TESIS
PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG
NI MADE DEWI LESTARI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
TESIS
PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG
NI MADE DEWI LESTARI NIM 0991661007
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
i
PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
NI MADE DEWI LESTARI NIM 0991661007
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 5 AGUSTUS 2011
Pembimbing Utama,
Pembimbing Pendamping
Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE.,M.Si NIP. 19650123 199393 1 002
I Ketut Sujana SE.,M.Si., Ak NIP. 19640518 199212 1 004
Mengetahui,
Ketua Program Magister Akuntansi Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Dr. I Ketut Budhiartha, SE., M.Si., Ak NIP. 195591202 198702 1001
Prof. Dr. dr A A Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 5 Agustus 2011 Panitia Penguji tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 1395/UN14.4/HK/2011., Tanggal 4 Agustus 2011
Ketua
: Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE.,M.Si
Anggota
:
1. I Ketus Sujana, SE.,M.Si.,Ak 2. Dr. Drs. I Made Sukartha, M.Si.,Ak 3. Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE.,M.Si 4. Dr. I Wayan Suartana, SE.,M.Si.,Ak
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya tulis yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiean saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang diberikan oleh universitas batal saya terima.
Denpasar, 5 Agustus 2011 Yang membuat pernyataan,
Ni Made Dewi Lestari
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Kerta Wara Nugrahanya, tesis yang berjudul “Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Yang Melanggar Perjanjian Utang” ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Gerianta Wirawan Yasa, S.E.,M.Si, sebagai Pembimbing I beserta Bapak I Ketus Sujana, S.E.,M.Si.,Ak., sebagai Pembimbing II, para penguji tesis ini, yaitu Bapak Dr. Drs. I Made Sukartha, M.Si.,Ak., Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, S.E.,M.Si., dan Bapak Dr. I Wayan Suartana, S.E.,M.Si.,Ak., yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, member saran dan masukan serta memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister pada Universitas Udayana. Ucapan terima kasih yang sedalamdalamnya juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan yang baik ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. I Ketut Budhiartha, S.E.,M.Si.,Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) Universitas Udayana. Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Ketua Jurusan Akuntansi, Bapak Dr. Made Gede Wirakusuma, S.E.,M.Si. Kepada rekan-rekan mahasiswa angkatan IV MAKSI Universitas Udayana, terima kasih atas dukungan, semangat dan kerjasama rekan-rekan yang telah memotivasi penulis, baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta, terutama Bapak I vi
Wayan Sumandra dan Ibu Ni Kadek Subari, serta adik-adikkku atas doa, dorongan dan motivasinya kepada penulis selama penulis menempuh perkuliahan dan menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Gede Wedantara yang selalu membantu dan mendukung penulis untuk segera menyelesaikan studi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu proses penyelesaian penelitian ini. Penulis meminta maaf kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan ini atas segala kekurangan dan kekhilafan penulis. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu akuntansi.
Denpasar, Agustus 2011 Penulis,
Ni Made Dewi Lestari
vii
ABSTRAK PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG
Penelitian ini melakukan pengujian secara empiris manajemen laba pada perusahaan yang melanggar kontrak perjanjian utang. Terdapat dua isu utama dalam penelitian ini. Pertama, perusahaan pelanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba pada perioda sebelum melanggar kontrak utang. Kedua, manajemen laba pada perusahaan pelanggar kontrak utang lebih besar daripada perusahaan kontrol. Discretionary accrual yang menjadi proksi manajemen laba dihitung menggunakan model Kang dan Sivaramakrishnan. Selain itu, dilakukan uji sensitivitas untuk menguji apakah manajemen laba tetap terdeteksi pada perusahaan yang melanggar perjanjian utang jika proksi manajemen laba yang digunakan berbeda. Untuk menguji itu dilakukan dengan menggunakan model yang berbeda yaitu model Jones (1995) modifikasian. Sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel penelitian terdiri dari 34 perusahaan pelanggar kontrak utang dan 34 perusahaan bukan pelanggar kontrak utang sebagai sampel pembanding. Alat uji yang digunakan yaitu Mann Whitney-test, karena residual data tidak berdistribusi normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa perusahaan pelanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan jumlah akrual diskresioner sebelum perioda pelanggaran perjanjian utang. Selanjutnya, manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pelanggar perjanjian utang lebih besar dibanding perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang pada perioda yang sama.
Kata kunci: manajemen laba, pelanggaran perjanjian utang, debt covenant hypothesis, discretionary accrual.
viii
ABSTRACT EARNINGS MANAGEMENT PRACTICES ON COMPANY WHO VIOLATING DEBT COVENANT
This research empirically tested earnings management in firms violating debt covenant. There are two main issues in this study. First, firms violating debt covenant would do earnings management to increase their earnings prior to their violation period. Second, earnings management in firms violating debt covenant greater offenders than the control firms. Discretionary accruals as a proxy of earnings management is calculated using the model of Kang and Sivaramakrishnan. In addition, sensitivity test done to test whether earnings management still detectable in firms violating debt covenant if the proxy of earnings management that used differently. To test was done using a different model of The Modified Jones (1995). The sample of this research is manufacturing companies listed in the Indonesia Stock Exchange (BEI). The sample includes 34 firms violating debt covenant and 34 firms control. Method of statistic used is the Mann-Whitney test, because the residuals are not normally distributed data. The analysis result show that the firms violating debt covenant in which management increase earnings prior period debt covenant violations. Furthermore, earnings management in firms violating debt covenant greater offenders than the the control firms in the same period.
Keywords: earnings management, debt covenant violation, debt covenant hypothesis, discretionary accrual.
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM……………………………………………………... PRASYARAT GELAR…………………………………………………. LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………… PENETAPAN PANITIA PENGUJI……………………………………… UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………... ABSTRAK……………………………………………………………… ABSTRACT………………………………………………………………. DAFTAR ISI……………………………………………………………... DAFTAR TABEL………………………………………………………... DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………...
i ii iii iv v viii xi x xii xiii xiv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….… 1.1 Latar Belakang………………………………………….. 1.2 Rumusan Masalah……………………………………..... 1.3 Tujuan Penelitian…………………………..…………… 1.4 Manfaat Penelitian………………………………………
1 1 6 6 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………… 2.1 Agency Theory…………………………………………. 2.2 Teori Signal……………………………………………... 2.3 Manajemen Laba………………………………………... 2.4 Kredit…………………………………………………… 2.5 Manajemen Laba dan Perjanjian Utang………………… 2.6 Penelitian Sebelumnya…………………………………..
8 8 12 13 20 21 24
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITAN…………………………………………………... 3.1 Kerangka Berpikir………………………………………. 3.2 Konsep Penelitian…………………………………….… 3.3 Hipotesis Penelitian……………………………………..
30 30 35 36
BAB IV METODA PENELITIAN……………………………………… 4.1 Rancangan Penelitian…………………………………… 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………… 4.3 Data Penelitian………………………………………….. 4.3.1 Jenis Data……………………………………… 4.3.2 Sumber Data…………………………………... 4.3.3. Metoda Penentuan Sampel…………………….
41 41 43 43 43 44 44
x
4.4
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel…………………………………………………. Teknik Pengumpulan Data............................................... Prosedur Penelitian........................................................... Teknik Analisis Data........................................................ 4.7.1 Pengujian Hipotesis Penelitian………………... 4.7.2 Pengujian Sensitivitas………………………….
46 49 49 50 50 52
BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………... 5.1 Sampel Penelitian………………………………………. 5.2 Statistik Deskriptif……………………………………… 5.3 Pembahasan Hasil Penelitian…………………………… 5.3.1 Pengujian hipotesis 1………………………….. 5.3.2 Pengujian hipotesis 2………………………….. 5.4 Hasil Uji Sensitivitas……………………………………
55 55 56 58 58 60 62
BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………….. 6.1 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1)…………. 6.2 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2)…………... 6.3 Pembahasan Hasil Uji Sensitivitas……………………...
65 65 66 67
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………… 7.1 Simpulan Penelitian…………………………………….. 7.2 Saran ……………………………………………………
69 69 69
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
71
LAMPIRAN ……………………………………………………………..
76
4.5 4.6 4.7
xi
DAFTAR TABEL
2.1 5.1 5.2 5.3
5.4 5.5
5.6
5.7
5.8
6.1
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya…………………………... Seleksi Sampel………………………………………………………. Statistik Deskriptif Manajemen Laba………………………………... Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test Akrual Diskresioner Unsur Kenaikan Pendapatan dan Kenaikan Biaya…………………....................................................................... Hasil Uji Mann Whitney Test Akrual Diskresioner Unsur Kenaikan Pendapatan dan Kenaikan Biaya…………………………………….. Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test Manajemen Laba Model Kang dan Sivaramakhrisnan Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang………………………………………………………………. Hasil Uji Mann Whitney Test Manajemen Laba Model Kang dan Sivaramakhrisnan Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang…………………………………………………………….….. Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test Manajemen Laba Model Jones Modifikasi Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang……………….…. Hasil Uji Mann Whitney Test Manajemen Laba Model Jones Modifikasi Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang……………………….. Ringkasan Hasil Uji Mann Whitney Test Manajemen Laba Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang………………………...…………………..
xii
27 55 57
59 59
60
61
63
64
67
DAFTAR GAMBAR
3.1 3.2 4.1
Kerangka Berpikir………………………………………………… Konsep Penelitian………………………………………………… Rancangan Penelitian……………………………………………...
xiii
34 36 42
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2 Lampiran 3. Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Daftar Perusahaan yang Melanggar Perjanjian Utang Periode 2003-2010………………………………….............................. Daftar Perusahaan Pembanding……………………................. Statistik Deskriptif Manajemen Laba………………................ One-sample kolmogorov-smirnov test akrual diskresioner unsur pendapatan dan biaya pada perusahaan yang melanggar kontrak utang………………………………………………… Mann-Whitney Test akrual diskresioner unsur pendapatan dan biaya pada perusahaan yang melanggar kontrak utang…………………………………………….……………. One-sample kolmogorov-smirnov test Manajemen Laba Model Kang dan Sivaramakhrisnan pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang………………………………………………… Mann-Whitney Test Manajemen Laba Model Kang dan Sivaramakhrisnan pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang………………………………………………………….. One-sample kolmogorov-smirnov Manajemen Laba Model Jones Modifikasi pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang…………………………………………………………... Mann-Whitney Test Manajemen Laba Model Jones Modifikasi pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang………………………………
xiv
76 77 78
79
80
81
82
83
84
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Teori keagenan memandang perusahaan sebagai nexus of contracts yaitu organisasi yang terikat kontrak dengan beberapa pihak seperti kontrak dengan pemegang saham, supplier, karyawan (termasuk manajer) dan pihak-pihak lain yang terkait (Scott, 2000). Perusahaan juga memiliki ikatan kontrak dengan kreditur jika perusahaan tersebut melibatkan utang sebagai salah satu pendanaannya. Sebagian besar perusahaan menggunakan utang sebagai sumber pendanaan karena dapat meningkatkan kinerja manajer akibat kekhawatiran kehilangan pekerjaan dan jika kinerjanya meningkat, pemegang saham bersedia membayar harga saham perusahaan lebih mahal (Jensen dan Meckling, 1976). Perusahaan yang memiliki kontrak utang maupun kontrak yang lain pasti berkeinginan untuk meminimalkan berbagai kos kontrak yang terkait dengan kontrak-kontraknya (contracting theory), seperti kos negosiasi, kos pengawasan kinerja kontrak, kemungkinan negosiasi ulang, dan kos perkiraan jika bangkrut atau kegagalan lain (Scott, 2000). Oleh karena itu, diperlukan suatu alat untuk menilai kinerja perusahaan sebagai upaya untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak yang terikat kontrak (meminimalkan konflik kepentingan). Alat tersebut berupa suatu informasi yang dihasilkan secara internal oleh perusahaan. Laporan keuangan disusun berdasarkan akuntansi berbasis akrual (accrual accounting). Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai 1
dasar pengambilan keputusan adalah laba
yang dihasilkan perusahaan
(Subramanyam, 1996). Laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan merupakan laba yang dihasilkan dengan metoda akrual (IAI, 2009). Menurut Dechow (1994), laba akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik atas kinerja perusahan dibandingkan arus kas operasi karena akrual mengurangi masalah waktu dan ketidaksepadanan (mismatching) yang terdapat dalam penggunaan arus kas dalam jangka pendek. Adanya fleksibilitas yang senantiasa terbuka dalam implementasi Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (Generally Accepted Accounting Principles) menyebabkan manajemen dapat memilih kebijakan akuntansi dari berbagai pilihan kebijakan yang ada, sehingga pada gilirannya fleksibilitas tersebut memungkinkan dilakukannya pengelolaan laba (earnings management) oleh manajemen perusahaan (Subramanyam, 1996). Informasi laba sebagai bagian dari laporan keuangan, sering menjadi target rekayasa melalui tindakan oportunitis manajemen untuk memaksimumkan kepuasannya tapi di sisi lain dapat merugikan pemegang saham, kreditur dan investor (Nuryaman, 2009). Strategi ini dikategorikan menjadi pilihan kebijakan/metoda akuntansi dan discretionary accruals
(kebijakan
pengestimasian
akuntansi).
