TINGKAT KETAHANAN LIMA JENIS TANAMAN FAMILI FABACEAE TERHADAP HUJAN ASAM (STUDI PEMILIHAN JENIS TANAMAN HUTAN KOTA)
PRATITI BUDI ASIH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN PRATITI BUDI ASIH. E34054071. Tingkat Ketahanan Lima Jenis Tanaman Famili Fabaceae Terhadap Hujan Asam (Studi Pemilihan Jenis Tanaman Hutan Kota). Di bawah bimbingan RACHMAD HERMAWAN dan ELIS NINA HERLIYANA Kondisi lingkungan saat ini semakin menurun, khususnya pada daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan pencemaran baik udara, air, maupun tanah. Selain faktor alami seperti proses pembusukan, cemaran udara juga diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti industri dan transportasi. Salah satu dampak dari pencemaran udara adalah hujan asam. Hujan asam diakibatkan oleh reaksi partikel polutan yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil seperti SOx, NOx dan Cl dengan uap air. Reaksi tersebut menghasilkan asam sulfat, asam nitrat dan asam klorida dalam air hujan sehingga pH air hujan menurun dan bersifat asam. Hujan asam dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu upaya perbaikan kualitas lingkungan adalah dengan pembangunan hutan kota. Tanaman sebagai komponen utama hutan kota berfungsi sebagai penetralisir unsur kimia. Sehingga dalam pembangunannya perlu dilakukan pemilihan jenis tanaman yang tahan terhadap hujan asam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis tanaman yang tahan terhadap hujan asam dan melihat kecenderungan kerusakan tanaman akibat hujan asam pada berbagai level pH. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat memberikan rekomendasi dalam pemilihan jenis tanaman hutan kota. Tanaman yang diuji adalah tanaman dari famili fabaceae berumur 5 bulan : flamboyan (Delonix regia), saputangan (Maniltoa grandiflora), asam jawa (Tamarindus indica), saga merah (Adenanthera pavonina) dan trembesi (Samanea saman). Penelitian pada bulan Januari sampai Februari 2010) di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fahutan IPB Dramaga. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian hujan asam dengan kadar pH 5,6, 4,2, 3,5, 2,8 dan air tanpa tambahan asam pada setiap 5 jenis anakan fabaceae yang berumur 5 bulan dengan frekuensi 1,5 hari, 3 hari dan 6 hari. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 ulangan. Parameter pertumbuhan yang digunakan adalah tinggi, jumlah daun dan berat kering tanaman. Selain itu dilakukan perhitungan derajat kerusakan daun dengan metode skoring. Analisis data dilakukan dengan Uji t yang membandingkan antara populasi kontrol dan populasi perlakuan. Kemudian anakan dikategorikan menjadi sangat tahan, tahan dan tidak tahan dengan metode Dahlan (Dahlan 1995). Jenis tanaman yang tahan adalah saputangan (M. grandiflora) dan saga merah (A. pavonina) dengan nilai skoring parameter 0. Sedangkan jenis yang tidak tahan adalah flamboyan (D. regia) dengan nilai skoring -4, asam jawa (T. indica) dan trembesi (S. saman) dengan total skoring -1. Kerusakan yang terjadi pada anakan tanaman adalah klorosis, nekrosis dan malformation. Selain itu terjadi serangan hama kutu daun pada saputangan dan penyakit embun tepung pada asam jawa. Kata kunci: Hujan Asam, tahan, fabaceae.
SUMMARY
PRATITI BUDI ASIH. E34054071. Resistance of Five Types of Plant Fabaceae's Family Against Acid Rain (Study of Selection Urban Forest Plant Spesies). Under supervision of RACHMAD HERMAWAN and ELIS NINA HERLIYANA Nowadays the quality of environment in urban area is getting decrease. This is caused by an increase in both air pollution, water, or soil. In addition to natural factors, air pollution is also caused by human activities such as industry and transportation. One of the impacts of air pollution is acid rain. Acid rain caused by the reaction of particles of pollutants produced from burning fossil fuels such as SOx, NOx and Cl with water vapor. The reaction produces sulfuric acid, nitric acid and hydrochloric acid in rain water. As a result of rain water was pH decline and acidic. Acid rain can have a negative impact on the environment. One of the environmental quality improvement efforts is the development of urban forest. Plant as a major component of urban forest serves as a neutralizing chemical elements. Thus, in its development should be the choice of crops that are resistant to acid rain. The purpose of this study was to determine the types of plants that are resistant to acid rain and to see the trend of plant damage caused by acid rain at various pH levels. The result was expected to be useful to provide recommendations in the selection of urban forest plant species. Treatment plant were from Fabaceae family which aged 5 moths : Delonix regia (saputangan), Maniltoa grandiflora (saputangan), Tamarindus indica (asam jawa), Adenanthera pavonina (saga merah) and Samanea saman (trembesi). This study was conducted in January until February 2010 in greenhouse Laboratory of Silviculture Faculty of Forestry IPB Dramaga. The treatment given was acid rain with pH levels of 5.6, 4.2, 3.5, 2.8 and water without the addition of acid with a frequency of 1.5 days, 3 days and 6 days. Repetition is as much as 5 replicates. Growth parameters were height, leaf, dry weight of plants. The degree of leaf damage was calculated by scoring methods. Data analysis was performed by t-test comparing between control and treatment populations. The plants are categorized into highly resistant, resistant or not resistant to the methods of Dahlan (Dahlan 1995). The type of resistant plants is M. grandiflora (scor 0) and A. pavonina (scor 0). The type of not resistant plants is D. regia (scor -4). T indicus (scor -1) and Samanea saman (scor -1). Damage to plants are chlorosis, necrosis and malformation. In addition, also occurred aphids pest ambush in M. grandiflora and powdery mildew disease in T. indica.
Keywords: Acid rain, urban forest, resistant, fabaceae
TINGKAT KETAHANAN LIMA JENIS TANAMAN FAMILI FABACEAE TERHADAP HUJAN ASAM (STUDI PEMILIHAN JENIS TANAMAN HUTAN KOTA)
PRATITI BUDI ASIH
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Tingkat Ketahanan Lima Jenis Tanaman Famili Fabaceae Terhadap Hujan Asam (Studi Pemilihan Jenis Tanaman Hutan Kota) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Pratiti Budi Asih NRP E34054071
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini di susun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Kaca Laboratorium Silvukultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul Tingkat Ketahanan Lima Jenis Tanaman Famili Fabaceae Terhadap Hujan Asam (Studi Pemilihan Jenis Tanaman Hutan Kota) ini disusun berdasarkan adanya permasalahan lingkungan berupa hujan asam yang terjadi di kota-kota besar akibat aktivitas manusia. Dengan demikian perlu dilakukan upaya perbaikan lingkungan, salah satunya dengan pembangunan hutan kota. Skripsi ini menguraikan tentang ketahanan lima jenis tanaman terhadap hujan asam dari beberapa parameter pertumbuhan. Jenis yang digunakan meliputi flamboyan (Delonix regia), saputangan (Maniltoa grandiflora), asam jawa (Tamarindus indica), saga merah (Adenanthera pavonina) dan trembesi (Samanea saman). Selain itu diuraikan mengenai kerusakan yang terjadi pada tanaman serta penyakit yang menyerang tanaman akibat hujan asam. Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Januari 2011 Pratiti Budi Asih
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Pratiti Budi Asih dilahirkan di Sleman pada tanggal 8 Juni 1986 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan dr. Ali Sjahri, SpA dan Rohyati. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun 2005 lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata sebagai Mayor dan memilih supporting course dari Departemen Silvikultur, Departemen Komunikasi Pengembangan Masyarakat, dan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Selama menuntut ilmu di IPB penulis bergabung dengan Agria Suara IPB pada tahun 2005 dan Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) yang bergabung di Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH). Penulis pernah mengikuti kegiatan Eksplorasi Flora dan Fauna Indonesia (RAFFLESIA) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) bersama HIMAKOVA pada tahun 2006. Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di daerah Indramayu – Linggarjati tahun 2007, Praktik Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di Taman Karyasari Bogor dan Kebun Binatang Ragunan Jakarta tahun 2008 serta Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Kerinci Seblat tahun 2008. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Tingkat Ketahanan Lima Jenis Tanaman Famili Fabaceae Terhadap Hujan Asam (Studi Pemilihan Jenis Tanaman Hutan Kota). Penulis dibimbing oleh Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F dan Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi Rabbal ‘Alamiin, Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak dan Ibu serta Adik dan Kakak penulis yang tidak pernah berhenti berdo’a dan memberikan kasih sayang, semangat serta dukungan kepada penulis. 2.
Bapak Ir. Rachmad Hermawan M.Sc.F dan Ibu Dr. Ir. Elis Nina Herliyana M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
3.
Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS perwakilan dari Manajemen Hutan, Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS perwakilan dari Hasil Hutan dan Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS perwakilan dari Silvikultur sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini.
4. Seluruh keluarga besar Fakultas Kehutanan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, seluruh dosen pengajar, Staf KPAP dan rekan-rekan mahasiswa KSHE yang selalu membantu selama ini. 5. Teman-teman KSHE (Tarsius)’42 semuanya dan keluarga besar HIMAKOVA atas bantuan, semangat, dukungan serta kebersamaannya 6. Keluarga besar Kelompok Pemerhati Herpetofauna khususnya dan Temanteman
Wisma
Maharlika
atas
bantuan,
semangat,
dukungan
serta
kebersamaannya. 7. Nur Azizah, Nissa Qodriyandi, Pesta P. Simbolon, Cory Wulan, Difa Fathona yang banyak membantu dalam pengambilan dan pengolahan data. 8. Seseorang yang disayangi, yang senantiasa memberikan semangat, bantuan dan doa kepada penulis. 9. Seluruh pihak yang telah bekerja sama membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga semua bantuan, dukungan, semangat, dan doa yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Amiin.
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................. i RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... ii UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................... iv DAFTAR TABEL …..………….......…………………………….............. vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. viii I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ….……………………………………….................. 1 1.2 Tujuan .………………….……………………………….........…..... 2 1.3 Manfaat ….…………….…………………………………........….... 3 1.4 Kerangka Pemikiran …..………………………………….......…… 3 1.5 Keluaran …………………………………………………….......….. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5 2.1 Hujan Asam …….……………………………………...................... 5 2.1.1 Pengertian Hujan Asam .….………………..………........…... 5 2.1.2 Proses Hujan Asam …...…............……………….......……… 5 2.1.3 Faktor Penyebab Hujan Asam ……………………….....……. 5 2.1.4 Pengaruh Hujan Asam ……………………..………......……. 7 2.2 Hutan Kota ..…..…………….…………….…………….......….…... 8 2.2.1 Pengertian Hutan Kota …………………..……..…......……… 8 2.2.2 Peranan Hutan Kota …..…………….…………….....……...... 8 2.3 Botani Fabaceae ………………………………..………......….…… 9 III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 12 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..………..……………......…………. 12 3.2 Alat dan Bahan …..…………..………………………......………… 12 3.3 Prosedur Penelitian ………………..…………………….....………. 12 3.4 Parameter Penelitian ………………..………………….....………... 14 3.5 Analisis Data ….……………..…………………………....……....... 15 3.6 Penentuan Tingkat Toleransi …………..………………....………... 17
v
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
19
4.1 Hasil ………………………………………………….………......
19
4.1.1 Flamboyan ……………………………………………........
19
4.1.2 Saputangan ……………………………………………......
23
4.1.3 Asam Jawa …………………………………………….......
26
4.1.4 Saga Merah ……………………………………………......
30
4.1.5 Trembesi ………………………………………….…….....
35
4.2 Pembahasan …………………………………………….…….......
39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..………………………….………....
49
VI. DAFTAR PUSTAKA ..…………………………………………….... 50 LAMPIRAN …………………………………………….………………..
52
vi
DAFTAR TABEL No
Halaman
1.
Skoring untuk Menentukan Tingkat Kerusakan pada Anakan …….
14
2.
Pertambahan tinggi flamboyan (cm) ...……………………………
20
3.
Pertambahan daun flamboyan (helai) .…………………………....
21
4.
Pertambahan cucu daun flamboyan (helai) ..……………………..
21
5.
Berat kering flamboyan (gram) .…………………………………..
22
6.
Derajat kerusakan flamboyan (%) ………….……………………..
22
7.
Pertambahan tinggi saputangan (cm) .……………………………..
23
8.
Pertambahan daun saputangan (helai) …..…………………………
23
9.
Pertambahan cucu daun saputangan (helai) ……………………….
25
10.
Berat kering anakan saputangan (gram) .…………………………..
25
11.
Derajat kerusakan daun saputangan (%) ..………………………….
26
12.
Pertambahan tinggi asam jawa (cm) …………………………….....
27
13.
Pertambahan daun asam jawa (helai) .……………………………...
27
14.
Pertambahan cucu daun asam jawa (helai) …………………….......
29
15.
Berat kering asam jawa (gram) ………………………………….....
29
16.
Derajat kerusakan asam jawa (%) .…………………………………
30
17.
Pertambahan tinggi saga merah (cm) ………………………………
31
18.
Pertambahan daun saga merah (helai) ……………………………...
32
19.
Pertambahan cucu daun saga merah (helai) ……………………......
33
20.
