TESIS PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW DALAM PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH SOSIOLOGI KEPERAWATAN (Penelitian di Prodi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya)
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh: SUGENG MASHUDI NIM. S540908319
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW DALAM PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH SOSIOLOGI KEPERAWATAN (Penelitian Tindakan kelas di Prodi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya)
TESIS oleh: SUGENG MASHUDI NIM. S540908319
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing:
Jabatan Pembimbing I
Nama
Tanda Tangan
Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd. NIP 194404041976031001
Pembimbing II Pancrasia Murdani, dr., MHPEd NIP 19480512197903100
Mengetahui, Ketua Program Studi Kedokeran Keluarga
Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr.,MM.,M.kes.,PAK. NIP 130 543 994
Tanggal
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW DALAM PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH SOSIOLOGI KEPERAWATAN (Penelitian Tindakan kelas di Prodi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya)
TESIS oleh: SUGENG MASHUDI NIM. S540908319
Telah Disetujui oleh Tim Penguji: Jabatan
Nama
Ketua
: Prof. Dr. Satimin Hadiwidjaja, dr., PAK,MARS
Sekretaris
: Dr. Nunuk Suryani, M.Pd
Anggota
: Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd.
Anggota
: Pancrasia Murdani, dr., MHPEd
Mengetahui : Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga
Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr., MM, M.Kes.,PAK NIP.130 543 994
Prof. Drs.Suranto, MSc., Ph.D NIP. 131 472 192
Tanda Tangan
Tanggal
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya : Nama
: Sugeng Mashudi
NIM
: 540908319
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul “PENERAPAN PEMBELAJARAN
KOOPERATIF
MODEL
JIGSAW
DALAM
PENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH SOSIOLOGI KEPERAWATAN” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal
yang bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 5 Maret 2010 Yang Membuat Pernyataan
(Sugeng Mashudi)
iv
KATA PENGANTAR
Kegiatan pendidikan adalah menyelenggarakan proses belajar mengajar. Belajar dapat membawa perubahan dan perubahan itu pada pokoknya adalah diperoleh kecakapan baru melalui suatu usaha. Dalam melakukan proses pembelajaran dosen dapat memilih beberapa metode mengajar. Model pembelajaran kooperatif disebut efektif jika memenuhi beberapa hal antara lain adanya aktivitas mahasiswa dalam proses pembelajaran, minat siswa, kemampuan bekerja kelompok dan kemampuan mahasiswa memahami materi yang disampaikan. Menurut beberapa ahli Model Jigsaw sangat bagus untuk meningkatkan pemahaman dan membuat siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Penulisan tesis berjudul “PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW DALAM PENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR PADA KULIAH SOSIOLOGI KEPERAWATAN”
bertujuan untuk mengetahui
efektifitas penerapan metode pembelajaran kooperatif Model Jigsaw ditinjau dari segi minat dan prestasi. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan penghargaan yang tulus dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang kami hormati: 1. Prof. Dr. H. M. Syamsulhadi, dr, SPKJ(K) selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam melaksanakan pendidikan Pascasarjana di Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Prof. Drs. Suranto, MSc.,Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam
melaksanakan pendidikan Pascasarjana di
Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr., MM.,M.Kes.,PAK, selaku Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga, yang telah memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis.
v
4. Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dan menyusun hasil penelitian ini. 5. Pancrasia
Murdani, dr., MHPEd selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan penulis dalam menyusun hasil penelitian ini. 6. Prof.
Dr.
Zainudin
Maliki,
M.Si,
selaku
Rektor
Universitas
Muhammadiyah Surabaya, yang telah memberikan ijin penelitian. 7. Sukadiono, dr., MM selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah memberikan ijin penelitian. 8. Seluruh
staf
pengajar
di
Fakultas
Ilmu
Kesehatan
Universitas
Muhammadiyah Surabaya yang telah membantu penelitian ini. 9. Ayah handa H. Muhlani dan Ibu Hj. Suparmi, serta nenek yang senantiasa mendoakan kesuksesan putra-putri tercinta. 10. Keluarga Mas Santoso, Mbak Siti M, dik Ilham H, dik Darmawan H, Keluarga Mas Nur, Mbak Ning, dik Anindya S, dik Nuha A, Keluarga Mas Suwoko, Mbak Wahyu H, dik Yudi, dik Norma, Mas Lukman dan Mbak Yani yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material selama studi, sehingga terselesaikannya tesis ini. 11. Istriku Lusia Cahyanti YKW, dr. yang telah memberikan dukungan sepenuh hati selama studi sehingga terselesaikannya tesis ini.
Penulis berharap penyusunan tesis ini berguna sebagai sumber informasi bagi pembaca, masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi peneliti selanjutnya.
Surakarta, 1 Juni 2010
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
ABSTRAK
xii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan Penelitian
3
D. Manfaat Penelitian
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw
55
2. Minat Belajar
88
3. Prestasi Belajar Sosiologi
88
4. Materi Pembelajaran Sosiologi keperawatan
10 10
B. Penelitian yang Relevan
3836
C. Kerangka Berpikir
3937
D. HipotesisTindakan
40 38
BAB III. METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian
41 39
B. Subjek Penelitian
41 39
C. Metode Penelitian…............................................................. 41 39 D. Langkah-Langkah Penelitian …...................................... ......42 40
41 41 41 42 45 51 51
41 41 41 42 45 51 51
E. Cara Pengumpulan Data…............................................... .....46 43 45 F. Teknik Analisis Data…..................................................... ... G. Indikator Keberhasilan
46
.. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Tempat Penelitian B. Temuan Penelitian C. Pembahasan D. Keterbatasan Penelitian .... .
47 50 49 51 56 62 60 65
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan
61
B. Implikasi
61
C. Saran
62
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hubungan kelompok asal dan kelompok ahli
6
Gambar 2. Struktur keluarga
13
Gambar 3. Beban kasus keluarga
18
Gambar 4. Keluarga dan lingkungan eksternal
19
Gambar 5. Hubungan antara penyakit dan keadan sakit
30
Gambar 6. Level pencegahan penyakit
33
Gambar 7. Teori Blum
34
Gambar 8. Teori adopsi inovasi Rogers
36
Gambar 9. Kerangka pikir
39
Gambar 10. Siklus PTK menurut Kemmis and Taggart
40
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standart nilai mahasiswa
9
Tabel 2. Status kesehatan individu
32
Tabel 3. Kisi-kisi minat belajar
44
Tabel 4. Kriteria minat mahasiswa
45
Tabel 5. Hasil tes minat mahasiswa
51
Tabel 6. Hasil tes prestasi
51
Tabel 7. Hasil tes pestasi mahasiswa setelah siklus II
53
Tabel 8. Hasil tes efektif
53
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance penelitian Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dari Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian dari Universitas Muhammadiyah Surabaya Lampiran 4. Lembar kesediaan responden Lampiran 5. Lembar observasi minat belajar Lampiran 6. Lembar prestasi belajar Lampiran 7. Lembar pertanyaan terbuka minat dan prestasi Lampiran 8. Lembar observasi kegiatan pembelajaran Lampiran 9. Rencana Pembelajaran Lampiran 10. Lembar hasil observasi kegiatan pembelajaran Lampiran 11. Lembar hasil angket minat mahasiswa Lampiran 12. Lembar hasil prestasi mahasiswa Lampiran 13. Pembagian kelompok Jigsaw Lampiran 14. Denah diskusi kelompok Jigsaw kelompok Asal dan Ahli Lampiran 15. Foto proses pembelajaran Jigsaw Lampiran 16. CD transkrip wawancara
ABSTRAK Sugeng Mashudi, NIM.S540908319.2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw dalam Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Mata Kuliah Sosiologi Keperawatan. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Model pembelajaran pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan di Program Studi D3 Keperawatan saat ini masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Aktivitas pembelajaran yang selama ini berpusat pada dosen mengakibatkan proses pembelajaran tidak menyenangkan, membosankan, dan kurang memotivasi mahasiswa untuk belajar. Model Jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan mahasiswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Dengan model Jigsaw diharapkan partisiasi mahasiswa dalam proses pembelajaran Sosiologi Keperawatan akan meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dalam peningkatan minat dan prestasi belajar mata kuliah Sosiologi Keperawatan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang diaksanakan dalam dua siklus dan tiap-tiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subyek penelitian adalah 48 mahasiswa semester II Program Studi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya. Sumber data diperoleh dari mahasiswa, tempat, dan peristiwa berlangsungnya aktivitas pembelajaran, dan dokumentasi. Teknik dan alat pengumpulan data menggunakan angket, observasi, dan wawancara. Validitas data menggunakan trianggulai sumber data. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dilakukan model pembelajaran Jigsaw rata-rata minat mahasiswa tergolong rendah (skor 78,7) dan setelah siklus I skor rata-rata minat mahasiswa tergolong tinggi (skor 96,3). Sedangkan prestasi mahasiswa sebelum dilakukan model pembelajaran jigsaw sebanyak 81,2% memiliki skor di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), setelah siklus I prestasi mahasiswa yang di bawah KKM mengalami penurunan menjadi 23%, dan setelah siklus II mahasiswa yang mendapat nilai di bawah KKM hanya 6,2%. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw terbukti mampu mendorong mahasiswa untuk lebih aktif selama proses pembelajaran sehingga minat dan prestasi belajar mahasiswa meningkat. Kata kunci: Model Jigsaw-minat-prestasi-sosiologi keperawatan
xii
ABSTRCT Sugeng Mashudi, NIM. S540908319. 2010. Implementation Jigsaw Cooperative Learning Model to Increase Interests and Achievements in Improving Learning Teaching Nursing Sociology.Thesis: Post Graduate Program of Sebelas Maret University Surakarta. Learning process in sociologycal nursing in bachelor nursing program have been using convensional model. Teacher center Learning makes the atmosphere becomes unpleasant, tedious, and less motivated students to learn. Jigsaw was one of the cooperative learning models that involves students working collaboratively to achieve common goals. Jigsaw learning model was expected partisiasi students in the learning process will increase Nursing Sociology. The aim of this research is to describe, to explain The Application Jigsaw Cooperative Learning Model to Increase Interests and Achievements in Improving Learning Teaching Nursing Sociology. This research is as classroom action research done two times and each cycle consists of planning, action, observation, and reflection. The research subject is the 48 students of the second grade of bachelor Nursing Program at Muhammadiyah University of Surabaya. The source of data is taken from the the students, the place and the event of teaching and learning process activity, and documents. The technique and the data collecting use questionnaires, observation, and interview. The data validity uses the data triangulation. The data analysis uses the qualitative analysis. The result of this research shows that before being held the classroom action research, the average of the students’ Interests low (scor 78,7) dan after getting the first cycle high (skor 96,3). Meanwhile, based on the Achievements also increases in every cycle 81,2% have under standart scor, 23% on the first cycle, dan on the first cycle 6,2% on the second cycle. Based on the result of the above research, it is concluded that application of cooperative learning Jigsaw can increase the student to more active in learning process so increase interest and achievment of student. . Key words: Model Jigsaw-Interest-achievement-nursing sociology
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Model pembelajaran pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan di Program Studi D3 Keperawatan saat ini masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Pembelanjaran yang dilakukan hanya Lihat, Catat, Datang (LCD), serta Datang, Duduk, Diam (D3). Aktivitas pembelajaran yang selama ini berpusat pada dosen mengakibatkan proses pembelajaran terasa kering, tidak menyenangkan, membosankan, serta kurang memotivasi mahasiswa untuk belajar. Mahasiswa belum mampu membangun pemahaman mereka sendiri, sehingga mahasiswa kesulitan dalam aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari, meskipun konsep tersebut sangat terkait dengan praktik keperawatan. Jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan mahasiswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Hedden, T. 2003). Dengan model pembelajaran Jigsaw diharapkan
partisiasi mahasiswa dalam proses
pembelajaran Sosiologi Keperawatan akan meningkat. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif melalui model Jigsaw dalam meningkatkan minat dan prestasi belajar Sosiologi Keperawatan pada Program Studi D3 Keperawatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan mahasiswa D3 keperawatan bahwa Sosiologi Keperawatan termasuk mata kuliah yang sulit dipahami. Walaupun pembelajaran sudah difokuskan pada aspek kognitif, psikomotorik, dan aspek afektif sudah diperhatikan, tetapi mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan pada praktik keperawatan. Hal ini menyebabkan mahasiswa kurang percaya diri ketika melaksanakan praktik keperawatan sehingga kesempatan untuk mengembangkan diri berkurang. Salah satu prinsip psikologi belajar menyatakan bahwa semakin besar keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan, maka semakin besar kesempatan untuk mengalami proses belajar. Proses belajar meliputi semua aspek yang menunjang siswa menuju ke pembentukan manusia seutuhnya (a fully functioning person) (Amien, 1987). Hal ini berarti pembelajaran yang baik harus meliputi aspek psikomotorik, aspek afektif, dan aspek kognitif. Oleh karena itu, dosen harus berusaha agar mahasiswa tidak hanya belajar memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tetapi mahasiswa juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, dan komunikasi sosial (Yachin, BM.,et al., 2006). Menurut Ibrahim, M. (2005), terdapat enam tahap utama dalam pembelajaran kooperatif model Jigsaw diantaranya adalah: 1. menyampaikan tujuan dan memotivasi mahasiswa; 2. menyampaikan informasi; 3. mengorganisasikan mahasiswa ke dalam kelompok kooperatif; 4. 1 membimbing kelompok kerja dan belajar; 5. mengevaluasi; 6. memberikan penghargaan. Melalui enam tahap tersebut Jigsaw terbukti mampu meningkatkan kemampuan bekerjasama pada mahasiswa. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain
2
dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994). Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatih keterampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga keterampilan tanya-jawab (Ibrahim, M. 2005). Pembelajaran sekarang menuntut student center, problem based, integrated, dan community oriented (Yazdani, 2002). Berkaitan dengan hal tersebut, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian mengenai penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw terhadap peningkatan minat dan prestasi belajar mata kuliah Sosiologi Keperawatan pada Program Studi D3 Keperawatan.
