Varietas Unggul Baru Badan Litbang Pertanian baru-baru ini melepas beberapa varietas unggul padi dan palawija yang diharapkan segera berkembang di petani guna mendukung upaya peningkatan produksi menuju swasembada pangan berkelanjutan.
T
idak diragukan lagi, varietas unggul merupakan komponen teknologi yang dapat diandalkan
dalam meningkatkan produksi. Daya hasil yang tinggi, tahan terhadap hama penyakit utama, dan toleran terhadap
kondisi lingkungan tertentu adalah sifat penting yang dimiliki oleh umumnya varietas unggul hingga akhir 2011. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan) beserta jajarannya telah berhasil merakit 20 varietas unggul baru padi, enam varietas jagung, satu kedelai, dua kacang tanah, dan dua ubijalar.
Komoditas Padi Sebelas dari 17 varietas unggul padi yang dilepas cocok dikembangkan pada lahan sawah irigasi, tiga pada lahan kering (gogo), dan tiga pada lahan sawah tadah hujan (Tabel 1). Akhir-akhir ini hama wereng coklat kembali mengganas, termasuk di Jalur Pantura Jawa Barat dan Jawa Tengah. Intensitas serangan yang tinggi terjadi di Kabupaten Subang, Karawang, Purwakarta (Jawa Barat) dan Kabupaten Pati, Kudus, Demak, dan Jepara (Jawa Tengah). Kerugian yang ditimbulkan cukup besar. Di Sukamandi, Jawa Barat saja, misalnya, lebih dari 350 ha pertanaman padi berumur 15-30 hari harus dieradikasi dan ditanam ulang dengan nilai kerugian 1,5 milyar rupiah. Pengembangan padi unggul baru varietas Inpari 13 diharapkan dapat meredam serangan hama wereng batang coklat yang akhir-akhir ini kembali mengganas di beberapa sentra produksi padi.
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
Varietas Inpari 13 yang dilepas sebelumnya tahan terhadap hama
1
VARIETAS UNGGUL
Dari Redaksi Swasembada beras dan jagung perlu dilanjutkan dan swasembada kedelai perlu pula diwujudkan. Itu merupakan komitmen Kementerian Pertanian yang tidak dapat ditawar. Dalam merealisasikan komitmen itu tentu diperlukan berbagai inovasi mengingat kendala yang dihadapi dalam berproduksi makin berat, diantaranya perubahan iklim dengan berbagai dampaknya. Salah satu upaya yang dapat mendukung percepatan peningkatan produksi padi dan palawija adalah penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama penyakit, dan toleran terhadap berbagai kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, antara lain akibat perubahan iklim. Puslitbangtan beserta jajarannya telah merakit sejumlah varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian. Informasi tentang varietas unggul baru tanaman pangan menjadi berita utama Berita Puslitbangtan nomor ini.
Redaksi
Daftar Isi Varietas Unggul Baru .............................
wereng batang coklat dan toleran kekeringan. Dibandingkan dengan IR64 dan Ciherang yang masih mewarnai areal pertanaman padi di beberapa sentra produksi, varietas Inpari 13 lebih genjah 12 hari. Varietas Inpari 20 Sidenuk yang baru dilepas berumur lebih genjah (103 hari), potensi 9,1 t/ha, dan agak tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3. Dari 17 varietas unggul padi yang dilepas, enam diantaranya jenis hibrida dengan potensi hasil atas 10 t/ha dengan umur 105-117 hari.
Jagung Empat dari enam varietas jagung yang dilepas adalah jenis hibrida, masingmasing dengan nama Bima 12 Q, Bima 13 Q, Bima 14 Batara, dan Bima 15 Sayang.
Kedelai Galur harapan kedelai Shr/W-C-60 yang dilepas dengan nama Gema mampu berproduksi hingga 2,47 t/ha, lebih tinggi daripada varietas Burangrang (2,20 t/ha) dengan bobot biji 11,9 g/100 biji. Varietas Gema juga sesuai untuk bahan baku tahu. Dari 8 kg biji kedelai varietas Gema dihasilkan rendemen tahu hingga 267%, lebih tinggi dari kedelai impor dengan rendemen 235%. Kandungan protein varietas Gema adalah 39%, juga lebih tinggi dibanding kedelai impor (37%). Keunggulan penting lainnya dari varietas Gema adalah umurnya yang super genjah, hanya 73 hari, sehingga prospektif dikembangkan pada daerah dengan curah hujan terbatas atau pada MK II dimana ketersediaan air irigasi pada saat itu sudah mulai berkurang.
Dibanding jagung hibrida lainnya, Bima 12 Q dan Bima 13 Q memiliki mutu protein yang lebih baik, tahan terhadap bercak daun, dan potensi hasil berkisar antara 9,3-9,8 t/ha. Bima 14 Batara dan Bima 15 Sayang berpotensi hasil 13 t/ha, masing-masing berumur 95 dan 100 hari. Dua jagung bersari bebas masingmasing dilepas dengan nama Provit A-1 dan Provit A-2 dapat dipanen pada umur 96 dan 98 hari dengan potensi hasil 7,48,8 t/ha (Tabel 2).
1
Menteri Pertanian: Penerapan Teknologi untuk Meningkatkan Produksi ............. 4
2
Pengenalan Ubijalar Unggul di Taman Koleksi Pangan Alternatif .....................
6
Wapres RI pada Hari Pangan Se-Dunia: Teknologi yang Tepat untuk Menghasilkan Pangan yang Cukup .....
7
Kepala Badan Litbang Pertanian: Swasembada Kedelai Harus Dikejar .
8
Tungro, Penyakit Padi yang Perlu Terus Diwaspadai ..................................
