HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Berdasarkan serangkaian aktivitas sesuai dengan metodologi yang telah dijelaskan pada bab terdahulu, maka secara runtun hasil-hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tinggi Batang Hasil pengamatan tinggi batang serta analisisnya, baik untuk tinggi batang anakan Manii dan Mahoni, adalah sebagai berikut. Tinggi Batang Manii Hasil p e n e a n rata-rata tinggi anakan Manii mulai dari urnur 2 hingga 16 Minggu Setelah Tanam (MST) disajikan pada Gambar 3.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Waktu (MST)
Gambar 3. Pola Rataan Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Manii Secara umum pertumbuhan tinggi batang anakan Manii hingga umur 16 MST menunjukkan pola yang relatif sama, yakni tak linear. Pertumbuhan anakan Manii dengan perlakuan M2P2 sejak urnur 8 MST menunjukkan tingkat pertumbuhan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Bahkan mulai umur 12 MST pertumbuhan tinggi hasil perlakuan tersebut terlihat paling dominan. Sementara itu
rataan tinggi perlakuan M2P1 dan M2PO menunjukkan pertumbuhan yang relatif paling rendah Untuk mengetahui lebih rinci pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi anakan Manii, pada Gambar 4 diperlihatkan sebaran pertumbuhan tinggi batang anakan Manii sebagai respon perlakuan yang diberikan. Gambar ini merupakan Boxplot yang lazim digunakan untuk melihat sebaran data, posisi nilai tengah (rataan), simpangan data dan untuk mengetahui adanya pengamatan ekstrim atau pencilan (outlier.). Secara visual terlihat bahwa setiap kombinasi perlakuan menunjukkan pola yang berbeda-beda (tak linear). Tampak bahwa perlakuan M2P2 menunjukkan rataan respon yang paling tinggi, sedangkan kombinasi perlakuan M2P1 menunjukkan ha1 sebaliknya.
Posphat
m
0
0
1
Micorhiza
Gambar 4. Boxplot Respon Tinggi Anakan Manii Umur 16 MST Untuk mengetahui seberapa besar tingkat signifikansi perbedaan rataan tinggi anakan Manii pada umur 16 MST, dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan Analisis Ragam, yang hasilnya dicantumkan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil pengujian analisis ragam, pengaruh interaksi perlakuan M dan P terhadap pertumbuhan tinggi anakan Manii sangat nyata (p=0.001).
Hal ini membuktikan bahwa efek perlakuan FMA
terhadap tinggi batang berbeda-beda pada dosis fosfat yang berbeda. Akibatnya perlakuan baik FMA maupun fosfat tidak bisa diterjemahkan secara parsial dalam artian
taraf-taraf perlakuan pada masing-masing perlakuan tidak layak untuk diperbandingkan satu sama lain, meskipun memiliki pengaruh yang nyata (Gomez & Gomez 1986). Tabel 2. Hasil Analisis Ragarn Tinggi Batang Anakan Manii Jumlah Kuadrat
Sumber Keragaman M
670,784 1107,154 3003,031 9591.333 160338,750
P M'P Galat Total
Jumlah Kuadrat Tengah
Derajat Bebas 2 2 4 72 81
Nilai P
F
335,392 553.577 750,758 133,213
2,518 4,156 5,636
,088 ,020 ,001
-
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Manii Untuk mengetahui pola pertumbuhan tinggi batang Manii selarna kurun waktu pengamatan dilakukan analisis regresi, hasilnya ditampilkan pada Gambar 5 (Gambar 5a-Gambar 59.
Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa secara m u m pola
pertumbuhan batang Manii mengikuti pola polinomial berderajat tiga (kubik). Pada umur hingga 12 MST pola pertumbuhan terlihat menaik secara cepat, setelah memasuki
umur 13 MST pertumbuhan tinggi batang mulai melambat, seperti kurva sigmoid yaitu kurva berbentuk huruf S.
50
-E c
2 ro. : m
t" F
I. I:; M
c
20.
5c
y= .99-1.261~+0,648~~-0.026~~
10, 0
-
.rn
7
2
4
5
li
10
12
14
16
I8
20
I0
0
2
1
5
1
20
11
14
(6
Minggu Setelah Tanam
Minggu Setelah Tenam
Gambar 5a. Pola Perturnbuhan Tinggi Batang anakan Manii Perlakuan MOP0
Gambar 5b. Pola Perlumbuhan Tinggi Batang anakan Manii Perlakuan MIPO
111
Minggu Setelah Tanam
Gambar 5c. Pola Pertumbuhan Tinggi Batang anakan Manii Perlakuan MOP1
Minggu Setelah Tanam
Gambar 5e. Poia Pertumbuhan Tinggi Batang anakan Manii Perlakuan MOP2
Minggu Setelah Tanam
Gambar 5g. Poia Pertumbuhan Tinggi Batang anakan Manii Perlakuan M2PO
Minggu Setelah Taoam
Gambar 5d. Pola Pertumbuhan Tinggi Batang anakan Manii Periakuan M l P l
Minggu Setelah Tanam
Gambar 5f. Pola Pertumbuhan Tinggi Batang anakan Manii Periakuan M1P2
Minggu Setelah Tanam
Gambar 5h Pola Pertumbuhan Tinggi anakan Manii Periakuan M2P1
Gambar 5i. Pola Pertumbuhan Tinggi Balang anakan Manii Perlakuan M2P2
Dari semua kombinasi perlakuan pada anakan Manii, perlakuan M2P2 menunjukkan pertumbuhan yang paling tinggi, ha1 ini terlihat dari rataan tinggi hingga mencapai 54 cm pada umur 16 MST. Fakta ini menunjukkan bahwa M2P2, merupakan kombinasi yang relatif paling optimal dibandingkan perlakuan lainnya. Hal menarik lainnya adalah hampir semua kombinasi perlakuan memiliki pola sigmoid, dimana hingga umur 12 MST terjadi pertumbuhan yang sangat cepat, namun setelah melewati umur 12 MST terjadi pertumbuhan yang melambat. Tinggi Batang Mahoni Risalah rataan pertumbuhan tinggi batang anakan Mahoni untuk masing-masing kombinasi perlakuan sejak umur 2 hingga 16 MST disajikan pada Gambar 6. Rataan pertumbuhan tinggi batang anakan Mahoni yang tertinggi diperoleh pada perlakuan MlP2.
--t
MOPO
-MOP1 +MlPO +MIPI e M I P 2 tM2PO
-M2P1 -M2P2 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Waktu Pertumbuhan (MST)
Gambar 6. Pola Rataan Pertumbuhan Tinggi Batang Anakan Mahoni Secara umum pola pertumbuhan tinggi anakan Mahoni mengikuti pola linear, namun bila dibandingkan dengan anakan Manii, pertumbuhan anakan Mahoni dapat dikatakan relatif lebih lambat, dimana rataan tinggi hingg apada mum 16 MST baru mencapai kurang lebih 25 cm. Selain itu tampak bahwa hampir semua kombinasi perlakuan memiliki kemiripan atau keragamannya rendah baik dari pola maupun dari rataan tingginya. Rendahnya tingkat
keragaman
respon
dari
berbagai
kombinasi
perlakuan
mengindikasikan tidak ada perlakuan baik secara parsial maupun interaksi yang memberikan dampak yang h a t pada pertumbuhan tinggi anakan Mahoni. Secara visual hal ini diperkuat dari hasil Boxplot tinggi anakan Mahoni pada Gambar 7 berikut. Tampak bahwa perlakuan MOPO meskipun hampir relatif sama tingginya dengan perlakuan M2P2 namun dari sisi keragaman M2P2 lebih stabil, demikian juga dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan pemberian M dan P berpeluang meningkatkan pertumbuhan tinggi anakan Mahoni, namun pada dosis yang diujikan ha1 tersebut tidak terlihat nyata.
Phospat
0397
m
0
0
7
Michoriza
Gambar 7. Boxplot Respon Tinggi anakan Mahoni unur 16 MST Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa pemberian perlakuan FMA (M) dan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi batang anakan Mahoni. Berdasarkan hasil ini dapatlah disimpulkan bahwa pemberian M dan P pada dosis yang diujikan belum mampu memberikan percepatan pertumbuhan tinggi anakan Mahoni. Tidak berbedanya pelakuan yang diberikan dibandingkan dengan kontrol (MOPO) menandakan bahwa dosis perlakuan yang diujikan perlu ditingkatkan guna marnpu melewati minimum ambang batas pertumbuhan tinggi anakan Mahoni. Tabel 3. Hasil Analisis Ragam Tinggi Batang Mahoni
-
Surnber Keragaman
M P M*P Galat Total
Jumlah Kuadrat 26,080 4,469 4,160
692.333 48299,500
Derajat Bebas
2
2 4
72 81
Jurnlah Kuadrat Tengah 13,040
2.235 1,040 9,616
F 1,356 ,232 ,108
Nilai P ,264 ,793 ,979
Pola Pertumbuhan Tinggi Batang Mahoni Untuk mengetahui pola pertumbuhan tinggi batang Mahoni dilakukan analisis regresi untuk masing-masing kombinasi perlakuan, hasilnya ditampilkan pada Gambar 8 (Gambar 8a-8i).
