehidupan keseharian, mereka melakukan penebangan kayu dan berladang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, hal tersebut menyebabkan kerusakan sebagaian hutan.
45
Daerah yang menjadi sasaran dari program Comdev Satui adalah Kabupaten Tanah
Bumbu;
Kecamatan
satui:
Sungai
Danau,
Satui
Timur,
Satui Barat, Bukit Baru, Sei Cuka, Makmur Mulia. Kabupaten Tanah Laut; Kecamatan Kintap: Kintap Pura, Kintap Kecil, Serindai, Pasir Putih. Masingmasing masyarakat desa tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda serta memiliki karakteristik yang berlainan dalam tata cara penyampaian pendapat. Ada yang ingin cepat dibantu, ada yang memaksakan kehendak, ada yang tidak tahu harus dibantu apa, ada yang sabar menunggu, dan semua itu perlu diseleksi secara ketat, apakah benar merupakan community needed atau ambisi pribadi tokoh masyarakat setempat. Untuk itulah dibutuhkan pola penanganan yang tepat dalam melakukan seleksi dan menentukan skala prioritas pemberdayaan masyarakat. Selain luasnya wilayah, kendala yang paling dirasakan saat ini adalah timbulnya sikap yang mudah mengambil jalan pintas tanpa berpikir panjang. Masyarakat sangat mudah ditunggangi oleh pihak-pihak yang mengaku investor, LSM, tokoh masyarakat, pendamping masyarakat, yang semua itu berujung pada pemanfaatan masyarakat untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Keadaan seperti itu secara tidak langsung mempengaruhi kelancaran mining operation PT Arutmin Indonesia Satu Mine. Segala hal yang bisa memicu konflik antara perusahaan dengan masyarakat, sering dipolitisir dan menggunakan pengerahan massa untuk memaksakan kehendak ke perusahaan.
46
BAB V KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AHPB Reponden dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar tambang PT Arutmin Indonesia Satui Mine yang menerima program “Aku Himung petani Banua” yang tersebar di beberapa lokasi sekitar tambang. Total keseluruhan responden sebanyak 80 orang. Identitas responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi: 5.1 Karakteristik Sosial dan Ekonomi Masyarakat 5.1.1 Jenis kelamin Distribusi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin dalam Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase
Laki-laki Perempuan
78 2
97,5 2,5
Total
80
100
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar (97,5%) peserta progam adalah laki-laki, namun terdapat 2,5 persen perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata program Akuhimung Petani Banua lebih banyak melibatkan masyarakat laki-laki dibandingkan perempuan. Tingginya persentase laki-laki daripada perempuan sebagai peserta program Aku Himung Petani Banua dikarenakan kaum laki-laki dalam program sebagai kepala rumah tangga memiliki tanggung jawab bekerja dan mencari penghidupan yang layak untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya, karena itulah mereka terdorong untuk merubah kehidupannya dengan bergabung dalam program Akuhimung Petani Banua. Sementara perempuan dianggap sebagai pekerja rumahan yang memiliki tugas memasak, mengasuh anak, dll.
47
5.1.2 Umur Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (97,5%) responden termasuk ke dalam kategori usia produktif, yaitu antara 15 sampai 64 tahun. Usia responden pailng muda 23 tahun dan responden paling tua berumur 65 tahun. Distribusi responden menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Umur Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Umur
Jumlah
Persentase
0-14 15-64 65+
0 78 2
0 97,5 2,5
Total
80
100
5.1.3 Tingkat Pendidikan Formal yang Ditamatkan Responden Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden selama hidupnya. Distribusi responden berdasarkan pendidikan formal dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Pendidikan Formal Responden yang Ditamatkan Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Pendidikan Formal
Jumlah
Persentase
Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Sarjana
2 46 24 6 2
2,5 57,5 30 7,5 2,5
Total
80
100
Tabel
5.3
menunjukkan
bahwa
sebagain
besar
peserta
program
berpendidikan rendah (60% ) yaitu tidak tamat SD dan Taman SD. Namun ada juga responden (2,5%) berpendidikan tinggi yaitu telah menamatkan pendidikan di perguruan tinggi.
48
5.1.4 Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan adalah profesi yang menopang kehidupan responden untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jenis pekerjaan dikategorikan mendadi dua, yaitu pekerjaan terkait AHPB mencakup peternak, pembudidaya ikan, dan petani serta pekerjaan lainnya. Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah ini: Tabel 5.4 Distribusi Data Pekerjaan Responden Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Pekerjaan Utama
Jumlah Persentase
Petani Peternak Pembudidaya ikan PNS Karyawan swasta Penambang Batubara Guru mengaji Karyawan kios Pedagang
37 14 9 6 5 1 1 2 5
46,25 17,50 11,50 7,50 6,25 1,25 1,25 2,50 6,25
Total
80
100
Sampingan Petani Peternak Pembud. ikan Penjaga masjid Buruh
Jumlah Persentase 3 6 11 1 19
7,5 15,50 27,50 2,50 47,50
40
100
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan utama tersponden yang paling banyak (46,25%) adalah sebagai petani sebanyak 37 orang. Pekerjaan sampingan yang paling banyak (47,50%) adalah sebagai buruh sebanyak 19 orang. Sebanyak 40 orang responden tidak hanya memiliki satu jenis pekerjaan saja tetapi mereka juga memiliki beberapa pekerjaan untuk menambah penghasilan. Mereka yang menjadikan AHPB sebagai pekerjaan sampingan adalah responden yang sebelumnya memiliki profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), karyawan perusahaan swasta, pengusaha batu bara, dan pedagang. Bergabungnya mereka dalam program AHPB memberikan pemasukan tambahan pendapatan/bulan bagi mereka. Tidak jarang responden yang sebelumnya berprofesi sebagai karyawan swasta menghendaki pekerjaan di AHPB sebagai pekerjaan utama, bahkan mereka rela melepaskan pekerjaan sebagai karyawan untuk fokus bekerja sebagai petani,
49
peternak, maupun pembudidaya ikan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan SN (karyawan perkebunan sawit dan peserta program AHPB pertanian) sebagai berikut: “Bapak ingin fokus bekerja sebagai petani dan ingin keluar sebagai karyawan, namun saat ini belum memungkinkan karena kebutuhan akan modal belum mencukupi sehingga masih mempertahankan sebagai karyawan swasta.”
Responden ingin fokus ke bidang pekerjaan AHB karena pendapatan mereka lebih besar sebagai petani dan juga mereka ingin merasakan jerih payah usaha sendiri. Jika memiliki pekerjaan ganda mereka tidak dapat meluangkan waktu cukup untuk mengurusi tanaman, ternak, maupun ikan. Seperti yang diungkapkan RH (mantan karyawan perusahaan swasta dan peserta program AHPB pertanian) sebagai berikut: “Saya keluar dari pekerjaan saya sebagai karyawan karena ingin fokus bekerja di pertanian. Dulu ketika jadi karyawan waktu untuk mengurusi ladang sedikit sehingga hasil panen tidak maksimal. Lebih senang bekerja di ladang sendiri daripada milik orang lain walaupun beberapa kali mengalami kegagalan panen tapi saya yakin dengan kemajuan usaha saya kedepan.”
Sempat mengalami gagal panen tidak menyurutkan semangat RH untuk tetap berusaha di bidang pertanian meskipun ia telah melepaskan pekerjaannya sebagai karyawan swasta. RH berkeyakinan suatu saat nanti ia bisa mendapatkan pendapatan yang lebih besar dari usaha pertaniaannya karena ia melihat tetangganya yang melakukan usaha pertanian status sosialnya meningkat karena mampu menunaikan ibadah Haji ke Mekah. Orang yang sudah berhaji dipandang memiliki status sosial yang tinggi. Selain adanya petani yang sudah sukses yang dijadikan contoh bagi masyarakat lainnya, harga bahan-bahan pertanian yang cukup tinggi menjadi pendorong bagi RH dan sebagian peserta lainnya untuk tetap berusaha mengembangkan pertanian. Misalnya saja untuk 1 kg cabai berkisar antara Rp 60.000,- per kilogram sampai Rp 90.000,- per kologram.
50
5.1.5 Tingkat Pendapatan Responden Pendapatan rata-rata perbulan responden, yaitu pendapatan per bulan yang diperoleh responden sesuai jenis pekerjaan yang digeluti. Distribusi respoden berdasarkan tingkat pendapatan rata-rata per bulan dapat dilihat pada tabel 7.5. Tabel 5.5 Distribusi Pendapatan Responden Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Pendapatan
Jumlah
Persentase
Rendah sedang tinggi
8 66 6
10 82,5 7,5
Total
80
100
Tabel 5.5 menunjukkan sebagian besar pendapatan responden sedang (82,5%) yaitu antara > 1 juta dan < 3 juta. Ada juga responden yang memiliki pendapatan tinggi (7,5%) dengan pendapatan di atas 3 juta/bulan. Menurut data BPS Kalimantan Selatan tahun 2008, garis kemiskinan untuk wilayah Kabupaten Tanah Bumbu adalah sebesesar Rp. 210.113,-/kapita.5 Dengan menghitung pendapatan perkapita responden yaitu membagi pendapatan rumahtangga dengan jumlah anggota keluarga maka diperoleh dari 80 responden sebanyak 5 orang responden berpendapatan di bawah garis kemiskinan. Responden yang memiliki pendapatan perkapita dibawah garis kemiskinan karena pendapatan mereka perbulan < 1 juta dan juga jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang. Dalam rumah tangga responden sebagian besar tugas mencari nafkah dilakukan oleh kepala rumah tangga sedangkan ibu (istri) mengurusi anak dan pekerjaan rumah tangga namun terkadang ada juga yang membantu bekerja di ladang. Responden yang rata-rata berpendapatan tinggi karena mereka tidak bekerja pada satu jenis pekerjaan saja. Misalnya, mereka yang bekerja sebagai petani juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang di sungai danau, atau juga ada yang merangkap sebagai pekerja buruh bangunan atau tenaga harian lepas pada perusahaan-perusahaan di sekitar desanya, menjadi penambang batu bara dan sebagainya. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat sekitar tambang PT 5
Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2004-2008, www.bps.go.id, diakses tanggal 11 Juni 2010
51
Arutmin Indonesia Satui Mine tidak bekerja pada satu bidang pekerjaan saja namun mereka juga memiliki pekerjaan sampingan sehingga dengan pekerjaannya itu mereka dapat memperoleh pendapatan rata-rata lebih dari satu juta setiap bulannya.
