Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
TINGKAT EFISIENSI DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK BAGI PETANI MISKIN DI KABUPATEN BLORA DAN TEMANGGUNG (Technical Efficiency and Income Contribution of Livestock Farming for Poor Farmers in Blora and Temanggung Regencies) AGUS HERMAWAN, SARJANA dan SUBIHARTA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, PO Box 101, Ungaran 50501
ABSTRACT Indonesian Agency of Agricultural Research Development designed Poor Farmers’ Income Improvement through Innovation Project (PFI3P) in 2003. In Central Java Province, PFI3P located in Blora and Temanggung Regencies. To find out livestock farming contribution on farmers’ income as well as their technical efficiency, survey was carried out in September – October 2004. Respondents, which were randomly selected, coming from Todanan and Jepon Districts, Blora and from Pringsurat, Kledung, and Kaloran Districts, Temanggung. The survey involved 241 and 211 farmers from Blora and Temanggung, respectively. Data analysis included descriptive, explanative, and Timmer technical efficiency. Results showed that cattle was dominant in Blora (65%), while native chicken (47%) and sheep (41%) were dominant in Temanggung. In Blora, land ownership positively correlated with livestock numbers’ ownership, income, and technical efficiency of cattle. In both regencies, livestock numbers (cattle and sheep/goat) and technical efficiency were also positively correlated with farmers’ income. The conclusions of the study were the low technical efficiency in both regencies (ranged 0,23 – 0,51), and the low of livestock contribution as a source of income (1,7% in Blora and 7,2% in Temanggung). Innovations were needed to improve livestock farming. In poor farmers’ context, technologies should be focused on local resources optimation, such as LEISA concept and crop livestock integration. Key Words: Livestock Farming, Contribution on Income, Technical Efficiency ABSTRAK Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2003 mengkoordinasikan Proyek Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi (P4MI). Proyek ini berlokasi di Kabupaten Blora dan Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Untuk mengetahui kontribusi usaha ternak bagi pendapatan petani miskin dan tingkat efisiensinya, dilakukan survey dengan teknik wawancara pada bulan September – Oktober 2004. Penelitian dilakukan di Kecamatan Todanan dan Jepon, Kabupaten Blora serta di Kecamatan Pringsurat, Kledung, dan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Jumlah petani responden yang dipilih secara acak berturut-turut adalah sebanyak 241 orang di Blora dan 211 orang di Temanggung.. Data dianalisis secara deskriptif dan eksplanatif serta efisiensi teknis Timmer. Hasil studi menunjukkan bahwa ternak sapi (65% petani) merupakan ternak dominan di Blora, sementara ayam buras (47%) dan domba (41%) dominan.di Kabupaten Temanggung. Di Blora, pada usaha ternak sapi, luas lahan berkorelasi positif dengan jumlah sapi, pendapatan, serta efisiensi teknis. Di Temanggung dan di Blora, jumlah ternak (sapi dan kambing/domba) dan efisiensi teknis juga berkorelasi positif dengan pendapatan petani. Disimpulkan bahwa efisiensi teknis usaha ternak di dua kabupaten masih rendah (berkisar 0,23 – 0,51) dan peranannya sebagai sumber pendapatan petani juga tidak terlalu besar (1,7% untuk Blora dan 7,2% untuk Temanggung). Untuk itu diperlukan inovasi teknologi. Dalam konteks petani miskin, teknologi perlu diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal dengan mengacu konsep LEISA dan integrasi tanaman-ternak. Kata Kunci: Usaha Ternak, Kontribusi Pendapatan, Efisiensi Teknis
1041
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PENDAHULUAN Menurut Peraturan Presiden no.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2004 – 2009 Bab 19 tentang Revitalisasi Pertanian, disebutkan ada tiga program yang akan dikembangkan, yaitu (i) program peningkatan ketahanan pangan, (ii) program pengembangan agribinis, dan (iii) program peningkatan kesejahteraan petani. Peran strategis dari upaya peningkatan kesejahteraan petani ditunjukkan oleh masalah kemiskinan sebagai suatu masalah sosial yang kompleks. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan, tetapi sampai pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah dengan batasan Rp. 119.403/kapita/bulan masih mencapai 6.799.800 jiwa (Berita resmi statistik No.06/VII/2 Januari 2004). Menurut SUMODININGRAT et al. (1999), jumlah penduduk miskin yang ada di pedesaan mencapai 65,4%. Untuk itu sejak tahun anggaran 2003, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengorganisasikan program penanggulangan kemiskinan melalui Poor Farmers Income Impovement through Innovation Project/Proyek Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi (PFI3P/ P4MI) yang mencakup komponen inovasi teknologi, pemberdayaan petani, dan pengembangan sumber informasi. Di Provinsi Jawa Tengah, PFI3P berlokasi di Kabupaten Blora dan Temanggung (PFI3P, 2004). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk miskin di pedesaan mempunyai strategi yang berbeda-beda untuk meningkatkan pendapatannya, tergantung dari sumber daya pertanian yang ada (CARNEY, 1999). Beberapa hasil penelitian menunjukkan besarnya preferensi petani untuk membeli lahan, sedangkan pilihan kedua adalah untuk membeli ternak (RAHMANTO et al. 1989; HERMAWAN et al. 1993). Lahan dipilih petani karena sumberdaya ini menentukan tingkat hidup di pedesaan dan berkaitan dengan jangkauan kepada sumber pendapatan (WIRADI dan MAKALI, 1983). Sementara itu ternak mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai sumber pendapatan, sarana tabungan, mempunyai fungsi sosial, sumber pupuk kandang, dan membantu dalam pengolahan tanah.
1042
Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi usaha ternak bagi pendapatan petani miskin di Kabupaten Temanggung dan Blora serta sejauh mana tingkat efisiensi usahanya, dipandang perlu untuk melakukan suatu kajian. Hasil kajian dipaparkan dalam makalah ini. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada Bulan September-Oktober 2004, melalui metode survei dengan teknik wawancara terhadap responden utama yaitu para petani peternak. Respondendipilih secara acak, untuk Kabupaten Blora, responden yang diwawancarai berasal dari 13 desa di Kecamatan Todanan dan 11 desa di Kecamatan Jepon dengan jumlah responden sebanyak 241 orang (masing-masing desa diwawancarai sebanyak 6 – 16 orang petani). Di Kabupaten Temanggung, jumlah total responden adalah 211 orang yang tersebar di 10 desa di Kecamatan Kaloran, 3 desa di Kecamatan Kledung, dan 4 desa di Kecamatan Pringsurat (jumlah responden masing-masing desa berkisar antara 9 – 16 orang). Jumlah responden masing-masing desa ditentukan berdasarkan jumlah rumah tangga petani dan luas wilayah. Data selanjutnya dianalisis secara deskriptif (rata-rata, simpangan baku, persentase, dan tabular), dan eksplanatif. Dalam analisis eksplanatif digunakan analisis korelasi. Efisiensi teknis (technical efficiency/TE) masing-masing usaha ternak dilakukan dengan mengacu kepada pendekatan Timmer yang mengukur efisiensi teknis suatu usaha ke-i sebagai rasio dari keluaran aktual terhadap keluaran potensial pada tingkat penggunaan masukan dalam usahatani i, atau mengukur seberapa banyak kelebihan masukan yang digunakan jika usahatani-i berada dalam frontier. Fungsi umum yang digunakan adalah: Y = f (x) eu dalam fungsi Cobb dinyatakan menjadi:
,u≤0 Douglas
n log y = α + ∑ βj log xj + u , u ≤ 0
dapat
J=1
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Residual yang direvisi (ei < 0) didefinisikan sebagai:
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis dan skala usaha ternak yang diusahakan petani
ei = Log Yi aktual - Log Yi*maksimum i = 1,…, n
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternak ruminansia yang diusahakan petani Blora adalah ternak sapi (Peranakan Ongole) dan kambing (kambing Kacang) untuk tujuan perbibitan. Selain ternak ruminansia, ternak yang diusahakan petani adalah ayam buras. Untuk Kabupaten Temanggung, selain ternak sapi peranakan ongole dengan pola usaha penggemukan, juga dipelihara ternak domba dengan sistem perbibitan serta ayam buras. Perbedaan jenis ternak ruminansia kecil di Blora dan Temanggung disebabkan oleh perbedaan agroekosistem. Kabupaten Blora dengan luas wilayah 179.440 hektar, 74,4% diantaranya merupakan lahan kering
sehingga efisiensi teknis pada usaha: ke-i: Yi aktual Timmer TEi = exp (ei) = -----------------≤ 1 Yi * maksimum (RUSSEL dan YOUNG, 1983; DAWSON, 1985). Keluaran aktual merupakan nilai keluaran yang diperolah oleh usaha ke-i, sementara nilai keluaran maksimum yang mungkin dicapai diestimasi berdasarkan fungsi produksi Cobb Douglas dengan mengoreksi intersep (α) dengan menggunakan residual positif terbesar yang tercatat dalam sampel (RUSSEL dan YOUNG, 1983).