9
Prof Dr Sumarno: dari Peneliti ke Birokrat dan Kembali ke Peneliti ........
11
Pak Mukelar Telah Tiada ......................
12
ISSN 0852-6230 Penanggungjawab: Kepala Puslitbang Tanaman Pangan, Dr Hasil Sembiring Dewan Redaksi: Hermanto, Husni Kasim, Unang Gunara Kartasasmita Tata Letak: Edi Hikmat Alamat: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jalan Merdeka 147, Bogor, 16111 Telp. (0251) 8334089, 8311432, Faks. (0251) 8312755; E-mail:
[email protected] www.pangan.bogor.net
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
VARIETAS UNGGUL
Tabel 1. Varietas unggul padi yang dilepas pada tahun 2011. Varietas
Umur (hari)
Potensi hasil (t/ha)
Sifat penting lainnya
Agroekosistem pengembangan
Inpari 14 Pakuan
113
8,2
Lahan sawah tadah hujan
9,5
Agak tahan HDB III, agak tahan blas ras 033 dan 133 Agak tahan WBC 1 Tahan HDB III, tahan blas ras 033 Tahan HDB III, IV, VIII, tahan blas ras 033 dan 133, agak tahan WBC 1 dan 2 Tahan WBC 1 dan 2
Inpari 15 Parahyangan Inpari 16 Pasundan Inpari 17
117 118 111
7,5 7,6 7,9
Inpari 18
120
Inpari 19
104
9,5
Tahan WBC 1 dan 2, tahan HDB III
Inpari 20 Inpari Sidenuk Hipa 12 SBU Hipa 13 Hipa 14 SBU Hipa Jatim 1 Hipa Jatim 2 Hipa Jatim 3 Inpago 8
104 103 105 105 112 119 116 117 119
8,8 9,1 10,5 10,5 12,1 10,0 10,9 10,7 8,1
Inpago Unram 1
108
7,6
Inpago Unsoed 1
110
7,2
Lahan sawah tadah hujan Lahan sawah tadah hujan Lahan sawah irigasi
Tahan HDB III, agak tahan WBC 1 Agak tahan WBC 1, 2, 3, agak tahan HDB III Agak tahan WBC 3, agak tahan HDB III Agak tahan WBC 2, agak tahan HDB III Agak tahan WBC 2, agak tahan HDB III, Agak rentan WBC 1, 2 Agak rentan WBC 3, agak tahan HDB III Agak tahan HDB III Tahan blas ras 033, 133, 073, 173, toleran kekeringan, agak toleran Al Tahan blas ras 033, 133, agak toleran Al dan Fe Tahan blas ras 133, toleran Fe, agak toleran kekeringan, aromatik
Lahan sawah irigasi dan tadah hujan Lahan sawah irigasi dan tadah hujan Lahan sawah irigasi Lahan sawah irigasi Lahan sawah irigasi Lahan sawah irigasi Lahan sawah irigasi Lahan sawah irigasi Lahan sawah irigasi Lahan sawah irigasi Lahan kering Lahan kering Lahan kering
HDB III, IV, VIII: hawar daun bakteri strain III, IV, dan VIII WBC 1, 2, 3: hama wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3 Al: aluminium; Fe: besi
Tabel 2. Varietas unggul jagung yang dilepas pada tahun 2011. Varietas
Potensi hasil (t/ha)
Umur (hari)
Reaksi terhadap bulai
Reaksi terhadap bercak daun
Hibrida Bima 12 Q
9,3
98
-
T
Bima 13 Q
9,8
103
AP
T
Bima 14 Batara Bima 15 Sayang
12,9 13,2
95 100
T AT
-
Bersari bebas Provit A-1 Provit A-2
7,4 8,8
96 98
-
-
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
Keunggulan lainnya Mutu protein lebih baik, lisin 0,52%, triptofan 0,11% Mutu protein lebih baik, lisin 0,46%, triptofan 0,09%
3
INOVASI TEKNOLOGI
Dua varietas unggul baru kacang tanah dilepas masing-masing dengan nama Hypoma-1 dan Hypoma-2. Hypoma 1 adaptatif pada lingkungan optimal dengan potensi hasil 3,70 t/ha polong kering. Varietas tersebut cukup tahan terhadap penyakit bercak dan karat daun, serta agak tahan terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum). Varietas Hypoma2 mempunyai daya adaptasi yang baik, terutama di lingkungan tercekam kekeringan. Potensi hasil varietas Hypoma-2 adalah 3,50 t/ha polong kering, toleran kekeringan, agak tahan penyakit bercak dan karat daun. Varietas Hypoma-1 dan Hypoma-2 tergolong tipe Spanish (dua biji/ polong), ukuran polong dan biji sedang, dan umur masak 90-91 hari, atau 4-5 hari lebih genjah dari varietas Jerapah dan 14-15 hari lebih genjah dari varietas Singa. Dengan demikian, keduanya berpeluang dijadikan komponen pola tanam pada lahan tadah hujan yang memiliki bulan basah terbatas sehingga terhindar dari kekeringan. Hasil Hypoma-1 dan Hypoma-2 masing-
masing 1,3% dan 36% lebih tinggi dari varietas Jerapah. Keunggulan kedua varietas ini terkait dengan kemampuannya menghasilkan polong yang lebih banyak per tanaman dan ukuran bijinya lebih besar.
