The origin of sin : Genesis story of the fall and God‟s will Rudi Zalukhu, M.Th
Adam, Pribadi Historis Christian Worldview • Allah menciptakan manusia sebagai mahluk yang baik • Dosa masuk ke dunia melalui kejatuhan dan ketidaktaatan Adam dan Hawa. • Sejak kejatuhan, gambar atau natur manusia menjadi begitu rusak, sehingga tanpa anugerah Allah, manusia tidak mampu melakukan hal apa pun yang baik dan cenderung melakukan segala jenis kejahatan
Pandangan yang menolak
1. Karl Barth, Adam bukan pribadi historis, melainkan contoh mewakili semua manusia 2. Emil Brunner, manusia modern tidak lagi menerima historisitas manusia 3. H.M. Kuitert, Adam “model pengajaran” sebagai ilustrasi akan apa yang terjadi atas manusia
Adam, Pribadi Historis Pandangan Alkitab 1. Menempatkan Adam di awal suatu daftar pribadi yang historis (1 Taw. 1:1; Luk. 3:38) 2. Perkataan Yesus mengacu pada eksistensi Adam-Hawa (Mat. 19:4-6; Mrk. 10:6-8) 3. Paulus menerima historisitas Adam dan kejatuhan; historis Adam dan Kristus; dan historis Adam dan Musa (1 Tim. 2:13-14; 1 Kor. 15:21-22, 45-47; Rm. 5:12-21
Penyangkalan historisitas Adam berakibat: 1. Merusak tafsiran yang benar tentang “ketidaktaatan satu manusia” (1 Kor: 15:19) 2. Memiliki akibat fatal terhadap doktrin manusia, dosa dan keterbatasan manusia 3. Menolak kejatuhan manusia sebagai fakta sejarah, tetapi hanya sebagai model
4. Dosa dianggap bersifat aksidental, bukan esensial bagi kemanusiaan 5. Menolak karya Kristus dalam sejarah penebusan yang dimulai dari hubungan kita dengan Adam (Rm. 5:12-21) Kesimpulan Asal usul dosa harus dikaitkan dengan kejatuhan manusia (Adam) sebagai kepala
Covenant of Works and Covenant of Grace Christian Worldview: – Adam merupakan kepala dan wakil kovenan kerja, yang dibuat Allah dengan manusia – Janji covenant of work adalah hidup kekal untuk tidak berdosa dengan syarat ketaatan mutlak – Hukuman dari covenant of work adalah maut: fisik, rohani, dan kekal. – Adam melanggar covenant of work, diusir dari Eden dan menimpa seluruh manusia – Kristus, Kepala covenant of grace dengan ketaatan sempurna sehingga setiap orang di dalam covenant ini menerima hidup kekal.
Penolakan atas istilah kovenan kerja • Teolog yang menolak istilah kovenan kerja, antara lain: G.C. Berkower, Herman Hoeksema, dan John Murray. • Keberatan pengaturan Allah atas Adam sebelum kejatuhan disebut “kovenan kerja” 1. Pengaturan kerja berada di dalam anugerah Allah karena ketaatan manusia kepada Allah bukan kewajiban bagi Allah untuk memberi hidup kekal. Ketaatan manusia merupakan tujuan hidup yang ditetapkan Allah untuk manusia.
2. Penafsiran Hos. 6:7 tidak dapat dijadikan dasar adanya kovenan kerja bagi Adam. 3. Natur kovenan tidak ditemukan dalam Kej. 2:16-17, yakni upacara dengan ucapan sumpah dan pengorbanan hewan (Kej. 21:22; 26:28; Yos. 9:15-20). M. Weinfeld, “berith merupakan komitmen yang harus diteguhkan dengan sumpah…” 4. Kata “kovenan” di dalam Alkitab selalu dipakai dalam konteks penebusan
Kesimpulan Pengaturan Allah sebelum Adam jatuh merupakan mandat Allah di dalam anugerah-Nya.
Diskusi Kelompok Bagaiman proses kejatuhan dalam dosa: 1. Adam dan Hawa 2. Malaikat
Kejatuhan Malaikat Christian Worldview – Malaikat diciptakan Allah (Kol. 1:16; Mzm. 33:6; Neh. 9:6: Yoh. 1:3; Rm. 11:36; Ef. 3:9) – Dosa ada sebelum manusia jatuh, yaitu di dalam kejatuhan malaikat. – Setan jatuh dari kondisi baik dan integritas di sorga ke dalam kondisi jahat memberontak kepada Allah dan memimpin sepertiga balantara malaikat yang jatuh (Why. 12:9; 20:2; 2 Ptr. 2:4; 1 Tim. 5:21).