B. RUMUSAN MASALAH 1.
Bagaimanakah menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan minat belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan?
2.
Bagaimanakah menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan?
3.
Mengapa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw, minat dan prestasi mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan meningkat?
C. TUJUAN 1. TUJUAN UMUM Mengetahui peningkatan minat dan prestasi belajar mahasiswa D3 keperawatan pada mata kuliah Sosiologi keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw II. 2. TUJUAN KHUSUS a.
Mengetahui peningkatkan minat belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
b.
Mengetahui peningkatkan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
c.
Mengetahui peningkatan minat dan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
3
D. MANFAAT Manfaat Teoritis : Diharapkan dapat membuktikan secara empiris bahwa penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw mampu meningkatan minat dan prestasi mahasiswa pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan.
Manfaat Praktis : 1.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam pemahami materi Sosiologi Keperawatan.
2.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam bidang kesehatan dengan mendapatkan metode pembelajaran yang efektif dan mudah di terapkan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw Terdapat beberapa variasi jenis Jigsaw pada saat ini. Jigsaw yang pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas dikenal sebagai Jigsaw I, sedangkan Jigsaw yang dikembangkan oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins dikenal sebagai Jigsaw II. Kedua Jigsaw tersebut berbeda dalam hal ada tidaknya penghargaan kelompok. Terdapat satu jenis Jigsaw III yang dikembangkan oleh Kagan, pelaksanaan Jigsaw III menggunakan dua bahasa (bilingual classroom). Menurut Sugiyanto (2008), langkah-langkah model pembelajaran
Jigsaw II adalah:
a. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 4 atau 5 mahasiswa yang karakteristiknya heterogen. b. Bahan akademik disajikan kepada mahasiswa dalam bentuk tes, dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. c. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya bertemu dan saling membantu mengkaji bagian tersebut. Kumpulan mahasiswa semacam ini disebut “Kelompok Pakar” (expert group). d. Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kekelompok asal (home team) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. e. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home team para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Individu atau tim yang telah memperoleh skor tinggi akan diberi penghargaan dari dosen.
Hubungan yang terjadi antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan oleh Arend, R. I. Sebagai berikut: 5 Kelompok Asal @
#
@
#
@
#
@
#
+
$
+
$
+
$
+
$
@
@
#
#
+
+
$
$
#
#
+
+
$
$
@ @ Kelompok Ahli
5
Gambar 1. Hubungan kelompok asal dan kelompok ahli Sumber Sugiyanto (2008) Menurut Muhammad Nur (2005), pelaksanaan model pembelajaran Jigsaw II dilaksanakan sebagai berikut: 1.
Membaca Mahasiswa diberi topik-topik ahli dan disuruh membaca bahan yang ditugaskan untuk mencari infaormasi. Kegiatan membaca dapat digunakan sebagai tugas awal dalam pembelajaran.
2.
Diskusi kelompok ahli Siswa dalam kelompok ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikan informasi dalam kelompok-kelompok ahli.
3.
Laporan kelompok Para ahli kekelompoknya masing-masing untuk mengajarkan topik-topik mereka kepada teman satu kelompoknya.
4.
Kuis Mahasiswa mengerjakan kuis individu yang mencakup seluruh topik. Apabila telah selesai maka segera diadakan skoring terhadap kuis tersebut.
5.
Penghargaan kelompok Setelah diadakan kuis, dosen mengumumkan skor perbaikan individu dan skor kelompok serta memberikan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model pembelajaran Jigsaw II, mahasiswa
ditempatkan pada kelompok yang heterogen. Mahasiswa ditugasi mempelajari bab atau materi pelajaran untuk dibaca, dan diberikan “lembar ahli” yang berisi topik yang berbeda untuk anggota setiap kelompok. Kegiatan membaca dapat digunakan sebagai tugas rumah. Apabila para mahasiswa telah selesai membaca, siswa dari kelompok berbeda dengan topik yang sama bertemu dalam sebuah “kelompok ahli” untuk membahas topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali ke kelompok asal dan secara bergantian mengajar teman satu kelompoknya tentang topiktopik keahlian mereka. Kemudian siswa diberikuis tentang seluruh topik, dan skor kuis tersebut menjadi skor kelompok. Skor yang disumbangkan oleh mahasiswa dalam kelompok mereka didasarkan pada sistem skor perbaikan/perkembangan individu, dan kelompok yang mendapatkan skor tertinggi akan mendapatkan penghargaan. Kunci keberhasilan Jigsaw II adalah saling ketergantungan, yaitu setiap mahasiswa tergantung kepada anggota kelompoknya untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkannya agar dapat mengerjakan kuis dengan baik. Penskoran dalam Jigsaw II diambil dari skor kuis mahasiswa. Sebenarnya dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran Jigsaw II terdapat kelebihan antara lain: 1.
6
Meningkatkan kemampuan akademik mahasiswa, 2. Meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa, 3. Menumbuhkan keinginan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian, 4. Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk berdiskusi. Selain memiliki kelebihan, model Jigsaw II juga memiliki kelemahan-kelemahan antara lain: 1. Kegiatan pembelajaran membutuhkan waktu yang lebih banyak, 2. Keadaan kelas akan cenderung gaduh jika mahasiswa tidak memanfaatkan sebaikmungkin untuk belajar kelompok, 3. Bagi dosen model pembelajaran tipe ini memerlukan kemampuan lebih karena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda-beda. Belajar tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Pada penelitian ini, yang dimaksud aktivitas belajar mahasiswa meliputi waktu untuk belajar Sosiologi Keperawatan, sikap mandiri dalam mengikuti pelajaran mata kuliah Sosiologi Keperawatan, belajar Sosiologi Keperawatan secara kelompok, mengerjakan tugas atau latihan sendiri, dan mempelajari sumber pelajaran selain buku ajar Sosiologi keperawatan. 2. Minat belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), “minat adalah kecenderungan hati yang tinggi (keinginan) terhadap sesuatu”. Selanjutnya Poerbakawatja dan harahap (1981) menyatakan bahwa “minat adalah kesediaan jiwa yang sifatnya aktif untuk menerima dari luar”. Purwoto (2000) menyatakan bahwa “minat adalah sejenis perasaan, minat adalah perkara hati yang didorong oleh keinginan yang datangnya dari dalam jiwa”. Kurt Siregar (1987) menjelaskan bahwa minat adalah suatu landasan yang paling menyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Jadi, seorang siswa yang memiliki rasa ingin belajar ia akan lebih cepat mengerti dan mengingatnya. Dari uraian di atas dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa seorang mahasiswa yang berminat terhadap suatu hal daripada hal yang lain akan lebih memperhatikan subjek tersebut. Poerbakawatja dan harahap (1981) juga menjelaskan bahwa perhatian merupakan respons umum terhadap sesuatu yang merangsang dikarenakan terdapat bahan apersepsi pada kita yang berakibat kesadaran kita menyempit dan memusat kepada hal-hal yang merangsang kita. Peneliti menyimpulkan minat merupakan suatu faktor yang berasal dari dalam diri manusia dan berfungsi sebagai faktor pendorong dalam berbuat sesuatu yang akan terlihat dalam indikator “rasa senang”, “memberi perhatian”, “kesadaran”, “konsentrasi”, dan “kemauan”. 3. Prestasi Belajar Sosiologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan atau dikerjakan dan sebagainya). Menurut Umar (1996), prestasi belajar berkaitan dengan kemampuan mahasiswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan pelajaran yang telah diajarkan. Prestasi belajar dapat menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pembelajaran. Menurut
7
Usman (1993) indikator yang dijadikan tolok ukur keberhasilan pembelajaran adalah sebagai berikut. a. Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi yang baik setara antara individu maupun kelompok. b. Perilaku yang digunakan dalam tujuan pembelajaran khususnya telah dicapai mahasiswa baik individu maupun kelompok. Untuk mengetahui bagaimana prestasi belajar mahasiswa maka diadakan tes prestasi belajar. Tes itu disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai mahasiswa. Hasil Tes prestasi belajar yang tinggi, menunjukkan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang tinggi. Tingkat pencapaian tujuan pembelajaran tidak lepas dengan ketuntasan belajar. Menurut Abdullah (1995) belajar dikatakan tuntas jika apa yang dipelajari mahasiswa dapat dikuasai sepenuhnya atau mencapai taraf penguasaan tertentu mengenai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai dengan standar normal tertentu. Tingkat ketuntasan baik secara individu maupun klasikal belum ada ketentuan pasti. Di Universitas Muhammadiyah Surabaya mahasiswa dikatakan lulus jika mendapatkan nilai minimal C (setara dengan 56-60 untuk skala 0-100), yang dihitung dengan menggunakan rumus [(1 X A) + (2 X T) + (3 X UTS) + (4 x UAS)] : 10, dengan A adalah aktivitas, T adalah tugas, UTS adalah ujian tengah semester, dan UAS adala ujian akhir semester. Fakultas Ilmu Kesehatan UMSurabaya menggunakan standart nilai, sebagai berikut: Tabel 1. Standart Nilai mahasiswa di Fakultas Ilmu kesehatan UMSurabaya Angka Kriteria Score Nilai A Sangat Baik ≥ 80 AB Baik 70-79 B Baik 66-69 BC Cukup 60-65 C Cukup 55-59 D Kurang 45-54 E Sangat Kurang ≤ 44 (Sumber: Buku Panduan Akademik Fakultas Ilmu Kesehatan UMSurabaya, 2009)
8
Mahasiswa yang mendapatkan nilai E dan D wajib mengikuti ujian ulang sedangkan nilai BC dan C mahasiswa diberikan pilihan untuk mengikuti ujian perbaikan. Perbaikan nilai yang diberikan maksimal B dan atau naik maksimal dua tingkat. Suatu proses belajar mengajar dapat berjalan efektif bila seluruh komponen yang berpengaruh dalam proses belajar mengajar saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Indikator pencapaian tujuan pembelajaran salah satunya adalah prestasi belajar mahasiswa. Prestasi belajar mahasiswa merupakan hasil interaksi antara berbagai komponen yang terdapat di dalam pembelajaran.
4. Materi Pembelajaran Sosiologi keperawatan a.
Deskripsi Sosiologi Keperawatan merupakan bagian dari kelompok Mata Kuliah Kehidupan
Bermasyarakat (MBB). Fokus mata kuliah ini diantaranya: konsep kebudayaan, hubungan manusia, masyarakat dan budaya, religi dalam kehidupan bermasyarakat, permasalahan sosial, proses sosial dan interaksi sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, lapisan-lapisan masyarakat, kelompok sosial, lembaga kemasyarakatan, konsep keluarga, perilaku sehat-sakit masyarakat, dan implementasi sosial-budaya pada asuhan keperawatan. Kegiatan pembelajaran menggunakan pembelajaran model Jigsaw. b. Tujuan Setelah menyelesaikan cabang ilmu ini mahasiswa mampu memahami berbagai konsep dasar sosiologi keperawatan dan mengintegrasikannya ke dalam cabang ilmu keperawatan lain serta memodifikasi sesuai dengan perkembangan IPTEK keperawatan. c. Lingkup Bahasan 1) Konsep kebudayaan 2) Hubungan manusia, masyarakat dan budaya 3) Religi dalam kehidupan bermasyarakat 4) Permasalahan social 5) Proses sosial dan interaksi sosial 6) Perubahan sosial dan kebudayaan 7) Lapisan-lapisan masyarakat 8) Kelompok social 9) Lembaga kemasyarakatan 10) Konsep keluarga 11) Perilaku sehat-sakit masyarakat 12) Implementasi sosial-budaya pada asuhan keperawatan. d. Materi I: Konsep keluarga Pengertian Keluarga
9
Sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat,
banyak ahli memberikan definisi
tentang keluarga. Berikut ini akan dikemukakan lima pengertian keluarga. 1) Menurut Sayekti (1994), keluarga adalah ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis hidup bersama atau sendiri-sendiri, dengan atau tanpa anak sendiri atau anak adopsi, dan tinggal dalam suatu rumah tangga. 2) Menurut Bailon dan Maglaya (1978), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan. 3) Menurut Departemen kesehatan RI 1998, keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Sesuai dengan pengertian di atas maka, dapat di simpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah sebagai berikut: 1) Terdiri atas dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi 2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain 3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial sebagai suami, istri, anak, kakak, dan adik 4) Mempunyai tujuan menciptakan, mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota. Uraian di atas menunjukkan bahwa keluarga merupakan suatu sistem. Sebagai suatu sistem, keluarga mempunyai anggota di antaranya ayah, ibu, dan anak atau semua individu yang tinggal di dalam rumah tangga. Anggota keluarga saling berinteraksi, interelasi, dan interdependensi untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan sistem yang terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh supra sistemnya, yaitu lingkungan atau masyarakat dan sebaliknya sebagai subsistem dari lingkungan atau masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting peran dan fungsi keluarga dalam membentuk individu sebagai anggota masyarakat yang sehat biopsiko-sosial dan spiritual. Jadi, sangatlah tepat bila keluarga sebagai titik sentral pelayanan keperawatan. Keluarga yang sehat akan mempunyai anggota yang sehat dan akan mewujudkan masyarakat yang sehat. Sebuah keluarga harus terbentuk atas dasar perkawinan yang sah. Hal ini merupakan tradisi dan adat yang harus di junjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Pemerintah melalui PP No. 21 tahun 1992 telah mengatur dan menetapan bahwa terbentuknya keluarga harus berdasar atas perkawinan yang sah. Struktur Dan Tipe Keluarga
Berbagai Macam Struktur Keluarga Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, di antaranya adalah sebagai berikut. 1) Patrilineal. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah
10
dalam beberapa generasi, hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. 2) Matrilineal. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. 3) Matrilokal. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri. 4) Patrilokal. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami. 5) Keluarga kawinan. Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudar yang menjadi bagian kelaurga karena adanya hubungan dengan suami-istri. Menurut Friedmen (1988) struktur keluarga terdiri atas: a. pola dan proses komunikasi; b. struktur peran; c. struktur kekuatan dan struktur nilai; d. norma. Struktur keluarga oleh Friedman digambarkan sebagai berikut.