Ubijalar
2.5
Polong kering (t/ha)
Kacang Tanah
2
1.5 Hyp1
Hyp2
Singa
Jerapah
Varietas
Dua varietas unggul ubijalar yang dilepas masing-masing diberi nama Antin-1 dan Antin-2. Kedua varietas unggul memiliki kandungan antosianin yang tinggi. Dalam pengujian multilokasi, varietas Antin-1 yang berasal dari turunan persilangan antara varietas lokal Samarinda (lokal Blitar) dengan Kinta (varietas lokal Papua) mampu berproduksi 33,2 t/ha dengan rata-rata 25,8 t/ha, toleran kekeringan, dan distribusi warna ungu pada umbi sangat menarik, sehingga cocok dibuat keripik. Kandungan antosianin varietas Antin-1 adalah 33,89 mg/100 g. Varietas unggul Antin-2 memiliki potensi hasil 27,3 t/ha dengan rata-rata 22 t/ha dan kandungan antosianin 156 mg/100g umbi).
Hasil polong kering kacang tanah varietas Hypoma-1 dan Hypoma-2 dibanding varietas Singa dan Jerapah.
Ubijalar ungu varietas Antin2, potensi hasil tinggi dan kaya antosianin.
Dengan dilepasnya beberapa varietas unggul baru padi dan palawija ini tentu memberi banyak alternatif bagi petani dalam memilih varietas yang sesuai dengan keinginan mereka untuk dikembangkan lebih lanjut. (HMT)
Menteri Pertanian:
Penerapan Teknologi untuk Meningkatkan Produksi
U
saha pemerintah meningkatkan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional pernah mengantarkan Indonesia berswasembada beras pada tahun 1984 dan 2008. Tapi sayang, swasembada beras tampaknya tidak mudah dipertahankan karena makin rumitnya masalah yang dihadapi petani
4
dalam berproduksi. Sementara masalah konversi, degradasi, dan fragmentasi lahan pertanian belum teratasi sepenuhnya, kini perubahan iklim turut pula mengancam keberlanjutan produksi pertanian. Padahal kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk yang kini sudah berjumlah 237 juta jiwa.
Dampak perubahan iklim telah dirasakan di berbagai negara. Pertanaman yang terancam kekeringan akibat kemarau panjang dan terendam banjir karena tingginya curah hujan dan naiknya permukaan laut merupakan dampak perubahan iklim yang sudah menjadi kenyataan. Apabila masalah ini tidak diantisipasi, produksi pangan
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
INOVASI TEKNOLOGI
potensi potensi hasil 8,5 t/ha. Varietas unggul tersebut telah dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia. Jagung hibrida yang telah dihasilkan antara lain Bima 1, Bima 2 Bantimurung, Bima 3 Bantimurung, Bima 4, Bima 6, Bima 7, Bima, Bima 9, dan Bima 10 dengan umur panen 90 hari mampu berproduksi 11-12 t/ha. Sebagian dari jagung hibrida ini juga telah dikembangkan di beberapa daerah.
Menteri Pertanian, Dr Suswono (kedua dari kanan), dalam Open House Inovasi Teknologi Serealia di Maros, pada 3 Oktober 2011, yang didampingi oleh Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr Haryono (kiri) dan Kepala Puslitbangtan, Dr Hasil Sembiring (kedua dari kiri) mempraktekkan alat penanam benih jagung rancangan peneliti Balitsereal di lapangan.
dikhawatirkan akan turun sehingga target peningkatkan produksi tidak tercapai. Jalan yang paling realistis ditempuh untuk meningkatkan produksi pangan di dalam negeri adalah memberikan prioritas yang tinggi terhadap upaya percepatan pengembangan program intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi. Implementasi program tersebut tentu memerlukan teknologi yang sesuai dengan kondisi saat ini. Tanpa inovasi teknologi, upaya percepatan peningkatan produksi tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan, karena makin beragamnya masalah yang menyergap petani di lapangan. Beberapa lembaga penelitian pertanian di Indonesia telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi. Untuk sampai di lahan petani, inovasi itu tentu
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
perlu disosialisasikan secara intens. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang merupakan institusi publik, sosialisasi teknologi hasil penelitian kepada masyarakat luas sama pentingnya dengan kegiatan penelitian itu sendiri. Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) yang bernaung di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), Badan Litbang Pertanian, telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi, terutama varietas unggul jagung berdaya hasil tinggi dengan mutu berprotein tinggi, toleran kekeringan dan genangan, tahan terhadap penyakit utama seperti bulai dan hawar daun. Jagung komposit yang dihasilkan antara lain varietas Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Putih-1 dan Srikandi Kuning 1, Anoman 1, dan Bisma dengan umur panen 105-115 hari
Penerapan model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang diketahui mampu meningkatkan produksi juga telah dikembangkan di berbagai daerah, seperti Lampung, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan. Untuk mendukung program diversifikasi pangan, Balitsereal juga telah menghasilkan berbagai produk olahan jagung. Dalam upaya sosialisasi teknologi hasil penelitian kepada masyarakat pertanian, Badan Litbang Pertanian bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan Open House Inovasi Teknologi Serealia di Maros, pada 3-4 Oktober 2011. Dalam sambutannya, Menteri Pertanian yang didampingi oleh Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr Haryono, mengajak semua lapisan masyarakat untuk menerapkan teknologi dalam meningkatkan produksi pangan, termasuk jagung. “Ini penting mengingat kebutuhan pangan nasional terus meningkat,” katanya di depan Gubernur dan para Bupati se-Sulawesi Selatan. Pada kesempatan ini, Menteri Pertanian dan Gubernur Sulawesi Selatan meresmikan penggunaan Laboratorium Biologi Molekuler Balitsereal, launching varietas unggul jagung hibrida, penyerahan bantuan benih unggul jagung hibrida kepada petani melalui Bupati se-Sulawesi Selatan. Open House dirangkai dengan Seminar Nasional dan Pameran Inovasi Teknologi Serealia. (HMT)
5
INOVASI TEKNOLOGI
Pengenalan Ubijalar Unggul di Taman Koleksi Pangan Alternatif Dalam rangkaian Rapat Kerja Badan Litbang Pertanian di Bogor beberapa waktu yang lalu, Menteri Pertanian, Dr Suswono, berkenan menanam varietas ungul ubijalar di Taman Koleksi Pangan Alternatif di Bogor. Hal ini menandai pentingnya diversifikasi pangan dalam mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan
Menteri Pertanian, Dr Suswono (kiri), yang didampingi oleh Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr Haryono (kedua dari kanan), Kepala Balitkabi, Dr. M. Muchlish Adie (kedua dari kiri), dan pemulia tanaman ubijalar Balitkabi, Dr M. Yusuf (kanan) dalam acara tanam perdana varietas ubijalar di Bogor.
