RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No. 1 April 2017, 118-133 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret
TINDAK TUTUR NGGAHI PANATI DALAM PROSESI LAMARAN PERNIKAHAN ADAT BIMA: SUATU KAJIAN PRAGMATIK SERTA IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN MULOK DI SEKOLAH Irham
Universitas Mataram
[email protected]
Abstrak
Ada tiga aspek kebermaknaan tindak tutur Nggahi Panati dalam prosesi lamaran pernikahan adat Bima, yaitu bentuk tindak tutur, aspek kerja sama, dan aspek kesantunan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kebermaknaan tindak tutur Nggahi Panati dalam prosesi lamaran pernikahan adat Bima serta implikasinya terhadap pembelajaran muatan lokal bahasa daerah di sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk tindak tutur Nggahi Panati berkategori representatif (menyatakan, menyebutkan, dan melaporkan), berkategori direktif (memohon, meminta, dan mengajak), berkategori ekspresif (memuji, menyanjung, dan berterima kasih), kategori komisif (berjanji dan menyatakan kesanggupan), dan berkategori deklaratif (mengabulkan dan memutuskan). Hasil penelitian menyimpulkan pula bahwa aspek kerja sama dan aspek kesantuanan dalam tindak tutur Nggahi Panati sangat diperhatikan dan diutamakan oleh penutur dan mitra tutur dalam bertutur. Selain penggunaan idiom, penutur dan mitra tutur menggunakan pula pantun dan bahasa metafora.
Kata kunci: Tindak tutur Nggahi Panati, lamaran pernikahan adat Bima, kajian pragmatik Abstract There are three aspects of the meaningfulness of speech acts Nggahi Panati in procession Bima customary marriage proposal, namely the form of speech acts, cooperation aspects, and aspects of politeness. This study aims to determine the significance of the speech act in a procession Nggahi Panati Bima customary marriage proposal and its implications for the learning of local content in local language school. The results showed that the form of speech act category Nggahi Panati representative (states, states, and reporting), categorized directive (beg, ask, and urge), expressive category (praise, laud, and grateful), category commissive (promise and declare readiness ), and categorized declarative (grant and decide). The study concluded also that aspects of cooperation and aspects of speech acts Nggahi Panati in politeness very considered and prioritized by the speaker and hearer in speaking. In addition to the use of idioms, speaker and hearer using rhymes and language metaphor anyway. Keywords: Speech acts of Nggahi Panati, custom wedding proposal Bima, pragmatic study
1. PENDAHULUAN
ujaran yang diproduksi oleh penutur. Parole
Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai
hanya dapat dipahami melalui pengkajian
alat komunikasi tetapi juga sebagai media
terhadap langue. Keterikatan antara bahasa
untuk melakukan tindakan dan cerminan
dengan budaya juga diungkapkan oleh Boas
budaya. Hal ini dapat dilihat dari konsep
(dalam Oktavianus, 2006:5) yang menya-
langue dan parole. Langue adalah totalitas
takan bahwa adanya saling pengaruh yang
fakta kebahasaan yang oleh Saussure dise-
dinamis tidak hanya antara bahasa dan
but produk sosial yang tersimpan di dalam
pikiran, melainkan juga bahasa dengan adat
pikiran penutur. Sedangkan parole adalah
istiadat, perilaku suatu etnis dan perubahan-
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 119
perubahan yang terjadi dalam budaya. Bagi
Bahasa yang digunakan dalam Nggahi
setiap etnis, bahasa daerah mempunyai
Panati biasanya dituturkan dengan ungka-
peranan yang sangat penting. Selain ber-
pan atau idiom selain tuturan yang umum
fungsi seperti bahasa pada umumnya, yaitu
dalam
alat komunikasi dalam masyarakat penu-
ungkapan Mada ne’e midi dei loko ita doho;
turnya, bahasa daerah juga berfungsi se-
arti secara harafiah dalam bahasa Indonesia
bagai lambang kebanggaan daerah dan lam-
adalah ‘Saya ingin tinggal dalam perut anda
bang identitas daerah. Begitu pula halnya
sekalian (bapak dan ibu calon mertua)’.
dengan bahasa Bima.
Ungkapan ini bermakna ‘melamar’ atau
komunikasi
sehari-hari.
Seperti
Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo meru-
‘pernyataan lamaran’ dari seorang jejaka/
pakan salah satu bahasa daerah yang ter-
pria yang ditujukan kepada orangtua gadis
dapat di Indonesia yang memiliki kaidah-
yang ingin dilamar.
kaidah penggunaannya. Kaidah penggunaan
Penggunaan ungkapan atau idiom dalam
bahasa Bima ini bila ditinjau dari variasi
tindak tutur Nggahi Panati berfungsi untuk
bahasa yang digunakan oleh penuturnya,
memperhalus maksud dengan menguta-
ada yang menggunakan variasi bahasa ting-
makan
gi atau Nggahi Mangame dan ada pula yang
Tujuannya, agar maksud dari pembicaraan
menggunakan variasi bahasa rendah atau
tersebut tercapai atau terjadi kesepakatan
Nggahi Nginakai. Pembedaan variasi baha-
sesuai makna konteksnya. Makna konteks
sa (variasi bahasa tinggi dan bahasa rendah)
tersebut dilihat dari pemahaman bersama
ini menurut Ferguson (1964, dalam Chaer,
antara penutur dan lawan tutur atau pen-
2003:62) disebut diglosia.
dengar sehingga tujuan bertutur menjadi
Penggunaan variasi bahasa tinggi atau
adab
kesantunan
berbahasa.
komunikatif. Dengan demikian, bila dic-
Nggahi Mangame biasanya digunakan pa-
ermati
da konteks tuturan dengan latar belakang
(mengandung makna dan fungsi komu-
pengetahuan yang dipahami bersama oleh
nikatif) dalam tindak tutur Nggahi Panati
penutur
seperti
terkait penggunaan ungkapan atau idiom,
penggunaannya dalam prosesi lamaran per-
yaitu bentuk tindak tutur, aspek kerja sama,
nikahan adat Bima yang disebut Panati. Ba-
dan aspek kesantunan.
