I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak didaerah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, memiliki keanekaragaman tanaman buah, baik jenis tanaman yang berbuah musiman maupun jenis tanaman yang berbuah sepanjang tahun. Durian merupakan salah satu jenis tanaman buah tropis yang banyak dikembangkan di Indonesia dan memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan tanaman buah berupa pohon. Sebutan ini diperkirakan berasal dari istilah melayu yaitu dari kata ‘duri’ yang diberi akhiran ‘-an’ sehingga menjadi durian. Kata ini terutama dipergunakan untuk menyebut buah yang kulitya berduri tajam. Durian biasa disebut sebagai King of the Fruit dan sangat terkenal di Indonesia. Buah durian memiliki kandungan protein dan nilai gizi yang tinggi. Di Indonesia buah durian tidak hanya dikonsumsi sebagai buah segar, tetapi juga dapat diolah menjadi aneka hidangan olahan durian jenis lain seperti es krim, cake durian, kripik biji durian, onde-onde durian, serabi durian, kolak durian dan lain sebagainya (Sunarjono dan Hendri, 2008). Durian (Durio zibethinus Murr.) termasuk dalam family Bombacaceae. Tanaman durian berasal dari daerah tropis di Asia, hutan Malaysia, Sumatra, dan Kalimantan kemudian menyebar ke Asia Tenggara dan berbagai belahan dunia. Penyebaran durian ke arah Barat adalah Thailand, Birma, India, dan Pakistan. Buah durian telah dikenal di Asia Tenggara sejak abad 7 M. Pada musim buah durian, berbagai vearitas dan tipe diperdagangkan diberbagai pasar dalam negeri, untuk pasar
Laporan Tugas Akhir
1
luar negeri, penyuluhan rekomendasi vaeritas unggul serta promosi masih perlu ditingkatkan sesuai permintaan pasar. Peningkatan aplikasi teknologi budidaya durian disentra produksi, masih dalam upaya peningkatan mutu buah (Wiryanta, 2008). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas buah durian adalah dengan menyediakan bibit bermutu dan berkualitas baik, terutama dari hasil perkembangan vegetatif. Perbanyakan vegetatif yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu secara alami dan secara buatan. Perbanyakan vegetatif yang biasanya dilakukan adalah vegetatif buatan, salah satunya dengan cara menempel atau okulasi. Cara perbanyakan tanaman dengan okulasi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan stek dan cangkok, karena okulasi dilakukan pada tanaman dengan perakaran yang baik serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit dipadukan dengan tanaman yang mempunyai rasa buah lezat, tetapi mempunyai perakaran yang kurang baik. Teknik okulasi dapat menciptakan tanaman durian dengan variasi yang baru dan memiliki kualitas yang lebih baik (Sudiani dan Ni Luh 2013).
1.2. Tujuan Tujuan dari laporan tugas akhir ini adalah : 1. Mengetahui perbanyakan vegetatif tanaman durian dengan menggunakan beberapa teknik okulasi 2. Mengetahui persentase hidup tanaman durian dengan menggunakan beberapa teknik okulasi 3. Mengetahui perbandingan pertumbuhan tunas hasil beberapa teknik okulasi
Laporan Tugas Akhir
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Krakteristik Komoditi Durian (Durio zibethinus Murr.) termasuk tanaman buah berkeping 2 atau kembar (dicotyl). Dihabitat aslinya tanaman durian dapat berumur sampai kurang lebih 200 tahun. Ketinggian durian dapat mencapai 25-50 m. Taksonomi tanaman durian menurut Wiryanta (2008) : Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub divisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis
: Dicotyledonae (berkeping dua/dikotil)
Ordo
: Bombacales
Familia
: Bombacaceae
Genus
: Durio
Spesies
: Durio zibethinus Murr
Durian termasuk tanaman tahunan, batang durian memiliki diameter 100 cm dengan warna kayu makin dalam semakin kemerah-merahan, beserta kasar, ringan dan tidak berbau. Daun tanaman durian berbentuk elips sampai lonjong. Panjang daun antara 10-15 cm dan lebarnya 3-4,5 cm. Bunga bergantung pada batang atau cabang yang sudah tua. Bunga muncul secara bergerombol 3-30 bunga, panjang tangkai bunga 5-7 cm, panjang bunga antara 5-6 cm dengan diameter 2 cm. Kelopak bunga berwarna putih atau hijau keputihan, mahkota bunga berjumlah 5 helai, bunga
Laporan Tugas Akhir
3
akan mekar pada sore hari. Kebanyakan durian bersifat menyerbuk silang (Sumarsono dan Lasimin, 2002). Bentuk buah durian bundar atau lonjong, panjang buah dapat mencapai 25 cm dengan diameter 20 cm. warnah kulit buah hijau, kuning hingga kecoklatan, yang dikelilingi dengan duri tajam berbentuk kerucut. Panjang biji dapat mencapai panajang 4 cm yang tertutup oleh daging buah yang halus dan rasa manis, berwarna putih atau kekuningan tergantung jenis durian (Sumarsono dan Lasimin, 2002).