5.1.6 Kelompok Etnis (Suku) Pada lokasi penelitian yang diamati ternyata masyarakat hidup dan berkembang di lokasi tersebut terdiri dari berbagai kelompok etnis (suku). Karakteristik responden berdasarkan kelompok etnis (suku) dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Distribusi Data Responden Menurut Kelompok Etnis (Suku) Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Etnis (Suku)
Jumlah
Persentase
Banjar Bugis Jawa
31 3 46
38,75 3,75 57,50
Total
80
100
Data di atas menunjukkan bahwa masyarakat terdiri dari kelompok etnis Jawa lebih banyak daripada kelompok etnis Banjar, dan Bugis. Tingginya populasi kelompok etnis Jawa dibandingkan kelompok etnis (suku) lainnya karena pada penelitian tersebut merupakan kawasan transmigrasi yang umumnya di datangkan dari Puau Jawa sehingga mayoritas penduduknya lebih banyak beretnis Jawa dan telah lama menetap di kawasan tersebut.
5.1.7 Asal Mula Pekerjaan Asal mula pekerjaan adalah jenis pekerjaan responden sebelum mengikuti program AHPB. Asal mula pekerjaan dikategorikan menjadi pekerjaan yang tergolong “baru” yaitu responden baru memiliki pekerjaan sebagai peternak, petani, dan pembudidaya ikan setelah mengikuti program AHPB serta pekerjaan yang tergolong “lama” yaitu responden yang sebelumnya tidak memiliki
52
pekerjaan sebagai petani, peternak, maupun sebagai pembudidaya ikan. Sebaran usaha akan disajikan melalui tabel 5.7. Tabel 5.7 Sebaran Responden Menurut Asal Pekerjaan Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Karakteristik Usaha
Jumlah
Persentase
Usaha Lama Usaha Baru
21 59
26,25 73,25
Total
80
100
Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa usaha yang digeluti oleh responden tergolong usaha baru yaitu sebanyak 59 orang atau 73,25 persen dan sisanya yaitu 21 orang atau 26,25 persen tergolong usaha lama. Hal ini jelas menunjukkan bahwa banyak responden yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan dibidang pertanian, perikanan, dan peternakan yang
merupakan program dari AHPB
menjadi memiliki pekerjaan dibidang tersebut setelah bergabung dalam program AHPB pemberdayaan ekonomi CSR PT Arutmin. Sebelumnya responden ada yang tidak memiliki pekerjaan akibat di PHK, pengangguran (belum memiliki pekerjaan sama sekali), berprofesi sebagai preman dan tukang judi namun setelah adanya program AHPB mereka memiliki pekerjaan sebagai petani, peternak, maupun sebagai pembudidaya ikan. Masyarakat yang sebelumnya memiliki pekerjaan utama sebagai PNS, karyawan, dan pedagang memilih ikut dalam program AHPB sebagai pekerjaan sampingan hal tersebut dilakukan dengan harapan agar kesejahteraannya meningkat dengan tambahan penghasilan stiap bulannya. Bahkan sebagian responden yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan sebagai petani ikut dalam program pertanian dengan harapan nantinya mereka dapat memperoleh keuntungan yang besar karena harga-harga hasil pertanian di Kalimantan Selatan yang relatif mahal karena di datangkan dari Pulau Jawa, atau setidaknya mereka mampu memenuhi kebutuhan sendiri dari hasil pertanian sendiri.
53
5.1.8. Jarak Tempat Tinggal Responden Jarak tempat tinggal responden adalah jarak antara tempat tinggal responden dengan lokasi pertambangan. Jarak tempat tinggal dikategorikan menjadi Ring I, ring II, dan Ring III. Distribusi responden berdasarkan jarak tempat tinggal akan disajikan pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dalam Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Karakteristik Usaha
Jumlah
Persentase
Ring I Ring II Ring III
46 30 4
57,5 37,5 5
Total
80
100
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa sebagian besar (57,5%) penerima program AHPB adalah masyarakat yang tinggal di Ring I sebanyak 46 orang. Banyaknya peserta program AHPB yang wilayah tempat tinggalnya berada di Ring I karena tempat tinggal mereka tberdekatan dengan area pertambangan sehingga masyarakatnya merasakan dampak langsung dari aktivitas pertambangan dibandingkan daerah Ring II dan Ring III. Maka tidak heran jika sebagian besar penerima program AHPB adalah masyarakat yang berada di Ring I.
5.2
Tingkat Partisipasi Responden dalam Program AHPB Partisipasi peserta program adalah bentuk keterlibatan masyarakat dalam
program AHPB yang ditunjukkan dengan kehadiran dalam rapat, keterlibatan dalam mengemukakan pendapat, dan terlibat aktif dalam kegiatan monitoring. Ada pun secara garis besar partisipasi yang akan diteliti meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap monitoring.
5.2.1 Partisipasi Tahap Perencanaan Partisipasi pada tahap perencanaan adalah keikutsertaan responden dalam penyusunan rencana suatu kegiatan. Pada tahap perencanaan, yang dinilai adalah kehadiran responden dalam perencanaan program dan keterlibatan dalam
54
mengemukakan pendapat, akses pengambilan keputusan, dan terlibat dalam identifikasi kebutuhan. Responden diberikan sepuluh pertanyaan dan lima pilihan jawaban yang berkaitan dengan partisipasi responden dalam merencanakan program, dimana setiap pilihan jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Tingkat partisipasi pada tahap perencanaan diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden. Skor jawabab responden berdasarkan selang akan disajikan pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap Perencanaan Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Tingkat Partisipasi Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah 0 0 Sedang 24 30 Tinggi 56 70 Total 80 100 Tabel 5.9 memperlihatkan bahwa partisipasi responden pada tahap perencanaan tinggi (70%) sebanyak 56 orang. Pada tahap perencanaan program AHPB, perusahaan melakukan kunjungan ke beberapa lokasi sekitar tambang untuk mendata keinginan dari masyarakat. Semua keinginan tersebut ditampung oleh perusahaan dan kemudian dianalisis keinginan yang menjadi kebutuhan dari masyarakat. Kebutuhan tersebut yang kemudian dijadikan dasar untuk menyusun suatu kerangka program AHPB. Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan program adalah kehadiran mereka dalam kegiatan need assement dan keberanian untuk mengemukakan pendapat. Penentuan anggaran biaya program dan kerangka kerja program diputuskan oleh perusahaan. Pihak perusahaan beralasan bahwa masyarakat tidak dilibatkan dalam menentukan anggaran biaya kerja program dan kerangka kerja karena masyarakat belum mampu menilai apa yang mereka butuhkan sehingga hal tersebut dilakukan oleh pihak lain (dalam hal ini perusahaan dan tenaga ahli), seperti yang diungkapkan oleh JL (Comdev PT Arutmin Satui) sebagai berikut: “Sebelum program dijalankan, perusahaan melakukan need assement untuk menampung semua keinginan dari masyarakat dan kemudian dari keinginan tersebut dirumuskan apa yang menjadi kebutuhan dari masyarakat. Hal tersebut dilakukan oleh perusahaan dan tim tenaga ahli karena masyarakat belum mampu menilai apa yang menjadi kebutuhan dari mereka”
55
5.2.2 Partisipasi Tahap Pelaksanaan Partisipasi pada tahap pelaksanaan program adalah keikutsertaan dan keaktifan dalam pelaksanaan kegiatan program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan. Partisipasi diukur berdasarkan banyaknya kegiatan yang diikuti responden, akses dan kontrol terhadap program, keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Responden diberikan sepuluh pertanyaan dan lima pilihan jawaban yang berkaitan dengan partisipasi responden pada tahap pelaksanaan program, dimana setiap pilihan jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden. Skor jawaban responden berdasarkan selang akan disajikan pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 Tingkat Pasrtisipasi Responden pada Tahap Pelaksanaan Program Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Selang Partisipasi Jumlah Persentase Rendah 0 0 Sedang 2 2,5 Tinggi 78 97,5 Total 80 100 Tabel 5.10 menunjukkan bahwa partisipasi responden pada tahap pelaksanaan tinggi (97,5%) sebanyak 78 orang. Sebagian besar responden pernah mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh perusahaan, seperti pelatihan beternak ayam arab, pelatihan beternak sapi, pelatihan budidaya ikan patin, pelatihan tanaman pertanian, pelatihan tanaman karet, dan yang baru-baru ini dilakukan adalah pelatihan motivasi berwirausaha dan pelatihan administrasi keuangan yang bekerjasama dengan Permodalan Nasional madani (PNM) dan PT Arutmin Indonesia Satui Mine. Perusahaan mengirimkan undangan kepada tiap kelompok untuk menghadiri pelatihan, namun ada juga pelatihan yang hanya dihadiri oleh beberapa perwakilan dari anggota kelompok seperti pelatihan motivasi berwirausaha dan pelatihan administrasi keuangan yang kami berkesempatan hadir di hari pertama pelatihan tersebut. Perusahaan dalam kegiatan pelatihan bertindak sebagai fasilitator yang menyediakan tempat, konsumsi dan transportasi bagi masyarakat.