Berat kering saga merah (gram) .…………………………………..
34
21.
Derajat kerusakan saga merah (%) …………………………………
34
22.
Pertambahan tinggi trembesi (cm) ………………………………....
35
23.
Pertambahan daun trembesi (helai) ………………………………...
36
24.
Pertambahan cucu daun trembesi (helai) ………………………......
37
25.
Berat kering trembesi (gram) ………………………………………
38
26.
Derajat kerusakan trembesi (%) ……………………………………
38
27.
Skoring parameter pertumbuhan 5 jenis anakan fabaceae …………
47
vii
DAFTAR GAMBAR No 1.
Halaman Kerangka pemikiran penelitian …………………………………… 4
2.
Anakan flamboyan (a) Blok kontrol; (b) Blok IV (pH 2,8) frekuensi 3 hari ………………………………..……………………………....
20
3.
Anakan saputangan (a) blok I (kontrol); (b) Blok II (pH 5,6) frekuensi1,5 hari; (c) Blok V (pH 2,8) fekuensi hari ………………. 24
4.
Kondisi daun anakan saputangan (a) tanpa kerusakan; (b) malformation pada daun .………………………………………
26
Anakan asam jawa (a) Blok I (kontrol); (b) Blok II (5,6) frekuensi 1,5 hari; (c) Blok V (2,8) frekuensi 3 hari ….……………
28
5.
6.
Kondisi daun anakan asam jawa (a) Tanpa kerusakan; (b) Malformation dan klorosis pada daun .……………………….... 30
7.
Anakan saga merah (a) Blok I (kontrol); (b) Blok II (5,6) frekuensi 1,5 hari; (c) Blok III (4,2) frekuensi 6 hari .……………………….
31
Anakan saga merah frekuensi tiga hari (a) blok II (pH 5,6); (b) Blok IV (pH 3,5) …….………………………………………..
32
Kondisi daun anakan saga merah (a) Tanpa kerusakan; (b) Klorosis pada daun…….…………………………………………………….
35
Anakan trembesi (a) Blok II ( pH 5,6) frekuensi 6 hari; (b) Blok IV (pH 3,5) frekuensi 3 hari .………………………………………….
36
11. Anakan Trembesi (a) Blok I (kontrol); (b) Blok V (2,8) frekuensi 3 hari ……………………………………………………………….
37
12. Klorosis pada daun anakan trembesi (a) Klorosis; (b) Tanpa kerusakan daun ……………………………………………………..
39
8.
9.
10.
viii
DAFTAR LAMPIRAN No. 1.
Halaman Data curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan Kota Bogor tahun 2008 – 2009 .............................................................. 53
2.
Hasil Uji t pada anakan flamboyan ........................................................ 53
3.
Hasil Uji t pada anakan saputangan ....................................................... 54
4.
Hasil Uji t pada anakan asam jawa ........................................................ 54
5 . Hasil Uji t pada anakan saga merah ....................................................... 54 7.
Hasil Uji t pada anakan trembesi ........................................................... 55
8.
Hasil analisis laboratorium sampel air yang digunakan .......................... 55
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini permasalahan lingkungan hidup terutama pencemaran lingkungan semakin meningkat khususnya di daerah perkotaan. Peningkatan ini terjadi sejalan dengan pengembangan pembangunan di berbagai bidang. Pencemaran lingkungan yang terjadi meliputi pencemaran air, tanah dan udara. Ketiga pencemaran tersebut saling berhubungan, namun pencemaran yang pengaruhnya cukup besar adalah pencemaran udara. Pencemaran udara adalah masuknya kontaminan-kontaminan ke dalam atmosfir yang menimbulkan pengaruh buruk terhadap organisme hidup (Sastrawijaya 1991). Pencemaran ini terjadi karena partikel-partikel pencemar cukup banyak sehingga tidak dapat diabsorbsi atau dihilangkan. Pencemaran udara disebabkan oleh faktor alami seperti abu dari letusan gunung berapi, pembusukan bahan organik mati, tepung serbuk sari yang terbawa angin dan lain sebagainya. Pencemar udara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia memberikan dampak yang lebih besar bagi pencemaran udara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, aktivitas industri dan transportasi semakin meningkat. Demikian pula dengan penggunaan bahan-bahan kimia dalam kegiatan industri yang semakin bertambah dan berkelanjutan. Bahan pencemar udara ini kemudian tersebar dan bertambah kepekatannya sehingga ikut mencemari air dan tanah. Salah satu dampak yang diakibatkan oleh pencemaran udara adalah terjadinya hujan asam. Partikel polutan seperti SOx, NOx dan Cl yang dihasilkan salah satunya karena pembakaran bahan bakar fosil bereaksi dengan uap air maupun air hujan. Reaksi tersebut menghasilkan asam sulfat, asam nitrat dan asam klorida dalam air hujan. Akibatnya pH air hujan akan menurun dan bersifat asam. Hujan dapat digolongkan sebagai hujan asam apabila memiliki pH lebih rendah dari 5,6 (Dahlan 2004). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa hujan yang terjadi di daerah Cibinong Kabupaten Bogor telah tergolong ke dalam hujan asam dengan pH sebesar 5,56 (Sari 2005).
2
Hujan asam ini dapat berdampak negatif bagi lingkungan, baik tanah, air maupun tanaman. Pada tanaman, hujan asam dapat mengakibatkan kerusakan pada kutikula dan apabila konsentrasi pencemarnya tinggi dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan pada daun. Selain menyebabkan proses fotosintesis terganggu, kerusakan jaringan pada daun ini juga memudahkan sumber penyakit menyerang lewat jaringan yang rusak tersebut (Nasution 1991). Pengaruh hujan asam yang cukup besar terhadap kerusakan lingkungan mengakibatkan perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas lingkungan secara tepat antara lain dengan membangun hutan kota. Tanaman sebagai salah satu komponen hutan kota dapat dimanfaatkan sebagai penetralisir unsur kimia tertentu. Oleh karena itu dalam pembangunannya perlu dilakukan pemilihan jenis tanaman yang tahan terhadap kondisi lingkungan seperti hujan asam. Adapun jenis tanaman hutan kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis-jenis tanaman dari famili fabaceae. Jenis ini adalah jenis yang umum ditanam di dalam kawasan hutan kota (Dahlan 2004). Pemilihan jenis ini didasarkan pada beberapa faktor antara lain jenis fabaceae memiliki sifat yang mudah tumbuh dan memiliki nilai estetika yang baik. Untuk mengetahui jenis-jenis tanaman yang tahan terhadap hujan asam, maka diperlukan sebuah penelitian yang dapat menguji tingkat ketahanan tanaman terhadap hujan asam. Adapun dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap perubahan fisik secara makroskopik yang terjadi pada tanaman famili fabaceae secara periodik.
1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui jenis tanaman yang tahan terhadap hujan asam dari lima jenis tanaman fabaceae yaitu flamboyan (Delonix regia Raf), saputangan (Maniltoa grandiflora Scheff), asam jawa (Tamarindus indica L), saga merah (Adenanthera pavonina) dan trembesi (Samanea saman). 2. Melihat kecenderungan kerusakan tanaman akibat hujan asam pada berbagai level pH.
3
1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi jenis tanaman yang tahan terhadap hujan asam sebagai dasar dalam pemilihan jenis tanaman pada areal yang berpolutan tinggi yang mempunyai potensi untuk menyebabkan terjadinya hujan asam.
1.4 Kerangka Pemikiran Beragam aktivitas manusia mulai dari transportasi, rumah tangga hingga industri semakin berkembang. Aktivitas-aktivitas inilah yang kemudian menjadi sumber pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran udara. Pencemaran udara berpengaruh cukup besar bagi penurunan kualitas lingkungan hidup, salah satunya dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Hujan asam dapat berdampak negatif terhadap lingkungan antara lain dapat merusak tanaman dan merusak kesuburan tanah (Wardhana 2007). Dengan besarnya pengaruh negatif tersebut perlu adanya upaya perbaikan kualitas lingkungan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan lingkungan salah satunya adalah dengan pembangunan hutan kota. Melalui pembangunan hutan kota diharapkan dapat menanggulangi permasalahan lingkungan akibat hujan asam. Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan hutan kota yang optimal, maka diperlukan tanaman yang tahan terhadap hujan asam. Untuk mengetahui jenis tanaman yang tahan atau tidak tahan dilakukan dengan uji ketahanan (toleransi). Pendugaan tingkat ketahanan tanaman ini dapat dilakukan dengan mengamati pertumbuhan tanaman secara makroskopis. Kerangka pemikiran penelitian ini seperti yang disajikan pada Gambar 1.
4
Aktivitas manusia
\
Transportasi
Industri
Rumah tangga
Pencemaran udara
Hujan asam
Kerusakan lingkungan
Upaya perbaikan kualitas lingkungan Pembangunan hutan kota Pemilihan jenis
Toleran
Uji ketahanan (toleransi)
Tidak Toleran
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
1.5 Keluaran Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Data mengenai tingkat ketahanan beberapa jenis tanaman terhadap hujan asam. 2. Data mengenai tingkat pertumbuhan tanaman yang diberi perlakuan hujan asam. 3. Rekomendasi berupa jenis tanaman yang sesuai dan memiliki ketahanan terhadap hujan asam dan dapat mengatasi permasalahan mengenai hujan asam.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hujan Asam 2.1.1 Pengertian Hujan Asam Hujan asam adalah hujan yang memiliki pH lebih rendah dari 5,6. Hujan asam terjadi akibat zat-zat pencemar hasil pembakaran bahan bakar minyak dan batu bara yang bereaksi dengan uap air di atmosfer menjadi asam. Saat ini hujan asam telah menjadi masalah serius bagi beberapa negara industri (Wardhana 2004).
2.1.2 Proses Hujan Asam Hujan asam terbentuk dari reaksi antara komponen-komponen pencemar udara dengan oksigen. Komponen pencemar udara seperti sulfur dan nitrogen oksida bereaksi dengan udara menjadi sulfur oksida dan asam nitrat. Udara yang mengandung uap air bereaksi dengan sulfur oksida membentuk asam sulfit. Kemudian udara juga bereaksi dengan asam sulfit membentuk asam sulfat. Apabila asam sulfat dan asam sulfit turun ke bumi bersama dengan jatuhnya hujan atau salju, maka terjadi apa yang disebut dengan hujan asam (Wardhana 2007).
2.1.3 Faktor Penyebab Hujan Asam Hujan asam disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu CO, CO2, NOx, Sox dan senyawa hidrogen. Masing-masing faktor diuraikan di bawah ini. a. CO (karbon monoksida) Karbon monoksida atau CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO sebagian besar terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna. Selain itu gas ini dapat pula berasal dari proses industri. Penyebaran gas CO di udara tergantung pada keadaan lingkungan, antara lain angin. Angin dapat mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena dipindahkan ke tempat lain. Selain itu, mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah yang belum ada bangunan di atasnya juga mampu menyerap CO di
6
udara sehingga daerah yang memiliki area terbuka mengandung cemaran CO yang relatif sedikit (Wardhana 2007). b. CO2 (karbon dioksida) CO2 merupakan salah satu gas yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Gas ini terbentuk karena proses alam seperti respirasi, fermentasi, pelapukan batuan dan dekomposisi bahan organik. Tetapi saat ini gas CO2 banyak dihasilkan melalui pembakaran minyak bumi yang dilakukan oleh manusia. Gas ini sesungguhnya tidak bersifat racun, tetapi apabila terdapat dengan jumlah terlalu banyak di udara dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup. c. Senyawa Nitrogen Senyawa nitogen memiliki dua macam bentuk yaitu NO2 dan NO dengan sifat yang berbeda. Sifat gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau. Warna gas NO 2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Senyawa ini berasal terutama dari gas buangan hasil pembakaran yang keluar dari generator pembangkit listrik stasioner atau mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar gas alam. Dalam keadaan murni gas ini sulit dimanfaatkan oleh makhluk hidup, tetapi dalam bentuk senyawa dapat diserap oleh tumbuhan dan hewan. d. Senyawa Belerang Belerang oksida terdiri atas gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya memiliki sifat berbeda. Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 bersifat sangat reaktif. Gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada di udara untuk membentuk asam sulfat atau H2SO4. Asam sulfat bersifat sangat reaktif, mudah bereaksi dengan benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses pengkaratan (korosi) dan proses kimiawi lainnya. e. Senyawa Hidrogen Senyawa ini terdiri dari berbagai macam bentuk seperti alkohol, karbohidrat, asam organik, kayu-kayuan dan lain-lain. Senyawa ini dapat berasal dari proses alami maupun buatan manusia.