P
ekan Pertanian Spesifik Lokasi (PPSL) 2011 yang dirangkai dengan Rapat Kerja Badan Litbang Pertanian di Bogor pada 20-23 November 2011 memiliki arti tersendiri bagi banyak pihak, termasuk Puslitbangtan. Mengapa tidak, acara ini diawali dengan tanam perdana varietas unggul ubi jalar oleh Menteri Pertanian, Dr Suswono, di Taman Koleksi Pangan Alternatif setelah meninjau Model K awasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) di hamparan halaman
6
Auditorium II Badan Litbang Pertanian di Bogor. MKPRL itu sendiri sebelumnya telah dikembangkan Badan Litbang Pertanian di beberapa daerah, termasuk di Pacitan, Jawa Timur, yang mendapat sambutan baik oleh Pemda dan masyarakat setempat. Dalam perjalanannya, MKPRL di Pacitan berdampak positif terhadap penyediaan pangan dan bahkan menjadi sumber ekonomi keluarga. Pengalaman inilah yang
mendasari Badan Litbang Pertanian untuk membangun MKRPL di beberapa daerah, termasuk di Taman Koleksi Pangan Alternatif di Bogor sebagai percontohan. Varietas unggul ubijalar yang dikembangkan di Taman Koleksi Pangan Alternatif adalah Papua Solossa, Beta 1, Beta 2, Kidal, Sukuh, klon harapan MSU 01022-12, RIS 03063-05, dan MSU 0302810. Sebagai pangan alternatif lainnya, tanaman ganyong, garut, dan talas telah ditanam pula beberapa hari sebelumnya. Di lokasi lain, Puslitbangtan beserta jajarannya memamerkan inovasi teknologi padi dan palawija. Balitkabi memamerkan dan mendemonstrasikan pembuatan produk olahan dari aneka kacang dan ubi, antara lain tepung ubikayu, tepung ubijalar, mie ubijalar, mie mbote, aneka kue kering dari tepung ubi, selai, onde-onde, dan es krim dari ubijalar ungu. Demo pembuatan produk olahan aneka kacang dan ubi diperagakan oleh Ir Erliana Ginting, M.Sc, peneliti pangan Balitkabi. Hal lain yang menggembirakan Puslitbangtan adalah penyerahan Anugerah Agro Inovasi 2011 oleh Menteri Pertanian kepada dua peneliti Balitkabi. Mereka adalah Dr M. Jusuf, pemulia tanaman ubijalar, dan Prof Dr Astanto Kasno, pemulia tanaman kacang tanah. Dr Yusmani Prayogo, peneliti Balitkabi yang relatif muda, juga mendapat penghargaan sebagai Peneliti Berprestasi. Selamat, semoga menjadi teladan bagi peneliti yang lain. (Balitkabi/ HMT)
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
HARI PANGAN
Wapres RI pada Hari Pangan se-Dunia:
Teknologi yang Tepat untuk Menghasilkan Pangan yang Cukup
P
enduduk dunia kini sudah hampir 7 milyar dan pada tahun 2050 diperkirakan akan bertambah menjadi 9 milyar orang. “Kita belum aman dalam hal penyediaan pangan, ke depan kerawanan pangan akan terus menghantui kita”, ujar Wakil Presiden RI, Prof Dr Budiono dalam pembukaan Hari Pangan se-Dunia pada 20 Oktober 2011 di Bone Bolango, Gorontalo. Kekhawatiran Wapres tentu mengingatkan semua pihak untuk terus berupaya meningkatkan produksi pangan. Di satu sisi, upaya peningkatan produksi pangan dihadapkan kepada berbagai masalah, termasuk perubahan iklim global. Di sisi lain, kebutuhan pangan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Oleh karena itu, Wapres mengisyaratkan pentingnya penerapan teknologi yang tepat dan pengelolaan sumber daya yang bijak untuk menghasilkan pangan yang cukup bagi bangsa Indonesia.
“Inilah cara yang dapat kita lakukan untuk mengantisipasi ancaman kerawanan pangan”, ujar Wapres. Dalam kunjungannya ke lapangan, Wapres kagum melihat keragaan varietas unggul yang ditanam pada areal gelar teknologi Badan Litbang Pertanian. Kekaguman ini tercermin dari pemetikan polong kedelai muda oleh Wapres dan mencicipinya untuk membuktikan bernasnya biji kedelai yang digelar. Tidak hanya itu, Wapres juga menyaksikan dari dekat tanaman jagung bertongkol dua. Selama ini, tanaman jagung umumnya hanya memiliki tongkol satu. Bagi Wapres dan bahkan bagi sebagian besar masyarakat pertanian, tanaman jagung bertongkol dua tentu menjadi sesuatu yang baru. Wapres juga kagum melihat penampilan berbagai tanaman sayuran dan biofarmaka di pekarangan Rumah Pangan Lestari (RPL) yang dibangun di areal gelar teknologi.