56
Dalam kegiatan yang dilakukan menunjukkan masyarakat kurang dilibatkan dalam melakukan swadaya untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Keterlibatan masyarakat yaitu menghadiri kegiatan dan mengemukakan pendapat.
5.2.3 Tahap Monitoring Program Tahap monitoring program adalah keikutsertaan responden dalam memantau kegiatan, yaitu responden menyampaikan secara langsung tentang kendalakendala yang dihadapi selama kegiatan program ataupun responden membuat laporan kegiatan mingguan tentang kegiatannnya yang kemudian setiap minggu akan dilakukan evaluasi oleh tenaga pendamping di lapang. Responden akan diberikan lima pertanyaan dan lima pilihan jawaban yang berkaitan dengan partisipasi reponden pada tahap monitoring program, dimana setiap pilihan jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Tingkat partisipasi pada tahap monitoring program diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden. Skor jawaban responden berdasarkan selang disajikan pada Tabel 5.11. Tabel 5.11 Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap Monitoring Program Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Selang Partisipasi Jumlah Persentase Rendah 1 1,3 Sedang 35 43,8 Tinggi 45 55 Total 80 100 Tabel 5.11 memperlihatkan bahwa partisipasi responden pada tahap monitoring program tinggi (55%) yaitu sebanyak 45 orang. Sejauh ini keterlibatan masyarakat dalam monitoring program yang dilakukan adalah menyampikan kendala-kendala yang dihadapi tentang kegiatan program kepada tim tenaga teknis pendamping di lapang yang biasanya berkunjung setiap minggu menemui masyarakat. Beberapa responden mengatakan bahwa mereka sudah jarang didatangi oleh tim pendamping lapang, ada yang sudah satu bulan, dua bulan atau bahkan tidak pernah didatangi lagi oleh tenaga pendamping lapang. Hal tersebut seperti yang
57
diungkapkan oleh
AF (peserta AHPB yang beternak Ayam Arab), sebagai
berikut: “Sudah lama tidak ada tenaga pendamping dari Unlam yang datang, pihak perusahaan juga tidak pernah datang lagi, jadi bingung mau berdiskusi kesiapa jika ada permasalahan-permasalahan. Dulu ketika awal program ada tenaga pendamping sehingga saya sering berdiskusi dan berkonsultasi.”
Banyak responden belum mendapatkan buku catatan pembukuan mengenai perkembangan kegiatan yang dilakukan yang dapat juga digunakan sebagai alat untuk monitoring. Buku pencatatan kegiatan baru di berikan oleh perusahaan kepada peserta AHPB, sehingga belum seluruhnya peserta AHPB menerima. Namun diharapkan nantinya semua peserta AHPB menerima buku pencatatan tersebut sehingga mempermudah bagi masyarakat untuk menyampaikan perkembangan kegiatannya dan mempermudah bagi perusahaan untuk memantau perkembangan usaha mereka dan juga mendapatkan masukan dari masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh IP (Tenaga pendamping program AHPB). “Baru-baru ini peserta AHPB dibagikan buku pencatatan untuk mencatat segala aktivitas usaha kegiatan mereka, mereka pun bisa membuat masukan-masukan bagi perusahaan di dalamnya mengenai kegiatan program. Buku tersebut tersebut akan diperiksa setiap ada tenaga pendamping yang melakukan monitoring dan pendampingan ke lapang. Namun saat ini belum semua peserta program mendapatkan buku tersebut karena belum terdistribusi secara merata.”
Program AHPB sampai saat ini masih berjalan, sehingga monitoring program dilakukan sejalan dengan berlangsungnya program. Peserta program biasanya menyampaikan keluhan-keluhan mengenai kegiatan usahanya secara langsung kepada penyuluh lapang yang ditugaskan oleh perusahaan maupun kepada tim Comdev perusahaan. Tenaga pendamping biasanya datang berkunjung setiap satu minggu sekali, bahkan mungkin lebih dari satu kali dalam seminggu. Pendamping melakukan pemantauan terhadap usaha yang dijalankan oleh peserta program disamping juga melakukan diskusi dan mendengar keluhan dari peserta program. Tim pendamping terdiri dari tiga orang yang mendampingi masing-masing bidang kegiatan AHPB yaitu satu orang pendamping peternakan, satu orang pendamping perikanan, dan satu orang pendamping pertanian. Selain tim
58
pendamping terdapat juga tim ahli yang berasal dari Dosen Universitas Lambung Mangkurat yang melakukan pelatihan dan pengontrolan kegiatan usaha AHPB dan juga sekaligus menjadi konsultan, namun saat ini hanya terdapat pada dua bidang saja yaitu bidang pertanian dan perikanan. Khusus untuk bidang peternakan belum ada tim ahli, hal tersebut lah yang dikeluhkan oleh sebagian peternak. Dalam program AHPB, peserta yang telah menjalankan usahanya selama dua tahun akan “dilepas’ agar mampu mandiri. Namun temuan dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program belum mampu mandiri karena masih bergantung kepada perusahaan. Peserta masih membutuhkan bantuan pakan untuk ternak, dan pendamping di lapang. Untuk pakan ikan saja misalnya, sebelumnya pembudidaya ikan mendapatkan pinjaman berupa makanan ikan setiap bulan namun pada beberapa bulan terakhir bantuan pinjaman sudah tidak ada lagi. Peserta mengalami kesulitan untuk mendapatkan pakan ikan sehingga mereka terpaksa memberikan sisa-sisa makanan rumahan untuk pakan ikan. Hal tersebut membuat produksi ikan mengalami penurunan. Kasus lainnya untuk bidang pertanian misalnya, sudah beberapa bulan terakhir tenaga pendamping tidak ada yang berkunjung sehingga petani merasa kesulitan untuk berkonsultasi dan berdiskusi, seperti yang dialami oleh salah seorang petani jagung yang sudah beberapa bulan tidak dikunjungi oleh pendamping sehingga penyakit yang menyerang tanaman jagungnya tidak dapat diantisipasi akibat ketidaktahuan dalam menggunakan obat pemberasntas penyakit tanaman jagung. Perusahaan sebaiknya pada awal program memberikan peluang masyarakat untuk berswadaya dalam melakukan usahanya, hal tersebut dilakukan agar masyarakat tidak ketergantungan terhadap perusahaan jika nantinya bantuan program akan dihentikan. Bentuk swadaya yang mungkin bisa dilakukan adalah dana tidak sepenuhnya berasal dari perusahaan, dalam pelatihan kegiatan AHPB misalnya perusahaan menyiapkan pembicara sedangkan masyarakat menyiapkan tempat dan konsumsinya. Hal tersebut dilakukan untuk menumbuhkan kemandirian masyarakat sehingga tidak tergantung lagi kepada perusahaan.
59
5.3
Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat dengan Tingkat Partisipasi dalam Program AHPB 5.3.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Partisipasi Jenis kelamin adalah sifat fisik responden sebagaimana yang tercatat dalam kartu identitas yang dimiliki responden, yang dinyatakan dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 78 orang dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 orang.
Gambar 5.1 Jenis Kelamin Responden H0 : Responden berjenis kelamin laki-laki tidak cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine H1 : Responden berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine Analisis Chi-square digunakan untuk melihat apakah responden berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih berpartisipasi dalam program AHPB. Hasil Tabulasi Silang antara jenis kelamin dan tingkat partisipasi disajikan pada Tabel 5.12. Tabel 5.12 Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Partisipasi Jenis Kelamin Total Sedang Tinggi Laki-laki 6 72 78 Perempuan 0 2 2 Jumlah 6 74 80
60
Berdasarkan Tabel 5.12 diketahui sebanyak 6 orang responden laki-laki memiliki tingkat partisipasi yang rendah dan sebanyak 72 orang lainnya berpartisipasi tinggi. Pada responden perempuan sebanyak 2 orang berpartisipasi tinggi. Dengan menggunakan Uji Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2sided) hitung sebesar 0,683 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi Responden laki-laki tidak cenderung berpartisipasi dalam program AHPB PT Arutmin. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama berpartisipasi dalam kegiatan AHPB. Status seorang perempaun yang harus mengurusi anak dan keluarga serta doktrin perempun lemah ternyata tidak menghalangi seorang perempuan untuk memiliki partisipasi yang sama dengan kaum laki-laki dalam suatu kegiatan.