Kejatuhan Malaikat – Kejatuhan malaikat sebelum kejatuhan manusia (Yudas 6) – Kejatuhan malaikat karena kesombongan dan menginginkan posisi Allah (1 Tim. 3:6) – Yesus berkata, “Iblis adalah pembunuh sejak semula (Yoh. 8:44) – Kejatuhan manusia berbeda dengan kejatuhan malaikat. – Manusia jatuh tidak hanya sekedar dicobai Iblis, tetapi karena manusia pun ada keinginan merebut posisi Allah, Pencipta kekal.
Historisitas Kejatuhan Adam 1. Genre Kej. 1 & 3 berbeda dari tipe-tipe sastra di bagian-bagian Alkitab lain. 2. Tidak ada saksi-saksi aktual untuk peristiwa yang dicatat dalam Kej. 1-3. 3. Sangat mungkin tidak ada tradisi lisan yang berawal dari saat penciptaan (Yos. 24:2, 14). 4. Kejatuhan ditafsirkan secara harfiah (Kej. 2:17; 3:22, 24) 5. Detail kejatuhan manusia dan percakapan ular dengan Hawa ditafsirkan secara harfiah, bukan simbolis atau figuratif seperti yang disampaikan Gereja gereformeerde Belanda dan teolog G.C. Berkouwer, N.H. Ridderbos, dll.
Argumentasi Historisitas Kejatuhan secara harfiah 1. Penulis Kitab Kejadian menerima wahyu ilahi yang khusus mengenai peristiwa-peristiwa di awal sejarah manusia. Narasi itu historis dan dipahami secara harfiah, yakni: ular, perkataan ular, pohon kehidupan dan pohon pengetahuan baik dan jahat. 2. Antropomorfisme di awal Kejadian ditafsirkan secara harfiah, khususnya tentang ular dan pohon.
Namun antropomorfisme tentang Kej. 2:7; 3:21; Kel. 24:10; Yes. 50:11; Hos. 11:8; Mzm. 34:16 diterima sebagai figuratif atau simbolis. Sebab Allah adalah Roh (Yoh. 4:24). Walupun sulit menerima fakta adanya antropormorfisme tentang narasi Abraham, Yakub, Musa (Kej. 18; 32:32:2426; Kel. 4:24-26) sebagai figuratif atau simbolis. 3. Pohon dan ular memiliki signifikansi simbolis atau figuratif in toto, tetapi keduanya riil. Kita tahu bagaimana manusia bisa jatuh dalam dosa sehingga kita dapat memahami seutuhnya tujuan Allah mewahyukan narasi kejatuhan.
Ular, Binatang yang Dikuasai Iblis • Ular binatang yang diciptakan Allah (Kej. 3:1) • Ular dikutuk Allah karena kejatuhan (Kej, 3:14) • Paulus mengutip narasi ular si penggoda Hawa secara aktual (2 Kor. 11:3) • Ular itu dikuasai si jahat sehingga berbicara dan memperdayai Hawa (Kej. 3:4-5) • Yesus menjelaskan siapakah Iblis, yang mengacu pada kisah kejatuhan (Yoh. 8:44; Why. 20:2).
Tahap-tahap Kejatuhan (Kej. 3:1-6) 1. Setan melalui ular menimbulkan keraguan tentang firman Tuhan (3:1) 2. Hawa menjawab dengan rasa tidak senang atas firman Tuhan, seperti dikekang (3:2-3) 3. Keraguan dan ketidaksenangan atas firman Tuhan menghasilkan ketidakpercayaan kepada Allah dan mulai mempercayai ular (3:4) 4. Tipu daya Setan telah memotivasi Hawa untuk melebihi Allah sehingga menimbulkan kesombongan (3:5) 5. Munculnya keinginan jahat ketika Hawa melihat buah pohon itu untuk dimakan (3:5) 6. Langkah terakhir adalah ketidaktaatan dengan mengambil dan memakan buah itu (3:6)
Misteri Asal Usul Dosa – Narasi Alkitab tidak dapat menjelaskan secara detail asal usul dosa. – Augustinus, posse non peccare keberadaan yang bisa tidak berdosa tidak dapat dijelaskan secara aktual. Karena kita tidak dapat memahami bagaimana Adam bisa mulai berbuat dosa. – Adam seharusnya dapat bertahan melawan godaan Iblis karena memiliki kuasa dan karunia.