Kepala Balitsereal, Dr M. Yasin (kedua dari kiri), menjelaskan kemajuan penelitian jagung hibrida yang memiliki dua tongkol per batang kepada Wakil Presiden, Prof Dr Boediono yang didampingi oleh Menteri Pertanian, Dr Suswono (kanan).
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
Kepala Puslitbangtan, Dr Hasil Sembiring (kanan), menjelaskan kemajuan penelitian padi dan palawija kepada Wakil Presiden di areal gelar teknologi Badan Litbang Pertanian pada peringatan Hari Pangan se-Dunia di Gorontalo, 20 Oktober 2011.
Gayung pun bersambut, keingintahuan Wapres tentang teknologi yang digelar di lapangan terjawab sudah setelah Kepala Puslitbangtan, Dr Hasil Sembiring, menjelaskan kemajuan penelitian padi, jagung, dan kedelai. Pada peringatan HPS kali ini Badan Litbang Pertanian menggelar berbagai inovasi teknologi di lapangan, yang ditata ke dalam empat cluster: 1) Rumah Pangan Lestari (RPL), 2) Pangan Fungsional, 3) Swasembada Pangan, dan 4) Tanaman Obat dan Aromatik. (HRD)
7
SWASEMBADA KEDELAI
Kepala Badan Litbang Pertanian:
Swasembada Kedelai Harus Dikejar Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr Haryono, dalam pembukaan Seminar Nasional Aneka Kacang dan Umbi Mendukung Empat Sukses Kementerian Pertanian di Malang pada 15 November 2011, mengajak peneliti untuk bekerja lebih dinamis, cepat, dan efisien. Dr Haryono mengingatkan pula, diseminasi teknologi kedelai perlu dipercepat untuk mengejar swasembada.
B
adan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi dan mendapat perhatian banyak pihak, terutama Menteri Pertanian. Oleh Karena itu, peneliti di lingkup Badan Litbang Pertanian harus menguasai pertanian secara holistik dan memahami aspek yang lebih luas tentang teknis, sosial-ekonomi, budaya, dan perubahan lingkungan strategis. Ada dua indikator keberhasilan penelitian yang harus dipenuhi peneliti lingkup Badan Litbang pertanian, yakni
science recoqnition dan impact recoqnition. Itulah inti arahan Dr Har yono, Kepala Badan Litbang Pertanian, pada pembukaan Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi di Malang, 15 November 2011. Hingga saat ini, inovasi teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Penelitian dinilai sudah memuaskan banyak pihak. Ini tentu berkat kerja keras para peneliti, yang walaupun dalam kondisi fasilitas dan anggaran
Kepala Badan Litbang Pertanian (ketiga dari kiri) didampingi oleh Kepala Puslitbang Tanaman Pangan (kiri) dan Kepala Balitkabi (kedua dari kanan) setelah menyerahkan benih sumber varietas unggul kedelai kepada Kepala BPTP DIY Yogyakarta (ketiga dari kanan) dan peneliti BPTP Jawa Timur (kedua dari kiri) dalam pembukaan Seminar Nasional Aneka Kacang dan Umbi di Malang pada 16 November 2011.
8
terbatas tetapi mampu menghasilkan sumbangan yang nyata terhadap pembangunan pertanian. Namun, karena tantangan yang dihadapi makin beragam, peneliti diminta untuk bekerja lebih keras dengan wawasan dan pemahaman yang lebih luas. Karena itu, peneliti tidak boleh berhenti berinovasi. “Bekerja lebih dinamis, cepat, dan efisien, artinya peneliti boleh lompat pagar untuk masuk ke arena pengembangan atau diseminasi, bahkan bila perlu memberikan penyuluhan” tegas Kepala Badan Litbang Pertanian dalam upaya pengembangan inovasi teknologi yang telah dihasilkan. Contoh lompat pagar yang dimaksud Dr Har yono adalah dalam hal upaya mewujudkan swasembada kedelai dan ketahanan pangan keluarga melalui pengembangan KRPL yang di beberapa daerah terbukti mampu memenuhi pangan dan bahkan menjadi sumber penghasilan keluarga. Dalam pengembangan kedelai di kawasan hutan, peneliti bisa bekerja sama dengan Perhutani. Menyinggung soal kualitas hasil penelitian Badan Litbang Pertanian, Dr Haryono tidak merasa khawatir, karena menurut data Kementerian Ristek, indeks sitasi tulisan peneliti Badan Litbang Pertanian terbilang tinggi. “Tulisan peneliti Badan Litbang Pertanian yang terbit di jurnal ilmiah Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
TUNGRO
banyak disitir oleh peneliti lain, terutama di Asia”, tutur Dr Haryono. Menurut Kepala Badan Litbang Pertanian, indikator kesuksesan peneliti dalam hal science recoqnition adalah hasil penelitian harus berkualitas secara akademik dan kadar ilmiahnya dapat dipertanggjawabkan. Varietas yang
dihasilkan, misalnya harus berkualitas dan unggul. “Kekuatan peneliti adalah di bidang sains, dipersilakan meneliti secara mendalam untuk bidang ilmu yang ditekuni, karena diperlukan sebagai pondasi keilmuan dalam penelitian,” ujar Kepala Badan Litbang Pertanian. Indikator keberhasilan
peneliti di bidang impact recoqnition adalah hasil penelitian harus memiliki dampak ekonomi dan dikenal luas di Indonesia, bahkan di luar negeri. “Peneliti silakan memilih, yang penting semua memberi kontribusi nyata terhadap pembangunan pertanian” kata Dr Haryono. (Balitkabi/HMT)
Tungro, Penyakit Padi yang Perlu Terus Diwaspadai Kepala Puslitbangtan, Dr Hasil Sembiring, dalam Seminar Nasional Penyakit Tungro di Makassar pada 10 November 2011 mengajak peneliti untuk terus menghasilkan teknologi, termasuk teknologi pengendalian tungro yang mengancam keselamatan produksi padi.