7
2.1.4 Pengaruh Hujan Asam Hujan asam dapat membahayakan tanaman, ikan, mikro-organisme tanah dan lain sebagainya. Tanaman yang terkena hujan asam akan terganggu kemampuan penyerapan haranya, sehingga pertumbuhannya akan terhambat. Dengan meningkatnya keasaman tanah juga akan mengakibatkan konsentrasi Al (alumunium) terlarut menjadi meningkat yang dapat meracuni tanaman dan mikro-organisme yang ada di dalam tanah yang bekerja sebagai perombak bahan organik, maka proses perombakan bahan organik akan terganggu. Akibatnya, unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman menjadi berkurang jumlahnya. Hujan asam memiliki pengaruh besar terhadap tanaman. Pengaruhnya terhadap tanaman antara lain : 1) Air hujan yang memiliki pH sangat rendah mengakibatkan akar tumbuhan akan rusak, sehingga tumbuhan tidak dapat menyerap air dan hara dengan baik. Akibatnya, tumbuhan akan menderita kekeringan dan kekurangan makanan; 2) Lapisan epidermis atas daun akan rusak oleh asam sulfat, sulfit, nitrit dan nitrat yang kemudian akan mengakibatkan asam dan pencemar lainnya dapat leluasa masuk dan mempengaruhi sel-sel yang terdapat pada jaringan yang terletak di bagian dalam daun; 3) Mengingat lapisan epidermis juga berfungsi untuk mengurangi hilangnya air dari jaringan daun, maka rusaknya jaringan ini akan mengakibatkan transpirasi sangat tinggi yang kemudian akan mengakibatkan tanaman kehilangan air, meranggas dan mati; 4) Tepung sari dan kepala putik dapat mengalami kerusakan akibat siraman hujan asam. Dengan demikian proses penyerbukan dan reproduksi serta kelangsungan hidup tumbuhan dapat terganggu; 5) Curah hujan yang lebat yang mengandung senyawa dan unsur yang terdapat di dalam jaringan daun dapat tercuci. Akibatnya proses metabolisme daun menjadi terganggu atau daun menjadi klorosis. Selain terhadap tanaman, hujan asam juga memiliki pengaruh besar terhadap tanah seperti hujan asam menyebabkan berkurangnya mikro-organisme tanah. Hal ini dapat
mengganggu proses pembentukan humus tanah.
Berkurangnya humus tanah akan mengakibatkan populasi dan jenis mikroorganisme akan menurun, padahal mikro-organisme yang terdapat di dalam tanah dan humus dapat menyerap karbon-monoksida. Dengan demikian, berkurangnya
8
mikro-organisme tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap gas yang berbahaya.
2.2 Hutan Kota 2.2.1 Pengertian Hutan Kota Hutan kota adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaankegunaan khusus lainnya (Fakuara 1987). Menurut Peraturan Pemerintah No. 62 tahun 2002 hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohonpohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
2.2.2 Peranan Hutan Kota a. Penyerap Gas Beracun Hutan kota memiliki peran dalam penyerapan gas-gas beracun di udara seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida dan belerang oksida. Walaupun daun tanaman kurang dapat menyerap gas, tetapi pembangunan hutan kota dapat mengurangi konsentrasi gas melalui penyerapan yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah yang terdapat dalam humus yang bertebaran di lantai hutan (Fardiaz 1992 diacu dalam Dahlan 1992). b. Ameliorasi Iklim Mikro Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban udara pada lahan bervegetasi memiliki suhu lebih rendah dibandingkan dengan daerah tanpa atau kurang memiliki vegetasi. Sehingga hutan kota dapat memberikan kenyamanan dan kesehatan bagi penduduk perkotaan dengan peranannya dalam ameliorasi iklim mikro. c. Pelestarian Air Tanah Hutan kota dengan kandungan humus dan serasah yang lebih banyak dibandingkan area pemukiman memiliki kemampuan menyerap air yang besar.
9
Hal ini dikarenakan sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar pori tanah, sehingga air hujan akan turun dan meresap ke lapisan tanah menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan demikian, hutan kota yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik. d. Peredam Kebisingan Pepohonan yang terdapat pada hutan kota memiliki kemampuan mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Pohon-pohon dengan tajuk yang tebal dan lebat memiliki kemampuan meredam suara lebih efektif dibandingkan pohon dengan tajuk jarang. e. Sebagai Habitat Burung Satwa liar seperti burung memiliki berbagai peran antara lain membantu mengendalikan serangga hama, membantu proses penyerbukan serta objek pendidikan dan penelitian. Dalam upaya pelestariannya, hutan kota yang memiliki beragam jenis vegetasi yang merupakan sumber pakan atau tempat bersarang satwa ini merupakan salah satu area yang dapat dijadikan sebagai habitat burung. Beberapa jenis tanaman hutan kota banyak didatangi burung seperti tanaman dadap (Erythrina variegata) dan aren (Arenga pinnata).
2.3 Botani Fabaceae Menurut Surjowinoto (2006), secara umum famili fabaceae berbentuk herba, semak atau pohon. Daunnya majemuk berdaun tiga (tifoliet), menyirip atau menyirip ganda, letaknya berseling atau berhadapan, ada stipula. Bunga dalam tandan atau malai; sepal 5 atau berlekatan, petal 5, benang sari tipikal 10, kadangkadang beberapa atau banyak, bakal buah menumpang, monokarp, bakal biji satu sampai banyak. Buah tipikal polong (legume), merekah atau tidak merekah, biji biasanya tanpa endosperm. a. Flamboyan (D. regia Raf) Flamboyan adalah pohon yang terkadang menggugurkan daunnya. Pohon ini memiliki tinggi 10-20 cm dan terdapat rambut pada ujung rantingnya. Daun penumpu bentuk garis atau menyirip sampai menyirip rangkap. Sirip daun 4-21
10
pasang, yang tengah adalah daun dengan ukuran terbesar. Anak daun berhadapan, per sirip 6-35 pasang, berbentuk oval sampai memanjang, tumpul, membulat atau melekuk berukuran, 0,5-2 kali 0,2-0,6 cm. Bunga berdiri miring. Tabung kelopak pendek; tajuk dari luar hijau kuning, dari dalam merah, panjang 2-3 cm. Daun mahkota berkuku panjang; yang teratas kuning dengan noda dan garis merah, panjang 4,5-8 cm; yang ke-4 lainnya kuning oranye dengan merah, panjang 4-7 cm. Bakal buah bertangkai pendek. Tanaman ini berasal dari Madagaskar dan biasa dijadikan sebagai tanaman hias. Flamboyan berbunga pada bulan AgustusMaret. b. Saputangan (M. grandiflora Scheff) Saputangan termasuk jenis pohon tinggi mencapai 20 m dan bercabang banyak. Daunnya majemuk menyirip, terdiri dari 1-3 pasang anak daun. Anak daun berbentuk bulat telur memanjang berwarna hijau agak mengkilap, kaku seperti kulit. Daun yang masih muda berwarna putih kehijau-hijauan agak merah muda, terkulai atau menggantung lemas. Bunganya majemuk berwarna putih, muncul dari ketiak daun atau dari ujung ranting. Buah berbentuk polong dengan biji berjumlah 1-2. Pohon ini dapat hidup pada daerah dengan ketinggian mencapai 1000 m dpl. c. Asam jawa (T. indica L) Pohon dengan tinggi 15-25 m, memiliki daun berseling, menyirip genap, panjang 5-13 cm. Anak daun berhadapan, 10-15 pasang, memanjang sampai bentuk garis, sisi bawah berwarna hijau biru berukuran 1-2,5 kali 0,5-1 cm. Daun penumpu cepat rontok. Tabung mahkota hijau, tinggi 0,5 cm. Daun mahkota yang besar memanjang bulat telur terbalik, keriting, panjang sekitar 1 cm; yang dua terbawah memiliki panjang 1-2 mm. Polongan bertangkai, memanjang sampai bentuk garis, tebal, di antara biji dengan sekat, coklat suram, gundul, di antara biji kerapkali menyempit, 3,5-20 kali 2,5 cm; dinding luar rapuh; daging buah asam. Biji 1-12, berwarna coklat mengkilat. d. Saga Merah (A. pavonina L) Pohon saga merah memiliki tinggi mencapai 20-30 m. Daunnya majemuk menyirip genap, tumbuh berseling, tumbuh berseling, jumlah anak daun
11
bertangkai 2-6 pasang, helai daun 6-12 pasang. Tangkainya memiliki panjang mencapai 25 cm, daun berwarna hijau muda. Bunganya berukuran kecil berwarna kekuning-kuningan, benang sari berjumlah 8-10. Polong berwarna hijau, panjangnya mencapai 15 sampai 20 cm, polong yang tua akan kering dan pecah dengan sendirinya, berwarna coklat kehitaman. Setiap polong berisi 10-12 butir biji. Biji dengan garis tengah 5-6 mm, berbentuk segitiga tumpul, keras dan berwarna merah mengkilap di Indonesia pohon ini biasanya dimanfaatkan sebagai pohon pelindung dan peneduh jalan. e. Trembesi (S. saman) Pohon ini banyak ditanam sebagai tanaman peneduh dan memiliki ketinggian 10-25 m. Daun menyirip rangkap, panjang sampai 30 cm. Memiliki sirip 3-9 pasang dengan anak daun per sirip berjumlah 2-10, ke arah ujung sirip lebih besar. Daun berbentuk oval atau bulat telur terbalik. Bunga bertangkai, beraturan, berbilangan 5. Kelopak bentuk tabung, panjang 7 mm berwarna hijau dengan pangkal kemerah-merahan. Tabung mahkota bentuk corong dengan panjang 1 cm. Benang sari 20-30, tangkai sari merah ungu, pada pangkalnya bersatu menjadi tabung. Bakal buah berambut, tangkai putik berukuran panjang 4 cm. Polongan lurus atau bengkok sedikit, tidak bertangkai, tidak membuka dengan panjang 15-20 cm. Biji 15-20, melintang. Trembesi dapat tumbuh pada ketinggian mencapai 1-1800 m dpl.
12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Darmaga-Bogor. Penelitian dilakukan selama 2 bulan (Januari - Februari 2010).
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyemprot (sprayer), pengukur pH, gelas ukur, gelas piala, ember plastik, plastik, alat tulis, tally sheet, timbangan OHAUS dan oven. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa jenis anakan tanaman famili fabaceae, air tanpa tambahan asam sebagai kontrol dan air dengan tingkat keasaman yang berbeda (pH 5.6, 4.2, 3.5, 2.8). Jenis tanaman fabaceae yang di gunakan meliputi : flamboyan, saputangan, asam jawa, saga merah dan trembesi.
3.3 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : 1. Persiapan anakan Pada penelitian ini digunakan anakan yang berumur 5 bulan sebanyak 325 buah. Anakan kemudian diseleksi sehingga didapat anakan yang memiliki kesamaan tinggi, jumlah daun serta berada dalam kondisi baik yaitu bebas gulma dan hama penyakit. Anakan diletakkan di rumah kaca dan diberi naungan agar suhu dalam ruangan tidak terlalu tinggi untuk anakan dan tidak terpengaruh faktor lain selain perlakuan. 2. Persiapan larutan Penelitian ini menggunakan air bersih tanpa tambahan H2SO4 90% sebagai kontrol. Untuk perlakuan digunakan air dengan derajat keasaman yang berbeda yaitu air dengan pH 2,8, 3,5, 4,2 dan 5,6.
13
3. Perlakuan terhadap anakan Pada penelitian ini perlakuan yang digunakan adalah penyiraman dengan air yang memiliki empat derajat keasaman yang berbeda yaitu 5,6, 4,2, 3,5, 2,8 dan air tanpa tambahan asam sebagai kontrol. Masing-masing penyiraman menggunakan air sebanyak 200 ml. Waktu penyiraman terbagi menjadi 3 selang waktu yaitu 1,5 hari, 3 hari dan 6 hari. Waktu penyiraman ini dibedakan sesuai dengan jumlah hari hujan yang terdapat di Kota Bogor yaitu 20 hari, 10 hari dan 6 hari dan dilakukan evaluasi keadaan anakan setiap 1 minggu sekali. 4. Pemeliharaan anakan selama waktu perlakuan Selama penelitian, dilakukan pemeliharaan anakan dengan penyiraman dan penyiangan. Penyiraman dilakukan secara rutin sesuai dengan waktu penyiraman. Penyiraman harus dilakukan sedemikian rupa sehingga air tidak banyak keluar dari polybag. Hal ini dilakukan untuk memastikan agar unsur kimia yang terdapat pada hujan asam tidak tercuci. Penyiangan dilakukan untuk memastikan tidak terjadi persaingan dengan gulma yang dapat mempengaruhi pertumbuhan anakan. 5. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Anakan yang telah disiapkan disusun secara acak dalam 5 blok percobaan. Setiap blok mewakili setiap jenis anakan. Penyusunan ini bertujuan untuk mendapatkan data yang seragam. Pada tiap blok diberi perlakuan yaitu pemberian air hujan asam dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Frekuensi penyiraman terdiri dari 1,5 hari, 3 hari dan 6 hari pada masing-masing blok perlakuan. Pemberian perlakuan tersebut yaitu : a. Blok I
: Penyiraman dengan air kontrol.
b. Blok II
: Penyiraman air dengan pH 5,6.
c. Blok III
: Penyiraman air dengan pH 4,2.
d. Blok IV
: Penyiraman air dengan pH 3,5
e. Blok V
: Penyiraman air dengan pH 2,8
14
3.4 Parameter Penelitian Parameter yang diamati adalah parameter makroskopik yaitu : a. Tingkat Kerusakan Tingkat kerusakan diketahui setelah dilakukan pengamatan pada akhir penelitian.