– Kita tidak dapat mengetahui asal kehendak jahat di dalam manusia itu karena tidak dapat dijelaskan dengan akal manusia. – Ketetapan Allah mencakup adanya izin akan adanya dosa dan sekaligus dosa bertentangan dengan kehendak Allah. Kesimpulan Fakta dosa merupakan fakta historisitas dan misteri yang belum dipecahkan dalam konteks kehidupannya.
Sifat Hakiki dari Dosa Presaposisi – Pendosa adalah seseorang yang telah gagal melaksanakan hukum Allah. – Perbuatan-perbuatan lahiriah atau secara lahiriah hidup tidak selaras dengan tuntutan Allah. – Sikap batiniah yang cenderung memikirkan dan melakukan yang salah kepada Allah dan manusia. – Dosa adalah ketiadaan keselarasan, baik yang aktif maupun yang pasif, dengan hukum moral Allah.
Dosa itu…….. – Sensualitas, dosa itu bersifat jasmaniah (tubuh itu jahat). Namun dosa itu juga bersifat rohania (Gal. 5:19-21). Konsep dosa itu sensualitas dipengaruhi dari pandangan gnostik dan dikotomi tentang manusia (Friedrich Schleiemacher). – Sifat mementingkan diri sendiri, lebih mementingkan diri daripada Allah dalam wujud ketidakpercayaan kepada Allah. Dosa adalah mengutamakan kepentingan pribadi dan bukan kehendak Allah; lebih mengasihi diri sendiri daripada Allah (Augustus Strong, Reinhold Niebuhr).
Namun ada dosa karena mementingkan dan memperjuangkan suatu maksud yang berlawanan dengan kehendak Allah. – Penggeseran Allah, kegagalan membiarkan Allah adalah Allah, yakni menempatkan sesuatu yang lain atau apa saja yang lain pada tempat tertinggi yang menjadi tempat Allah (Kel. 20:3; Mrk. 12:30). Orang percaya seharusnya mengakui Allah sebagai Allah dengan menempatkan-Nya pada kedudukan yang layak bagi-Nya.
Pandangan Historis tentang Asal Mula Dosa • Pandangan Irenius, dosa berasal dari pelanggaran dan kejatuhan Adam di Taman Eden. Pandangan ini melawan ajaran gnostik. Ajaran gnostik, kejahatan melekat pada materi akibat Demiurgos. Pertemuan antara jiwa manusia dan materi disebut dosa. • Pandangan Origen, jiwa-jiwa manusia sudah berdosa dalam masa pra-eksistensi, ketika jiwa itu masuk ke dunia, maka jiwa itu sudah berdosa. Pandangan ini merupakan pandangan platonis.
– Bapak-bapak Gereja Timur, menerima pandangan Pelagianisme yang menyangkal adanya hubungan yang vital antara dosa Adam dan dosa manusia. – Bapak-bapak Gereja Barat, menerima pandangan Augistinus bahwa manusia berdosa dan mengalami kenajisan karena Adam. – Pengaruh filsafat Rasionalisme dan Evolusionisme, kejatuhan manusia dan akibatnya yang fatal pada umat manusia perlahan-lahan mulai disingkirkan, seperti:
1. Kant, kejahatan berada di atas kesadaran 2. Leibniz, kejahatan berkenaan dengan keterbatasan alam semesta 3. Schleiermacher, dosa asal berada di dalam natur manusia yang berindera 4. Ritschl, kejahatan berkaitan dengan ketidaktahuan manusia 5. Barth, asal mula sebagai suatu misteri dari predestinasi. Kejatuhan out bukan peristiwa sejarah, tetapi supra sejarah. Adam bukan penyebab dosa di dalam dunia.
Pandangan Filsuf dan Teolog tentang Sumber Dosa 1.Watak Kehewanan – Manusia dianggap mahluk hasil evolusi, seiring dengan itu dosa pun berevolusi. Implikasi teori evolusi biologis dari Charles Darwin ialah penolakan kesejarahan dari peristiwa kejatuhan. – Frederick R. Tennant, kejatuhan manusia karena manusia memberontak berdasarkan kehendaknya sendiri. Dosa bersifat universal dan setiap orang bertanggung jawab atas dosa itu secara pribadi. Kerusakan itu disebabkan karena adanya perkembangan manusia dalam proses evolusi.