Tabel 1. Persentase petani peternak di Kabupaten Blora dan Temanggung 2004 Klasifikasi penguasaan lahan (hektar) < 0,25
0,25 – 0,49
0,5 – 0,99
1,0 – 1,5
> 1,5
Semua kasus
Sapi
37,3
45,2
49,3
30,0
33,3
42,3
Kambing
13,5
7,3
4,4
0,0
5,3
7,5
Ayam buras
3,3
2,3
1,5
5,7
0,0
2,5
Sapi + kambing
8,6
7,3
6,3
11,4
5,3
7,5
Sapi + ayam buras
3,3
13,5
9,3
24,3
22,7
11,2
Kambing + ayam buras
7,0
1,2
3,0
0,0
0,0
2,9
Sapi + kambing + ayam buras
0,0
2,3
9,3
11,4
0,0
4,1
Tidak punya ternak
27,0
20,8
17,0
17,1
33,3
22,0
59
82
65
17
18
241
Kabupaten/jenis ternak Blora (% responden)
n (orang) Temanggung (% responden) Sapi
0,0
46,5
44,5
0,0
0,0
4,3
Kambing
16,4
7,2
1,6
8,1
12,8
13,3
Ayam buras
14,2
2,3
2,9
14,5
0,0
10,9
Sapi + kambing
6,0
7,2
6,2
8,1
0,0
3,3
Sapi + ayam buras
14,2
11,1
14,0
8,1
12,8
11,8
Kambing + ayam buras
16,4
2,3
1,6
14,5
12,8
15,6
Sapi + kambing + ayam buras
10,3
3,6
10,7
8,1
12,8
8,5
Tidak punya ternak
22,4
19,6
18,5
38,7
48,7
32,2
49
85
56
13
8
211
n (orang)
1043
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 2. Skala usaha ternak (ekor/RT) di Kabupaten Blora dan Temanggung Blora
Klasifikasi luas lahan (ha) Sapi < 0,25 0,25 – 0,49 0,5 – 0,99 1,0 – 1,5 > 1,5 Total
Kambing
Sapi
Domba
Ayam buras
1,96
2,73
4,25
1,50
4,60
7,28
(0,89)
(1,27)
(2,06)
(1,00)
(2,23)
(6,50)
1,89
3,20
8,00
2,03
3,24
8,22
(0,74)
(1,74)
(5,83)
(1,00)
(2,12)
(4,30)
2,46
2,73
6,93
2,38
2,47
6,75
(1,13)
(1,03)
(3,22)
(0,73)
(4,21)
(6,59)
2,20
2,20
7,22
2,00
5,60
14,80
(1,08)
(1,30)
(2,54)
(1,55)
(4,04)
(7,60)
2,81
3,71
9,77
1,80
10,67
12,67
(1,60)
(1,98)
(5,26)
(0,84)
(4,73)
(6,43)
2,19
2,94
7,71
1,69
5,20
8,22
(1,06)
(1,47)
(4,34)
(0,94)
(3,33)
(5,93)
dataran rendah dengan topografi dari datar sampai berbukit, beriklim kering dengan curah hujan terbatas (RENSTRA KABUPATEN BLORA, 2003). Di sisi lain, Kabupaten Temanggung dengan luas wilayah 87.023 hektar dan 76,3% diantaranya merupakan lahan kering, terletak pada dataran medium-tinggi. Pada Tabel 1, dari tiga jenis ternak yang diusahakan petani Blora, ternak sapi merupakan jenis ternak dominan dan diusahakan oleh sekitar 65% petani. Menurut data BPS PROVINSI JATENG (2005), Blora merupakan daerah sentra produksi dengan populasi ternak sapi terbanyak di Jawa Tengah (215.344 ekor). Ternak kambing dan ayam buras merupakan ternak berikutnya dan diusahakan berturut-turut oleh 22% dan 20% petani. Di Kabupaten Temanggung, ternak yang dominan adalah ternak ayam buras (47%) dan domba (41%), sedangkan ternak sapi hanya diusahakan oleh sekitar 28% petani. Menurut data BPS PROVINSI JATENG (2005), Kabupaten Temanggung merupakan daerah sentra produksi ternak domba dan menempati urutan pertama di Jawa Tengah dengan populasi ternak domba sebanyak 212.202 ekor. Berkembangnya ternak domba ini didukung oleh ketersediaan sumber hijauan pakan. Secara umum persentase peternak pada masing-masing jenis ternak berkaitan dengan luas lahan yang dikuasai. Kecenderungan ini