dan
mitra
tutur,
ada
tiga
aspek
kebermaknaan
hasa yang digunakan dalam prosesi lamaran
Tindak tutur Nggahi Panati dalam pros-
pernikahan ini berbeda dengan bahasa yang
esi lamaran pernikahan adat Bima ini
digunakan dalam komunikasi sehari-hari,
menarik untuk diteliti dan dikaji dari sudut
sehingga dalam adat budaya Bima dikenal
pandang pragmatik. Hal ini merujuk pada
dengan istilah Nggahi Panati atau bahasa
pernyataan yang dikemukakan oleh Levin-
lamaran.
son
(dalam
Nababan,
1987:2), bahwa
pragmatik memiliki dua pengertian. PerCopyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 120
tama, kajian dari hubungan antara bahasa
ris tahun 1938, ketika ia membicarakan
dan konteks yang mendasari penjelasan
bentuk umum ilmu tanda (semiotik). Ia
pengertian bahasa. Kedua, kajian tentang
menjelaskan (dalam Levinson, 1983:1) bah-
kemampuan pemakaian bahasa mengaitkan
wa semiotik memiliki tiga bidang kajian,
kalimat-kalimat dengan konteks-konteks
yaitu
yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.
(semantics), dan pragmatik (pagmatics).
Kajian pragmatik terhadap tindak tutur
sintaksis
(syintax),
semantik
Sintaksis (syntax) mempelajari hubungan
Nggahi Panati dalam prosesi lamaran per-
antara
nikahan adat Bima ini merupakan salah satu
lain; semantik (semantics) mempelajari
bentuk penelitian penggunaan bahasa Bima
hubungan antara tanda dengan objek yang
dalam
diacu
masyarakat
penuturnya
sebagai
tanda
dengan
tanda
oleh
yang
tanda;
upaya untuk merevitalisasi Nggahi Mbojo
dan pragmatik (pragmatics) mempelajari
(bahasa daerah) yang akhir-akhir ini mulai
hubungan antara tanda dan penggunanya.
“tersisihkan” oleh penggunaan bahasa Indo-
Leech
(1993:9)
menyatakan
bahwa
nesia dan bahasa asing. Sebagai wujud
pragmatik
merevitalisasi Nggahi Mbojo ini yakni
dalam hubungannya dengan situasi ujar
dengan cara mengimplementasikannya ke
(speech situations). Pragmatik diperlukan
dalam pembelajaran di sekolah melalui
untuk menganalisis makna yang diper-
pembelajaran muatan lokal (Mulok) bahasa
tuturkan antara penutur dan mitra tutur
daerah.
yang disesuaikan dengan situasi ujar. Se-
Berdasarkan
uraian
di
atas,
adalah
studi
tentang makna
maka
mentara Verhaar (1996:14) menjelaskan
penelitian ini bermaksud untuk mengkaji
bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu
tindak tutur Nggahi Panati dalam prosesi
linguistik yang membahas tentang apa yang
lamaran pernikahan adat Bima dari sudut
termasuk struktur bahasa sebagai alat
pandang pragmatik, dengan memfokuskan
komunikasi antara penutur dan pendengar,
masalah penelitian pada kebermaknaan tin-
dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa
dak tutur Nggahi Panati dalam prosesi la-
pada hal-hal ekstralingual yang dibicarakan.
maran pernikahan adat Bima. Sedangkan
Sedangkan Purwo (1990:16) mendefinisi-
hasil kajian dari penelitian ini diimplikasi-
kan pragmatik sebagai telaah mengenai
kan ke dalam pembelajaran mulok bahasa
makna tuturan (utterance) yang terikat
daerah di sekolah.
konteks. Konsep pragmatik terkait penelitian ini,
2. KONSEP DAN KERANGKA TEORI
yaitu suatu kajian mengenai hubungan anta-
Kerangka Teori
ra makna penggunaan bahasa dengan
Istilah pragmatik diperkenalkan oleh
konteks dan situasi tutur. Konteks adalah
seorang filosof yang bernama Charles Mor-
bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 121
mendukung
atau
menambah
kejelasan
(3) tujuan tuturan, (4) tindak tutur sebagai
makna (Pusat Bahasa, 2003:591). Yule
bentuk tindakan atau aktivitas, dan (5) tu-
(1996:87) membahas konteks ini dalam kai-
turan sebagai tindak verbal.
tannya dengan kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi referen-referen yang ber-
Klasifikasi Tindak Tutur
gantung pada satu atau lebih pemahaman
Tindak tutur adalah bagian dari pragmat-
orang itu terhadap ekspresi yang diacu.
ik. Tindak tutur (istilah Kridalaksana
Parera (1990:120) mengemukakan tiga ciri
‘pertuturan’ / speech act, speech event), yai-
yang harus dipenuhi untuk terciptanya suatu
tu pengujaran kalimat untuk menyatakan
konteks, yaitu 1) setting, 2) kegiatan, dan 3)
agar suatu maksud dari pembicara diketahui
hubungan
pendengar (Kridalaksana, 1993:154). Tin-
(relasi).
Interaksi
ketiganya
membentuk konteks. Sedangkan situasi
dak
yang melahirkan sebuah tuturan adalah
menggunakan bahasa kepada mitra tutur
situasi tutur. Maksud sebuah tuturan yang
dalam rangka mengkomunikasikan sesuatu.
sebenarnya dapat teridentifikasi melalui
Makna yang dikomunikasikan tidak hanya
situasi tutur, yaitu penutur dan mitra tutur.
dapat dipahami berdasarkan penggunaan
Penutur adalah orang yang melakukan ak-
bahasa dalam bertutur tersebut, tetapi juga
tivitas tutur. Artinya, penutur merupakan
ditentukan oleh aspek-aspek komunikasi
orang yang sedang melakukan fungsi prag-
secara komprehensif, termasuk aspek-aspek
matis tertentu di dalam komunikasi, baik
situasi komunikasi. Tindak tutur merupakan
komunikasi personal maupun komunikasi
gejala individual yang bersifat psikologis
interpersonal. Adapun mitra tutur adalah
dan
orang yang menjadi objek pelaku sekaligus
kemampuan bahasa si
lawan tutur di dalam peristiwa komunikasi.
menghadapi situasi tertentu, sehingga dalam
Situasi
atau
tindak tutur lebih dilihat pada makna atau
menghasilkan tindak tutur sebagai wujud
arti tindakan dalam tuturannya (Chaer da-
verbal seseorang di saat mempengaruhi
lam Rohmadi, 2004:29).
tutur
dapat
menciptakan
tutur
adalah
kegiatan
keberlangsungan
seseorang
ditentukan
oleh
penutur dalam
orang lain dalam berkomunikasi, yang tidak
Teori mengenai tindak tutur pertama kali
terbatas melalui tuturan lisan saja namun
dicetuskan oleh Austin, seorang filosof
dapat terjadi pula pada tuturan tertulis.