5.3.2 Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Partisipasi Usia responden adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Responden dalam penelitian ini tergolong usia kerja yaitu antara 15-64 tahun sebanyak 78 orang dan 2 orang responden tergolong usia lanjut (65+ tahun).
Gambar 5.2 Usia Responden H0 : Responden berusia produktif tidak cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine
61
H1 : Responden berusia produktif cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine Analisis Chi-square digunakan untuk melihat apakah responden berusia produkttif cenderung lebih berpartisipasi dalam program AHPB. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 5.13. Tabel 5.13 Hubungan Usia dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Partisipasi Usia Total Sedang Tinggi Tidak Produktif 0 2 2 Produktif 6 72 78 Jumlah 6 74 80 Berdasarkan Tabel 5.13 sebanyak 6 orang responden berusia produktif memiliki tingkat partisipasi yang sedang dan sebanyak 72 orang responden lakilaki memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Pada responden yang berusia produktif sebanyak 2 orang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Dengan menggunakan Uji Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0,683 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi responden yang berusia produktif tidak cenderung berpartisipasi dalam program AHPB. Responden yang berusia produktif maupun yang berusia tidak produktif sama-sama berpartisipasi dalam program AHPB. Usia tidak mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi aktif dalam program. Baik yang berusia produktif maupun yang berusia tidak produktif (lansia), mereka sama-sama berpartisipasi dalam program. Hal ini juga sejalan dengan semangat etos kerja dari AHPB yang memiliki semangat untuk memajukan “Banua”, sehingga baik masyarakat yang berusia produktif yaitu antara usia 15-64 tahun maupun masyarakat yang berusia tidak produktif (lansia) yaitu usia 65+ sama-sama ingin turut berkontribusi dalam memajukan Banua.
5.3.3 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi
62
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti responden pada saat penelitian ini berlangsung dari tidak tamat sekolah dasar (SD) sampai dengan jenjang perguruan tinggi. Secara umum pendidikan masyarakat tergolong rendah yaitu sebanyak 47 orang, responden berpendidikan sedang sebanyak 31 orang, dan tergolong tinggi sebanyak dua orang.
Gambar 5.3 Tingkat Pendidikan Responden H0 : Semakin tinggi pendidikan yang pernah ditamatkan oleh responden tidak cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine H1 : Semakin tinggi pendidikan yang pernah ditamatkan oleh responden cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine Analisis Uji Korelasi Rank Sperman Silang digunakan untuk melihat apakah semakin tinggi pendidikan responden cenderung lebih berpartisipasi dalam program AHPB. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 5.14. Tabel 5.14 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Partisipasi Tingkat Total Pendidikan Sedang Tinggi Rendah 3 44 47 Sedang 3 28 31 Tinggi 0 2 2 Jumlah 6 74 80
63
Berdasarkan Tabel 5.14 sebagian besar responden yang berpendidikan rendah sebanyak 44 orang memiliki tingkat partisiapsi yang tinggi, sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi (2 orang) memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Hasil Uji Korelasi Rank Sperman diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.795 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi semakin tinggi pendidikan seseorang cenderung tidak membuat lebih berpartisipasi pada program AHPB PT Arutmin. Baik responden yang berpendidikan rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama berpartisiapsi dalam program AHPB. Tingkat pendidikan rendah tidak menjadi halangan untuk mereka berpartisipasi dalam program kegiatan Aku Himung Petani Banua yang dilaksanakan. Hal tersebut sejalan dengan keinginan kuat dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga lebih besar dan terpatri kuat dalam diri masyarakat. Keinginan yang kuat dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga, dibuktikan dengan bergabungnya mereka dengan AHPB dan antusiasme dari msyarakat untuk mengikuti pelatihan-pelatihan, seperti pelatihan budidaya ikan, pelatihan beternak dan pelatihan pertanian yang merupakan progam kerja dari AHPB. Dengan bentuk kehadiran masyarakat dalam pelatihanpelatihan yang diadakan maka nantinya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program AHPB. Program AHPB dalam prosesnya juga memberikan pembelajaran kepada masyarakat mengenai teknik-tekni budidaya, baik dibidang perikanan, pertanian, maupun peternakan. Metode pembelajaran dan pendampingan yang digunakan tidak memerlukan pendidikan formal secara khusus. Dengan demikian masyarakat dapat secara langsung menerapkannya di lahan sendiri dengan proses bimbingan dan pendampingan sehingga masyarakat akan lebih mudah untuk mencerna pelajaran yang diberikan. Kondisi ini mendorong masyarakat untuk bersungguhsungguh dalam menekuni usaha budidaya yang dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, tingkat pendidikan formal bukanlah menjadi hambatan dan kendala bagi masyarakat untuk selalu terlibat dalam kegiatan AHPB. Dengan demikian dapat dikatakan tingkat pendidikan formal masyarakat
64
sekitar tambang PT Arutmin Satui Mine bukanlah faktor penentu partisipasi masyarakat dalam program.
5.3.4 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi Jenis pekerjaan adalah profesi yang menopang kehidupan responden untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang terkait dengan program AHPB. Jenis pekerjaan respponden yang berkaitan dengan AHPB dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai petani, peternak, dan pembudidaya ikan. Responden yang berprofesi sebagai petani sebanyak 40 orang (50%), peternak 20 orang (25%), dan pembudidaya ikan 20 orang (25%).
Gambar 7.4 Jenis Pekerjaan Responden
H0 : Responden program AHPB Pertanian tidak cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine H1 : Responden program AHPB Pertanian cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan apakah responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani cenderung lebih berpartisipasi dalam program AHPB. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010
65
Jenis Pekerjaan Petani Peternak Pembudidaya ikan Jumlah
Tingkat Partisipasi Sedang Tinggi 2 38 3 17 1 19 6 74
Total 40 20 20 80
Berdasarkan Tabel 5.15 sebagian besar responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani memiliki tingkat partisipasi yang tinggi sebanyak 38 orang. Responden yang memiliki pekerjaan sebagai peternak memiliki tingkat partisipasi yang sdang sebanyak 3 orang. Dengan menggunakan Uji Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0,339 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi Responden yang memiliki pekerjaan yang berbeda sesuai dengan bidang kegiatan AHPB yaitu peternakan, perikanan, dan pertanian samasama berpartisipasi dalam program. Jenis pekerjaan mereka yang berbeda tidak menjadi halangan untuk ikut berpartisipasi dalam program.
5.3.5 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi Tingkat pendapatan responden adalah ukuran taraf hidup yang dilihat dari jumlah penghasilan seseorang yang dihitung perbulan. Sebagian besar responden dalam penelitian ini berpenghasilan sedang yaitu sebanyak 66 orang, responden yang berpenghasilan rendah sebanyak 10 orang, dan responden yang berpenghasilan tinggi sebanyak 6 orang.
Gambar 7.5 Pendapatan Responden
66
H0 : Semakin tinggi pendapatan responden maka tidak cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine H1 : Semakin tinggi pendapatan responden maka cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine Analisis Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan apakah semakin tinggi pendapatan responden maka cenderung lebih berpartisipasi dalam program AHPB. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 5.16. Tabel 5.16 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Partisipasi Tingkat Total Pendapatan Sedang Tinggi Rendah 2 6 8 Sedang 2 64 66 Tinggi 2 4 6 Jumlah 6 74 80 Berdasarkan Tabel 5.16 sebagian besar pendapatan responden sedang memilki tingkat partisipasi yang tinggi sebanyak 64 orang, ada pun responden yang memiliki tingkat partisipasi yang sedang sama-sama sebanyak 2 orang. Hasil Uji Korelasi Rank Sperman diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.881 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi responden yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi tidak cenderung lebih berpartisiapsi dalam program AHPB PT Arutmin. Baik responden yang memiliki tingkat pendapatan rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama berpartisipasi dalam program AHPB. Tingkat pendapatan yang berbeda tidak mempengaruhi sesorang untuk berpartisiapsi dalam program AHPB. Masyarakat yang bergabung dalam program AHPB memiliki harapan agar tingkat kesejahteraanya meningkat seiring dengan bertambahnya pendapatan dari usaha pertanian, perikanan, dan peternakan. Harapan tersebutlah yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program AHPB.
67
5.3.6 Hubungan Antara Etnis (Suku) dengan Tingkat Partisipasi Etnis (Suku) adalah asal tempat responden dilahirkan dan atau status suku bangsa responden yang diakui oleh responden. Sebagian besar responden beretnis Jawa yaitu sebanyak 46 orang, sebanyak 31 Responden beretnis Banjar, dan 3 orang responden beretnis Bugis.