1044
Temanggung Ayam buras
tampak di Kabupaten Blora pada semua jenis ternak serta pada ternak sapi di Kabupaten Temanggung. Dari rata-rata jumlah ternak yang dikuasai per peternak (Tabel 2) dapat dilihat bahwa jumlah rata-rata pemilikan ternak sapi di Kabupaten Blora (2,19 ekor) lebih tinggi dibandingkan dengan di Kabupaten Temanggung (1,69 ekor). Hal ini mempertegas posisi Kabupaten Blora sebagai sentra ternak sapi. Jumlah rata-rata pemilikan ternak domba di Kabupaten Temanggung adalah 5,2 ekor per peternak. Pada ternak ayam buras, jumlah ternak yang dipelihara di kedua kabupaten tidak banyak berbeda, masing-masing adalah 7,71 dan 8,22 ekor per peternak. Analisis usaha ternak Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa di Kabupaten Blora, usaha ternak sapi ternyata tidak banyak memberikan keuntungan bagi petani. Dalam satu tahun petani hanya memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp. 110.500. Padahal dari jenis ternak yang sama peternak di Kabupaten Temanggung dapat memperoleh keuntungan bersih lebih dari satu juta. Perbedaan ini dimungkinkan selain karena pola pemeliharaan ternak sapi di kedua kabupaten berbeda, yaitu perbibitan untuk Kabupaten Blora dan penggemukan untuk Kabupaten Temanggung. Selain itu
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 3. Analisis finansial (Rp. 000) dan efisiensi teknis usaha ternak di Kabupaten Blora dan Temanggung 2004 Blora Sapi
Kambing
Temanggung Unggas
Sapi
Domba
Unggas
A. Produksi Mutasi ternak Ternak akhir (stok akhir)
5834,3
606,8
105,6
3881,8
1208,4
149,6
Penjualan ternak
2283,3
348,0
116,3
2764,3
484,4
56,4
Ternak dipotong
47,9
430,0
53,2
Kematian ternak
67,7
133,3
21,4
Pengurangan lain
40,0
18,7
Jumlah (a + b + c + d + e)
8117,6
954,8
377,5
6646,1
2256,1
299,3
Pembelian ternak
2325,0
205,0
68,3
1797,5
397,7
86,9
Ternak 1 tahun lalu (stok awal)
4434,6
439,5
161,6
3307,2
1290,0
94,3
Jumlah (g + h + i)
6759,6
644,5
229,9
5104,7
1687,7
181,2
Produksi ternak (f – j)
1358,0
310,3
147,6
1541,4
568,4
118,1
Produksi lain
104,8
41,1
10,0
183,3
140,9
77,2
Total produksi (k +2 + 3)
1462,8
351,4
183,2
1724,7
709,3
218,4
Pakan dan obat
1032,7
169,9
32,6
421,9
204,8
69,6
Upah pekerja
254,6
62,8
24,1
188,7
120,6
36,9
Perbaikan kandang
55,3
28,4
12,9
57,5
25,0
20,0
Lain-lain
9,7
6,5
21,8
1,7
2,0
261,1
76,1
689,9
352,1
126,5
Telur
25,6
23,1
B. Biaya/pengeluaran
Total pengeluaran (1 + 2 + 3 + 4 + 5)
1352,3
Pendapatan (A – B)
110,5
90,3
107,1
1034,8
357,2
91,9
Jumlah ternak akhir tahun (ekor)
2,19
2,94
7,71
1,69
5,20
8,22
Rata-rata TE
0,40
0,51
0,23
0,41
0,28
0,38