Perkembangan moral baru muncul setelah ada perkembangan masyarakat primitif. Asal usul dosa merupakan suatu proses yang bertahap (seremonial menjadi internal dan introspektif). Manusia dianggap mahluk alami sebelum menjadi mahluk moral. Kejatuhan berarti adanya kesadaran moral secara universal yang berkembang pada setiap individu. Kejatuhan bukanlah ke bawah dari keadaan sempurna yang asli melainkan peningkatan kesadaran moral. – Pfleiderer, dosa adalah setiap kegagalan dalam usaha untuk mengatur dan menundukkan dorongan-dorongan alamiah ini di bawah rasional yang lebih luhur, atau setiap usaha secara sadar untuk menghentikan perjuangan.
2.Takut akan Keterbatasan – Reinhold Niebuhr, dosa bersumber dari kesulitan keterbatasan manusia pada satu sisi, serta kebebasannya untuk bersita-cita pada sisi yang lain. Akibat keterbatasan manusia adalah perasaan tidak aman. Cara mengatasinya, yaitu: (i) menegaskan kehendak dalam suatu usaha untuk memperoleh kekuasaan sedemikian yang melampaui semua keterbatasan mahluk manusia; (ii) usaha mengatasi perasaan tidak aman mungkin memakai cara yang lebih intelektual. Kejatuhan disebabkan karena keinginan manusia untuk menjadi Allah, melewati batas kedudukannya (Yes. 14:12-15; Kej. 3:5). Niebhur bergantung pada pandangan Kierkegaard yaitu Concept of Dread, kondisi perasaan ketakutan bahwa seseorang bebas tetapi juga terikat. Niebhur menyebut perasaan itu sebagai kecemasan.
– Kecemasan merupakan gambaran batiniah dari keadaan dicobai. Kecemasan ini setara dengan kekhawatiran akan hidup di dunia ini (Mat. 6:31-32). Kekhawatiran itu ketegangan antara keterbatasan dan kebebasan. Usaha manusia melewati keterbatasan itu menghasilkan kesombongan serta pengangunggan diri. Iniliah yang disebut dosa. Selain itu dosa itu sensualitas, yaitu hidup sekedar untuk memenuhi dorongan-dorongan nafsu alamiah. – Niebhur memecahkan kecemasan itu, bahwa seseorang harus belajar mempercayai Allah, menerima kenyataan keterbatasan diri, serta hidup dengan kesadaran bahwa senantiasa ada kadar ketidakpastian. Namun manusia selalu gagal melakukannya (Mrk. 9:24). Karena itu fakta adanya dosa menunjukkan bahwa setiap orang berada di bawah hukuman dan memerlukan anugerah Allah. Usaha manusia untuk menyelesaikan dosa akan selalu gagal dan sia-sia belaka.
3.Keterasingan Eksistensial – Paul Tillich, dalam berbagai mitos kuno manusia dianggap bertanggung jawab atas kejatuhannya dalam dosa. Alkitab, khusus tentang Kejadian 3 dianggap sebagai mitos. Kisah Kejadian 3 itu ditafsir tidak secara harafiah. – Bagi Tillich, Allah merupakan dasar atau kuasa dari segala sesuatu yang ada dan bukan sekedar suatu mahluk. Keberadaan manusia itu suatu keberadaan terasing. Keterasingan ini adalah dosa. Jadi dosa merupakan tindakan yang mengasingkan diri, yaitu tindakan manusia secara sadar ke arah pengasingan.
– Tillich menolak pengertian bahwa perubahan tatanan alam disebabkan karena kejatuhan. Dia menekankan pada pengalaman dan penyataan. Tillich mengatakan, “Penciptaan dan kejatuhan manusia terjadi bersamaan dalam arti tidak ada saat tertentu dalam ruang dan waktu dimana kebaikan yang telah ditetapkan Allah itu terwujud dan ada.” Dosa dianggap sebagai keperluan rasional , seperti Origenes menjelaskan bahwa manusia sudah jatuh dalam suatu pra-eksitensi. – Manusia dilihat sebagai senantiasa terasing sebagai akibat pilihannya sendiri. Manusia dianggap jatuh dan tidak jatuh setiap saat dalam pengalaman hidupnya, kategori-kategori ini tidak dapat dikotak-kotak sebelumdan-sesudah. – Namun Paul Tillich telah meniadakan setiap kemungkinan terjadinya kejatuhan pada suatu saat tertentu di dalam ruang dan waktu.