Struktur Komunikasi
Struktur Peran
Struktur Kekuatan
Struktur Nilai dan Norma
Gambar 2. Struktur keluarga Sumber (Friedman, 1988)
1)
Struktur Komunikasi Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara jujur, terbuka,
melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada hirarki kekautan. Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan balik. Penerima pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan valid. Sebaliknya, komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila
tertutup,
adanya issue atau gosip negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang issue dan pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), tidak terjadi komunikasi dan kurang atau tidak valid. 2)
Struktur Peran Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial
yang diberikan. Pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal. 3)
Struktur Kekuatan Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi, atau
merubah perilaku orang lain. hak (legitimate power), ditiru (referent power), keahlian (expert power), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan affektif power. 4)
Struktur Nilai dan Norma
11
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
Tipe Keluarga Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagi macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu memahami dan mengetahui berbagi tipe keluarga. 1) Tradisional Nuclear. Keluarga Inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan, anak yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah. 2) Extended family. Extended family adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan lain sebagainya. 3) Reconstituted Nuclear. Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah. 4) Niddle Age/Aging Couple. Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua-duanya bekerja
di
rumah,
anak-anak
sudah
meninggalkan
rumah
karena
sekolah/perkawinan/meniti karir. 5) Dyadic Nuclear. Suami-istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya/salah satu bekerja di luar rumah. 6) Single Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan anakanaknya dapat tinggal di rumah/di luar rumah. 7) Dual Carrier. Suami-istri atau keduanya orang karir dan tanpa anak. 8) Commuter Married. Suami-istri/keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu. 9) Single Adult. Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk kawin. 10) Three Generation. Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah. 11) Institusional. Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti. 12) Comunal. Satu rumah terdiri dari dua/lebih pasangan yang monogami dengan
anak-
anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas. 13) Group Marriage. Satu perumahan terdiri atas orang tua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak. 14) Unmaried Parent and Child. Ibu dan anak di mana perkawinan tidak dikehendaki,
12
anaknya diadopsi. 15) Cohibing Cauple. Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.
Dari berbagai macam tipe kelaurga tersebut, maka secara umum di negara Indonesia dikenal dua tipe keluarga yaitu tipe keluarga tradisional dan tipe keluarga non tradisional. Termasuk tipe keluarga tradisional adalah keluarga inti, extended family, single parent, keluarga usila, dan single adult. Sedangkan yang termasuk dalam tipe keluarga extended family adalah commune family, yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah, orang tua atau ayah ibu yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak yang hidup bersama dalam satu rumah tangga, dan keluarga homoseksual yaitu dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah tangga. Di Indonesia dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1992 disebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari suami-istri dan anak atau ayah/ibu dan anak. Dalam konteks pembangunan, di Indonesia bertujuan menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Keluarga sejahtera dalam Undang-undang No. 10 tahun 1992 disebut sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, dan mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, seimbnag antar anggota dan dengan masyarakat. Tugas Dan Fungsi Keluarga Secara umum terdapat dua tugas dan fungsi keluarga, yaitu
keluarga sebagai unit
pelayanan dan keluarga sebagai sistem masyarakat.
1) Keluarga Sebagai Unit Pelayanan Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling memengaruhi, masalah kesehatan anggota keluarga akan memengaruhi kelaurga yang lain atau masyarakat secara keseluruhan. 2) Alasan keluarga sebagai unit pelayanan
a) Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang dapat dijadikan sebagai gambaran dari manusia. b) Perilaku keluarga dapat menimbulkan masalah kesehatan, tetapi dapat pula mencegah masalah kesehatan dan menjadi sumber daya pemecah masalah kesehatan.
13
c) Masalah kesehatan di dalam keluarga akan saling memengaruhi terhadap individu dalam keluarga. d) Keluarga
merupakan
lingkungan
yang
serasi
untuk
mengembangkan potensi tiap individu dalam keluarga. e) Keluarga merupakan pengambil keputusan dalam mengatasi masalah. f) Keluarga merupakan saluran yang efektif dalam menyalurkan dan mengembangkan kesehatan kepada masyarakat. 3) Siklus penyakit dan kemiskinan dalam keluarga Pemberian asuhan keperawatan keluarga harus lebih ditekankan pada keluarga-keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah. Alasannnya adalah keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah umumnya berkaitan dengan ketidakmampuan, ketidaktahuan, dan ketidakmauan dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga mereka terhadap gizi, perumahan dan lingkungan yang sehat, pendidikan, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Semua ini akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Berdasarkan survey yang dilaksanakan oleh Biro Pusat Statistik akhir Desember tahun 1998 menunjukkan bahwa keluarga miskin di Indonesia sekitar 24, 2%. Mayoritas masyarakat Indonesia masih tergolong miskin dan GNP per kapitanya hanya bisa disejajarkan dengan Vietnam. Jika berpedoman pada kriteria Word Bank dengan patokan makan USD 2 per orang per hari, maka jumlah penduduk miskin sebesar 49,5% atau 108 juta orang dari 220 juta penduduk Indonesia. Jika berpedoman pada Badan Pusat Statistik (BPS) dengan patokan makan hanya Rp 170 ribu per bulan per orang, jumlah penduduk miskin hanya 37,7 juta orang. Namun ada pendapat lain bahwa angka kemiskinan versi BPS hanya mencapai 16,5% atau turun drastis dibanding dengan awal tahun 1998 saat krisis ekonomi yaitu mencapai 24,2%. Di Jawa Timur berdasarkan persentase penduduk miskin terhadap jumlah penduduk di Jawa Timur 17,9% dari total jumlah penduduk 26 juta jiwa, dengan demikian di Jawa Timur terdapat penduduk miskin 5 juta jiwa. Kecenderungan tingginya keluarga miskin di Indonesia akibat adanya krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia termasuk Indonesia. Keluarga miskin adalah keluarga yang dibentuk secara sah, yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup material yang layak khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, sandang, dan pangan. Di Negara Indonesia pada tahun 2000 Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah menetapkan 9 indikator keluarga miskin yaitu.
a) Tidak bisa makan dua kali sehari atau lebih. b) Tidak bisa menyedikan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang satu minggu sekali.
14
c) Tidak bisa memiliki pakaian yang berbeda untuk setiap aktivitas. d) Tidak bisa memperoleh pakain baru minimal satu stel setahun sekali. e) Bagian terluas lantai rumah dari tanah. f) Luas lantai rumah kurang dari 8 m² untuk setiap penghuni rumah. g) Tidak ada anggota kelaurga yang berusia15 tahun mempunyai penghasilan tetap. h) Bila anak sakit /PUS ingin ber-KB tidak bisa ke fasilitas kesehatan. i) Anak berumur 7 sampai 15 tahu tidak bersekolah.
Beban Kasus Keluarga Beban kasus keluarga (family case load) adalah jumlah kasus dalam keluarga yang ditangani oleh seorang perawat dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya keluarga yang ditangani oleh perawat adalah keluarga yang mempunyai masalah dan kebanyakan keluarga ini adalah keluarga dengan penghasilan yang rendah. Hal ini dapat dimengerti karena kebutuhan akan pelayanan dan bimbingan perawatan lebih tinggi pada kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Siklus penyakit dan kemiskinan dalam keluarga dapat digambarkan sebagai berikut.
Penghasilan Rendah
Produktivitas Berkurang
Kecenderungan terjadi: Sanitasi Jelek Gizi Kurang Pendidikan Rendah Kebiasaan Kesehatan
Gambar 3. Beban kasus keluarga Sumber: Mashudi, S. 2009 Tubuh menjadi lebih rentan terhadap penyakit
Daya tahan tubuh terhadap penyakit ¯
4) Keluarga Sebagai Sistem Masyarakat Keluarga merupakan unit pelayanan dasar di masyarakat dan juga merupakan perawat utama dalam anggota keluarga. Keluarga akan berperan banyak terutama dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan oleh anggota keluarga. Sebagai satu sistem di dalam keluarga akan terjadi interaksi, interelasi,
15
dan interdependensi antara sub-sub sistem keluarga. Dengan kata lain jika salah satu anggota keluarga mengalami gangguan,, maka sistem keluarga secara keseluruhan akan terganggu. Keluarga sebagai sistem mempunyai karakteristik dasar yang dapat dikelompokkan sebagai berikut. 1)
Keluarga sebagai sistem terbuka, sebab. a)
Dalam keluarga terjadi saling tukar menukar materi, energi, dan informasi dengan lingkungannya.
b)
Keluarga berinteraksi dengan lingkungan fisik, sosial, dan budaya.
c)
Keluarga yang terbuka mau menerima gagasan-gagasan informasi, teknik, kesempatan, dan sumber-sumber baru untuk menyelesaikan masalah.
d)
Mempunyai kesempatan dan mau menerima atau memperhatikan lingkungan (masyarakat) sekitarnya atau sistem yang dipengaruhi oleh lingkungan atau adanya interaksi antar sistem tersebut dengan lingkungannya melalui batasan-batasan atau filter yang semipermiabel sehingga pengaruh lingkungan dapat ditapis. Batasanbatasan ini dikenal dengan norma-norma atau nilai-nilai keluarga.
e)
Sebagai sistem terbuka keluarga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal sebagi berikut.
Hukum Sosial Komunikasi Sistem Keluarga
Pendidikan
Kesehatan
Politik Gambar 4. Keluarga dan lingkungan eksternal Agama (Friedman, 1986)
Akibat interaksi tersebut, norma-norma keluarga dapat berkembang sesuai dengan keunikan atau pengalaman masing-masing keluarga dalam menerima pengaruh lingkungan. 2)
Keluarga sebagai sistem tertutup, sebab.
16
a)
Memandang perubahan sebagai sesuatu yang membahayakan, orang asing tidak dipercaya dan dipandang membahayakan.
b)
Tipe keluarga bersifat kaku, akibatnya kejadian dalam keluarga menjadi konstan dan dapat dipredikasi.
c)
Mempertahankan stabilitas dan tradisi.
d)
Sistem yang kurang mempunyai kesempatan, kurang mau menerima atau memberi perhatian kepada lingkungan (masyarakat) sekitarnya.
Tugas dan Fungsi Keluarga Menurut Perawat Bagi para profesional kesehatan keluarga, fungsi perawatan kesehatan merupakan pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga. Guna menempatkan dalam sebuah persektif, fungsi ini merupakan salah satu fungsi keluarga yang memerlukan penyediaan kebutuhan-kebutuhan fisik seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan. Jika dilihat dari perspektif masyarakat, keluarga merupakan sistem dasar di mana perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur, dilaksanakan, dan diamankan. Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersamasama merawat anggota keluarga yang sakit. Lebih jauh lagi keluarga mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para profesional perawatan kesehatan. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan, dan memelihara kesehatan. Keluarga melakukan praktik asuhan kesehatan untuk mencegah terjadinya gangguan atau merawat anggota yang sakit. Keluarga haruslah mampu menentukan kapan meminta pertolongan kepada tenaga profesional ketika salah satu anggotanya mengalami gangguan kesehatan. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan akan memengaruhi tingkat kesehatan keluarga dan individu. Tingkat pengetahuan keluarga terkait konsep sehat-sakit akan memengaruhi perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Misalnya sering ditemukan keluarga yang menganggap diare sebagai tanda perkembangan, imunisasi menyebabkan penyakit (anak menjadi demam), mengkonsumsi ikan menyebabkan cacingan. Kesanggupan keluarga melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan dengan baik berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Selain keluarga mampu melaksanakan fungsi dengan baik, keluarga juga harus mampu melakukan tugas kesehatan keluarga. Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut: 1) mengenal masalah kesehatan keluarga; 2) membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat; 3) memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit; 4) mempertahankan suasana rumah yang sehat; dan 4) menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. 1) Mengenal masalah kesehatan keluarga Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang
17
dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga perlu mencatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya. 2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan maka keluarga dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tempat tinggalnya.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga masih merasa menagalami keterbatasan maka anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki keamampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama. 4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat. Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota keluarga sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan, keindahan, ketentraman, dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga. 5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Keluarga atau anggota keluarga apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan untuk memecahkan problem yang dialami anggota keluarga sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit. Kelima tugas keluarga tersebut saling terkait dan perlu dilakukan oleh keluarga, seorang perawat yang melaksanakan proses keperawatan keluarga perlu mengkaji sejauhmana keluarga mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik dan memberikan bantuan atau pembinaan terhadap keluarga untuk memenuhi tugas kesehatan keluarga. Kelima tugas keluarga tersebut oleh perawat dijadikan etiologi dari diagnosis keperawatan keluarga. Terdapat tujuh tugas pokok sebuah keluarga, di antaranya adalah sebagai berikut: 1) berupaya memelihara sumber daya yang ada dalam keluarga; 2) mengatur tugas masing-masing anggota: 3) melakukan sosialisasi antaranggota keluarga; 4) melakukan pengaturan jumlah anggota keluarga yang diinginkan; 5) memelihara ketertiban anggota keluarga; 6) penempatan
18
anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas; 7) mendorong dan membangkitkan semangat para anggota keluarga. Perkembangan Keluarga Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga. Perkembangan keluarga meliputi perubahan pola interaksi dan hubungan antara anggotanya di sepanjang waktu. Siklus perkembangan keluarga merupakan komponen kunci dalam setiap kerangka kerja yang memandang keluarga sebagai suatu sistem. Perkembangan ini terbagi menjadi beberapa tahap atau kurun waktu tertentu. Pada setiap tahapnya keluarga memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses. Kerangka perkembangan keluarga menurut Evelyn Duvall memberikan pedoman untuk memerikasa dan menganalisis perubahan dan perkembangan tugas-tugas dasar yang ada dalam keluarga selama siklus kehidupan mereka. Tingkat perkembangan keluarga ditandai oleh umur anak yang tertua. Keluarga dengan anak pertama berbeda dengan keluarga dengan remaja. Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama. Berikut adalah tahap-tahap perkembangan keluarga, di antaranya adalah: a. tahap I pasangan baru atau keluarga baru (berginning family); b. tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama (child- bearing); c. tahap III keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool); d. tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with school children); e. tahap V keluarga dengan anak remaja (families with teenagers) f. tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center families) g. tahap VII keluarga usia pertengahan (middle age families) h. tahap VIII keluarga lanjut usia. Peran Perawat Keluarga Sebagai upaya untuk memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarganya sehingga keluarga mampu melakukan fungsi dan tugas kesehatan, Friedman menyatakan bahwa keluarga diharapkan mampu mengidentifikasi 5 fungsi dasar keluarga di antaranya: fungsi afektif, sosialisasi, reproduksi, ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga.. Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga antara lain. a.