peternak di Blora pada musim kemarau harus mengeluarkan biaya untuk pembelian hijauan pakan, baik melalui pembelian maupun pencarian pakan dalam bentuk jerami padi/jagung di dalam dan di luar kabupaten. Pengumpulan jerami padi pada musim tanam pertama tidak biasa dilakukan petani Kabupaten Blora, baik karena masih tingginya curah hujan sehingga sulit dilakukan pengeringan jerami maupun karena terbatasnya waktu dan tenaga kerja karena harus mengejar untuk musim tanam kedua. Oleh karena itu jerami padi untuk pakan selama musim kemarau diperoleh dari hasil panenan padi MT II, padahal luas pertanaman padi pada MT
II jauh lebih sempit dibandingkan dengan MT I. Hal ini disebabkan pola tanam yang berkembang adalah padi gogo-palawija-bera. Penyimpanan jerami untuk persediaan pakan dilakukan tanpa adanya perlakuan tertentu. Inovasi untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas hijauan pakan pada musim kemarau perlu dilakukan. Inovasi yang berpeluang untuk diintroduksikan antara lain adalah fermentasi jerami padi dengan probiotik. Menurut HARYANTO et al. (2003), jerami padi dapat ditingkatkan kadar protein (100%) dan daya cernanya (78,6 – 83,3%) melalui fermentasi. Penelitian SUBIHARTA et al. (2004) juga menunjukkan bahwa
1045
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
pertumbuhan ternak yang diberi pakan jerami fermentasi tidak berbeda nyata dengan ternak yang mendapat rumput segar. Inovasi lain adalah introduksi hijauan pakan (rumput dan legum) pada guludan maupun lahan lain yang belum termanfaatkan. Berbeda dengan di Blora, di Temanggung hijauan lebih tersedia sepanjang tahun. Petani banyak menanam rumput unggul di sepanjang bibir dan tampingan teras. Hal ini diduga secara langsung juga menyebabkan lebih tingginya produktivitas ternak ruminansia di Temanggung dibandingkan dengan di Blora. Untuk ternak ayam buras, yang dipelihara secara umbaran, produktivitas ternak di kedua kabupaten tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil analisis efisiensi teknis, secara umum usaha ternak kambing di Blora paling tinggi dibandingkan dengan usaha ternak lainnya, yaitu rata-rata sebesar 0,51, kemudian diikuti dengan rata-rata efisensi teknis usaha ternak sapi (0,41) dan ayam buras (0,38) di Kabupaten Temanggung. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Blora (masing-masing 0,40 untuk ternak sapi dan 0,23 untuk ayam buras). Efisiensi teknis pada usaha ternak ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya. DWIYANA (2003) melaporkan di Kabupaten Magelang efisiensi teknis padi monokultur berkisar antara 0,64 – 0,75, sementara pada sistem mina padi mencapai 0,69 – 0,84. Efisiensi teknis menunjukkan kemampuan suatu usaha untuk mencapai keluaran yang mungkin dicapai sesuai dengan sumberdaya yang digunakan (RUSMADI, 2001). Oleh karena itu semakin besar nilai efisiensi teknis akan semakin baik karena mengindikasikan petani sudah mengalokasikan masukan produksi secara tepat dan mendekati garis frontier atau hasil optimal yang dapat dicapai dalam suatu usaha. Dalam efisiensi teknis, pada suatu takaran input produksi tertentu, keluaran aktual (teramati) dibandingkan dengan keluaran maksimum (frontier) yang diestimasi berdasarkan fungsi produksi tertentu (FARELL, 1957 dalam DAWSON, 1985). Dalam penelitian