Secara ulnum terlihat bahwa pola pertumbuhan tinggi batang
mengikuti pola eksponensial. Berdasarkan rentang waktu pengamatan hingga 16 MST, pertumbuhan tinggi batang Mahoni pada umur 2 MST hingga 12 MST tinggi batang menunjukkan pertumbuhan yang agak landai, nalnun pada rentang umur 12 - 16 MST pertumbuhan tinggi mengalami peningkatan yang cepat.
:vl N*nggu Selclrh Tsmm
Gambar 8a. Pola Perturnbuhan Tinggi anakan Mahoni Perlakuan MOP0
Y
Gambar 8b. Pola PerturnbuhanTinggi anakan Mahoni Perlakuan MIPO
rn ?
B lb 0
2
1
B
I
,O
32
tl
18
1)
Gambar 8c. Pola Perturnbuhan Tinggi anakan Mahoni Perlakuan MOP1
Gambar Ed. Pola Perturnbuhan Tinggi anakan Mahoni Perlakuan M l P l
Minpgu Selelah Tanam
~ i n g g uSa~clahTanam
Gambar 8f. Pola Pertumbuhan Tinggi anakan Mahoni Perlakuan MIP2
Gambar 8e. Pola Pertumbuhan Tinggi anakan Mahoni Perlakuan MOP2
Minggu Selelah Tanam Minggu Selelah Tanam
Gambar 8g. Pola Pertumbuhan Tinggi anakan Mahoni Perlakuan M2PO
Gambar 8h. Pola Pertumbuhan Tinggi anakan Mahoni Perlakuan M2P1
Minggu Setelah Taoam
Gambar 8i. Pola Pertumbuhan Tinggi anakan Mahoni Perlakuan M2P2
Bila diperhatikan secara seksama hampir semua kombinasi perlakuan kecuali MOP0 terjadi pertumbuhan yang relatif lambat hingga umurl2 MST, namun terjadi suatu loncatan setelah waktu 12 MST. Sementara untuk perlakuan yang lain pertumbuhan mengikuti suatu pola percepatan yang stabil terutama pada perkuan M2P0, M1P2 dan M2P2.
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa, pemberian perlakuan mampu
memberikan pola pertumbuhan yang teratur sejak awal.
Diameter Batang Diameter Batang Manii Pertumbuhan diameter anakan Manii mulai umur 2 hingga 16 MST untuk semua kombinasi perlakuan disajikan pada Gambar 9. Berdasarkan hasil rataan diameter yang diperoleh dapat dilihat bahwa pertumbuhan diameter batang anakan tertinggi yaitu sebesar 0.40 cm, diperoleh pada pemberian perlakuan M2P2.
i
0
2
4
6
8
10
12
14
16
.
18
Waktu (MST)
Gambar 9. Pola Rataan Pertumbuhan Diameter Batang Anakan Manii Dari Gambar 9 dapat dilihat pola pertumbuhan diameter Manii untuk masing-masing jenis perlakuan dapat dikatakan landai hingga umur 8 MST dan mulai meningkat setelah
umur 8 MST. Kombinasi perlakuan M2P2 menunjukkan pertumbuhan diameter yang relatif lebih tinggi dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya.
Pola Pertumbuhan Diameter Batang Manii Pada Gambar 10 (10a-10i) disajikan model perturnbuhan diameter anakan Manii yang diduga dengan menggunakan analisis regresi.
Sebagai catatan satuan waktu yang
digunakan dalam gambar merupakan kelipatan dua, artinya angka 1 menandakan 2 MST.
Minggu Setelah Tanam
Gambar 10a. Pola Pertumbuhan Diarnater anakan Manii Perlakuan MOP0
Minggu Setelah Tanam
Garnbar 10c. Pola Pertumbuhan Diarnater anakan Manii Perlakuan MOP1
Minggu Selelah Tanam
Garnbar lob. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Manii Perlakuan MlPO
Minggu SetelahTanam
Garnbar 10d. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Manii Perlakuan MIPI
Y= 0.0024.1701t4.0897I?
Y= 0.2392-0.048714.0139t2-0.000813
Minggu Setelah Tanam
Minggu Setelah Tanam
Gambar 10f. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Manii Perlakuan M1P2
Gambar 10e. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Manii Perlakuan MOP2
Minggu Setelah Tanam
Minggu Setelah Tanam
Gambar 10h. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Manii Perlakuan M2P1
Gambar 109. Pola Petumbuhan Diamater anakan Manii Perlakuan M2PO
0
. . . . . . . . . I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
4
0
Minggu SelelahTanam
Garnbar 10 i. Pola Petumbuhan Diamater anakan Manii Perlakuan M2P2
Gambar 10 menunjukkan bahwa secara umum pola pertumbuhan diameter batang Manii mengikuti pola eksponensial hingga derajat tiga (pola kubik). Pada umur hingga 8 MST pola pertumbuhan terlihat sangat landai, setelah memasuki umur 9 MST pertumbuhan diameter mulai cepat, dimana terjadi loncatan pertambahan nilai yang agak tinggi. Pada perlakuan MOPO,
MIPO, MOP2, dan M2PO pertumbuhan diameter tidak
menunjukkan pola yang jelas. Hal ini terlihat dari plot diameter batang seakan-akan mengikuti kaidah fungsi tangga, yaitu tidak menunjukkan pola pertumbuhan yang stabil (steady). Sementara untuk perlakuan lainnya (MOPI, M l P l , MlP2, M2P2 dan M2P1),
pertumbuhan diameter batang Manii relatif stabil, artinya percepatan pertumbuhan mengikuti pola tertentu. Untuk mengetahui seberapa besar dampak perlakuan yang diberikan terhadap parameter diameter ini pada 16 MST, secara deskriptif pada Gambar 11 disajikan boxplot diameter Manii.
Terlihat bahwa
secara umum
perlakuan M2 dampaknya lebih rendah
dibandingkan dengan MO dan MI, namun kombinasinya dengan P2 atau perlakuan M2P2, memberikan dampak yang terbesar. Hal ini mengindikasikan faktor interaksi sangat kuat pengaruhnya terhadap pertumbuhan diameter.
Gambar 11. Boxplot Respon Diameter Batang Manii Umur 16 MST
Berdasarkan hasil analisis ragam sepeti disajikan pada Tabel 4, terlihat bahwa interaksi perlakuan FMA dan fosfat memiliki pengaruh sangat nyata. Tabel 4. Hasil Analisis Ragam Diameter Batang Manii umur 16 MST Sumber Keragaman M P
M* P Galat Total
Jumlah Kuadrat ,019 ,036 ,072 ,206 9,588
Derajat Bebas 2 2 4 72 81
Jumlah Kuadrat Tengah ,009 ,018 ,018 ,003
F 3,249 6,257 6,281
Nilai P ,045 ,003 ,000
Dimana kombinasi perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam masing-masing pada dosis MIPI dan M2P2 memiliki dampak tertinggi terhadap pertumbuhan diameter batang anakan Manii. Sementara kombinasi perlakuan M2PO dan M2P1 memiliki respon yang paling rendah. Bahwa bertambahnya dosis FMA pada kondisi tanpa fosfat (PO) respon diameter Manii semakin meningkat. Hal ini tidak dijumpai pada kondisi dosis FMA lainnya. Diameter Brtaog Mahoni
Pada Gambar 12 disajikan rataan pertumbuhan diameter anakan Mahoni mulai umur 2 hingga 16 MST. Secara umum pola pertumbuhan diameter yang terjadi pada anakan Mahoni mengikuti pola polinomial: melandai pada awal pertumbuhan hingga umur 10 MST, setelah itu terjadi loncatan pertumbuhan diameter.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Waktu Pertumbuhan (MST) 1
I
Gambar 12. Pertumbuhan Diameter batang Mahoni Umur 2-16 MST Dari Gambar 12 terlihat bahwa, secara urnurn tidak terdapat perlakuan yang memberikan dampak yang ekstrim pada pertumbuhan diameter Mahoni, bahkan hingga pada umur 16 MST, besarnya diameter batang pada masing-masing perlakuan menunjukkan besar yang relatif sama. Pofa Pertumbuhan Diameter Batang Mahoni
Untuk mengamati pola pertumbuhan masing-masing perlakuan, pada Gambar 13 (Gambar 13a-13i) disajikan pendugaan pola pertumbuhan dengan mengunakan analisis regresi. Satuan waktu pada Gambar menunjukkan kelipatan 2 MST.
Minggu Setelah Tanam
Minggu Setelah Tenam
Gambar 13a. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Mahoni Perlakuan MOP0
Gambar 13b. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Mahoni Perlakuan MIPO
I
.lb
o
i
i
1
4
1
6
1
1
9
?
0
Minggu SelelahTanam
Gambar 13c. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Mahoni Perlakuan MOP1
Minggu Setelah Tanam
Gambar 13d. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Mahoni Perlakuan MIPI
.I4 ,32
Minggu Selelah Tanam
Gambar 138. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Mahoni Perlakuan MOP2
Minggu Selelah Tsnam
Gambar 13f. Pola Pertumbuhan Diamater anakanMahoni Perlakuan MI P2
Minggu Setelah Tanam
Minggu Setelah Tanam
Gambar 139. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Mahoni Perlakuan M2PO
Gambar 13h. Pola Pertumbuhan Diamater anakan Mahonii Perlakuan M2P1
Minggu Setelah Taoam
Gambar 13i. Pola Petrumbuhan Diamater anakan Mahoni Perlakuan M2P2
Pertumbuhan diameter batang anakan Mahoni secara umum mengikuti pola eksponensial, artinya pada awal waktu, pertumbuhan sangat lambat, namun setelah melewati waktu tertentu pertumbuhan akan berjalan dengan cepat. Pola ini sangat tampak pada perlakuan kontrol. Sementara dengan adanya pemberian perlakuan, terutama kombinasi MOP2 dan MlPl laju percepatan pertunbuhan menjadi teratur, artinya pemberian perlakuan FMA dan fosfat mampu mengurangi perlambatan pada awal peliumbuhan.