2.2. Manfaat Tanaman Durian Tanaman durian mempunyai banyak manfaat selain daging buahnya yang enak dinikmati, kulit dan biji durian juga ternyata memberikan nilai manfaat. Durian merupakan buah yang tanamannya berupa pohon. Tanaman ini biasa digunakan sebagai pencegah erosi dilahan yang miring, Selain itu batangnya juga kerap digunakan sebagai bahan bangunan. Bagian yang utama dimanfaatkan dari durian adalah daging buahnnya, selain rasanya yang lezat dan legit untuk dimakan, ternyata durian juga memiliki khasiat untuk meremajakan kulit. Buah beraroma kuat ini dapat mencegah dampak dari penuaan, dengan mencampurkannya menggunakan bahan yang lain. Durian mampu menghilangkan tanda penuaan diarea kelopak mata, seperti kerutan, garis halus, kendur serta melingkar hitam (Sobir dan Napitupulu, 2012). Durian merupakan jenis buah yang kaya akan fitonutrient, yaitu omega 3 dan omega 6, fitosterol, dan polifenol. Sebagai buah asli nusantara durian juga dikenal sebagai obat berbagai penyakit, antara lain obat anti malaria, obat cacing, obat
Laporan Tugas Akhir
4
kuning, serta anti diabetes (Sobir dan Napitupulu, 2012). Nilai nutrisi pada durian bisa dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Nutrisi Durian KANDUNGAN
JUMLAH
Energi
147.00 kcl
Protein
1,47 g
Karbohidrat
27.9 g
Lemak
12.95 g
Vitamin C
47.9 mg
Calsium
15 g
Air
46.99
Potassium
436 mg
Magnesium
30 g
Sumber : http://www.wikipedia.org.durian.2012 Varietas durian yang banyak dibudidayakan dan termasuk durian unggul terdapat 6 jenis yaitu, Petruk, Sukun, Sunan, Si tokong, kani, dan Otong (Montong). Sebenarnya tidak mudah mencari kekhasannya setiap durian unggul dari bibit. Tetapi bila dilakukan pengamatan dengan teliliti akan diketahui perbedaan yang mencirikan masing-masing (Mawardi, 2001). 2.3. Aspek Agroekologi Durian merupakan tanaman buah yang dapat tumbuh baik pada ketinggian tempat antara 400-600 m dari permukaan laut dan ditanam pada tanah lempung berpasir, subur, dan gembur. Tingkat keasaman (pH) tanah 6-7. Pada dataran rendah juga dapat ditanaman durian dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Curah
Laporan Tugas Akhir
5
hujan untuk tanaman durian maksimum 3000-3500 mm/tahun. Curah hujan merata sepanjang tahun, dengan kemarau 1-2 bulan sebelum berbunga lebih baik dari pada hujan terus menerus. Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan durian adalah 6080%. Tanaman durian cocok pada suhu rata-rata 20-30oC. Pada suhu 15oC durian dapat tumbuh tetapi pertumbuhanya tidak optimal. Bila suhu mencapai 35oC daun akan kering (Mukminatin dan Harisudin, 2012).
2.4. Aspek Produksi Tanaman durian pada umumnya berkembang tanpa cara budidaya yang benar. Sebagian besar tanaman durian rakyat berasal dari biji dan bergantung pada alam, artinya pertumbuhan durian dan perkembangannya sangat mengendalikan keadaan iklim setempat. Menggunakan teknik perbanyakan seperti itu, baik keragaman pohon, produksi maupun mutu buahnya sangat beragam. Kondisi yang demikian sangat menyulitkan dalam meraih peluang pasar, padahal persyaratan utama untuk dapat bersaing adalah penampilan buah menarik, ukuran tertentu dan relatif seragam, kualitas buah terjamin, dan kepastian suplai yang berkesinambungan, untuk mendapatkan mutu buah yang baik seperti itu dapat dilakukan perbanyakan tanaman durian secara vegetatif yaitu salah satunya dengan cara okulasi (Pracaya, 1998).
Laporan Tugas Akhir
6
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Okulasi Menurut
Sudiani
(2013),
faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
keberhasilan okulasi (penempelan) dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
A. Faktor Lingkungan Lingkungan tumbuh yang optimal diperlukan untuk proses penyembuhan luka jaringan mata tempel (mata entres) dan semaian batang bawah. Oksigen, temperatur dan kelembaban mempunyai peranan penting dalam mengatur proses penyatuan jaringan. Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan cara pengikatan okulasi yang terlalu kencang.
-
Waktu Penempelan Penempelan pada umumnya dilakukan pada waktu cuaca yang cerah, tidak
hujan, dan tidak dibawah terik matahari.
-
Temperatur dan Kelembaban Temperatur dan kelembapan yang optimal akan meningkatkan pembentukan
jaringan halus yang sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu okulasi. Temperatur optimum pada okulasi adalah 25 oC – 30 oC. okulasi membutuhkan kelembaban yang tinggi, apabila kelembaban rendah tanaman akan mengalami kekeringan, dan dapat menghambat atau menghalangi pembentukan kalus pada sambungan karena banyak sel-sel pada sambungan yang mati. Kelembaban udara dipertahankan diatas 70 %.
Laporan Tugas Akhir
7
-
Cahaya Cahaya matahari berpengaruh pada waktu pelaksanaan okulasi berlangsung,
oleh karena itu okulasi sebaiknya dilakukan pada waktu pagi atau sore hari pada saat matahari kurang kuat memancarkan sinarnya. Cahaya yang terlalu panas akan menurunkan daya tahan batang atas terhadap kekeringan, dan dapat merusak kambium pada daerah sambungan.
B. Faktor Tanaman Semaian batang bawah yang sedang mengalami pertumbuhan aktif, yang biasanya ditandai tumbuhnya tunas baru dan kulit batangnya mudah dikelupas merupakan kondisi optimal untuk diokulasi. Ukuran diameter batang masih menjadi patokan sebagai dasar kesiapan batang bawah untuk ditempel. Secara umum, semaian batang bawah yang penampang batangnya pada ketinggian okulasi sudah berbentuk bulat atau memiliki tinggi sekitar 40-50 cm merupakan kondisi yang ideal untuk diokulasi.
-
Kompatibilitas dan Inkompatibilitas Batang atas dan batang bawah varietas yang sama akan menghasilkan
tempelan yang kompatibel, dan biasanya gabungan tanaman atau hasil tempelan yang dihasilkan akan hidup lama, produktif dan kuat. Sedangkan inkompatibilitas, salah satunya adalah terjadi penghambataan tumbuh pada tanaman hasil okulasi (tanaman menjadi kerdil).
Laporan Tugas Akhir
8
-
Kondisi Fisiologi Tanaman Beberapa tanaman akan mengalami kesukaran untuk ditempelkan (diokulasi)
ketanaman lain, karena tanaman tersebut sulit membentuk kalus.
-
Pengelupasan Kulit Kayu Pengelupasan kulit kayu sangat berpengaruh pada okulasi. Apabila kulit kayu
mudah mengelupas, kerusakan kambium pada batang atas danbatang bawah yang akan diokulasi dapat dihindari.