1046
ini digunakan fungsi produksi Cobb Douglas (RUSSEL dan YOUNG, 1983). Hasil analisis menunjukkan bahwa efisiensi teknis berkorelasi positif dengan pendapatan dari usaha ternak. Untuk meningkatkan efisiensi usaha, skala usaha ternak perlu ditingkatkan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan yang diperoleh. Hal ini juga ditunjukkan dari korelasi positif dan sangat nyata antara pendapatan dari usaha ternak dengan jumlah ternak yang diusahakan, kecuali pada ternak ayam buras di Blora. Peningkatan skala usaha ternak di tingkat petani, diduga akan terkendala oleh adanya keterbatasan sumberdaya petani. Hal ini juga diindikasikan oleh hasil analisis yang menunjukkan bahwa jumlah ternak sapi dan ternak ayam buras di Blora serta jumlah ternak domba di Temanggung berkorelasi positif dengan luas lahan yang dikuasai. Hasil laporan HERMAWAN et al. (2004) menunjukkan bahwa penguasaan lahan tidak hanya berkorelasi positif dengan pendapatan dari kegiatan usahatani yang berbasis lahan, tetapi juga dengan usahatani yang tidak berbasis lahan serta dengan jangkauan petani kepada sumber pendapatan non pertanian. Untuk itu bantuan dan fasilitasi dari pihak lain sangat diperlukan, misalnya pemerintah dan pengusaha ternak. Kontribusi usaha ternak sebagai sumber pendapatan petani Sektor pertanian secara umum masih mempunyai kontribusi yang besar sebagai sumber pendapatan (Tabel 5), kecuali untuk petani berlahan sangat sempit (kurang dari 0,25 hektar). Secara rata-rata, total pendapatan yang diperoleh petani Temanggung lebih tinggi dibandingkan dengan petani Blora. Di kedua kabupaten, terdapat kecenderungan bahwa pendapatan yang diterima keluarga petani berlahan luas lebih tinggi dibandingkan dengan petani berlahan lebih sempit. Namun demikian, luas lahan tidak terkait dengan pendapatan petani dari usaha ternak, kecuali pada usaha ternak sapi di Blora (Tabel 4).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 4. Analisis korelasi beberapa variabel usaha ternak di Kabupaten Blora dan Temanggung 2004 Jenis ternak
Luas lahan – jumlah ternak
Luas lahan – pendapatan ternak
Luas lahan – efisiensi teknis
Pendapatan – jumlah ternak
Pendapatan – efisiensi teknis
0,199*
0,219**
0,159*
0,599**
0,648**
Blora Sapi Kambing
0,242
0,028
0,103
0,665**
0,507**
0,291**
-0,053
-0,211
0,151
0,475**
Sapi
0,189
0,249
0,074
0,577**
0,473**
Domba
0,259*
0,072
0,025
0,521**
0,592**
Ayam buras
0,256
0,082
-0,190
0,556**
0,529**
Ayam buras Temanggung
**nyata pada taraf 1%; *nyata pada taraf 5%
Tabel 5. Pendapatan petani berdasarkan klasifikasi penguasaan lahan di Kabupaten Blora dan Temanggung, 2004 Kabupaten/ luas lahan (ha) Blora
Pertanian*
Ternak
Nonpertanian
Transfer/ kiriman
Buruh pertanian
Buruh nonpertanian
Total (Rp. 000)**
………………….……..….. (%) ……………………………….
