1 I. PENDAHULUAN
Pekarangan merupakan suatu ekosistem spesifik berupa ekosistem buatan yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman yang membentuk suatu komunitas yang didominasi oleh tanaman budidaya yang telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan pekarangan tersebut. Biasanya lahan untuk pekarangan lebih luas dari lahan yang hendak dibangun untuk rumah (Kristyono,1983). Karyono (2000), mendefinisikan pekarangan sebagai suatu sistem tataguna tanah yang terletak di sekitar rumah yang umumnya ditanami dengan tanaman semusim dan tahunan. Peranan dan pemanfaatan pekarangan bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya, tergantung pada tingkat kebutuhan sosial budaya, pendidikan masyarakat maupun faktor fisik dan ekologi setempat. Di Indonesia, peranan pekarangan belum mendapat perhatian sepenuhnya, padahal jika dikelola dengan baik
akan
menambah
penghasilan
pendapatan
keluarga
(Rahayu
dan
Prawiroatmodjo, 2005). Menurut Ginting (2010), lahan pekarangan berfungsi sebagai (1). sumber penghasilan dan dapat memasok bahan pangan, obat-obatan serta ternak; (2). memberikan kenyamanan dan pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani anggota keluarga; (3). mengandung nilai pendidikan agar anggota keluarga cinta lingkungan; (4). dapat dikembangkan menjadi industri pekarangan. Odebode (2006) menyatakan bahwa pemanfaatan lahan pekarangan ini melibatkan seluruh anggota rumah tangga dalam memutuskan jenis tanaman yang akan dibudidayakan mempertimbangkan luas halaman, kebutuhan rumah tangga, serta pengetahuan masyarakat. Pekarangan merupakan unsur penting dalam ekosistem dan ekonomi pedesaan Indonesia. Pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan tanaman pekarangan merupakan kajian dalam bidang ilmu etnobotani. Etnobotani merupakan ilmu botani yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam
2 keperluan hidup sehari-hari dan adat suku bangsa. Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman flora, fauna dan ekosistem, juga ditempati oleh berbagai suku atau etnis dengan pengetahuan tradisional dan budaya yang berbeda. Pengetahuan tradisional yang dimiliki setiap suku atau etnis tersebut diwariskan secara turuntemurun, antara lain pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional, tanaman hias dan bumbu masak (Arum dkk., 2012). Bumbu adalah bahan yang dicampurkan pada masakan sebagai penyedap, termasuk garam, terasi, cuka, gula, rempah dan sebagainya. Sedangkan rempah adalah bumbu yang berasal dari tanaman, seperti jahe, kunyit, lengkuas, sereh dan lain-lain, yang dimanfaatkan baik segar maupun kering yang dicampurkan pada masakan sebagai penyedap (Soediarto dkk., 1978). Rempah-rempah didefinisikan sebagai bahan asal tanaman herba yang biasa dicampurkan ke dalam berbagai masakan untuk memberi aroma dan membangkitkan selera makan. Rempah-rempah dapat berupa umbi (tuber), rimpang (rhizome), batang atau kulit batang, daun, buah dan biji (Somaatmadja, 1985). Rempah-rempah merupakan bahan tambahan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dalam makanan tradisional. Rempah-rempah adalah tanaman atau bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kering. Sebagian besar rempah-rempah mempunyai daya guna ganda yaitu untuk meningkatkan aroma dan cita rasa serta dimanfaatkan untuk bahan dasar ramuan obat-obat tradisional. Cita rasa yang diberikan rempah-rempah dapat berupa bau harum dan sedap atau berupa rasa sedap atau rasa tajam yang menyenangkan, yang dapat memberikan karakteristik pada bahan pangan tersebut (Farell, 1990).
3 Bumbu masakan seperti jahe, kunyit, lengkuas, dan sereh tumbuh subur pada daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur (Ratnani, 2009). Beberapa jenis tanaman memerlukan temperatur tertentu agar dapat berbunga dengan baik (Rina, dkk., 2012). Khususnya di Kecamatan Baturraden dengan ketinggian tempat 640 meter di atas permukaan air laut (m dpl) juga ditemukan tanaman tersebut. Tanaman tersebut dimanfaatkan sebagai bumbu masakan oleh masyarakat, namun dengan perkembangan jaman yang sangat pesat, banyak beredar di pasaran bumbu masakan siap pakai atau kimiawi sehingga pemanfaatan tanaman sebagai bumbu kurang diminati karena pemanfaatan yang tidak praktis. Sejalan dengan berubahnya gaya hidup masyarakat menjadi masyarakat yang membutuhkan kepraktisan dan waktu singkat dalam menyajikan makanan, maka kebutuhan akan bumbu masakan siap pakai meningkat baik dalam bentuk pasta segar, pasta kering maupun bubuk. Selain itu semakin mudahnya transportasi yang memudahkan orang untuk berpindah tempat dan membawa budayanya masingmasing termasuk cara memasak, serta ketertarikan yang meningkat pada alternatif cara memasak, telah mempengaruhi peningkatan permintaan bumbu masakan siap pakai yang meningkat dari tahun ke-tahun. Selain itu dengan majunya perkembangan teknologi, bumbu masakan juga diciptakan dari bahan kimiawi (non-alami) atau mencampurkan antara bahan rempah dan kimiawi (Nofiawaty, 2012). Bumbu masak kimiawi misalnya monosodium glutamat (MSG) untuk meningkatkan rasa pada masakan, jika dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang tidak baik untuk kesehatan. Adapun isu kesehatan mengkonsumsi bumbu masakan kimiawi diantaranya adalah: Sindrom Restoran China atau Chinese Restaurant Syndrome (CRS) adalah sindrom yang muncul setelah mengkonsumsi masakan Cina yang diduga salah satu sebabnya adalah MSG.
4 Istilah CRS dimunculkan oleh Dr. Ho Man Kwok tahun 1968 dalam The New England Journal of Medicine. Tulisan tersebut menarik perhatian media dan khalayak ramai sehingga muncul anggapan negatif tentang MSG sampai sekarang. Faktor yang mendukung masyarakat untuk mengkonsumsi bumbu masak kimiawi adalah harga yang terjangkau, memiliki cita rasa yang tinggi, dan tersedia di banyak tempat setiap saat (Nofiawaty, 2012). Bumbu masakan seperti jahe, kunyit dan lengkuas merupakan bahan bumbu alami yang baik untuk kesehatan (Nofiawaty, 2012) dan banyak ditanam oleh masyarakat Baturraden di pekarangan rumahnya, tetapi sampai sejauh mana pemanfaatan tanaman tersebut oleh masyarakat belum diketahui karena tidak ada informasi yang tertulis, untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang pemanfaatan tanaman pekarangan oleh masyarakat di Kecamatan Baturraden sebagai bumbu masakan. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Spesies tanaman pekarangan apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas sebagai bumbu masakan? 2. Berapa nilai manfaat tanaman pekarangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas sebagai bumbu masakan. Berdasarkan permasalahan diatas maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk : 1.
Mengetahui spesies tanaman pekarangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas sebagai bumbu masakan.
5 2.
Mengetahui nilai manfaat tanaman pekarangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas sebagai bumbu masakan. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah mengenai
spesies dan cara pengolahan tanaman pekarangan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas sebagai bumbu masakan, serta sebagai bahan untuk memberi informasi pada masyarakat agar melestarikan tanaman di pekarangan sebagai bumbu masakan.