P
enyakit tungro tidak bisa dianggap remeh karena pernah merusak pertanaman padi dalam areal yang luas, terutama di Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, NTB, dan Kalimantan Selatan dengan kerugian yang cukup besar. Penyakit penting tanaman padi ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh hama wereng hijau. Puslitbangtan melalui Loka Penelitian Penyakit (Lolit) Tungro yang bermarkas di Lanrang, Sulawesi Selatan, terus melakukan penelitian untuk menghasilkan teknologi pengendalian penyakit tungro. Bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) di Sukamandi, Jawa Barat, Lolit Tungro telah menguji sejumlah galur padi sebelum dilepas sebagai varietas unggul tahan tungro. Melalui penelitian yang intensif, belum lama ini Badan Litbang Pertanian telah melepas beberapa varietas unggul padi, dua di
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
antaranya tahan penyakit tungro, masing-masing dengan nama Inpari 7 dan Inpari 9. Dalam upaya menghimpun dan mengembangkan teknologi pengendalian hama dan penyakit utama tanaman padi, termasuk penyakit tungro, dan sekaligus menjaring masukan dari berbagai pihak, Puslitbangtan menyelenggarakan Seminar Nasional Penyakit Tungro dengan topik: • perlindungan tanaman untuk menekan kehilangan hasil padi, • sebaran dan perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT) padi, • pemanfaatan teknik biologi molekuler untuk deteksi dini penyakit tungro, • interaksi vektor dan virus tungro serta pengelolaannya,
•
•
•
pengelolaan hama wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) sebagai hama dan vektor penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput, pengendalian penyakit tungro secara terpadu berbasis dinamika populasi vektor dan epidemiologi virus, dan perakitan varietas tahan tungro dengan teknik coat protein.
Seminar yang diselenggarakan pada 10 November 2011 di Makassar dihadiri oleh 200an peserta yang berasal dari Perguruan Tinggi, Direktorat Perlidungan, BBPOPT, Dinas terkait lingkup Pemda Sulawesi Selatan, dan Badan Litbang Pertanian. Seminar sehari ini merumuskan beberapa hal penting berikut: 1. Secara nasional, luas serangan hama dan penyakit utama pada tanaman padi pada tahun 2011
9
TUNGRO
turun 50% dibanding rata-rata lima tahun terakhir (2006-2010), namun luas pertanaman yang puso meningkat sembilan kali lipat, mencapai 35.000 ha atau setara dengan kerugian sebesar Rp 525 milyar. Penurunan produksi padi akibat serangan OPT mencapai 1 juta ton (ARAM III 2011). 2. Direktoral Jenderal Tanaman Pangan menargetkan 95% areal pertanaman padi aman dari serangan OPT. Apabila ada titik sumber serangan (spot) agar segera dihentikan (stop) dengan slogan spot-stop. Untuk dapat menghentikan titik serangan perlu dirakit varietas tahan dan atau teknologi pengendalian yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan dengan pendekatan pengendalian hama terpadu (PHT) melalui upaya pre-emtif pengelolaan lingkungan dan responsif berdasarkan pengamatan terhadap spot serangan. Unit penerapan PHT yang ada di setiap kecamatan (BPP) terus didorong untuk berpartisipasi aktif mengendalikan OPT. Operasionalisasi gerakan spot-stop diupayakan melalui revitalisasi brigade proteksi tanaman.
5. Telah dikembangkan teknik peramalan perkembangan OPT utama tanaman padi yang terdiri atas tikus, penggerek batang, wereng coklat, penyakit blas, hawar daun bakteri, dan tungro, yang ketepatannya terus ditingkatkan. SMS center dikembangkan untuk deteksi spot serangan dari enam provinsi sebagai peringatan dini OPT. 6. Ke depan, pemuliaan tanaman juga perlu diarahkan untuk merakit varietas tahan virus tungro dengan beragam latar belakang genetik sumber ketahanan dan sesuai preferensi konsumen, baik dengan pendekatan konvensional maupun inkonvensional, seperti teknik biologi molekuler untuk menghasilkan tanaman transgenik tahan dengan mediasi coat protein. Untuk mempercepat penyebaran varietas unggul baru tahan tungro perlu dukungan logistik benih. 7. Pemahaman epidemiologi merupakan hal penting dalam memahami dinamika populasi vektor, strain virus, ketahanan varietas, dan mekanisme interaksinya dalam pengelolaan penyakit tungro secara
lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan. 8. Perlu diterapkan strategi baru pengendalian tungro pada semua pola tanam dengan strategi eliminasi peran virus helper, dan menekan pemencaran wereng hijau untuk menghambat penularan virus secara alamiah yang dapat menekan populasi dan aktivitas pemencaran wereng hijau. 9. Pada tahun 2010 terjadi anomali iklim La Nina (kemarau yang basah) yang menyebabkan serangan hama wereng coklat terluas dalam satu dasawarsa terakhir. Wereng coklat dilaporkan resisten terhadap beberapa jenis insektisida. Teknologi pengendalian wereng coklat telah tersedia, namun implementasinya di lapangan memerlukan koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi berbagai pihak melalui pertemuan bersama dalam menyusun rencana aksi penerapan PHT. 10. Upaya pengendalian penyakit busuk pelepah yang disebabkan oleh patogen Sarocladium oryzae juga perlu mendapat perhatian di masa yang akan datang. (Tim Perumus)
3. Teknologi yang diperlukan dalam penerapan PHT antara lain: i) deteksi dini, ii) peramalan perkembangan OPT, iii) varietas tahan dan teknologi pengendalian OPT, dan iv) identifikasi OPT yang potensial menimbulkan masalah di masa yang akan datang. 4. Deteksi dini partikel virus tungro pada tanaman maupun vektor dengan teknik deteksi berbasis asam nukleat (polymerase chain reaction (PCR) terus dikembangkan menjadi kit detektor vector virulliferous untuk peramalan perkembangan penyakit tungro.