C. Faktor Pelaksana -
Keterampilan pelaksana Penguasaan teknik perbanyakan yang benar mutlak harus dimiliki seorang
penangkar atau petugas okulasi sehingga dapat memilih teknik perbanyakan yang sesuai, efisien waktu, tenaga dan biaya. Kecepatan menyambung (okulasi) merupakan pencegahan paling baik terhadap infeksi penyakit dan kerusakan pada kambium.
-
Kesempurnaan alat Melakukan okulasi diperlukan ketajaman dan kebersihan alat, tali pengikat
yang tipis dan lentur. Pisau okulasi yang digunakan harus benar-benar tajam, sehingga syatan mata tempel dan batang bawah benar-benar menjadi rata dan dapat menyatu sempurna, untuk menghindari adanya kontaminasi penyakit terutama yang ditularkan melalui alat pertanian seperti pisau okulasi, gunting pangkas dan peralatan lainnya, maka alat-alat tersebut sebelum dan sesudah digunakan harus disterilkan dengan menggunakan larutan alcohol 70 % atau klorox.
Laporan Tugas Akhir
9
2.6. Teknologi produksi 2.6.1. Perbanyakan Vegetatif Secara Okulasi (Budding) Perbanyakan tanaman untuk mendapatkan bibit yang bermutu dapat dilakukan dengan perbanyakan secara generatif dan vegetatif, salah satunya adalah dengan okulasi. Okulasi adalah menempelkan tunas kepada batang tanaman sejenis yang akan dijadikan induk, yang merupakan gabungan antara metode perbanyakan secara generatif dan vegetatif. Dimana batang bawah dihasilkan dari biji sedangkan batang atas dari bagian vegetatif tanaman seperti mata tunas (entres). Cara memperbanyak tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan stek dan cangkok. Kelebihanya adalah okulasi mempunyai mutu lebih baik dari pada induknya. Bisa dikatakan demikian karena okulasi dilakukan pada tanaman yang mempunyai perakaran yang baik dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit dipadukan dengan tanaman yang mempunyai rasa buah yang lezat tetapi mempunyai perakaran yang kurang baik. Tanaman yang mempunyai perakaran baik digunakan sebagai batang bawah yang akan ditempeli dan juga disebut dengan batang bawah, sedangkan tanaman yang mempunyai buah lezat diambil mata tunasnya untuk ditempelkan pada batang bawah dikenal dengan sebutan batang atas (Wudianto dan Rini, 2002). Menurut Dilanisa (2012), Kriteria tanaman yang digunakan sebagai sumber batang atas yang dijadikan sebagai mata tunasnya adalah cukup tua dan sudah berbuah minimal 3 kali, bukan berasal dari tunas air, berbuah lebat, memiliki rasa buah yang manis, memiliki bentuk buah yang besar dan tanaman yang sehat.
Laporan Tugas Akhir
10
Menurut Winarno (1990), Kriteria tanaman yang digunakan sebagai batang bawah adalah bentuk percabangan batang primer yang cendrung lurus, diameter percabangan batang primer sekitar 1 cm atau sebesar pensil, batang primer harus sehat, kondisi batang primer harus mulus, sistem perakaran yang kuat, tahan terhadap hama dan penyakit, tahan terhadap kekurangan air dan sesuai dengan kondisi setempat. Melakukan teknologi perbanyakan durian para penangkar bibit pada umumnya menggunakan penempelan atau biasa dikenal sebagai okulasi pada batang bawah yang telah berumur 6-12 bulan. Okulasi pada batang yang lebih muda telah memberikan tingkat keberhasilan sekitar 70 %, yaitu yang dilakukan terhadap batang berumur 4 bulan. Waktu untuk melakukan okulasi yang paling baik adalah pada saat kulit batang bawah maupun batang atas mudah dikelupas dari kayunya, Saat ini terjadi pada saat pembelahan sel dalam kambium berlangsung secara aktif. Setiap pohon mempunyai waktu pembelahan yang berbeda, ada yang aktif dimusim kemarau dan ada juga yang aktif dimusim hujan. Factor-faktor yang mempengaruhi mudah atau sulitnya pelepasan kulit kayu adalah curah hujan, pengairan, ketinggian tempat dan sebagainya (Wudianto dan Rini, 2002).
Laporan Tugas Akhir
11
2.6.2. Teknik Penempelan (Okulasi) a. Okulasi huruf T Disebut dengan okulasi huruf T karena irisan batang pokok berbentuk huruf T atau T terbalik (Ariyantoro Hadi, 2006).
Gambar 1. Teknik Okulasi Huruf T b. Okulasi cara Forker Okulasi Forker adalah teknik okulasi dengan irisan berbentuk huruf U atau U terbalik dengan meninggalkan 1/4 bagian kulit yang diiris. (AAK, 1992).
Gambar 2. Teknik Okulasi Forker c. Okulasi Forker yang Disempurnakan Dasar okulasi ini seperti okulasi Forker, tapi mengalami sedikit perubahan, sehingga bentuk irisanya seperti huruf H. Oleh sebab itu, cara okulasi Forker yang disempurnakan sering disebut dengan okulasi H. okulasi H banyak diterapkan pada
Laporan Tugas Akhir
12
okulasi tanaman buah-buahan di Indonesia karena tingkat keberhasilannya tinggi (AAK, 1992).
Gambar 3. Teknik Okulasi Forker yang Disempurnakan d. Okulasi Segi Empat Bentuk irisan okulasi segi empat sama dengan cara okulasi Forker yaitu berbentuk bujur sangkar, hanya kulit yang diiris dari batang pokok dibuang (Ariyantoro Hadi, 2006).
Gambar 4. Teknik Okulasi Segi Empat e. Okulasi Jendela Menurut Ariyantoro Hadi (2006), yang dimaksud dengan okulasi jendela yaitu mata entres tidak tertutup seluruhnya, karena masih ada bagian yang terbuka dibagian tengah, persis ditempat calon tunas yang akan keluar, seakan-akan ada jendelanya. Pelaksanaan okulasi jendela memerlukan waktu yang agak lama dan agak rumit.
Laporan Tugas Akhir
13
Pada lidah kulit yang telah dibuat, harus dibuat lubang. Lubang tersebut nantinya digunakan untuk tempat mata, dengan demikian mata tidak akan tertutup oleh lidah atau kulit batang pokok.