Untuk mengetahui bagaimana perbedaan masing-masing kombinasi perlakuan dalam memberikan pengaruh pada pertumbuhan diameter batang anaka1 Mahoni, pada Gambar 14 disajikan boxplot dari masing-masing kombinasi perlakuan tersebut.
Phospat
Michoriza
Gambar 14. Boxplot Diameter Mahoni Umur 16 MST Secara umum respon diameter dari masing-masing kombinasi perlakuan tampak tak perbedaan yang menonjol, namun terdapat indikasi pada perlakuan MOP2 sebaran responnya lebih cenderung diatas perlakuan lainnya. Hal sebaliknya terjadi pada perlakuan M2PO. Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 5) diketahui bahwa pemberian perlakuan pupuk fosfat alam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter batang anakan, sedangkan pengaruh mikoriza serta interaksinya tidak signifikan pada taraf nyata 5%. Tabel 5. Hasil Analisis Ragam Diameter Mahoni Umur 16 MST Sumber Keragaman
M
P M*P Galat Total
Jumlah Kuadrat ,000 ,007 ,001 ,043 8.500
Derajat Bebas 2 2
4 72 81
Jumlah Kuadrat Tengah 0.000093 ,004 ,000 ,001
F ,156 5,907 ,539
Nilai P ,856 ,004 ,708
43
Selanjutnya untuk membandingkan dosis perlakuan mana yang paling tinggi digunakan uji Bonferroni. Terlihat bahwa perlakuan P2 (1.0 g) memberikan dampak paling tinggi terhadap pertumbuhan diameter batang Mahoni, meskipun pada dosis ini tidak berbeda dengan dosis PI. Ringkasan hasil uji tersebut disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Nilai Tengah Diameter Mahoni Perlakuan Fosfat Dosis Fosfat 0 1 2
Nilai Tengah 0,313 0,320 0,336
Hasil Uji A AB B
Berat Kering Total (BKT) Berat Kering Total Manii Hasil pengukuran berat kering total anakan Manii dan Mahoni tertera pada Tabel 7. Berdasarkan hasil yang diperoleh, berat kering total anakan Manii tertinggi pada umur 16 MST diperoleh pada pemberian perlakuan M2P2, dengan nilai sebesar 1,91 g Tabel 7. Rataan Berat Kering Total Anakan Manii dan Mahoni Umur 16 MS'I
No 1
2 3
Perlakuan MoPo MoPl Mop2
Manii Berat kering Rasio (%) Total (g) 100,.00 1,53 61,44 0,94 89,54 1,37
Mahoni Berat Kering Total (g) 1,47 1,48
1,59
Rasio (%) 100,OO
100,68 108,16
Phospat
Michoriza
Gambar 15. Boxplot Berat Kering Total Anakan Manii Umur 16 MST Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa dengan adanya pemberian perlakuan FMA (M) dan pupuk fosfat alam (P) menghasilkan rataan berat kering total anakan Manii yang beragam, dimana pada dosis M2, semakin tinggi dosis P maka respon berat kering anakan Manii semakin tinggi pula. Sedangkan respon terendah terjadi pada dosis MIPO. Lebih lanjut, berdasarkan analisis ragam (Tabel S), tampak bahwa interaksi perlakuan antara M dan P memberikan hasil yang sangat signifikan, artinya respon berat kering total anakan Manii pada setiap dosis M yang berbeda dalam suatu dosis tertentu fosfat akan memberikan respon berbeda pada dosis fosfat yang lain. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 14. Oleh karenanya untuk membedakan antar dosis pada masing-masing perlakuan tunggal tidak Iagi relevan, meskipun pada hasil analisis ragam keduanya lnenunjukkan hasil yang juga signifikan pada taraf 5%.
Tabel 8. Hasil Analisis Ragam BKT Manii Umur 16 MST Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat ,621 ,748 ,773 ,672 57.941
M P M*P Error Total
Derajat Bebas 2 2 4 18 27
Jumlah Kuadrat Tengah ,310 ,374 ,193 ,037
F 8,314 10.023 5,178
Nilai P ,003 ,001 ,006
Berat Kering Total Mahoni Pada anakan Mahoni umur 16 MST ternyata BKT tertinggi diperoleh juga pada pemberian perlakuan M1P2 yaitu sebesar 1.69 g (Tabel 7). Pada Gambar 16 disajikan sebaran respon berat kering total makm Mahoni untuk masing-masing kombinasi perlakuan. Terlihat bahwa respon berat kering total tertinggi secara visual diperoleh pada dosis MlP2, narnun keragaman respon pada dosis MI ini relatif tinggi dibandingkan dengan dosis M lainnya.
Hal ini mengindikasikm adanya pengaruh
interaksi, narnun untuk melihat signifikan tidaknya pengaruh tersebut perlu dilakukan analisis ragam.
2.4
_m 0,
,-C
k
Y +.
.
2.2.
.
2.0
1.8.
m 1.6.
Michoriza
1.4.
~
1.2
.
M
O
UM~
Phospat
Gambar 16. Boxplot Berat Kering Total Mahoni
Hasil analisis ragam untuk berat kering anakan Mahoni disajikan pada Tabel 9 berikut. Tampak bahwa meskipun terdapat indikasi perbedaan yang kuat pada interaksi, namun hasil pengujian menunjukkan perbedaallnya tidak nyata, baik pada perlakuan secara tunggal maupun secara bersama-sama (interaksi).
Hal ini dapat diartikan bahwa
perlakuan yang diberikan pada anakan Mahoni belum cukup siginifikan untuk menciptakan perbedaan yang diharapkan, meskipun indikasi kearah tersebut terlihat secara visual. Tabel 9. Hasil Analisis Ragam BKT Anakan Mahoni Uinur 16 MST Surnber Keragaman
M
P M'P Galat Total
Jurnlah Kuadrat ,154 ,269 ,453 2,634 82,324
Derajat Bebas 2 2 4 18 27
Jumlah Kuadrat Tengah ,077 ,135 ,113 ,146
F ,525 ,920 ,774
Nilai P ,600 ,416 ,556
Nisbah Pucuk Akar (NPA) Nisbah Pucuk Akar Manii Hasil rataan nisbah pucuk akar anakan Manii dan Mahoni disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa NPA tertinggi pada anakan Manii diperoleh pada pemberian perlakuan MOPl yaitu sebesar 3,55. Sebaran respon NPA untuk masing-masing kombinasi perlakuan disajikan pada Ganlbar 17. Terlihat bahwa pada respon fosfat berbeda-beda pada dosis M yang berbeda. Hal ini menunjukan adanya indikasi interaksi antar perlakuan tersebut. Respon tertinggi secara visual diperoleh pada dosis MOPl dengan nilai sebesar 3,55. Sementara respon terendah dperolehi pada kombinasi M2PO dengan nilai sebesar 2,48.
Tabel 10. Nilai Rataan NPA Anakan Mahoni dan Manii Umur 16 MST
4.
z Phospat
2.
Michoriza
Gambar 17. Boxplot NPA Anakan Manii pada Umur 16 MST Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 1l), pemberian kedua perlakuan secara tunggal tersebut tidak berpengaruh nyata, namun interaksinya sangat berpengaruh nyata terhadap nilai NPA. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa respon tertinggi NPA terjadi pada saat kombinasi MOP1.
Tabel 11. Hasil Analisis Ragam NPA Manii Umur 16 MST Sumber Keragarnan
Jurnlah Kuadrat 2.584 ,234 7,937 21,645 554.029
M P M*P Galat Total
Derajat Bebas 2 2 4 36 45
Jumlah Kuadrat Tengah 1,292 ,117 1.984 ,601
F 2,149 ,195 3,300
Nilai P ,131 ,824 ,021
Nisbah Pucuk Akar Mahoni Hasil rataan NPA pada Tabel 9 terlihat bahwa NPA pada anakan Mahoni yang tertinggi diperoleh pada pemberian perlakuan MIPO, yaitu dengan nilai sebesar 4,05. Untuk mengetahui bagaimana pola sebaran nilai rataan NPA tersebut, dapat dilihat pada boxplot yang tertera pada Gambar 18.
4.5 '
z
4.0
.
3.5 ' 3.0 2.5
Phospat
. .