Inggris (1911-1960). Dalam bukunya How
Berkenaan dengan situasi tutur dalam berk-
to Do Thing with Words (1962) ia mence-
omunikasi, Sperber dan Wilson (dalam
tuskan teori tentang tindak tutur (Speech act
Rustono, 1999:34) berpendapat bahwa se-
Theory). Menurut Austin (dalam Rustono,
buah tindak tutur hendaknya mempertim-
1999:39) ketika bertutur seseorang tidak
bangkan lima aspek situasi tutur, yaitu (1)
hanya bertutur tapi juga melakukan sesuatu
penutur dan mitra tutur, (2) konteks tuturan,
tindakan. Menurutnya, ada tiga tindakan
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 122
yang dapat dilakukan melalui tuturan, yaitu
mendesak,
menyarankan,
lokusi (tindak tutur dalam mengucapkan
memberi aba-aba dan menantang. Jenis tin-
atau menyatakan sesuatu), ilokusi (tindak
dak tutur ini disebut juga tindak tutur im-
tutur yang sekaligus melakukan suatu tinda-
positif. Tindak tutur ekspresif adalah tindak
kan), dan perlokusi (tuturan yang memiliki
tutur yang dimaksudkan penuturnya agar
efek atau daya yang ditimbulkan dari se-
ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang
buah tuturan). Teori Austin kemudian
hal yang disebutkan di dalam tuturan itu.
mendapat kritik dari muridnya sendiri, yaitu
Tindak tutur ekspresif ini disebut juga se-
Searle (1969). Menurut Searle (dalam
bagai tindak tutur evaluatif. Tuturan-tuturan
Rustono, 1999:39-43) teori yang diajukan
memuji,
Austin terdapat hal yang membingungkan
mengkritik, mengeluh, menyalahkan, men-
antara verbal dan tindakan, terlalu banyak
gucapkan selamat, dan menyanjung. Tindak
tumpang tindih dalam teori, terlalu banyak
tutur komisif adalah tindak tutur yang
heterogenitas dalam kategori, dan yang pal-
mengikat penuturnya untuk melaksanakan
ing penting adalah tidak adanya prinsip
apa yang disebutkan di dalam tuturannya.
klasifikasi yang konsisten. Selanjutnya
Berjanji, bersumpah, mengancam, menya-
Searle mengklasifikasikan tindak tutur men-
takan kesanggupan merupakan tuturan yang
jadi lima kelompok, yaitu representatif,
termasuk dalam jenis tindak komisif. Tin-
direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif.
dak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang
mengucapkan
memerintah,
terima
kasih,
Tindak tutur representatif adalah tindak
dimaksudkan penuturnya untuk mencip-
tutur yang mengikat penuturnya akan
takan hal (status, keadaan, dan sebagainya)
kebenaran atas apa yang diujarkan. Jenis
yang baru. Fraser (1978) menyebut tindak
tindak tutur ini disebut juga tindak tutur
tutur ini dengan istilah establishive atau is-
asertif. Termasuk ke dalam jenis tindak tu-
bati. Tuturan-tuturan itu dengan maksud
tur representatif adalah tuturan-tuturan yang
mengesahkan, memutuskan, membatalkan,
menyatakan,
melarang,
menuntut,
mengakui,
mengizinkan,
mengabulkan,
melaporkan, menunjukkan, menyebutkan,
mengangkat, menolong, mengampuni, me-
memberikan kesaksian, berspekulasi dan
maafkan adalah termasuk dalam tindak tu-
sebagainya. Dalam tuturan itu, penutur ber-
tur deklaratif.
tanggung jawab atas kebenaran isi tuturannya. Tindak tutur direktif adalah tindak
Prinsip Kerja Sama
tutur yang dimaksudkan penuturnya agar
Kegiatan bertutur dapat berlangsung
mitra tutur melakukan tindakan yang dise-
dengan baik apabila semua peserta pertutur-
butkan di dalam tuturan itu. Tuturan-tuturan
an terlibat aktif dalam bertutur. Agar pesan
memaksa,
menyarankan,
dapat disampaikan dengan baik, maka
mengajak, meminta, menyuruh, menagih,
komunikasi yang terjadi perlu mempertim-
memohon,
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 123
bangkan prinsip kerja sama. Sebab, dalam
relevan tentang sesuatu yang dipertuturkan.
suatu pembicaraan, penutur dapat menyam-
Sedangkan maksim pelaksanaan mengha-
paikan gagasannya seandainya mitra tuturn-
ruskan peserta tutur bertutur secara lang-
ya bekerja sama. Hal ini sebagaimana ru-
sung, jelas dan tidak kabur.
musan prinsip kerja sama yang dikemuka-
Analisis prinsip kerja sama dalam tindak
kan oleh Grice (1975:45), yang bunyinya
tutur Nggahi Panati dalam prosesi lamaran
sebagai berikut: Make your conversational
pernikahan adat Bima merujuk pada teori
contribution such as is required, at the
Grice yang merumuskan prinsip kerja sama
stage at which it occurs, by the accepted
ke dalam empat maksim, yaitu maksim
purpose or direction of the talk exchange in
kuantitas, maksim kualitas, maksim rele-
which you are engaged (“Berikanlah kontri-
vansi, dan maksim pelaksanaan. Pertim-
busi Anda dalam percakapan sesuai dengan
bangan penggunaan teori kerja sama Grice
kebutuhan, pada tingkat di mana percaka-
dalam kajian tindak tutur Nggahi Panati da-
pan tersebut berlangsung, sesuai dengan
lam prosesi lamaran pernikahan adat Bima
maksud dan tujuan di mana Anda terlibat”).
ini didasarkan bahwa di dalam peristiwa
Rumusan prinsip kerja sama tersebut (Yule,
tutur tersebut terkandung bidal atau maksim
2006:63-64; Nadar, 2009:24-25; Tarigan,
kuantitas, kualitas, relevansi, dan pelaksa-
2009:35-36) dijabarkan ke dalam empat
naan.
maksim, yaitu: 1) maksim kuantitas (maxim of quantity); 2) maksim kualitas (maxim of
Prinsip kesantunan
quality); 3) maksim relevansi (maxim of
Prinsip kesantunan berkenaan dengan
relevence); dan 4) maksim pelaksanaan
aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial,
(maxim of manner).
estetis dan moral di dalam bertindak tutur
Dalam maksim kuantitas penutur di-
(Grice,1991:308).