Discretionary
accruals
merupakan strategi yang lebih sulit dideteksi sehingga pendeteksiannya memerlukan penginvestigasian data dan analisis lebih rinci (Achmad et al., 2007). Kebijakan utang merupakan salah satu alternatif pendanaan perusahaan selain menjual saham di pasar modal. Perusahaan yang memenuhi perjanjian 2
utangnya akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Hal ini karena perjanjian utang digunakan oleh pemberi pinjaman komersial sebagai sistem peringatan awal untuk memberikan sinyal masalah-masalah keuangan peminjam (Herawati dan Baridwan, 2007). Kontrak utang sering kali memasukkan perjanjian yang bersifat membatasi tindakan peminjam dan menentukan pengawasan untuk memastikan bahwa syarat-syarat kontrak utang terpenuhi. Perjanjian utang dapat dikelompokkan ke dalam dua bentuk, kadang mengacu sebagai perjanjian negatif dan positif. Perjanjian negatif umumnya menunjukkan aktivitas tertentu yang mengakibatkan substitusi aset atau masalah pembayaran kembali. Contoh perjanjian utang negatif mencakup larangan terhadap merger, batasan peminjaman tambahan, batasan pembayaran dividen dan excess cash sweeps. Perjanjian positif mensyaratkan peminjam melakukan tindakan tertentu, seperti menjaminkan aset atau memenuhi benchmark tertentu (biasanya rasio-rasio keuangan) yang mengindikasikan kesehatan keuangan. Contoh umum perjanjian utang positif mencakup tingkat rasio current, leverage, probabilitas dan net worth minimal atau maksimum. Jadi perjanjian utang baik bentuk negatif maupun positif dapat digunakan untuk membatasi konflik kepentingan yang potensial terjadi antara kreditur dan shareholders perusahaan. Ketika suatu perjanjian dilanggar maka sebaliknya, perusahaan akan mendapatkan penilaian kinerja yang buruk dari kreditur. Pelanggaran terhadap batasan-batasan yang termuat dalam perjanjian utang merupakan hal yang menakutkan bagi manajemen. Hal ini dikarenakan pelanggaran perjanjian utang 3
amat merugikan. Pelanggaran perjanjian cenderung dapat memberikan beban yang berat bagi perusahaan. Perusahaan pelanggar perjanjian utang secara potensial menghadapi berbagai pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat bunga, negosiasi ulang masa utang (Beneish dan Press, 1995). Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan tidak menyukai risiko (risk averse). Karena itu, perusahaan khususnya manajer perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada. Debt-covenant hypothesis menyatakan jika semua hal lain tetap sama, semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi, lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat ini. Alasannya bahwa laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi probabilitas kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi, sangat dimungkinkan manajer perusahaan mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan, khususnya angka laba bottom line. Berdasarkan hipotesis debt covenant, perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi termotivasi untuk melakukan manajemen laba agar terhindar dari pelanggaran penjanjian utang. Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metoda akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan 4
dari pihak kreditur bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang. Widyaningdyah (2001) menemukan hubungan positif antara leverage dengan manajemen laba. Sweeney (1994) mengevaluasi perubahan metoda akuntansi dari 130 perusahaan yang melanggar perjanjian kredit. Perubahan metoda akuntansi yang teridentifikasi adalah perubahan depresiasi, perubahan LIFO, FIFO, perubahan umur ekonomis aktiva, dan perubahan dalam alokasi biaya overhead. Penelitian ini memberikan bukti bahwa manajer perusahaan merespon pemilihan metoda akuntansi yang menaikkan laba dalam hal menghindari pelanggaran perjanjian utang. Temuan-temuan
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pola
manajemen laba yang dilakukan manajemen perusahaan tergantung pada motivasi dilakukannya manajemen laba. Beberapa studi sebelumnya telah menemukan indikasi bahwa manajer perusahaan yang mengalami tekanan keuangan, khususnya perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang akan menanggapi dengan pilihan kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan yaitu DeFond dan Jiambalvo (1994); Sweeney (1994); Peltier-Rivest (1999); Jaggi dan Lee (2001); dan Rosner (2003) untuk menghindari atau menangguhkan kos pelanggaran. Beberapa studi lain menyatakan bahwa manajer lebih mungkin melakukan manajemen laba yang menurunkan laba untuk menyoroti kesulitan keuangan perusahan yaitu DeAngelo et al. (1994); dan Saleh dan Ahmed (2005) agar memperoleh jangka waktu yang lebih baik dalam negosiasi ulang kontrak utang. Penelitian-penelitian tersebut telah menginvestigasi secara empiris 5
hipotesis perjanjian utang. Hipotesis dalam penelitian ini didasari pada motivasi manajemen berdasarkan the debt covenant hypothesis. Pada perusahaan yang melanggar perjanjian utang, sebelum melanggar perjanjian utang manajer termotivasi menggunakan metoda akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba untuk menghindari masalah teknis pelanggaran perjanjian utang.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba melalui discretionary accruals yang meningkatkan laba? 2) Apakah manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang lebih besar daripada manajemen laba perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris: 1) Manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba melalui discretionary accruals yang meningkatkan laba. 2) Manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang lebih besar daripada manajemen laba perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang. 6
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat: 1)
Praktisi Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan mengenai praktik manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang pada industri manufaktur yang terdaftar di BEI dan dapat menjadi bahan pertimbangan para investor dalam melakukan penilaian yang tepat terhadap perusahaan.
2)
Peneliti Hasil penelitian ini dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai motivasi manajemen melakukan praktik manajemen laba, serta dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya.
3)
Regulator Hasil
penelitian
ini
dapat
menguatkan
kebijakan-kebijakan
dalam
meminimalkan praktik manajemen laba melalui evaluasi peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan dengan menambahkan kewajiban pengungkapan akuntansi akrual untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan.
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Agency Theory Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihakpihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu : 1)
Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri
8
2)
Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer
berada di dalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka
peluang
agen
untuk
memaksimalkan
kepentingannya
sendiri
(oportunistis) dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut dysfunctional behavior. Dapat berupa memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, perekayasaan kinerja perusahaan, maupun mangkir kerja. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara prinsipal dengan agen, pada intinya adanya pemisahan antara kepemilikan (investor) dan pengelolaan (manajer/agen). Adanya pemisahan kepemilikan oleh prinsipal dengan pengendalian oleh agen dalam suatu organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara prinsipal dan agen. Jensen dan Meckeling (1976) dan Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat 9
dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, digunakan oleh prinsipal untuk menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya dan sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agen. Biaya keagenan yang timbul akibat adanya konflik kepentingan ini adalah biaya pengawasan (monitoring costs), biaya penjaminan (bonding costs), dan rugi residual (residual loss). Untuk mengurangi biaya keagenan dapat ditempuh beberapa mekanisme yaitu melalui kepemilikan saham perusahaan bagi manajer, penggabungan sumber pendanaan dari pinjaman dan ekuitas, serta pembagian dividen (Crutchley dan Hansen, 1989 dalam Yasa, 2010). Masalah keagenan dapat timbul antara berbagai pihak di dalam perusahaan yaitu: (1) antara manajer dengan pemegang saham, (2) antara pemegang saham dan kreditur, dan (3) antara manajer dengan konsumen. Masalah keagenan antara manajer dengan pemegang saham timbul karena pemegang saham bertujuan untuk memaksimumkan kekayaannya dengan melihat nilai sekarang dari arus kas yang dihasilkan oleh investasi perusahaan, sedangkan manajer bertujuan pada peningkatan pertumbuhan dan ukuran perusahaan. Mekanisme penggunaan utang di dalam struktur modal merupakan salah satu upaya pemegang saham untuk mengatasi masalah keagenan yang timbul karena pemisahan antara pengelolaan dan kepemilikan perusahaan. Implikasi positif dari penggunaan utang adalah dapat meningkatkan kinerja manajer dan tindakan manajer diawasi oleh kreditur
10
dengan covenant yang disepakati. Konsep yang melandasi penggunaan utang sebagai peredam masalah keagenan adalah (Jensen dan Meckeling, 1976): 1) Penggunaan utang sebagai pembiayaan eksternal akan
memperkecil
penerbitan saham sehingga proporsi saham terhadap utang di dalam struktur modal akan semakin kecil 2) Penggunaan utang akan mencegah manajer untuk menggunakan free cash flow secara berlebihan bagi kepentingan pribadinya karena perusahaan harus menyediakan arus kas bagi pembayaran bunga pinjaman secara regular dan tetap jumlahnya. Walaupun utang dapat mengatasi masalah keagenan antara manajer dengan pemegang saham, tetapi masalah baru timbul antara manajer-pemegang saham dengan kreditur karena (Jensen dan Meckling, 1976): (1) keputusan investasi dan operasi tetap pada manajer-pemegang saham. Bisa terjadi dana yang berasal dari kreditur bukan digunakan untuk investasi dengan net present value positif tetapi digunakan untuk pembayaran dividen sehingga perusahaan default, (2) manajerpemegang saham melakukan investasi pada proyek yang berisiko tinggi karena memberikan ekspektasi imbal hasil yang tinggi pula. Jika proyek berhasil maka utang secara penuh dibayar dan imbal hasil yang tersisa seluruhnya menjadi milik pemegang saham. Tetapi jika gagal maka utang tidak dibayar atau perusahaan default. Akhirnya yang menderita kerugian lebih besar adalah kreditur karena jika sukses hanya menerima hasil tetap sedangkan jika gagal harus menderita kerugian yang sama besar dengan pemegang saham.
2.2 Teori Signal (Signalling Theory) 11
Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor dan kreditur sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi dan kredit. Apabila pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam harga saham, harga saham menjadi naik. Sementara, jika pengumuman tersebut merupakan sinyal baik bagi kreditur, perusahaan mampu memenuhi persyaratan perjanjian kredit maka manajer perusahaan mendapatkan penilaian kinerja yang baik oleh kreditur. Pengumuman informasi akuntansi memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga kreditur tertarik untuk melakukan pemberian kredit. Teori signal menjelaskan alasan perusahaan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal terkait dengan adanya asimetri informasi antara pihak manajemen perusahaan dengan pihak luar dimana pihak manajemen 12
perusahaan memiliki lebih banyak informasi serta mengetahui prospek perusahaan di masa yang akan datang. Informasi tersebut bisa berupa laporan keuangan, informasi kebijakan perusahaan maupun informasi lain yang dilakukan secara sukarela oleh manajemen perusahaan. Teori signal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan signal-signal kepada pengguna laporan keuangan. Signal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Signal dapat berupa promosi atau informasi lainnya yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lainnya (Machfoedz, 1999 dalam Yasa, 2010). Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditur karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya, yang akan digunakan untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Laporan keuangan dan rasio akuntansi dapat menjadi signal kondisi perusahaan dan menggambarkan kemungkinan yang terjadi sehubungan dengan utang yang dimiliki perusahaan.
2.3. Manajemen Laba Laporan
keuangan
yang
disusun
berdasarkan
akuntansi
akrual
memberikan keunggulan karena informasi laba perusahaan dan pengukuran komponennya mempunyai indikasi yang lebih baik dibandingkan informasi yang dihasilkan dari akuntansi berbasis kas (Financial Accounting Standard Board (FASB), 1978). Dalam pelaksanaannya, Standar Akuntansi memperbolehkan manajer untuk memilih kebijakan akuntansi dalam pelaporan laba, namun 13
kebijakan ini menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengelola laba (Sari dan Bandi, 2010). Secara singkat Scott (2003) mendefinisikan bahwa manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan melalui pilihan kebijakan akuntansi untuk memperoleh tujuan tertentu, misalnya untuk memenuhi kepentingan sendiri atau meningkatkan nilai pasar perusahaan mereka. Manajemen laba dapat didefinisikan sebagai pelaporan keuangan yang tidak netral yang didalamnya manajer secara intensif melakukan campur tangan untuk menghasilkan beberapa keuntungan pribadi. Manajer dapat melakukan campur tangan dengan memodifikasi tentang bagaimana mereka menginterpretasikan berbagai standar akuntansi keuangan dan data akuntansi (Healy dan Wahlen, 1999). Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang dilaporkan saat kini dari suatu unit yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa mengkaitkan dengan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang (Fischer dan Rosenzweig, 1995).
Praktik manajemen laba menyebabkan reliabilitas dari laba tereduksi, karena di dalam manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran laba sehingga pelaporan laba menjadi tidak seperti yang seharusnya dilaporkan. Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts dan Zimmerman (1986) adalah: 1)
The Bonus Plan Hypothesis
14
Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya. Manajer perusahaan akan lebih memilih metoda akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada perioda berikutnya, demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan. 2)
The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis) Hipotesis ini menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metoda akuntansi yang dapat memindahkan laba perioda mendatang ke perioda berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang. Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metoda akuntansi yang dapat meningkatkan 15
pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditur bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang. 3)
The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis) Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat perioda kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Beberapa penelitian lain juga menjelaskan motivasi dalam melakukan
manajemen laba diantaranya adalah motivasi pasar modal karena adanya insentif bagi manajer untuk memanipulasi laba dengan tujuan mempengaruhi kinerja harga saham dalam jangka pendek. Beberapa faktor yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba (Scott, 2000), yaitu: 1)
Rencana bonus (Bonus scheme) Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya.
2)
Kontrak utang jangka panjang (Debt covenant). Semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metoda akuntansi yang dapat memindahkan laba perioda mendatang ke perioda berjalan dengan 16
harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang. 3)
Motivasi politik (Political motivation) Perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat perioda kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah.
4)
Motivasi perpajakan (Taxation motivation) Perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkan. Tujuannya adalah dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.
5)
Pergantian CEO (Chief Executive Officer) Biasanya CEO yang akan pensiun atau masa kontraknya menjelang berakhir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang sama akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan.
6)
Penawaran saham perdana (Initial public offering) Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik, informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospectus merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai 17
perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor maka manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan Pola manajemen laba menurut Scott (2003) dapat dilakukan dengan cara: 1)
Taking a bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan Chief Executive Officer (CEO) baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa yang akan datang.
2)
Income minimization Income minimization adalah menurunkan jumlah laba yang akan dilaporkan. Cara ini dilakukan saat perusahaan memperoleh tingkat profitabilitas yang tinggi dengan maksud untuk memperoleh perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan dipercepat.