Gambar 7.6 Etnis Responden
H0 : Responden Etnis Jawa tidak cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine H1 : Responden Etnis Jawa cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine Analisis Uji Chi-square digunakan untuk meilhat apakah Etnis Jawa cenderung lebih berpartisipasi dalam program AHPB. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 5.17. Tabel 5.17 Hubungan Etnis (Suku) dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Partisipasi Etnis (Suku) Total Sedang Tinggi Jawa 1 45 46 Banjar 4 27 31 Bugis 1 2 3 Jumlah 6 74 80
68
Berdasarkan Tabel 5.17 sebagian besar responden Etnis Jawa memiliki tingkat partisipasi yang tinggi sebanyak 45 orang. Adapun Etnis Banjar yang sebagian masih merupakan etnis asli Kalimantan memiliki tingkat partisipasi yang sedang sebanyak 4 orang. Hasil Uji Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2sided) hitung sebesar 0.048 < α (0.05) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi Etnis Jawa cenderung lebih berpartisiapsi dalam program AHPB PT Arutmin. Etnis yang berbeda ternyata membuat partisipasi yang berbeda dalam program AHPB. Etnis Jawa yang merupakan mayoritas dalam menerima program AHPB memiliki tingkat partisipasi yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan etnis lainnya seperti Etnis Banjar dan Etnis Bugis. Hal tersebut dikarenakan lokasi pertambangan berdekatan dengan daerah transmigrasi yang sebagain besar orangorangnya berasal dari Etnis Jawa. Etnis Jawa juga yang memiliki keterampilan lebih dalam bidang pertanian, sehingga mereka lah yang lebih banyak ikut dalam program AHPB dengan harapan nantinya dapat memberikan contoh bagi masyarakat lainnya.
5.3.7 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Partisipasi Lokasi tempat tinggal adalah lokasi tempat responden bermukim yang diukur berdasarkan kedekatan dengan area pertambangan. Lokasi tempat tinggal dikategorikan menjadi Ring I, Ring II, dan Ring III. Ring I merupakan lokasi yang paling dekat dengan area pertambangan sedangkan Ring III merupakan lokasi yang paling jauh dengan area pertambangan.
Gambar 7.7 Lokasi Tempat Tinggal Responden
69
H0 : Semakin dekat daerah tempat tinggal responden dengan lokasi tambang maka responden tidak cenderung lebih berpartisipasi dalam program pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine H1 : Semakin dekat daerah tempat tinggal responden dengan lokasi tambang maka
responden
cenderung
lebih
berpartisipasi
dalam
program
pemberdayaan ekonomi PT Arutmin Indonesia Satui Mine Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan apakah masyarakat yang lokasi tempat tinggalnya berada di wilayah Ring I yang paling dekat dengan tambang lebih berpartisipasi dalam program AHPB. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 5.18. Tabel 5.18 Hubungan Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Partisipasi Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Partisipasi Lokasi Tempat Total Tinggal Sedang Tinggi Ring I 3 43 46 Ring II 3 27 30 Ring III 0 4 4 Jumlah 6 74 80 Berdasarkan Tabel 5.18 sebagain besar responden yang lokasi tempat tinggalnya berada di Ring I memiliki tingkat partisipasi yang tinggi sebanyak 43 orang. Adapun Responden yang lokasi tempat tinggalnya berada di ring III semuanya (4 orang) memiliki tingkat partisiapsi yang tinggi. Hasil Uji Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.720 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi responden yang lokasi tempat tinggalnya berada di Ring I tidak cenderung lebih berpartisipasi dalam program AHPB. Baik responden yang berada di Ring I, Ring II, mapun Ring III sama-sama berpartisipasi dalam program AHPB PT Arutmin. Perusahaan tidak memberikan perlakuan yang berbeda berdasarkan lokasi tempat tinggal, meskipun masyarakat yang paling banyak bergabung dalam program AHPB adalah masyarakat yang berada di Ring I. Sudah menjadi kewajiban bagi suatu perusahaan untuk bertanggung jawab lebih terhadap masyarakat yang yang berada di Ring I karena masyarakatnya merasakan dampak
70
lebih besar dan langsung dibandingkan dengan masyarakat yang berada di Ring II dan Ring III. Bentuk tanggung jawab lebih yang dilakukan oleh perusahaan adalah penerima program AHPB lebih banyak di Ring I. Namun dari sisi lain seperti peminjaman modal dan pendampingan tidak terdapat perbedaan dengan masyarakat yang bermukim di Ring II dan Ring III.
71
BAB VI KEPERCAYAAN, JARINGAN, DAN KERJASAMA YANG TERBANGUN ANTARA MASYARAKAT DAN PT ARUTMIN INDONESIA DALAM PROGRAM AHPB
Modal sosial yang diteliti dalam penelitian ini adalah modal sosial sebagai perspektif, yaitu modal sosial yang terbangun antara responden dan pihak perusahaan selama peserta program mengikuti program Aku Himung Petani Banua (AHPB). Meliputi tingkat kepercayaan, kuat jaringan, dan tingkat kerjasama. 6.1 Modal Sosial 6.1.1 Tingkat Kepercayaan Tingkat kepercayaan mencakup hubungan timbal-balik antara pemberi program (perusahaan) dengan masyarakat yang memiliki keyakinan satu sama lain untuk bertindak bersama. Responden diberikan 10 pertanyaan dan 5 pilihan jawaban yang menyangkut kepercayaan terhadap perusahaan. Setiap pilihan jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Tingkat kepercayaan responden diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden. Skor jawaban responden berdasarkan tingkatan akan disajikan pada Tabel 6.1 sebagai berikut: Tabel 6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepercayaan Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Selang Kepercayaan Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah 0 3 77 80
Persentase 0 3,8 96,3 100
Masyarakat merasa aman dan terjamin masadepannya dengan mengikuti program AHPB, karena membuka lapangan pekerjaan baru dan kesempatan untuk mengembangkan usaha. Responden yang awalnya tidak memiliki pekerjaan jadi memiliki pekerjaan sebagai petani, peternak ataupun sebagai pembudidaya ikan, sedangkan responden yang awalnya memiliki usaha tersebut mendapatkan tambahan bantuan modal untuk pengembangan usaha. Seperti yang diungkapkan oleh AF (peserta program AHPB bidang pertanian) sebagai berikut:
72 “Bapak merasa senang dengan adanya program AHPB karena memberikan lapangan pekerjaan baru bagi bapak. Bapak sangat berterimakasih kepada perusahaan yang telah menerima bapak untuk bergabung dalam program AHPB.”
Pernyataan AF sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh SB (Peserta program AHPB bidang pertanian) yang merasa diuntungkan dengan adanya program AHPB. Jika mengalami kendala-kendala dalam kegiatan bertani, beternak atau pun budidaya ikan maka masyaakat mempercayai perusahaan (tenaga pendamping lapang yang ditunjuk perusahaan) untuk membantu menyelesaikan masalah. Mereka lebih mempercayai perusahaan dibandingkan anggota kelompok karena mereka berfikir anggota kelompok yang lain sibuk dengan kegiatan masing-masing dan terkesan tidak peduli. Seperti apa yang diungkapkan oleh AF sebagai berikut: “Jika ada masalah dalam usaha pertanian, perikanan, atau peternakan maka masyarakat tidak sungkan untuk meminta tolong kepada perusahan bahkan pihak perusahaan yang pertama kali dimintai tolong dengan menyampaikannya langsung kepada Comdev atau pun melaui tenaga pendamping di lapang.”
6.1.2 Jaringan Modal sosial jaringan mencakup pola-pola hubungan yang memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan. Responden akan diberikan 10 pertanyaan dan 5 pilihan jawaban yang menyangkut kekuatan jaringan dari AHPB dimana setiap pilihan jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Tingkat kekuatan jaringan yang dimiliki responden diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden. Skor jawabab responden berdasarkan selang akan disajikan pada Tabel 6.2 sebagai berikut: Tabel 6.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat jaringan Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Tingkat Jarringan Lemah Sedang Kuat Total
Jumlah 0 6 74 80
Persentase 0 7,5 92,5 100
Tabel 6.2 memperlihatkan bahwa jaringan yang ada dalam program AHPB kuat (92,5%) yaitu sebanyak 74 orang yang menyatakan demikian. Jaringan yang kuat yaitu diperlihatkan dengan keikutsertaan responden dalam keanggotaan
73
Koperasi Agro Banua dan lembaga keuangan BMT (Baitul Maal wat Tamwil) Agro Banua. Hampir semua peserta menjadi anggota dari kedua lembaga tersebut. Adanya koperasi dan lembaga keuangan menunjukkan bahwa dalam program AHPB terdapat simpul-simpul jejaring untuk distribusi, sehingga sebagian besar masyarakat menganggap bahwa jaringan yang ada di AHPB kuat. Koperasi Agro Banua menyediakan keperluan bagi peserta program yang meliputi bibit (pertanian, peternakan, dan perikanan), pupuk serta pakan. BMT Agro Banua menyediakan modal pinjaman untuk pengembangan usaha dengan sistem syariah yaitu bagi hasil. Untuk pemasaran pertanian seperti jagung, peserta program telah mendapatkan kepastian dari perusahaan pakan ternak CornVet yang akan membeli jagung dari petani. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh SY peserta AHPB yang bekerja sebagai petani jagung, sebagai berikut: “Kami tidak merasa kesulitan untuk permodalan karena perusahaan melalui BMT telah memberikan pinjaman dan bantuan modal dengan pembayaran yang tidak memberatkan. Kami juga tidak mengalami kendala dalam pemasaran jagung karena telah difasilitasi oleh PT Arutmin untuk mrnjual hasil panen jagung kepada perusahaan CornVet.”