10
Varietas Inpari 9 memperlihatkan tingkat penularan virus tungro yang rendah, sementara galur dan varietas lain di sekelilingnya terinfeksi berat. Penggunaan varietas Inpari 9 diharapkan dapat menekan tingkat kehilangan hasil padi akibat penyakit tungro.
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
PURNA TUGAS
Prof Dr Sumarno: dari Peneliti ke Birokrat dan Kembali ke Peneliti
L
agu Walk Away yang dilantunkannya pada acara pelepasan di aula Puslitbangtan di ujung tahun 2011 itu, sungguh berbeda dengan nuansa Matt Monroe ketika membawakannya dengan sendu yang mampu membuat kita termangu. Tentu tidak adil kalau kita berharap Pak Marno, panggilan akrab Prof. Sumarno, membawakan lagu itu semerdu Matt Monroe atau Susilo almarhum yang mantan pacar Widyawati sebelum bertemu dan menikah dengan almarhum Sophan Sophian. Pak Marno membawakannya dengan wajah ceria, begitu cerita Dr. Sunendar yang mengikuti acara tersebut, seolah akan terbang jauh ke suasana santai tanpa lagi memikirkan masalah penelitian, setelah menyelesaikan tugas berat sebagai pegawai negeri dengan mulus tanpa cela. Pak Marno yang menyampaikan orasi Prof. Risetnya pada awal tahun 2006 lalu, patut dijadikan sebagai salah satu peneliti senior yang layak diacu dan diteladani oleh peneliti muda. Tekun, serius, cerdas, disiplin, teguh dalam
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011
pendirian, dan cermat. Saking seriusnya, ketika menjadi Ka Balittan Malang (kini Balitkabi) Pak Marno sampai melarang stafnya ngobrol dan tertawa keras di kantor. Bagi kawula Jawa Timur yang senang bicara dengan suara keras dan tertawa lepas, hal itu tentu menjadi sesuatu yang memberatkan meski dibaliknya terkandung maksud baik. Tapi pak Marno tetap bergeming dengan keputusan itu. Koleksi bukunya, termasuk Reader’s Digest yang terbit sekitar empat dekade yang lalu masih tersimpan rapi di rumahnya. Saya pernah dipinjami buku John Kennedy yang ditulis dengan cara memikat dan terbit sekitar 3-4 dekade lalu setelah tragedi Dallas yang menghebohkan itu. Pak Marno termasuk salah seorang alumni Akademi Pertanian Ciawi (APC), yang pada era 1960an dikenal menghasilkan lulusan cerdas yang telah mewarnai Kementerian Pertanian, terutama Badan Litbang Pertanian. Sebagian di antaranya berhasil meraih gelar Doktor, misalnya Dr Prabowo, Dr A.M. Fagi, Dr Edi Soenarjo, Dr Sutjipto PH (alm), Dr Sujitno (alm), dan Prof Bambang Suprihatno. Pak Marno mengawali karier penelitiannya sebagai peneliti junior pada tahun 1969 dengan beberapa teman seangkatannya seperti Pak Bambang Suprihatno dan Pak Inu G. Ismail. Walaupun berlatar belakang sosial-ekonomi dan penyuluhan pertanian, ia merasa nyaman saja ketika ditugaskan di unit pemuliaan kacangkacangan, terutama kedelai. Di unit penelitian itu dia bertugas bersama beberapa tenaga lain, termasuk Ibu Rodiah yang kemudian menjadi istri yang mendampinginya sampai saat ini.