3)
Income maximization Income maximization adalah memaksimalkan laba yang dilaporkan agar memperoleh bonus yang lebih besar, income maximization dilakukan pada saat
laba
mengalami
penurunan.
Kecenderungan
manajer
untuk
memaksimalkan laba juga dapat dilakukan pada perusahaan yang melakukan suatu pelanggaran perjanjian utang.
4)
Income smoothing 18
Income smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. Manajemen laba dilakukan melalui pemilihan kebijakan akuntansi atau dengan mengendalikan transaksi akrual. Transaksi akrual merupakan transaksi yang tidak berpengaruh terhadap aliran kas masuk ataupun kas keluar. Transaksi akrual terdiri dari transaksi diskresioner dan non-diskresioner. Akrual diskresioner adalah akrual yang masih dapat diubah atau dipengaruhi oleh kebijakan yang dibuat manajemen atau manajemen mempunyai beberapa fleksibilitas untuk mengendalikan jumlahnya, misalnya penentuan ketetapan kebijakan pemberian kredit, kebijakan cadangan kerugian piutang dagang, dan penilaian persediaan. Akrual non-diskresioner adalah akrual yang tidak dapat dipengaruhi oleh kebijakan yang dibuat manajemen atau manajemen tidak mempunyai fleksibilitas untuk mengendalikan jumlahnya, misalnya penggunaan metoda akuntansi dalam perusahaan minyak antara full method dan successful effort, dan perubahan akrual karena perubahan volume bisnis (Scott, 2000). Manajemen laba yang berusaha meninggikan (menurunkan) laba menyebabkan adanya akrual diskresioner positif (negatif). Teknik manajemen laba (Setiawati dan Na’im, 2000) dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi 19
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya dan lain-lain. 2) Mengubah metoda akuntansi Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contohnya merubah metoda depresiasi aktiva tetap dari metoda depresiasi angka tahun ke metoda depresiasi garis lurus. 3) Menggeser perioda biaya atau pendapatan Beberapa contoh rekayasa perioda biaya atau pendapatan antara lain mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada perioda akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai perioda berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.
2.4 Kredit (Utang) Pengertian kredit menurut UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit adalah pemberian prestasi oleh suatu pihak lain yang akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu disertai dengan kontra prestasi berupa bunga dengan kata lain, uang atau yang diterima sekarang 20
akan dikembalikan pada masa yang akan datang (Rahmadana dan Lumbanraja, 2002). Kreditur
adalah
pihak
(perorangan,
organisasi,
perusahaan
atau
pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian)
dimana
diperjanjikan
bahwa
pihak
kedua
tersebut
akan
mengembalikan properti atau jasa yang nilainya sama. Pihak kedua ini disebut sebagai peminjam atau yang berutang (http://id.wikipedia.org/wiki/kreditur, 20 April 2011).
2.5 Manajemen Laba dan Perjanjian Utang Kebijakan utang merupakan salah satu alternatif pendanaan perusahaan selain menjual saham di pasar modal. Perusahaan yang memenuhi perjanjian utangnya akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Hal ini karena perjanjian utang digunakan oleh pemberi pinjaman komersial sebagai sistem peringatan awal untuk memberikan sinyal masalah-masalah keuangan peminjam (Herawati dan Baridwan, 2007). Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan tidak menyukai risiko (risk averse). Karena itu, perusahaan khususnya manajer perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada. Debt-covenant hypothesis menyatakan jika semua hal lain tetap sama, semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi, lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang 21
memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat ini. Alasannya bahwa laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi probabilitas kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi, sangat dimungkinkan manajer perusahaan mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan, khususnya angka laba bottom line. Manajemen laba dilakukan melalui pemilihan kebijakan akuntansi atau dengan mengendalikan transaksi akrual. Transaksi akrual merupakan transaksi yang tidak berpengaruh terhadap aliran kas masuk ataupun kas keluar. Transaksi akrual terdiri dari transaksi diskresioner dan non-diskresioner. Manajemen laba dapat didefinisikan sebagai pelaporan keuangan yang tidak netral yang didalamnya
manajer
secara
intensif
melakukan
campur
tangan
untuk
menghasilkan beberapa keuntungan pribadi. Manajer dapat melakukan campur tangan dengan memodifikasi tentang bagaimana mereka menginterpretasikan berbagai standar akuntansi keuangan dan data akuntansi (Healy dan Wahlen, 1999). Studi Defond dan Jiambalvo (1994) dan Sweeney (1994) menunjukkan bahwa perusahaan pelanggar perjanjian utang menggunakan akrual untuk meningkatkan laba tahun sebelumnya. Temuan tersebut menunjukkan bahwa manajer berusaha untuk memperlihatkan bahwa kinerja tahun sebelumnya adalah lebih baik. Hasil investigasi Achmad et al. (2007) menunjukkan bahwa peningkatan motivasi perjanjian utang (debt covenant) meningkatkan praktik manajemen laba. Alasannya bahwa motivasi debt covenant merupakan praktik manajemen laba berlaku umum. Ada pandangan bahwa manajemen laba dianggap 22
sebagai sesuatu yang pantas dilakukan oleh manajer, karena dimotivasi untuk mencari pendanaan perusahaan dan terkesan bahwa perusahaan kesulitan menjual sahamnya di pasar modal. Penelitian Dechow et al. (1995), Jones dan Sharma (2001) dalam Tarjo (2009), dan Widyaningdyah (2001) menemukan bahwa leverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Temuan tersebut sesuai dengan debt covenant hypothesis yang menyatakan bahwa jika semua hal yang lain tetap sama dan semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi, maka lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda mendatang ke perioda sekarang. Hal tersebut dilakukan karena laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi kemungkinan kegagalan membayar utang-utangnya pada masa mendatang (Scott, 2003:277). Naiknya laba yang dilaporkan bisa menarik perhatian bagi kreditur untuk memberikan tambahan pinjaman. Beberapa studi lain menyatakan bahwa manajer lebih mungkin melakukan manajemen laba yang menurunkan laba untuk menyoroti kesulitan keuangan perusahan yaitu De Angelo et al. (1994); dan Saleh dan Ahmed (2005). Temuan penelitian-penelitian sebelumnya tersebut menunjukkan bahwa pola manajemen laba yang dilakukan manajemen perusahaan bergantung pada motivasi dilakukannya manajemen laba. Apabila motivasi manajemen perusahaan adalah untuk mempertahankan posisi/pekerjaannya di perusahaan (Peltier-Rivest, 1999) atau untuk menghindari atau menangguhkan kos pelanggaran (DeFond dan Jiambalvo, 1994; Sweeney, 1994; Jaggi dan Lee, 2001; Rosner, 2003; Saleh dan 23
Ahmed, 2005) maka teori perjanjian utang menyatakan bahwa manajer perusahaan akan menggunakan manajemen laba yang meningkatkan laba yang dilaporkan. Apabila motivasi manajemen perusahaan adalah untuk menunjukkan kesulitannya supaya memperoleh jangka waktu yang lebih baik dalam negosiasi ulang kontrak utang (DeAngelo et al., 1994; Saleh dan Ahmed, 2005) atau adanya jaminan bahwa kreditur akan memberikan pembebasan tuntutan pelanggaran perjanjian utang (Jaggi dan Lee, 2001) maka manajer perusahaan akan menggunakan manajemen laba yang menurunkan laba yang dilaporkan.
2.6 Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai manajemen laba dimulai dengan penelitian Healy (1985), penelitian ini menurut Scott (2000) diakui sebagai penelitian terbaik untuk manajemen laba. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan program bonus manajer dengan cara memaksimalkan bonus untuk mengatur laba bersih. Jika laba bersih rendah (di bawah laba bersih yang ditentukan untuk mendapatkan bonus), maka manajer akan terdorong untuk mengecilkan laba serendah mungkin dengan memilih kebijakan akuntansi yang dapat mengurangi jumlah laba bersih dengan maksud pada tahun berikutnya laba bersih dapat meningkat sehingga mancapai laba bersih yang mendatangkan bonus. Hal yang sama juga dilakukan apabila laba bersih terlalu tinggi (di atas cap), manajer terdorong untuk memilih kebijakan dan prosedur akuntansi yang dapat mengurangi laba bersih, karena manajer akan kehilangan bonus permanen atas laba bersih. Penelitian Sweeney (1994) serta DeFond dan Jiambalvo (1994) mengenai motivasi perjanjian kredit dalam hubungannya dengan praktik earnings 24
management. Sweeney (1994) menguji debt covenant hypothesis dengan menganalisis perubahan metoda akuntansi dari 130 perusahaan yang melanggar perjanjian kredit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajer perusahaan yang melanggar perjanjian kredit cenderung memilih metoda akuntansi yang berdampak pada peningkatan laba. Perubahan metoda akuntansi
yang
teridentifikasi dalam penelitian ini antara lain: perubahan metoda depresiasi, adopsi metoda last in first out (LIFO), adopsi metoda first in first out (FIFO), perubahan umur ekonomi aktiva dan perubahan dalam alokasi biaya lain-lain. Penelitian DeFond dan Jiambalvo (1994) mendeteksi manipulasi accrual dari perusahaan yang melakukan kontrak utang. Sampel penelitian adalah 94 perusahaan yang melakukan pelanggaran kontrak utang antara tahun 1985--1988. Hasil penelitian menunjukkan adanya dukungan bahwa kontrak utang mempengaruhi pilihan akuntansi perusahaan. Hal ini tampak pada pilihan akuntansi perusahaan satu perioda sebelum dan pada perioda pelanggaran perjanjian kredit. Neill et al. (1995) melakukan pengujian manajemen laba pada 2609 perusahaan yang melakukan IPO (Initial Public Offering) pada tahun 1975 sampai 1984. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan memilih metoda akuntansi yang dapat mempertinggi pelaporan pendapatan dan nilai aset untuk mempengaruhi penerimaan kas dari penawaran perdana dan terdapat hubungan positif yang signifikan antara pilihan metoda akuntansi yang digunakan perusahaan dengan besarnya pendapatan yang diterima perusahaan saat go public.
25
Perusahaan yang menggunakan metoda akuntansi konservatif menerima hasil pendapatan IPO yang lebih rendah. Veronica dan Utama (2005) meneliti mengenai pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktik Corporate Governance terhadap pengelolaan laba. Struktur kepemilikan diproksikan dengan kepemilikan institusional dan kepemilikan keluarga bukan konglomerasi, ukuran perusahaan diproksikan dengan kapitalisasi pasar, dan Corporate Governance (CG) diproksikan dengan audit oleh KAP (Kantor Akuntan Publik) Big 4, proporsi dewan komisaris independen dan keberadaan komite audit. Pengelolaan laba diproksikan menggunakan discretionary accrual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur kepemilikan dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik pengelolaan laba sedangkan mekanisme CG tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik pengelolaan laba. Herawati dan Baridwan (2007) meneliti manajemen laba pada perusahaan yang melanggar perjanjian kredit. Penelitian ini menggunakan 13 perusahaan pelanggar perjanjian utang dan 20 perusahaan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata discretionary accruals perioda sebelum melanggar perjanjian utang secara statistis signifikan lebih besar daripada rata-rata akrual diskresioner perioda saat perusahaan melanggar perjanjian utang. Namun, ratarata discretionary accruals perioda saat dan perioda setelah melanggar perjanjian utang secara statistis tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena adanya bias dalam penentuan sampel.
26
Yasa (2010) menguji praktik manajemen laba pada perusahaan yang melakukan pemeringkatan obligasi perdana. Penelitian ini mencakup dua isu. Pertama menyangkut pengaruh informasi dan rasio keuangan terhadap peringkat obligasi. Isu kedua adalah manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang akan mengeluarkan obligasi untuk pertama kalinya sebelum proses pemberian peringkat obligasi. Pengujian hipotesis dengan menggunakan discriminant analysis beberapa informasi dan rasio keuangan seperti log natural laba operasi, laba yang ditahan, aliran kas operasi, dan likuiditas mampu membedakan antar kelompok peringkat obligasi. Perusahaan penerbit obligasi melakukan manajemen laba dengan cara menaikkan jumlah akrual diskresioner saat publikasi laporan keuangan auditan sebelum perioda penerbitan obligasi. Ringkasan mengenai penelitian sebelumnya disajikan pada Tabel 2.1 berikut.
No 1.
2
Nama Peneliti Healy (1985)
Sweeney (1994)
Tabel 2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Variabel Teknik Hasil Penelitian Penelitian Analisis Data Manajemen Independent Jika laba bersih berada laba sample t-test dibawah cap atau laba bersih diproksikan berada diatas bogey maka dengan manajer terdorong untuk discretionary memilih kebijakan akuntansi accruals yang mengecilkan laba. Jika laba bersih berada diantara cap dan bogey maka manajer cenderung menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba. Manajemen Paired Manajer perusahaan yang laba Sample t-test melanggar perjanjian kredit diproksikan cenderung memilih metoda dengan akuntansi yang berdampak discretionary pada peningkatan laba. 27
accruals
3
DeFond dan Manajemen Jiambalvo laba (1994) diproksikan dengan discretionary accruals
4
Neil et al. Manajemen (1995) laba diproksikan dengan discretionary accruals
5
Veronica Variabel dan Uttama dependen: (2005) manajemen laba diproksikan dengan discretionary accruals Variabel independen: struktur
Perubahan metoda akuntansi yang teridentifikasi dalam penelitian ini antara lain: perubahan metoda depresiasi, adopsi metoda last in first out (LIFO), adopsi metoda first in first out (FIFO), perubahan umur ekonomi aktiva dan perubahan dalam alokasi biaya lain-lain. Paired Hasil penelitian menunjukkan Sample t-test adanya dukungan bahwa kontrak utang mempengaruhi pilihan akuntansi perusahaan. Hal ini tampak pada pilihan akuntansi perusahaan satu perioda sebelum dan pada perioda pelanggaran perjanjian kredit. Paired Hasil penelitian menunjukkan Sample t-test bahwa sebagian besar perusahaan memilih metoda akuntansi yang dapat mempertinggi pelaporan pendapatan dan nilai aset untuk mempengaruhi penerimaan kas dari penawaran perdana dan terdapat hubungan positif yang signifikan antara pilihan metoda akuntansi yang digunakan perusahaan dengan besarnya pendapatan yang diterima perusahaan saat go public. Regresi linear Hasil penelitian menunjukkan berganda bahwa struktur kepemilikan dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik pengelolaan laba sedangkan mekanisme CG tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik pengelolaan laba.
