Perilaku Manajemen Laba pada Perusahaan dengan Level EPS yang Berbeda
Abstract: This research is aimed to explain earnings management behavior on the different levels of firmsβ EPS. Previous researches have mixed evidence on this area. The relations between firmsβ performance (EPS) and value (E/P) with discretionary and non discretionary accruals are observed under various earnings levels. The OLS model is employed to test the sample of manufacturing firms listed on Indonesian Stock Exchange from 2002 until 2015. The results of this study indicate that EPS has positive and significant effect on discretionary accruals under all distribution of earnings level, while firm value has no effect on discretionary accruals. Interestingly, the effect of EPS on discretionary accruals is mostly profound on the firms with positive and negative earnings level that is close to zero. This finding suggests that managers are motivated to increasing-earnings management practices in order to avoid negative earnings reporting. However, both EPS and firm value have no effect on non discretionary accruals.
Key terms: earnings management behavior, discretionary accruals, earnings level, and earnings price ratio
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan merupakan sarana bagi entitas untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan. Dengan demikian dari informasi yang terdapat di laporan keuangan tersebut dapat diproses oleh para pemangku kepentingan untuk membuat keputusan. Manajer, selaku pihak pembuat laporan keuangan maupun laporan tahunan, memiliki peran penting terhadap kualitas informasi yang diberikan. Kualitas informasi yang diberikan oleh manajer inilah yang akhirnya akan menentukan keputusan yang dibuat oleh pemangku kepentingan. Semua elemen dalam laporan keuangan pada dasarnya merupakan media yang diperlukan untuk pertanggungjawaban manajemen tersebut, namun perhatian investor lebih sering terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut (Beattie, et al, 1994). Dalam hal ini, 1
informasi laba atau laba historis digunakan untuk mengukur efisiensi manajemen, membantu memprediksi keadaan usaha dan distribusi dividen di masa yang akan datang, mengukur keberhasilan manajemen, serta sebagai acuan pengambilan keputusan ekonomis di masa yang akan datang (Hendriksen dan Breda, 1992). Kecenderungan investor dan pihak ekstern lainnya yang lebih berfokus pada informasi laba, memicu manajemen melakukan disfunctional behaviour berupa manajemen laba (earning management) atau manipulasi laba (earnings manipulation) untuk menghasilkan laba yang dianggap normal bagi suatu perusahaan (Bartov,1993). Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk kepentingan pribadi. Manajemen laba dapat dilakukan oleh manajer dengan menggunakan suatu keputusan dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi, sehingga dapat menyebabkan laporan keuangan yang menyesatkan stakeholders yang ingin mengetahui kinerja ekonomi perusahaan yang sesungguhnya Healy dan Wahlen (1999). Beberapa peneliti menemukan manajer memiliki berbagai insentif untuk memenuhi atau mencapai target laba (Bartov et al, 2002;. Graham et al 2005; Kasznik dan McNichols 2002;). Salah satu cara untuk melakukan manajemen laba adalah dengan menggunakan metoda akrual. Menurut Francis et al. (2005) kualitas akrual dibagi menjadi dua komponen, yaitu faktor innate accruals (non-discretionary accruals) dan faktor discretionary accruals. Innate accruals (non-discretionary accruals) merupakan komponen akrual yang dibentuk secara ilmiah atas dasar pencatatan akrual sesuai dengan standar akuntansi yang diterima secara umum. Discretionary accruals berasal dari insentif manajemen untuk melakukan manipulasi laba, menyembunyikan kerugian, mencapai target tertentu, dan sebagainya. Discretionary accruals memberikan keleluasaan dan fleksibilitas bagi manajemen untuk mengatur atau memanipulasi tingkat akrual perusahaan melalui pertimbangannya baik untuk kepentingan perusahaan maupun pribadi. Xu (2016), Burgstahler dan Dichev (1997) dan Ayesrs et al. (2006) menemukan
manajer melakukan manajemen laba akrual untuk