~S~PO u p 1
Michoriza
Garnbar 18. Boxplot NPA Anakan Mahoni umur 16 MST Pada boxplot di atas terlihat bahwa pemberian perlakuan FMA (MO, M1 dan M2) dan pupuk fosfat alam menghasilkan pola sebaran nilai rataan NPA yang keragamannya cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya nilai keragarnan yang cukup tinggi tersebut mengindikasikan bahwa kedua perlakuan tersebut baik secara tunggal
maupun bersama-sama (interaksi) mampu menunjukkan adanya perbedaan nilai NPA. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai NPA anakan Mahoni, dapat dilihat pada hasil analisis ragam yang tertera pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Analisis Ragam NPA Anakan Mahoni Umur 16 MST Jumlah Kuadrat 1.195 ,462 2.791 9.447 360,295
Surnber Keragaman M
P M* P Galat Total
Derajat Bebas 2 2 4 18 27
Jumlah Kuadrat Tengah ,597 ,231 ,698 ,525
F 1,138 ,440 1,329
Nilai P ,342 ,651 ,297
Berdasarkan hasil analisis ragam yang tertera pada Tabel 11, dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam pada dosis yang diujikan belum mampu untuk menghasilkan adanya perbedaan nilai NPA anakan Mahoni. Nilai Kekokohan Bibit Nilai Kekokohan Bibit Manii
Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan nilai kekokohan bibit Manii yang tertinggi diperoleh pada pemberiall perlakuan MOP2 yaitu sebesar 20,02. Perlakuan kontrol (MOPO) ternyata memiliki nilai kekokohan bibit yang terendah yaitu 15,90. Tabel 13. Rataan Nilai Kekokohan Bibit Mahoni dan Manii Umur 16 MST
1No I Perlakuan I 1
MoPo
2
Mop1 Mop2
3
Manii
Mahoni
15,90 19,03 20,02
10,29 9,53
8,84
Pada Gambar 19 dapat dilihat bagaimana pola sebaran rataan nilai kekokohan bibit Manii sebagai respon dari pemberian perlakuan. Berdasarkan sebaran data tersebut terlihat bahwa terdapat keragaman yang cukup tinggi sebagai akibat pemberian FMA pada dosis yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh interaksi yang kuat dari pe~nberianperlakuan tersebut terhadap nilai kekokohan bibit Manii. Untuk dapat mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan terhadap nilai kekokohan bibit maka dapat dilihat pada hasil analisis ragaln pada Tabel 14. Berdasarkan hasil analisis ragam ternyata pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam pada dosis secara parsial belum menunjukkan hasil
yang signifikan, namun
interaksinya rne~~~berikan hasil yang signifikan terhadap nilai kekokohan bibit. Namun demikian hila disimak lebih jauh respon kekokohan tertinggi terjadi pada saat kombinasi MOP1 dan MOP2, yang berarti dosis fosfat pada taraf 1 dan 2 mampu memberikan dampak positif terhadap kekokohan anakan Manii.
-
.-
22,
00 m c 20. m .c 0 Y 0
Y
18.
$
Phospat 16.
14
-
aa
0
0
1
Michoriza
Gambar 19. Boxplot Kekokohan Bibit Anakan Manii Umur 16 MST
Tabel 14. Hasil Analisis Ragam Kekokohan Bibit Anakan Manii Umur 16 MST Jumlah Kuadrat 34,277 13,139 72,643 174,106 13603,182
Sumber Keragaman
M P M'P Galat Total
Derajat Bebas 2 2 4 36 45
Jumlah Kuadrat Tengah 17,139 6,570 18.161 4,836
F 3,544 1,358 3,755
Nilai P ,039 ,270 ,012
Nilai Kekokohan Bibit Mahoni Untuk anakan Mahoni, nilai rata-rata kekokohan bibit tertinggi diperoleh pada pemberian perlakuan M l P l yaitu sebesar 11,84. Nilai yang diperoleh pada pemberian perlakuan kontrol (MOPO) ternyata menghasilkan rata-rata nilai yang terendah yaitu sebesar 8,84.
Secara lebih rinci nilai rataan kekokohan bibit Mahoni disajikan pada
Tabel 18. Selanjutnya untuk melihat bagaimana respon pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam terhadap nilai kekokohan bibit Mahoni dapat dilihat pada Boxplot pada Gambar 20. Dari hasil boxplot tersebut terlihat bahwa keragaman nilai sebagai respon dan perlakuan yang diberikan juga cukup be~ariasi.Dengan pemberian pupuk fosfat alanl sebanyak P1 (0.5 g) ternyata menghasilkan nilai kekokohan bibit yang tinggi dalam i nteraksinya dengan penggunaan dosis MO (0 g) d m MI (2.5 g).
14
2
-
12.
Phospat
10.
8
mvo
-
u p 1
Michoriza
Gambar 20. Boxplot Kekokohan Bibit Anakan Maho ni Umur 16 MST
Selanjutnya untuk mengetahui apakah dengan adanya pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam tersebut dapat mempengaruhi besarnya nilai kekokohan bibit Mahoni, maka dapat dilihat dari hasil analisis ragamnya (Tabel 15). Tabel 15. Hasil Analisis Ragam Kekokohan Bibit Anakan Mahoni Umur 16 MST Surnber Keragaman M P M*P Galat Total
Jurnlah Kuadrat 14,244 5,560 11.458 181,556 4884,832
Derajat Bebas 2 2 4 36 45
Jurnlah Kuadrat Tengah 7,122 2,780 2,865 5,043
F 1.412 ,551 ,568
Nilai P ,257 ,581 ,687
-
Berdasarkan hasil analisis ragam dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam belum dapat secara signifikan menghasilkan perbedaan terhadap nilai kekokohan bibit Mahoni. Dalam ha1 ini pemberian dosis FMA maupun pupuk fosfat alam tersebut baik secara tunggal maupun dalam bentuk interaksinya belum dapat menghasilkan pengaruh yang berbeda terhadap niIai kekokohan bibit Mahoni. Persen Infeksi Akar Persen Infeksi Akar Anakan Manii Pada anakan Manii rata-rata persen infeksi akar tertinggi pada umur 16 MST diperoleh pada pemberian perlakuan M2PO dan M2P2 yaitu masing-masing sebesar 46.7%. Persen infeksi akar pada umur 4 MST pada perlakuan MlPO, MlP1, M2PO dan M2P1 sempat menurun dibandingkan dengan keadaan pada umur 2 MST. Namun mulai unur 6 MST hingga 16 MST persen infeksi akar cenderung meningkat. Secara lebih rinci persen infeksi akar anakan Manii disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Rataan Persen Infeksi Akar Anakan Manii Umur 2 - 16 MST MST 2 4 6 8 10 12 14 16
MOP0 0,o 0.0 0,O 0.0 0,o 0,O 0.0 0.0
MOP1 0.0 0.0 0.0 0,o 0,O 0.0 0,o 0,o
MOP2 0.0 08 0,o 0.0 0,O 0,o 0,o 0,o
MIPO
MlPl
MiP2
M2PO
M2P1
M2P2
20,O 16,7 23.3 26,7 33,3 36,7 30,O 33,3
26.7 16,7 26,7 30.0 33,3 33,3 36,7 40,O
23,3 23.3 36,7 36,7 40.0 40,O 43,3 43,3
33,3 23.3 20,O 33,3 36,7 40.0 43.3 46,7
33.3 26.7 30,O 30,O 33,3 36,7 40,O 43,3
30,O 33,3 30,O 33,3 36,7 40.0 46,7 46,7
Untuk mengetahui bagaimana pola sebaran respon nilai
persen infeksi akar pada
anakan Manii sebagai hasil pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam, maka dapat dilihat pada boxplot yang tertera pada Gambar 21. Berdasarkan hasil pada boxplot tersebut dapat dilihat bahwa dengan pemberian perlakuan dosis FMA d m pupuk fosfat alam yang diberikan menghasilkan pola sebaran dengan keragaman yang cukup bervariasi. Dalam ha1 ini terlihat dengan semakin tinggi dosis FMA d m pupuk fosfat alam yang diberikan cenderung menghasilkan persen infeksi akar yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya keragaman yang cukup bervariasi pada pemberian perlakuan MOP1 dan M l P l memngindikasikan bahwa dengan adanya interaksi kedua perlakuan tersebut dapat menghasilkan adanya perbedaan nilai persen infeksi akarnya. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan mana yang dapat menghasilkan perbedaan tersebut, maka dapat dilihat hasil analisis ragam seperti tertera pada Tabel 17.
Phospat
a
Micorhiza
Gambar..21. Boxplot Infeksi Akar Manii pada 16 MST Tabel 17. Hasil Analisis Ragam Infeksi Akar Anakan Manii Sumber Keragaman
M
P M* P Error
Total
Jurnlah Kuadrat 200,000 77.778 100,000 533,333 33000,000
Derajat Bebas
1 2 2 12 18
Jurnlah Kuadrat Tengah 200,000 38.889 50.000 44,444
F 4,500 ,875 1,125
Nilai P ,055 ,442 ,357
Berdasarkan analisis ragam tersebut dapat dilihat dengan adanya pemberian dosis FMA dan pupuk fosfat alam tersebut temyata belum dapat secara signifikan memberikan hasil yang berbeda, namun terdapat indikasi yang h a t bahwa dengan adanya penggunaan dosis FMA yang berbeda dapat menghasilkan nilai persen infeksi akar yang berbeda. Pada Gambar 22 dan Gambar 23 masing-masing merupakan sayatan memanjang akar anakan Manii umur 1G MST yang terinfeksi Mikoriza, dimana tampak hifa dan arbuskula.