Gambar 5. Teknik Okulasi Jendela f. Okulasi Stempel Menurut Ariyantoro Hadi (2006), cara okulasi ini lebih menguntungkan dibanding menggunakan pisau okulasi karena harga alat lebih murah, bahkan dapat dibuat sendiri. Cara kerjanya lebih cepat, tingkat keberhasilan lebih tinggi, dan biaya produksi lebih rendah. Pada mulanya, alat ditemukan untuk memperbanyak kulit jeruk, tetapi ternyata juga dapat digunakan untuk mengokulasi tanaman buah yang berkulit tipis seperti jambu biji dan jambu air.
Gambar 6. Teknik Okulasi Stempel
Laporan Tugas Akhir
14
III. METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan praktek magang dimulai pada tanggal 16 Maret 2015 sampai 13 Juni 2015. Tempat pelaksanaan di kebun percobaan Balai Benih Induk Hortikultura (BBIH), Jalan Kaharudin Nasution Km 10 Padang Marpoyan, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru. Ketinggian tempat ± 13 meter dari permukaan laut.
3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain gunting stek, pisau okulasi/carter. Untuk pengikat/pembalut batang durian yang telah diokulasi digunakan plastik tranparan, selain itu juga digunakan label (sebagai alat penanda pengamatan). Bahan yang digunakan dalan percobaan ini terdiri dari bibit tanaman durian. Durian lokal sebagai batang bawah, sedangkan batang atasnya menggunakan durian Montong (otong).
3.3. Perlakuan Perlakuan perbanyakan tanaman durian dengan beberapa teknik okulasi yang dilakukan adalah dengan 3 teknik okulasi yaitu : Okulasi Forker Okulasi huruf T Okulasi Segi Empat
Laporan Tugas Akhir
15
3.4. Prosedur Pelaksanaan 3.4.1. Penyediaan bahan a. Batang bawah Bahan tanam untuk batang bawah berasal dari tanaman durian yang bebas dari penyakit vaeritas lokal. Tanaman tersebut diambil dari Balai Benih Induk Hortikulturta (BBIH) Padang Marpoyan, Pekanbaru. Bahan untuk perlakuan okulasi diambil dari batang bawah yang sehat, sistem perakarannya baik, mampu beradaptasi dengan batang atasnya sehingga mampu menyatu (kompatibel), tidak terserang hama dan penyakit. Langkah-langkah untuk mempersiapkan batang bawah yang akan digunakan untuk okulasi sama seperti perbanyakan bibit dengan biji yaitu seleksi biji, perendaman biji dalam larutan Atonik 0,1 %, menyiapkan media untuk menanam, dapat di bedengan atau di polibag. Media berupa campuran tanah dan pupuk kandang 1:1.
Setelah media disiapkan maka dilakukan penanaman biji dengan cara
membenamkan biji kedalam media. Perawatan mencakup pemupukan, penyiraman, penyiangan, serta pengendalian hama dan penyakit. Setelah bibit berumur 2 – 4 bulan (tinggi 40 – 50 cm), bibit siap untuk diokulasi (Irmawan, 2013).
b. Batang Atas Bahan tanam untuk dijadikan batang atas adalah durian dari varietas Montong (otong). Tanaman tersebut diambil dari Balai Benih Induk Hortikultura (BBIH) Padang Marpoyan, Pekanbaru. Tanaman yang akan digunakan sebagai batang atas dipilih yang mampu tumbuh baik dengan batang bawahnya sehingga batang atas ini
Laporan Tugas Akhir
16
mampu menyatu dan dapat berproduksi dengan optimal (kompatibel) dan tidak menimbulkan pengaruh negatif (inkompatibel), cabang berasal dari pohon yang sehat, pertumbuhannya normal, memiliki daya tahan terhadap hama dan penyakit, telah pernah berbuah minimal 3 kali dan berasal dari pohon induk yang sifatnya benarbenar unggul (Irmawan, 2013).
3.4.2. Pelaksanaan a) Okulasi Huruf T Cara mengokulasi dengan teknik okulasi huruf T sebagai berikut : -
Membuat irisan melintang kurang lebih 1 cm dari lingkaran batang. Dari pertengahan irisan melintang ini dibuat irisan vertikal ke bawah (huruf T) atau ke atas (huruf T terbalik). Panjang irisan vertikal lebih kurang 3 cm. Setelah itu kulit dikedua belah sisi irisan vertikal diangkat dengan pisau.
-
Selanjutnya mengambil mata entres dengan cara menyayat atau bentuk segi empat. Setelah kayu dilepaskan dari kulit mata, maka mata ini segera disisipkan ke bawah kulit batang pokok yang telah diiris tadi dan diikat dengan plastik dengan cara diikat dari bawah keatas. b) Okulasi Cara Forker Cara mengokulasi dengan teknik forket adalah sebagai berikut :
-
Membuat irisan melintang sepanjang 1 cm pada batang pokok, dari ujung irisan melintang ini di buat irisan vertikal yang tegak lurus ke arah bawah sepanjang ± 3 cm.
Laporan Tugas Akhir
17
-
Membuka irisan secara pelan-pelan dengan menggunakan sudip atau ujung pisau, irisan dibuka dengan cara ditarik mulai dari atas ke bawah sehingga menyerupai lidah dan potong lidah sebanyak 2/3 dari panjang kulit/lidah..
-
Mengambil mata tunas pada entres dengan cara disayat atau irisan segi empat, besarnya syatan atau irisan disesuaikan dengan ukuran irisan pada batang bawah, kemudian melepaskan kayu yang terbawa pada bagian dalam sayatan mata tunas tersebut.
-
Kulit mata yang telah dilepaskan matanya ditempelkan pada irisan pada batang pokok atau batang bawah dan kulit/lidah pada batang pokok ditutup kembali.
-
Mengikat irisan yang telah ditempelkan dengan menggunakan tali plastik tipis sampai bagian irisan tertutup semua, kecuali pada tanaman tertentu mata tunas tidak ditutup. Cara pengikatannya dengan sistem genting yaitu dari bawah ke atas.
c) Okulasi Segi Empat Bentuk irisan okulasi segi empat sama dengan cara okulasi Forker, hanya lidah dari kulit batang pokok dibuang, adapun caranya adalah sebagai berikut : -
Membuat irisan yang berbentuk segi empat atau bujur sangkar pada batang pokok di tempat yang telah tentukan. Panjang sisi–sisi dari irisan ini adalah 1,2–1,5 cm.