menghindari kerugian. Laba merupakan salah satu tujuan perusahaan untuk dapat bertahan hidup (going concern). Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba di masa depan. Salah satu tujuan pelaporan keuangan adalah memberikan informasi keuangan yang dapat menunjukkan prestasi perusahaan dalam menghasilkan laba (EPS). Selain laba perusahaan, harga saham digunakan sebagai petimbangan dalam menentukan pemilihan 2
investasi di pasar modal, nilai harga saham menjadi pertimbangan yang penting. Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal yang selalu mengalami perubahan harga. Harga saham suatu perusahaan mencerminkan tingkat informasi pasar dan tingkat informasi perusahaan. Informasi yang terkandung dalam laba memiliki peran penting dalam menilai kinerja perusahaan. Perusahaan yang melaporkan laba negatif atau laba yang tidak terlalu tinggi (untuk selanjutnya disebut dengan istilah βlaba sedangβ) akan mendapat respon yang tidak baik dari investor atau calon investor. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki laba negatif atau laba sedang, dinilai sebagai perusahaan yang memiliki insentif tinggi dalam melakukan manajemen laba. Hal ini yang dikarenakan laba negatif atau laba sedang memiliki nilai kontradiktif bagi investor di pasar modal. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh investor pada perusahaan memiliki laba tinggi. Pergerakan laba dari negatif atau sedang kearah laba tinggi memberi dampak baik bagi perusahaan. Perusahaan akan berupaya agar laba yang dilaporkan tinggi untuk menarik perhatian investor. Oleh sebab itu, manajer termotivasi melakukan menajemen laba akrual agar menghasilkan laba perusahaan yang tinggi. Pada penelitian sebelumnya, Xu (2016) menemukan bukti empiris bahwa manajer melakukan manajemen laba akrual untuk mencapai target laba. Pengukuran level laba dapat mengunakan EPS dan E/MV, dalam hal ini EPS menjadi pendekatan yang lebih baik untuk mendeteksi manajemen akrual dibandingkan dengan E/MV. Xu (2016) menemukan bahwa discretionary accruals lebih tinggi pada perusahaan dengan laba positif mendekati nol daripada perusahaan dengan laba negatif mendekati nol, sedangkan pada laba positif tinggi tidak berpengaruh. Selain itu perusahaan cenderung untuk memanipulasi akrual ketika manajer memiliki insentif yang kuat untuk mencapai target laba saat laba perusahaan positif mendekati nol dan negatif mendekati nol. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Xu (2016), Burgstahler dan Dichev (1997) dan Ayers et al. (2006), ditemukan bahwa manager melakukan manajemen laba akrual pada seluruh distribusi laba. Burgstahler dan Dichev (1997) menemukan manajer melakukan manajemen laba pada seluruh distribusi laba,
dengan
mengekspektasikan manajemen laba terjadi lebih besar pada laba positif mendekati nol. Ayers et al. (2006) menguji asosiasi discretionary accruals dengan mengunakan
laba positif
mendekati nol, negatif mendekati nol dan laba positif tinggi. Ayers et al. (2006) menemukan hubungan yang positif antara discretionary accruals dengan laba positif mendekati nol dan 3
negatif mendekati nol. Ayers et al. (2006) juga menemukan hubungan signifikan positif antara discretionary accruals dengan laba positif tinggi, meskipun pada laba positif tinggi relasinya lebih lemah daripada level laba positif mendekati nol dan negatif mendekati nol. Di sisi lain Dechow et al. (2003) tidak mendukung temuan bahwa laba positif mendekati nol dan negatif mendekati nol pada perusahaan memiliki tingkat akrual diskresioner yang sama.
2. Motivasi Penelitian Berdasarkan pemaparan di atas dan bukti empirik yang masih saling bertentangan, penulis berniat untuk menemukan bukti empirik mengenai perilaku manajer dalam melakukan manajemen laba pada perusahaan yang mempunyai level laba berbeda pada perusahaan di Indonesia. Dalam penelitian ini, perilaku manajemen laba dijelaskan melalui pengaruh EPS dan E/P terhadap discretionary dan non discretionary accruals. Pengaruh ini diobservasi dengan tiga kondisi perusahaan yakni perusahaan yang berada pada level laba negatif, sedang dan tinggi. Perusahaan yang berada pada kondisi level laba sedang diprediksi memiliki motivasi yang paling kuat dalam melakukan manajemen laba. Temuan bukti empirik ini akan dapat menjelaskan motivasi manajemen laba yang dilakukan ternyata merupakan tindakan manajemen yang ditujukan untuk menghindari kerugian.