Alasan
dicetuskannya
yang
prinsip kesantunan adalah bahwa di dalam
cukup, relatif memadai dan seinformatif
tuturan, penutur tidak cukup hanya me-
mungkin. Informasi tidak boleh melebihi
matuhi prinsip kerja sama. Prinsip kesan-
informasi yang sebenarnya dibutuhkan mi-
tunan diperlukan untuk memenuhi prinsip
tra tutur. Pada maksim kualitas, seorang
kerja sama dan mengatasi masalah yang
peserta tutur diharapkan dapat menyam-
timbul akibat penerapan prinsip kerja sama.
paikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta
Prinsip kesantunan ini menurut Wijana
yang sebenarnya di dalam bertutur. Di da-
(1996:55) berhubungan dengan dua peserta
lam maksim relevansi, dinyatakan bahwa
percakapan, yaitu diri sendiri (self) dan
agar terjadi kerja sama yang baik antara pe-
orang lain (other); diri sendiri adalah penu-
nutur dan mitra tutur, masing-masing hen-
tur dan orang lain adalah lawan tutur serta
harapkan
memberikan
informasi
daknya dapat memberikan kontribusi yang Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 124
orang ketiga yang dibicarakan penutur dan
bangan
lawan tutur.
Lakoff ini dibanding skala kesantunan
Skala pengukuran kesantunan yang ban-
penggunaan
skala
kesantunan
Leech atau skala kesantunan Brown dan
yak digunakan sebagai dasar acuan dalam
Levinson
penelitian kesantunan (Tarigan, 2009:44-
kesantunan yang terkandung dalam tindak
53; Nadar, 2009:28-51) ada tiga macam,
tutur Nggahi Panati sesuai dengan skala
yaitu (1) skala kesantunan menurut Leech
kesantunan Lakoff. Kesantunan dalam tin-
(1983), (2) skala kesantunan menurut
dak tutur Nggahi Panati dideskripsikan me-
Brown dan Levinson (1978), dan (3) skala
lalui pernyataan yang tidak memaksa dan
kesantunan menurut Lakoff (1973). Skala
tidak terkesan angkuh, pilihan-pilihan da-
kesantunan Leech (1983), mengemukakan
lam bertutur harus membuat rasa nyaman
setiap bidal interpersonal itu dapat di-
lawan tutur, dan menunjukan keramahan
manfaatkan
dan persahabatan melalui tuturan.
untuk menentukan peringkat
adalah
karena
aturan-aturan
kesantunan menurut tuturan, yaitu (1) skala untung rugi (cost-benefit scale); (2) skala
3. PEMBAHASAN
pilihan (optionaly scale); (3) skala ketid-
Hasil penelitian tentang Nggahi Panati
aklangsungan (indirectness scale); (4) skala
dalam prosesi lamaran pernikahan adat Bi-
keotoritasan status sosial (authority scale),
ma yang dilakukan melalui wawancara
dan (5) skala jarak sosial (social distance
dengan beberapa informan menunjukkan
scale). Pada kesantunan Brown dan Levin-
bahwa Nggahi Panati dalam prosesi la-
son (1978) terdapat tiga skala penentu ting-
maran pernikahan adat Bima terdiri atas dua
gi rendahnya peringkat kesantunan sebuah
bentuk, yang merupakan tahapan dalam
tuturan. Ketiga skala tersebut, yaitu (1) per-
prosesi lamaran pernikahan adat Bima.
ingkat sosial, (2) peringkat kekuasaan, dan
Kedua bentuk itu adalah bentuk W i’i
(3) peringkat kultural. Sedangkan skala
Nggahi atau Pita Nggahi dan bentuk Oto
kesantunan Lakoff (1973) menyatakan tiga
Co’i dan Tarima Co’i.
ketentuan untuk dapat dipenuhinya kesan-
Pada bentuk W i’i Nggahi atau Pita
tunan di dalam kegiatan bertutur, yaitu (1)
Nggahi pihak laki-laki yang akan pergi
skala formalitas (formality scale), (2) skala
melamar ke pihak wanita terlebih dahulu
ketidaktegasan (hesitancy scale), (3) skala
mengadakan pertemuan antara keluarga
kesamaan
dekat yang disebut Mbolo W eki untuk
atau
kesekawanan
(equelity
scale).
membicarakan rencana pelamaran ke pihak
Skala kesantunan Lakoff menjadi ru-
wanita. Pertemuan tersebut bersifat rahasia
jukan dalam kajian tindak tutur Nggahi
guna menghindari hal-hal yang dapat meng-
Panati dalam prosesi lamaran pernikahan
gagalkan rencana pelamaran atau rencana
adat Bima ini. Hal yang menjadi pertim-
pernikahan. Isi pembicaraan dalam per-
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 125
temuan tersebut menyangkut niat dan hajat
tutur. Dalam proses ini antara delegasi
tuan rumah yang ingin menikahkan anak-
pihak laki-laki dan pihak wanita melakukan
nya yang disampaikan kepada sanak keluar-
pembicaraan tentang profil calon pengantin
ga yang hadir dalam pertemuan itu. Selan-
yang
jutnya, dibahas rencana waktu yang tepat
kesanggupan mahar pernikahan yang harus
untuk pergi ke kediaman bakal calon
disediakan oleh pihak laki-laki. Peran tin-
mempelai wanita guna menanyakan sta-
dak tutur penutur dan mitra tutur dalam per-
tusnya (apakah masih sendiri atau sudah
istiwa tutur ini dapat menghasilkan kesepa-
ada yang melamarnya). Tahap ini dalam
katan bersama.