28
6
Herawati dan Baridwan (2007)
7
Yasa (2010)
kepemilikan, ukuran perusahaan dan GC Manajemen Paired laba Sample t-test diproksikan dengan discretionary accruals
Variabel dependen: manajemen laba diproksikan dengan discretionary accruals. Variabel independen rasio keuangan
Discriminant analysis Independent Sample t-test
29
Perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba yang menaikkan laba saat perioda t-1 sebelum pelanggaran perjanjian utang. Perusahaan yang melanggar perjanjian utang dan perusahaan control sama-sama melakukan manajemen laba pada perioda sebelum dan saat pelanggaran perjanjian utang. Beberapa informasi dan rasio keuangan seperti log natural laba operasi, laba yang ditahan, aliran kas operasi, dan likuiditas mampu membedakan antar kelompok peringkat obligasi. Perusahaan penerbit obligasi melakukan manajemen laba dengan cara menaikkan jumlah akrual diskresioner saat publikasi laporan keuangan auditan sebelum perioda penerbitan obligasi.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Salah satu syarat kualitas informasi akuntansi menurut SFAC (Statement of Financial Accounting Concepts) No. 2 adalah comparability, artinya harus dapat saling dibandingkan yaitu memiliki prinsip akuntansi yang sama baik untuk satu perusahaan maupun perusahaan lain. Comparability dalam perusahaan yang sama dilakukan dengan perioda sebelumnya maupun dengan jangka waktu yang berbeda. Prinsip akuntansi yang dipakai dalam laporan keuangan tahunan juga digunakan ketika misalnya laporan keuangan bulanan, triwulan, tengah tahunan dibuat. Laporan keuangan yang baik adalah laporan keuangan yang dapat memberikan informasi yang benar kepada pemakainya. Pemakai laporan keuangan akan menggunakan informasi untuk berbagai keputusan; misalnya investasi dan pemberian kredit. Sehingga penyajian laporan keuangan tidak boleh terjadi manipulasi serta diungkapkan secara penuh. Menurut perspektif agency theory, dalam sebuah entitas terdapat dua pihak yang melakukan kontrak yaitu pihak internal/manajemen (agen) dan pihak eksternal (prinsipal). Agen merupakan manajemen dari perusahaan, tetapi sebagai prinsipal dapat berbeda menurut kontrak yang dilakukan, antara lain pemegang saham, kreditur, dan pemerintah. Manajemen memiliki keinginan untuk meningkatkan laba, mendapatkan kredit, kemudahan dalam memperoleh sumber dana eksternal, mendapatkan bonus, menghemat pajak, dan lain-lain. Prinsipal 30
juga memiliki keinginan untuk mendapatkan pengembalian/timbal balik yang layak untuk meningkatkan kekayaan. Media komunikasi yang biasanya digunakan untuk menghubungkan antara manajemen dengan pihak eksternal (prinsipal) perusahaan adalah laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Pihak eksternal akan lebih memperhatikan informasi laba dari sebuah laporan keuangan dengan alasan dapat digunakan untuk menaksir risiko dalam investasi dan kredit. Dalam agency theory hubungan antara agen dan prinsipal berada dalam kondisi ketidakseimbangan informasi (asimetri informasi). Ketidakseimbangan informasi muncul karena manajemen (agen) sebagai pengelola perusahaan mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak eksternal (prinsipal) yang tidak mungkin mendapatkan seluruh informasi perusahaan. Manajemen yang mendapatkan informasi relatif lebih banyak mempunyai fleksibilitas dalam mempengaruhi laporan keuangan, khususnya laba, untuk memaksimalkan kepentingannya dan nilai pasar perusahaan dengan melakukan earnings management (manajemen laba). Manajemen laba dapat muncul karena peluang kebijakan akuntansi yang fleksibel dalam menghitung laba dengan metoda pencatatan yang berbeda dari suatu fakta dan adanya subyektifitas dalam estimasi. Praktik manajemen laba dapat membuat bias laporan keuangan sehingga mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan. Perusahaan publik yang merupakan perusahaan terbuka, baik dalam laporan keuangan maupun kepemilikan, seharusnya menjadi contoh dalam penyajian laporan keuangan yang tidak menyesatkan. 31
Manajemen laba dilakukan dengan pengelolaan transaksi yang terkait dengan akrual yang berada di bawah kebijakan manajemen. Apabila terjadi manajemen laba maka earnings akan berubah dan total akrual yang terkandung didalamnya juga mengalami perubahan, sehingga discretionary accruals secara tidak langsung juga akan berubah. Tidak semua pihak eksternal mempunyai keinginan yang sama terhadap angka yang disajikan dalam laporan keuangan. Leverage ratio merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar perusahaan dibelanjai dengan utang, menjadi perhatian kreditur dan pemegang saham. Kreditur menginginkan adanya leverage ratio yang rendah untuk menjamin keberadaan utang. Perusahaan yang mempunyai leverage ratio tinggi kemungkinan besar akan melakukan manajemen laba. Perusahaan yang tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya berusaha menghindarinya
dengan
membuat
kebijakan
yang
dapat
meningkatkan
pendapatan atau laba dan diharapkan dapat memperbaiki posisi keuangan dalam negosiasi ulang dengan kreditur. Perusahaan yang memenuhi perjanjian utangnya akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Hal ini karena perjanjian utang digunakan oleh pemberi pinjaman komersial sebagai sistem peringatan awal untuk memberikan sinyal masalah-masalah keuangan peminjam. Ketika suatu perjanjian dilanggar maka sebaliknya, perusahaan akan mendapatkan penilaian kinerja yang buruk dari kreditur. Pelanggaran terhadap batasan-batasan yang termuat dalam perjanjian utang merupakan hal yang menakutkan bagi manajemen. Hal ini dikarenakan 32
pelanggaran perjanjian utang amat merugikan (Watts dan Zimmerman, 1986). Pelanggaran
perjanjian cenderung dapat memberikan beban yang berat bagi
perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan pelanggar perjanjian utang secara potensial menghadapi berbagai pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat bunga, negosiasi ulang masa utang (Beneish dan Press, 1995). Selain itu, pelanggaran awal atas perjanjian utang dikaitkan dengan peningkatan signifikan pada risiko sistematis dan non-sistematis serta menimbulkan kos pelanggaran yang substantial. Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan tidak menyukai risiko (risk averse). Karena itu, perusahaan khususnya manajer perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada. Debt-covenant hypothesis menyatakan bahwa jika semua hal lain tetap sama, semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi, lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat ini. Alasannya bahwa kenaikan laba bersih yang dilaporkan akan mengurangi probabilitas kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi sangat dimungkinkan manajer perusahaan mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan, khususnya angka laba bottom line. Kerangka berpikir dari penelitian ini seperti pada Gambar 3.1 di halaman 34.
33
Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan yang Melanggar Perjanjian Utang
Kajian Teoritis: 1. Teori Agensi 2. Teori Signal
Kajian Empiris: 1. Healy (1985) 2. Sweeney (1994) 3. DeFond dan Jiambalvo (1994) 4. Neill et al. (1995) 5. Veronica dan Utama (2005) 6. Herawati dan Baridwan 2007) 7. Yasa (2010)
Rumusan Masalah
Hipotesis
Uji Statistik
Hasil
Simpulan dan Saran
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir 34
3.2 Konsep Penelitian Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory (PAT). Teori ini dapat memberikan pedoman kepada para pembuat keputusan kebijakan akuntansi dalam melakukan perkiraan-perkiraan akan konsekuensi-konsekuensi dari keputusan tersebut. Penelitian-penelitian mengenai PAT salah satu yang diteliti dan menarik perhatian dalam penelitian ini adalah penelitian tentang manajemen laba terkait dengan motivasi debt covenant hypothesis. Debt-covenant hypothesis menyatakan jika semua hal lain tetap sama, semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi, lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat ini. Alasannya bahwa laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi probabilitas kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi sangat dimungkinkan manajer perusahaan mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan, khususnya angka laba bottom line. Penelitian ini dikembangkan berdasarkan penelitian Sweeney (1994), DeFond dan Jiambalvo (1994), Herawati dan Baridwan (2007), dan Achmad et al. (2007), yang telah melakukan penelitian tentang debt-covenant hypothesis. Penelitian ini menguji apakah perusahaan melakukan manajemen laba yang menaikkan laba ketika akan melanggar perjanjian utang. Penelitian ini juga melihat apakah terdapat perbedaan manajemen laba bagi perusahaan yang melanggar dan tidak melanggar perjanjian utang. Penelitian ini menggunakan 35
discretionary accrual sebagai ukuran manajemen laba. Discretionary accrual diukur berdasarkan model Kang dan Sivaramakrishnan (1995) dan Jones Modifikasian (1995). Model ini dikatakan model yang paling baik untuk memprediksi usaha akrual (Yasa, 2010). Berdasarkan hal tersebut maka dapat digambarkan konsep penelitian yang disajikan dalam Gambar 3.2 berikut.
PAT
Debt Covenant Hypothesis
Perusahaan Pelanggar Perjanjian Utang
Perusahaan Bukan Pelanggar Perjanjian Utang
Manajemen laba pada perusahaan pelanggar perjanjian utang lebih besar daripada manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang.
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa adanya insentif untuk melakukan manajemen laba yang timbul karena perjanjian utang, disebut dengan hipotesis perjanjian utang (debt covenant hypothesis). Kreditur perusahaan menentukan batasan pada pembayaran dividen, pembelian kembali saham, dan pengeluaran utang tambahan untuk meyakinkan pembayaran kembali pokok dan bunga mereka. Pembatasan ini seringkali dilakukan dalam bentuk angka akuntansi 36
dan rasio-rasio, seperti working capital levels, interest coverage, dan net worth. Oleh karena itu, hipotesis perjanjian utang menyatakan bahwa manajer perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas tinggi cenderung memilih metoda akuntansi dan kebijakan yang meningkatkan laba yang dilaporkan untuk menghindari kegagalan teknis perjanjian utang. Perusahaan dengan utang yang semakin tinggi berpotensi mengalami kebangkrutan yang semakin tinggi pula. Kreditur akan meminta laporan keuangan perusahaan yang lebih dapat dipercaya untuk melakukan pengawasan secara ketat terhadap kinerja manajer. Wasilah (2005) menyatakan bahwa rata-rata perusahaan di Indonesia memiliki utang yang cukup tinggi. Akibatnya para manajer mendapat banyak tekanan dari pihak luar perusahaan sehingga kesempatan manajer untuk melakukan manajemen laba terbatasi. Semakin besar utang maka manajer berusaha keras untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Jika kinerja keuangan perusahaan tidak berhasil sesuai target yang direncanakan, maka bisa mengurangi kepercayaan kreditur terhadap perusahaan. Di samping itu, apabila target yang ditentukan tidak terpenuhi bisa mendorong manajer untuk bertindak oportunistik, misalnya manajer melaporkan penjualan lebih besar dari yang sesungguhnya, akibatnya laba perusahaan yang dilaporkan terlalu tinggi dari seharusnya. Tindakan ini dilakukan untuk meyakinkan kreditur agar mau memberi kucuran dana lagi ke perusahaan. Padahal sesungguhnya tindakan tersebut hanyalah upaya untuk mengelabuhi kreditur. Kalau tindakan manajer tersebut tidak dideteksi oleh kreditur dan berlangsung terus-menerus, maka bisa mengakibatkan kebangkrutan 37
perusahaan. Jadi atas dasar untuk meyakinkan kreditur manajer melakukan rekayasa laba perusahaan (Tarjo, 2009). Penelitian Defond dan Jiambalvo (1994) dan Sweeney (1994) mengindikasikan bahwa perusahaan pelanggar perjanjian utang menggunakan akrual untuk meningkatkan laba tahun sebelumnya. H1: manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba melalui discretionary accruals yang meningkatkan laba. Sweeney (1994) menguji debt covenant hypothesis dengan menganalisis perubahan metoda akuntansi dari 130 perusahaan yang melanggar perjanjian kredit. Sweeney menunjukkan bahwa manajer perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan mengarah ke pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metoda akuntansi yang berdampak pada peningkatan laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian kredit. Perubahan metoda akuntansi yang teridentifikasi dalam penelitian ini antara lain: perubahan metoda depresiasi, adopsi metoda last in first out (LIFO), adopsi metoda first in first out (FIFO), perubahan umur ekonomi aktiva dan perubahan dalam alokasi biaya lain-lain. Sweeney (1994) memberikan bukti empiris bahwa manajer perusahaan pelanggar membuat jumlah yang lebih besar dalam keputusan pilihan akuntansi terhadap manajer perusahaan kontrol untuk industri, ukuran dan perioda waktu yang sama. Surifah (2001) mengkaji kebijakan akuntansi akrual, yang mengarah pada indikasi keberadaan manajemen laba dalam pengungkapan laporan keuangan tahunan perusahaan publik. Perusahaan sampel dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu yang mengalami kerugian dan keuntungan berturut-turut selama tahun 19971999 pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Sampel perusahaan yang 38
digunakan adalah 30 perusahaan yang mengalami kerugian berturut-turut dan 30 perusahaan yang mendapatkan keuntungan berturut-turut yang diambil dengan cara berpasangan. Total akrual digunakan sebagai proksi dari manajemen laba dengan hipotesis yang diajukan apakah terdapat perbedaan total akrual antara perusahaan yang mengalami kerugian berturut-turut dengan yang mendapat keuntungan berturut-turut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan total akrual antara kedua kelompok perusahaan, serta didapat hasil bahwa total akrual perusahaan yang mengalami kerugian secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang mendapatkan keuntungan. Andriyani (2004) dalam Herawati dan Baridwan (2007) menguji hipotesis perjanjian utang yaitu dengan meneliti keberadaan indikasi manajemen laba pada perusahaan yang memiliki perjanjian kontrak utang. Mekanisme perjanjian yang digunakan adalah penerbitan obligasi. Penelitian Andriyani (2004) memberikan bukti empiris tentang adanya manajemen laba lebih besar pada perusahaan yang terikat perjanjian daripada yang tidak terikat perjanjian. Kondisi-kondisi
tersebut
di
atas
menunjukkan
bahwa
kepentingan
manajemen terancam seperti penilaian negatif dari pihak investor, kreditur dan pemakai laporan keuangan lainnya sehingga dapat berakibat pada ketidakamanan posisi manajemen. Dalam rangka untuk mempertahankan posisinya di perusahaan, maka manajer perusahaan akan selalu berupaya untuk memperlihatkan kinerja perusahaan yang baik. Karena hal itu berarti peningkatan nilai perusahaan. Penelitian ini fokus pada kondisi perusahaan yang mengalami pelanggaran perjanjian utang berbasis akuntansi. 39
Penelitian ini menduga bahwa manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang akan lebih berusaha untuk menunjukkan kinerja perusahaan yang lebih baik. Hal ini agar tidak berlanjut pada pelanggaran yang lebih berat sehingga manajemen perusahaan tersebut kemungkinan besar akan melakukan manajemen laba lebih besar daripada perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang. H2: manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang lebih besar daripada manajemen laba perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang.