4.Pergumulan Ekonomis – Teologi Pembebasan, memahami dosa dari keluaran 1 – 3. Teologi pembebasan ini disebut gerakan teologi kulit hitam dan gerakan kewanitaan. Pemahaman teologi pembebasan: Penolakan untuk menjadikan dosa bersifat pribadi dan lebih menekankan dimensi sosial dan ekonomis. – James Cone, “Dosa bukanlah semata-mata ketidakmurnian religius saja, melainkan lebih merupakan penindasan sosial, politik, dan ekonomi terhadap golongan miskin. Dosa adalah penolakan kemanusiaan di dalam sesama melalui pengaturan sosial dan politik yang tidak adil.” Dasar pemikiran teologi pembebasan ini dari Amos 5:11-12. – Gustavo Guiterrez, melukiskan dosa sebagai secara egois memusatkan perhatian pada diri sendiri. Berdosa artinya menolak untuk mengasihi sesama manusia dan dengan demikian menolak untuk mengasihi Tuhan sendiri. Penolakan ini, secara pribadi maupun kolektif, merupakan penyebab utama dari kemiskinan, ketidakadilan, dan penindasan.
– James Fowler, menggolongkan teologi pembebasan sebagai teologi ideologis. Allah harus disamakan dengan pihak yang menindas atau dengan pihak tertintas. Pandangan ini tidak bersedia menerima Allah yang netral. Dosa dapat dianggap sebagai kebencian, kedengkian, ketiadaan kasih terhadap penindas. Selain itu, dosa juga terdiri dari kepasrahan mereka terhadap keadaan yang menindas tersebut. – Asumsi dasar, pergumulan ekonomis, khususnya ketidakmerataan kekuasaan dan kekayaan, yang menentukan perilaku manusia. Peniadaan ketidakadilan diyakini akan menghasilkan peniadaan penyebab dosa. Asumsi dasar ini mirip dengan Marxisme, namun fakta pelaksanaan di pelbagai negara yang dipengaruhi Marxisme ternyata tidak dapat menyelesaikan kemiskinan. Sebaliknya, keadaan masyarakat semakin miskin dan ketidakadilan semakin nyata.
5.Individualisme dan Daya Saing H. S. Elliot, dosa bersumber pada individualisme dan daya saing. Elliot menolak pengertian bahwa manusia itu berdosa dan manusia tidak berpembawaan bejat moral. Ada empat argumen dasar dalam pemikiran Elliot, yakni: a. Berakar dari pemikiran Karl Barth dan Emil Brunner bahwa semua penonjolan dari manusia itu merupakan dosa. Namun Elliot mengatakan, dosa adalah penyangkalan atau penyalahgunaan bakat yang diperoleh sejak lahir dan warisan sosial yang telah seseorang. Dosa ialah pergumulan individualistis dan bukan bekerja sama dengan sesama manusia atau Allah. Mereka bergantung kepada Allah untuk dipergunakan. b.Dosa itu sendiri tak dapat didefinisi secara tepat, tetapi etiket untuk bermacam ragam tindakan atau perbuatan. Elliot menolak semua usaha untuk mempersempit pengertian dosa agar menunjuk sau jenis kelakuan saja, khususnya menunjukkan egoisme. Jadi egoisme individualis yang daya saingnya luar biasa dan amat agresif, bukanlah dosa. Dosa terjadi karena seseorang kurang meningkatkan keegoisan.
c.Manusia adalah pendosa secara psikologis bisa tidak sehat dan merugikan. Berkorban demi kepentingan orang lain dapat mengorbankan hak-hak pribadinya. d.Sama sekali tidak ada kecenderungan di dalam manusia yang sudah ada ada sejak lahir dan yang disebut baik atau pun jahat. Elliot mengatakan, “ Sifat asli manusia adalah amoral, artinya tidak ada sesuatu pun di dalam manusia yang mengodratkan bahwa orang itu telah menjadi setan atau orang suci. Dosa bukan sebagai suatu pembawaan sejak lahir, melainkan sesuatu yang dipelajari. Individualisme bukan pembawaan lahir, tetapi watak kedua yang dapat diubah lewat pendidikan. Namun, kata Niebuhr, pendidikan tidak terlalu berhasil. Karena pendidikan lebih menekankan pada intelektual sehingga mengabaikan perasaan; dan karena pendidikan itu bersifat individualistik. Pendidikan harus lebih menekankan pada kegiatan bersama. Namun pemahaman itu tidak merubah keadaan, sekalipun pendidikan semakin meningkat, seiring dengan itu kejahatan pun semakin nyata di bumi ini.