3. Rumusan Masalah Apakah perusahaan yang mempunyai level laba berbeda mempunyai perilaku manajemen laba yang berbeda juga?
4. Tujuan Penelitian Menyediakan bukti empirik terkait dengan perilaku manajemen laba pada perusahaan yang mempunyai level laba yang berbeda.
LANDASAN TEORI 1. Manajemen Laba Manajemen laba merupakan pengungkapan manajemen sebagai alat intervensi langsung manajemen dalam proses pelaporan keuangan melalui pengolahan pendapatan atau keuntungan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu bagi 4
manajer maupun perusahaan yang dilandasi oleh faktor ekonomi. Manajemen laba menurut Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Bentuk manajemen laba yang dikemukakan oleh Scott (2003) yaitu Income maximization (maksimisasi laba), Manajer melakukan maksimalisasi laba dengan tujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar atau untuk menghindari pelanggaran kontrak utang jangka panjang (debt covenant), sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan menciptakan kinerja perusahaan yang baik Motivasi dan peluang merupakan insentif bagi manajer untuk mengelola laba. Penelitian oleh Watts dan Zimmerman (1986) dan Cornettet al. (2008) menemukan adanya keterkaitan antara manajemen laba dengan insentif bagi manajemen, konsisten dengan teori keagenan. Teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal). Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan dalam melakukan manajemen laba manajer di motivasi oleh beberapa hal berikut yaitu sebagai berikut. a. Bonus Plan Hypothesis Menggunakan manajemen laba untuk mendapatkan bonus atas capaian laba perusahaan b. Debt Convenant Hypothesis Manajemen laba yang dilakukan bertujuan untuk menjaga reputasi perusahaan dengan pihak eksternal c. Pentingnya memberi informasi kepada investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Kinerja Perusahaan Kinerja perusahaan merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer. Sucipto (2003) pengertian kinerja perusahaan adalah 5
penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Laba atau earnings telah dijadikan sebagai suatu target dalam proses penilaian kinerja perusahaan secara umum. Para investor dan calon investor cenderung melihat laba yang terdapat dalam laporan keuangan tanpa melihat proses dari laba itu dihasilkan. Oleh karena itu, informasi laba memainkan peranan penting dalam proses pengambilan keputusan oleh pemakai laporan keuangan. Pencapaian terget laba mampu meningkatkan kredibilitas dan reputasi perusahaan di mata kreditur, pemasok dan pelanggan Burgstahler and Dichev (1997). Pencapaian ini juga mampu membantu perusahaan dalam menyampaikan prospek pertumbuhan perusahaan di masa depan kepada investor.