-
Kulit kayu diangkat sampai terlepas dengan menggunakan sudip (pisau)
-
Selanjutnya membuat irisan segi empat pada kulit sekitar mata. Ukuran irisan segi empat ini harus lebih kecil dibanding ukuran irisan pada batang pokok sehingga bisa masuk pada irisan batang pokok.
Laporan Tugas Akhir
18
-
Menempelkan kulit mata entres pada irisan batang pokok, kemudian mengikatnya dengan tali plastik.
3.4.3. Pemeliharaan Pasca Okulasi a. Penyiraman Penyiraman dilakukan setiap hari tergantung cuaca, apabila sering hujan penyiraman tidak dilakukan karena pertumbuhan tanaman tidak baik apabila terlalu banyak air dan apabila cuaca panas atau kering, penyiraman satu kali sehari bertujuan untuk menjaga kelembaban media tumbuh. Penyiraman dilakukan setiap pagi atau sore hari.
b. Penyiangan Penyiangan dilakukan pada umur 2 minggu setelah okulasi, untuk mengurangi gangguan gulma dan tunas liar yang tumbuh pada batang bawah. Penyiangnan dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut gulma yang ada pada media tumbuh, dan tunas liar dipotong dengan gunting.
c. Pelepasan plastik pengikat entres Plastik pengikat okulasi dilepas pada umur 3 minggu setelah okulasi tanaman durian berhasil, tujuan dari pelepasan plastik pengikat ini yaitu agar tunas (entres) okulasi berkembang dengan baik. jika plastik pengikatan mata entres tidak dilepas dapat menghambat perkembangan tunas (entres).
Laporan Tugas Akhir
19
d. Pemangkasan tunas air Pemangkasan dilakukan pada umur 3-4 minggu setelah penempelan mata tunas (okulasi). Tunas yang dipangkas yaitu tunas air karena tunas air rakus akan unsure hara, yang menyebabkan perkembangan tunas okulasi jadi terhambat.
e. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan yaitu pengendalian hama dan penyakit secara alami yaitu dengan mengambil tanaman yang terserang, jika serangan di atas ambang ekonomi maka dilakukan pengendalian dengan menggunakan insektisida dan fungisida.
3.5. Pengamatan Parameter pengamatan yang diukur atau diamati dilpangan antara lain : 1.
Persentase Hidup Persentase hidup okulasi adalah jumlah okulasi yang hidup, dibagi dengan
jumlah tanaman yang diokulasi, dikali dengan 100 %.
Persentase hidup = Jumlah okulasi yang hidup X 100 % Jumlah tanaman yang diokulasi Pengamatan persentase hidup okulasi dilakukan 3 minggu setelah okulasi pada tanggal (12 Mei 2015), tanaman yang hidup atau yang berhasil entresnya berwarna hijau segar, sedangkan okulasi yang gagal atau tidak tumbuh entresnya berwarna coklat kehitaman.
Laporan Tugas Akhir
20
2.
Panjang Tunas Pengamatan panjang tunas dilakukan pada tanggal 2 Juni 2015, minggu ke 6
setelah okulasi. Rerata panjang tunas = panjang tunas yang tumbuh Jumlah tanaman yang hidup
Laporan Tugas Akhir
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Persentase Hidup (%) Hasil yang didapat dari pengamatan persentase hidup dengan menggunakan beberapa teknik okulasi pada tanaman durian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase Hidup Okulasi Durian Perlakuan Jumlah Bibit Berhasil
Gagal
Persentase (%)
Okulasi Huruf T
10
5
5
50
Okulasi Forker
10
9
1
90
Okulasi Segi Empat
10
7
3
70
Pada Tabel 2 dapat dilihat persentase hidup okulasi durian, dengan menggunakan 3 teknik okulasi yaitu okulasi huruf T, okulasi Forker, dan okulasi segi empat. Okulasi yang persentase keberhasilan hidupnya tinggi yaitu okulasi Forker dengan persentase keberhasilan 90 %, sedangkan okulasi segi empat persentase keberhasilanya 70 %, dan okulasi dengan tingkat keberhasilanya yang paling rendah adalah okulasi huruf T yaitu 50 %.
Laporan Tugas Akhir
22
4.1.2. Panjang Tunas Hasil yang didapat dari pengamatan panjang tunas dengan menggunakan beberapa teknik okulasi pada tanaman durian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-Rata Panjang Tunas Okulasi Durian Perlakuan Panjang Tunas Sampel Minggu 6 Okulasi Forker 1 4 2 4 3 4.5 4 3 5 5 6 3.5 7 5 8 5 9 4 10
Rata-Rata Panjang Tunas (cm) 3.8
Okulasi Segi Empat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4 3 3.5 4.5 3 4 4 -
2.6
Okulasi huruf T
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4 3.5 3 2 5 -
1.75
Laporan Tugas Akhir
23
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat hasil pengamatan panjang tunas yang dilakukan didapatkan rata-rata panjang tunas yang paling tinggi yaitu pada okulasi Forker dengan rata-rata panjang tunas 3.8 cm, sedangkan pada okulasi segi empat panjang tunas rata-rata 2.6 cm dan rata-rata panjang tunas yang paling rendah yaitu pada teknik okulasi huruf T dengan rata-rata panjang tunas 1.75 cm.