Garnbar 22. Hifa pada akar anakan Manii umur 16 MST, (H : Hifa), Perbesaran 10x10
Gambar 23. Arbuskula pada akar anakan Manii umur 16 MST (A: Arbusk~ Perbesaran 10x10
Persen Infeksi Akar Anakan Mahoni Rataan persen infeksi a k a pada anakan Mahoni disajikan pada Tabel 18 . Hasil pengamatan menunjukkan, nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan M2P0, yaitu sebesar 46.7%. Pada umur 4 MST, persen infeksi akar menurun yaitu pada perlakuan M1P2. Namun setelah umur 6 MST hingga 16 MST persen infeksi akan cenderung meningkat. Rata-rata persen infeksi terendah dijumpai pada pemberian perlakuan MlPO yaitu sebesar 30.0%. Tabel 18. Rataan Persen Infeksi Akar Anakan Mahoni Umur 2- 16 MST MST 2 4 6 8 10 12 14 16
MOP0 0,O 0,o 0,o 0.0 0,O 0.0 0,O 0.0
MOP1
MOP2
MIPO
0,o 0.0 0,O
0,0 0,O 0,O
16,7 16,7 23.3
0,o 0,O 0.0 0,O
0,O 0,O 0,0 0.0 0,O
26,7 26,7 26,7 30,O 30.0
,oo
MlPl
M1P2
M2PO
M2P1
M2P2
26.7 26.7 30,O 30.0
23,3 20,O 36.7
16.7 16.7 16,7
30,O 30,O 33,3 33,3 36.7
16,7 16,7 30.0 40.0 46.7
20,O 20.0 20,O 26,7
20.0 23.3 23.3 26.7 26,7
30,O 30,O 33,3 33,3
23.3 26,7 30,O 33.3
30,O 33.3 33.3
Pada Gambar 24 tertera Boxplot pola sebaran nilai rataan infeksi a k a anakan Mahoni sebagai respon dari pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam. Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat bahwa perlakuan MlPO memiliki keragaman yang kecil bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Hal lain dijumpai pada pemberian
perlakuan M2PO dimana memiliki keragaman yang cukup besar. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya interaksi dari kedua perlakuan yang diberikan, maka dapat menghasilkan perbedaan nilai persen infeksi akar. Selanjutnya untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap nilai persen infeksi akar anakan Mahoni, maka dapat dilihat pada hasil analisis ragam yang tertera pada Tabel 19.
Phospat
*
.
I
1
>
1
1
3
3
aa
0
0
1
m
2
2
Micorhiza
Gambar 24. Boxplot Infeksi Akar Mahoni pada Umur 16 MST
Tabel 19. Hasil Analisis Ragam Infeksi Akar Anakan Mahoni Sumber Keragaman M
P M P Gala! Total
Jurnlah Kuadrat 88.889 77,778 344.444 1533.333 24800,000
Derajat Bebas 1 2 2 12 18
Jumlah Kuadrat Tengah 88,889 38,889 172.222 127,778
F ,696 ,304 1,348
Nilai P ,421 ,743 ,296
Berdasarkan hasil analisis ragam di atas dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam temyata pada dosis yang diujikan belum dapat menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap persen infeksi akar anakan Mahoni.
Indeks Mutu Bibit (IMB) Indeks Mutu Bibit Manii
Hasil rataan indeks mutu bibit atiakan Manii dan Mahoni disajikan pada Tabel 20. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa indeks mutu bibit tertinggi untuk anakan Manii diperoleh pada pemberian perlakuan M2P2. yaitu sebesar 0,lO. Sedangkan nilai IMB terendah dijumpai pada pemberian perlakuan MOP1 yaitu dengan nilai sebesar 0,04.
Nilai Rata-rata Indeks Mutu Bibit Anakan Manii Dan Mahoni Umur 16 MST
8
Phospat
Michoriza
Gambar 25. Boxplot IMB anakan Manii Umur 16 MST Sementara itu sebaran respon perlakuan dari masing-masing kombinasi perlakuan M dan P disajikan pada Gambar 25. Terlihat bahwa respon perlakuan fosfat pada dosis M2 menunjukkan peningkatan linear. Bahkan respon IMB tertinggi diraih pada kombinasi perlakuan M2P2, sedangkan terendah pada MOPO. Gambar tersebut mengindikasikan adanya interaksi antar kedua perlakuan yang diberikan.
Indeks Mutu Bibit Mahoni
Untuk anakan Mahoni nilai IMB tertinggi diperoleh pada pemberian perlakuan M2PO yaitu sebesar 0,18. Nilai IMB terendah diperoleh pada pemberian perlakuan MlPl. yaitu dengan nilai sebesar 0,ll.
Phospat
Z 3PO
Michoriza
Gambar 26. Boxplot IMB anakan Mahoni Umur 16 MST Dari Gambar 26 terlihat tidak adanya respon yang cukup ekstrim, yang menandakan adanya perlakuan yang memberikan respon tertinggi ataupun terendah. Hal ini mengindikasikan tidak ada perbedaan yang signifikan baik masing-masing perlakuan secara parsial maupun interaksinya. Relative Field Mycorrhizal Dependency (RFMD) Pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa nilai RFMD untuk anakan Manii tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan MlPO yaitu sebesar 77.45%. Nilai RFMD terendah yaitu dijumpai pada pemberian perlakuan M2PO dengan nilai sebesar - 19,02%. Pada pemberian mikoriza sebanyak 2,5 g dan dikombinasikan dengan pemberian pupuk fosfat alam dengan dosis yang seniakin meningkat (1,O g) ternyata menghasilkan nilai RFMD yang semakin rendah. Kondisi sebaliknya terjadi pada pemberian mikoriza
sebanyak 5 g yang dikombinasikan dengan dosis pupuk fosfat alam yang semakin meningkat temyata menghasilkan nilai RFMD yang semakin tinggi. Tabel 21. RFMD Anakan Manii RFMD M1 77,45 72,78 26,48
PO PI P2
M2 -19,02 56,60 51,70
Untuk anakan Mahoni pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa
nilai RFMD tertinggi
diperoleh pada pemberian perlakuan M2P1, yaitu sebesar 20,53%. Sedangkan nilai RFMD terendah diperoleh pada pemberian perlakuan M2P2 yaitu sebesar - 9,20%. Tabel 22. RFMD Anakan Mahoni
I
I RFMD MI
M2
Pengamatan Anatomi Jaringan Batang Anakan
Pengamatan perkembangan jaringan batang anakan Manii dan Mahoni dilakukan pada setiap selang waktu umur anakan 2
- 16 MST.
Pengamatan dilakukan pada preparat
mikrotom batang kedua anakan. Secara umum batang terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar dan bagian tengah. Bagian luar batang terdiri dari lapisan pelindung yaitu berupa epidermis dan korteks. Bagian tengah (stele) terdiri dari xilem di bagian dalam dan floem di bagian luar. Diantara kedua jaringan tersebut terdapat lapisan kambium. Bagian terdalam dari stele yaitu disebut empulur (Pandit dan Hidayat, 2003).
Pengamatan Anatomi Jaringan Batnag Anakan Manii Pada anakan Manii proporsi perkembangan jaringan-jaringan batangnya yang meliputi empulur, xilem, floem, dan kambium, masing-masing disajikan pada Tabel 23 hingga Tabel 26. Tabel 23. Proporsi Empulur Anakan Manii sampai Umur 16 MST
Tabel 24. Proporsi Xilem Anakan Manii Sarnpai Umur 16 MST
Tabel 25 . Proporsi Floem Anakan Manii Sampai Umur 16 MST
Tabel 26. Proporsi Kambium Anakan Manii Sampai Umur 16 MST
Berdasarkan Tabel 23 - 26, dapat dilihat bahwa proporsi bagian jaringan batang anakan Manii yang meliputi empulur, xilem, floem dan kambium sejak umur 2 MST hingga 16 MST masih menunjukkan adanya ketidakstabilan. Proporsi jaringan empulur pada umur 2 MST hingga 6 MST rata-rata masih sekitar 60%. Seiring dengan bertambahnya umur, maka proporsi empulur semakin menurun sampai sekitar 43%. Proporsi floem juga
cenderung mengalami penururan dengan semakin
bertambahnya umur, yaitu dari sekitar 8,9% menjadi sekitar 3,1%.
Demikian juga
dengan kondisi jaringan kambium dimana dengan bertambahnya umur anakan, maka proses diferensiasi menjadi xylem dan floem sekunder terus berjalan, maka proporsi jaringan tersebut semakin menurun dari sekitar 10,9% menjadi 5,7%.
Kondisi
sebaliknya terjadi pada jaringan xilem dimana bertambahnya umur anakan, maka proporsi jaringan tersebut semakin meningkat, yaitu dari sekitar 14,1% menjadi 46,7%.
