Kesejahteraan Petani dalam Perspektif Sistem Ekonomi Pancasila Prof. Dr. Bustanul Arifin
[email protected]
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA Dewan Komisioner dan Ekonom Senior INDEF Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Seminar Universitas Trilogi “Mewujudukan Kemandirian Pangan dan Kesejahteraan Petani melalui Pendekatan Sistem Ekonomi Pancasila”, Kamis tanggal 22 Maret 2017 di Jakarta
Sistematika Presentasi 1. 2. 3. 4. 5.
Sistem Ekonomi Pancasila: Belum Selesai? Kemiskinan Petani dan Ketimpangan Pendapatan Paradoks Data Surplus dan Impor Beras Divergensi: Domestik vs Global, Gabah vs Beras Perubahan Kebijakan Pembangunan Pertanian
Sistem Ekonomi Pancasila Mubyarto 1. Perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, moral dan sosial; 2. Kehendak kuat untuk mewujudkan keadaan kemerataan sosial ekonomi; 3. Jiwa kebijakan adalah pengembangan ekonomi nasional yang kuat, tangguh dan menjunjung nasionalisme; 4. Koperasi merupakan soko guru perekonomian nasional; 5. Perimbangan jelas dan tegas antara sentralisme dan desentralisme kebijakan untuk menjamin keadilan ekonomi, keadilan sosial, efisiensi pertumbuhan ekonomi
Sistem Ekonomi Pancasila Boediono 1. 2. 3. 4.
Koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional, Manusia adalah economic man, social & religious man Kehendak ke arah egalitarian dan kemerataan sosial Prioritas utama kebijakan diletakkan pada penyusunan perekonomian nasional yang tangguh, 5. Sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi, diimbangi perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah, misalnya pada cita-cita koperasi secara khusus dan cita-cita nasional secara umum.
Sistem Ekonomi Pancasila Universitas Trilogi (Belum final, dalam proses sintesis dan konseptualisasi) • Proses ontologis keberadaan, epistemilogis cara kerja, aksiologis kegunaan bagi seluruh rakyat Indonesia; • Rambu-rambu: sistem ekonomi tersendiri, memiliki otentias khas Indonesia, nilai-nilai luhur kemandirian, kekeluargaan, kebersamaan, kerakyatan, dan kegotongroyongan, dll; • Sistem ekonomi jalan ketiga, beyond right and left, tapi aktual dan kompatibel dengan perkembangan zaman; • Relevan dengan sistem ekonomi pasar sosial, mampu menanggulangi masalah kemiskinan, kesenjangan, ketergantungan pada dominasi asing dll; • Pembahasan kali ini diharap mampu berkontribusi nyata.
18.2
18.
1
Penduduk miskin di desa lebih besar dari di kota
30
20
Presentase Penduduk Miskin
Presentase Penduduk Miskin (%)
40
Jumlah Penduduk Miskin
30
25
20
15.42
15
10
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
11.96
12.49
Mar-16
13.33
14.15
Sep-15
0 Mar-15
16.58
Sep-14
17.75
Mar-14
15.97
Sep-13
Mar-13
Sep-12
Mar-12
Sep-11
Mar-11
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
0
16.66
5
17.42
10
12.36
50
23.43
60
Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang)
Kemiskinan 2016: Dari 28 juta penduduk miskin, 17,7 juta (63.2%) berada di pedesaan dan 10,3 juta (36.8%) berada di perkotaan
Desa Tertinggal: 45% dari Total 74.754 Desa
-5
=
: Total Desa Tota Desa 23.005
=
l l Desa :Tert ngga
-
ii
Des a T ert ngga
13.705
i l Persentase : Persentase Desa Tert ngga Desa Tertingga
Total Desa:
8.677
l
=
:
l
:
2.116
5 Desa Tert nggali
=
5.161
Persentase
l : l 988 :
Desa Tertinggal:
59,57%
59.48%
46,59%
' l
:
l Tota Desa 23.116
l l: Desa Tert nggal: 6.959
Persentase Desa Tert ngga
K
5
----=
=-=----'-'----'-..:.=~.,........_::.._-..;·:~· .. -•
30.08%
DESA EBERADAAN
l
·
i
:
2.570
-=
Tota Desa: Persentase 3.946 ; Desa ......__----:-- Desa Tert nggal Tertlnggal: Tert 65.13%
= -=
1.12
ingga l:
Total oesa 6
6.269
Desa
Desa ;;; 17,96%
Ketimpangan Naik sejak Otonomi Daerah 0.45 0.43
0.41
0.41 0.39 00.394 0.37 0.35 0.33 0.35
0.32
0.31 0.29
0.27 0.25
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1996 2015 Nasional 1996 dan 2005