Pandangan Alkitab tentang Sumber Dosa •
•
Pandangan Alkitab tentang dosa berbeda dengan lima pandangan dari manusia (filsuf atau teolog). Dosa bukan disebabkan oleh Allah, tetapi dari keinginan manusia (Yak. 1:13-15). Dorongan keinginan itu sendiri merupakan natur manusia yang diciptakan Allah, termasuk kebebasan untuk memilih. Di pihak lain, keinginan itu merupakan sarana potensial untuk pencobaan dan dosa. Ada tiga keinginan, yakni:
1. Keinginan untuk menikmati sesuatu • Allah menganugerahkan kebutuhan di dalam diri setiap orang. Pemuasan kebutuhan itu menimbulkan kenimatan. • Kenimatan akan segala keinginan itu dapat menjadi perbuatan dosa karena tidak ditempatkan pada kebutuhan yang seharusnya. • Dorongan seperti itu menjadi sumber dosa (1 Yoh. 2:16).
2. Keinginan untuk mendapatkan sesuatu • Terdapat peranan tertentu untuk memiiki sesuatu dalam tatanan ekonomi Allah (Mat. 25:14-30). • Keinginan untuk memiliki sesuatu dengan memaksa dan merugikan orang lain disebut keinginan mata ( 1 Yoh. 2:16). 3. Keinginan untuk melakukan sesuatu, mencapai sesuatu, apabila keinginan itu melampaui batas yang wajar sehingga mengorbankan orang lain disebut keangkuhan hidup (1 Yoh. 2:16).
• Keinginan itu anugerah Allah untuk menyenangkan-Nya, bukan memuaskan hawa nafsu manusia. • Dosa tetap merupakan putusan sadar dari orang yang berbuat dosa itu. • Faktor kedagingan seperti tertulis dalam Roma 7:18 dan Galatia 5:16-24, merupakan godaan untuk manusia mementingkan diri sendiri, penolakan atau penyangkalan terhadap Allah.
Kesimpulan • Pandangan tentang penyebab dosa akan menentukan pandangan cara mengatasi dosa. • Pandangan evolusionisme, kekhawatiran, keterasingan, pembebasan, pendidikan tentang dosa hanya melihat dosa dari sudut manusia, kejiwaan, dan akibatnya. • Namun pandangan itu tidak memperhatikan dan mencermati apa yang Allah katakan tentang dosa.
2. Dosa berasal dari dunia Malaikat. • Alkitab menuliskan, bahwa Allah mencipta sesuatu, termasuk malaikat dengan baik (Kej. 1:31). • Namun waktu kejatuhan malaikat tidak dituliskan. Keberadaan malaikat yang jatuh ditulis dalam Alkitab (Yoh. 8:44; 1 Yoh. 3:8; 1 Tim. 3:6; Yud. 6).
3. Asal mula dosa dalam umat manusia. • Alkitab mengajarkan bahwa dosa itu dimulai dengan pelanggaran Adam dengan kesadaran penuh. • Dosa mengalir seperti suatu mata air yang kotor kepada seluruh generasi umat manusia (Rm. 5:12, 18, 19)
Pandangan Alkitab tentang Sumber Dosa 1. Allah tidak boleh dianggap sebagai penyebab dosa • Alkitab menolak ajaran bahwa Allah menetapkan dosa atau dosa merupakan natur yang harus ada dalam diri manusia • Ayb. 34:10; Yes. 6:3; Ul. 32:4; Mzm. 92:16; Yak. 1:13; Zakh. 8:17; Luk. 16:15.
Natur Dosa yang Pertama 1. Karakter formal • Manusia memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Allah melarang makan buah itu untuk menguji ketaatan manusia.
2. Karakter esensial dan materi • Adam meletakkan dirinya dalam keadaan yang bertentangan dengan Allah, dan ia menolak untuk meletakkan kehendaknya di bawah kehendak Allah, dan menolak membiarkan Allah menentukan seluruh jalan hidupnya. • Dalam intelek dosa itu adalah ketidakpercayaan dan kesombongan, dalam kehendak, dosa ingin seperti Allah dan dalam perasaan, sebagai suatu kepuasan yang tidak kudus dengan memakan buah yang terlarang.