akan
dinikahkan
dan
tentang
tradisi lamaran pernikahan adat Bima dise-
Peristiwa tindak tutur Nggahi Panati pa-
but Lao Sodi Ntaru. Dalam pembahasan
da bentuk W i’i Nggahi atau Pita Nggahi
rencana Lao Sodi Ntaru ini ditentukan pula
berdasarkan hasil observasi dan rekam serta
siapa yang akan menjadi delegasi keluarga
hasil catat dan simak dilakukan oleh dua
sebagai juru lamar atau disebut Ompu Pan-
delegasi, yaitu delegasi pihak laki-laki yang
ati. Ompu Panati biasanya ditunjuk dari
terdiri dari Ompu Panati yang didampingi
tokoh masyarakat yang memiliki penge-
oleh beberapa orang keluarga pihak laki-
tahuan kebahasaan yang memadai, baik dari
laki dan delegasi pihak wanita yang terdiri
segi penggunaan varuasi bahasa, pen-
dari dua orang penerima lamaran did-
guasaan ungkapan, maupun kemampuan
ampingi oleh kedua orangtua calon pengan-
dalam berpantun. Selain itu, yang dipilih
tin wanita. Konteks tuturan terjadi di kedia-
dan ditunjuk sebagai Ompu Panati adalah
man orangtua calon pengantin wanita, ber-
orang yang memiliki pengalaman dalam hal
tempat di ruang tamu berukuran cukup luas
melamar.
dengan kursi tamu dari sofa dan beberapa
Pada tahap Lao Sodi Ntaru kepada pihak
kursi dari bahan plastik. Saat peristiwa tin-
wanita akan diperoleh jawaban ‘masih
dak tutur terjadi pada hari Minggu malam,
lowong’ atau ‘sudah ada yang menan-
jam 19.20 Wita. Hubungan antara penutur
dainya’. Bila jawaban dari pihak wanita
dan mitra saling kenal sebelumnya sehingga
mengatakan bahwa ‘sudah ada yang menan-
tercipta suasana yang akrab dan santai. Tid-
dainya’, maka proses lamaran berakhir pada
ak terlihat ekspresi ketegangan di raut
tahap Lao Sodi Ntaru. Tetapi, bila jawaban
wajah yang hadir pada pertemuan malam
yang disampaikan oleh pihak wanita adalah
itu. Pembicaraan dimulai dengan menan-
‘masih lowong’, maka proses lamaran ber-
yakan khabar dan keadaan masing-masing.
lanjut ke tahap W i’i Nggahi atau Pita
Selanjutnya, peristiwa tindak tutur Nggahi
Nggahi. Wi’i Nggahi atau Pita Nggahi ada-
Panati dimulai dari delegasi pihak wanita
lah proses lamaran pihak laki-laki kepada
menanyakan maksud kedatangan delegasi
pihak wanita dengan menggunakan tindak
pihak laki-laki. Ompu Panati sebagai juru
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 126
lamar pihak laki-laki menyampaikan mak-
komunikasi, seperti bentuk pernyataan yang
sud kedatangannya. Kesan, perasaan, tang-
kategorinya diklasifikasikan, maksim kerja
gapan dan persepsi penutur dan mitra tutur
sama, dan skala kesantunan.
saling bermunculan dalam peristiwa tutur tersebut. Bahasa Bima yang digunakan oleh
Klasifikasi tindak tutur dalam tindak tu-
penutur dan mitra tutur menggunakan varia-
tur Nggahi Panati
si bahasa tinggi dan bahasa rendah.
Sebagaimana teori klasifikasi tindak tu-
Penggunaan Patu atau pantun, ungkapan
tur yang dikemukakan Searle (1969), maka
atau idiom, dan bahasa metafora mendomi-
tindak tutur Nggahi Panati dalam prosesi
nasi peristiwa tindak tutur tersebut. Pada
lamaran pernikahan adat Bima terdiri atas
akhir pembicaraan terjadi kesepakatan anta-
tindak tutur representatif, direktif, komisif,
ra penutur dan mitra tutur sehingga tujuan
ekspresif, dan deklaratif.
tuturan pun tercapai, yaitu lamaran diterima dan disepakati rencana pernikahan.
I. Tindak tutur representatif
Setelah melalui tahap W i’i Nggahi atau
Tindak tutur representatif adalah tindak
Pita Nggahi, maka tahap Nggahi Panati
tutur yang mengikat penuturnya akan
selanjutnya adalah bentuk Oto Co’i dan
kebenaran atas apa yang diujarkan. Jenis
Tarima Co’i. Bentuk Nggahi Panati ini
tindak tutur ini disebut juga tindak tutur
adalah bahasa pengantaran mahar dan pen-
asertif. Termasuk ke dalam jenis tindak tu-
erimaan mahar. Bentuk ini merupakan ben-
tur representatif adalah tuturan-tuturan yang
tuk tindak tutur karena ada tindak tutur pe-
menyatakan,
nutur, yaitu kata-kata pengantaran mahar
melaporkan, menunjukkan, menyebutkan,
dari Ompu Panati dan ada tindak tutur dari
memberikan kesaksian, berspekulasi dan
mitra tutur yakni kata-kata penerimaan ma-
sebagainya. Dalam tindak tutur Nggahi
har dari pihak wanita. Bahasa yang
Panati terdapat tuturan-tuturan menya-
digunakan pada tindak tutur ini dituturkan
takan, menyebutkan, dan melaporkan.
dengan cara berpantun.
1) Tuturan menyatakan a) Mada doho ma mai raka sowo ita
menuntut,
mengakui,
Kebermaknaan Tindak Tutur Nggahi
doho dou ta siwe. Ba ne’e mai katada
Panati dalam Prosesi Lamaran Per-
isi ade tando ita doho sa’udu. Ina
nikahan Adat Bima
mpu’u walina ba ne’e lu’u dei ade ra
Kebermaknaan diartikan memiliki mak-
loko ita doho. (Kami datang hendak
na beserta fungsi-fungsi komunikatif. Mak-
bernaung di bawah keteduhan hati
na yang terkandung dalam tindak tutur
tuan-tuan di pihak wanita. Ingin
Nggahi Panati dalam prosesi lamaran per-
menyampaikan isi hati pada tuan-tuan
nikahan adat Bima memiliki fungsi-fungsi
sekalian. Yaitu keinginan untuk ma-
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 127
suk mendiami hati dan perut tuan-
dapur yang lengkap karena hendak
tuan).
kaawin).