DI Yogyakarta Jawa Timur Banten*
Sulawesi Barat** Maluku Maluku Utara* Papua Barat** Papua
ntan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara** Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo*
*) Data hanya tahun 2005 dan 2015 **) Data hanya tahun 2015 Sumber : Badan Pusat Statistik 2005
Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep.Bangka Belitung* Kep. Riau* DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau
Ketimpangan menurut Provinsi, 1996-2015
Nasional 2015
Ketimpangan Pendapatan di Desa dan Kota 0.45
0.43
0.35
0.32
0.41
0.41
0.33
0.41
0.34
0.41
0.41
0.41
0.37
0.33
0.33
0.33
0.327
0.32 0.33
Perkotaan + Perdesaan
Perkotaan
Perdesaan
16-Mar
15-Sep
Mar-15
Sep-14
Sep-13
Mar-13
Sep-12
Mar-12
Sep-11
0.32 Mar-11
2009
2008
0.42
0.43
0.40
0.32
2010
0.364
0.363
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
2007
2005
0.329 2002
0.308 1999
1996
0.3
0.43
0.34
0.355
0.35
0.42
Mar-14
0.38
0.42
0.43
0.390.38
0.4
0.41
0.42
0.43
Determinan Ketimpangan Pendapatan • Karakter pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas: Dominasi sektor non-tradable, tapi kinerja sektor tradable tidak baik, terutama pertanian dan industri manufaktur. • Pemerataan kepemilikan aset: distribusi lahan memburuk, petani berlahan sempit meningkat (54%) per tahun. • Akses terhadap faktor produksi dan sumberdaya terbatas, buruknya infrastruktur ekonomi dan sumberdaya produksi • Kebijakan pemerintah yang tidak efektif: Misal subsidi pangan, subsidi pendidikan, subsidi pupuk dll. Sekitar 65% petani termiskin menerima 3% subsidi pupuk, tapi 1% petani terkaya telah menikmati 70% subsidi pupuk, dan 5% petani terkaya menikmati 90% subsidi
Akses Lahan: Petani vs. Perusahaan
Hutan Tanaman Industri
227
Hutan Kemasyarakatan
Perusahaan Perkebunan Petani tidak berlahan Petani/Pekebun
menguasai
26.000.000 ha
menguasai
10.300.000 ha
11.499
menguasai
240.000 ha
2.178
menguasai
16.000.000 ha
13.572.000
menguasai
0 ha
menguasai
21.500.000 ha
23.728.000
Sumber: Jamal (2014), dari Sirait et al (2014)
Khutanan
304
Perkebunan
Hak Konsesi Hutan
Indeks Gini Ketimpangan Lahan 0.75 0.717
0.7 0.65
0.643
0.64
0.6 0.55
0.541 0.504
0.5
0.45 0.4 1973
1983
1993
Sumber: BPS-Sensus Pertanian 1973, 1983, 1993, 2003, dan 2013
2003
2013
Subsidi Pertanian Meningkat Pesat (Rp T)
Sumber: World Bank, Januari 2017, diolah dari Data APBN Kementerian Keuangan
Produsen & Konsume Beras Global 2016 (Juta ton) 1 2 2 % 1 13 9 3% 4 % 2 8 6 %3
1 1
8 9
18 %
1 3 3 %
14 7 30 %
1 0 8 23 %
1 4 r:4 30 %
37 58 107 7% 22% % foogkok
I I Fi6pina
Bangladesh I Indi I a Indonesia II Vietnam Myanmar Thailand I L.ainnya
Tiongk ok
I Filipina
I
Ind I Indonesia I Bangladesh ia VietnamI Thailand Myanmar I L.ainnya
Sumber: USDA, 2016
I
Stok Produk Strategis yang Dikuasai China 70
Percent of world total 2006-07 to 2015-16 average
2016-2017
60
50
40
30
20 Cotton Sumber: USDA, 2016
Rice
Maize
Wheat
2016: BPS tidak merilis produksi pangan • Data resmi terakhir BPS adalah angka tetap 2015 (per 1 Juli2016) Produksi padi, jagung dan kedelai (Pajale) meningkat signifikan, walau metode estimasi diragukan. BPS kini sedang memperbaiki. • Padi: Produksi 75,40 juta ton gabah (43 juta ton beras, konversi 0,57), naik 6,42%. Jika konsumsi padi 114 kg per kapita, total konsumsi beras: 31 juta ton. Teori Surplus. Mengapa harga naik? • Jagung: Produksi 19,61 juta ton pipilan kering, atau naik 3,18%, untuk pakan ternak. Mirip dengan beras, impor 2015: 2,5 juta ton. • Kedelai: Produksi 963 ribu ton kering, naik 0,86%, jauh dari target swasembada adalah 3,2 juta ton. Impor sebagian besar dari AS. • Gula: Produksi 2,6 juta ton, di bawah target produksi 2,8 juta ton. Konsumsi 6 juta ton, jauh untuk dipenuhi dari suplai domestik. Impor gula mentah untuk industri gula rafinasi selalu meningkat.