Rasio Pertumbuhan Xilem dan Floem Anakan Manii Salah satu aspek penting yang perlu dilihat adalah rasio antara xilem dan floem, nilai ini secara tidak langsung menggambarkan pola pembentukan kayu yang terjadi pada tanaman anakan. Pada Gambar 27 disajikan pola pertumbuhan rasio Xylem dan Ploem anakan Manii. Secara umum tampak bahwa hingga umur 16 MST rasio tersebut sangat berfluktuasi, namun bila diperhatikan secara lebih teliti, terdapat dua pola yang
pertumbuhannya sejak minggu 5 dan 6 MST mulai stabil yakni anakan Manii dengan perlakuan M2P 1, M2P2 serta MOP2.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Waktu Pertumbuhan (MST)
Gambar 27. Rasio Perhmbuhan Xylem dan Ploem anakan Manii Fakta lain yang dapat dijadikan sebagai pedoman akan stabilitas pola rasio floem dan Ploem ini adalah menggunakan Simpangan Baku Laju Pertumbuhan Rasio, seperti yang disajikan pada Tabel 27 berikut: Tabel 27. Simpangan Baku Rasio Pertumbuhan Anakan Manii Perlakuan M2P1 MOP2 M2P2 MlPl
Standar Deviasi 1,560 1,939 2,154 3,320
Melihat hasil ini serta dikaitkan dengan hasil pengamatan pada parameter lainnya, menunjukkan sesuatu yang semakin konvergen bahwa pada anakan Manii kombinasi dengan perlakuan M2P1 dan MOP2 menunjukkan hasil yang positif untuk berbagai parameter yang diamati. Oleh karenaa itu dari hasil ini untuk sementara dapatlah disimpulkan bahwa pemberian perlakuan fosfat dan FMA mampu mempercepat
pembentukan kayu pada anakan Manii, ha1 ini dapat dilihat bahwa nilai rasio simpangan baku untuk perlakuan kontrol jauh lebih besar dari M2 dengan kombinasi Fosfat 0-1 gr. Pada Ga~nbar28a-h dan 29a-h disajikan anatomi jaringan batang anakan Manii masingmasing untuk perlakuan MOP0 dan MlP2.
(MOPO). Umur 2 ~ i i g (40~) u
Gambar 2%. Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO), Umur 6 Minggu (40x)
(MOPO), Umur 4 ~ i n g (40x) ~u
Gambar 28d.Anatomi Jaringan Batang Mani (MOPO), Umur 8 Minggu (40x)
Gambar 28e. Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO), Umur 10 Minggu (40x)
Gambar 28f. Anatomi Jaringan Batang Mani (MOW), Umur 12 Minggu (40x)
Gambar 289. Anatomi Jaringan Batang Manii (MOPO), Umur 14 Minggu (40x)
Gambar 28h. Anatomi Jaringan Batang Mani (MOW), Umur 16 Minggu (40x)
(MIPZ), Umur 2 Minggu (40x)
(MlP2). Umur 4 Minggu (40x)
Gambar 29e. Anatomi Jaringan Batang Manii (MIPZ). Umur 10 Minggu (40x)
Gambar 299. Anatomi Jaringan Batang Manii (MIP2), Umur 14 Minggu (40x)
Gambar 2%. Anatomi Jaringan Batang Mani (MIP2), Umur 12 Minggu (40x)
Gambar 29h. Anatomi Jaringan Batang Mani (MIPZ), Umur 16 Minggu (40x)
Keterangan: A: Floem B: Kambium C: Xilem D: Empulur
Pengamatan Anatomi Jaringan Batang Anakan Mahoni ,
Pada anakan Mahoni, proporsi jaringan empulur semakin menurun dengan
bertambahnya umur anakan, yaitu dari sekitar 69,5% menjadi 42,3%. Demikian pula pada perkembangan jaringan floem, dengan semakin bertarnbahnya umur anakan, maka proporsi jaringan tersebut semakin menurun, yaitu dari sekitar 7,5% ~nenjadi3,4%. Perkembangan jaringan atau lapisan kambium anakan Mahoni juga mengalami penurunan dengan bertambahnya umur anakan, namun penurunan tersebut tidak terlalu drastis, yaitu dari sekitar 9,8% menjadi 6,7%.
Kondisi sebaliknya terjadi pada
perkembangan jaringan xilem, dimana dengan bertambahnya umur anakan, ~naka proporsi jaringan tersebut me~ljadimeningkat. Pada umur 2 MST memiliki proporsi jaringan sebanyak 19,9% dan pada umur 16 MST menjadi 40,8%. Proporsi masingmasing jaringan batang anakan Mahoni disajikan pada Tabel 28 - 3 1. Tabel 28. Proporsi Empulur Anakan Mahoni Sampai Umur 16 MST
Tabel 29. Proporsi Xilem Anakan Mahoni Sarnpai Umur 16 MST
Tabel 30. Proporsi Floem Anakan Mahoni Sampai Umur 16 MST
Tabel 3 1. Proporsi Kambium Anakan Mahoni Sampai Umur 16 MST
Rasio Pertumbuhen Xilem den Pioern Anskan Mahoni Pada Gambar 30 disajikan pola rasio pertumbuhan xilem dan floem anakan Mahoni. Secara umum tampak bahwa hingga umur 16 MST rasio tersebut sangat berfluktuasi, namun bila diperhatikan secara Iebih teliti, terdapat dua pola yang perturnbuhannya sejak umur 6 MST mulai stabil yaitu pada pemberian perlakuan M2P1, M2P2 serta MOP2. Kombinasi perlakuan MOP2 dan M2PO serta M2P1 memiliki tingkat kestabilan yang relatif lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Disisi lain dengan melihat nilai simpangan baku pertumbuhan rasio xilem dan floem seperti tertera pada Tabel 32 dapat disimpulkan bahwa penlberian FMA pada dosis 2.55.0 gr dengan kombinasi P pada dosis 0-1 gr yang diujikan bila dibandingkan dengan kontrol, mampu mempercepat proses pertumbuhan kayu pada anakan Mahoni. Dimana
nilai simpangan baku MOPO adalah 2.351, jauh di atas nilai simpangan baku dengan perlakuan M2 dengan kombinasi apapun.
9,000 L
8,000 -=-MOP1
8 7,000 ;6.000
ii
;
5,000
MlPO
+MIPI
4,000 3,000 2,000
- - M2P2
1,000 0.000 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Waktu Pertumbuhan (MST)
Gambar 30. Rasio Pertumbuhan Xilem dan Floem anakan Mahoni Tabel 32. Simpangan Baku Rasio Pertumbuhan Anakan Mahoni
Pada Garnbar 3la-h dan 32a-h disajikan anatomi jaringan batang anakan Mahoni masing-masing untuk perlakuan MOPO dan MlP2.
Umur 2 ~ i g g (40x) u
. ..~. . . . .
Gambar 31d. ~natomi~arinqan Batang Mahoni (MOPO) Umur 8 h4iiggu (40x)
Umur 10 Minggu (40x)
Gambar 31f. Anatomi Jalingan Batang Mahoni (MOPO) Umur I 2 Minggu (40x)
r\
Umur 16 ~inggu(40x1
Umur 2 Minggu (40x)
Umur4 Minggu (40x)
Gambar 32c. Anatomi Jaringan Batang Mahoni (MIP2) Umur 6 Minggu (40x)
Umur 8 Minggu (40x)
"
Umur 10 Minggu (40x)
Umur 12 ~Ynggu(40xj
Umur 14 ~ i n g g (u4 o ~ j
Umur 16 Minggu (40x)
Keterangan: A: Floem B: K.ambitun C: Xilem D: Empulur
Serapan Hara Makro Dan Mikro Analisis jaringan dilakukan untuk mengetahui kandungan serta besarnya serapan hara makro dan mikro yang diambil oleh tanaman dari dalam media tumbuhnya. Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 33 dan 34) dapat dilihat bahwa pada anakan Manii, serapan hara makro (N, P dan K) hasil pemberian perlakuan MOP2, M1P2 dan M2P2 menghasilkan peningkatan nilai serapan hara makro tersebut dibandingkan kontrol. Sedangkan untuk hara makro Ca, pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam (MOP2, MIPO, MIPI, MlP2, M2P1 dan M2P2) dapat meningkatkan nilai serapan hara dibandingkan kontrol. Untuk hara makro Mg, peningkatan serapan terjadi pada perlakuan M2P2. Hasil pengamatan terhadap serapan hara mikro menunjukkan adanya kecenderungan semakin meningkat dosis FMA dan pupuk fosfat alam yang diberikan (M2P1 dan M2P2), maka terjadi peningkatan pada nilai serapan hara Fe, Cu, Zn dan Mn. Tabel 33. Serapan Hara Makro dan Mikro Anakan Manii
Tabel 34. Persentase Serapan Hara Makro dan Mikro Oleh Anakan Manii
Pada Tabel 35 dan 36 dapat dilihat bahwa untuk anakan Mahoni, terjadi peningkatan serapan hara makro (N, P dan K) sebagai hasil pemberian perlakuari FMA dan pupuk fosfat alam (MOP2, MIPO, MIPI, M1P2, M2P0, M2P1 dan M2P2) bila dibandingkan dengan kontrol. Pada serapan hara makro Ca, terjadi peningkatan nilai serapan pada perlakuan MOP2, MlP2, M2P1 dan M2P2 bila dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan untuk hara makro Mg, peningkatan nilai serapan hanya terjadi pada perlakuan M2P2. Peningkatan serapan hara mikro kondisinya lebih bervariasi, yaitu untuk hara mikro Fe temyata hampir pada semua perlakuan kecuali M2P2 terjadi peningkatan nilai serapan yang cukup tinggi. Tabel 35. Serapan Hara Makro dan Mikro Anakan Mahoni
Tabel 36. Peningkatan Serapan Hara Makro dan Mikro Oleh Anakan Mahoni
Kondisi serapan hara mikro Zn, peningkatan nilai serapan hanya terjadi pada perlakuan M2P0, M2P1 d m M2P2. Hal serupa juga dijumpai pada kondisi serapan hara Mn dimana peningkatan nilai serapan hanya terjadi pada perlakuan MOPI, d m M2P2. Khusus untuk serapan hara Cu, peningkatan nilai serapan hanya dijumpai pada pemberian perlakuan MOP2
PEMBAHASAN Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman merupakan hasil dimana terjadi interaksi berbagai macam proses fisiologis dan lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. Selanjutnya Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pertumbuhan yaitu antara lain meliputi: (1) perbanyakan sel, (2) penggandaan protoplasma, (3) pertam-bahan ruang dan (4) pertambahan bobot kering. Lokasi pertumbuhan tanaman pada dasarnya terjadi pada 3 (iga) bagian (Kramer dan Kozlowski, 1960 ; Haygreen dan Bowyer, 1989) yaitu : (1) bagian meristem apikal, (2) kambium primer, dan (3) kambium sekunder. sebagai
Pertumbuhan tinggi terjadi pada meristem apikal dan biasanya disebut pertumbuhan
primer.