Penilaian tingkat
kerusakan pada anakan diketahui dengan
menggunakan skoring yang terdiri dari 6 kategori
Tabel 1 Skoring untuk menentukan tingkat kerusakan pada anakan (Hermawan 1997 diacu dalam Dewi 2001, telah dimodifikasi) No.
Kategori
1.
I
Nampak tidak ada kerusakan daun
0
2.
II
Daun mengalami malformation (bentuk daun tidak normal)
1
3. 4. 5. 6.
Gejala
III
Daun mengalami klorosis
IV
4
Scorching
VI
2 3
Nekrosis daun (specks)
V
Skor
5
Daun gugur atau mati
Perhitungan skoring dilakukan dengan cara sebagai berikut : Setiap helai daun diamati dan diklasifikasikan ke dalam kategori berdasarkan gejala yang terlihat. Bila pada sehelai daun terlihat beberapa gejala yang nampak sekaligus, maka penilaian kategori ditentukan berdasarkan gejala yang memiliki nilai skoring paling besar. Untuk menyatakan tingkat kerusakan dalam bentuk persentase digunakan rumus sebagai berikut :
D=
∑ ni.si X 100%
Keterangan : D : Tingkat kerusakan (%) ni : Jumlah daun dalam kategori ke-i Si : Skor untuk kategori ke-i N : Total daun untuk setiap anakan H : Skor tertinggi
N. H
15
b. Pertambahan tinggi Pertambahan tinggi pada anakan dihitung pada akhir penelitian. Pertambahan tinggi adalah selisih pengukuran pada awal penelitian dan akhir penelitian. c. Jumlah daun Penghitungan jumlah daun dilakukan pada akhir penelitian. Penghitungan yang dilakukan meliputi penghitungan daun dan cucu daun. Cucu daun merupakan bagian dari anak daun yang terdapat pada jenis daun majemuk ganda. d. Berat Kering Berat kering dilakukan pada akhir penelitian. Tiap anakan diambil dari medianya kemudian dibersihkan dan dipanaskan dalam oven bersuhu 700C ± 10C selama 72 jam. Sebelum dipanaskan, anakan dibagi menjadi bagian akar dan pucuk. Setelah proses pemanasan selesai, hasilnya kemudian ditimbang dengan timbangan OHAUS.
3.5 Analisis Data Untuk mengetahui pengaruh hujan asam terhadap tanaman dilakukan perhitungan Uji t antara tanaman perlakuan dan tanaman kontrol. Tanaman perlakuan yang terdiri dari Blok II (pH 5,6), Blok III (pH 4,2), Blok IV (pH 3,5) dan Blok V (pH 2,8) merupakan satu kesatuan populasi yaitu sebagai populasi perlakuan. Perhitungan Uji t tidak dilakukan pada masing-masing blok perlakuan. Blok perlakuan digunakan untuk mengetahui kecenderungan kerusakan tanaman akibat hujan asam pada berbagai level pH.
16
Rumus perhitungan Uji t yang digunakan untuk adalah : 1. Thitung
= y1 – y2 Sy1 - y2
2. Sy1 – y2
= √2 S2/n
3. S2
= (n1-1)S12 + (n2-1) S22 (n1-1) + (n2-1)
4. (n1-1)S12
= ∑y12 – (∑y1)2 n1
5. (n2-1)S22
= ∑y22 – (∑y2)2 n2
Keterangan : y1, y2 y1, y2 Sy1 – y2 S2 n1, n2 (n1-1), (n2-1)
: Parameter yang diukur : Rata-rata parameter yang diukur : Simpangan baku beda nilai tengah contoh dari populasi : Ragam contoh : Jumlah pengamatan : Derajat bebas
Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah : Jika thitung > ttabel maka H1 diterima dan H0 ditolak : H0
: Diduga tidak ada pengaruh hujan asam terhadap parameter tanaman yang diamati.
H1
: Diduga ada pengaruh hujan asam terhadap parameter tanaman yang diamati. Bila thitung > ttabel, maka menunjukkan adanya perbedan antara parameter
tanaman perlakuan dengan parameter tanaman kontrol, berarti perlakuan hujan asam berpengaruh nyata terhadap tanaman. Sebaliknya, apabila thitung < ttabel, maka perlakuan hujan asam tidak berpengaruh secara nyata terhadap tanaman.
17
3.6 Penentuan Tingkat Toleransi Untuk menentukan kelompok tanaman berdasarkan ketahanan terhadap hujan asam, digunakan metode Dahlan (Dahlan 1995). Tingkat ketahanan tanaman ditentukan dengan pemberian skor disertai dengan tanda positif dan negatif. Tanda negatif jika nilai rataan parameter pada tanaman perlakuan lebih rendah dari tanaman kontrol, tanda positif jika nilai rataan parameter pada tanaman perlakuan lebih tinggi. Cara pemberian skor adalah sebagai berikut : 1.
Skor 0
= hasil Uji t tidak berbeda nyata
2.
Skor +1 = hasil Uji t berbeda nyata dan nilai rata-rata perlakuan lebih tinggi dari kontrol.
3.
Skor -1
= hasil Uji t berbeda nyata dan nilai rata-rata perlakuan lebih rendah dari kontrol.
Penggolongan tanaman menurut tingkat toleransinya ditentukan dengan melihat total skor semua parameter yaitu : 1. Tanaman dengan total skor < 0 adalah golongan tanaman tidak tahan hujan asam. 2. Tanaman dengan total skor = 0 adalah golongan tanaman tahan hujan asam. 3. Tanaman dengan total skor > 0 adalah golongan tanaman sangat tahan hujan asam. Nilai skoring > 0 menunjukkan tanaman memiliki sifat sangat tahan terhadap hujan asam, walaupun dari beberapa parameter pertumbuhan hanya terdapat 1 paremeter yang memiliki nilai positif (+1) dengan parameter lain memiliki nilai 0. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman tidak terhambat oleh hujan asam. Adanya satu parameter pertumbuhan yang bernilai positif yang menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman meningkat akibat pemberian hujan asam. Nilai skoring = 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman tidak mengalami hambatan akibat
pemberian hujan asam sehingga tanaman
dikategorikan sebagai jenis yang tahan terhadap hujan asam. Nilai skoring < 0 menujukkan bahwa tanaman memiliki sifat tidak tahan terhadap hujan asam, walaupun dari beberapa parameter pertumbuhan yang digunakan hanya terdapat 1
18
parameter yang bernilai negatif (-1). Hal ini merupakan indikasi adanya kepekaan tanaman terhadap hujan asam sehingga tanaman dikategorikan sebagai jenis yang tidak tahan terhadap hujan asam.
19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan dilakukan untuk membedakan hasil antara populasi kontrol dan populasi perlakuan. Populasi kontrol adalah anakan yang diberi perlakuan penyiraman air tanpa penambahan asam sedangkan populasi perlakuan adalah anakan yang diberi perlakuan penyiraman air dengan kadar asam dan frekuensi penyiraman yang telah ditentukan. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah parameter makroskopik (pertumbuhan) yang terdiri dari pertambahan tinggi, pertambahan daun, biomassa tanaman serta derajat kerusakan daun.
4.1.1 Flamboyan Penelitian yang dilakukan selama 2 bulan menunjukkan bahwa setelah diberikan hujan asam terhadap anakan flamboyan, nilai rata-rata pertambahan tinggi flamboyan yang paling baik terdapat pada anakan Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari yaitu 33,80 cm, kemudian pada Blok I (kontrol) yaitu 28,44 cm. Dari Tabel 2 dapat dilihat nilai pertambahan tinggi terendah terdapat pada anakan Blok IV (pH 4,2) frekuensi 6 hari yaitu 0,86 cm. Apabila dilihat dari kadar pH maka pertambahan tinggi terendah terdapat pada Blok IV (pH 4,2) yaitu 8,82 cm. Walaupun nilai pertambahan tinggi terbesar terdapat pada anakan Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari, tetapi secara visual dibandingkan dengan kontrol (Gambar 2a) kondisi anakan kurang baik dengan jumlah daun dan cucu daun rata-rata sangat sedikit karena mengalami kerontokan (Gambar 2b). Setelah dilakukan Uji t dapat diketahui bahwa pemberian hujan asam berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi anakan flamboyan dengan nilai rataan perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan kontrol pada selang kepercayaan 5% (Lampiran 2).
20
Tabel 2 Pertambahan tinggi flamboyan (cm) Jangka Waktu Penyiraman
Blok
1,5 hari
3 hari
6 hari
Rata-rata
I (Kontrol) II (pH 5,6)
8,30
5,80
15,80
28,44 9,97
III (pH 4,2)
21,80
3,80
0,86
8,82
IV (pH 3,5)
9,3 0
17,10
8,40
11,60
V (pH 2,8)
13,70
33,80
6,60
18,03
Rata-rata
13,28
15,13
7,92
10 cm
(a)
10 cm
(b)
Gambar 2 Anakan flamboyan. (a) Blok I (kontrol); (b) Blok IV (pH 2,8) frekuensi 3 hari. Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian hujan asam berpengaruh buruk terhadap daun anakan flamboyan pada kadar pH dibawah 4,2. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata pertambahan daun yang negatif. Nilai negatif menunjukkan bahwa daun flamboyan mengalami penurunan jumlah yang disebabkan karena kerontokan daun pada blok tersebut. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai pertambahan daun terendah terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 1,5 hari dengan nilai rata-rata sebanyak -5,20 helai. Pertambahan daun tertinggi terdapat pada Blok I (kontrol) dengan rata-rata bertambah sebanyak 3,20 helai. Berdasarkan Uji t diketahui bahwa hujan asam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan daun anakan flamboyan dengan nilai rataan perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 2).
21
Tabel 3 Pertambahan daun flamboyan (helai) Blok
Jangka Waktu Penyiraman 1,5 hari
3 hari
6 hari
I (Kontrol)
Rata-rata 3,20
II (pH 5,6)
0,60
0,80
1,20
0,87
III (pH4,2)
1,40
1,20
-0,80
0,60
IV (pH 3,5)
-0,40
1,60
-3,00
-0,60
V (pH 2,8)
-5,20
-3,40
-3,60
-4,07
Rata-rata
-0,90
0,05
-1,55
Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai pertambahan cucu daun didominasi oleh nilai negatif yang berarti hujan asam memberikan pengaruh buruk bagi pertumbuhan cucu daun. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun jumlah daun tidak begitu terpengaruh tetapi cucu daun mengalami penurunan cukup tinggi. Pertambahan cucu daun tertinggi terdapat pada Blok I (kontrol) dengan rata-rata sebanyak 2.845 helai. Apabila dibandingkan dengan jumlah terendah yaitu pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari sebesar -1.219,60 helai maka dapat dilihat bahwa perbedaannya cukup signifikan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari anakan flamboyan mengalami pertambahan tinggi tertinggi tetapi juga mengalami pertambahan jumlah cucu daun terendah yaitu -1.219,60 helai. Berdasarkan Uji t diketahui bahwa hujan asam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan cucu daun anakan flamboyan dengan nilai rataan perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 2). Tabel 4 Pertambahan cucu daun flamboyan (helai) Blok
Jangka Waktu Penyiraman 1,5 hari
3 hari
6 hari
I (Kontrol)
Rata-rata 2845,00
II (pH 5,6)
513,20
706,40
1050,40
756,67
III (pH 4,2)
-931,00
63,80
-310,40
-392,53
IV (pH 3,5)
-906,40
-118,60
-990,00
-671,67
V (pH 2,8)
-1000,40
-1219,60
-893,00
-1037,67
Rata-rata
-581,15
-142,00
-285,75
22
Tabel 5 menunjukkan bahwa hujan asam memberikan pengaruh terhadap besarnya biomassa tanaman ini. Dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa semakin rendah kadar asam semakin rendah pula biomassa tanaman. Nilai biomassa tertinggi terdapat pada Blok I (kontrol) yaitu 31,79 gram dan nilai terendah terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 1,5 hari yaitu 4,65 gram. Uji t menujukkan bahwa hujan asam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan anakan flamboyan dengan nilai rataan populasi perlakuan lebih kecil dibandingkan kontrol. Tabel 5 Berat kering flamboyan (gram) Blok
1,5 hari
Jangka Waktu Penyiraman 3 hari
6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
14,92 22,20 8,62 4,65
16,40 12,25 12,02 9,51
17,18 11,11 6,68 6,52
Rata-rata
12,60
12,54
10,37
Rata-rata 31,79 16,17 15,18 9,11 6,89
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kerusakan yang terendah terdapat pada Blok I (kontrol) yaitu 28% dan nilai tertinggi terdapat pada Blok V (pH 2,8) yaitu 84%. Pada blok V (pH 2,8) frekuensi 6 hari kerusakan daun anakan mencapai 100% dan secara visual semua daun yang terdapat pada anakan telah gugur. Kerusakan yang dialami oleh anakan flamboyan sebagian besar adalah klorosis dengan gejala warna daun berubah menjadi kuning keputih-putihan. Setelah daun mengalami klorosis maka daun akan gugur.