40
BAB IV METODA PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah rencana dari struktur riset yang mengarahkan proses dan hasil riset sedapat mungkin valid, objektif, efisien dan efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar perjanjian utang pada industri manufaktur yang terdaftar di BEI. Dalam penelitian Na'im dan Hartono (1996) yang mengambil sampel perusahaan di Amerika, model earnings management hanya signifikan pada perusahaan manufaktur. Oleh karena itu, penelitian ini ingin membuktikan apakah hal tersebut sama bila diterapkan di Indonesia. Manajemen laba diukur dengan model Kang dan Sivaramakrishnan (1995). Model ini dikatakan model yang paling baik untuk memprediksi usaha akrual (Yasa, 2010). Model Kang dan Sivaramakrishnan (KS) dikatakan dapat mengurangi masalah omitted variables dengan menambahkan komponen biaya seperti kos penjualan dan biaya-biaya lainnya, serta mengurangi masalah simultanitas dan kesalahan dalam variabel karena model KS menggunakan instrumental variabel. Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI dan sampelnya adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI perioda 2003-2010. Setelah penentuan sampel, dilanjutkan dengan pengumpulan data melalui metoda observasi non partisipan, yaitu dengan cara membaca, mengamati, 41
mencatat serta mempelajari uraian buku-buku, jurnal-jurnal akuntansi dan bisnis, serta mengakses situs-situs internet yang relevan. Penelitian menggunakan teknik analisis uji beda dan dilanjutkan dengan menyimpulkan dan memberikan saran. Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.
Kajian Teoritis
Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Yang Melanggar Perjanjian Utang
Kajian Empiris
Discretionary Accrual
Permasalahan
Hipotesis
Pengolahan Data
Pembahasan Hasil
Simpulan dan Saran Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
42
Metoda Penelitian: 1. Jenis Data: data kualitatif dan kuantitatif Sumber Data: data sekunder 2. Variabel Penelitian: Manajemen Laba 3. Teknik Penentuan Sampel: Purposive Sampling 4. Teknik Analisis Data: Uji Beda
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI perioda 2003-2010 melalui website www.idx.co.id. Penelitian ini menggunakan perusahaan publik dengan pertimbangan bahwa perusahaan publik merupakan perusahaan yang terbuka dan informasi yang diberikan berguna bagi seluruh pihak, sehingga diharapkan dalam penyajian laporan keuangan memberikan informasi yang tidak bias. Informasi yang tidak bias tersebut termasuk informasi mengenai laba dalam laporan keuangan. Perusahaan manufaktur dipilih karena perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan manajemen laba daripada perusahaan yang bergerak di bidang lain. Dalam penelitian Na'im dan Hartono (1996) yang mengambil sampel perusahaan di Amerika, model earnings management hanya signifikan pada perusahaan manufaktur. . 4.3 Data Penelitian 4.3.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Data kualitatif yaitu data yang tidak dapat dihitung atau diukur dengan angka-angka, tetapi mampu memberikan informasi tambahan berupa uraian atau keterangan (Sugiyono, 2007:13). Data kualitatif dalam penelitian ini adalah informasi berkaitan dengan pelanggaran perjanjian utang yang dinyatakan dalam catatan laporan keuangan atau laporan auditor independen. 2) Data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka atau jumlah dengan satuan ukur yang dapat dihitung secara matematis (Sugiyono, 2007:13). Data 43
kuantitatif dalam penelitian ini berupa komponen laporan laba, laporan arus kas dan komponen laporan neraca. 4.3.2 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data diperoleh dari sumber yang tidak langsung memberikan data pada pengumpul data (Sugiyono, 2007:129). Dalam penelitian ini data diperoleh melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) berupa anual report perusahaan manufaktur. 4.3.3 Metoda Penentuan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:115). Dalam penelitian ini populasi adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI. Sementara sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2007:118). Teknik penentuan sampel menggunakan purposive sampling, yakni suatu teknik penentuan sampel dengan menggunakan kriteriakriteria tertentu. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk memilih sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 44
1)
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan menerbitkan laporan auditan perioda 1997 sampai dengan perioda 2010.
2)
Perusahaan yang pertama kali melakukan pelanggaran perjanjian utang pada perioda 2003--2010 serta menyatakannya di catatan laporan keuangan atau laporan auditor independen. Definisi perusahaan yang dikategorikan melanggar perjanjian utang mencakup pelanggaran terhadap rasio keuangan yang disyaratkan oleh kreditur dalam perjanjian utang-jangka pendek maupun jangka panjang-dan/atau pelanggaran perjanjian pembayaran pokok utang dan bunga. Perusahaan yang melanggar perjanjian pembayaran pokok dan bunga dimasukkan sebagai sampel dengan pertimbangan bahwa pelanggaran perjanjian tersebut merupakan pelanggaran yang lebih berat daripada pelanggaran terhadap rasio keuangan yang disyaratkan oleh kreditur.
3)
Perusahaan yang mengungkapkan perjanjian utang-rasio keuangan, tidak menyatakan pelanggaran perjanjian utang dan tidak melakukan event penting seperti pergantian CEO (Chief Executive Officer), pemeringkatan obligasi dan SEO (Seasoned Equity Offerings) diklasifikasikan sebagai perusahaan kontrol. Informasi tersebut dicek melalui catatan laporan keuangan dan laporan auditor independen. Perusahaan kontrol ini dibentuk berdasarkan jenis industri dan ukuran perusahaan yang setara (total aktiva).
45
4)
Perusahaan memiliki data tujuh tahun yaitu lima tahun dari t-2 sampai t-6 merupakan perioda estimasi sedangkan t-1 dan t merupakan perioda kejadian.
4.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ini menggunakan akrual akuntansi (discretionary accrual) sebagai ukuran manajemen laba. Menurut pandangan manajemen, akrual akuntansi merupakan instrumen yang lebih disukai untuk mengatur angka yang dilaporkan karena biayanya relatif rendah dan sifatnya yang tidak mudah diamati. Manajemen laba diukur melalui discretionary accrual (DA) yang dihitung dengan cara menghitung selisih total accrual (TA) dan non discretionary accrual (NDA). Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel mandiri. Variabel mandiri digunakan dalam penelitian ini karena dalam penelitian ini tidak membuat perbandingan antara variabel terikat/dependen dan variabel bebas/independen pada sampel lain atau mencari hubungan variabel tersebut dengan variabel lainnya. Variabel dalam penelitian ini adalah manajemen laba, diproksikan dengan
discretionary
accrual
yang
diukur
dengan
model
Kang
dan
Sivaramakrisnan (1995) dalam Yasa (2010). Berdasarkan perspektif manajerial, akrual menunjukkan instrumeninstrumen adanya earnings management. Perhitungan akrual yang tidak normal diawali dengan perhitungan total akrual. Total akrual sebuah perusahaan i dipisahkan menjadi non discretionary accrual (tingkat akrual yang normal) dan discretionary accrual (tingkat akrual yang tidak normal). Tingkat akrual yang
46
tidak normal ini merupakan tingkat akrual hasil rekayasa laba yang dilakukan oleh manajer. Selengkapnya perhitungan manajemen laba adalah sebagai berikut. Akrual diskresioner yang diukur dari model Kang dan Sivaramakrishnan (1995) dalam Yasa (2010) adalah: ABit-1 = Φ0 + Φ1 [δ1,i REVit-1] + Φ2 [δ2,iEXPit-1] + Φ3 [δ3,iGPPEit-1] + ʋit-1 …………………………………………………………………. (1) Keterangan: ABit-1
= accrual balance = CAit-1 - CASHit-1 - CLit-1 – DEPit-1
CAit-1
= aktiva lancar perusahaan i pada tahun t-1
CASHit-1
= kas perusahaan i pada tahun t-1
CLit-1
= utang lancar perusahaan i pada tahun t-1
DEPit-2
= depresiasi dan amortisasi perusahaan i pada tahun t-2
REVit-1
= pendapatan perusahaan i pada tahun t-1
EXPit-1
= penjualan neto – laba operasi sebelum depresiasi dan amortisasi perusahaan i
GPPEit-1
= aktiva tetap bruto perusahaan i pada tahun t-1
ARTit-2
= piutang dagang perusahaan i pada tahun t-2
OCALit-2
= aktiva lancar-kas-piutang usaha-utang lancar perusahaan i pada tahun t-2
ʋit
= error term
δ1,i = 47
δ2,i =
δ3,i = Selanjutnya akrual non diskresioner (NDA) dihitung sebagai berikut. NDAit-1 = Φ0 + Φ1 [δ1,i REVit-1] + Φ2 [δ2,iEXPit-1] + Φ3 [δ3,iGPPEit-1]…………(2) Akrual diskresioner dihitung sebagai berikut. DAit-1 = ABit-1 – NDAit-1……………………………………………………...… (3) Contoh perhitungan manajemen laba perusahaan i. Misal: Perusahaan melanggar kontrak perjanjian utang tahun 2003. Maka perioda t adalah 2003 dan perioda t-1 2002 sebagai perioda kejadian. Karena adanya keterbatasan dalam memperoleh perjanjian utang antara perusahaan dengan kreditur maka perioda sebelum pelanggaran perjanjian utang ditentukan dari t-1 saat perusahaan telah melanggar perjanjian utang. Perioda t-2 sampai t-6 adalah 2001 – 1997 sebagai perioda estimasi. Pertama-tama dilakukan regresi per kelompok perusahaan berdasarkan perioda estimasi (t-2 sampai t-6) untuk mengestimasi secara efisien parameter model akrual non diskresioner untuk setiap perusahaan dari persamaan regresi berikut. ABi2002 = Φ0 + Φ1 [δ1,i REVi2002] + Φ2 [δ2,iEXPi2002] + Φ3 [δ3,iGPPEi2002] + ʋi2002……………………………………………………………………………………………..(4)
δ1,i =
48
δ2,i = δ3,i = Setelah memperoleh nilai parameter model akrual non diskresioner (Φ0, Φ1, Φ2, Φ3) dari persamaan regresi diatas, dilanjutkan dengan perhitungan non diskresioner akrual pada perioda kejadian yaitu (t-1). NDAit-1 = Φ0 + Φ1 [δ1,i REVit-1] + Φ2 [δ2,iEXPit-1] + Φ3 [δ3,iGPPEit-1]………..…(5) Selanjutnya akrual diskresioner sebagai proksi manajemen laba diukur sebagai berikut. DAit-1 = ABit-1 – NDAit-1……………………………...………………………….(6)
4.5 Teknik Pengumpulan Data Metoda pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda observasi non partisipan, yaitu dengan cara membaca, mengamati, mencatat serta mempelajari uraian buku-buku, jurnal-jurnal akuntansi dan ekonomi serta mengunduh data dan informasi dari situs-situs internet yang relevan.
4.6 Prosedur Penelitian Adapun prosedur dalam penelitian ini antara lain: 1) Menentukan populasi dan sampel dalam penelitian ini; 2) Mengumpulkan data melalui metoda observasi non partisipan, yaitu dengan cara membaca, mengamati, mencatat serta mempelajari uraian buku-buku,
49
jurnal-jurnal akuntansi dan ekonomi, serta mengakses situs-situs internet yang relevan; 3) Pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis uji beda Independent Sample t Test. Uji persyaratan yang dilakukan adalah uji normalitas residual, dimana residual data hendaknya berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov; 4) Jika normalitas residual tidak berdistribusi normal maka pengujian hipotesis menggunakan analisis non-parametrik yaitu uji Mann Whitney Test. 5) Membuat simpulan dan saran.