Sedangkan
pertumbuhan
diameter
merupakan
pertumbuhan lateral dan disebut sebagai pertumbuhan seltunder. Secara umum pola pertumbuhan tanaman dapat dinyatakan dalam benrtuk kurva pertumbuhan yang merupakan hubungan fungsional antara sifat tertentu tanaman seperti
tinggi, diameter atau biomassa dengan umur tanaman. Bentuk kurva pertumbuhan yang ideal akan mengikuti bentuk ideal untuk pertumbuhan organisme (termasuk tumbuhtumbuhan) yaitu berbentuk kurva sigmoid atau berbentuk huruf S. Bentuk umum kurva pertumbuhan kumulatif tumbuh-tumbuhan memiliki tiga tahap yaitu tahap pertumbuhan eksponensial, tahap pertumbuhan linier dan tahap pertumbuhan asimptotis.(Loetsch
el
al, 1973). Menurut Bidwel(1979) bentuk kurva pertumbuhan ini sebenarnya merupakan suatu rincian dari bentuk kurva sigmoid yang dicirikan oleh adanya titik belok dan adanya garis asimptot dari kurva. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa pola pertumbuhan tinggi dan diameter pada anakan Manii dan Mahoni belum menunjukkan pola pertumbuhan yang ideal dikarenakan masa pengamatan yang dilakukan relatif kurang lama (hingga umur 16 MST). Dalam ha1 ini kedua jenis tanaman tersebut masih berada dalam tahap pertumbuhan eksponensial yaitu pada awal pertumbuhan agak lambat (sampai umur 4 MST) kemudian diikuti dengan pertumbuhan yang relatif cepat dan akan menuju pada tahap pertumbuhan linier dan asimptotis. Diduga tahap pertumbuhan linier dan asimptotis tersebut akan terjadi setelah anakan berumur lebih dari 16 MST.. Pada anakan Manii dan Mahoni, pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat menghasilkan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter masing-masing anakan. Berdasarkan hasil yang diperoleh pemberian kedua perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi kedua anakan. Untuk pertumbuhan diameter kedua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada anakan Manii, namun ha1 sebaliknya terjadi pada anakan Mahoni. Pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam aIam ini belum berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit anakan dikarenakan kemungkinan masa pengamatan masih kurang lama. Bila dibandingkan, kedua jenis anakan tersebut memiliki laju pertumbuhan tinggi dan diameter yang hampir sama, yaitu terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada waktu umur 8 MST hingga 16 MST Disamping itu pula bila dilihat dari rata-rata tinggi pada anakan Manii dan Mahoni terdapat kecederungan bahwa pemberian perlakuan FMA sebagnyak 5,O g dan 10,O g dikombinasikan dengan dosis pupuk fosfat alam sebanyak 0,5 g dan 1,O g ternyata menghasilkan peningkatan pertumbuhan tinggi dan diameter
bila dibandingkan dengan kontrol.
Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang
diinokulasi oleh mkoriza akan menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi mikoriza (Setyadi, 1998a). Sierverding (1991) menyatakan bahwa FMA yang menginfeksi tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza &an mampu meingkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air. Tanaman yang memiliki berat kering total tinggi menunjukkan tanaman tersebut memiliki tingkat produktivitas dan perkembangan sel-sel jaringannya tinggi dan cepat. Kecenderungan peningkatan berat kering tanaman ini berkaitan erat dengan metabolisme tanaman atau karena adanya kondisi pertulnbuhan tanaman yang lebih baik bagi berlangsungnya aktivitas metabolisme tanaman (Serrano, 1985 dalam Setiadi, 1989). Walaupun hasil analisis ragam menunjukkan pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata terhadap BKT anakan Manii dan Mahoni, namun terdapat kecenderungan
penggunaan FMA sebanyak 2,5 g dan 5,O g dalam
kombinasinya dengan pupuk fosfat alam sebanyak 0,5 g dan 1,O g, dapat meningkatkan BKT anakan bila dibandingkan dengan kontrol.
Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sanders et a1 (1975) bahwa BKT pada anakan yang bermikoriza akan lebih besar karena penyerapan dan translokasi unsur hara dari dalam tanah ke akar anakan &an lebih efisien. Disamping itu, akar yang bermikoriza akan tumbuh lebih baik, menghasilkan berat kering lebih tinggi dan memiliki akar cabang lebih banyak bila dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza. Nisbah pucuk dan akar (NPA) menggambarkan kemampuan tanaman untuk bertahan hidup jika ditanam di lapangan. Pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam pada anakan Manii memberikan pengaruh yang nyata, sedangkan pada anakan Mahoni temyata tidak berpengaruh nyata terhadap nilai NPA.
Namun demikian dapat dilihat
bahwa nilai rata-rata NPA yang diperoleh pada anakan Manii dan Mahoni dengan adanya pemberian FMA sebanyak 2,5 g dan 5,O g yang dikombinasikan dengan pupuk fosfat alam sebanyak 0,5 g dan 1,O g menghasilkan nilai NPA yang tertinggi. Menurut Alrasjid (1972) kisaran nilai NPA yang baik untuk tumbuhan darat (bukan rawa) adalah
2 - 5. Dengan demikian maka dapat dilihat bahwa rataan nilai NPA anakan Manii dan Mahoni dapat memenuhi kriteria tersebut.
Disamping itu ha1 ini sejalan dengan
pernyataan Morgan (1 999) dalanz Muin (2003) bahwa anakan yang rnemiliki nilai NPA yang tinggi menggambarkan analtan tersebut memiliki kualitas yang lebih baik
Pada
anakan yang bermikoriza peranan akar-aka cabang akan dibantu oleh adanya hifa eksternal FMA dalam memasok air dari dalam tanah ke pucuk. Dengan demikian tanaman yang bermikoriza akan memiliki kemampuan atau daya hidup yang lebih baik di lapang. Nilai kekokohan bibit menggambarkan perbandingan antara tinggi dan diameter. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa rataan nilai kekokohan bibit Manii yaitu sebesar 17,24.. Sedangljan untuk anakan Mahoni memiliki nilai sebesar 10,19. Nilai tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menggambarkan bahwa pada anakan Manii dan Mahoni dengan adanya pemberian FMA dan pupuk fosfat alam ini dapat memacu pertumbuhan tinggi atau diameter anakan, sehingga dapat menghasilkan nilai kekokohan bibit yang lebih tinggi. Bibit yang kokoh disamping harus memiliki pertumbuhan tinggi yang baik juga harus diimbangi dengan pertambahan diametemya, dengan memiliki nilai kekokohan bibit yang tinggi diharapkan tanaman akan mampu hidup jika ditanam di lapang. Akar tanaman yang terinfeksi oleh FMA ditandai dengan adanya organ berupa vesikula, arbuskula, hifa, spora atau salah satu dari keempat organ tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, pada anakan Manii persentase infeksi tertinggi dijumpai pada pemberian perlakuan FMA (2,5 g) dan pupuk fosfat alam (Og dan 1,O g) dengan nilai sebesar 46,7%.
Dengan bertambah besarnya nilai persentase infeksi akar, maka akan
dapat mempengaruhi pertumbuhan anakan. Hal ini seperti dinyatakan oleh Lestari (1998) bahwa dengan adanya infeksi FMA maka terdapat perubahan fisiologi akarnya. Selain itu pula akan terjadi perubahan konsentrasi senyawa pengatw tumbuh, naiknya laju fotosintesis dan pasokan hasil fotosintat ke akar. Adanya perubahan status nutrisi dari jaringan tanaman ini sebagai hasil dari meningkatnya pengambilan mineral dari
dalam tanah yang dapat mengubah struktur dan biokimia sel akar dengan cara mengubah permeabilitas membran sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas eksudat akar. Hasil penelitian pada anakan Mahoni menunjukkan bahwa anakan yang memiliki persentase infeksi yang tinggi memiliki kualitas pertumbuhan tidak sebaik anakan yang memiliki persentase infeksi akar yang rendah. Hal ini diduga kemungkinan disebabkan jumlah miselianya lebih sedikit bila dibandingkan sporanya, dikarenakan ha1 yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang diinokulasi oleh FMA
bukan jumlah
sporanya melainkan jumlah miselia (Hadi, 1998). Lebih lanjut dinyatakan bahwa dengan semakin banyak jumlah miselia, maka dapat membantu menyerap unsur-unsur hara yang semula dalam bentuk yang tidak dapat diambil oleh tanaman menjadi bentuk yang tersedia (Hadi, 1998). Berdasarkan hasil penelitian, indeks mutu anakan Manii (IMB) yang tertinggi diperoleh pada pemberian perlakuan FMA (2,s g dan 5,O g) yang dikombinasikan dengan pemberian pupuk fosfat alam (0,5 g dan 1,O g) yaitu sebesar 0,09 dan 0,lO. Nilai IMB perlakuan lain
lebih kecil bila dibandingkan dengan kontrol (0,08).