< 0,25
17,03
0,05
26,68
27,74
5,56
23,00
5.217 (3.778)
0,25 – 0,49
38,24
0,06
6,72
27,36
8,84
18,83
5.188 (3.194)
0,5 – 0,99
48,15
1,68
7,52
22,82
6,98
14,53
6.204 (3.892)
1,0 – 1,5
60,37
4,27
3,43
20,92
5,10
10,17
8.441 (4.768)
> 1,5
75,29
6,56
6,22
16,50
1,98
0,00
10.207 (3.241)
Semua kasus
43,00
1,70
10,95
24,24
6,43
15,38
6.046 (3.903)
< 0,25
16,51
2,81
38,58
15,88
10,25
18,77
5.363 (3.756)
0,25 – 0,49
38,15
0,33
9,11
24,07
7,60
21,07
5.881 (3.823)
0,5 – 0,99
52,89
1,94
4,02
24,70
7,14
11,25
6.267 (3.352)
1,0 – 1,5
61,35
13,65
20,31
13,93
0,00
4,41
11.172 (6.021)
> 1,5
56,94
3,87
11,19
1,51
0,94
29,42
21.315 (12.408)
Semua kasus
42,13
7,25
23,85
11,83
4,74
17,45
7.081 (5.236)
Temanggung
*Pendapatan bersih dari usaha pertanian, baik usahatani tanaman maupun ternak **Angka dalam kurung menunjukkan simpangan baku
Kontribusi usaha ternak sebagai sumber pendapatan bagi petani di dua kabupaten ternyata relatif tidak besar, yaitu sekitar 1,7% (Kabupaten Blora) dan 7,25% (Kabupaten Temanggung) dari total pendapatan petani. Pendapatan petani dari usaha ternak berpeluang untuk ditingkatkan bila dilihat dari masih adanya senjang persentase pendapatan dari usaha ternak. Misalnya di Kabupaten
Blora, pada petani dengan klasifikasi petani gurem (lahan kurang dari 0,5 hektar) persentase pendapatan dari usaha ternak yang diterima masih kurang dari 1%, sementara pada petani berlahan lebih dari 1,5 hektar persentase pendapatan tersebut mencapai 7,44%. Hal yang sama juga ditemukan di Kabupaten Temanggung. Selain itu efisiensi teknis usaha ternak yang rendah (0,23 – 0,51 di
1047
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Kabupaten Blora dan 0,28 – 0,41 di Kabupaten Temanggung) menunjukkan masih besarnya kesenjangan penerapan teknologi usaha ternak di tingkat petani. Upaya yang dapat ditempuh adalah meningkatkan skala usaha ternak dan meningkatkan penguasaan teknologi budidaya (perbibitan, pakan, dan manajemen ternak khususnya perkandangan dan sanitasi) serta penciptaan nilai tambah usaha ternak (misalnya pembuatan kompos) melalui inovasi. Mengingat lokasi penelitian merupakan desa miskin, maka inovasi perlu dipilih yang sebanyak mungkin menggunakan bahan dan sumberdaya lokal. Untuk itu konsep LEISA (low external input and sustainable agriculture) (REIJNTJES et al., 1992) sangat relevan untuk dikembangkan. Konsep integrasi usaha ternak dengan tanaman juga perlu dikembangkan untuk menciptakan sinergi antar komponen dalam usahatani. Sistem integrasi padi dan ternak (SIPT) dan Corporate Farming (CF) pada lahan irigasi misalnya dilaporkan telah dapat meningkatkan pendapatan antara 40 – 60%, dimana 40% dari peningkatan pendapatan tersebut berasal dari penjualan kompos (DIWYANTO et al., 2001; YUWONO, 2003). KESIMPULAN 1. Di pedesaan miskin Kabupaten Blora dan Temanggung, ternak ruminansia dominan yang diusahakan petani masing-masing adalah ternak sapi dan ternak domba. Kedua jenis ternak ini diusahakan dengan orientasi perbibitan. 2. Efisiensi teknis usaha ternak di dua kabupaten yang diteliti masih rendah, masing-masing berkisar antara 0,23 – 0,51 di Kabupaten Blora dan 0,28 – 0,41 di Kabupaten Temanggung. Peranan usaha ternak sebagai sumber pendapatan bagi petani di kedua kabupaten juga tidak terlalu besar, yaitu hanya sekitar 1,7% dari total pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Blora dan hanya 7,2% di Kabupaten Temanggung. 3. Efisiensi teknis dan pendapatan petani dari usaha ternak berpeluang untuk ditingkatkan melalui inovasi teknologi. Untuk menjamin kesinambungan penerapan teknologi yang diintroduksikan, inovasi perlu diarahkan
1048