Selain itu pada masing-masing bidang usaha AHPB terdapat koperasi, yaitu Koperasi Pertanian Agro Banua Manunggal untuk mewadahi para petani, Koperasi Perikanan Bangun Baimbai untuk mewadahi pembudidaya ikan dan Koperasi Peternak Bina Banua untuk mewadahi para peternak. Peserta AHPB yang akan meminjam dari BMT harus terlebih dahulu menjadi anggota tetap BMT. Setelah menjadi anggota tetap, maka peserta program dapat meminjam, besarnya pinjaman bervariasi tergantung dari kebutuhan resonden. Pinjamaan yang diberikan tidak dalam bentuk uang tetapi dalam bentuk kebutuhan usaha seperti bibit, pakan, dan pupuk yag di beli dari Koperasi Agro Banua. Tidak diberikanya
pinjaman
dalam
bentuk
uang
penyalahgunaan pinjaman oleh peserta program.
tunai
untuk
mengantisipasi
74
6.1.3 Kerjasama Modal sosial kerjasama mencakup keinginan untuk akomodatif, menerima tugas dan penugasan, untuk kepentingan bersama atas dasar keyakinan bahwa kerjasama yang dilakukan akan menguntungkan. Responden akan diberikan sepuluh pertanyaan dan lima pilihan jawaban yang menyangkut kerjasama antara responden dan perusahaan, dimana setiap pilihan jawaban memiliki bobot skor yang berbeda. Tingkat kerjasama yang dimiliki responden diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden. Skor jawabab responden berdasarkan selang akan disajikan pada Tabel 6.3 sebagai berikut: Tabel 6.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kerjasama Program AHPB di Site Satui, Kalimantan Selatan Tahun 2010 Selang Kerjasama Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah 0 7 73 80
Persentase 0 8,75 91,25 100
Tabel 6.3 memperlihatkan bahwa kerjasama responden dan perusahaan ratarata tinggi (91,25%) yaitu sebanyak 73 orang. Perusahaan dan masyarakat memiliki kepentingan masing-masing dalam kerjasama ini. Perusahaan yang tidak ingin aktivitas pertambangan terhenti akibat gangguan aksi demonstrasi dan sabotase membuat sebuah program aksi pengembangan masyarakat yang diperuntukkan bagi masyarakat. Hal tersebut dilakukan agar mining operation pertambangan berjalan lancar tanpa gangguan dan hambatan dari masyarakat. Masyarakat juga memiliki keiginginkan agar kesejahteraan mereka meningkat dengan bantuan program dari perusahaan. Atas dasartersebutlah maka masyarakat dan perusahaan bekerjasama, perusahaan memberikan bantuan berupa program pengembangan masyarakat pemberdayaan ekonomi melalui program AHPB dan masyarakat tidak melakukan aksi unjuk rasa dan menduduki area pertambangan.
75
BAB VII HUBUNGAN ANTARA ETNIS DAN TEMPAT TINGGAL RESPONDEN DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DAN TINGKAT KERJASAMA YANG TERBANGUN ANTARA MASYARAKAT DAN PT ARUTMIN DALAM PROGRAM AHPB
7.1 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepercayaan H0 : Responden berjenis kelamin laki-laki tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan apakah responden laki-laki cenderung lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 7.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepercayaan terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kepercayaan Jenis Kelamin Total Sedang Tinggi Laki-laki 2 76 78 Perempuan 1 1 2 Jumlah 3 77 80 Berdasarkan Tabel 7.1 sebagian besar responden laki-laki memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sebanyak 76 orang. Adapun responden perempuan masih ada yang memiliki tingkat kepercayaan yang sedang sebanyak 1 orang. Hasil Uji Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.000 < α (0.05) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi responden laki-laki cenderung memiliki tingkat kepercayaa yang tinggi terhadap perusahaan dalam program AHPB. Sebagian besar penerima program adalah laki-laki, banyaknya laki-laki yang bergabung dalam program AHPB dikarenakan sebagai bentuk usaha memenuhi kebutuhan rumahtangga. Maka tidak heran jika sebagian besar penerima program AHPB adalah laki-laki yang merupakan kepala keluarag. Alasan lain kenapa banyak laki-laki dibandingkan perempuan dalam program AHPB karena streotype masyarakat sekitar yang mengharuskan perempuan untuk bekerja di rumah mengurusi anak dan suami. Walaupun demikian tidak menuntut kemungkinan
76
bagi perempuan untuk bergabung dalam program AHPB, hal ini terlihat dengan adanya wanita yang bergabung dalam program meskipun jumlahnya sedikit. Kegiatan program AHPB lebih banyak dihadiri oleh kaum laki-laki, seperti pertemuan-pertemuan yang dilakukan di Demplot dan pelatihan-pelatihan yang diadakan, wajar saja jika kaum laki-laki cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. Alasan lainnya karena kaum lakilaki lebih banyak berinteraksi dengan perusahaan dalam program AHPB. 7.2 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kerjasama H0 : Responden berjenis kelamin laki-laki tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan responden laki-laki cenderung lebih memiliki kerjasama yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.2. Tabel 7.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Kerjasama terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kerjasama Jenis Kelamin Total Sedang Tinggi Laki-laki 6 72 78 Perempuan 1 1 2 Jumlah 7 73 80 Berdasar Tabel 7.2 sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kerjasama yang tinggi sebanyak 72 orang. Hasil Uji Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.037 < α (0.05) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi responden laki-laki cenderung memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan dalam program AHPB. Sama seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa responden laki-laki lah yang lebih banyak menerima program dan banyak melakukan interaksi dengan pihak perusahaan, sehingga wajar saja jika laki-laki lebih cenderung memiliki tingkat kerjasama yang lebih tinggi dalam program AHPB.
77
7.3 Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Kepercayaan H0 : Responden berusia produktif tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden berusia produktif cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan apakah responden berusia produktif cenderung lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.3. Tabel 7.3 Hubungan Usia dengan Tingkat Kepercayaan terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kepercayaan Usia Total Sedang Tinggi Tidak Produktif 0 2 2 Produktif 3 75 78 Jumlah 3 77 80 Berdasarkan Tabel 7.3 sebagian besar responden yang berusia produktif memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sebanyak 77 orang. Adapun responden yang berusia tidak produktif semuanya (2 orang) memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. Hasil Uji Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.781 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi baik responden yang tergolong usia produktif maupun responden yang tergolong usia tidak produktif sama-sama memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan dalam program AHPB. Golongan usia yang berbeda tidak menjadi halangan bagi seseorang untuk menaruh kepercayaan kepada perusahaan. Perusahaan tidak memberikan perlakuan khusus kepada seseorang berdasarkan golongan usia, sehingga hal ini lah yang membuat masyarakat menaruh kepercaan kepada perusahaan. 7.4 Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Kerjasama H0 : Responden berusia produktif tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden berusia produktif cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi
78
Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan responden berusia produktif cenderung lebih memiliki kerjasama yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.4. Tabel 7.4 Hubungan Usia dengan Tingkat Kerjasama terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kerjasama Usia Total Sedang Tinggi Tidak Produktif 0 2 2 Produktif 7 71 78 Jumlah 7 73 80 Berdasarkan Tabel 7.4 sebagian besar responden berusia produktif memiliki tingkat kerjasama yang tinggi sebanyak 71 orang. Adapun responden yang memiliki usia tidak produktif semuanya (2 orang) memiliki tingkat kerjasama yang tinggi. Hasil Uji Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.662 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi baik responden yang tergolong usia produktif maupun responden yang tergolong usia tidak produktif sama-sama memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan dalam program AHPB. Golongan usia yang berbeda tidak menjadi halangan bagi seseorang untuk melakukan kerjasama dengan pihak perusahaan. Perusahaan tidak memberikan perlakuan yang khusus kepada seseorang berdasarkan golongan usia, sehingga hal ini lah yang membuat masyarakat mau melakukan kerjasama dengan perusahaan. 7.5 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Kepercayaan H0 : Responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan responden yang bekerja sebagai petani cenderung lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.5.
79
Tabel 7.5 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Kepercayaan terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kepercayaan Jenis Pekerjaan Total Sedang Tinggi Petani 2 38 40 Peternak 1 19 20 Pembudidaya Ikan 0 20 20 Jumlah 3 77 80 Berdasarkan Tabel 7.5 sebagain besar responden AHPB yang memiliki pekerjaan sebagai petani memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sebanyak 38 orang. Adapun responden yang memiliki pekerjaan sebagai pembudidaya ikan semuanya (20 orang) memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Hasil Uji Chisquare diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.585 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi Responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan dalam program AHPB. Baik Responden yang yang bekerja sebagai petani, peternak, maupun sebagai pembudidaya ikan sama-sama memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. Perusahaan tidak memberikan perlakuan khusus kepada responden berdasarkan jensi pekerjaannya, sehingga hal tersebutlah yang membuat responden memiliki kepercayaan yang tinggi kepada perusahaan. 7.6 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Kerjasama H0 : Responden yang bekerja sebagai petani cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden yang bekerja sebagai petani cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi Analisis Tabulasi Silang digunakan untuk melihat hubungan responden yang bekerja sebagai petani cenderung lebih memiliki kerjasama yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.6.