Tabel 6 Derajat kerusakan flamboyan (%) Blok
Jangka Waktu Pemberian 1,5 hari
3 hari
6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
42 28 25 88
31 34 43 65
31 28 84 100
Rata-rata
46
43
61
Rata-rata 28 35 30 50 84
23
4.1.2 Saputangan Pemberian hujan asam pada anakan saputangan tidak memberi pengaruh nyata bagi pertumbuhan tinggi anakan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa nilai tertinggi pertambahan tinggi terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 6 hari yaitu 8,90 cm. Nilai pertambahan tinggi terendah terdapat pada Blok II (pH 5,6) frekuensi 3 hari yaitu 1,80 cm. Blok I (kontrol) mengalami pertambahan tinggi rata-rata 2,76 cm. Berdasarkan Uji t diketahui bahwa pemberian hujan asam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi anakan saputangan (Lampiran 3).
Tabel 7 Pertambahan tinggi saputangan (cm) Blok
Jangka Waktu Penyiraman 1,5 hari
3 hari
6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
4,90 3,88 6,56 6,00
1,80 8,94 7,30 5,60
2,10 5,70 8,10 8,90
Rata-rata
5,34
5,91
6,20
Rata-rata 2,76 2,93 6,17 7,32 6,83
Tabel 8 menunjukkan bahwa daun anakan saputangan sebagian besar mengalami kerontokan baik pada Blok I (kontrol) maupun pada blok perlakuan. Nilai pertambahan daun terendah terdapat pada Blok II (pH 5,6) frekuensi 1,5 hari dengan nilai rata-rata -3,20 helai dan nilai tertinggi terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 6 hari yaitu 1,20 helai sedangkan Blok I (kontrol) mengalami penurunan jumlah daun sebesar -1,00 helai. Apabila dilihat dari kadar pH, maka nilai tertinggi terdapat pada Blok V (pH 2,8) dengan nilai rata-rata 0,13 helai.
Tabel 8 Pertambahan daun saputangan (helai) Jangka Waktu Penyiraman
Blok
1,5 hari
3 hari
Rata-rata 6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
-3,20 0,40 0,80 0,20
-1,00 -2,20 0,20 -1,00
0,80 0,80 -1,20 1,20
Rata-rata
-0,45
-1,00
0,40
-1,00 -1,13 -0,33 -0,07 0,13
24
Hal yang sama terjadi pula pada pertambahan cucu daun dimana nilai pertambahan cucu daun didominasi oleh nilai negatif termasuk pada blok kontrol. Kerontokan cucu daun tertinggi terjadi pada Blok II (pH 5,6) frekuensi 1,5 hari yaitu -25,20 helai (Gambar 3a). Nilai tertinggi terjadi pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 6 hari yaitu sebesar 1,60 helai (Gambar 3b), sedangkan Blok I (kontrol) mengalami penurunan jumlah cucu daun sebesar -6,60 helai (Gambar 3c). Walaupun demikian setelah dilakukan Uji t diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata baik dari parameter pertambahan daun maupun anak daun antara populasi kontrol dan perlakuan anakan saputangan dengan nilai rataan perlakuan di bawah kontrol. Secara visual kondisi anakan saputangan tidak terlalu berbeda antara populasi kontrol dan perlakuan di setiap blok. Perbedaan yang terlihat terletak pada jumlah daun dan kondisi daun yaitu sehat atau tidak.
10 cm 10 cm
(a)
(b)
10 cm
(c) Gambar 3
Anakan Saputangan. (a) Blok I (kontrol); (b) Blok II (pH 5,6) frekuensi 1,5 hari; (c) Blok V (pH 2,8) fekuensi 6 hari.
25
Tabel 9 Pertambahan cucu daun saputangan (helai) Blok
Jangka Waktu Penyiraman
Rata-rata
1,5 hari
3 hari
6 hari
II (pH 5,6)
-25.20
-9.80
-3.60
-12,87
III (pH 4,2)
-10.40
-20.60
-2.40
-11.13
IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
1.20 -10.20
-3.60 -12.60
-11.40 1.60
-4.60 -7.07
Rata-rata
-11.15
-11.65
-3.95
I (Kontrol)
-6.60
Tabel biomassa menunjukkan bahwa nilai biomassa tertinggi terdapat pada Blok II (pH 5,6) frekuensi 3 hari yaitu 11,87 gram kemudian Blok I (kontrol) yaitu 11,04 gram. Nilai biomassa terendah terdapat pada Blok IV (pH 3,5) frekuensi yaitu 6,78 gram. Berdasarkan Uji t diketahui bahwa pemberian hujan asam tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa anakan saputangan (Lampiran 3). Tabel 10 Berat kering anakan saputangan (gram) Blok
Jangka Waktu Penyiraman 1,5 hari
3 hari
6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
11,87 10,99 9,49 8,54
9,84 8,11 7,84 8,98
9,85 13,35 6,78 13,34
Rata-rata
10,22
8,69
10,83
Rata-rata 11,04 10,52 10,81 8,03 10,29
Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa kondisi daun paling baik terdapat pada Blok I (kontrol) dimana nilai kerusakan daunnya terendah yaitu 19% dan nilai kerusakan tertinggi terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari yaitu 43%. Kerusakan yang dialami daun anakan saputangan adalah klorosis, nekrosis dan kerusakan yang dominan adalah malformation (Gambar 4b).
26
Tabel 11 Derajat kerusakan daun saputangan (%) Jangka Waktu Pemberian
Blok
1,5 hari
3 hari
Rata-rata
6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
32 19 25 38
21 33 29 43
24 22 33 42
Rata-rata
29
31
30
19 26 25 29 41
1 cm 1 cm
(a)
(b)
Gambar 4 Kondisi daun anakan saputangan. (a) tanpa kerusakan; (b) malformation pada daun. 4.1.2
Asam Jawa Pemberian hujan asam kepada anakan asam jawa tidak memberikan
pengaruh secara nyata terhadap anakan asam jawa. Tabel 12 menunjukkan bahwa setelah diberi perlakuan hujan asam, nilai pertambahan tinggi tertinggi terdapat pada Blok II (pH 5,6) frekuensi 6 hari yaitu 21,80 cm. Nilai pertambahan tinggi terendah terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 6 hari yaitu 10,40 cm. Apabila ditinjau dari kadar pH maka perbedaan nilai pertambahan tinggi tidak terlalu jauh antara kontrol dan perlakuan, hanya saja pada Blok II (pH 5,6) hujan asam berpengaruh baik terhadap tinggi dilihat dari nilai rata-rata yang cukup besar dibandingkan Blok I (kontrol) yaitu 19,80 dan kontrol sebesar 14,70. Walaupun demikian, Uji t menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 5% pemberian hujan asam tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi anakan asam jawa (Lampiran 4).
27
Tabel 12 Pertambahan tinggi asam jawa (cm) Blok
Jangka Waktu Penyiraman 1,5 hari
3 hari
6 hari
I (Kontrol)
Rata-rata 14.70
II (pH 5,6)
21.20
16.40
21.80
19.80
III (pH 4,2)
11.28
13.00
14.40
12,89
IV (pH 3,5)
12.30
16.80
18.40
15.83
V (pH 2,8)
10.60
21.80
10.40
14,27
Rata-rata
13.85
17.00
16.25
Hujan asam tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun anakan asam jawa. Hal ini diketahui setelah dilakukan Uji t dengan selang kepercayaan 5%. Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai pertambahan daun tertinggi terdapat pada Blok III (pH 4,2) frekuensi 1,5 hari yang mengalami pertambahan sebanyak 3,60 helai dan nilai terendah terdapat pada Blok IV (pH 3,5) frekuensi 1 hari yaitu 0,20 helai. Apabila dilihat dari kadar pH, nilai rata-rata tertinggi terdapat pada Blok III (pH 4,2) yaitu 2,47 helai dan terendah pada Blok IV (pH 3,5) yaitu 1,13 helai sedangkan Blok I (kontrol) mengalami pertambahan jumlah daun sebesar 1,20 helai. Tabel 13 Pertambahan daun asam jawa (helai) Blok
Jangka Waktu Penyiraman 1,5 hari
3 hari
Rata-rata 6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
1,20 3,60 0,20 2,80
1,80 0,60 2,00 0,40
3,00 3,20 1,20 1,40
Rata-rata
1,95
1,20
2,20
1,20 2,00 2,47 1,13 1,53
Dari Tabel 14 dapat dilihat pula bahwa dari kadar pH, pada Blok V (pH 2,8) daun mengalami kerontokan pada cucu daun dengan rata-rata -13,87 helai dan nilai tertinggi terdapat pada Blok II (pH 5,6) yaitu rata-rata bertambah sebanyak 239 helai. Blok I (kontrol) mengalami pertambahan cucu daun sebanyak 143,20 helai (Gambar 5a). Nilai pertambahan cucu daun tertinggi terdapat pada Blok II (pH 5,6) frekuensi 1,5 hari yaitu 294,40 helai (Gambar 5b) dan terendah pada
28
Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari yang mengalami kerontokan sebanyak -210,40 helai (Gambar 5c). Dari Uji t dapat diketahui bahwa hujan asam tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan cucu daun anakan asam jawa. Secara visual, tidak tampak perbedaan yang mencolok antara populasi anakan blok kontrol dan perlakuan. Perbedaan yang terlihat adalah kondisi daun anakan yang memburuk terutama pada blok V (pH 2,8) yaitu anakan mengalami kerontokan cucu daun dengan rata-rata sebanyak -13,87 helai.
10 cm 10 cm
(a)
(b)
10 cm
(c) Gambar 5 Anakan asam jawa. (a) Blok I (kontrol); (b) Blok II (5,6) frekuensi 1,5 hari; (c) Blok V (2,8) frekuensi 3 hari.
29
Tabel 14 Pertambahan cucu daun asam jawa (helai) Blok
Jangka Waktu Penyiraman 1,5 hari
3 hari
6 hari
Rata-rata
I (Kontrol)
143,20
II (pH 5,6)
294,40
139,40
283,20
239,00
III (pH 4,2)
186,60
165,80
145,20
165,87
IV (pH 3,5)
153,80
80,40
142,60
125,60
V (pH 2,8) Rata-rata
170,00 201,20
-210,40 43,80
-1,20 142,45
-13,87
Tabel 15 menunjukkan bahwa nilai biomassa tertinggi terdapat pada Blok I (kontrol) yaitu 8,46 gram sedangkan nilai terendah terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 6 hari yaitu 2,33 gram. Apabila ditinjau dari kadar pH maka nilai terendah terdapat pada Blok V (pH 2,8) yaitu 3,73 gram. Berdasarkan Uji t diketahui bahwa hujan asam berpengaruh nyata terhadap anakan asam jawa dengan nilai rataan perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 15 Berat kering asam jawa (gram) Blok 1,5 hari
Jangka Waktu Penyiraman 3 hari 6 hari
Rata-rata
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2)
8,29 4,05
4,99 6,82
6,18 4,53
8,46 6,48 5,14
IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
4,65 5,41
5,29 3,46
4,66 2,33
4,86 3,73
Rata-rata
5,60
5,14
4,42
Tabel derajat kerusakan menunjukkan bahwa kondisi daun terbaik terdapat pada Blok I (kontrol) dengan nilai kerusakan sebesar 27% dan kondisi terburuk adalah blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari yaitu 93%. Kerusakan daun yang tampak antara lain malformation, nekrosis dan klorosis (Gambar 6b).
30
1 cm 1 cm
(a)
(b)
Gambar 6 Kondisi daun anakan asam jawa. (a) Tanpa kerusakan; (b) Malformation dan klorosis pada daun. Tabel 16 Derajat kerusakan asam jawa (%) Jangka waktu pemberian
Blok 1,5 hari
3 hari
Rata-rata 6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
43 37 51 28
41 43 36 93
35 43 36 40
Rata-rata
40
53
38
27 39 41 41 54
4.1.4 Saga Merah Pemberian perlakuan hujan asam terhadap anakan saga merah tidak memberikan perbedaan nyata antara anakan blok perlakuan dan blok kontrol. Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa pertambahan tinggi tanaman saga merah tertinggi adalah pada Blok II (pH 5,6) frekuensi 1,5 hari yaitu 21,20 cm (Gambar 7a), kemudian Blok I (kontrol) dengan nilai rata-rata 18,04 cm (Gambar 8b) dan nilai terendah terdapat Blok III (pH 4,2) frekuensi 6 hari yaitu sebesar 7,60 cm (Gambar 8c). Apabila dilihat dari kadar pemberian pH nilai pertambahan tinggi terbesar terdapat pada Blok I (kontrol) yaitu 18,04 cm, Blok II (pH 5,6) mengalami pertambahan tinggi dengan rata-rata 17,83 cm. Nilai terendah terdapat pada Blok III (pH 4,2) yaitu 8,13 cm. Walaupun demikian, setelah dilakukan Uji t dan dibandingkan antara populasi kontrol dan perlakuan maka dapat diketahui bahwa pada selang kepercayaan 5% pemberian hujan asam tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertambahan tinggi anakan saga merah (Lampiran 5).
31
10 cm
10 cm
(a)
(b)
10 cm
(c) Gambar 7 Anakan saga merah. (a) Blok I (kontrol); (b) Blok II (5,6) frekuensi 1,5 hari; (c) Blok III (4,2) frekuensi 6 hari.