Dosa Pertama atau Kejatuhan oleh Pencobaan 1.Cara si penggoda, yakni menggoda Hawa karena (a) Hawa bukan kepala; (b) Hawa tidak langsung menerima perintah dari Allah; (c) Hawa dijadikan pelaku efektif untuk mencapai hati Adam. Akhirnya, Hawa menuruti godaan si pencoba yang berbicara melalui ular di Taman Eden. Namun, kejatuhan itu merupakan tindakan pribadi Adam-Hawa yang berdampak untuk seluruh manusia.
2. Interpretasi Pencobaan, penolakan atas kisah Adam dan kejatuhannya secara historis dan menafsirkan kisah itu sebagai mitos yang bermakna religius atau figuratif. Pandangan ini diterima oleh Karl Barth dan Emil Brunner. 3. Kejatuhan karena pencobaan dan kemungkinan manusia diselamatkan. Rencana keselamatan Allah telah ditetapkan dalam kekekalan, tetapi pencobaan oleh ular terhadap Adam bukan di dalam kehendak-Nya. Kejatuhan Adam dan keselamatannya serta keturunannya merupakan peristiwa yang tidak dengan mudah disimpulkan ada hubungan sebab-akibat.
Akibat dari Dosa Pertama • Kerusakan total dari natur manusia (Kej. 6:5; Mzm. 14:3; Rm. 7:18) • Hilangnya persekutuan dengan Allah melalui Roh Kudus (Ef. 2:1, 5, 12; 4:18) • Perubahan keadaan manusia yang tercermin dalam kesadaran dirinya • Kematian jasmani dan kematian rohani (Kej. 3:19; Rm. 5:12; 6:33) • Perubahan tempat tinggal yang penting, manusia diusir dari Taman Eden.
Relasi Doktrin Dosa dengan Doktrin Lainnya Presaposisi Cara pandang mengenai doktrin-doktrin mempengaruhi pengertian tentang dosa. Dosa telah merusak pengertian yang benar akan doktrin-doktrin di dalam Alkitab Dosa dan Pemahaman Doktrin – Doktrin Allah, manusia telah menyimpang dari sifat-sifatnya seperti Allah. – Doktrin Manusia, manusia telah gagal memenuhi standar Allah.
– Doktrin Keselamatan, manusia telah tercemar dan tidak melakukan hal yang benar. – Doktrin Gereja, manusia telah berdosa, maka amanat dan tekanan pelayanan adalah jemaat harus bertobat dan dilahirkan baru. – Doktrin Etika, pikiran yang sesat dan kehendak yang tercemar telah merusak masyarakat.
Penolakan atas Fakta Dosa • Masyarakat modern menolak berbicara tentang dosa sebagai fakta keberadaan manusia. • Fungsi hati nurani dipadamkan dengan meletakkan perasaan bersalah sebagai irasional (Freud). • Penolakan akan adanya kuasa dosa yang merusak dan memotivasi seseorang untuk berdosa
Pendekatan Menelaah Dosa – Pendekatan empiris/induktif, kesimpulan mengenai perilaku dan sifat dosa dari berbagai kasus. – Pendekatan paradigma, menetapkan model dan variasi dari jenis dosa tertentu. – Pendekatan konseptual, menemukan unsurunsur hakiki dari dosa dari Alkitab.
Istilah-Istilah untuk Dosa 1.Menekankan Sebab-Musabab Dosa a.Ketidaktahuan (Ibr. shagah, shagag; Yun. ginoskow; Eng. agnostic), merupakan degil hati di hadapan Allah. Ketidaktahuan ini menuntut tanggung jawab dari pelakunya (Rm. 1:13; 2 Kor. 6:9; Gal. 1:22; Kis. 3:17; 1 Ptr. 1:14; Ibr. 9:7).