Pendidik (educator) Perawat kesehatan keluarga harus mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarganya. Kemampuan pendidik perlu didukung oleh kemampuan memahami bagaimana keluarga dapat melakukan proses belajar mengajar.
19
Secara umum tujuan proses pembelajaran adalah untuk mendorong perilaku sehat atau mengubah perilaku yang tidak sehat. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk peningkatan kesehatan dan penanganan penyakit serta membantu keluarga untuk mengembangkan keterampilan penyelesaian masalah yang sedang dialami atau dibutuhkan. Di samping hal-hal di atas perawat kesehatan keluarga juga melakukan bimbingan antisipasi kepada keluarga sehingga dapat terwujud keluarga yang sejahtera, bertanggung jawab memberikan pendidikan keperawatn keluarga kepada sesama perawat dan tim kesehatan lain. b.
Koordinator (coordinator) Menurut American National Assosiation (ANA), praktik keperawatn komunitas merupakan praktik keperawatan yang umum, menyeluruh, dan berlanjut.
Keperawatan
berkelanjutan dapat dilaksanakan jika direncanakan dan dikoordinasikan dengan baik. Koordinasi merupakan salah satu peran utama perawat yang bekerja dengan keluarga. Klien yang pulang dari Rumah Sakit memerlukan perawatan lanjutan di rumah, maka diperlukan koordinasi lanjutan asuhan keperawatan di rumah. Program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin pada keluarga perlu pula dikoordinasikan agar tidak terjadi tumpang-tindih dalam pelaksanaannya. Koordinasi diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar tercapai pelayanan yang komprehensif.
c.
Pelaksana perawatan dan pengawas perawatan langsung Kontak pertama perawat kepada keluarga dapat melalui anggota keluarganya yang sakit. Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik maupun di rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung atau mengawasi keluarga memberikan perawatan pada anggota yang sakit di Rumah Sakit, perawat melakukan perawatan langsung atau demonstrasi asuhan yang disaksikan oleh keluarga dengan harapan keluarga mampu melakukannya di rumah, perawat dapat mendemonstrasikan dan mengawasi keluarga melakukan peran langsung selama di rumah sakit atau di rumah oleh perawat kesehatan masyarakat.
d.
Pengawas kesehatan Perawat mempunyai tugas melakukan home visit yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.
e.
Konsultan atau penasihat Perawat sebagai nara sumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Hubungan perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya dengan demikian keluarga mau meminta nasihat kepada perawat tentang masalah yang bersifat pribadi. Pada situasi ini perawat sangat dipercaya sebagai nara sumber untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga.
f.
Kolaborasi
20
Perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayanan rumah sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal. g.
Advokasi Keluarga seringkali tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai di masyarakat, kadang kala keluarga tidak menyadari mereka telah dirugikan, sebagai advokat klien, perawat berkewajiban melindungi hak keluarga. Misalnya keluarga dengan sosial ekonomi lemah yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka perawat dapat membantu keluarga mencari bantuan.
h.
Fasilitator Peran perawat komunitas di sini adalah membantu keluarga
meningkatkan derajat
kesehatannya. Keluarga sering tidak dapat menjangkau pelayanan kesehatan karena berbagai kendala yang ada. Kendala yang sering dialami keluarga adalah keraguan dalam menggunakan pelayanan kesehatan, masalah ekonomi, dan masalah sosial budaya. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat komunitas harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan, misalnya sistem rujukan dan dana sehat. i.
Penemu kasus Peran perawat komunitas yang juga sangat penting adalah mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini sehingga tidak terjadi ledakan penyakit atau wabah.
j.
Modifikasi lingkungan Perawat komunitas harus dapat memodifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang sehat.
e. Materi II: Perilaku Sehat-sakit Masyarakat Pengertian Sehat
Sebelum kami membahas lebih jauh tentang perilaku sehat masyarakat, akan kami uraikan tentang pengertian sehat menurut WHO.Menurut WHO (1947) sehat merupakan suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial tidak hanya bebes dari penyakit atau kelemahan. Dari definisi ini, terdapat tiga karakteristik utama tentang sehat di antaranya adalah: 1) merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia; 2) memandang sehat dalam kontes lingkungan internal dan ekternal; 3) sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif. Seorang yang sehat akan berusaha untuk memertahankan kesehatannya dengan selalu beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Sehat merupakan keadaan rentang antara sehat sempurna dan keadaan sebelum timbulnya gejala penyakit, digambarkan sebagai proses. Proses di sini dapat diartikan sebagai usaha adaptasi individu terhadap lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya.
21
Indikator sehat positif menurut WHO di antaranya adalah: 1)tidak terdapat kelainan; 2) kemampuan fisik seseorang (aerobik, ketahanan, kekuatan, dan kelenturan sesuai umur); 3) penilai kesehatan; 4) indeks masa tubuh. Sebagai konsekuensi dari konsep sehat ini maka, seorang individu dikatakan sehat jika: 1) tidak sakit (bahagia secara rohani); 2) tidak cacat (sejahtera secara sosial); 3) tidak lemah (kuat secara jasmani). Secara aktual sumber-sumber perawatan diri mencangkup pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu. Sedangkan penjamin tindakan perawatan diri individu berupa perilaku yang sesuai dengan tujuan, hal ini diperlukan untuk memeperoleh, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi psikososial dan spritual. Perilaku Sakit
Sebelum dibahas lebih jauh tentang perilaku sakit masyarakat, akan diuraikan tentang pengertian perilaku sakit. 1) Perilaku sakit menurut Notoatmojo dan (1986), perilaku sakit merupakan tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu. 2)
Perilaku sakit menurut Mechanic dan Volkhart (1961), perilaku sakit adalah suatu cara gejala penyakit ditanggapi oleh individu sebagai perasaan tidak nyaman.
3)
Perilaku sakit menurut von Mering (1970) perilaku sakit adalah usaha individu dalam usahanya untuk mengurangi penyakitnya dengan terlibat dalam serangkaian proses pemecahan masalah baik internal maupun eksternal, spesifik maupun nonspesifik. Seperti yang selama ini dapat kita pikirkan bahwa istilah sakit memiliki pengertian bahwa
perasaan kita sedang tidak nyaman, tidak menyenangkan, dan hal ini akan berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup.
Beberapa Faktor Penyebab Sakit Beberapa
faktor penyebab seseorang menjadi sakit, di antaranya adalah: 1) adanya
penyakit; 2) manusia; 3) lingkungan; 4) perkembangan 5) sosial kultur; 6) pengalaman masa lalu; 7) keturunan; 8) pelayanan. 1) Penyakit adalah istilah medis yang digambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang mengakibatkan berkurangnya suatu kapasitas tertentu. a)
Faktor dari dalam tubuh (Endogen). Faktor yang tidak terlihat dengan jelas, merupakan faktor yang datang dari lahiriah seseorang serta dapat berasal dari faktor genetik (turunan).
b) Faktor dari luar trubuh (eksogen). Mekanis
= Jatuh, luka.
22
Fisis
= Panas, dingin karena aliran listrik.
Kimia
= Keracunan zat kimia atau defisiasi nutrisi.
2) Manusia Manusia sebagai organisme hidup memiliki suatu sistem kekebalan tubuh terhadap benda asing atau sistem imun. Sistem imun terbentuk sejak manusia berada dalam kandungan yang dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh dari sang Ibu, terus berkembang sejak dilahirkan dan didukung dengan menurun sehingga tubuh tidak mampu melawan datangnya benda asing ke dalam tubuh atau suatu penyakit 3) Lingkungan Lingkungan hidup merupakan faktor yang sangat menentukan dan sangat memengaruhi kesehatan manusia karena lingkungan hidup yang bersih dan sangat menunjang kasehatan hidup manusia. 4) Perkembangan Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor perkembangan yang mempunyai arti bahwa perubahan status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, mengingat proses perkembangan dimulai dari bayi sampai usia lanjut.yang memiliki pemahaman dan respons terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Respons dan pemahaman inilah yang dapat memengaruhi status kesehatan seseorang. 5) Sosial Kultur Sosial kultur mampu memengaruhi proses perubahan status kesehatan seseorang. Hal ini dapat memengaruhi persepsi atau keyakinan individu sehingga dapat menimbulkan perubahan dalam perilaku kesehatan. misalnya seorang yang memiliki lingkungan tempat tinggal yang kotor, namun jarang mengalami sakit akan beranggapan bahwa mereka dalam keadaan sehat. Persepsi ini akan mengganggu proses perubahan status kesehatan, hal ini dapat dianggap sebagai masalah kesehatan. 6) Pengalaman Masa Lalu
Pengalaman kesehatan yang tidak diinginkan atau pengalaman kesehatan yang buruk akan berdampak pada perilaku kesehatan. Misalnya seorang yang mengalami diare menyebabkan dirinya masuk rumah sakit. Pengalaman sakit diare yang tidak menyenangkan ini akan berdampak pada perilaku individu untuk berupaya tidak mengulangi perilaku yang kurang sehat dengan melakukan pencegahan terhadap hal-hal yang dapat meyebabkan diare. 7) Keturunan Memberikan pengaruh terhadap status kesehatan seseorang mengingat potensi perubahan status kesehatan telah dimiliki melalui faktor genetik
23
walaupun tidak terlalu besar tetapi memengaruhi respons terhadap berbagai penyakit. 8) Pelayanan Faktor penyebab sakit yang terakhir adalah adanya pelayan kesehatan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang terlalu jauh atau kualitas pelayanan yang kurang sesuai dengan standar pelayanan yang ada dapat memengaruhi masyarakat dalam memilih pelayanan kesehatan. Bagi penduduk di daerah terpencil yang jauh dari pelayanan kesehatan mereka akan cenderung enggan untuk memeriksakan diri apabila ada keluarga yang mengalami sakit. Demikian pula pelayanan kesehatan yang kurang standar akan membuat masyarakat beralih ke sistem pelayanan kesehatan yang lain.
Hubungan Anara Penyakit dan Keadaan Sakit Penyakit dan keadaan sakit merupakan dua istilah yang berbeda. Penyakit (diseases) merupakan konsep medis terkait abnormalitas dari tubuh seseorang yang dapat dilihat berdasarkan tanda dan gejalanya (sign and simtom). Sedangkan keadaan sakit (illness) merupakan perasaan seseorang yang merasa terganggu terhadap status kesehatannya, tampak dari keluhan sakit yang dirasakan seperti tidak enak badan, merasa dingin dan lain sebagainya. Sangat mungkin seseorang yang tidak sakit merasa dirinya sakit, dan sebaliknya seseorang yang sakit merasa sehat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sakit adalah berasa tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena menderita sesuatu (demam, sakit perut, dan sebagainya). Sedangkan penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya gangguan pada makhluk hidup; gangguan kesehatan yg disebabkan oleh bakteri, virus, atau kelainan sistem faal atau jaringan pada organ tubuh (pada makhluk hidup); kebiasaan yang buruk; sesuatu yg mendatangkan keburukan.