4.2. Pembahasan 4.2.1. Persentase Hidup Kerja praktek yang dilaksanakan di BBIH Padang Marpoyan, Pekanbaru dilakukan okulasi durian menggunakan 3 teknik okulasi yaitu okulasi huruf T, okulasi Forker, dan okulasi segi empat. Hasil pengamatan persentase hidup ketiga teknik okulasi ini dapat dilihat pada Tabel 2. Okulasi yang persentase keberhasilanya tinggi yaitu okulasi Forker dengan persentase keberhasilan 90 %, sedangkan okulasi segi empat persentase keberhasilanya 70 %, dan okulasi dengan tingkat keberhasilanya yang paling rendah adalah okulasi huruf T yaitu 50 %. Menurut AAK (1992), okulasi dengan cara Forker biasanya memberi hasil lebih baik dibanding dengan okulasi huruf T karena kambium pada cara Forker tidak rusak tergores pisau, terutama dibagian tengah yang akan ditempel mata entres. Okulasi yang dilakukan dengan menggunakan teknik Forker pada tanaman durian di Balai Benih Induk Hortikultura Padang Marpoyan, Pekanbaru memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan menggunakan teknik okulasi huruf T karena kambium pada teknik okulasi Forker tidak rusak tergores pisau, terutama dibagian tengah yang akan ditempel mata entres. Okulasi dengan menggunakan teknik segi
Laporan Tugas Akhir
24
empat sebenarnya juga memberikan hasil lebih baik apabila memiliki keterampilan pada teknik tersebut. Kecepatan dan keterampilan dibutuhkan pada teknik okulasi segi empat ini, karena pengelupasan batang bawah terlalu terbuka, jika terlalu lama melakukan penempelan mata entres pada batang bawah maka kambium akan kering dan proses okulasi yang dilakukan tidak lagi steril karena lamannya waktu penyatuan mata tunas ke batang bawah, mengakibatkan adanya angin dan debu yang masuk. Selain itu jika tidak memiliki keterampilan dalam mengikat batang bawah yang telah ditempel atau okulasi, mata entres dapat bergeser sehingga okulasi bisa menjadi gagal. Berbeda dengan menggunakan teknik okulasi Forker, pengelupasan batang bawah tidak terlalu terbuka, karena pada okulasi Forker kulit batang bawah yang dikelupaskan berbentuk lidah, sehingga dapat menutupi kambium sebelum ditempel dengan mata entres. Pengikatan tanaman durian yang telah ditempel dengan menggunakan teknik okulasi Forker tidak terlalu sulit, karena mata entres disisipkan pada kulit batang bawah yang dikelupas menyerupai lidah sehingga mata entres tidak bergeser saat pengikatan dengan plastik (Ariyantoro Hadi, 2006) Perbedaan persentase keberhasilan okulasi durian yang telah dilakukan disebabkan oleh beberapa faktor terutama dalam hal teknik perbanyakan okulasi tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan okulasi antara lain keterampilan pelaksana, lingkungan disekitar tempat pembenihan, serta kondisi batang atas dan batang bawah. Batang bawah yang diharapkan dan digunakan untuk okulasi adalah pertumbuhannya optimal, sehat, bebas hama atau penyakit, dan mempunyai daya kompatibilitas dengan batang atas yang serasi. Sedangkan kriteria Laporan Tugas Akhir
25
batang atas (mata entres) yang dipakai untuk penempelan adalah tidak terlalu tua ataupun muda dan sehat (tidak terserang hama dan penyakit). Sesuai dengan pendapat Sudiani dan Nih Luh (2013), kegagalan yang dialami dalam okulasi disebabkan kurangnya keahlian atau keterampilan dan kecepatan dalam pengelupasan (penyayatan) kulit batang bawah dengan penempelan mata tunas (entres), sehingga mengakibatkan kambium menjadi kering. Selain itu kondisi batang bawah yang digunakan dalam kondisi yang kurang baik karena telah beberapa kali dilakukan okulasi yang hasilnya gagal. Kondisi batang bawah yang tidak baik ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab kegagalan okulasi yang dilakukan. Proses pengikatan mata tunas ke batang bawah yang kurang kuat dan tidak tertutup sempurna juga dapat mempengaruhi keberhasilan okulasi, karena dapat menyebabkan air masuk kedalam tempelan tersebut. Apabila terdapat air yang masuk kedalam tempelan tersebut dapat mengakibatkan okulasi menjadi gagal, karena mata tunas (entres) akan busuk dan mati. Keterlambatan membuka plastik ikatan okulasi dapat menyebabkan pembusukan pada batang durian, yang disebabkan terjadinya penguapan dan mengakibatkan air yang menguap tergenang di dalam ikatan, sehingga batang durian menjadi lembab dan terjadi pembusukan. Sinar matahari yang terlalu terik dapat mengakibatkan kambium pada batang bawah dan mata tunas (entres) cepat mengering, sehingga dalam hal ini faktor cuaca seperti hujan dan terik matahari juga sangat mempengaruhi keberhasilan okulasi.
Laporan Tugas Akhir
26
4.2.2. Rata-rata Panjang Tunas Okulasi durian yang dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik okulasi menunjukan perbedaan hasil dari tiap-tiap teknik. Hasil pengamatan panjang tunas yang dilakukan didapatkan rata-rata panjang tunas yang paling tinggi yaitu pada okulasi Forker dengan rata-rata panjang tunas 3.8 cm, sedangkan pada okulasi segi empat panjang tunas rata-rata 2.6 cm dan rata-rata panjang tunas yang paling rendah yaitu pada teknik okulasi huruf T dengan rata-rata panjang tunas 1.75 cm. Okulasi dengan teknik Forker memberikan hasil panjang tunas lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan teknik okulasi segi empat dan teknik okulasi huruf T. Hal ini diperkirakan karena kedua tanaman yang ditempel cocok dan irisan luka okulasi rata, serta pengikatan sambungan tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan dan pertumbuhan tunas bisa menjadi lebih baik. Sedangkan okulasi dengan menggunakan teknik huruf T, memungkinkan terjadinya kerusakan kambium, karena sayatan bagian tengah pada batang bawah yang berbentuk huruf T, sehingga pertumbuhan tunas menjadi kurang baik atau tidak normal. Ashari (1995), mengemukakan bahwa tanaman yang diokulasi akan berhasil jika kedua jenis tanaman cocok (kompatibel) dan irisan luka rata, serta pengikatan sambungan tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan dan pertumbuhan tunas bisa lebih baik. Pertumbuhan dapat diketahui dari kenaikan panjang tunas suatu tanaman atau bagian tanaman yang lain. Sedangkan peningkatan jumlah sel dan ukuran sel terjadi pada jaringan meristem misalnya meristem ujung, meristem interkalar dan meristem lateral. Pertumbuhan pada meristem ujung menghasilkan sel-sel baru diujung Laporan Tugas Akhir
27
sehingga mengakibatkan bertambah tinggi atau panjang. Pertumbuhan tunas pada dasarnya sangat erat hubungannya dengan waktu pecah tunas. Artinya semakin cepat tunas itu pecah, maka akan semakin cepat juga tunas itu tumbuh asalkan unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya terpenuhi. Laju pertumbuhan tunas sangat dipengaruhi oleh ketersedian karbohidrat. Daun-daun yang telah terbentuk akan segera melakukan fungsinya untuk berfotosintesis. Dari sini akan dihasilkan karbohidrat dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Karbohidrat maupun ZPT baik auksin maupun sitokinin ditransfer dengan perantara molekul air menuju daerah meristematis, diantaranya ujung tunas.