Tabel 17 Pertambahan tinggi saga merah (cm) Jangka waktu penyiraman
Blok
1,5 hari
3 hari
Rata-rata 6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
21,20 6,80 11,10 14,80
17,50 10,00 13,80 10,00
14,80 7,60 13,40 16,60
Rata-rata
13,48
12,83
13,10
18,04 17,83 8,13 12,77 13,80
32
Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa nilai pertambahan daun didominasi oleh angka negatif yang berarti anakan saga merah mengalami kerontokan daun. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada Blok II (pH 5,6) frekuensi 3 hari dengan nilai 2,20 helai (Gambar 8a) dan nilai terendah terdapat pada Blok IV (pH 3,5) frekuensi 3 hari yaitu sebesar -2 helai (Gambar 8b). Blok I (kontrol) mengalami penurunan jumlah daun dengan rata-rata sebesar -0,40 helai. Tetapi Uji t menunjukkan bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan nyata antara populasi kontrol dan perlakuan. Tabel 18 Pertambahan daun saga merah (helai) Jangka Waktu Penyiraman 1,5 hari 3 hari 6 hari
Blok I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8) Rata-rata
0,00 -1,60 -2,00 1,40 -0,55
2,20 0,40 1,80 -0,20 1,05
Rata-rata -0,40 0,60 -0,27 -0,53 0,67
-0,40 0,40 -1,40 0,80 -0,15
10 cm 10 cm
(a)
(b)
Gambar 8 Anakan saga merah frekuensi tiga hari. (a) Blok II (pH 5,6); (b) Blok IV (pH 3,5). Tabel 19 menunjukkan bahwa walaupun terjadi kerontokan pada daun saga merah, tetapi cucu daun tidak terlalu banyak mengalami kerontokan. Hal ini disebabkan karena daun muda yang baru tumbuh memilki jumlah anak daun yang lebih lebat sehingga jumlah cucu daun tidak banyak berkurang. Nilai pertambahan
33
cucu daun terendah terdapat pada Blok II (pH 5,6) frekuensi 6 hari yaitu -70 helai dan yang tertinggi terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 1,5 hari yaitu 387,80 helai. Blok I (kontrol) mengalami penurunan jumlah daun sebesar rata-rata -0,40 helai tetapi mengalami pertambahan cucu daun cukup banyak yaitu 143,20 helai yang menunjukkan bahwa daun yang baru tumbuh memiliki jumlah cucu daun lebih banyak dibandingkan daun yang mengalami kerontokan. Uji t yang dilakukan menunjukkan bahwa pada parameter pertambahan cucu daun tidak terdapat perbedaan yang nyata antara populasi kontrol dan perlakuan. Anakan pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 1,5 hari walaupun mengalami penambahan jumlah cucu daun terbesar tetapi tidak mengalami pertambahan tinggi terbesar. Pertambahan tinggi anakan ini rata-rata sebesar 14,80 cm. Tabel 19 Pertambahan cucu daun saga merah (helai) Jangka Waktu Penyiraman
Blok
1,5 hari
3 hari
Rata-rata 6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
117,20 -20,80 20,20 387,80
229,80 46,00 307,80 198,80
-70,00 33,80 54,60 195,60
Rata-rata
126,10
195,60
53,50
143,20 92,33 19,67 127,53 260,73
Tabel berat kering menunjukkan bahwa nilai biomassa tertinggi terdapat pada Blok III (pH 4,2) frekuensi 1,5 hari yaitu 10,35 gram dan nilai terendah pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari yaitu 4,57 gram sedangkan biomassa Blok I (kontrol) adalah 8,93 gram. Walaupun demikian, hasil Uji t menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 5% tidak terdapat perbedaan nyata antara populasi kontrol dan perlakuan (Lampiran 5).
34
Tabel 20 Berat kering saga merah (gram) Jangka Waktu Penyiraman
Blok
Rata-rata
1,5 hari
3 hari
6 hari
II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
6,41 10,35 9,69
7,45 8,72 4,81
8,44 9,27 7,59
8,93 7,43 9,45 7,36
4,79
4,57
7,14
5,50
Rata-rata
7,81
6,39
8,11
I (Kontrol)
Tabel 21 menunjukkan bahwa hujan asam berpengaruh terhadap kerusakan daun anakan saga merah. Blok I (kontrol) memiliki kondisi daun terbaik dengan nilai kerusakan 23%. Nilai kerusakan tertinggi terdapat pada blok IV (pH 3,5) frekuensi 6 hari yaitu 53%. Kerusakan daun saga merah terdiri dari malformation dan klorosis, tetapi kerusakan daun terbanyak pada anakan saga merah adalah klorosis (Gambar 9b). Sama seperti anakan flamboyan, daun yang telah mengalami klorosis akan gugur. Tabel 21 Derajat kerusakan saga merah (%) Blok I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
Rata-rata
Jangka Waktu Pemberian 1,5 hari 3 hari 6 hari 35 26 40 48 38
25 32 32 32 30
52 38 53 43 47
Rata-rata 23 37 32 42 41
35
1 cm 1 cm
(a)
(b)
Gambar 9 Kondisi daun anakan saga merah. (a) Tanpa kerusakan; (b) Klorosis pada daun. 4.1.5 Trembesi Pertumbuhan tinggi anakan trembesi setelah diberikan hujan asam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan dan kontrol. Seperti terlihat pada Tabel 22 nilai pertambahan tinggi terbesar terdapat pada Blok II (pH 5,6) dengan frekuensi 6 hari yaitu 34,80 cm (Gambar 10a) sedangkan pertambahan terkecil terdapat pada Blok III (pH 4,2) frekuensi 3 hari yaitu 8,20 cm (Gambar 10 (b)). Apabila dilihat dari kadar pH maka rata-rata pertambahan tinggi terbesar terletak pada Blok II (pH 5,6) yaitu 24,80 cm dan nilai terkecil terdapat pada Blok III (pH 4,2) dengan nilai sebesar 8,80 cm. Blok I (kontrol) mengalami pertambahan tinggi rata-rata sebesar 13,60 cm. Tetapi setelah dilakukan Uji t didapat hasil bahwa perlakuan pemberian hujan asam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi anakan trembesi.
Tabel 22 Pertambahan tinggi trembesi (cm) Jangka Waktu Penyiraman
Blok 1,5 hari
3 hari
Rata-rata 6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
30,60 8,20 21,00 13,70
9,00 6,40 23,80 38,60
34,80 11,80 27,40 13,40
Rata-rata
18,38
19,45
21,85
13,60 24,80 8,80 24,07 21,90
36
10 cm 10 cm
(a)
(b)
Gambar 10 Anakan Trembesi. (a) Blok II ( pH 5,6) frekuensi 6 hari; (b) Blok IV (pH 3,5) frekuensi 3 hari. Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui bahwa pada beberapa blok perlakuan trembesi mengalami kerontokan walaupun setelah dilakukan Uji t didapat hasil bahwa pemberian hujan asam tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertambahan daun trembesi. Nilai tertinggi terdapat pada Blok II (pH 5,6) frekuensi 6 hari dengan rata-rata 4 helai dan nilai terendah terdapat pada Blok IV (pH 3,5) frekuensi 6 hari yaitu -2 helai. Blok I (kontrol) sendiri mengalami pertambahan daun sebesar 2,60 helai. Tabel 23 Pertambahan daun trembesi (helai) Jangka Waktu Penyiraman
Blok
1,5 hari
3 hari
Rata-rata 6 hari
I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
3,40 -0,80 0,60 -1,00
2,00 -1,80 2,00 2,80
4,00 -1,20 -2,00 0,40
Rata-rata
0,55
1,25
0,30
2,60 3,13 -1,27 0,20 0,73
Tabel pertambahan cucu daun menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah helai cucu daun pada blok dengan pH di bawah 4,2. Nilai pertambahan cucu daun terbesar terdapat pada Blok I (kontrol) dengan nilai 73,80 helai (Gambar 11a). Nilai terkecil terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari yang
37
mengalami penurunan sebesar -37,60 helai (Gambar 11b). Perbedaan ini cukup signifikan dan setelah dilakukan Uji t didapat hasil bahwa pemberian hujan asam berpengaruh nyata terhadap pertambahan cucu daun dengan nilai rataan perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan Blok I (kontrol).
Tabel 24 Pertambahan cucu daun trembesi (helai) Jangka Waktu Penyiraman Blok I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8) Rata-rata
Rata-rata
1,5 hari
3 hari
6 hari
53,60
17,60
55,60
73,80 42,27
-2,80 14,60 -37,60
-7,40 7,20 77,00
-7,00 -1,00 -14,00
-5,73 6,93 8,47
6,95
23,60
8,40
10 cm 10 cm
(a)
(b)
Gambar 11 Anakan Trembesi. (a) Blok I (kontrol); (b) Blok V (2,8) frekuensi 3 hari. Tabel berat kering menunjukkan bahwa nilai biomassa tertinggi terdapat pada Blok I (kontrol) yaitu sebesar 8,68 gram dan nilai terendah terdapat pada Blok III (pH 4,2) yaitu 1,32 gram. Walaupun demikian setelah dilakukan Uji t dapat diketahui bahwa hujan asam tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa anakan trembesi.
38
Tabel 25 Berat kering trembesi (gram) Jangka Waktu Penyiraman
Blok
1,5 hari
3 hari
Rata-rata 6 hari
I (Kontrol)
8,68
II (pH 5,6)
6,98
2,03
5,84
4,95
III (pH 4,2)
1,84
0,58
1,54
1,32
IV (pH 3,5)
3,82
3,60
3,39
3,60
V (pH 2,8)
1,57
5,60
3,97
3,71
Rata-rata
3,56
2,95
3,68
Secara visual terdapat perbedaan antara populasi kontrol dan perlakuan. Perbedaan ini cukup mencolok dan terdapat pada perbedaan tinggi anakan, jumlah cucu daun dan kondisi daun dimana semakin rendah kadar pH maka semakin buruk kondisi kesehatan. Pada Tabel 26 dapat dilihat bahwa kerusakan terendah terdapat pada Blok I (kontrol) yaitu 36% dan nilai kerusakan tertinggi terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 6 hari yaitu 72%. Kerusakan yang terjadi pada daun anakan trembesi adalah nekrosis dan didominasi klorosis (Gambar 12a).
Tabel 26 Derajat kerusakan trembesi (%) Blok I (Kontrol) II (pH 5,6) III (pH 4,2) IV (pH 3,5) V (pH 2,8)
Rata-rata
Jangka Waktu Pemberian 1,5 hari 3 hari 37 63 43 56 50
45 70 48 42 51
Rata-rata 6 hari 42 54 49 72 54
36 41 62 47 57
39
1 cm
1 cm
(a)
(b)
Gambar 12 Kondisi daun anakan trembesi. (a) Klorosis ; (b) Tanpa kerusakan daun. Setelah dilakukan Uji t terhadap setiap parameter pertumbuhan 5 jenis anakan fabaceae seperti yang telah dijelaskan di atas, didapat hasil skoring parameter untuk mengetahui tingkat toleransi tanaman terhadap hujan asam. Pada Tabel 27 dapat dilihat bahwa dari 5 jenis anakan terdapat 2 jenis anakan yang termasuk kategori toleran, yaitu saputangan dan saga merah sedangkan jenis yang tidak toleran adalah flamboyan, asam jawa dan trembesi. Nilai skoring terkecil terdapat pada jenis flamboyan yaitu -4. Jenis asam jawa dan trembesi memiliki nilai skoring yang sama yaitu -1.
4.2 Pembahasan Pertumbuhan
tanaman
adalah
proses
kehidupan
tanaman
yang
mengakibatkan perubahan ukuran tanaman menjadi semakin besar. Pertambahan ini merupakan hasil pertambahan ukuran bagian (organ) tanaman akibat pertambahan jaringan sel yang merupakan hasil pertambahan ukuran sel (Sitompul dan Guritno 1995). Salah satu parameter untuk mengukur pertumbuhan tanaman adalah pertambahan tinggi. Tinggi tanaman sering digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima jenis tanaman yang digunakan hanya terdapat satu jenis yang menunjukkan pengaruh nyata pemberian perlakuan pada pertambahan tinggi yaitu flamboyan. Nilai pertambahan tinggi flamboyan terbesar terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari yaitu 33,80 cm kemudian Blok I (kontrol) yaitu 28,44 cm. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
40
anakan akasia yang diberi perlakuan hujan asam dengan kadar pH 4,2 mengalami pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol (Dewi 2001). Hal ini diduga karena adanya kemampuan tanaman dalam menggunakan sulfur sebagai sumber nutrisi. Anakan flamboyan pada Blok V (pH 2,8) walaupun mengalami pertambahan tinggi terbesar tetapi mengalami gugur cucu daun mencapai 1.219,60 helai. Hal ini diduga dipengaruhi oleh sifat flamboyan yang beradaptasi dengan cara menggugurkan daun pada pertengahan musim kemarau atau pada kondisi lingkungan yang tidak baik untuk pertumbuhan tanaman tersebut. Sehingga pertumbuhan anakan flamboyan meningkat walaupun mengalami kerusakan daun. Hasil Uji t yang dilakukan pada parameter tinggi flamboyan menunjukkan bahwa walaupun pertambahan tinggi terbesar terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari, tetapi secara keseluruhan hujan asam berpengaruh negatif terhadap pertambahan tinggi flamboyan dengan nilai rata-rata perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Pada jenis flamboyan selain tinggi tanaman, jumlah daun dan biomassa juga berpengaruh nyata apabila dibandingkan dengan kontrol. Daun flamboyan mengalami penurunan jumlah yang cukup banyak. Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu pemberian hujan asam dan faktor suhu. Walaupun pada dasarnya flamboyan adalah jenis yang menggugurkan daun, tetapi perbedaan yang signifikan antara kontrol dan perlakuan menunjukkan bahwa hujan asam berpengaruh terhadap daun flamboyan. Selain jumlah daun, parameter derajat kerusakan menunjukkan bahwa daun flamboyan mengalami klorosis pada blok perlakuan, selain itu pada Blok V (pH 2,8) daun flamboyan mengalami gugur daun total. Klorosis adalah berkurangnya warna hijau pada daun sehingga warna daun berubah menguning akibat rusaknya klorofil (Arief 1994). Hal ini dapat terjadi karena rusaknya lapisan epidermis daun. Dinding luar epidermis biasanya mengandung kutin yang membentuk lapisan khusus di permukaan sel yang disebut kutikula. Kutikula berlapis lilin yang merupakan pelindung tanaman terhadap transpirasi yang berlangsung terlalu cepat sehingga tanaman tidak kehilangan air berlebihan (Ross & Salisbury 1995).