penyakit
ada tidak ada
ya keadaan sakit
tidak
24
Gambar 5. Hubungan antara penyakit dan keadaan sakit (Field, 1953)
berdasarkan definisi di atas tampak bahwa penyakit dan keadan sakit merupakan dua istilah yang berbeda. Penyakit menunjukkan sesuatu yang objektif terlihat adanya kerusakan, sedangkan keadaan sakit lebih bersifat subjektif dan berkaitan dengan akibat dari suatu penyakit. Seseorang dikatakan sakit jika terdapat gangguan pada fisik maupun psikisnya sehingga berpengaruh terhadap biopsikososial dan spiritual. Dengan demikian keadaan sakit ditunjukkan oleh keadaan perasaan yang nyata, pengkajian oleh perawat disebut symtoms, akan tetapi dihadapi klien secara nyata yang biasanya dilebih-lebihkan. Terdapat empat kemungkinan pada individu terkait dengan penyakit dan keadaan sakit (Gambar 5). Pertama, seseorang yang merasa sakit dan memang terdapat tanda adanya penyakit. Kedua, seseorang yang merasa sakit tetapi tidak terdapat tanda dan gejala sakit. Ketiga, seseorang yang merasa tidak sakit tetapi terdapat tanda dan gejala penyakit. Keempat, seorang yang merasa tidak sakit dan tidak terdapat tanda-gejala penyakit. Persepsi Masyarakat Tentang Sehat-Sakit Persepsi sehat-sakit yang berbeda antara masyarakat dan perawat dapat menimbulkan permasalahan. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu terhadap penyakit serta terkait dengan sosial-budaya masyarakat setempat. Budaya masyarakat Jawa dan Madura dalam mencari pengobatan sangat berbeda. Masyarakat Jawa terkadang lebih memilih berobat pada ”orang pintar” kedukun daripada ke dokter atau masyarakat madura yang lebih meminta disuntuik dua kali saat berobat ke mantri, semua ini didasari atas persepsi masyarakat dalam mencari pengobatan ketika mereka sakit. Menurut Sudarti (1988) individu yang merasa penyakitnya disebabkan oleh makhluk halus, akan mencari ”orang pintar” atau dukun yang dianggap mampu mengusir makhluk halus yang dipersepsikan sebagai penyebab sakit. Perbedaan seperti ini biasanya menimbulkan masalah tersendiri bagi perawat atau petugas kesehatan dalam menerapkan program kesehatan. Penyakit merupakan sesuatu yang bersifat objektif sedangkan sakit lebih bersifat subjektif. Pengalaman sakit lebih menekankan akan perasaan tidak enak, merasa sakit atau terdapat kekurangan pada individu yang merasa sakit. Menyimak uraian hubungan antara sakit dan penyakit di atas (Gambar 11.1) kemungkinan seseorang yang sakit merasa sehat dan sebaliknya seseorang yang merasa sakit merasa tidak terdapat penyakit pada dirinya. Di negara-negara Eropa atau Amerika yang tergolong sebagai negara maju, memiliki kesadaran kesehatan yang cukup tinggi. Masyarakat di negara maju ini cenderung takut terkena penyakit, sehingga jika merasa terdapat kelainan pada tubuh mereka, maka akan segera pergi ke pelayanan kesehatan, padahal
25
setelah diperiksa secara saksama oleh perawat dan dokter tidak terdapat kelainan. Keluhan psikosomatis seperti ini lebih banyak dirasakan oleh masyarakat negara maju atau orang kaya daripada negara berkembang atau masyarakat marginal. Keadaan sakit sangat terkait dengan subjektivitas seseorang. Sesuai dengan persepsi yang subjektif tentang sakit dan penyakit maka, Notoatmojo dan Sarwono (1986), memberikan penilaian tentang kondisi kesehatan individu ke dalam delapan golongan.
Tabel 2. Status kesehatan individu Tingkat
Dimensi sehat Medis Sosial Baik Baik Baik Baik Baik Sakit Baik Sakit Sakit Baik Sakit Baik Sakit Sakit Sakit Sakit Sumber: Notoatmojo dan Sarwono (1986)
Psikologi Baik Sakit Baik Sakit Baik Sakit Sehat Sakit
Normally well Pessimistic Socially iil Hypocondriacal Medically iil Martyr Optimistic Seriously iil
Bagi seorang perawat pemahaman tentang sejarah alamiah penyakit (natural history of diseases) sangat diperlukan. Sejarah alamiah penyakit menunjukkan (Gambar 11.2) mula-mula (1) individu (host) kontak pertama dengan penyakit (agen), agen akan mengalami inkubasi pada tubuh host. Selama periode ini (a) pada host terjadi perubahan secara patologis yang tidak atau belum dirasakan oleh host. Pada saat sampai pada titik (2) mulai timbul tanda dan gejala klinis yang dirasakan oleh individu. Individu mulai mencari perawat atau dokter untuk mengatasi keluhan penyakit yang dirasakan individu. Ketika individu menjalani proses penyembuhan penyakit maka akan ada tiga kemungkinan di antaranya adalah: 1) individu akan sembuh total; 2) individu akan cacat, terdapat gejala sisa; 3) individu akan meninggal dunia.
primer
sekunder
1
tersier 2
a
b
Gambar 6. Level pencegahan penyakit Sumber: Mashudi, S. (2009).
Terdapat tiga level pencegahan yang dilakuakn oleh perawat untuk membantu masyarakat, yaitu pencegahan level primer, sekunder dan tersier. Pencegahan level pertama atau primer dilakukan oleh perawat untuk mencegah timbulnya penyakit. Perawat dengan kompetensi yang dimiliki berusaha menyadarkan masyarakat untuk selalu hidup sehat, mencegah lebih baik daripada mengobati. Berbagai usaha dilakukan oleh perawat untuk menyadarkan masyarakat agar
26
berperilaku hidup sehat, mulai dari penyuluhan, menempel iklan layanan kesehatan sampai mengelar talk show serta seminar. Menurut penulis kendala yang dihadapi perawat saat melakukan pencegahan primer ini adalah dukungan pemerintah yang kurang optimal. Pencegahan sekunder dapat dilakukan oleh perawat dan petugas kesehatan dengan melakukan deteksi dini (screening) terhadap suatu penyakit. Misalnya deteksi dini kanker serviks, deteksi dini hepatitis B, deteksi dini flu babi, dan lain-lain. Adanya kampanye deteksi dini penyakit diharapkan masyarakat sadar akan status kesehatannya. Harapan penulis pada level pencegahan sekunder ini pemerintah memberikan diskon khusus agar masyarakat lebih teratur memeriksakan kesehatannya. Level pencegahan ketiga adalah saat individu sudah merasa sakit. Intervensi keperawatan pada level ini perawat perlu berkolaborasi dengan petugas kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, fisioterapi dan petugas kesehatan lain. Menurut penulis usaha pemerintah untuk mendukung dan mengatasi pencegahan pada level ini sangat besar. Berbagai rumah sakit negeri sampai level puskesmas mendukung program pemerintah ini,
bagi masyarakat kurang mampu pemerintah telah mengalokasihan
sejumlah dana untuk memberikan pengobatan gratis bagi warganya. Guna mensejahterakan dan menyehatkan masyarakat Indonesia, sudah saatnya pemerintah mulai mendukung usaha-usaha pencegahan level pertana, primer.
Peran Perawat Dalam Mengubah Perilaku Hidup Sehat Masyarakat Menurut Blum (1974) perilaku memiliki peran besar dalam usaha memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan daripada
penyediaan sarana
kesehatan. Penyedian sarana kesehatan tidak akan berguna jika
masyarakat
dengan untuk memanfaatkan sarana kesehatan tersebut. Guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan fasilitas kesehatan yang telah disediakan diperlukan peran perawat atau petugas kesehatan untuk memberikan pendidikan kesehata. Pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat mencakup tiga level pencegahan penyakit di antaranya adalah promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi. Adanya pendidikan kesehatan oleh perawat diharapkan terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik pada masyarakat.
Genetik
Lingkungan
Status kesehatan
Perilaku
Pelayanan kesehatan
27
Gambar 7. Teori Blum. Sumber: Mashudi, S (2009).
Menurut Notoatmodjo dan Sarwono (1986), terdapat tiga macam cara yang dapat digunakan perawat dalam merubah perilaku masyarakat di antaranya adalah: 1) menggunakan kekuasaan atau kekuatan; 2) memberikan informasi 3) mengadakan diskusi dan partisipasi. Perawat dalam merubah perilaku masyarakat dapat menggunakan kekuasaan atau kekuatan. Seseorang dapat berubah perilakunya dengan melakukan paksaan. Masyarakat dapat diancam dengan hukuman jika melanggar atau diberikan hadiah jika menaati peraturan yang telah disepakati bersama. Walaupun mengubah perilaku dengan paksaan terkadang kurang efektif, untuk masyarakat golongan marginal cara ini biasanya lebih efektif. Perawat dalam merubah perilaku masyarakat dengan cara memberikan informasi kepada masyarakat. Pemberian informasi kepada masyarakat yang paling sering adalah informasi cara hidup sehat dan pencegahan penyakit level pertama dan kedua. Pemberian informasi ini diharapkan masyarakat memiliki pengetahuan yang lebih baik sehingga terjadi perubahan perilaku. Pemberian informasi kepada masyarakat melalui penyuluhan merupakan cara yang paling baik, akan tetapi cara ini membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Perawat dalam mengubah perilaku masyarakat dengan cara mengadakan diskusi dan partisipasi dengan masyarakat. Adanya diskusi dan partisipasi masyarakat dan perawat menunjukkan bahwa masyarakat sebagai subjek dari pelayanan kesehatan. Perawat bersama masyarakat duduk bersama merumuskan masalah yang dihadapi serta menentukan bagaimana pemecahan masalah tersebut.
28
Kegiatan ini sering dilaksanakan oleh perawat komunitas dan dipercaya sangat efektif dalam memberdayakan masyarakat. Salah satu teori perubahan perilaku yang sering digunakan sebagai acuhan perawat adalah teori adopsi inovasi Rogers. Teori yang dikembangkan oleh Roger dan Shoemaker (1971) menjelaskan lima tahap dalam proses adopsi inovasi, di antaranya adalah 1) mengetahui (awarness); 2) perhatian (interest); 3) memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba (trial); 5) setuju untuk menerima (adoption), atau dikenal sebagai AIETA (awarness, interest, evaluation, trial, adoption). Roger percaya bahwa perubahan yang efektif tergantung pada individu yang terlibat, tertarik, dan selalu berupaya untuk bekerja dan melaksanakan perubahan. Perilaku kesehatan (-)
Intervensi awarness interest evaluation trial adoption
Perilaku kesehatan (-)
Perilaku kesehatan (+)
Gambar 8. Teori adopsi inovasi Rogers. Sumber: Mashudi, S (2009). Sebagai salah satu tenaga kesehatan, perawat akan selalu berusaha melakukan intervensi jika terdapat penyimpangan perilaku hidup pada masyarakat. Melalui intervensi yang telah dirancang oleh perawat mula-mula individu menerima informasi dan ide baru (tahap awarness). Pengetahuan dan ide baru akan menimbulkan minat terhadap individu (tahap Interest). Perawat akan berusaha untuk meningkatkan motivasi terhadap ide baru yang telah diberikan kepada individu tersebut (tahap evaluation). Melalui dukungan yang diberikan oleh perawat, individu yang menerima ide baru akan berusaha mencoba menerapkan ide baru tersebut (tahap trial). Jika ide baru tersebut menguntungkan individu maka hal ini akan berusaha dipertahankan oleh individu (tahap adoption).
Walaupun terkadang perilaku hidup sehat individu belum
terbentuk, seiring dengan berjalannya waktu, hal ini akan berubah jika didukung oleh suasana lingkungan kondusif.
29
B. Penelitian Yang Relevan 1.
Chusnal ainy (2000) dalam penelitianya yang berjudul “model pembelajaran kooperatif jigsaw dalam pengajaran matematika SD” hasil penelitian ini adalah model penelitian kooperatif jigsaw efektif untuk proses pembelajaran pada materi pokok luas dan keliling di kelas V Sekolah Dasar. Berdasarkan analisis, menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw lebih baik daripada prestasi belajar dengan model pembelajaran langsung.
2.
Budi usodo (2000) dalam penelitianya yang berjudul “penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw pada pembelajaran MIPA. Hasil penelitian ini adalah model Jigsaw tidak dapat meningkatkan prestasi belajar pada pokok bahasan limit fungsi pada mahasiswa jurusan MIPA FKIP UNS.
3.
Ita kurniawati (2003) dalam penelitianya yang berjudul “pembelajaran kooperatif Jigsaw terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari aktivitas belajar siswa kelas II SLTP Negeri 15 Surakarta”. Hasil prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Jigsaw lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada pokok bahasan jajarangenjang, belah ketupat, dan layang-layang.
C. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan arahan penalaran untuk dapat sampai pada pemberian pada pemberian jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan. Kerangka berpikir berguna untuk mengaitkan teori-teori yang seolah-olah terlepas menjadi satu rangkaian yang utuh untuk menentukan jawaban sementara. 1.
Kaitan antara penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw II dalam pembelajaran terhadap prestasi belajar Sosiologi Keperawatan. Berdasarkan kajian teori yang sudah diuraikan di atas maka dapat diuraikan kerangka pemikiran dalam penelitian ini bahwa keberhasilan proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan proses pengajaran dapat dilihat dari prestasi belajar mahasiswa. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar diantaranya adalah cara penyajian materi dan aktivitas belajar siswa. Model pembelajaran Jigsaw II merupakan salah satu alternatif pembelajaran Sosiologi Keperawatan untuk meningkatkan minat dan aktivitas mahasiswa dalam belajar Sosiologi Keperawatan, sehingga diharapkan pemaknaan mahasiswa terhadap proses pembelajaran Sosiologi Keperawatan terjadi dengan lebih baik. Sehingga penggunaan pembelajaran Jigsaw II dalam pembelajaran dalam diri mahasiswa, yang menghasilkan semangat belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Mahasiswa yang memiliki minat belajar yang baik akan berusaha mencapai prestasi sebaik mungkin. Dengan demikian semakin tinggi minatnya, prestasi belajarnya juga semakin baik. Jadi, mahasiswa yang memiliki minat tinggi besar kemungkinan akan mempunyai prestasi belajar Sosiologi keperawatan yang lebih baik dibanding dengan mahasiswa yang memiliki minat sedang. Demikian juga mahasiswa yang memiliki minat sedang diduga
30
akan mempunyai prestasi belajar Sosiologi Keperawatan yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai minat rendah. 2.
Kaitan antara penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw II dalam pembelajaran terhadap minat belajar Sosiologi Keperawatan. Berdasarkan uraian di atas, ternyata cara penyajian materi dan minat belajar siswa adalah faktor penting yang harus diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Dari pemikiran di atas, dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai berikut:
Metode Jigsaw
Minat belajar mahasiswa
Prestasi belajar mahasiswa
Gambar 9. Kerangka pikir D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 4.
Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan minat belajar mahasiswa.
5.
Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa.
6.
Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa.