2. Manajemen Laba Akrual Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan menggunakan dasar akrual. Sistem akuntansi akrual sebagaimana yang ada pada prinsip akuntansi yang diterima umum memberikan kesempatan kepada manajer untuk rnembuat pertimbangan akuntansi yang akan memberi pengaruh kepada pendapatan yang dilaporkan. Francis et al. (2005) menyatakan bahwa komponen kualitas akrual dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu kualitas accrual innate dan kualitas discretionary accruals. Innate accruals quality merupakan komponen akrual yang dibentuk secara ilmiah atas dasar pencatatan akrual sesuai dengan standar akuntansi yang diterima secara umum. Discretionary accruals quality adalah akrual yang merupakan subjek kewenangan atau keleluasaan dari pilihan manajemen (managerial discretion) dan merefleksikan dasar dari kebijakan akuntansi dalam praktik akuntansi perusahaan.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS Kinerja perusahaan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba Sucipto (2003). Kinerja perusahaan baik atau buruk tercermin dari laba perusahaan yang dihasilkan. Laba atau earnings dijadikan sebagai suatu target dalam proses penilaian prestasi usaha suatu perusahaan secara umum, perusahaan yang memiliki laba tinggi mendapat penilaian yang positif dari para investor dan penguna laporan keuangan karena dianggap memiliki kinerja yang baik. Bartov et al. (2002) menunjukkan manfaaat dari pencapaian ekspektasi laba termasuk untuk memaksimalkan harga saham, meningkatkan 6
kredibilitas manajemen untuk memenuhi ekspektasi pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, dan menghindari litigasi. Dalam hal ini manajer akan berupaya agar melaporkan laba yang tinggi kepada penguna laporan keuangan, hal ini menyebabkan manajer melakukan manajemen laba untuk menaikan laba perusahaan menjadi tinggi ketika laba tidak sesuai dengan ekspetasi. Pada umumnya manajer melakukan manajemen laba saat laba perusahaan negatif dan sedang hal ini dilakukan karena laba yang negatif dan sedang dianggap kurang baik kinerja perusahannya oleh investor dan pengguna laporan keuangan. Xu (2016) menemukan bahwa manajer memiliki insentif yang kuat untuk menghindari pelaporan kerugian. Mereka akan melakukan pengaturan laba dengan mencatat laba yang lebih tinggi. Perusahaan cenderung untuk memanipulasi akrual ketika manajer memiliki insentif yang kuat untuk mencapai target laba saat laba perusahaan negatif mendekati nol dan positif mendekati nol (level laba sedang). Berdasarkan pemaparan di atas maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian adalah: H1: Terdapat perbedaan perilaku manajer dalam melakukan manajemen laba pada perusahaan- perusahaan yang mempunyai level laba yang berbeda.
METODA PENELITIAN 1. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, pada penelitian ini, data yang diambil merupakan data seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2015. Data tersebut diperoleh dari Database Osiris yang dilengkapi dengan laporan keuangan tahunan perusahaan. Metoda yang digunakan untuk memilih dan menyaring data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metoda purposive sampling, dengan kriteria yang ditentukan sebagai berikut. a. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dalam kurun waktu 2002-2015. b. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan pada periode pengamatan. Perusahaan Manufaktur yang diambil sebagai sampel adalah perusahaan dengan laporan keuangan dalam mata uang rupiah.
7
2. Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang disebabkan atau dipengaruhi oleh adanya variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba akrual Model Francis el at (2005).
Model Francis et al. (2005) Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen laba akrual. Pengukuran variabel menggunakan discretionary accruals sebagai proksi manajemen laba. Francis et al. (2005) model yang digunakan untuk menentukan discretionary accruals dalam penelitian ini, karena model ini dinilai lebih kuat untuk mendeteksi dan mengukur discretionary accruals dibandingkan model lain. Berikut ini merupakan model kualitas akrual yang digunakan dalam penelitian berdasarkan Francis et al. (2005) Menentukan Total current accruals ππ΄πΆππ‘ = βπΆπ΄ππ‘ β βπΆπΏππ‘ β βπΆπ΄ππ»ππ‘ + βπππ·ππ‘
(1)