Ketekunan dan dedikasi terhadap tugas yang dipercayakan kepadanya menyebabkan dia diberi kesempatan untuk melanjutkan studi di Iowa State University, USA atas beasiswa dari USAID. Pada tahun 1981, Pak Marno berhasil meraih gelar PhD dalam bidang Plant Breeding & Cytogenetics. Pendidikan tertinggi itu telah mendorongnya untuk lebih produktif yang tercermin dari jumlah varietas yang dilepas oleh Tim Pemuliaan yang dia pimpin. Beberapa di antara sekitar 20 varietas kacang-kacangan yang dilepas saat itu cukup populer di kalangan petani. Bahkan satu di antaranya, varietas Wilis, begitu populernya sampai saat ini, sehingga seakan melekat dengan namanya sebagaimana halnya dengan varietas kedelai Orba yang melekat kepada nama alm. Pak Sadikin Somaatmadja yang merupakan seniornya. Dalam waktu tujuh tahun setelah memperoleh gelar PhD ia berhasil mencapai jenjang fungsional tertinggi, Ahli Peneliti Utama (APU), dan tercatat sebagai peneliti yang menyampaikan orasi APU pertama Badan Litbang Pertanian, pada tahun 1991. Pembawaannya yang lugas, apa adanya, dan agak tertutup menimbulkan sedikit keraguan kepada Pak Ibrahim Manwan, Kepala Puslitbang Tanaman Pangan saat itu, ketika akan memberikan kepercayaan kepada Pak Marno sebagai Kepala Balai di Malang. Tapi keraguan itu dia bayar tuntas dengan cukup lamanya Pak Marno menjabat sebagai Kepala Balittan Malang, yaitu tahun 1988-1995. Kemudian dia mendapat kepercayaan sebagai Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
11
PURNA TUGAS
(BPTP) Jawa Timur selama tiga tahun sebelum ditarik kembali ke Bogor sebagai Kepala Puslitbangtan, tahun 1998-2000. Puncak karirnya di birokrat adalah ketika dia mendapat kepercayaan sebagai Dirjen Bina Produksi Hortikultura (2000-2005) pada jaman Dr Prakoso dan kemudian digantikan oleh Dr Bungaran Saragih sebagai Menteri Pertanian. Kembali sebagai peneliti senior di Puslitbangtan di Bogor, Pak Marno tidak banyak berubah penampilannya, sederhana, peduli sesama, dan setiap saat terbuka untuk tempat bertanya dan minta pendapat. Wawasannya terhadap pertanian sudah jauh meluas dari sekedar kedelai. Adakalanya dia merisaukan kondisi pertanian, kemampuan peneliti dalam merumuskan permasalahan lapang, serta tantangan peneliti untuk berkiprah di jurnal internasional. Sesekali Pak Marno memberikan kultum selepas sholat dzuhur di Masjid Nurul Ilmi Puslitbangtan dengan menyinggung aspek
keseharian yang berkaitan dengan Islam atau pengalamannya dalam menunaikan ibadah haji. Dia juga semakin produktif menulis dan mengunjungi Balai Penelitian untuk memberikan pelatihan tentang penulisan karya tulis ilmiah. Hingga saat ini, Pak Marno yang lahir 65 tahun lalu di Wonogiri, Jawa Tengah, masih dipercaya sebagai Ketua Dewan Redaksi Jurnal IPTEK di samping aktif sebagai anggota Redaksi Jurnal Penelitian Pertanian Puslitbangtan. Pria yang juga rajin menulis untuk koran, terutama Sinar Tani, ini termasuk pengagum Pak Ibrahim Manwan.”Saya belajar dari Pak Ibrahim yang selalu membuat catatan dalam setiap pertemuan,” ujarnya dengan senyum. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau dia selalu berpikir kritis dalam membahas berbagai aspek pertanian dalam pertemuan yang dia ikuti. Tentu tidak mengherankan pula meski sudah memasuki masa pensiun sebagai pegawai negeri, pak Marno masih
dipercaya sebagai anggota Tim Pembina BPTP Badan Litbang Pertanian serta diminta bantuan tenaga dan pikirannya oleh Kepala Puslitbangtan. Pak Marno yang rajin olah raga jalan pagi, membaca, dan mendengar musik ini termasuk pria yang mudah tersentuh hatinya. Dia tak pernah berpikir dua kali untuk memberi sedekah atau sumbangan, mengunjungi rekan yang sakit, dan kadang-kadang bisa menitikkan air mata kalau menyaksikan hal yang mengharukan. “Ketika Lady Di meninggal,” ujarnya suatu kali dengan nada serius, “saya sampai menitikkan air mata, karena merasa dia diperlakukan tidak adil.” Pak Marno juga sangat dekat dengan istrinya yang telah mendampinginya sekitar 40 tahun. Perhatian dan rasa sayangnya kepada sang istri dia tunjukkan dengan selalu mendampinginya saat berobat ke berbagai tempat dan rumah sakit. Pak Marno dikaruniai empat orang putra/putri yang semuanya sudah mandiri saat ini. (MS)
Pak Mukelar Telah Tiada Di awal Oktober lalu atau tepatnya selepas magrib 9 Oktober, 2011, Dr. Mukelar Amir yang biasa dipanggil Pak Mukelar, berpulang kembali ke haribaan Sang Pencipta. Dikenal sebagai pria sederhana dan tekun dalam bidang penyakit tanaman, Pak Mukelar meninggal dalam usia 72 tahun setelah beberapa waktu menderita penyakit diabetes. Pria yang dikenal ramah ini, yang oleh sesama rekan olah raga tenisnya digelari van Mook, telah turut memberi warna kepada Badan Litbang Pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit blas (Pyricularia oryzae) yang merupakan penyakit utama pada padi gogo. Ketekunannya dalam memetakan ras atau strain cendawan itu telah menyebabkan namanya dikenal di dalam dan luar negeri. Orang sering melekatkan nama Pak Mukelar ke strain penyakit blas yang telah dia identifikasi, sebagaimana halnya
12
dengan varietas Pelita 1-1 dan Cisadane ke alm Pak Harahap, varietas kedelai Orba ke alm. Pak Sadikin Somaatmadja, varietas jagung Arjuna ke Pak Subandi, Pengendalian Hama Terpadu ke Pak Ida Nyoman Oka, varietas kedelai Wilis ke Pak Sumarno, dan Pola Tanam/ usahatani ke alm. Pak Suryatna Effendi. Ibarat peneliti legendaris, satu per satu di antara mereka telah dipanggil oleh sang Khalik. Pak Mukelar meraih gelar sarjana (S1) di Fakultas Pertanian UGM pada tahun 1969 dan gelar Doktor pada tahun 1984 di Universitas Tokyo, Jepang. Beliau meninggalkan seorang istri, Titik Poestijah, dan empat orang putra. Tulisan ilmiahnya dapat ditemukan di beberapa jurnal penelitian. (MS)
Berita Puslitbangtan 49 • Desember 2011