Pernyataan di atas adalah bentuk tuturan
Pernyataan di atas menyebutkan mahar
menyatakan lamaran kepada pihak wanita.
yang dibawa oleh pihak calon pengantin
Kategori
representatif ini mengandung
laki-laki. Tindak tutur menyebutkan ini ber-
makna kebenaran atas tindakan yang dil-
makna pemberitahuan kepada mitra tutur
akukan.
agar dapat diketahui dan diterima.
b) Mada doho mamai bane’e nuntu kamoci ro kamaoi. Nuntu ro nggahi, nonta ne’e kanggihi. (Kami datang untuk menyampaikan suatu maksud. Membicarakan tentang keinginan untuk berladang). Pernyataan di atas mengandung makna komunikatif bahwa penutur menyatakan suatu keinginan kepada mitra tutur.
eni weki la’o ana siwe ndai Baba Hawa mangara La Hafsah. (Adalah anaknya La Heso ingin mendekatkan diri dengan anak gadis Baba Hawa yang bernama La Hafsah). Pernyataan di atas menyebutkan nama yang
pahuku samenana mpama ra pehe. Wa’a ro teweku ma saraka isi tewu. Bongina ma saroa banga, ma saraka uta ra opu ma mboto apa. (Kini kami datang untuk sebulan yang lalu. Mewujudkan segala
a) Waraku anana La Heso ma ne’e kad-
laki-laki
nggahi ra eli ade wura ma ulu. Mai ka-
memperkuat ikatan yang telah terjalin
2) Tuturan menyebutkan
sorang
3) Tuturan melaporkan a) Ake mada doho mamai wa’a ro katadaku
ingin
melamar
seorang gadis. Makna tindak tutur ini adalah menyebutkan atas kebenaran yang diujarkan untuk diketahui oleh mitra tutur. b) Tundu ra lembaku ma saraka kani ra lombo. Jima ra kondo ma saraka jungge konde. Kariro ra sinci diampa kaiku sonco. Wa’a kaiku marakani maniki basupu ne’e nika. ((Kami pikul seluruh perlengkapan pakaian. Gelang dan cincin yang berkilau. Bumbu
apa yang pernah dibicarakan. Membawa segala keinginan yang diputuskan. Beras dalam belanga besar dan daging yang
gemuk dan penuh lemak). Pernyataan di atas bentuk tindak tutur melaporkan suatu keadaan yang baru dari hubungan yang telah terjalin. b) Watira wara diparesa ro tio ba mada doho samenana isi tau. Nawa’ura ncihi ncao samenana ratiwi ro wa’a ba ndai ompu ra wa’i. (Sudah tidak ada lagi yang perlu diperiksa segala yang dibawa. Semuanya telah jelas dan lengkap).
Pernyataan di atas menunjukkan tuturan yang diujarkan bermakna melaporkan kembali bahwa apa yang telah diserahkan oleh pihak laki-laki diterima oleh pihak perempuan.
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 128
II. Tindak tutur direktif Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tuturan-tuturan memaksa, memohon, menyarankan, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, menyarankan, memerintah, memberi abaaba dan menantang termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif ini. Jenis tindak tutur
ini disebut juga tindak tutur impositif. Dalam tindak tutur Nggahi Panati terdapat tuturan-tuturan
memohon,
meminta,
dan
mengajak. a) Tuturan memohon Santikana warampa nggahi ra eli mada doho ma loa lu’u, tanda warana wua ra wuri ndi dula labo. (Jika maksud kami bisa diterima, maka kami berharap mendapat
jawaban sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang). b) Tuturan meminta kaliri ro kahampa to’ipu so ra sera di ne’e kaita ngguda kai sura. (ladang yang manakah yang ingin tuan garap?)
III.Tindak tutur komisif Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang
mengikat
penuturnya
untuk
melaksanakan apa yang disebutkan di dalam
tuturannya.
mengancam,
Berjanji,
menyatakan
bersumpah, kesanggupan
merupakan tuturan yang termasuk dalam jenis tindak komisif. Dalam tindak tutur Nggahi Panati terdapat tuturan-tuturan berjanji dan menyatakan kesanggupan. a) Tuturan berjanji Napodasi ntaru liri mai ntiri ake, mada doho matoho nggahi diru’u mai mbali. (Jika memang benar lowong sebagaimana harapan kedatangan kami ini, maka kami berjanji untuk datang kembali). b) Tuturan menyatakan kesanggupan Bune santika do’ona nasi mangemo, na ntene mbalina di sobu. Ndede walimpa mpama ra pehe, mada doho ma kapahu. (sebagaimana halnya burung yang terbang jauh, pasti akan kembali juga di sarangnya. Begitu pula halnya dengan pembicaraan kita, kami akan mewujudkannya). IV.Tindak tutur ekspresif
c) Tuturan mengajak
Tindak tutur ekspresif adalah tindak tu-
Tahantaku rima raho pamao di ndai ru-
tur yang dimaksudkan penuturnya agar uja-
ma. Mori sena to’ina La Heso labo La Haf-
rannya diartikan sebagai evaluasi tentang
sah ma sanai-nai. (Mari kita tengadahkan
hal yang disebutkan di dalam tuturan itu.
tangan kehadirat Sang Pencipta. Semoga
Tindak tutur ekspresif ini disebut juga se-
kehidupan La Heso dengan La Hafsah ba-
bagai tindak tutur evaluatif. Tuturan-tuturan
hagia sepanjang hari).
memuji,
mengucapkan
terima
kasih,
mengkritik, mengeluh, menyalahkan, menCopyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 129
gucapkan selamat, menyanjung adalah ter-
dengan maksud mengesahkan, memutus-
masuk dalam tindak tutur ekspresif. Dalam
kan, membatalkan, melarang, mengizinkan,
tindak tutur Nggahi Panati terdapat tuturan-
mengabulkan,
tuturan memuji, menyanjung, dan berterima
mengampuni, memaafkan adalah termasuk
kasih.
dalam tindak tutur deklaratif. Dalam tindak
mengangkat,
menolong,
tutur Nggahi Panati terdapat tuturan-tuturan a) Tuturan memuji
mengabulkan dan memutuskan.