Keterangan: ππ΄πΆππ‘ : Total current accruals βπΆπ΄ππ‘ : Selisih Current Assets perusahaan i pada tahun t dengan tahun t-1 βπΆπΏππ‘ : Selisih Current Liabilities perusahaan i pada tahun t dengan tahun t-1 βπΆπ΄ππ»ππ‘ : Selisih cash perusahaan i pada tahun t dengan tahun t-1 βπππ·ππ‘ : Perubahan utang jangka penjang yang jatuh tempo
Menentukan Nilai Residual Regresi dari Total Current Accrual ππ΄πΆππ‘ = π½0 + π½1 πΆπΉππ‘β1 + π½2 πΆπΉππ‘ + π½3 πΆπΉππ‘+1 + π½4 βπ
πΈπππ‘ + π½5 πππΈππ‘ + π
(2)
Keterangan: ππ΄πΆππ‘ : Total current accruals πΆπΉππ‘β1 : Cash flow from operations perusahaan i tahun t-1 πΆπΉππ‘ : Cash flow from operations perusahaan i tahun t πΆπΉππ‘+1 : Cash flow from operations perusahaan i tahun t+1 βπ
πΈπππ‘ : Perubahan revenue tahun t-1 dengan t πππΈππ‘ : Gross property, plant, and equipment perusahaan i tahun t
Semua
variabel di atas dibagi dengan rata-rata total aset, kemudian dilakukan
pengujian residual dari masing-masing sektor industri. Terdapat 5 sektor industri yang terdiri dari minimal 10 perusahaan manufaktur, dilandasi dengan sektor industri yang memiliki kesamaan atau kemiripan, 5 sektor indrustri terdiri dari sektor plastik dan kemasan, sektor
8
otomotif dan komponen, sektor tekstil dan garmen, sektor makanan dan minuman, sektor farmasi. Residual dari regresi adalah estimasi komponen discretionary accruals. π΄π = π½0 + π½1 πΏππΊππ΄ππ‘ + π½2 ππΆπΉπππ‘ + π½3 ππππππ ππ‘ + π½4 ππππππ¦πππππ‘ + π½5 πππππππππ‘ + π (3) Keterangan: π΄π: π½0 : π½1 , π½2 , π½3 , π½4 , π½5 : πΏππΊππ΄ππ‘ : ππΆπΉπππ‘ : πππππ ππ‘ : ππππππ¦πππππ‘ : πππππππππ‘ :
Standar deviasi dari residual persamaan Total Current Accrual (TAC) Konstanta Koefisien Natural log dari total aset Standar deviasi dari arus kas operasi yang dihitung dari data lima tahun terakhir Standar deviasi dari sales dihitung dari data lima tahun terakhir Siklus operasi yang dihitung dari log penjumlahan perputaran piutang dan perputaran persediaan Jumlah tahun dengan pendapatan yang negatif pada data lima tahun terakhir
3. Variabel Independen Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah level laba. Level Laba Laba atau earnings telah dijadikan sebagai suatu target dalam proses penilaian prestasi kinerja perusahaan. Level laba merupakan tingkatan laba yang gunakan untuk membagi laba dalam penelitian ini. Dimana peneliti membagi menjadi 3 bagian level laba yaitu negatif, sedang dan tinggi, pengukuran level laba mengunakan Earning Per Share Atau Earning Per Share/Price.
4. Uji Hipotesis Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Persamaan regresi linier berganda yang ditetapkan adalah sebagai berikut. π·π΄ = πΌ1 + π½1 πΏππ£ππ πΏπππ + π
(4)
ππ·π΄ = πΌ2 + π½2 πΏππ£ππ πΏπππ + π
(5)
Keterangan : π·π΄ dan ππ·π΄: πΌ1 , πΌ2: π½1 , π½2 : πΏππ£ππ πΏπππ:
Manajemen Laba Koefisien Konstanta Koefisien Regresi Earning Per Share atau Earning Per Share / Price ( E/P )
9
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sampel Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, pada penelitian ini, data yang diambil merupakan data seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2002-2015, dan didapatkan sampel sebanyak 140 perusahaan manufaktur. Dari 140 perusahaan tersebut terdapat 29 perusahaan yang tidak menggunakan mata uang rupiah dalam pelaporan laporan keuangan, 31 perusahaan yang tidak memiliki laporan keuangan secara lengkap, sehingga didapatkan sampel sebanyak 80 perusahaan. Data tersebut diperoleh dari Database Osiris yang dilengkapi dengan laporan keuangan tahunan perusahaan. Metoda yang digunakan untuk memilih dan menyaring data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metoda purposive sampling, dengan kriteria yang ditentukan sebagai berikut. a. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dalam kurun waktu 2002-2015 b. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan pada periode pengamatan. c. Perusahaan Manufaktur yang diambil sebagai sampel adalah perusahaan dengan laporan keuangan dalam mata uang rupiah. Tabel 4.1. Hasil Pengambilan Sampel Kriteria Sampel
Jumlah Perusahaan
Perusahaan sampel tahun 2002-2015
140
Perusahaan yang menggunakan mata uang dollar
(29)
Perusahaan dengan data keuangan tidak lengkap
(31)
Jumlah perusahaan untuk tiap-tiap persamaan
80
Tahun pengamatan untuk dianalisis (2002-2015)
14
Jumlah observasi (perusahaan x tahun)
1120
2. Statistik Despkriptif Analisis statistik deskriptif digunakan untuk analisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Statistik deskriptif hanya menggambarkan keadaan data melalui parameter-parameter nilai maksimum, nilai minimum, nilai mean, dan deviasi standar pada setiap variabel penelitian.