Paradoks Surplus dan Impor Beras Impor Beras 2010-2016
Surplus Beras 2010-2016 3.000
12
10,2 2
10
c
.0. .
4
2.50 0 2.00 c0
8
§ 6
2.75 0
3,9 3
4,7 0
.0..
§
5,9 0 4,4 5
1.8 10
1.500
42 0
1.00 0
2
84 4
47 3
50 0 0 201 0
201 1
2012
Sumber: BPS, 2010-2016
201 3
201 4
201 5
201 0
201 1
201 2
2013
2014
201 5
Harga Relatif Beras terhadap Harga Umum Jan 1969-Agt 2015 (1996=100) Larangan Impor
1,600 El-Nino 1997
1,400 Musim Kering 1972 plus Hama Wereng y = 0.0446x - 494.74 R² = 0.6269
1,200
1,000
Rata-rata Harga Beras Selama Orde Baru
800
Sumber: Ikhsan (2016) Nov-92
Aug-89
Jul-88
May-86
Mar-84
Nov-79
Jul-75
Aug-76
May-73
Mar-71
600
Harga Beras: Menjauh dari Harga Global
Sumber: Patunru, (2017)
Laju Inflasi: Dipicu Volatilitias Harga Pangan 0
/o,yoy
-core
-Volatile Food
Administered Prices
20 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ 2010
2011
Sumber: Bank Indonesia, 2016
2012
2013
2014
2015
2016
Pergerakan Harga Gabah dan Beras, 2014-2016 11.000
10.000
9.000
8.000
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
,------------------- --------------------J ,,-------------------------------
-
Jan Feb Mat Nx Mei Jun Jul Agl Sep Okt NOii Des JM Feb Mar Nx Meo Jun Jul tv;p. Sep Oki Nov Des Jan Feb Mat Nx Me, Jun Jul tv;p. Sep Okt
-------J ~4
- - - - HPP GKP Petarll
-
Harga GKP Petanl
Cl]
~5
----
Sumber: BPS dan Kementeerian Perdagangan, 2014-2016
HPP Beras -
~5
Hatga Beras Medil.m
PanenRay a
Perubahan Kebijakan Pembangunan Pertanian • •
• • •
Perubahan kebijakan pembangunan pertanian perlu bervisi besar “pemihakan dan pemberdayaan petani untuk kesejahteraan”, tagline Sistem Ekonomi Pacasila; Reforma Agraria: reforma aset lahan dan reforma akses (informasi, teknologi dan pembiayaan) adalah opsi wajib (fixed variable) dalam pembangunan pertanian; Pemberdayaan petani: insentif ekonomi dan bantuan langsung tepat sasaran, disertai pendampingan intensif; Pembenahan struktur pasar, pendekatan rantai nilai, integrasi hulu-hilir, kesempatan mauk ke pasar global; Integrasi pasar, inovasi dan adopsi teknologi, dukungan R&D produk pertanian yang bernilai tambah tinggi dll;
Industrialisasi Pedesan: Ekonomi Kreatif • Industrialisasi pedesaan, sumber daya pedesaan terampil di hulu, industrialisasi merangsang pembangunan pedesaan • Diversifikasi usaha pertanian, terutama di pedesaan, untuk mengurangi risiko. Solusi rural non-farm employment (RNFE) • Kemitraan usaha besar dan kecil, skema contract-farming saling menguntungkan, untuk memperbesar akses pasar; • Teknologi informasi untuk mempeluas akses informasi pasar, informasi teknologi, dan informasi pembiayaan; • Peningkatan ekonomi kreatif, memanfaatkan budaya kreatif dan peningkatan nilai tambah dan pasar segmen khusus; • Integrasi peningkatan kapasitas dan pengembangan SDM pedesaan, pemanfaatan dana desa, pembenahan aransemen kelembagaan, dan modal sosial (trust) dalam masyarakat.