Sel-sel pada
daerah tersebut akan memperbanyak diri dan memperpanjang ukuran, sehingga mengakibatkan pemanjangan tunas (Tjitrosoepomo dan Gembong, 2005).
Laporan Tugas Akhir
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbanyakan vegetatif tanaman durian dilakukan menggunakan 3 teknik okulasi yaitu okulasi huruf T, okulasi Forker dan okulasi segi empat 2. Okulasi yang persentase keberhasilanya tinggi yaitu okulasi Forker dengan persentase keberhasilan 90 %, sedangkan okulasi segi empat persentase keberhasilanya 70 %, dan okulasi dengan tingkat keberhasilanya yang paling rendah adalah okulasi huruf T yaitu 50 %. 3. Laju pertumbuhan tunas yang tertinggi terdapat pada teknik okulasi Forker dengan panjang tunas rata-rata 3.8 cm, sedangkan dengan teknik okulasi segi empat panjang tunas rata-rata 2.6 cm dan pada teknik okulasi huruf T panjang tunas rata-rata 1.75 cm.
5.2. Saran Perbanyakan
tanaman
durian
secara
vegetatif
(okulasi)
disarankan
menggunakan teknik okulasi Forker, karena tingkat keberhasilan pada teknik okulasi Forker lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan teknik okulasi huruf T dan teknik okulasi segi empat.
Laporan Tugas Akhir
29
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1992. Bertanam Buah-Buahan 1. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Ariyantoro Hadi. 2006. Teknik Perbanyakan Tanaman. PT.Citra Aji Prama. Yogyakarta. Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Dilanisa. 2012. Bertanam Buah-Buahan dengan Media Pot. Penerbit Jaya Lestari Grafika. Bandung. Irmawan. 2013. Cara okulasi. http://www.plengdut.com/2013/01/cara-okulasi.html. Mawardi. 2001. Uji Kontabilita Durian Unggul Nasional. Palangkaraya. Mukminatin S.N. dan Harisudin M. 2012. Strategi Pemasaran Durian Sanggaran (Durio zibenthinus Murr) di Kecamatan Matesih Kabupaten Karang Anyar dengan Metode Competitive Profil Matrix (CPM). Jurnal Sosial Pertanian. 15-32 hal. Pracaya. 1998. Bertanan Durian. Penebar Swadaya. Jakarta Sunarjono dan Hendri. 2008. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. 176 hal. Sukarmin dan A. Wahyudi. 2008. Berbagai Macam Cara Perbanyakan Durian. Makalah Diklat Teknologi Maju Tanaman Buah-Buahan Bagi Penyuluh Pertanian Provinsi Riau. Balitbu Tropika. 26-28 Agustus 2008. 5 hal. Sumarsono dan Lasimin. 2002. Teknik Okulasi Bibit Durian Pada Stadia Entres dan Model Mata Tempel yang Berbeda. Jurnal Teknik Pertanian. Sudiani dan Ni Luh. 2013. Makalah Okulasi. http://luhsudiani. blogspot. Com./ 2013/01/makalah-okulasi. html (diakses tanggal 26 April 2015). Sobir dan R.M Napitupulu. 2012. Bertanam Durian Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 212 hal. Tjitrosoepomo dan Gembong. 2005. Taksonomi Umum. Gajah Mada University Press. Yogjakarta .
Laporan Tugas Akhir
30
Wiryanta. 2008. Sukses Bertanam Durian. Agromedia Pustaka. Jakarta. Winarno, M. 1990. Teknik Perbanyakan Cepat Buah-Buah Tropika. Puslitbanghor. Jakarta. Wudianto dan Rini. 2002. Swadaya. Jakarta
Membuat Setek, Cangkok, dan Okulasi.
Penebar
{http://www.wikipedia.org.durian. 2012}. Diakses 28 Mei 2015.
Laporan Tugas Akhir
31
Lampiran 1. Dokumentasi Proses Okulasi di Lapangan
Gambar 1. Batang bawah durian
Gambar 2. Bahan mata tempel (batang atas yang akan digunakan) Okulasi hurf T
Gambar 3. Pengirisan batang bawah membentuk huruf T dan pengambilan mata entres Laporan Tugas Akhir
32
Gambar 4. Penyisipan mata entres dan pengikatan dengan plastic Okulasi Cara Forker
Gambar 5. Pengirisan batang bawah dengan cara Forker
Gambar 6. Penyisipan mata entres dan pengikatan dengan plastik
Laporan Tugas Akhir
33
Okulasi Segi Empat
Gambar 7. Pengirisan batang bawah dengan teknik okulasi segi empat
Gambar 8. Penyisipan mata entres dan pengikatan dengan plastik
Laporan Tugas Akhir
34
Hasil Okulasi Durian
Gambar 9. Okulasi Forker Berhasil
Gambar 10. Okulasi Forker gagal
Gambar 11. Okulasi Huruf T Berhasil
Gambar 12. Okulasi Huruf T Gagal
Gambar 13. Okulasi Segi Empat Berhasil
Gambar 14. Okulas Segi Empat gagal
Laporan Tugas Akhir
35
Lampiran 2. Gambaran Umum Tempat Praktek Kerja Lapang 1. Sejarah Berdirinya Balai benih Induk Hortikultura Padang Marpoyan, Pekanbaru Balai Benih Induk (BBI) Hortikultura Padang Marpoyan Pekanbaru berdiri pada tahun 1976, pada saat itu Riau masih tergabung dalam Provinsi Sumatra Tengah (Riau, Jambi, Bengkulu), Balai Benih tersebut diberi nama Kebun Buah Percobaan Pertanian Rakyat, yang didalamnya ditanami berbagai jenis tanaman buah-buahan. Pertanian Rakyat diubah menjadi Pusat Pengembangan Pertanian Hortikultura Padang Marpoyan Pekanbaru, disamping mengoleksi berbagai pohon induk juga mulai melakukan kegiatan perbanyakan bibit untuk masyarakat dengan cara vegetatif. Pada tahun 1985, dikeluarkan surat keputusan Direktur Jendral Pertanian Tanaman Pangan No SK 1.A5.82.B tanggal 10 Februari 1985, yang merubah namanya menjadi Balai Benih Induk Hortikultura Padang Marpoyan Pekanbaru.