10
Tabel 4.2. Statistik Deskriptif Varaibel Ξ CA Ξ CL Ξ CASH Ξ STD TACC CFOt-1 CFO CFOt+1 Ξ REV PPE Eror TACC AQ LOGTA Ο CFO Ο Sales LOGOP Negear PRICE ABS DA EPS ABSNDA EPS ABS EPS ABS DA E/P ABS NDA E /P E/P
Min -1,0019 -4,1792 -0,4172 -3,3232 -3,3723 -1,1077 -0,5750 -1,1040 -3,7147 0,0004 -13,8119 0,0327 10,5000 0,0017 0,0141 0,8500 0,0000 37,2500 0,0017 0,0006 0,4700 0,0014 0,0715 0,0070
Max 0,7533 1,1304 0,5112 0,9017 3,9580 1,6502 1,1326 1,5974 6,6864 2,2456 16,2762 7,1910 18,3400 0,6500 3,9883 5,7900 5,0000 390.000,0000 1,7275 1,9355 16.514,7500 1,1094 1,6530 86,8393
Mean 0,0530 0,0217 0,0118 -0,0090 0,0105 0,0117 0,0759 0,1401 0,1001 0,3966 0,0000 0,5005 13,9579 0,0744 0,3153 2,5203 0,1722 5.455,8995 0,3537 0,5545 613,9535 0,3804 0,6224 1,6788
Deviasi Standar 0,1585 0,2288 0,0820 0,1801 0,2464 0,1393 0,1445 0,2400 0,4334 0,2895 0,9981 0,6992 1,5178 0,0615 0,3210 0,6201 0,6552 26.739,2674 0,2588 0,2885 1.862,9739 0,2375 0,2734 6,7240
N 1040 1040 1040 1040 1040 1040 1040 1040 1040 1040 1040 720 720 720 720 720 720 720 625 625 625 610 610 610
Sumber : pengolahan data Distribusi data yang dibutuhkan untuk mengestimasi manajemen laba pada model Francis et al. (2005) membutuhkan variabel βCA, βCL, βCash, βSTD, CFO, CFOt-1, CFOt+1, ΞREV, PPE, LOGTA, Ο CFO, Ο sales, Open Cycle, Negear. Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa
perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki persebaran yang baik karena nilai minimum dan maksimum kurang dari delapan kali deviasi standar.
3. Pengujian Hipotesis dan Hasil Analisis Hasil penelitian dilakukan dengan melakukan regresi untuk menguji hipotesis penelitian ini. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut.