41
Kerusakan lapisan epidermis disebabkan oleh terkikisnya lapisan lilin akibat hujan asam. Selanjutnya ion sulfat dari hujan asam masuk ke ruang antar sel daun dan mempengaruhi pH dalam sel daun, menyerang kloroplas dan merusak membran thylakoid. Membran thylakoid merupakan membran internal kloroplas yang mengandung pigmen fotosintesis yaitu klorofil (Lakitan 2004). Kerusakan sel tersebut terlihat sebagai gejala kerusakan daun sampai akhirnya tumbuhan mengalami kematian (Threshow 1989 diacu dalam Dewi 2001). Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai gugur cucu daun terbesar apabila ditinjau dari frekuensi penyiraman terdapat pada frekuensi 1,5 hari. Hal ini diduga karena penyiraman hujan asam dengan frekuensi yang tinggi semakin mempercepat kerusakan lapisan epidermis daun dan menyebabkan klorosis yang berakhir pada kematian daun. Faktor lain yang menyebabkan gugur daun adalah suhu yang tinggi. Suhu yang terlalu tinggi dan tidak dapat ditoleransi tanaman dapat menyebabkan keguguran daun dan perubahan warna menjadi kuning atau coklat dan gugur lebih awal. Suhu tinggi juga dapat menyebabkan kematian jaringan karena kehilangan air dari sel penyusun jaringan atau gangguan metabolisme (Widyastuti et al. 2005). Berdasarkan Uji t yang dilakukan pada beberapa parameter pertumbuhan, didapat nilai skoring sebesar -4. Dengan demikian flamboyan dikategorikan sebagai jenis yang tidak tahan terhadap hujan asam. Pertumbuhan
saputangan
adalah
pertumbuhan
yang
paling
stabil
dibandingkan ke 4 jenis tanaman lainnya baik dari segi parameter pertambahan tinggi, jumlah daun, biomassa maupun kerusakan daun. Dari parameter yang digunakan untuk mengetahui pengaruh hujan asam terhadap saputangan tidak terdapat pengaruh yang nyata antara anakan kontrol dan perlakuan. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai pertambahan tinggi terbesar terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 6 hari. Hal ini diduga karena saputangan dapat menyerap dan mengubah senyawa asam yang ada menjadi unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Walaupun demikian berdasarkan hasil Uji t diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada parameter pertambahan tinggi.
42
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa saputangan mengalami gugur daun baik pada blok kontrol maupun perlakuan. Gugur daun ini diduga merupakan proses alami yang disebabkan oleh faktor suhu yang tinggi sehingga tanaman kehilangan air dalam sel dan menyebabkan gugur daun. Berdasarkan uji t diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara blok kontrol dan perlakuan pada parameter pertambahan daun. Kerusakan yang terlihat pada anakan saputangan adalah kerusakan pada daun. Kerusakan daun yang terlihat adalah malformation yaitu perubahan bentuk pada daun dan klorosis baik pada blok kontrol maupun perlakuan. Selain itu pada blok perlakuan juga terlihat gejala scorching. Menurut Erna (1991) mengeringnya daun diduga akibat kandungan sulfat dan nitrat yang terakumulasi pada daun sehingga tampak seperti gejala luka bakar. Gas sulfur yang terserap oleh daun dapat meracuni tumbuhan. Gas yang diserap melalui stomata ini akan bereaksi dengan air dan membentuk ion sulfit. Jika penyerapan sulfur dioksida cukup lambat, tumbuhan akan mampu melindungi dirinya dari akumulasi sulfit yang meracuni tumbuhan tetapi apabila sebaliknya maka akumulasi sulfit akan meracuni tumbuhan (Widyastuti et al. 2005). Selain itu cahaya berlebih apabila terjadi pada tanaman yang secara fisiologis terganggu ditunjukkan dengan gejala seperti bercak terbakar (Arief 1994). Kerusakan lain yang terlihat pada daun saputangan adalah serangan penyakit yang disebabkan oleh hama tanaman. Hama tanaman adalah suatu organisme atau binatang yang mengganggu dan merusak tanaman sehingga menurunkan produksi tanaman (Arief 1994). Hama yang menyerang anakan ini adalah kutu daun putih (Pseudococcus Sp). Serangga ini adalah serangga polifag (pemakan segala tanaman) yang tersebar luas di daerah tropis dan subtropis (Pracaya 2007). Karena manis, kotorannya sering didatangi semut. Menurut Widyastuti et al. 2005, serangga dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan pada tumbuhan terutama sebagai akibat aktivitas makan. Kutu daun putih ini mengambil makanan dengan menghisap cairan pada tanaman. Hal ini dapat menyebabkan bentuk daun menjadi tidak normal. Selain itu, luka pada tanaman yang disebabkan oleh aktivitas makan kutu daun dapat menyebabkan tanaman menjadi lebih mudah diserang penyakit.
43
Terjadinya penyakit tanaman didukung oleh tiga faktor yaitu tanaman inang, penyebab penyakit dan lingkungan (Widyastuti et al. 2005). Kondisi lingkungan yang tidak optimal menyebabkan tanaman tertekan sehingga dapat membuat tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama. Saputangan yang diberi perlakuan hujan asam mengalami tekanan yang dapat menyebabkan tanaman ini rentan terhadap serangan hama. Berdasarkan Uji t dan skoring yang dilakukan pada anakan saputangan, didapat nilai skoring 0. Dengan demikian saputangan dapat dikategorikan sebagai jenis yang tahan terhadap hujan asam. Penggunaannya sebagai tanaman peneduh jalan maupun tanaman hutan kota diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas lingkungan yang menurun akibat hujan asam. Pada Tabel 12 terlihat bahwa pertambahan tinggi anakan asam jawa relatif tidak jauh berbeda antara anakan kontrol dan perlakuan. Hal ini diperkuat dengan hasil Uji t yaitu berdasarkan Uji t pemberian hujan asam terhadap anakan asam jawa tidak menunjukkan perbedaan nyata antara populasi anakan kontrol dan perlakuan pada parameter tinggi tanaman. Selain parameter tinggi, hasil Uji t menunjukkan bahwa hujan asam tidak memberikan pengaruh nyata pada parameter jumlah daun. Beda nyata terletak pada nilai biomassa tanaman. Biomassa tanaman meliputi semua bahan tanaman yang berasal dari hasil fotosintesis. Biomassa tanaman dipandang sebagai manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman karena itu parameter ini dapat digunakan sebagai ukuran global pertumbuhan tanaman dengan segala peristiwa yang dialaminya (Sitompul & Guritno 1995). Nilai biomassa terbesar terdapat pada Blok I (kontrol) dan nilai terkecil terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 6 hari. Hal ini diduga karena kurangnya ketersediaan air sehingga produktivitas tanaman terhambat. Selain itu, terdapat kecenderungan penurunan nilai biomassa dengan semakin menurunnya kadar pH yaitu 8,46 gram (Blok I-kontrol); 6,48 gram (Blok II-pH 5,6); 5,14 gram (Blok III-pH 4,2); 4,86 (Blok IV-pH 3,5); 3,73 (Blok V-pH 2,8). Selain karena pemberian hujan asam yang dapat menghambat proses metabolisme dan pertumbuhan anakan. Hal ini diduga terjadi karena stress yang
44
dialami oleh tumbuhan akibat kadar asam yang diberikan sehingga produktivitas tumbuhan terhambat. Parameter kerusakan daun menunjukkan bahwa pemberian hujan asam berpengaruh nyata terhadap kerusakan daun asam jawa. Nilai kerusakan terbesar terdapat pada Blok V (pH 2,8) yaitu 93% dan terkecil terdapat pada Blok I (kontrol) yaitu 27%. Kerusakan yang terjadi yaitu klorosis, malformation dan nekrosis. Pada Blok V (pH 2,8) kerusakan yang terjadi adalah gugur daun total. Apabila dibandingkan dengan kontrol, perbedaannya cukup signifikan sehingga gugur daun ini diduga dipengaruhi oleh pemberian hujan asam. Kerusakan lain yang tampak pada daun anakan asam jawa adalah gejala penyakit embun tepung. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Podospehaera leucotricha (E.and E.) Salm dengan stadia imperfeknya adalah Oidium sp. Cendawan adalah makhluk hidup yang tidak memiliki pigmen klorofil untuk berfotosintesis sehingga cendawan menjadi saprofit atau parasit. Bentuk cendawan yang paling sederhana hanya terdiri dari satu sel misalnya ragi, namun umumnya cendawan terdiri dari banyak sel yang bentuknya seperti benang halus yang disebut hifa (Pracaya 2007). Cendawan P. leucotricha ini hidup di luar atau di permukaan inang. Gejala khas yang tampak dari penyakit ini adalah adanya lapisan seperti tepung berwarna putih pada permukaan daun. Tepung putih ini merupakan kumpulan konidiofor dan konidium jamur (Sastrahidayat 1990). Pada awalnya epidermis daun asam jawa terkikis oleh hujan asam sehingga tanaman lebih mudah terinfeksi penyakit. Cendawan ini menyerang terutama pada daun muda karena banyak mengandung air dan nutrisi. Daun yang terserang akan mati, menjadi keras dan rapuh, mengecil dan menyempit (Pracaya 2007). Uji t dan skoring yang dilakukan pada beberapa parameter pertumbuhan anakan asam jawa menunjukkan bahwa asam jawa hujan asam berpengaruh pada parameter biomassa dengan nilai rata-rata perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Dengan demikian maka asam jawa termasuk kategori tanaman yang tidak tahan hujan asam dengan nilai skoring -1. Secara keseluruhan, tidak terlihat perbedaan yang mencolok pada parameter tinggi anakan saga merah. Hasil Uji t yang dilakukan terhadap parameter
45
pertumbuhan tinggi anakan saga merah menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara populasi kontrol dan perlakuan. Saga merah mengalami gugur daun baik pada blok kontrol maupun blok perlakuan. Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa jumlah gugur daun terbesar adalah 2 helai dan nilai pertambahan daun tertinggi adalah 2,20 helai. Hal ini diduga terjadi secara alami disebabkan lebih karena faktor suhu udara yang cukup tinggi dilokasi penelitian yaitu mencapai 340C dibandingkan karena hujan asam. Hal ini didukung dengan hasil Uji t yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara anakan kontrol dan perlakuan pada parameter pertambahan daun. Demikian pula dengan parameter pertambahan cucu daun dan biomassa tanaman. Hasil Uji t menunjukkan bahwa pada parameter pertambahan cucu daun dan biomassa anakan tidak terdapat pengaruh nyata antara anakan blok kontrol dan perlakuan. Perbedaan hanya terlihat pada kondisi daun saga merah. Pada blok perlakuan terlihat daun mengalami perubahan warna menjadi kekuningan atau klorosis. Menurut Corson (1990) diacu dalam Dewi (2001) hujan asam dapat mencuci mineral seperti Ca, Mg dan Mn. Hal ini menyebabkan tanaman kekurangan unsur hara. Tanaman yang kekurangan Ca dapat mengalami klorosis dan gugur (Widyastuti et al. 2005). Hal ini karena berkurangnya kandungan Ca yang berfungsi dalam pembentukan klorofil sehingga pembentukan klorofil tidak sempurna dan warna daun berubah menjadi hijau memucat (Hardjowigeno 2003). Dari Uji t dan skoring terhadap beberapa parameter pertumbuhan yang digunakan, saga merah mendapatkan nilai 0. Dengan demikian saga merah dikategorikan sebagai tanaman yang tahan terhadap hujan asam. Uji t yang dilakukan terhadap anakan trembesi yang diberi perlakuan hujan asam tidak menunjukkan perbedaan nyata antara blok kontrol dan perlakuan. Demikian pula dengan parameter pertambahan jumlah daun. Hujan asam hanya berpengaruh nyata pada parameter cucu daun. Nilai pertambahan cucu daun tertinggi terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari yaitu 77 helai kemudian Blok I (kontrol) yaitu 73,80 helai dan nilai terendah terdapat pada Blok V (pH 2,8) frekuensi 3 hari yaitu mengalami gugur daun sebanyak 37,60 helai. Apabila dilihat dari kadar asam, maka terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar
46
asam, semakin rendah pertambahan cucu daun. Apabila dilihat dari frekuensi penyiraman, nilai rata-rata pertambahan cucu daun tertinggi terdapat pada frekuensi 3 hari (23,60 helai) kemudian frekuensi 6 hari (8,40 helai) dan frekuensi 1,5 hari (6,95 helai). Hal ini menunjukkan bahwa penyiraman setiap 6 hari diduga belum optimal bagi anakan trembesi. Tetapi penyiraman setiap 1,5 hari diduga berlebihan bagi pertumbuhan anakan. Dan penyiraman yang optimal adalah setiap 3 hari. Walaupun demikian, apabila dilihat dari parameter biomassa tanaman nilai biomasa terbesar terdapat pada Blok I (kontrol). Hasil Uji t menunjukkan bahwa hujan asam tidak berpengaruh nyata terhadap parameter biomasa anakan trembesi. Pada daun anakan trembesi terlihat perubahan warna pada daun menjadi putih kekuningan. Perubahan warna daun (klorosis) ini terlihat baik pada Blok I (kontrol) maupun pada blok perlakuan. Klorosis dapat disebabkan oleh faktor hujan asam maupun faktor suhu. Suhu yang menyengat dapat menghasilkan faktor cekaman cahaya tinggi yang dapat merusak klorofil sehingga tanaman mengalami klorosis. Jika cekaman berlangsung dalam waktu lama maka pertumbuhan tanaman akan menyyimpang dan menyebabkan kematian (Ross & Salisbury 1995). Dari Tabel 26 dapat dilihat dari kadar asam bahwa kerusakan daun terkecil terdapat pada Blok I (kontrol) yaitu sebesar 36% sedangkan kerusakan terbesar terdapat pada Blok III (pH 4,2) yaitu sebesar 62% . Diduga hal ini disebabkan oleh pencucian mineral sehingga tanaman kekurangan unsur hara dan mengalami klorosis. Hasil Uji t dan skoring yang dilakukan pada parameter pertumbuhan anakan trembesi menghasilkan nilai -1. Walaupun hanya terdapat satu parameter yang mengalami beda nyata antara anakan kontrol dan perlakuan tetapi nilai ini menunjukkan adanya kepekaan trembesi terhadap hujan asam. Dengan demikian trembesi dapat dikategorikan sebagai jenis tanaman yang tidak tahan terhadap hujan asam.