Ntika pahuna ro taho ruku rawi ndi nuntu ba dou ma riwu. (Cantik parasnya dan baik perilakunya menjadi pembicaraan orang banyak).
a) Tuturan mengabulkan Santikana ndedempa ranuntu ro nggahi ita doho sa’udu ndonta ma ne’e kanggihi, kaliri ro kahampa to’ipu so ra sera di ne’e
b) Tuturan menyanjung Ade mada midi tanda cua samada. Ka-
kaita ngguda kai sura. Warakura dinenti nuntu ndai Ompu Panati. (Jika demikian
wara si la were ma maci sarome bune wua
keinginan
sarume. Ncoki ja ra iuna ade ma sabala ai.
ladang yang manakah yang ingin tuan
Ba da loana maru sabala ai ma more. (Hati
garap? Agar menjadi pegangan dari pem-
resah memendam rindu. Jika teringat pujaan
bicaraan kita Ompu Panati).
tuan-tuan
untuk
berladang,
hati yang tersenyum manis. Sepanjang malam selalu terbayang. Hingga mata tak dapat terpejam).
b) Tuturan memutuskan Nggara ndedesi nia ra naja ita doho dou ta mone, au walipu warana nia ra ne’e ta
c) Tuturan berterima kasih Tarima kasi la mada doho di ita doho
ma kacampo mu’u. Mada doho di makalu’una
di ade nia ro naja ndai sa’udu.
kaso. Watija du warana di maja ra jule ba
(Jika demikian niat dan hajat tuan-tuan,
supu loana lu’u mada doho ade loko Baba
apalagi niat dan hajat untuk menjalin tali
Hawa. (Terima kasih kami sampaikan ke-
kekeluargaan. Kami terima niat dan hajat
hadapan tuan-tuan sekalian. Kami sudah
tuan-tuan sebagai niat dan hajat kita bersa-
tidak merasa malu dan ragu lagi karena su-
ma).
dah diterima oleh Baba Hawa). Prinsip kerja sama dalam tindak tutur V. Tindak tutur deklaratif Tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk
Nggahi Panati a) Maksim kuantitas Dalam maksim kuantitas penutur di-
menciptakan hal (status, keadaan, dan se-
harapkan
bagainya) yang baru. Tuturan-tuturan itu
cukup, relatif memadai dan seinformatif
memberikan
informasi
yang
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 130
mungkin. Informasi tidak boleh melebihi
dalam
tindak
tutur
Nggahi
Panati
informasi yang sebenarnya yang dibutuhkan
dideskripsikan melalui pernyataan berikut
mitra tutur. Dalam tindak tutur Nggahi Pan-
ini.
ati maksim kuantitas dideskripsikan melalui
Nggara ndedesi nia ra naja ita doho dou
pernyataan berikut ini.
ta mone, au walipu warana nia ra ne’e
Waraku anana La Heso ma ne’e kadeni
ta ma kacampo mu’u. Mada doho di
weki la’o ana siwe ndai Baba Hawa
makalu’una di ade nia ro naja ndai
mangara La Hafsah. (Adalah anaknya
sa’udu. (Jika demikian niat dan hajat
La Heso ingin mendekatkan diri dengan
tuan-tuan, apalagi niat dan hajat untuk
anak gadis Baba Hawa yang bernama La
menjalin tali kekeluargaan. Kami terima
Hafsah).
niat dan hajat tuan-tuan sebagai niat dan hajat kita bersama).
b) Maksim kualitas Pada maksim kualitas, peserta tutur di-
d) Maksim pelaksanaan
harapkan dapat menyampaikan sesuatu
Maksim pelaksanaan mengharuskan pe-
yang nyata dan sesuai fakta yang sebenarn-
serta tutur bertutur secara langsung, jelas
ya di dalam bertutur. Maksim ini dalam tin-
dan tidak kabur. Dalam tindak tutur Nggahi
dak tutur Nggahi Panati dideskripsikan me-
Panati maksim pelaksanaan dideskripsikan
lalui pernyataan sebagai berikut.
melalui pernyataan sebagai berikut.
Ake
mada
doho
mamai
wa’a
ro
Warakai ndiha ro nggari mai mada
katadaku nggahi ra eli ade wura ma ulu.
doho, ne’e karongga isi ade ndai Ompu
Mai kapahuku samenana mpama ra
Bedo. (Adapun kedatangan kami ini un-
pehe. Wa’a ro teweku ma saraka isi
tuk menyampaikan isi hati Ompu Bedo).
tewu. (Kini kami datang untuk memperkuat ikatan yang telah terjalin sebulan
Prinsip kesantunan dalam tindak tutur
yang lalu. Mewujudkan segala apa yang
Nggahi Panati
pernah dibicarakan. Membawa segala
a) Skala formalitas Skala formalitas yakni skala yang dinya-
keinginan yang diputuskan)
takan bahwa agar para peserta tutur dapat merasa nyaman dalam kegiatan bertutur.
c) Maksim relevansi Dalam maksim relevansi, dinyatakan
Tuturan yang digunakan tidak boleh berna-
bahwa agar terjadi kerja sama yang baik
da memaksa dan tidak boleh terkesan
antara penutur dan mitra tutur, masing-
angkuh. Jarak formalitas harus selalu dijaga
masing
memberikan
dengan sewajarnya tanpa ada kesan dibuat-
kontribusi yang relevan tentang sesuatu
buat. Dalam tindak tutur Nggahi Panati ska-
yang dipertuturkan. Maksim relevansi ini
la formalitas ditunjukkan melalui pernyatan
hendaknya
dapat
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 131
berikut ini.
c) Skala kesekawanan
Mboto-mboto kangampu ade ndiha ra
Skala
kesekawanan
yakni
peringkat
nggari kai mai ake. Mada doho ma mai
kesekawanan atau kesamaan yang menun-
raka sowo ita doho dou ta siwe. Ba ne’e
jukkan bahwa agar dapat bersifat wajar.
mai katada isi ade tando ita doho sa’u-
Seseorang haruslah bersikap ramah dan
du. Ina mpu’u walina ba ne’e lu’u dei
selalu mempertahankan persahabatan antara
ade ra loko ita doho. (Mohon dimaafkan
pihak yang satu dengan pihak yang lain.