4.7 Teknik Analisis Data 4.7.1 Pengujian Hipotesis Penelitian Pengujian hipotesis menggunakan uji beda pada perioda sebelum dan saat terjadi pelanggaran utang. Teknik analisis yang digunakan adalah Independent Sampels T-test. 1) Proksi yang menunjukkan manajemen laba yang meningkatkan/menurunkan laba dilakukan dengan menguji total akrual yang berasal dari unsur kenaikan pendapatan dan biaya. Untuk menentukan apakah perusahaan melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba, dilakukan dengan melakukan regresi terhadap laba tahun berjalan yang dideflasi dengan asset total awal perioda sebagai variabel dependen dan laba tahun sebelumnya juga dideflasi dengan asset total awal perioda sebagai variabel independen. Dengan asumsi bahwa laba harapan tahun berjalan setidaknya sama dengan laba tahun sebelumnya, kemudian dilakukan regresi terhadap variabel tersebut (Yasa, 2010). 50
Pengujian secara statistik untuk akrual diskresioner untuk hipotesis 1 dinyatakan dalam hipotesis nol dan hipotesis alternatif sebagai berikut. H01: μApt-1 ≤μAbt-1 Ha1: μApt-1 >μAbt-1 Keterangan: μApt-1: Akrual diskresioner dari unsur kenaikan pendapatan sebelum perusahaan melanggar perjanjian utang. μAbt-1: Akrual diskresioner dari unsur kenaikan biaya sebelum perusahaan melanggar perjanjian utang. 2) Pengujian secara statistik untuk akrual diskresioner untuk hipotesis 2 dinyatakan dalam hipotesis nol dan hipotesis alternatif sebagai berikut. Pengujian pada Perioda Sebelum Melanggar Perjanjian Utang H02: μDADEBTt-1 ≤ μDANDEBTt-1 Ha2: μDADEBTt-1 > μDANDEBTt-1 Keterangan: μDADEBTt-1: Akrual diskresioner perusahaan pelanggar perjanjian utang pada perioda sebelum melanggar perjanjian utang. μDANDEBTt-1: Akrual
diskresioner
perusahaan
bukan
pelanggar
perjanjian utang pada perioda sebelum melanggar perjanjian utang.
4.7.2 Pengujian Sensitivitas 51
Analisis sensitivitas dilakukan untuk menguji apakah manajemen laba tetap terdeteksi pada perusahaan yang melanggar perjanjian utang jika proksi manajemen laba yang digunakan berbeda. Untuk menguji itu dilakukan dengan menggunakan model yang berbeda yaitu model Jones (1995) modifikasian. Model ini dianggap mampu mengidentifikasi perusahaan yang melakukan manajemen akrual. Model ini dikatakan model yang paling baik mendeteksi manajemen laba (Dechow et al., 1995 dalam Yasa, 2010). Modifikasi dilakukan dengan mengurangi perubahan revenue dengan perubahan piutang dagang. Model Jones Modifikasian mengukur manajemen laba dengan cara sebagai berikut. 1) Menghitung akrual total TAit = NIit - CFOit …………………….……………………………………(7) Keterangan: TAit-1
= akrual total untuk perusahaan i pada perioda t-1
NIit-1
= laba bersih sebelum pos luar biasa perusahaan i perioda t-1.
CFOit-1
= aliran kas operasi perusahaan i perioda t-1.
2) Menghitung akrual diskresioner Model Jones Modifikasian menaksir akrual total dideflasi dengan aset total awal yang digunakan untuk mengurangi heteroskedastisitas. Model tersebut adalah sebagai berikut. TAit-1/Ait-2 = α(1/Ait-2) + β1(ΔPENDit-1/Ait-2 - ΔPIUTit-1/Ait-2) + β2(ATKit-1/Ait-2) + εit-1 .................................................................................................................(8) Keterangan: 52
ΔPENDit-1
= pendapatan perusahaan i perioda t-1 dikurangi pendapatan perioda t-2.
ΔPIUTit-1
= piutang perusahaan i akhir tahun t-1 dikurangi piutang akhir tahun t-2.
ATKit-1
= aset tetap berwujud kotor perusahaan i pada akhir tahun t-1.
Ait-2
= aset total perusahaan i pada akhir tahun t-2 Selanjutnya, untuk menghitung eksistensi pengaturan laba dilakukan
dengan proksi akrual diskresioner (AD). Akrual diskresioner dihitung dari akrual total dikurangi akrual nondiskresioner yang dideflasi dengan aset total, atau dengan rumus: ADit-1 = ADit-1/Ait-2 = TAit-1/Ait-2 - ANDit-1/Ait-2 ...................................................(9) Keterangan: ADit-1
= akrual diskresioner perusahaan i pada akhir tahun t-1
ANDit-1 = akrual nondiskresioner perusahaan i pada akhir tahun t-1 Penghitungan akrual nondiskresioner (AND) adalah: ANDit-1 = α(1/Ait-2) + β1(ΔPENDit-1/Ait-2 - ΔPIUTit-1/Ait-2) + β2(ATKit-1/Ait-2).................................................................................(10) Parameter persamaan (10) diperoleh dari hasil regresi yang menggunakan model Jones (1995) pada persamaan (8). Dari persamaan (8) terlihat bahwa discreationary accruals atau abnormal akrual merupakan nilai residu (error term) dari regresi. Ordinary least squares digunakan untuk menentukan nilai α, β1, β2. Contoh perhitungan manajemen laba perusahaan i.
53
Misal: Perusahaan melanggar kontrak perjanjian utang tahun 2003. Maka perioda t adalah 2003 dan perioda t-1 2002 sebagai perioda kejadian. Perioda t-2 sampai t-6 adalah 2007 – 2003 sebagai perioda estimasi. Pertama-tama dilakukan regresi per kelompok perusahaan yang melanggar perjanjian utang dan kelompok perusahaan pembanding (kontrol) berdasarkan perioda estimasi (t-2 sampai t-6) untuk mengestimasi secara efisien parameter model akrual non diskresioner untuk setiap perusahaan. Persamaan regresi: TAi2002/Ai2001 = α(1/Ai2001) + β1(ΔPENDi2002/Ai2001 - ΔPIUTi2002/Ai2001) + β2(ATKi2002/Ai2001)+ εi2001………………………………...…….(11) Perhitungan TA tahun 2002 sebagai berikut. TAi2002= NIi2002 - CFOi2002…………………..………………………………….(12) Setelah memperoleh nilai parameter model akrual non diskresioner (α, β1, β2) dari persamaan regresi diatas, dilanjutkan dengan perhitungan non diskresioner akrual pada perioda kejadian yaitu (t-1). ANDi2002/Ai2001 = α(1/Ai2001) + β1(ΔPENDi2002/Ai2001 - ΔPIUTi2002/Ai2001) + β2(ATKi2002/Ai2001)………………………………………….(13) Selanjutnya akrual diskresioner sebagai proksi manajemen laba diukur sebagai berikut. ADi2002 = ADi2002/Ai2001 = TAi2002/Ai2001 - ANDi2002/Ai2001…………………….(14)
54
BAB V HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan hasil pengujian statistik yang secara terperinci menjelaskan mengenai pemilihan sampel, statistik deskriptif,
hasil pengujian
hipotesis dan hasil uji sensitivitas.
5.1
Sampel Penelitian Tabel 5.1 merupakan ringkasan mengenai prosedur pengambilan sampel
dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil seleksi sampel dengan menggunakan purposive sampling diperoleh sampel akhir penelitian sebanyak 34 perusahaan pelanggar perjanjian utang.
Tabel 5.1 Seleksi Sampel Kriteria sampel
Jumlah
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010
151
Perusahaan manufaktur yang melakukan IPO (Initial public (21) offering) di BEI periode 2003-2010 Perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang
(96)
Jumlah sampel penelitian
34
Perusahaan pembanding
34
Sumber: Data diolah, 2011 Setiap perusahaan yang melanggar perjanjian utang dalam penelitian ini disyaratkan mempunyai pasangan yang setara sebagai pembanding (matched 55
pairs) yaitu perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang dan tidak melakukan event penting seperti pergantian CEO, pemeringkatan obligasi dan SEO. Perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang digunakan sebagai kontrol untuk tujuan membuat simpulan analisis tindakan manajemen laba. Kelompok pasangan setara ini dibentuk berdasarkan jenis industri dan ukuran perusahaan (total aktiva) yang setara dengan sampel penelitian (equivalent group). Penggunaan
jumlah
sampel
kontrol
yang
equivalent
bertujuan
untuk
meminimalkan pengaruh variabel independen yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Penggunaan dua sampel yang berbeda (tapi equivalent) akan menyediakan bukti bahwa manajemen laba selain praktik yang umum dilakukan oleh perusahaan juga merupakan respon perusahaan pada situasi tertentu (Yasa, 2007).
5.2
Statistik Deskriptif Statistik deskriptif variabel penelitian akrual untuk perusahaan pelanggar
kontrak utang dan perusahaan bukan pelanggar kontrak utang disajikan pada Tabel 5.2. Statistik deskriptif meliputi nilai rata-rata, deviasi standar, serta nilai minimum dan maksimum dari akrual diskresioner, akrual non diskresioner dan total akrual. Deviasi standar menunjukkan perbedaan nilai data yang diteliti dengan nilai rata-ratanya. Nilai minimum dan maksimum akrual diskresioner (DA) untuk perusahaan yang melanggar kontrak utang adalah sebesar -0,135 dan 0,1283 dengan deviasi standar sebesar 0,0399. Perusahaan bukan pelanggar kontrak utang memiliki nilai minimum dan maksimum sebesar -0,1049 dan 0,0072 dengan deviasi standar sebesar 0,0473. Nilai rata-rata akrual diskresioner (DA) untuk perusahaan yang 56
melanggar kontrak utang adalah sebesar 0,0044 dan untuk perusahaan bukan pelanggar kontrak utang sebesar -0,0282. Nilai rata-rata akrual diskresioner tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang melanggar kontrak utang lebih agresif melakukan pengaturan laba yang menaikkan laba (diproksi dengan DA). Nilai minimum akrual non diskresioner (NDA) untuk perusahaan pelanggar kontrak utang sebesar -0,6835 dan nilai maksimum sebesar 0,0913. Nilai rata-rata dari seluruh pengamatan sebesar -0,2309 dengan deviasi standar 0,1796. Nilai minimum akrual non diskresioner (NDA) untuk perusahaan bukan pelanggar kontrak utang sebesar -0,6472 dan nilai maksimum sebesar 0,1153. Nilai rata-rata dari seluruh pengamatan sebesar -0,1934 dengan deviasi standar 0,1953.
Tabel 5.2 Statistik Deskriptif Manajemen Laba Minimum
Maksimum
Rata-rata
Deviasi Standar
Ket DEBT
NDEBT
DEBT
NDEBT
DEBT
NDEBT
DEBT
NDEBT
DA
-0,1135
-0,1049
0,1283
0,0072
0,0044
-0,0282
0,0399
0,0473
NDA
-0,6835
-0,6472
0,0913
0,1153
-0,2309
-0,1934
0,1796
0,1953
TA
-0,6833
-0,7389
0,2196
0,1186
-0,2265
-0,2217
0,1845
0,1938
Sumber: Lampiran 3 Keterangan: DA = Discretionary accrual NDA = Non discretionary accrual TA = Total accrual DEBT = Pelanggar utang (N=34) NDEBT = Non pelanggar utang (N=34)
Nilai terendah total akrual (TA) untuk perusahaan pelanggar kontrak utang sebesar -0,6833 dan nilai maksimum sebesar 0,2196. Nilai rata-rata dari seluruh pengamatan sebesar -0,2265 dengan deviasi standar 0,1845. Nilai terendah total 57
akrual (TA) untuk perusahaan bukan pelanggar kontrak utang sebesar -0,7389 dan nilai maksimum sebesar 0,1186. Nilai rata-rata dari seluruh pengamatan sebesar -0,2217 dengan deviasi standar 0,1938.
5.3
Pembahasan Hasil Penelitian
5.3.1 Pengujian hipotesis 1 Isu utama dalam penelitian ini adalah manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba saat publikasi laporan keuangan auditan sebelum melanggar perjanjian utang. Pengujian hipotesis pertama (H1) bertujuan untuk mengetahui perusahaan pelanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba saat publikasi laporan keuangan auditan sebelum melanggar perjanjian kontrak utang. Pengujian ini menggunakan alat analisis statistik Independent Sampel TTest untuk akrual diskresioner. Pengujian dilakukan dengan membandingkan DA bernilai positif (pendapatan) dengan DA yang bernilai negatif (biaya). Uji persyaratan yang dilakukan adalah uji normalitas residual, dimana residual data hendaknya memenuhi persyaratan berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, dengan persyaratan data disebut normal jika residualnya >0,05. Hasil normalitas residual ditunjukkan pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Akrual Diskresioner 58
Unsur Kenaikan Pendapatan dan Biaya DA_DEBT N Normal Parameters(a,b)
34 Mean
0,0044
Std. Deviation Absolute
Most Extreme Differences
0,03986 0,340
Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Sumber: Lampiran 4
0,202 -0,340 1,984 0,001
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa DA perusahaan pelanggar kontrak utang tidak berdistribusi normal, karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,001<0,005. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji Mann-Whitney Test karena data tidak berdistribusi normal. Hasil uji beda akrual diskresioner (DA) dari unsur kenaikan pendapatan dan akrual diskresioner dari unsur kenaikan biaya sebelum melanggar kontrak perjanjian utang ditunjukkan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Mann-Whitney Test Akrual Diskresioner Unsur Kenaikan Pendapatan dan Kenaikan Biaya Asymp. Sig. (2Model Kelompok N Rata-rata Z tailed) KS
1
30
19,50
2
4
2,50
-3,207
0,001
Sumber: Lampiran 5 Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata akrual diskresioner dari unsur kenaikan pendapatan (kelompok 1) sebesar 19,50 lebih besar dari unsur kenaikan biaya (kelompok 2) sebesar 2,50. Hasil Mann-Whitney Test menunjukkan bahwa nilai Z hitung sebesar -3,207 dengan tingkat signifikansi 0,001<0,05. Jadi, dapat 59
disimpulkan bahwa sebelum melanggar perjanjian utang, perusaahaan pelanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba yang menaikkan laba. 5.3.2
Pengujian hipotesis 2 Pengujian hipotesis kedua (H2) membandingkan manajemen laba
perusahaan pelanggar perjanjian kontrak utang dengan perusahaan sejenis yang setara dan tidak melanggar kontrak utang. Hasil yang diharapkan adalah perusahaan pelanggar
kontrak utang melakukan manajemen laba yang
meningkatkan laba lebih besar dengan perusahaan yang tidak melanggar kontrak utang. Pengujian ini menggunakan alat analisis statistik Independent Sampel TTest untuk akrual diskresioner.