80
Tabel 7.6 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Kerjasama terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kerjasama Jenis Pekerjaan Total Sedang Tinggi Petani 2 37 39 Peternak 3 18 21 Pembudidaya Ikan 2 18 20 Jumlah 7 73 80 Berdasarkan Tabel 7.6 sebagain besar responden AHPB yang memiliki pekerjaan sebagai petani memiliki tingkat kerjasama yang tinggi sebanyak 37 orang. Hasil Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.925 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi Responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan dalam program AHPB. Baik Responden yang yang bekerja sebagai petani, peternak, maupun sebagai pembudidaya ikan sama-sama memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. Perusahaan tidak memberikan perlakuan khusus kepada responden berdasarkan jensi pekerjaannya, sehingga hal tersebutlah yang membuat responden memiliki kepercayaan yang tinggi kepada perusahaan. Walaupun penerima program AHPB lebih banyak yang memiliki pekerjaan sebagai petani. 7.7 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepercayaan H0 : Responden berpendapatan tinggi tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. H1 : Responden berpendapatan tinggi cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi Analisis Uji Korelasi Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan responden yang tingkat pendapatannya tinggi cenderung lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang disajikan pada Tabel 7.7.
akan
81
Tabel 7.7 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepercayaan terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kepercayaan Tingkat Total Pendapatan Sedang Tinggi Rendah 2 6 8 Sedang 0 66 66 Tinggi 1 5 6 Jumlah 3 77 80 Berdasarkan Tabel 7.7 sebagian besar responden yang memiliki tingkat pendapatan yang sedang semuanya (66 orang) memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.197 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi responden yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi kepada perusahaan dalam program AHPB. Baik responden yang memiliki tingkat pendapatan yang rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi kepada perusahaan. 7.8 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kerjasama H0 : Responden berpendapatan tinggi tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden berpendapatan tinggi cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi Analisis Uji Korelasi Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan responden berpendapatan tinggi cenderung lebih memiliki kerjasama yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.8. Tabel 7.8 Hubungan Tingkat Pendapaatan dengan Tingkat Kerjasama terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kerjasama Tingkat Total Pendapatan Sedang Tinggi Rendah 2 6 8 Sedang 4 62 66 Tinggi 1 5 6 Jumlah 7 73 80 Berdasarkan
Tabel
7.8
sebagian
besar
responden
yang
tingkat
pendapatannya sedang memiliki tingkat kerjasama yang tinggi sebanyak 62 orang.
82
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.441> α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi responden yang berpendapatan tinggi tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. Baik responden yang memiliki tingkat pendapatan yang rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama memiliki tingkat kerjasama yang tinggi dengan perusahaan. 7.9 Hubungan Antara Asal Mula Usaha dengan Tingkat Kepercayaan H0 : Responden yang memiliki usaha sebelum bergabung dengan AHPB tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden yang memiliki usaha sebelum bergabung dengan AHPB cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan responden yang telah memilki usaha cenderung lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.9. Tabel 7.9 Hubungan Asal Mula Usaha dengan Tingkat Kepercayaan terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kepercayaan Asal Mula Total Usaha Sedang Tinggi Usaha Baru 1 58 59 Usaha Lama 2 19 21 Jumlah 3 77 80 Berdasarkan Tabel 7.9 sebagian besar responden yang asal mula usahanya tergolong baru memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sebanyak 58 orang. Adapun responden yang asal mula usahanya tergolong kategori lama sebanyak 19 orang. Hasil Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.105 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi responden yang sebelumnya telah memiliki usaha di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan sebelum bergabung dengan program AHPB tidak cenderung lebih memiliki tinmgkat kepercayaan yang tinggi. Baik responden yang usahanya tergolong lama maupun baru sama-sama memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi kepada perusahaan.
83
7.10 Hubungan Antara Asal Mula Usaha dengan Tingkat Kerjasama H0 : Responden yang memiliki usaha sebelum bergabung dengan AHPB tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden yang memiliki usaha sebelum bergabung dengan AHPB cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan responden yang telah memilki usaha cenderung lebih memiliki kerjasama yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.10. Tabel 7.10 Hubungan Asal Mula Usaha dengan Tingkat Kerjasama terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kerjasama Asal Mula Total Usaha Sedang Tinggi Usaha Lama 5 54 59 Usaha Baru 2 19 21 Jumlah 7 73 80 Berdasarkan Tabel 7.10 sebagian besar responden yang asal mula usahanya tergolong baru memiliki tingkat kerjasam yang tinggi sebanyak 54 orang. Adapun responden yang asal mula usahanya tergolong lama memiliki tingkat kerjasama yang tinggi sebanyak 19 orang. Hasil Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2sided) hitung sebesar 0.884> α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi responden yang sebelumnya telah memiliki usaha di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan sebelum bergabung dengan program AHPB tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi. Baik responden yang usahanya tergolong lama maupun baru sama-sama memiliki tingkat kerjasama yang tinggi dengan perusahaan. 7.11 Hubungan Antara Etnis dengan Tingkat Kepercayaan H0 : Responden Etnis Jawa tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden Etnis Jawa cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan.
84
Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan apakah Etnis Jawa cenderung lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 5.11. Tabel 7.11 Hubungan Etnis dengan Tingkat Kepercayaan terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kepercayaan Etnis (Suku) Total Sedang Tinggi Jawa 1 45 46 Banjar 2 29 31 Bugis 0 3 3 Jumlah 3 77 80 Berdasarkan Tabel 7.11 sebagian besar responden Etnis Jawa memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sebanyak 45 orang. Adaun Etnis Bugis semuanya (3 orang) memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Hasil Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.589 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi Etnis Jawa tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap PT Arutmin dalam program AHPB. Baik Etnis Jawa, Banjar, maupun Bugis sama-sama memilki kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan.
7. 12 Hubungan Antara Etnis dengan Tingkat Kerjasama H0 : Responden beretnis Jawa tidak cenderung lebih cenderung memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden beretnis Jawa cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan apakah Etnis Jawa cenderun lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi dalam program AHPB. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 5.20.
85
Tabel 7.12 Hubungan Etnis dengan Tingkat Kerjasasma terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kerjasama Etnis (Suku) Total Sedang Tinggi Jawa 4 42 46 Banjar 3 28 31 Bugis 0 3 3 Jumlah 7 73 80 Berdasarkan Tabel 7.12 sebagian besar responden Etnis Jawa memiliki tingkat kerjasama yang tinggi sebanyak 42 orang. Adapun responden Etnis Bugis semuanya (3 orang) memiliki tingkat kerjasama yang tinggi. Hasil Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.852> α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi Etnis Jawa tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap PT Arutmin dalam program AHPB. Baik Etnis Jawa, Banjar, maupun Bugis sama-sama memilki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan.
7.13 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Kepercayaan H0 : Semakin dekat tempat tinggal responden dengan lokasi tambang tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Semakin dekat tempat tinggal responden dengan lokasi tambang cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan apakah semakin dekat tempat tinggal responden dengan lokasi tambang cenderung lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang
akan
disajikan pada Tabel 7.13. Tabel 7.13 Hubungan Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Kepercayaan terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kepercayaan Lokasi Tempat Total Tinggal Sedang Tinggi Ring I 1 45 46 Ring II 2 28 30 Ring III 0 4 4 Jumlah 3 77 80
86
Berdasarkan Tabel 7.13 sebagian besar responden yang berlokasi di Ring I memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sebanyak 45 orang. Adapun responden yang berada di Ring II semuanya (4 orang) memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Hasil Chi-square diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.554> α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi responden yang berlokasi di Ring I tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi kepada perusahaan. Baik resonden yang berlokasi di Ring I, Ring II, maupun Ring III sama-sama memiliki kepercayaan yang tinggi kepada perusahaan. 7.14 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Kerjasama H0 : Semakin dekat tempat tinggal responden dengan lokasi tambang tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Semakin dekat tempat tinggal responden dengan lokasi tambang cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan apakah semakin dekat tempat tinggal responden dengan lokasi tambang cenderung lebih memiliki kerjasama yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.14. Tabel 7.14 Hubungan Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Kerjasama terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kerjasama Lokasi Tempat Total Tinggal Sedang Tinggi Ring I 3 43 46 Ring II 4 26 30 Ring III 0 4 4 Jumlah 7 73 80 Berdasarkan Tabel 7.14 sebagian besar responden yang berlokasi di Ring I memiliki tingkat kerjasama yang tinggi sebanyak 43 orang. Adapun responden yang berada di Ring II memiliki semuanya (4 orang) memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan dalam program AHPB. Hasil Chi-square
87
diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.482 > α (0.05) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi responden yang berlokasi di Ring I tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi kepada perusahaan. Baik resonden yang berlokasi di Ring I, Ring II, maupun Ring III sama-sama memiliki kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan.
7.15 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepercayaan H0 : Responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tidak cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan. Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan apakah responden yang pendidikannya tinggi cenderung lebih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.15. Tabel 7.15 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kerjasama terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kerjasama Lokasi Tempat Total Tinggal Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Jumlah ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… 7.16 Hubungan Antara Lokasi Tempat Tinggal dengan Tingkat Kerjasama H0 : Responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tidak cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. H1 : Responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih memiliki tingkat kerjasama yang tinggi terhadap perusahaan. Analisis Chi-square digunakan untuk melihat hubungan apakah esponden yang tingkat pendidikannya tinggi cenderung lebih memiliki kerjasama yang tinggi terhadap PT Arutmin. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 7.16.