pada optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal dengan mengacu pada konsep LEISA, misalnya penerapan konsep integrasi tanaman-ternak. DAFTAR PUSTAKA BPS JAWA TENGAH. 2005. Jawa Tengah dalam Angka 2005. Biro Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. CARNEY, D. 1999. Holistic approaches to poverty reduction: where does agricultural research fit in? Paper submitted to the International Seminar on Assessing the Impact of Agricultural Research on Poverty Allevation. San Jose, Costa Rica. International Centre for Tropical Agriculture (CIAT). DAWSON, P.J. 1985. Measuring Technical Efficiency from Production Functions: Some Further Estimates. J. Agric. Economics. XXXVI(1). May, 1990. pp. 31 – 40. DIWYANTO, K., B.R. PRAWIRADIPUTRA dan D. LUBIS. 2001. Integrasi Tanaman-Ternak dalam Pengembangan Agribisnis yang Berdaya Saing, Berkelanjutan dan Berkerakyatan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Pertanian. Puslitbang Peternakan, Bogor. DWIYANA, E. 2003. Productivity and Efficiency of Rice-Fish Culture System at Magelang District, Central Java, Indonesia. M.Sc. Thesis (Unpbl.). University Of The Philippines Los Baños. Philippines. 132 p. HARYANTO B., I. INOUNU, I.G.M. BUDI ARSANA dan K. DIWYANTO. 2002. PanduanTeknis Sistem Integrasi Padi-Ternak. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. HERMAWAN, A.. C. SETIANI dan J. PARMONO. 1993. Kredit dan perilaku petani di lahan kering DAS. Pros. Hasil Penelitian PLK2T di DAS Serang Hulu. P3HTA. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. hlm. 135 – 152. HERMAWAN, A., A. CHOLIQ, F.D. ARIANI, SARJANA, SUMARDI dan SUPRAPTO. 2004. Ketimpangan, Penguasaan Lahan Dan Sumber Pendapatan Petani: Kasus Kabupaten Temanggung. Makalah pada Seminar Nasional Sosialisasi dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian dan Penelitian, Kuta-Bali, 6 Oktober 2004. PFI3P. 2004. Panduan Perencanaan Penelitian dan Pengkajian Pengembangan Inovasi Pertanian di Lahan Marjinal. PFI3P. Badan Litbang Departemen Pertanian, Jakarta.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
RAHMANTO, B., P. AMIR dan A. SYAM. 1989. Penjajagan persepsi petani terhadap nilai lahan garapan dan biaya pembuatan teras, serta preferensi petani dalam menanamkan modalnya. Risalah Diskusi Ilmiah Hasil Penelitian PlKK di DAS. P3HTA. Badan Litbang Pertanian. hlm. 257 – 266. REIJNTJES, C., B. HAVERKORT and A.W. BAYER, 1992. Farming for the Future An Introduction to Low-External-Input and Sustainable Agriculture. The Macmillan Press. LTD.
SUBIHARTA, D.M. YUWONO, A. PRASETYO, U. NUSCHATI, SUPRAPTO, S.S. PIAY, D. PRAMONO dan MUJIYONO. 2004. Studi Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Integrasi Tanaman Padi dan Sapi Potong di Lahan Irigasi Kabupaten Pemalang. Laporan Kajian Kerjasama Pemerintah Kabupaten Pemalang dengan BPTP Jawa Tengah SUMODININGRAT, G., B. SANTOSA dan M. MAIWAN. 1999. Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan. IMPAC. Jakarta.
RENSTRA KABUPATEN BLORA. 2003. Rencana Strategis Dinas Pertanian Kabupaten Blora Tahun 2002 – 2005. Pemerintah Kabupaten Blora. Dispertan Kabupaten Blora. Blora.
WIRADI, G. dan MAKALI. 1983. Penguasaan tanah dan kelembagaan. Dalam: Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. KASRYNO, F. (Ed.). 1984. hlm. 45 – 130.
RUSSEL, N.P. and T. YOUNG. 1983. Frontier Production Functions and the Measurement of Technical Efficiency. J. of Agricultural Economics. XXXIV(2). May, 1983. pp. 139 – 149.
YUWONO. D.M. 2003. Pengaruh Penerapan Usahatani Model Corporate Farming Terahdap Effisiensi Pembangunan Input Dan Keuntungan Petani. Tesis pada Program Pascasarjana UNPAD, Bandung.
1049