Pada anakan
Mahoni, nilai IMB tertinggi diperoleh hasil pemberian perlakuan FMA (0 g, 2.5 g dan 5,O g) dalam kombinasinya dengan pemberian pupuk fosfat alam sebanyak (0,5 g dan 1,O g), yaitu sebesar 0,15 dan 0,13. Sedangkan nilai IMB kontrol yaitu sebesar 0,12. Dengan memperhatikan hasil yang diperoleh, bahwa untuk meningkatkan kualitas anakan Manii dapat dilakuan dengan pemberian FMA sainpai dosis 5 g dan pupuk fosfat alam sampai dosis 1,O g. Sedangkan pada anakan Mahoni, pemberian pupuk fosfat alam dengan dosis sampai 1,O g dengan tanpa adanya FMA mampu meningkatkan kualitas anakan, disamping pemberian perlakuan dalam bentuk kombinasi. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan kandungan hara makro (P, Ca, Mg, K dan Na) pada pupuk fosfat alam Citeureup ini yang relatif cukup tinggi
. Sehingga anakan Manii dan Mahoni akan
lebih baik pertumbuhannya jika terkolonisasi oleh FMA dan mendapat pasokan pupuk fosfat alam. Hasil penelitian Muin (2003) menyebutkan bahwa untuk meningkatkan kualitas (nilai IMB) anakan ramin dapat digunakan kombinasi perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam sampai dosis 0,50 g.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap RFMD menunjukkan bahwa, anakan Manii secara umum menunjukkan sifat ketergantungan yang lebih tinggi terhadap mikoriza dibandingkan anakan Mahoni. Nilai RFMD anakan Manii secara umum menunjukkan nilai highly dependent (RFMD 50-75%) menurut kriteria dari Hable dan Manajunath (1991). Khusus pada anakan Manii, pada dosis mikoriza 2,5 g ketergantungan terhadap mikoriza semakin tinggi pada dosis fosfat yang semakin rendah. Hal sebaliknya justru terjadi pada dosis mikoriza 5.0 g, dimana semakin tinggi fosfat semakin rendah ketergantungannya. Hal ini dapat diartikan bahwa ketergantungan anakan Manii terbesar terjadi pada dosis fosfat dan mikoriza yang rendah.
Pada anakan Mahoni
ketergantungan tertinggi terjadi pada kombinasi fosfat 0,5 g
dan mikoriza 2,5 g.
Menurut kriteria Hable dan Manajunath (1991), nilai RFMD anakan Mahoni ini termasuk marginally dependent (RFMD
=
0-25%)
Namun demikian sifat
ketergantungan anakan Mahoni pada mikoriza tidak memiliki pola yang jelas. Hal ini bisa diduga disebabkan penggunaan dosis baik mikoriza maupun fosfat belum mencapai kondisi optimal, sehingga respon tanaman rnenunjukkan gejala yang belum stabil. Hifa eksternal dari FMA akan berperan dalam ha1 meningkatkan potensi dari sistem perakaran tanaman dalam menyerap unsur hara dan air di dalam tanah.
Hasil
pengamatan terhadap anakan Manii dan Mahoni ternyata dengan adanya pemberian FMA dan pupuk fosfat alam dapat meningkatan serapan hara makro (N, P, K, Ca, Mg) dan juga hara mikro (Fe, Cu, Zn dan Mn). Peningkatan nilai serapan hara makro (N, P, K dan Ca) terjadi hampir pada seluruh kombinasi perlakuan yang diberikan. Khusus untuk serapan hara Mg peningkatan hanya terjadi pada perlakuan FMA 5,O g dan pupuk fosfat alam 1,O g. Peningkatan serapan hara P ini terjadi karena adanya peningkatan penyerapan efisiensi P oleh jalinan hifa mikoriza yang dapat menggunakan sumber P di dalam tanah yang tidak tersedia bagi akar tanaman. Hal ini juga meningkatkan laju solubilisasi P anorganik yang tidak larut (insoluble) atau hidrolisis P organik yang tergantung pada perubahan pH yang terbatas, produk ion-ion organik sebagai pengkelat dan produksi enzim fosfatase (Ekamawati, 1998). Selanjutnya Gunawan (1993) yang diacu oleh Muin (2003) mengemukakan bahwa tanaman yang bermikoriza sering
memberikan tanggapan yang baik akibat penambahan fosfat tidak mudah larut seperti trikalsium fosfat dan batuan fosfat. Efektivitas pupuk fosfat alam sangat tergantung pada sifat fosfat alam itu sendiri, faktor tanah (pH) dan status mikoriza pada tanaman (Ba dan Guissou, 1996 dalatn Muin, 2003). Persentase serapan hara mikro (Fe, Cu, Zn dan Mn) pada jenis anakan Manii mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kontrol hanya pada beberapa kombinasi perlakuan (FMA 2,5 g dan 5,O g; pupuk fosfat alam 0,5 g dan 1,O g).
Kondisi
sebaliknya terjadi pada anakan Mahoni dimana untuk serapan hara mikro Fe terjadi kenaikan persentase serapan pada hainpir semua kombiilasi perlakuan. Sedangkan untuk serapan hara Cu, Zn dan Mn peningkatan hanya terjadi pada perlakuan yang mendapat pupuk fosfat alam 1,O g dan kombinasi pemberian FMA 5.0 g dan pupuk fosfat alam 0,5 g dan 1.0 g.. Jumlah hara nlikro (unsur logam) yang diakumulasi oleh tanaman memiliki batas tertentu, karena jika berlebihan akan dapat meracuni dan berpengaruh terhadap perturnbuhan tanaman Menurut Alloway 1995) yang diacu oleh Widiati (2006), kadar Mn pada jaringan
80 ppm, dan Zn < 30 ppm.
Pengamatan Anatomi Jaringan Batang Anakan Manii dan Mahoni
Hasil pengarnatan pada jaringan batang anakan Manii dan Mahoni sampai umur 16 MST menunjukkan bahwa dengan adanya pemberian perlakuan FMA dan pupuk fosfat alam ternyata dapat mempengaruhi pembentukan kayu pada batang anakan tersebut. Hal ini ditandai dengan terbentuknya kambium vaskuler yang telah berdiferensiasi menjadi xilem dan floem sekunder. Pemberian perlakuan FMA (5.0 g) dan pupuk fosfat alam (0.5 g) ternyata dapat mempercepat pembentukan kayu pada anakan Manii dan Mahoni pada umur 10 MST, sedangkan pada perlakuan kontrol baru terbentuk pada umur 12 MST. Pengamatan pada jaringan batang anakan yang hanya mendapat perlakuan FMA saja (0 g, 2,5 g dan 5.0 g) atau pupuk fosfat alam saja (0 g, 0.5 g dan 1.0 g) ternyata baru membentuk kayu pada umur 12 MST.
Pada dasarnya setiap jenis tanaman akan mengalami proses diferensiasi pada waktu yang berbeda. Menurut Ross dan Salisbury (1995), diferensiasi atau proses tumbuh akan terjadi jika tanaman menerima rangsangan yang tepat dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Kondisi lingkungan dan rangsangan yang berbeda menyebabkan
pendewasaan yang tidak sama pada setiap umur tanaman.
Faktor lain yang
menlpengaruhi tipe diferensiasi sel-sel di kambium yaitu jumlah nutrisi karbohidrat dan konsentrasi hormon tumbuh
(Baker, 1987 dalam Tavita, 2001).
Perkembangan
jaringan batang anakan Manii dan Mahoni pada umur 2 MST terdiri dari lapisan pelindung seperii epidermis atau cortex di bagian luar kemudian di bagian tengah terdapat jaringan xylem dan floem primer, di antara keduanya terdapat lapisan kambium dan di bagian pusat batang terdapat empulur. Pada umur 2 - 4 MST, proporsi jaringan empulur paling besar, yaitu sekitar 45 - 75%. Dengan semakin bertambahnya umur anakan (6 - 16 MST) maka terjadi pengurangan jumlab proporsinya, dikarenakan jaringan kambium akan berdiferensiasi menjadi sel-sel xilem dan floem sekunder. Berdasarkan Gambar 19 dan Gambar 20
beserta indeksnya dapat dilihat bahwa
proporsi xilem dan floem yang mulai stabil terdapat pada umur 10 MST untuk kedua jenis anakan. Dengan semakin stabilnya proporsi xilem dan floem tersebut menandakan bahwa sudah mulai terbentuk kambium vaskuler.
Dengan terbentuknya kambium
vaskuler ini menandakan anakan sudah mulai berkayu (Haygreen dan Bowyer, 1989).