Tabel 5.5 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Akrual Diskresioner Manajemen Laba Model Kang dan Sivaramakhrisnan Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang DA_KS N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
68 Mean
-0,0119
Std. Deviation Absolute
0,04643 0,353
Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
0,172 -0,353 2,910 0,000
Sumber: Lampiran 6
Uji persyaratan yang harus dilakukan adalah uji normalitas residual, dimana residual data hendaknya memenuhi persyaratan berdistribusi normal. Uji normalitas residual dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, dengan 60
persyaratan data tersebut normal jika residualnya > 0,05. Hasil normalitas residual ditunjukkan pada Tabel 5.5. Hasil uji normalitas residual menunjukkan bahwa residual manajamen laba pelanggar kontrak utang dan perusahaan bukan pelanggar kontrak utang tidak berdistribusi normal, karena residualnya Asymp. Sig (2-tailed)= 0,000< 0,05. Selanjutnya, hipotesis ini akan diuji dengan menggunakan uji Mann-Whitney Test karena data tidak berdistribusi normal. Hasil pengujian Mann-Whitney Test manajemen laba pada kelompok perusahaan pelanggar kontrak utang dan bukan pelanggar utang secara ringkas disajikan pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Hasil Uji Beda Mann-Whitney Test Manajemen Laba Model Kang dan Sivaramakhrisnan Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang Model
Kelompok
N
Rata-rata
Z
Asymp. Sig. (2tailed)
KS
1
34
42,32
-3,263
0,001
2
34
26,68
Sumber: Lampiran 7 Tabel 5.6 menunjukkan rata-rata manajemen laba pada perusahaan pelanggar (kelompok 1) adalah 42,32 sedangkan pada perusahaan pembanding bukan pelanggar kontrak utang (kelompok 2) rata-rata manajemen labanya 26,68. Ini berarti bahwa manajemen laba perusahaan pelanggar lebih besar dibanding dengan perusahaan pembanding bukan pelanggar kontrak utang. Nilai Z hitung sebesar -3,263 dengan tingkat signifikansi 0,001 di bawah 0,05. Jadi, dapat
61
disimpulkan bahwa kedua rata-rata manajemen laba pada perusahaan pelanggar dan bukan pelanggar kontrak utang adalah berbeda.
5.4
Hasil Uji Sensitivitas Uji sensitivitas dilakukan karena terdapat lebih dari satu model yang dapat
digunakan dalam menghitung suatu variabel. Analisis sensitivitas dilakukan untuk menguji apakah manajemen laba tetap terdeteksi pada perusahaan yang melanggar perjanjian utang jika proksi manajemen laba yang digunakan berbeda. Pemilihan satu model dalam suatu penelitian dikhawatirkan menghasilkan simpulan yang bias bila tidak dibandingkan dengan model yang lainnya. Dalam penelitian ini uji sensitivitas dilakukan terhadap variabel manajemen laba. Model yang digunakan dalam uji variabel manajemen laba adalah model Jones Modifikasi (1995). Pengujian ini menggunakan alat analisis statistik Independent Sampel TTest untuk akrual diskresioner. Uji persyaratan yang harus dilakukan adalah uji normalitas residual, dimana residual data hendaknya memenuhi persyaratan berdistribusi normal. Uji normalitas residual dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, dengan persyaratan data tersebut normal jika residualnya > 0,05. Hasil normalitas residual ditunjukkan pada Tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.7 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Akrual Diskresioner Manajemen Laba Model Jones Modifikasi Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang DA_JONE N Normal
68 -0,0387
Mean 62
Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Std. Deviation Absolute
0,27878 0,168
Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
0,117 -0,168 1,388 0,042
Sumber: Lampiran 8 Hasil uji normalitas residual menunjukkan bahwa residual manajamen laba pelanggar kontrak utang dan perusahaan bukan pelanggar kontrak utang tidak berdistribusi normal, karena residualnya Asymp. Sig (2-tailed)= 0,042< 0,05. Selanjutnya, hipotesis ini akan diuji dengan menggunakan uji Mann-Whitney Test karena data tidak berdistribusi normal. Hasil pengujian Mann-Whitney Test manajemen laba pada kelompok perusahaan pelanggar kontrak utang dan bukan pelanggar utang secara ringkas disajikan pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 menunjukkan rata-rata manajemen laba pada perusahaan pelanggar (kelompok 1) adalah 41,40 sedangkan pada perusahaan pembanding bukan pelanggar kontrak utang (kelompok 2) rata-rata manajemen labanya 27,60. Ini berarti bahwa manajemen laba perusahaan pelanggar lebih besar dibanding dengan perusahaan pembanding bukan pelanggar kontrak utang. Dari uji tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua rata-rata manajemen laba perusahaan pelanggar kontrak utang dan perusahaan bukan pelanggar kontrak utang adalah berbeda secara signifikan dengan nilai signifikan 0,004<0,05 dan nilai Z sebesar -2,878. Apabila dibandingkan hasil uji beda manajemen laba menggunakan model Kang dan Sivaramakhrisnan dengan model Jones Modifikasi, hasilnya tidak jauh berbeda yaitu, sama-sama signifikan pada α=0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa 63
menggunakan kedua model tersebut mampu mendeteksi manajemen laba pada perusahaan yang akan melanggar kontrak utang. Tabel 5.8 Hasil Uji Beda Mann-Whitney Test Manajemen Laba Jones Modifikasi Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang Asymp. Sig. (2Model Kelompok N Rata-rata Z tailed) Jones
1
34
41,40
2
34
27,60
Sumber: Lampiran 9
64
-2,878
0,004
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1) Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan membandingkan diskresioner
akrual (DA) yang bernilai positif (kenaikan pendapatan) dengan DA yang bernilai negatif (kenaikan biaya). Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata DA dari unsur kenaikan pendapatan lebih besar dibandingkan DA dari unsur kenaikan biaya. Dapat disimpulkan bahwa manajemen melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba ketika akan melanggar perjanjian utang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Defond dan Jiambalvo (1994), Sweney (1994), Peltier Rivest (1999), dan Rosner (2003). Manajer perusahaan yang mengalami tekanan keuangan, khususnya perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang akan menanggapi dengan pilihan kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan. Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan tidak menyukai risiko (risk averse). Manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang berupaya menghindari konsekuensi pelanggaran perjanjian utang, yang cenderung memberikan beban berat bagi perusahaan. Perusahaan pelanggar perjanjian utang secara potensial menghadapi berbagai pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat bunga, dan negosiasi ulang masa utang (Beneish dan 65
Press, 1995). Karena itu, perusahaan khususnya manajer perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada.
6.2
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2) Hipotesis kedua menyatakan bahwa manajemen laba perusahaan yang
melanggar perjanjian utang lebih besar daripada manajemen laba perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang. Hipotesis ini diuji dengan uji t yaitu membandingkan diskresioner akrual (DA) perusahaan pelanggar perjanjian utang dengan perusahaan setara yang tidak melanggar perjanjian utang sebagai pembanding. Tabel 5.6 menunjukkan uji statistik bahwa terdapat manajemen laba pada perusahaan pelanggar perjanjian utang dan perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang. Nilai rata-rata perusahaan pelanggar perjanjian utang lebih besar dari nilai rata-rata perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang (42,32 > 26,68). Nilai Z hitung = -3,263 dengan nilai-p dua sisi = 0,001. Hal ini berarti bahwa secara statistik rata-rata akrual diskresioner untuk perusahaan pelanggar perjanjian utang lebih besar dibanding perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang pada tingkat signifikansi 5%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Surifah (2001), Andriyani (2004), dan Saleh dan Ahmed (2005). Pelanggaran perjanjian utang akan menyebabkan semakin besarnya ketidakamanan posisi manajemen perusahaan. Manajemen perusahaan pelanggar perjanjian utang akan lebih berusaha untuk menunjukkan kinerja perusahaan yang lebih baik agar tidak berlanjut pada 66
pelanggaran yang lebih berat sehingga manajemen perusahaan tersebut kemungkinan besar akan melakukan manajemen laba lebih besar daripada perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang.
6.3
Pembahasan Hasil Uji Sensitivitas Tabel 6.1 menyajikan ringkasan mengenai hasil uji beda manajemen laba
pada perusahaan pelanggar perjanjian utang dan perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang dengan model model Kang dan Sivaramakhrisnan (KS) dengan model Jones Modifikasi. Hasil uji beda model KS dan model Jones Modifikasi menyimpulkan kedua rata-rata manajemen laba perusahaan pelanggar perjanjian utang dan perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang berbeda secara signifikan pada tingkat signifikansi 5%.
Tabel 6.1 Ringkasan Hasil Uji Beda Mann-Whitney Test Manajemen Laba Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang Rata-rata Asymp. Sig. (2Model Z Non tailed) Pelanggar Pelanggar Kang dan Sivaramakhrisnan
42,32
26,68
-3,263
0,001*
Jones Modifikasian
41,40
27,60
-2,878
0,004*
Sumber: Lampiran 7 dan 9 Keterangan: * signifikan secara statistis pada p<0,05 Hasil ini menunjukkan bahwa menggunakan kedua model tersebut mampu mendeteksi manajemen laba pada perusahaan yang akan melanggar kontrak utang. 67
Model KS dapat mengurangi masalah omitted variables dengan menambahkan komponen biaya seperti kos penjualan dan biaya-biaya lainnya, serta mengurangi masalah simultanitas dan kesalahan dalam variabel karena model KS menggunakan instrumen variabel (Thomas dan Zang, 2000 dalam Yasa, 2010). Sementara, model Jones Modifikasi (1995) dianggap mampu mengidentifikasi perusahaan yang melakukan manajemen akrual. Model ini dikatakan model yang paling baik mendeteksi manajemen laba (Dechow et al., 1995 dalam Yasa, 2010).
68
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Penelitian Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka dapat
ditarik kesimpulan berikut. 1)
Perusahaan pelanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan jumlah akrual diskresioner saat publikasi laporan keuangan auditan sebelum perioda pelanggaran perjanjian utang.
2)
Manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pelanggar perjanjian utang lebih besar dibanding perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang pada perioda yang sama.
3)
Model Kang dan Sivaramakhrisnan (1995) dan model Jones (1995) Modifikasian mampu mendeteksi manajemen laba pada perusahaan yang akan melanggar kontrak utang.
7.2
Saran
1)
Kecilnya sampel penelitian. Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan yang melanggar perjanjian utang perioda 2003--2010 pada industri manufaktur. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menguji manajemen laba pada jenis industri yang berbeda. Untuk mengetahui pengaruh jenis industri terhadap praktik manajemen laba.
69
2)
Nilai parameter yang digunakan diperoleh dari persamaan regresi dengan menggunakan data pool untuk setiap kelompok perusahaan. Nilai parameter yang diperlukan untuk mengestimasi non-discretionary accrual adalah nilai parameter dari regresi per perusahaan. Namun karena keterbatasan jumlah data yaitu 5 tahun per perusahaan maka akan sulit untuk memperoleh degree of freedom persamaan regresi. Oleh karena itu estimasi dilakukan dengan pool data kelompok perusahaan
yang melanggar perjanjian utang yaitu
sebanyak 170 observasi dan untuk perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang sebanyak 170 observasi. 3)
Keterbatasan dalam memperoleh kontrak perjanjian utang antara perusahaan dengan kreditur. Untuk selanjutnya, bila data telah tersedia dapat melakukan penelitian ini dengan menggunakan perioda sebelum pelanggaran kontrak utang menggunakan perioda laporan keuangan triwulanan.
4)
Penelitian ini tidak melakukan analisis lebih lanjut apakah perusahaan melakukan kontrak dengan pihak lainnya seperti pemegang saham, supplier, karyawan (termasuk manajer) dan pihak-pihak yang terkait lainnya yang menyatakan bahwa perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan laba dengan tujuan untuk memenuhi kontrak dengan berbagai pihak tersebut selama kurun waktu perioda pengamatan.