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. SETTING PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yaitu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama, di mana peneliti juga berperan sebagai dosen pelaksana tindakan. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan mulai minggu pertama Februari sampai minggu keempat bulan Mei 2010, di Program Studi D3 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo 59 Surabaya pada mahasiswa semester II. Dipilihnya Program Studi ini didasarkan pertimbangan bahwa dosen diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran sebagai upaya peningkatan kualitas pembelajaran. B. SUBJEK PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester II Program Studi D3 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surabaya berjumlah 48 mahasiswa, terdiri atas 26 perempuan dan 24 laki-laki. Dipilihnya kelas ini karena sebagian besar minat dan rata-rata hasil belajar Sosiologi Keperawatan rendah. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan memecahkan permasalahan-permasalahan riil yang muncul di kelas dengan cara memberikan suatu tindakan. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Classroom Action Research atau penelitian tindakan kelas. Tindakan yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan. Penelitian tindakan terdiri atas siklus-siklus, masing-masing siklus materi yang dibahas berbeda. Langkah-langkah yang yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 1. Rencana tindakan, 2. Pelaksanaan tindakan, 3. Observasi, dan 4. Refleksi. Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian menurut Kemmis and Taggar (1990), seperti gambar di bawah ini.
39
32
Gambar 10. Siklus PTK menurut Kemmis and Taggart (1990) Dikutip dari: Herawati,S (2009)
D. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN 1. Rencana Tindakan Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan tindakan adalah sebagai berikut. a.
Menyususun rencana pelaksanaan pembelajaran
b.
Menyiapkan bahan ajar konsep keperawatan keluarga
c.
Menyusun lembar observasi dosen dan mahasiswa untuk melihat bagaimana kondisi belajar di kelas saat model Jigsaw diaplikasikan.
d.
Menyusun angket untuk mengetahui minat mahasiswa selama pembelajaran dengan metode Jigsaw.
e.
Menyusun format catatan kejadian harian untuk mencatat kegiatan penting dalam pembelajaran.
f.
Menyusun format catatan hasil refleksi untuk mendokumentasikan temuan hasil refleksi.
g.
Menyiapkan sarana pembelajaran berupa LKS dan Buku Ajar.
h.
Menyusun alat evaluasi untuk pretest dan tes akhir.
2. Implementasi Tindakan Kegiatan yang berlangsung selama dua siklus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut. a.
Siklus I (pertama) 1) Pendahuluan a)
Memotivasi mahasiswa
b) Menyiapkan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran c)
Membentuk kelompok secara heterogen
2) Kegiatan Inti a)
Memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan mahasiswa.
b) Mahasiswa dibagi menjadi 12 tim “kelompok Asal” yang anggotanya terdiri dari 4 mahasiswa yang karakteristiknya heterogen. c)
Bahan akademik disajikan kepada mahasiswa dalam bentuk tes, dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
d) Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya bertemu dan saling membantu mengkaji bagian tersebut. Kumpulan mahasiswa semacam ini disebut “Kelompok Ahli” yang terbagi dalam 8 kelompok dengan anggota 6 mahasiswa.
33
e)
Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kekelompok asal (home team) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar.
f)
Dosen melakukan observasi hasil kerja dan memastikan bahwa seluruh kelompok telah memahami materi yang dibahas.
g) Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home team para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.
3) Penutup a)
Membimbing mahasiswa membuat rangkuman
b) Memberikan tes akhir/kuis. c)
Memberikan penghargaan kepada kelompok yang kinerjanya bagus.
d) Memberi tugas untuk kegiatan pertemuan berikutnya. b.
Siklus berikutnya
Seperti halnya siklus pertama, siklus berikutnya terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Seluruh kegiatan yang dilakukan pada siklus berikutnya tegantung dari hasil refleksi dan analisis kegiatan yang telah dilakukan pada siklus sebelumnya. Siklus berikutnya bertujuan untuk memperbaiki kekurangan pelaksanaan tindakan pada siklus sebelumnya dan meningkatkan pelaksanaan tindakan apabila hasil yang dicapai sudah memenuhi harapan. Jika dengan dua siklus belum mencapai tujuan pembelajaran makan dilanjutkan dengan siklus ketiga. 3. Observasi Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menerapkan instrumen observasi yang telah disusun dalam tahap perancanaan, meliputi: a. Melakukan observasi terhadap dosen yang melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Jigsaw, b. Melakukan observasi terhadap mahasiswa selama kegiatan kerja kelompok, c. Mencatat kejadian penting selama pembelajaran berlangsung, dan d. Mememinta kepada mahasiswa untuk mengisi angket minat sesuai dengan kenyataan yang dihadapi. Kegiatan observasi dilakukan oleh kolaborator bersama dengan kegiatan tindakan. 4. Analisis dan Refleksi Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengumpulkan hasil observasi, kemudian dianalisis untuk mengetahui kekurangan atau kelemahan serta hal-hal yang sudah baik dalam penerapan model pembelajaran. Hasil analisis kemudian diperbaiki pada siklus berikutnya. Setiap selesai memberikan tindakan, dosen dibantu kolaborator akan dapat menilai dirinya secara objektif apakah dosen sudah dapat menerapkan model Jigsaw dalam pembelajaran
34
dengan baik, sehingga minat dan hasil belajar mahasiswa mengalami peningkatan. Disamping itu hasil analisis juga dapat memberi gambaran mengenai hasil penguasaan kompetensi mahasiswa. E. CARA PENGUMPULAN DATA 1. Jenis Data Data dalam penelitian ini berupa: 1. Data minat belajar mahasiswa, 2. Data hasil tes penguasaan kompetensi dasar mahasiswa. 2. Sumber Data Sumber data yang dipakai adalah mahasiswa, dosen peneliti, dan kolaborator. 3. Teknik Pengumpulan Data Guna mendukung kelancaran pengumpulan data, maka diperlukan teknik yang tepat. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Angket Menurut Suharini Arikunto (1998) angket merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang dia ketahui. Angket digunakan untuk mengetahui minat mahasiswa. Angket yang digunakan pada penelitian ini adalah angket tertutup dengan bentuk pilihan ganda. Alasan angket digunakan sebagai alat pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1) Dapat dibuat standart, sehingga setiap subjek dapat diberi pertanyaan yang sama. 2) Dapat dilakukan secara serentak kepada subjek yang diteliti. 3) Pelaksanaan memerlukan waktu yang singkat dan efisien. Guna menentukan ruang lingkup dan aspek yang diukur, maka disusun kisi-kisi angket
minat belajar mata kuliah Sosiologi keperawatan seperti pada tabel berikut.
Tabel 3. Kisi-kisi minat belajar pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan Indikator Butir
No Item Positif
Perasaan senang
a. Pendapat mahasiswa terhadap mata kuliah sosiologi keperawatan b. Kesan mahasiswa terhadap dosen sosiologi keperawatan c. Perasan mahasiswa saat belajar kelompok sosiologi keperawatan di kelas d. Perasaan mahasiswa saat belajar sosiologi keperawatan secara kelompok di kampus e. Perasaan mahasiswa saat belajar
Negatif
1
32
2
29,35
3,5
7
33
6
35
Perhatian
a. b. c. d.
Konsentrasi
a. b.
Kesadaran
a. b.
c. d.
sosiologi keperawatan secara kelompok di rumah Perhatian mahasiswa saat mengikuti pelajaran sosiologi keperawatan Perhatian mahasiswa saat ada ulangan sosiologi keperawatan Perhatian mahaiswa saat mengalami kesulitan belajar sosiologi keperawatan Perhatian mahasiswa saat diskusi sosiologi keperawatan Konsentrasi mahasiswa saat mengikuti kuliah sosiologi keperawatan Konsentrasi belajar sosiologi keperawatan di rumah Kesadaran mahaisiwa untuk belajar sosiologi keperawatan di rumah Kesadaran mahasiswa untuk menambah pengetahuan sosiologi keperawatan diluar jam kuliah Kesadaran mahasiswa untuk mengerjakan tugas Langkah mahasiswa untuk mengatasi kesulitan belajar sosiologi
12 31 9 10
8, 11, 21 13,20,22 15,25
16 14,17 26
Kemauan
a. b. c.
Kemauan mahasiswa untuk mengikuti mata kuliah sosiologi keperawatan Kemauan mahasiswa untuk mengerjakan soal sosiologi keperawatan Kemauan mahasiswa untuk belajar sosiologi keperawatan dari berbagai sumber
Total
b.
4
23
28
18,19
24,30 26
27,34
tes Tes adalah serentetan pernyataan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharini Arikunto, 1998). Tes yang digunakan dalam pengumpulan data adalah berupa butir-butir soal berbentuk objektif untuk penguasaan kompetensi dasar.
c.
wawancara Menurut Nursalam (2009) pertanyaan yang diajukan dalam wawancara mencakup permasalahan secara luas yang menyangkut kepribadian, perasaan, dan emosi seseorang. Tujuan wawancara untuk menggali emosi dan pendapat dari subjek terhadap suatu permasalahan penelitian. Pengumpulan data secara wawancara dilakukan kepada mahasiswa yang memiliki motivasi sangat tinggi dan prestasi pembelajaran yang baik.
F. TEKNIK ANALISIS DATA 1. Penentukan minat belajar mahasiswa digunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan uji validitas keabsahan data, analisis juga dengan membandingkan skor. Penentuan kriteria minat berpedoman pada tes minat berprestasi (Safari, 2004) pada tebel berikut.
9
36
Tabel 4. Kriteria minat mahasiswa No Skor Rerata Kelas
Kualifikasi
1
114 – 140
Sangat tinggi
2
88 – 113
Tinggi
3
62 – 87
Rendah
4
35 – 61
Sangat Rendah
2. Penentuan hasil belajar mahasiswa digunakan analisis deskriptif yaitu dengan melihat hasil dari tes awal dan tes akhir. Hasil tersebut kemudian dihitung jumlah dan prosentase siswa yang mendapatkan nilai lebih besar atau sama dengan 65 (sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan oleh fakultas) pada setiap siklus.
3. Penentuan pengaruh penerapan pembelajaran model Jigsaw terhadap minat dan hasil belajar dilakukan teknik triangulasi sumber dan metode observasi. Peneliti memilih sejumlah mahasiswa yang mendapatkan skor minat dan hasil belajar tertinggi untuk dilakukan wawancara, analisis interaktif.
G. INDIKATOR KEBERHASILAN Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: 1.
Adanya peningkatan rerata minat belajar mahasiswa Program Studi D3 keperawatan semester II pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dan skor masing-masing mahasiswa meningkat minimal 80% jumlah mahasiswa. Sebagai tolok ukurnya adalah perbandingan skor rerata minat belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dan setelah tindakan.
2.
Adanya peningkatan hasil belajar mahasiswa, sehingga yang mendapatkan nilai sama atau lebih besar 55 sebesar sama atau lebih besar dari 80% mahasiswa Program Studi D3 keperawatan semester II pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan. Sebagai tolok ukurnya adalah perbandingan ketuntasan belajar mahasiswa yang dicapai pada tes materi kompetensi dasar sebelum dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan tindakan.
37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa semester II Program Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya Jawa Timur. 1.
Program Studi D3 Keperawatan Program Studi D3 Keperawatan merupakan program studi pertama di
bidang kesehatan yang berada di lingkungan Universitas Muhammadiyah Surabaya. Pendirian Program Studi D3 keperawatan didirikan atas dasar untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan, khususnya ahli madya kesehatan, maka pada tahun 1992 Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pembinaan Kesehatan melalui surat No. IV.B/4.a/220/1992 tanggal 14 desember 1992 mengajukan permohonan pendirian pendidikan ahli madya kesehatan di lingkungan Muhammadiyah/Aisiyah kepada Sekretaris Jendral Departemen Kesehatan RI UMSurabaya termasuk salah satu yang diajukan untuk membuka program pendidikan yang dimaksud. Berdasarkan SK menteri Kesehtaan RI No. HK.00.06.1.1.3331 tanggal 8 September 1993 secara resmi berdiri Akademi keperawatan (AKPER) di lingkungan UMSurabaya. Penyelenggaraan Program Studi D3 Keperawatan bertujuan: a. Menyelenggarakan program pendidikan tinggi yang bermutu di bidang akademik dan atau profesional, efektif serta efisien sesuai dengan visi dan misi. b. Menciptakan iklim akademik yang kondusif untuk mendorong civitas akademika dalam usaha meningkatkan mutu, serta pengabdian kepada masyarakat secara berkesinambungan. c. Menghasilkan Ahli Madya Keperawatan (A.Md. Kep) yang memiliki kompetensi moral, intelektual, teknikal, dan budaya, dan berdaya saing dengan didasari iman dan takwa serta kepribadian Muhammadiyah.
38
Kurikulum yang berlaku di Program Studi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya berdasarkan keputusan menteri pendidikan no. 232/U/2000, SK Menkes RI no. HK.00.06.2.4.3199 tanggal 14 september 2004 tentang petunjuk teknis penyelenggaraan pendidikan jenjang tinggi pendidikan tenaga kesehtaan dan kurikulum persyarikatan, maka jumlah SKS yang diytempuh adalah sebanyak 120 SKS ditempuh dalam 6 semester. Jumlah mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan pada tahun ajaran 2009/2010 berjumlah 134 mahasiswa. Sejumlah 134 mahasiswa tersebut tersebar dalam tiga tingkat dengan rincian tingkat I berjumlah 48 mahasiswa, tingkat II berjumlah 40 mahasiswa dan tingkat III berjumlah 46 mahasiswa. Peneliti memilih mahasiswa tingkat I dengan alasan saat ini, semester II sedang diajarkan mata kuliah Sosiologi Keperawatan. Jumlah dosen yang mengajar di Program Studi D3 Keperawatan sebanyak 47 dosen, dengan rincian 2 dosen DPK, 9 dosen tetap dan 36 dosen luar biasa. Dari 47 dosen tersebut dua diantaranya adalah pengajar mata kuliah Sosiologi Keperawatan. Sugeng Mashudi, S.Kep,. Ns adalah dosen penanggung jawab mata kuliah Sosiologi Keperawatan dengan latar belakang pendidikan keperawatan, sedangkan dosen pengajar Sosiologi Keperawatan lain adalah Imam Syafi’i, S.H. dengan latar belakang pendidikan hukum. 2.