88
Tabel 7.16 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kerjasama terhadap PT Arutmin, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Tingkat Kerjasama Lokasi Tempat Total Tinggal Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Jumlah ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
89
BAB VIII HUBUNGAN ANTARA MODAL SOSIAL VERTIAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM AHPB Modal sosial vertikal sebagai suatu perspektif dibedakan menjadi modal sosial kepercayaan, modal sosial jaringan, dan modal sosial kerjasama. Modal sosial yang diteliti dalam penelitian ini adalah modal sosial yang terbangun antara penerima program dengan pemberi program atau disebut sebagai modal sosial vertikal. Secara keseluruhan dari ketiga modal sosial tersebut dibuat tiga kategori untuk menentukan tingkatan modal sosial responden. Ketiga kategori tersebut adalah modal sosial rendah, modal sosial sedang, dan modal sosial tinggi.
Gambar 6.1 Modal Sosial responden Partisipasi responden adalah keterlibatan responden dalam penyusunan program, pelaksanaan program, maupun pada saat monitoring program. Keterlibatan program dilihat dari kehadiran responden dalam rapat-rapat, pertemuan-pertemuan, atau pelatihan-pelatihan. Partisipasi responden dalam program dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu partisipasi rendah, partisipasi sedang, dan partisipasi tinggi.
90
Gambar 6.2 Partisipasi Responden H0 : Masyarakat yang memiliki modal sosial vertikal yang tinggi cenderung lebih berpartisipasi dalam program AHPB. H1 : Masyarakat yang memiliki modal sosial yang tinggi tidak cenderung lebih berpartisipasi dalam program AHPB. Uji Korelasi Rank Sperman digunakan untuk melihat apakah ada hubungan signifikan modal sosial masyarakat yang tinggi dengan kecenderungan untuk berpartisipasi dalam program AHPB. Hasil Tabulasi Silang akan disajikan pada Tabel 8.1. Tabel 8.1 Hubungan antara Modal Sosial dengan Tingkat Partisipasi, Program AHPB, Site Satui, Kalimantan Selatan, 2010 Modal Sosial Vertikal Tingkat Total Partisipasi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Masyarakat yang memiliki modal sosial kepercayaan yang tinggi , jaringan yang kuat serta kerjasama yang tinggi antara masyarakat dan perusahaan membuat partisipasi masyarakat dalam program tinggi. Masyarakat menaruh kepercayaan yang besar kepada perusahan lewat program AHPB mereka percaya dengan keikutsertaan mereka dalam program AHPB kesejahteraan mereka akan meningkat. Hal tersebut sudah dapat dirasakan langsung oleh sebagin besar masyarakat yang tergabung dalam program AHPB. Masyarakat masih menaruh harapan dan ketergantungan kepada perusahaan, mereka berharap perusahaan terus
membantu
mengembangkan
masyarakat
lewat
program-program
91
pemberdayaan ekonomi. Hal tersebutlah yang mendorong masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam program AHPB. Senada dengan pernyataan yang disampaikan oleh NW (peserta AHPB bidang Pertanian), sebagai berikut: “Bapak berharap perusahaan terus ada dan berkembang di Satui ini, dengan adanya perusahaan tersebut masyarakat mersa terbantu karena adanya program bantuan modal dan pembinaan, yang sebelumnya tidak pernah ada sama sekali bahkan dari pemerintah sekalipun.”
92
BAB IX PENUTUP 8.1
Kesimpulan Program Aku Himung Petani Banua telah memberikan kesempatan akses,
peluang, dan harapan yang besar kepada masyarakat sekitar tabang PT Arutmin Indonesia Satui Mine untuk lebih mengembangkan kualitas hidupnya guna peningkatan kesejahteraan. Hal inilah yang membuat masyarakat sekitar tambang, baik mayarakat lokal maupun pendatang turut berpartisipasi dalam program AHPB. Partisipasi yang dilakukan oleh peserta program masih sebatas pada hadir dalam kegiatan rapat, pelatihan, maupun pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh perusahaan. Hal ini belum mengambarkan konsep keswadayaan dan kemandirian dalam pengembangan masyarakat. Dimana masyarakat seharusnya berswadaya bersama-sama baik antar masyarakat maupun dengan perusahaan. Misalnya saja, dalam setiap kegiatan program dana tidak sepenuhnya berasal dari perusahaan tetapi swadaya antara perusahaan dan masyarakat. Hal ini agar tidak menimbulkan ketergantungan dan budaya meminta dikemudian hari. Modal sosial vertikal yang terbangun antara masyarakat dan perusahaan yang tinggi dapat dijadikan dukungan bagi masyarakat dan perusahaan untuk bersama-sama menjaga keberlangsungan program CSR serta dengan adanya dukungan tersebut, dapat memenuhi kepentingan dari masyarakat dan perusahaan. Perusahaan yang memiliki kepentingan dalam operasi tambang batu bara memerlukan kerjasama yang baik dengan masyarakat dan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat sehingga dengan demikian aktivitas pertambangan dapat berjalan lancar tanpa ada gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh masyarakat. Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam setiap program mutlak diperlukan untuk keberlangusngan suatu program pengembangan masyarakat mengingat aktivitas petambangan bukan merupakan aktivitas yang berlangsung selamanya tetapi bersifat sementara. Penting membangun kemandirian masyarakat dengan penguatan kelembagaan ekonomi, seperti pendirian koperasi, formalisasi
93
kelompok pertanian, perikanan dan peternakan, serta pendirian lembaga keuangan mikro. Karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar tambang beragam, mulai dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, suku dan lamanya usaha. Dari tujuh jenis karakteristik sosial ekonomi masyarakat, hanya tingkat pendapatan yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program. semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin ia mau berpartisipasi dalam program. Berbeda dengan modal sosial masyarakat, tidak satu pun karakteristik sosial ekonomi masyarakat mempengaruhi modal sosial yang terbangun antara pemberi program (perusahaan) dan penerima program (masyarakat).
8.2
Saran Merujuk kepada tujuan penelitian dan hasil penelitian serta memperhatian
beberapa faktor-faktor yang berhubungan dengan modal sosial dan tingkat partisipasi responden dalam program AHPB, maka Program Akuhimung Petani Banua perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Untuk meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, maka masyarakat harus diberikan ruang dan didorong untuk berswadaya antar mereka sehingga nantinya tercipta kemandirian dan menghilangkan budaya meminta kepada perusahaan.
2.
Pola pendampingan intensif harus dilaksanakan secara berkelanjutan untuk memantau perkembangan komunitas lokal penerima program agar tercipta kader penerus yang dapat menggerakkan masyarakat serta menciptakan kemandirian dan ketidak ketergantungan masyarakat kepada perusahaan.
3.
Perlu penjelasan mengenai mekanisme peminjaman modal ke BMT secara merata, karena sebagian dari peserta program tidak mengetahui mekanisme peminjaman modal.
4.
Perlu penambahan tenaga ahli pendamping di lapang, karena dalam beberapa kasus ada beberapa peserta program yang tidak mendapatkan kunjungan dalam jangka waktu yang lama dari tenaga ahli pendamping.
94
5.
Mengoptimalkan peran koperasi sehingga mampu menampung hasil usaha masyarakat sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil usahanya, karena beberapa anggota program AHPB masih kesulitan untuk memasarkan hasil usahanya.
95
DAFTAR PUSTAKA
Ambadar, Jackie. 2008. CSR dalam Praktik di Indonesia. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Basir. Salim. 2008. Pendekatan Innovatif dalam Capacity Building Keuangan Mikro. Disampaikan pada WORKSHOP NASIONAL di Jakarta, 15 Mei 2008. http://ybul.or.id/Proceeding%20Nasional%20Workshop.pdf. diakses tanggal 20 Januari 2008. Budimanta, Arif. Dkk. 2008. Corporate Social Responsbility: Alternatif Bagi Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Indonesia Center for Suistainable Development. Dewani, Anggarry Pasha. 2009. Kebijakan, Implementasi dan Komunikasi Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Skripsi. Departemen Sains Komunikasi dan pengembangan masyarakat, Fakultas Ekologi manusia, Institut Pertanian Bogor. Djohan, Robby. 2007. Leaders and Social Capital: Lead to Togetherness. Jakarta: FUND ASIA EDUCATION Dudy Bagus Prasetyo. 2009. Fakor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Sekitar Tambang PT Arutmin Satui Mine dalam Pelaksanaan Program Aku Himung Jadi Petani Banua. Tesis. Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pasca Sarjana, Universitas Lambung Mangkurat. Lawang, Robert M. Z. 2005. Kapital Sosial Dalam Perpektif Sosiologik (Suatu Pengantar). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Jakarta: Fisip UI Press Makmur, Setia. 2005. Partisipasi Masyarakat Dalam Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nasdian, Fredian Tony. 2006. Modul Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat. Bogor (tidak dipublikasikan)
96
Pangestu, M. H. T. 1995. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Kegiatan Perhutanan Sosial (studi kasus: KPH Cianjur, jawa barat). Tesis. Pascasarjana. IPB. Bogor. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung: Alfabeta Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Jakarta: PT. Refika Aditama Suwartika, Rika. 2003. Struktur Modal Usaha Dan Fungsi Modal Sosial Dalam Strategi Bertahan Hiduppekerja Migrant Di Sektor Informal. Skripsi. Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Intitut Pertanian Bogor. Tirtosoekotjo, Soedjoko. 2007. Peran APBI-ICMA Dalam Mendorong Komitmen Anggotanya Melaksanakan CSR Dalam Konteks Perlindungan Lingkungan Dan Kehidupan BerkelanjutanDisampaikan pada Forum “CSR FOR A BETTER LIFE” - A Learning Forum Series. Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility). Gresik: Fascho Publishing.