70
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, K., I. Subekti, dan S. Atmini. 2007. Investigasi Motivasi dan Strategi Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X Makassar. Aji, Dhamar Yudho dan Aria Farah Mita. 2010. Pengaruh Profitabilitas, Risiko Keuangan, Nilai Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan terhadap Praktik Perataan Laba: Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII Purwokerto. Anderson, R.C., S.A. Mansi, and D.M. Reeb. 2002. Founding Family Ownership and the Agency Cost of Debt. http:/www.ssrn.com. Arifin, Zaenal dan Nina Rachmawati. 2006. Pengaruh Corporate Governance terhadap Efektifitas Mekanisme Pengurang Masalah Agensi. Jurnal Siasat Bisnis. Vol.11 No.3. Desember. pp: 237 – 247. Assih, Prihat dan M. Gudono. 2000. Hubungan Tindakan Perataan Laba degan Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 3 (1). Januari.pp: 35 – 53. Babic, Verica. 2001. The Key Aspects of the Corporate Governance Restructuring in the Transition Process. Ekonomist, Vol.33.No.2 Beneish, Messod D and Eric Press. 1995. Costs of Technical Violation of Accounting-Based Debt Covenants. The Accounting Review. Vol. 68, No. 2. pp.233-257. Budiwitjaksono, Gideon. S. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Dan Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan Analisis Jalur. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VlII Solo. DeAngelo, Harry, Linda DeAngelo, and Douglas J. Skinner. 1994. Accounting Choice in Troubled Companies. Journal of Accounting and Economics 17. pp.1l3-143. Dechow, P.M. 1994. Accounting Earnings and Cash Flows as Measures of Firm Performance: The Role of Accounting Accruals. Journal of Accounting and Economics 17. pp: 3-42. DeFond, Mark L. and James Jiambalvo. 1994. Debt Covenant Violation and Manipulation of Accruals.” Journal of Accounting and Economics 17, pp.145-176. 71
FASB (Financial Accounting Standards Boards). 1978. Statement of Financial Accounting Standards Fatmasari, Rhini. 2010. Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt Maturity dan Kebijakan Leverage serta Fungsi Covenant dalam Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII Purwokerto. Fisher, M., & K. Rosenzweig. 1995. Attitude of Students and Accounting Practitioners Concerning The Ethical Acceptability of Earnings Management. Journal of Business Ethics. 14. pp: 433-444.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Halim, Julia, Carmel Meiden, dan Rudolf Lumban Tobing. 2005. Pengaruh Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang termasuk pada LQ-45. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi SNA VIII Solo. Healy, P.M., dan J.M. Wahlen. 1999. A Review of the Earnings Management Literature and Its Implications for Standard Setting. Accounting Horizons. 13: 365–383.
Herawaty, Vinola. 2009. Peran Praktik Corporate Governance sebagai Moderating Variabel Dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XII Padang. Herawati, Nurul dan Zaki Baridwan. 2007. Manajemen Laba Pada Perusahaan yang Melanggar Perjanjian Utang. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X Makassar. http://id.wikipedia.org /wiki/kreditur, (20 april 2011) IAI. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat. Jaggi, Bikki, and Picheng Lee. 2001. Earnings Management Response to Debt Covenant Violations and Debt Restructuring. Journal of Accounting, Auditing and Finance. pp.295-324. Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3: 305--360. Khomsiyah. 2005. Analisis Hubungan Struktur dan Indeks Corporate Governance Dengan Kualitas Pengungkapan. Disertasi. Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Klein, A. 2002. Economic Determinants of Audit Committee Independence. The Accounting Review Vol.77 No.2, pp. 435-452. 72
Midiastuty, P.P. dan M. Machfoedz. 2003. Analisis hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI Surabaya. Na’im, A., & J. Hartono. 1996. The Effect of Antitrust Investigation on The Management of Earnings: A Further Emperical Test of Political Cost Hypothesis. Kelola. 13(V): 126-141. Neil, J.D., S.G. Pourciau and T.F. Schaefer. 1995. Accounting Method Choice and IPO Valuation. Accounting Horizons. 9 (3).pp: 68-80. Nuryaman. 2009. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XII Padang. Peltier-Rivest, Dominic. Autumn. 1999. The Determinants of Accounting Choices in Troubled Companies. QJBE, Vol 38, No. 4. Rahmadana, Fitri dan Lumbanraja Hafniah. 2002. Analisis Pemakaian Jasa Kredit pada Perum Pegadaian Kantor Wilayah Medan. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis. Vol.2 April 2002 Rosner, Rebecca L. Summer 2003. Earnings Manipulation in Failing Firms. Contemporary Accounting Research, Vol. 20, No. 2. pp.361-408. Saleh, Norman Mohd and Kamran Ahmed. 2005. Earnings Management of Distressed Firms During Debt Renegotiation. Accounting and Business Research, Vol. 35, No. I, pp.69-86. Sari, Syarifah Ratih Kartika dan Bandi. 2010. Praktik Manajemen Laba terkait Peringkat Obligasi. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII Purwokerto. Scott, R.W. 2000. Financial Accounting Theory 2nd Ed., Prentice Hall, New Jersey. __________. 2003. Financial Accounting Theory. 3rd Ed., Prentice Hall, New Jersey. Setiawati,L. dan A. Na’im. 2000. Manajemen Laba. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 15 No.4 Siregar, Baldric. 2007. Pengaruh Pemisahan Hak Aliran Kas dan Hak Kontrol Terhadap Deviden. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X Makassar. Subekti, Imam. 2005. Asosiasi antara Praktik Perataan Laba dan Reaksi Pasar Modal di Indonesia. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo. Subramanyam, K.R. 1996. The Pricing of Discretionary Accruals. Journal of Accounting and Economics 22, hlm. 249-281. Sugiyono. 2007. Metoda Penelitian Bisnis. Cetakan ke 7. Bandung: CV Alfabeta 73
Surifah. 2001. Studi tentang Indikasi Unsur Manajemen Laba pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, Juni Vol. 5, No. 1. Suwito, Edy dan Arleen Herawaty. 2005. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo. Sweeney, Amy Patricia. 1994. Debt Covenant Violations and Managers Accounting Response. Journal Accounting and Economics 17, pp. 281308. Tarjo. 2009. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity Capital. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XII Padang. Veronica, Sylvia dan Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktik Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo. Wardhani, Ratna dan Herunata. 2010. Karakteristik Pribadi Komite Audit Dan Praktik Manajemen Laba. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII Purwokerto. Wasilah. 2005. Hubungan antara Asimetri Informasi dengan Praktik Perataan Penghasilan di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia 2 (1), pp: 23. Watts, RL. Dan J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice Hall, NJ. Wedari, L.K. 2004. Analisis Pengaruh Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajemen Laba. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VII Denpasar. Widyaningdyah, Agnes Utari. 2001. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia”, Jurnal Akuntansi & Keuangan, November Vol. 3 No. 2. Wulandari dan Ratu Ayu. 2010. Pengaruh Sistem Hukum terhadap Managemen Laba dengan Kepemilikan Institusional sebagai Variabel Pemoderasi: Studi Perbandingan Inggris dan Perancis. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII Purwokerto. Yasa, Gerianta Wirawan. 2007. Manajemen Laba Sebelum Pemeringkatan Obligasi Perdana: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia. Disertasi. Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. ____________________. 2010. Pemeringkatan Obligasi Perdana sebagai Pemicu Manajemen Laba: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia. 74
Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII Purwokerto.
75
LAMPIRAN 1 DAFTAR PERUSAHAAN YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG PERIODA 2003-2010
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
KODE PERUSAHAAN
ADES CEKA DAVO PTSP PSDN SKLT HMSP ARGO ERTX SSTM ESTI KARW BIMA SIMM BRPT DSUC SULI SAIP BUDI POLY AKPI DYNA LMPI JKSW LMSH TIRA KICI MLIA KBLI VOKS AUTO GJTL LPIN MRAT
NAMA PERUSAHAAN
Akasha Wira International Tbk Cahaya Kalbar Tbk Davomas Abadi Pioneerindo Gourmet International Tbk Prasidha Aneka Niaga Tbk Sekar Laut Tbk HM Sampoerna Tbk Argo Pantes Tbk Eratex Djaja Tbk Sunson Textile Manufacturer Tbk Ever Shine Textile Industry Tbk Karwell Indonesia Tbk Primarindo Asia Infrastructure Tbk Surya Intrindo Makmur Tbk Barito Pacific Tbk Daya Sakti Unggul Corporation Tbk Sumalindo Lestari Jaya Tbk Surabaya Agung Industry Pulp Tbk Budi Acid Jaya Tbk Asia Pacific Fibers Tbk. Argha Karya Prima Ind. Tbk Dynaplast Tbk Langgeng Makmur Industri Tbk Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk Lionmesh Prima Tbk Tira Austenite Tbk Kedaung Indah Can Tbk Mulia Industrindo Tbk KMI Wire and Cable Tbk Tbk Voksel Electric Tbk Astra Otoparts Tbk Gajah Tunggal Tbk LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk Mustika Ratu Tbk 76
TAHUN MELANGGAR
2006 2005 2005 2006 2003 2003 2005 2003 2005 2003 2005 2006 2004 2006 2004 2004 2004 2006 2004 2006 2007 2004 2004 2004 2003 2006 2003 2007 2004 2004 2004 2004 2004 2004
LAMPIRAN 2 DAFTAR PERUSAHAAN PEMBANDING
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
KODE PERUSAHAAN BATA FAST AMFG SIMA INCI JPRS GGRM TKIM UNIC TOTO ASGR JECC KONI IGAR KLBF INAI KAEF AKRA SPMA SMGR ULTJ TIRT IKBI ETWA INTD EKAD ALMI UNVR KDSI STTP FASW AQUA LION KKGI
NAMA PERUSAHAAN Sepatu Bata Tbk Fast Food Indonesia Tbk Asahimas Flat Glass Tbk Siwani Makmur Tbk Intanwijaya Internasional Tbk Jaya Pari Steel Tbk Gudang Garam Tbk Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk Unggul Indah Cahaya Tbk Surya Toto Indonesia Tbk Astra Graphia Tbk Jembo Cable Company Tbk Perdana Bangun Pusaka Tbk Champion Pacific Indonesia Tbk Kalbe Farma Tbk Indal Aluminium Industry Tbk Kimia Farma (Persero) Tbk AKR Corporindo Tbk Suparma Tbk Semen Gresik (Persero) Tbk Ultra Jaya Milk Industry Tbk Tirta Mahakam Resources Tbk Sumi Indo Kabel Tbk Eterindo Wahanatama Tbk Inter-Delta Tbk Ekadharma International Tbk Alumindo Light Metal Industry Tbk Unilever Indonesia Tbk Kedawung Setia Industrial Tbk Siantar Top Tbk Fajar Surya Wisesa Tbk Aqua Golden Mississippi Tbk Lion Metal Works Tbk Resource Alam Indonesia Tbk
77
LAMPIRAN 3 STATISTIK DESKRIPTIF MANAJEMEN LABA
Descriptive Statistics N DA_PEL NDA_PEL TA_PEL DA_NONPEL NDA_NONPEL TA_NONPEL Valid N (listwise)
34 34 34 34 34 34 34
Minimum -.1135 -.6835 -.6833 -.0083 -.6472 -.6421
78
Maximum .1283 .0913 .2196 .0083 .1153 .1186
Mean .004395 -.230912 -.226518 .001128 -.193435 -.192307
Std. Dev iation .0398598 .1795809 .1845165 .0037353 .1952978 .1951362
LAMPIRAN 4 ONE-SAMPLE KOLMOGOROV-SMIRNOV TEST AKRUAL DISKRESIONER UNSUR PENDAPATAN DAN BIAYA PADA PERUSAHAAN YANG MELANGGAR KONTRAK UTANG
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test DA_DEBT N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
34 Mean
.0044
Std. Deviation Absolute
.03986 .340
Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
.202 -.340 1.984 .001
79
LAMPIRAN 5 MANN-WHITNEY TEST AKRUAL DISKRESIONER UNSUR PENDAPATAN DAN BIAYA PADA PERUSAHAAN YANG MELANGGAR KONTRAK UTANG
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks DA_KS
KELOMPOK 1.00 2.00 Total
N 30 4 34
Mean Rank 19.50 2.50
Sum of Ranks 585.00 10.00
Test Statistics(b) DA_KS Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000 10.000 -3.207 .001 .000(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: KELOMPOK
80
LAMPIRAN 6 ONE-SAMPLE KOLMOGOROV-SMIRNOV TEST MANAJEMEN LABA MODEL KANG DAN SIVARAMAKHRISNAN PADA PERUSAHAAN PELANGGAR KONTRAK UTANG DAN PERUSAHAAN BUKAN PELANGGAR KONTRAK UTANG
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test DA_KS N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
68 Mean
-.0119
Std. Deviation Absolute
.04643 .353
Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
.172 -.353 2.910 .000
81
LAMPIRAN 7 MANN-WHITNEY TEST MANAJEMEN LABA MODEL KANG DAN SIVARAMAKHRISNAN PADA PERUSAHAAN PELANGGAR KONTRAK UTANG DAN PERUSAHAAN BUKAN PELANGGAR KONTRAK UTANG NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks DA_KS
KELOMPOK 1.00 2.00 Total
N 34 34 68
Mean Rank 42.32 26.68
Sum of Ranks 1439.00 907.00
Test Statistics(a) DA_KS Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a Grouping Variable: KELOMPOK
312.000 907.000 -3.263 .001
82
LAMPIRAN 8 ONE-SAMPLE KOLMOGOROV-SMIRNOV TEST MANAJEMEN LABA MODEL JONES MODIFIKASI PADA PERUSAHAAN PELANGGAR KONTRAK UTANG DAN PERUSAHAAN BUKAN PELANGGAR KONTRAK UTANG
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test DA_JONES N Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
68 Mean
-.0387
Std. Deviation Absolute
.27878 .168
Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
.117 -.168 1.388 .042
83
LAMPIRAN 9 MANN-WHITNEY TEST MANAJEMEN LABA MODEL JONES MODIFIKASI PADA PERUSAHAAN PELANGGAR KONTRAK UTANG DAN PERUSAHAAN BUKAN PELANGGAR KONTRAK UTANG
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks DA_JONES
nilai positif negatif Total
N 34 34 68
Mean Rank 41.40 27.60
Sum of Ranks 1407.50 938.50
Test Statistics(a) DA_JONES 343.500 938.500 -2.878 .004
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a Grouping Variable: nilai
84