Proses Belajar Mengajar Sosiologi Keperawatan Sosiologi keperawatan merupakan salah satu kelompok mata kuliah
kehidupan bermasyarakat (MBB) selain mata kuliah keperawatan komunitas, keperawatan keluarga dan keperawatan gerontik. Mata kuliah sosiologi keperawatan diajarkan pada semester 2 dengan bobot 2 sks, perkuliahan dilaksanakan setiap hari Rabu pukul 12.40-14.10 wib bertempat di ruang kuliah lantai II Gedung F FIK Universitas Muhammadiyah Surabaya. Metode pembelajaran yang diterapkan pada mata kuliah sosiologi keperawatan selama ini menggunakan model pembelajaran konvensional, ceramah. Perkuliahan dilaksanakan selama 14 minggu dan diakhir perkuliahan diadakan evaluasi pembelajaran, Ujian Akhir Semester.
39
B. TEMUAN PENELITIAN 1. Kondisi Pra Tindakan a. Minat Mahasiswa Sebelum model pembelajaran Jigsaw diterapkan pada mahasiswa, peneliti menyebar angket minat.
Guna mendapatkan data yang
sebenarnya maka pada lembar minat mahasiswa tidak diperkenankan mencantumkan identitasnya. Setelah angket disebarkan, peneliti mengumpulkan angket dan melakukan pensekoran. Kondisi mahasiswa sebelum dilakukan metode pembelajaran Jigsaw menunjukkan skor rata-rata minat belajar mahasiswa adalah rendah (78,7). b. Prestasi Mahasiswa Sebelum model pembelajaran Jigsaw diterapkan pada mahasiswa, peneliti melakukan pre test. Pretest dilaksanakan satu minggu sebelum peneliti menerapkan model pembelajaran Jigsaw (31 Maret). Setelah pretest dilakukan, peneliti mengumpulkan lembar jawaban dan melakukan pensekoran. Peneliti membandigkan nilai mahasiswa dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang berlaku di Fakultas Ilmu Kesehatan UMSurabaya. Berdasarkan nilai pretest menunjukkan bahwa sebelum dilakukan metode pembelajaran Jigsaw sebagian besar mahasiswa (81,2% atau 39 mahasiswa) memiliki nilai di bawah KKM. 2. Siklus I a. Perencanaan 1) Dosen menyusun daftar observasi yang terdiri atas kegiatan dan keterlaksanaan dalam pembelajaran. 2) Dosen mencatat hal-hal yang terjadi saat kegiatan berlangsung berdasarkan urutan kegiatan. 3) Urutan pelaksanaan jigsaw adalah: a) Dosen memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan mahasiswa.
40
b) Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya bertemu dan saling membantu mengkaji bagian tersebut. Kumpulan mahasiswa semacam ini disebut “Kelompok Ahli” yang terbagi dalam 8 kelompok dengan anggota 6 mahasiswa. c) Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kekelompok asal (home team) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. d) Observer melakukan observasi hasil kerja dan memastikan bahwa seluruh kelompok telah memahami materi yang dibahas. e) Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home team para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. b. Penerapan Tindakan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) Dosen memberikan penjelasan tentang proses pembelajaran metode Jigsaw pada pokok bahasan konsep keluarga. 2) Para anggota dari kelompok ahli yang terdiri atas 6 mahasiswa bertemu untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama. 3) Selanjutnya para mahasiswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kekelompok asal (home team) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. 4) Observer melakukan observasi hasil kerja dan memastikan bahwa seluruh kelompok telah memahami materi yang dibahas. 5) Dosen melakukan evaluasi pembelajaran.
41
c. Hasil Tabel 5. Hasil tes minat sebelum dan setelah silkus I pembelajaran model Jigsaw pada mahasiswa di Prodi D3 keperawatan April 2010 No Hasil Tes Pre test Siklus I 1 Nilai tertinggi 100 117 2 Nilai terendah 40 60 3 Rata-rata nilai kelas 76,7 96,3 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebelum siklus rata-rata minat mahasiswa tergolong rendah (76,7), setelah siklus I rata-rata minat mahasiswa mengalami kenaikan (96,3). Nilai tertinggi yang dapat dicapai mahasiswa 117 dan nilai terendah yang dapat dicapai 60. Tabel 6. Hasil tes prestasi sebelum dan setelah pembelajaran model Jigsaw pada mahasiswa di Prodi D3 keperawatan April 2010 No Hasil Tes Pre test Siklus I Nilai tertinggi 72 100 Nilai terendah 12 30 Rata-rata nilai kelas 38 72,77 Pencapaian ketuntasan 18,8% 75% Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembelajaran model Jigsaw pada siklus I jumlah mahasiswa yang lulus sebanyak 75%. d. Refleksi Setelah dilaksanakan perencanaan dan pelaksanaan, peneliti menemukan fakta bahwa data yang diperoleh antara lain adanya peningkatan rerata minat belajar mahasiswa Program Studi D3 keperawatan semester II pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dan skor masingmasing mahasiswa yang mengalami peningkat sebanyak 81,3% (indikator keberhasilan 80%) dari jumlah mahasiswa. Sebagai tolak ukurnya adalah peningkatan skor rerata minat belajar siswa sebelum dilakukan tindakan sebesar 76,6 dan setelah tindakan menjadi 96,3. Secara prestasi terjadi perbaikan prestasi mahasiswa, hal ini dibuktikan jumlah mahasiswa yang mendapat skor di bawah KKM mengalami penurunan dari 81,2 % menjadi 25%. Jika dilihat dari indikator keberhasilan, pada siklus I belum bisa dikatakan bahwa pembelajaran
42
Jigsaw mampu meningkatkan prestasi mahasiswa (indikator keberhasilan 80% memiliki nilai di atas KKM). Hasil yang diperoleh peneliti yang lain adalah: 1) Mahasiswa masih terlihat bingung terhadap tahapan pembelajaran Jigsaw, kapan mahasiswa masuk ke kelompok ahli atau kelompok asal. 2) Pada sesi diskusi kelompok asal mahasiswa cenderung sibuk menulis jawaban pertanyaan pada LKS. 3) Dosen terlihat kurang memotivasi mahasiswa 4) Mahasiswa terlihat tegang saat dilakukan evaluasi 3. Siklus II a.
Perencanaan Sesuai dengan pembahasan pada refleksi siklus I, maka pada siklus II,
peneliti menyusun tahapan perencanaan yang terdiri atas: 1) Langkah-langkah pembelajaran Jigsaw ditampilkan dalam slide power poin termasuk daftar mahasiswa pada kelompok ahli dan kelompok asal. 2) Dosen lebih aktif meningkatkan minat mahasiswa untuk berdiskusi pada bahan yang telah disediakan. 3) Dosen menampilkan cuplikan film pendek berjudul vertikal limit untuk meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. 4) Sebelum dilakukan evaluasi pembelajaran, dosen kembali memutar film berdurasi
pendek untuk
menambah
semangat
mahasiswa dan
mengurangi ketegangan menjelang evaluasi. b.
Penerapan Tindakan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) Dosen memberikan penjelasan tentang proses pembelajaran metode Jigsaw pada pokok bahasan persepsi sehat sakit masyarakat. 2) Dosen memutarkan film vertilkal limit untuk meningkatkan motivasi mahasiswa pada proses pembelajaran Jigsaw. 3) Para anggota dari kelompok ahli yang terdiri atas 6 mahasiswa bertemu untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama.
43
4) Selanjutnya para mahasiswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kekelompok asal (home time) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. 5) Perwakilan
mahasiswa
menjelaskan
konsep
sehat
sakit
masyarakat di depan. 6) Dosen
memutarkan
film
sebelum
melakukan
evaluasi
pembelajaran. c.
Hasil Tabel 7. Hasil tes prestasi sebelum dan setelah pembelajaran model Jigsaw pada mahasiswa di Prodi D3 keperawatan April 2010 No Hasil Tes Pre test Siklus I Siklus II Nilai tertinggi 72 100 95 Nilai terendah 12 30 50 Rata-rata nilai kelas 38 72,77 72,83 Pencapaian ketuntasan 18,8% 75% 93,8% Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa setelah dilakukan metode pembelajaran Jigsaw pada siklus II nilai tertinggi yang dicapai mahasiswa adalah 95. Tabel 8. Hasil tes efektif sebelum dan setelah pembelajaran model Jigsaw berdasarkan KKM pada mahasiswa di Prodi D3 keperawatan April 2010 No Hasil Tes Pre Test Siklus I Siklus II Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Di atas 9 18,8% 36 75% 45 93,8% KKM 2 Di bawah 39 81,2% 12 25% 3 6,2% KKM Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa setelah dilakukan metode pembelajaran Jigsaw pada siklus II jumlah mahasiswa yang mendapatkan nilai di atas KKM sebanyak 45 mahasiswa (93,8%) dan yang mendapatkan nilai di bawah KKM sebanyak 3 mahasiswa (6,2%).
44
d. Refleksi Setelah dilakukan tindakan pada siklus II, peneliti melakukan pembahasan dan terdapat data-data sebagai berikut: 1) Mahasiswa tidak terlihat bingung terhadap tahapan pembelajaran Jigsaw, dengan melihat slide yang ditampilkan mahasiswa lebih mengerti kapan masuk ke kelompok ahli atau kapan masuk kelompok asal. 2) Dosen terlihat lebih aktif membimbing mahasiswa dalam berdiskusi dengan berkeliling secara periodik ke setiap kelompok. 3) Penayangan film vertikal limit terlihat lebih memacu minat mahasiswa untuk mengikuti proses pembelajaran Jigsaw. 4) Mahasiswa terlihat lebih siap dan tenang saat mengerjakan evaluasi setelah dosen memutarkan film. 4. Hasil Wawancara Mendalam Wawancara mendalam terkait dengan peningkatan minat dan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Wawancara kami lakukan pada enam mahasiswa yang memiliki skor minat yang tinggi dan memiliki prestasi yang baik. Secara keseluruhan peneliti mengajukan tujuh pertanyaan terkait dengan minat dan prestasi belajar pada enam mahasiswa. Sedangkan pada mahasiswa yang tidak lulus perlu dilakukan remidial. Model Jigsaw menuntut mahasiswa menjadi lebih aktif bersama teman sekelompok baik kelompok ahli maupun kelompok asal. Menuntut mahasiswa untuk berfikir secara aktif saat sesi diskusi kelompok. Dengan model pembelajaran jigsaw belajar tidak menjadi jenuh, mahasiswa dapat bertukar pikiran dengan teman lain terutama saat diskusi kelompok ahli, mendapatkan banyak pengetahuan dari teman lain saat diskusi kelompok asal. Belajar dengan Jigsaw lebih menyenangkan sehingga dengan penerapan pembelajaran tersebut mahasiswa optimis mampu meningkatkan minat dan prestasi mahasiswa.
45
Model Jigsaw terbukti mampu meningkatkan prestasi mahasiswa. Pada proses pembelajaran mahasiswa lebih aktif untuk berdiskusi dengan teman kelompoknya, sehingga dengan semakin aktifnya mahasiswa dalam pembelajaran maka materi yang tersaji lebih mudah dipahami. “model pembelajaran ini telah meningkatkan prestasi belajar saya. Model jigsaw menuntut kreatifitas saya bersama teman sekelompok baik kelompok ahli maupun kelompok asal. Jika tidak aktif dalam pembelajaran tentunya saat tes di akhir pokok bahasan nilai saya tidak sebagus yang saya dapatkan saat ini” (SF: 1/3 2010, 13.00). “model pembelajaran jigsaw terbukti mampu meningkatkan prestasi belajar saya, tes pertama sebelum di terapkan jigsaw nilai saya hanya 56, setelah diterapkan jigsaw nilai saya 100 pada tes kedua dan 95 pada tes ketiga. Model jigsaw menuntut saya untuk selalu aktif dalam berfikir disetiap diskusi, jika saya pasif saya akan tertinggal dengan mahasiswa lain” (DA: 1/3 2010, 13.15). Model pembelajaran Jigsaw terbukti mampu meningkatkan prestasi mahasiswa. Proses
pembelajaran
dengan
student
center
membuat
mahasiswa tidak mudah merasa jenuh dan memudahkan mahasiswa mendapatkan pengetahuan baru. “saya yakin model pembelajaran jigsaw mampu meningkatkan prestasi aku. Saya bisa aktif dan senang dalam belajar. Dengan model pembelajaran ini belajar tidak menjadi jenuh, bisa bertukar pikiran dengan teman lain terutama saat diskusi kelompok ahli, dan mendapatkan banyak pengetahuan dari teman lain saat diskusi kelompok asal”. (ST: 1/3 2010, 13.30). Model pembelajaran Jigsaw mampu meningkatkan pemahaman terhadap materi yang diajarkan. Dengan membaca mahasiswa tahu, dengan menulis mahasiswa hafal dan dengan berbicara mahasiswa paham. “saya yakin, prestasi pembelajaran tentunya tidak hanya ditentukan dengan kepandaian membaca, menulis, dan menghafal. Model pembelajaran jigsaw mengajarkan kita untuk berbicara langsung setelah kita membaca, dengan berbicara kepada teman kita terhadap apa yang kita baca membuat kita
46
lebih cepat hafal dan paham terhadap materi pembelajaran” (AE: 1/3 2010, 13.45). Model pembelajaran Jigsaw mampu meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa. Skor nilai yang di perlihatkan setiap selesai evaluasi mampu memberikan optimisme dan penghargaan tersendiri bagi mahasiswa. Minat mahasiswa terhadap mata kuliah sosiologi keperawatan meningkat. “ya, karena setelah diterapkan
model pembelajaran jigsaw nilai saya
sangat memuaskan. Ini terbukti niali tes saya selalu diats 90 bahkan nilai tes ke dua saya mendapatkan nilai 100. Saya sangat berminat dengan mata kuliah sosiologi sehingga lebih giat belajar” (DQ: 1/3 2010, 14.05). Model pembelajaran Jigsaw cocok diterapkan pada pembelajaran sosiologi keperawatan. Mahasiswa berharap mata kuliah lain juga menerapkan metode Jigsaw. “100% sangat yakin, karena kemampuan belajar saya memang sesuai dengan metode ini. Saya berharap apabila semua pembelajaran di kampus ini memekai metode seperti sosiologi” (AH: 1/3 2010, 14.15). C. PEMBAHASAN 1.