2. Letak Geografis dan Lokasi Balai Benih Induk Hortikultura Padang Marpoyan, Pekanbaru Balai Benih Induk (BBI) Hortikultura Padang Marpoyan Pekanbaru terletak antara 101o14’ Bujur Timur dan 0o25’ – 0o45’ Lintang utara, ketinggian dari permukaan laut berkisar 13 meter.
Topografi wilayah pada umunya dapat
dikategorikan sebagai daerah datar. Letak lokasi Balai Benih Induk Hortikultura Padang Marpoyan Pekanbaru tepat berada di pinggir jalan protocol, yaitu jalan Kharuddin Nasution Km 10 Padang Marpoyan, Kelurahan Simpang Tiga Kecamatan Bukit Raya kota Pekanbaru (28284).
Laporan Tugas Akhir
36
3. Keadaan Iklim dan Tanah Balai Benih Induk Hortikultura Padang Marpoyan, Pekanbaru Balai Benih Induk Hortikultura berada didaerah yang beriklim panas dengan suhu rata-rata 27 0C-32 0C dan tingkat kelembapan udara berkisar antara 80 – 90 %. Tipe iklimnya A menurut Semidt dan Ferguson dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-2000 mm per tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Adapun jenis tanah yang terdapat di Balai Benih Induk Hortikultura adalah Podzolik merah kuning (PMK) dan Aluvial. 4. Lahan Balai Benih Induk Hortikultura Padang Marpoyan mempunyai lahan seluas 36,5 Ha, terdiri dari 36,5 Ha, terdiri dari 30,4 Ha lahan kering dan 6,1 Ha lahan basah. Selain digunakanuntuk berbagai kegiatan yang berhubungan dengan produksi benih dan untuk tempat berdirinya bangunan seperti tersebut diatas, maka khusus lahan basah telah dimanfaatkan sebagai tempat penampungan air (embung), kolam, wisata dan sebagai sawah irigasi teknis. Dalam hubungannya dengan kegiatan produksi benih bermutu varietas unggul, maka telah dimanfaatkan, lahan yang ada terutama untuk berbagai kegiatan seperti : a. Lahan untuk pertanaman pohon induk durian, rambutan, mangga, manggis, jambu air/biji, sirsak dll. b. Blok Fondasi (BF) dan Blok Pengadaan Mata Tempel (BPMT) tanaman jeruk.
Laporan Tugas Akhir
37
Pola perbanyakan tanaman buah ditempuh dengan system klonal. Dalam melaksanakan system klonal, maka disediakan lahan untuk bangunan Blok Fondasi dan Blok Pengadaan Mata Tempel. Pohon induk yang ada di Blok Fondasi adalah pohon induk turunan pertama dari Pohon Induk Tunggal (PIT) yang telah dilepas oleh Mentri Pertanian. Sedangkan pohon induk yang ada di Blok Pengadaan Mata Tempel kemudian disebar kepada para penangkar benih untuk diperbnayak sebagai benih sebar. 5. Disiplin Kerja Disiplin kerja di Balai Benih Induk Hortikultura Propinsi Riau, Padang Marpoyan bagi pegawai tetap baik yang masih honor maupun yang negeri dan pekerja harian yaitu masuk jam 07.30 WIB, jika sekiranya pegawai berhalangan penting, di anjurkan untuk melapor/memberitahukan kepada pimpinan.
Apabila
terjadi pelanggaran diberikan sanksi sesuai dengan kesalahannya. BBIH Padang Marpoyan memiliki beberapa tujuan dan tugas, antara lain sebagai berikut : a. Menjaga keutuhan varietas tanaman b. Memperbanyak tanaman buah-buahan yang dianggap bernilai ekonomi tinggi, misalnya: Durian, Manggis, Rambutan, Sawo, Jeruk, Mangga, Kelengkeng c. Memperbanyak serta becocok tanam sayuran d. Memperkenalkan bibit yang unggul kepada masyarakat luas e. Meneliti dan menguji bibit tanaman hortikultura bermutu tinggi Balai Benih Induk Hortikultura memiliki fungsi utama, yaitu memproduksi benih tanaman, memurnikan kembali varietas yang terdapat disuatu daerah, Laporan Tugas Akhir
38
melakukan observasi dibidang pertanian, meningkatkan SDM dibidang pembenihan dan menyebarluaskan informasi tentang pembenihan kepada masyarakat. Visi dari BBIH padang Marpoyan adalah menciptakan sisitem usaha pembenihan tanaman pangan dan hortikultura di Provinsi Riau yang berbasis potensi daerah, yang mampu menyediakan benih bermutu yang dibutuhkan masyarakat, terutama petani. Sementara misi yang dijalankan oleh BBIH adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kemampuan institusi perbenihan penghasil benih sumber tanaman pangan dan hortikultura khususnya balai benih tanaman pangan 2. Meningkatkan kemampuan tenaga sumber daya manusia (SDM) tanaman pangan dan hortikultura 3. Mendorong peran swasta dalam mengembangkan dan meningkatkan produksi maupun bisnis perbenihan tanaman pangan dan hortikultura 4.
Mengembangkan teknologi perbenihan serta meningkatkan kemampuan laboratorium kultur jaringan dalam menghasilkan benih berkualitas.
Laporan Tugas Akhir
39
Laporan Tugas Akhir
40