b. Kesalahan, (Ibr. shagag, kesalahan; ta’ah, berbuat kesalahan), yakni kecenderungan manusia untuk tersesat atau berbuat kekeliruan dalam perilaku moral (Yeh. 34:6; kej. 43:12; 1 Sam; 26:21). Kesalahan itu pun berkaitan dengan ritual (Kej. 6:3; Mzm. 119:67; Pkh. 10:5; Ay. 12:16). Kesadaran akan tanggung jawab atas kesalahan (Mrk. 13:5-6; 1 Kor. 6:9; 1 Yoh. 3:7) c. Kurang Perhatian, mengerti secara tidak tepat (Rm. 5:19; 2 Kor. 10:6; Ibr. 2:2-3; Mat. 18:7)
2. Menekankan Sifat Dosa a.Salah sasaran (Ibr. chata; Yun. amartanu), artinya meleset dari sasaran; gagal mencapai sasaran, kalah, tidak ikut menikmati, keliru; kesalahan yang sukarela dan patut dicela. Salah sasaran itu merupakan keputusan untuk gagal secara sadar dan sengaja melakukan kesalahan (Im. 4 – 5; 24:15; Yes. 53:12). Kegagalan ini berarti manusia berdosa kepada Allah (1 Kor. 3:16-17). b.Tidak beragama, artinya tidak memuja atau menghormati atau ketidaksopanan karena melalaikan kewajiban kepada Allah (Yun. adikia, anomia). Dosa itu perilaku yang tidak benar (1 Kor. 6:9; Kol. 3:25; 2 Ptr. 2:8).
c. Pelanggaran, melanggar suatu peraturan atau melewati batas yang ditetapkan (Bil. 14:41-42) atau melanggar perjanjian Allah atau perintah-Nya (Ul. 17:2; Dan. 9:11; Mat. 15:2-3; Rm. 5:14). d. Kejahatan atau kurangnya integritas, artinya gagal memenuhi pedoman kebenaran (Im. 19:15; Yeh. 18:24). e. Pemberontakan (Ibr. pasha, marah) , artinya pemberontakan kepada Allah (Yes. 1:2, 20; 2:3; Ul. 21:18; Mzm. 78:8; Ibr. 3:18; 4:6; 11:31). Pemberontakan juga berarti murtad imannya (1 Tim. 4:1).
f. Pengkhianatan (Ibr. ma‟al), artinya pengkhianatan terhadap Allah (Bil. 5:12, 27; Yos. 7:1; 22:20). Dosa ketidaksetiaan terhadap perjanjian Allah disebut juga pengkhianatan. g. Pemutarbalikan (Ibr. „awah), artinya membelokkan atau memelintir (Yes. 21:3; Ams. 12:8). h. Kekejian (Ibr. shiqquts), yakni perbuatan yang patut dicela (Ul. 7:25-26; 12:1; 17:1; 18:9-12; 22:5)
3. Menekankan Akibat Dosa a. Kegelisahan atau keresahan (Ibr. resha), konsep terombang-ambing dan resah. Orang fasik akan mengalami kegelisahan dan ketidaksejahteraan bagi diri sendiri maupun orang lain (Ay. 3:17; Yes. 57:20-21). b. Kejahatan atau keburukan (Ibr. ra‟), artinya suatu kejahatan yang buruk atau berarti kesusahan atau kemalangan (Yer. 42:6; Am. 6:3; Ul. 30:15,18).
c. Rasa bersalah (Ibr. „asham), berarti berbuat kesalahan, melakukan pelanggaran atau melukai orang. Tindakan berdosa telah merugikan pihak tertentu sehingga perlu diadakan ganti rugi untuk membereskan hal itu (Mat. 5:21-22; 1 Kor. 11:27; 2:10) d. Kesukaran (Ibr. „aven), kata ini hampir selalu dipakai dengan pengertian moral (Hos. 4:15; 10:8; Mzm. 5:6; 6:9; Am. 22:8). e. Kematian: fisik, rohani, kekal.
Siapakah Lucifer? • Lucifer adalah nama yang seringkali diberikan kepada Setan berdasarkan Yes 14:12 "Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! • Dalam bahasa Latin, kata "Lucifer" yang berarti "Pembawa Cahaya" (dari lux, lucis, "cahaya", dan "ferre", "membawa"), adalah sebuah nama untuk "Bintang Fajar.“ • "Bintang Fajar" diberikan kepada raja Babilonia yang tirani, raja Tirus
Mengapa Allah tidak Menghancurkan Dosa? 1. Jika Allah menghancurkan dosa, maka Allah pasti menghilangkan kehendak bebas manusia 2. Kalau Allah menghilangkan kehendak bebas manusia, maka tidak ada kasih 3. Jadi jika Allah menghancurkan dosa, maka Allah meniadakan kasih (Allah adalah kasih - 1Yoh 4:8,16) Jadi Allah tidak mungkin melakukan sesuatu yang bertentangan dengan diri-Nya