Peningkatkan minat belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Skor rata-rata minat belajar mahasiswa sebelum dilakukan metode pembelajaran Jigsaw sebesar 78,7 dan setelah dilakukan metode pembelajaran Jigsaw terjadi peningkatan skor rata-rata minat belajar mahasiswa menjadi 96,3.
Jumlah masing-masing mahasiswa yang mengalami kenaikan skor
minat sebanyak 39 (81,3%) mahasiwa, tetap sebanyak 7 (15 %)mahasiswa, dan turun sebanyak 2 (4%) mahasiswa. Adanya peningkatan rerata minat belajar mahasiswa Program Studi D3 keperawatan pada mata kuliah sosiologi keperawatan dari 78,7 menjadi 96,3 dan skor masing-masing mahasiswa yang mengalami peningkatan 81,3% (indikator keberhasilan minimal 80%) dari jumlah mahasiswa membuktikan
47
bahwa hipotesis pembelajaran sosiologi keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan minat belajar mahasiswa telah terbukti. Purwoto (2000) menyatakan bahwa minat adalah sejenis perasaan, minat adalah perkara hati yang didorong oleh keinginan yang datangnya dari dalam jiwa. Sedangkan Kurt Siregar (1987) menjelaskan bahwa minat adalah suatu landasan yang paling menyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Jadi, seorang siswa yang memiliki rasa ingin belajar ia akan lebih cepat mengerti dan mengingatnya.Timbulnya rasa senang, memberi perhatian, kesadaran,
konsentrasi,
dan
kemauan
dalam
mempelajari
Sosiologi
Keperawatan merupakah suatu hal yang diperlukan dalam meningkatkan prestasi belajar, sehingga perbedaan minat belajar pada mahasiswa berdampak pada perbedan hasil belajar yang dicapainya. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa penggunaan metode pembelajaran Jigsaw mampu meningkatkan minat belajar mahasiswa. Menurut peneliti hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat mahasiswa di Program Studi D3 Keperawatan adalah mengajak tim pengajar Sosiologi Keperawatan lain untuk menggunakan metode sejenis dalam pengajaran. Tim pengajar lain sampai saat ini masih menggunakan model pembelajaran ceramah atau klasikal. 2.
Peningkatkan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Prestasi mahasiswa sebelum dilakukan metode pembelajaran Jigsaw menunjukkan, sebagian besar mahasiswa (81,2% atau 39 mahasiswa) memiliki nilai dibawah KKM. Setelah dilakukan metode pembelajaran Jigsaw terjadi peningkatan prestasi mahasiswa, hal ini dapat dilihat pada hasil evaluasi sikus I mahasiswa yang memiliki nilai di bawah KKM menurun menjadi (23% atau 11 mahasiswa) dan pada siklus II mahasiswa yang memiliki nilai di bawah KKM menurun sampai 6,2% atau hanya 3 mahasiswa yang mendapat nilai dibawah KKM. Adanya peningkatan hasil belajar mahasiswa, sehingga yang mendapatkan nilai sama atau lebih besar 55 sebesar sama atau lebih besar dari 80% mahasiswa Program Studi D3 keperawatan semester II pada mata kuliah
48
Sosiologi Keperawatan menunjukkan bahwa hipotesis pembelajaran sosiologi keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa telah terbukti kebenarannya. Diketahui bahwa prestasi belajar sosiologi keperawatan adalah hasil interaksi antara berbagai komponen yang terdapat di dalam pembelajaran. Pada metode pembelajaran kooperatif Jigsaw, yang dimaksud aktivitas belajar mahasiswa meliputi waktu untuk belajar Sosiologi Keperawatan, sikap mandiri dalam mengikuti pelajaran mata kuliah Sosiologi Keperawatan, belajar Sosiologi Keperawatan secara kelompok, mengerjakan tugas atau latihan sendiri, dan mempelajari sumber pelajaran selain buku ajar Sosiologi keperawatan. Penggunaan metode pembelajaran Jigsaw topik konsep keluarga dan perilaku sehat-sakit masyarakat membuat mahasiswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran, terutama pada diskusi kelompok ahli merangsang mahasiswa untuk mandiri dan beraktualisasi atas kemampuan memahami konsep yang telah diberikan. Sebaliknya, pada metode pembelajaran konvensional mahasiswa secara monoton dan pasif menerima informasi dari dosen, sehingga peran dosen sangat dominan. Semua kegiatan mahasiswa berada di tangan dosen, karena proses belajar mengajar berbeda sehingga mempengaruhi hasil belajar. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa penggunaan metode pembelajaran
Jigsaw
sesuai
diterapkan
pada mata kuliah
Sosiologi
Keperawaan. 3.
Peningkatan minat dan prestasi belajar mahasiswa D3 Keperawatan pada mata kuliah Sosiologi Keperawatan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Model pembelajaran Jigsaw mampu meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa. Skor nilai yang di perlihatkan setiap selesai evaluasi mampu memberikan optimisme dan penghargaan tersendiri bagi mahasiswa. Minat mahasiswa terhadap mata kuliah sosiologi keperawatan meningkat. Model pembelajaran Jigsaw cocok diterapkan pada pembelajaran sosiologi keperawatan. Mahasiswa berharap mata kuliah lain juga menerapkan metode
49
Jigsaw. Model jigsaw menuntut mahasiswa menjadi lebih aktif bersama teman sekelompok baik kelompok ahli maupun kelompok asal. Mahasiswa menjadi berfikir lebih aktif saat sesi diskusi kelompok. Dengan model pembelajaran Jigsaw belajar tidak menjadi jenuh, mahasiswa dapat bertukar pikiran dengan teman lain terutama saat diskusi kelompok ahli, mendapatkan banyak pengetahuan dari teman lain saat diskusi kelompok asal. Belajar dengan jigsaw lebih menyenangkan sehingga dengan penerapan pembelajaran tersebut mahasiswa optimis mampu meningkatkan minat dan prestasi mahasiswa. Menurut Soesilowindradini dalam (Tuharjo, 1989), suatu kegiatan yang dilakukan tidak sesuai minat akan menghasilkan prestasi yang kurang menyenangkan. Dapat dikatakan bahwa dengan terpenuhinya minat seseorang akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan batin yang dapat menimbulkan
motivasi.
(Purnama,
1994)
menjabarkan
karakteristik
individu yang memiliki minat tinggi terhadap sesuatu yaitu adanya perhatian yang besar, memiliki harapan yang tinggi, berorientasi pada keberhasilan, mempunyai kebanggaan, kesediaan untuk berusaha dan mempunyai pertimbangan yang positif. Minat pada dasarnya berfungsi sebagai pendorong usaha dalam pencapaian prestasi. Mahasiswa yang memiliki minat yang tinggi maka prestasi yang diperoleh akan lebih baik pula, sebaliknya apabila minat belajar yang rendah dan merasa dirinya bosan dan malas belajar maka prestasi
belajarnya
akan
menurun.
Hal
ini
secara
langsung
akan
mempengaruhi output proses belajar di keperawatan (Sardiman, 2001). Menurut Chusnal Ainy (2000) menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif Jigsaw lebih baik daripada prestasi belajar dengan model pembelajaran langsung. Ita kurniawati (2003) menunjukkan bahwa hasil prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Jigsaw lebih baik daripada model pembelajaran langsung pada pokok bahasan jajaran genjang, belah ketupat, dan layang-layang.
D. KETERBATASAN PENELITIAN
50
Penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw dalam Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Mata Kuliah Sosiologi Keperawatan” ini disusun oleh peneliti dengan sampel dan mata kuliah tertentu. Sampel
yang digunakan
peneliti terbatas pada mahasiswa D3
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya, sehingga penelitian ini belum tentu cocok diterapkan pada kelas lain. Mata kuliah yang digunakan penelitian ini hanya mata kuliah Sosiologi keperawatan. Sehingga metode pembelajaran Jigsaw belum tentu cocok diterapkan pada mata kuliah lain.
51
BAB V PENUTUP E. KESIMPULAN Berdasarkan landasan teori dan didukung adanya hasil analisis serta mengacu pada rumusan masalah dan hipotesis yang telah di uraikan di depan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 7. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan minat belajar mahasiswa. 8. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. 9. Pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw terbukti mampu mendorong mahasiswa untuk lebih aktif selama proses pembelajaran sehingga minat dan prestasi belajar mahasiswa meningkat. F. IMPLIKASI Sesuai
dengan
kesimpulan
yang
telah
dinyatakan
bahwa
pembelajaran Sosiologi Keperawatan melalui metode Jigsaw dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa terutama pada pokok bahasan konsep keluarga dan konsep sehat-sakit masyarakat. Hal ini dapat digunakan sebagai acuhan dalam mengembangkan dan penggunaan metode pembelajaran Jigsaw pada pokok bahasan yang lainnya. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih dan mempersiapkan kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan Program Studi
D3
Keperawatan
Fakultas
Ilmu
Kesehatan
Universitas
Muhammadiyah Surabaya, dalam penerapan Jigsaw sesuai dengan apa yang diharapkan, meskipun masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian Jigsaw mampu mendorong mahasiswa untuk lebih aktif selama proses pembelajaran sehingga minat dan prestasi belajar mahasiswa meningkat.
52
G. SARAN Guna meningkatkan minat dan prestasi belajar mahasiswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Model pembelajaran Jigsaw hendaknya diterapkan secara menyeluruh pada proses pembelajaran. Dosen cenderung melaksanakan proses pembelajaran konvensional jika Jigsaw tidak dilaksanakan secara menyeluruh. 2. Perlu dibuat modul proses pembelajaran Jigsaw, sehingga dosen pengajar pada setiap mata kuliah yang ada di Program Studi D3 Keperawatan dapat menerapkan model pembelajaran Jigsaw. 3. Dosen
perlu
meningkatkan
minat
belajar
mahasiswa dengan
pembelajaran model Jigsaw sehingga prestasi belajar meningkat.
53
DAFTAR PUSTAKA Amien, M. 1987. Mengajar Ilmu Pengetahuan (IPA) dengan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Depdikbud. Anita, L. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo. Arikunto, S. 1998. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. ----- 1999.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara. Bailon dan Maglaya. 1978. Perawatan Kesehatan Keluarga: Suatu Pendekatan Proses (Terjemahan), Jakarta: Pusdiknakes. BKKBN, 2000. Pendataan Keluarga Tahun 2000. Blum, H L, 1974. Planning for health, development and Application of Social Change Theory. New York: Human Sciences Press. Chusnal, A. 2000. Model pembelajaran kooperatif jigsaw dalam pengajaran matematika SD. Thesis: UNS. Depkes RI. 1998. Standar Praktek Keperawatan Bagi Perawat Kesehatan. Jakarta: Depkes RI. Ebsten, R. 2004. Learning from the problems of problem-based learning. http://www.biomedcentral.com/1472-6920/4/1. Diakses pada 18 Januari 2009 jam 09.30 wib. Field, D. 1953. Structured Strain in the Role of the Soviet Physician. American Journal of Sociology. 58: 493-502 Friedman, MM, 1988. Family Nursing Research. Theory and Practice. (4th ed.) Coonecticut : Appleton-Century-Cropts. Hariati, T. 2002. Pengembangan perangkat pembelajaran SD berorientasi pembelajaran berdasar masalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah. Tesis: Tesis magister pendidikan UNESA. Tidak dipublikasikan. Hedeen,T. 2003. The Reverse Jigsaw: a Process of Cooperative Learning and Discussion. Teaching Sociology. Proquest Sociology Pg. 325. Ibrahim, M. 2005. Pembelajaran Bedasarkan Masalah. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press. Kurniawati, I. 2003. Pembelajaran kooperatif Jigsaw terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari aktivitas belajar siswa kelas II SLTP Negeri 15 Surakarta. Thesis: UNS. Kemmis, S dan Mc Tagart,R, 1990. The Action Research planner. Third Edition. Victoria: Deakin University press.Muhammad Nur, 2005. Pengantar teori tes. Program refreser IKIP Surabaya. Mashudi, S. 2009. Sosiologi keperawatan. FIK UMSurabaya: Surabaya Mechanic, D dan Edmund HV, 1961. Stress, Illness Behaviour, and the Sick Role. Journal of American Sociological Review Vol 26: 51-58. Mulyasa, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosdakarya. Notoatmojo, S dan Sarwono, S. 1986. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Badan penerbit Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta. Priatiningsih. 2003. Pengembangan Instrumen penilaian Biologi. Semarang: Depdikbud.
54
Roger, EM and Shoemaker. 1971. Diffusion of Innovation. New York: Mc Millan Publishing Co. Inc. Sayekti, 1994. Bimbingan dan Konseling Keluarga. Yogyakarta. Menara Mas. Sugiyanto, 2008. Model-model pembelajaran inovatif. PLPG, UNS Undang-Undang No. 10 tahun 1992. Usman, M. Uzer dan Setiawati, Lilis, 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Usodo, B. 2000. Penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw pada pembelajaran MIPA. Thesis. UNS. Von Mering, O. 1970. Medicine and Psiciatry. Pittsburgh: University of Pittsburgh Press