47
Tabel 27 Skoring parameter pertumbuhan 5 jenis anakan fabaceae No
1 2 3 4 5
Nama Jenis
Tinggi Tanaman
Flamboyan (Delonix regia Raf) Saputangan (Maniltoa grandiflora Scheff) Asam jawa (Tamarindus indica L) Saga merah (Adenanthera pavonina) Trembesi (Samanea saman)
Parameter Jumlah Jumlah Cucu Daun daun
Berat Kering
Hasil
Kategori tanaman
-1
-1
-1
-1
-4
tidak toleran
0
0
0
0
0
Toleran
0
0
0
-1
-1
tidak toleran
0
0
0
0
0
Toleran
0
0
-1
0
-1
tidak toleran
Tabel 27 menunjukkan pengaruh perlakuan pemberian hujan asam pada setiap parameter pertumbuhan 5 jenis anakan. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa hujan asam memberikan pengaruh berbeda-beda terhadap pertumbuhan anakan. Pengaruh ini ditentukan tergantung dari reaksi anakan terhadap perlakuan yang diberikan. Pengaruh yang diberikan dapat berupa positif, negatif atau tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan anakan. Nilai positif menunjukkan bahwa pemberian hujan asam dapat memacu pertumbuhan anakan. Nilai negatif menunjukkan bahwa pemberian hujan asam dapat menghambat pertumbuhan anakan, sedangkan nilai 0 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata pada pertumbuhan anakan setelah diberi perlakuan hujan asam. Parameter pertumbuhan anakan dapat diberikan nilai positif, negatif atau 0 setelah dilakukan Uji t terlebih dahulu. Anakan dikategorikan menjadi tiga berdasarkan metode Dahlan yaitu sangat tahan, tahan dan tidak tahan. Jenis yang sangat tahan adalah jenis yang setelah diberi perlakuan hujan asam dan dilakukan Uji t menunjukkan hasil yang berbeda nyata serta memiliki total nilai skoring parameter pertumbuhan > 0. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian hujan asam berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan anakan sehingga anakan dapat dikategorikan sebagai jenis yang tahan terhadap hujan asam. Anakan dikategorikan sebagai jenis yang tahan terhadap hujan asam apabila setelah diberi perlakuan hujan asam dan dilakukan Uji t menunjukkan hasil yang
48
tidak berbeda nyata dengan total nilai skoring parameter pertumbuhan = 0. Hal ini mengindikasikan adanya kemampuan tanaman untuk bertahan dari perlakuan pemberian hujan asam. Jenis yang dikategorikan sebagai jenis yang tidak tahan terhadap hujan asam adalah anakan yang setelah diberi perlakuan hujan asam dan dilakukan Uji t menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan total nilai skoring parameter pertumbuhan < 0. Hal ini menunjukkan bahwa hujan asam menghambat pertumbuhan tanaman. Dengan demikian jenis tersebut dikategorikan sebagai jenis yang tidak tahan/peka terhadap hujan asam. Pada Tabel 27 dapat dilihat bahwa anakan dikategorikan menjadi dua jenis yaitu jenis yang tahan/toleran dan tidak tahan/toleran terhadap hujan asam. Jenis yang tahan adalah saputangan dan saga merah. Kedua jenis tanaman ini memiliki total nilai skoring 0 yang menunjukkan bahwa hujan asam tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan yang digunakan. Sedangkan flamboyan, asam jawa dan trembesi dikategorikan sebgai jenis yang tidak tahan terhadap hujan asam. Flamboyan dengan total nilai skoring -4 berpengaruh nyata secara negatif terhadap pertumbuhan anakan pada semua parameter pertumbuhan. Jenis asam jawa dan trembesi memiliki total nilai skoring -1 berpengaruh nyata secara negatif hanya pada satu parameter pertumbuhan dan berpengaruh tidak nyata pada 3 parameter pertumbuhan lainnya. Walaupun terdapat nilai 0 yang berarti perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, tetapi adanya nilai negatif menunjukkan kepekaan anakan terhadap hujan asam.
51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemberian hujan asam berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan pada tiga jenis anakan fabaceae yaitu flamboyan, asam jawa dan trembesi. Pengaruh hujan asam bersifat menghambat pertumbuhan anakan. 2. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa lima jenis anakan fabaceae yang diteliti dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu tahan dan tidak tahan. Jenis anakan yang tahan adalah saputangan dan saga merah, sedangkan jenis anakan yang tidak tahan adalah flamboyan, asam jawa dan trembesi. 3. Kerusakan daun yang paling banyak terjadi pada semua anakan adalah nekrosis dan klorosis.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan yaitu : 1. Disarankan untuk digunakannya jenis tanaman yang tahan terhadap hujan asam seperti saputangan dan saga merah di daerah yang telah mengalami hujan asam. 2. Penelitian mengenai topik ini perlu diperbanyak terutama untuk jenis-jenis tanaman lain.
50
DAFTAR PUSTAKA Arief A. 1994. Perlindungan Tanaman (Hama Penyakit dan Gulma). Usaha Nasional. Surabaya. Dahlan EN. 2004. Membangun kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor. .1992. Hutan Kota : Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2002. Peraturan pemerintahan Nomor 62 tahun 2002. Jakarta. Dewi IS. 2001. Pengaruh Hujan Asam Terhadap Beberapa Jenis Anakan Tanaman Hutan Kota (Studi Pemilihan Jenis-Jenis Pohon Berdasarkan Ketahanan Terhadap Hujan Asam) [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Fakuara Y. 1987. Hutan Kota Peranan dan Permasalahannya. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Kurnia E. 1991. Pengaruh Hujan Asam Terhadap Anakan Filisium (Fillicium decipiens Thw) [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Lakitan B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Martoredjo T. 1984. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan (Bagian dari Perlindungan Tanaman). Andi Offset. Yogyakarta. Nasution IA. 1991. Studi Tingkat Hujan Asam di Daerah Kotamadya Bogor dan Sekitarnya [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta Ross CW, Salisbury FB. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press. Bandung. Ross CW, Salisbury FB. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. ITB Press. Bandung. Sari PP. 2005. Pengukuran Hujan Asam pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Daerah Bogor dan Sekitarnya [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
51
Sastrahidayat IR. 1990. Seri Umum: Ilmu Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Sastrawijayta AT. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineksa Cipta. Jakarta. . Sitompul SM, Bambang G. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Surjowinoto M. 2006. Flora (Untuk Sekolah di Indonesia). PT Pranadya Paramita. Jakarta. Wardhana A. 2007. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Andi. Yogyakarta. Widyastuti, Sumardi, Harjono 2005. Patologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN
53
Lampiran 1 Data curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan tahun 2008 – 2009 di Kota Bogor CURAH HUJAN BULANAN
HARI HUJAN
Bulan
2008
2009
Jumlah
Rata-rata
2008
2009
Januari
275,1
418
693,1
346,55
15
23
Februari
287,2
297,9
585,1
292,55
27
25
Maret
510,9
353,8
864,7
432,35
25
20
April
371.9
356,98
728,88
364,44
24
16
Mei
228.1
391,7
619,8
309,9
14
22
Juni
223.4
248,3
471,7
235,85
14
16
Juli
19.8
317,7
337,5
168,75
7
10
Agustus
166,2
101,5
267,7
133,85
15
10
September
414,54
340,2
754,74
377,37
21
14
Oktober
276,6
446,9
723,5
361,75
20
17
Nopember
612,1
834,4
1446,5
723,25
23
21
Desember
293,2
318,2
611,4
305,7
26
14
Jumlah
3679,04
4425,58
Rata-rata
306,5
268,7
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
Lampiran 2 Hasil uji-t pada anakan flamboyan Parameter
Rata-rata
Nilai uji-t
Kontrol
Perlakuan
p-value
alpha
Tinggi
28,44
12,1
0,039
0,05
Jumlah Daun
3,20
-0,80
0,020
0,05
Jumlah Cucu Daun
2845
-336
0,000
0,05
Biomassa
31,8
11,84
0,000
0,05
Hasil Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata
54
Lampiran 3 Hasil uji-t anakan saputangan Parameter
Tinggi
Jumlah Daun
Jumlah Cucu Daun
Biomassa
Rata-rata
Nilai uji-t
Kontrol
Perlakuan
p-value
alpha
2,76
5,81
0,098
0,05
-1
-0,35
0,608
0,05
-6,6
-8,9
0,751
0,05
11,04
9,91
0,508
0,05
Hasil Tidak berbeda nyata Tidak berbeda nyata Tidak berbeda nyata Tidak berbeda nyata
Lampiran 4 Hasil uji-t anakan asam jawa Parameter
Rata-rata
Nilai uji-t
Kontrol
Perlakuan
p-value
alpha
Tinggi
14,70
15,70
0,824
0,05
Jumlah Daun
1,20
1,78
0,681
0,05
Jumlah Cucu Daun
143
129
0,886
0,05
Biomassa
8,46
5,05
0,012
0,05
Hasil Tidak berbeda nyata Tidak berbeda nyata Tidak berbeda nyata Berbeda nyata
Lampiran 5 Hasil uji-t anakan saga merah Parameter
Rata-rata
Nilai uji-t
Kontrol
Perlakuan
p-value
alpha
Tinggi
18,04
13,13
0,121
0,05
Jumlah Daun
-0,40
0,12
0,666
0,05
Jumlah Cucu Daun
143,2
129
0,870
0,05
Biomassa
8,93
7,44
0,269
0,05
Hasil Tidak berbeda nyata Tidak berbeda nyata Tidak berbeda nyata Tidah berbeda nyata
55
Lampiran 6 Hasil uji-t anakan trembesi Parameter
Rata-rata
Nilai uji-t
Hasil
Kontrol
Perlakuan
p-value
alpha
Tinggi
13,6
19,9
0,426
0,05
Jumlah Daun
2,60
0,70
0,225
0,05
Jumlah Cucu Daun
73,8
13,0
0,008
0,05
Berbeda nyata
Biomassa
8,68
3,40
0,001
0,05
Berbeda nyata
Tidak berbeda nyata Tidak berbeda nyata
Lampiran 7 Hasil analisis laboratorium sampel air yang digunakan Parameter
No
Analisis
Satuan
Hasil
Metoda Uji/Alat
-
6,97
SNI 06-6989.11-2004
1
pH
2
Besi (Fe)
mg/l
0,130
APHA 3111-B
3
Kalsium (Ca)
mg/l
3597,2
APHA 3111-B
4
Magnesium (Mg)
mg/l
1150,2
APHA 3111-B
5
Natrium (Na)
mg/l
15,3
APHA 3111-B
6
Sulfat (SO4)
mg/l
5,1
APHA 4500-SO42-E
Sumber : Services Laboratory SEAMEO BIOTROP