atas kedatangan kami ini. Kami datang
Agar tercapai maksud yang demikian, penu-
hendak bernaung di bawah keteduhan
tur haruslah dapat menganggap mitra tutur
hati tuan-tuan di pihak wanita. Ingin
sebagai sahabat. Dengan menganggap pihak
menyampaikan isi hati pada tuan-tuan
yang satu sebagai sahabat baik
sekalian. Yaitu keinginan untuk masuk
pihak lainnya, maka rasa kesekawanan dan
mendiami hati dan perut tuan-tuan).
kesejajaran sebagai salah satu prasyarat
dengan
kesantunan akan dapat tercapai. Skala b) Skala ketidaktegasan
kesekawanan dalam tindak tutur Nggahi
Skala ketidaktegasan, yaitu kegiatan ber-
Panati dideskripsikan melalui pernyataan
tutur antara penutur dan mitra tutur dapat
berikut ini.
saling merasa nyaman dengan pilihan-
aTarima kasi la mada di samenana ita
pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh
doho kaso. Watipu rakaku kira ade wara
kedua belah pihak, dengan tujuan mencip-
kai mai kakaro. Ta katadapu isi ade di
takan suasana santun agar tidak tercipta
tando mada doho sa’udu. Aina maja ra
suasana tegang. Suasana tegang akan diang-
jule, ta karonggampa aina kahampa.
gap kurang santun karena komunikasi tidak
(Terima kasih kami sampaikan kehada-
berjalan
pan tuan-tuan. Belumlah dapat kami kira
sebagaimana
layaknya.
Skala
ketidaktegasan dalam tindak tutur Nggahi
akan
Panati dideskripsikan melalui pernyataan
Bukalah isi hati tuan-tuan di hadapan
sebagai berikut.
kami. Janganlah malu dan ragu, mohon
Mada doho mamai bane’e nuntu kamoci
maksud
kedatangan
tuan-tuan.
sampaikan saja jangan ada pembatas).
ro kamaoi. Nuntu ro nggahi, nonta ne’e
b
kanggihi. Ne’e
kanggihi ro kangga-
cImplikasi Kajian Tindak Tutur Nggahi
ma bune rarawi ba dou mariwu. (Kami
Panati dalam Prosesi Lamaran Per-
datang untuk menyampaikan suatu mak-
nikahan Adat Bima terhadap Pembelaja-
sud. Membicarakan tentang keinginan
ran Muatan Lokal Bahasa Daerah di
untuk berladang. Berladang sebagaimana
Sekolah
yang dihajatkan banyak orang).
dHasil penelitian ini direkomendasikan kepada pemerintah daerah Kota dan Kabu-
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 132
paten
Bima
untuk
dimasukan
dalam
lamaran pernikahan adat Bima. Kedua ben-
struktur kurikulum di setiap satuan pendidi-
tuk itu adalah bentuk W i’i Nggahi atau Pita
kan pada mata pelajaran bahasa daerah se-
Nggahi dan bentuk Oto Co’i dan Tarima
bagai salah satu muatan lokal dalam
Co’i. Terdapat prosesi lain dalam prosesi
struktur kurikulum di sekolah sebagaimana
lamaran pernikahan adat Bima, yaitu pros-
pada kurikulum KTSP. Tujuan yang di-
esi Lao Sodi Ntaru. Prosesi ini dilakukan
harapkan dari hasil
penelitian ini diim-
oleh pihak laki-laki dalam hal menanyakan
plikasikan ke dalam pembelajaran muatan
status calon mempelai wanita yang akan
lokal bahasa daerah di sekolah adalah dapat
dilamar. Dalam prosesi ini terjadi pembic-
bermanfaat bagi siswa baik dari aspek
araan yang menggunakan tindak tutur.
pengetahuan kebahasaan maupun aspek
Kebermaknaan tindak tutur Nggahi Pan-
pembentukan kepribadian siswa dan pena-
ati dalam prosesi lamaran pernikahan adat
naman nilai-nilai luhur budaya Bima.
Bima memiliki makna dan fungsi-fungsi
eHasil kajian tindak tutur Nggahi Panati
komunikasi yang terkandung dalam bentuk
dalam prosesi lamaran pernikahan adat Bi-
tindak tutur Nggahi Panati itu sendiri. Ben-
ma ini akan diimplikasikan dalam materi
tuk tindak tutur tersebut diklasifikasikan
pembelajaran:
melalui
f
komisif, ekspresif, dan deklaratif. Fungsi-
a) percakapan (strategi dalam melakukan
fungsi komunikasi lain dalam tindak tutur
tindak tutur);
kategori
representatif,
direktif,
Nggahi Panati juga terkandung dalam prin-
b) berkomunikasi (kerja sama dalam tindak tutur);
sip kerja sama yang dijabarkan melalui maksin kuantitas, maksim kualitas, maksim
c) sopan santun (kesantunan berbahasa);
relevansi, dan maksim pelaksanaan. Fungsi-
d) penggunaan bahasa (kaidah penggunaan
fungsi komunikasi yang lain dalam tindak
idiom atau ungkapan pada variasi bahasa
tutur Nggahi Panati dideskripsikan melalui
Bima yang digunakan penuturnya); dan
prinsip kesantunan dengan menggunakan
e) nilai-nilai budaya (penanaman nilai-nilai
skala formalitas, skala ketidaktegasan, dan
budaya
Bima
guna
pembentukan
skala kesekawanan.
kepribadian siswa serta sebagai upaya proteksi dari pengaruh negatif budaya luar).
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari atas kritikan dan masukan
4. SIMPULAN Nggahi Panati dalam prosesi lamaran
yang membangun untuk perbaikan artikel ini.
pernikahan adat Bima terdiri atas dua bentuk, yang merupakan tahapan dalam prosesi
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No.1 April 2017, 133
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, A. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Leech, G. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Diterjemahkan oleh M.D.D. Oka; pendamping Setyadi Setyapratama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Levinson, S.C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge UnivercityPress.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya. Jakarta: Depdikbud. Oktavianus, 2006. A nalisis W acana Lintas Bahasa. Padang: Andalas University Press. Sudaryanto, dkk. 1990. A neka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Copyright © 2017, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668