11
Tabel 4.3 Hasil Uji Regresi Linear EPS
Level laba
B
ABS DA
0,429 *** 0,002 **
15,684
0,385 ***
25,163
Tinggi
0,328 *** 9,2x10-6 *
21,165
konstan
0,545 ***
11,692
Negatif
koefisien
2x10-4
0,722
0,055
ABS NDA
konstan
0,625 ***
22,61
0,623 ***
Sedang
koefisien konstan koefisien
koefisien konstan
Tinggi Keterangan
N 75 275 275
koefisien : *** ** *
Level Laba EPS Laba Negatif Laba Sedang Laba Tinggi
6,797
t
2,076
koefisien
0,248 *** 0,4x10-3 **
b
7,948
konstan Sedang
T
0,243 *** 0,054 *
konstan Negatif
E/P
-0,001 0,492 *** 6,5x10-6
2,168
1,763
0,003 0,393 *** 0,003 0,509 ***
-0,946
0,001
26,296
0,641 ***
1,038
0,001
1,752
1,458 27,875 1,586 13,435 1,427 37,162 0,522 36,829 0,371
tingkat signifikansi 1% tingkat signifikansi 5% tingkat signifikansi 10% N 70 280 260
Level Laba E /P (Laba Negatif ) (Laba Sedang) (Laba Tinggi)
Sumber : pengolahan data Berdasarkan Uji Regresi pada tabel 4.3 dengan variabel independen level laba EPS terhadap discretionary acrrual, hasil yang diperoleh untuk nilai koefisien level laba EPS sebesar 0,4x10-3 ; 0,002; dan 9x10-6, dengan arah positif dan signifikan pada level alpha 5% dan 10%. Berdasarkan hasil tersebut manajer melakukan manajemen laba akrual pada seluruh distribusi dari level laba. Nilai koefisien positif pada masing-masing variabel menunjukkan, semakin tinggi laba perusahaan maka semakin besar manajer melakukan manajemen laba. Pada variabel independen E/P terhadap discretionary accruals, nilai koefisien level laba E/P sebesar 0,054; 0,003; dan 0,003. Hanya pada koefisien E/P pada level laba yang negatif saja yang significan pada level alpha 10%. Variabel level laba yang diukur mengunakan EPS maupun E/P memiliki nilai koefisien level laba yang tidak signifikan terhadap non discretionary acrruals untuk semua distribusi 12
level laba baik negatif, sedang, dan tinggi. Dengan demikan, dapat disimpulkan kinerja perusahaan yang diukur mengunakan laba (EPS) dan value (E/P) tidak berpengaruh terhadap non discretionary acrrual. Pengaruh laba terhadap discretionary accruals lebih tinggi pada perusahaan yang memiliki level laba sedang dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki level laba negatif maupun positif tinggi. Berdasarkan hasil tersebut hipotesis terdukung bahwa terdapat perbedaan perilaku manajer pada perusahaan-perusahaan yang memiliki level laba yang berbeda.
Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Xu (2016), Ayers et al.
(2006), Burgstahler dan Dichev (1997), yang menyatakan bahwa manajer terlibat dalam manipulasi akrual untuk menghindari kerugian. Di samping itu, EPS merupakan pengukur yang lebih baik untuk mendeteksi akrual dibandingkan dengan E/P. Dengan membandingkan nilai koefisien regresi level laba terhadap DA dan NDA, dapat ditemukan bahwa level laba memiliki pengaruh terhadap DA tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap NDA. Hal ini menunjukkan bahwa informasi laba lebih dapat menjelaskan DA daripada NDA. Dengan demikian informasi laba ini memiliki kandungan DA yang lebih besar dibandingkan dengan NDA, dalam hal ini terutama terjadi pada perusahaan-perusahaan yang memiliki level laba negatif, berturut-turut berkurang pada level laba sedang dan positif.
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN PENELITIAN 1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. a. Pada seluruh distribusi level laba, EPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap discretionary accruals. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi laba perusahaan maka semakin besar manajer melakukan manajemen laba. Pada hampir seluruh distribusi level laba, E/P tidak berpengaruh terhadap discretionary accruals. Dengan demikian hanya level earnings dan bukan nilai perusahaan yang mendorong perusahaan melakukan manajemen laba. b. Pengaruh EPS terhadap discretionary accruals makin besar terdapat pada distribusi level laba sedang, yakni level laba negatif mendekati nol dan level laba positif mendekati nol.
13
Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen melakukan manajemen laba untuk menghindari pelaporan laba negatif, atau dengan kata lain untuk menghindari kerugian. c.
Baik EPS maupun E/P tidak berpengaruh terhadap non discretionary accruals. Hal ini menunjukkan bahwa baik level earnings maupun nilai perusahaan tidak mempunyai relasi dengan akrual yang bersifat non discretionary.
2. Implikasi Penelitian ini memberikan implikasi bahwa motivasi manajer dalam melakukan manajemen laba adalah untuk menghindari laporan keuangan yang menampilkan kerugian pada perusahaan. Dengan demikian perusahaan-perusahaan di Indonesia yang memiliki laba positif dan negatif mendekati nol akan memiliki kecenderungan untuk memanipulasi akrual dengan melakukan manajemen laba untuk menghindari pelaporan kerugian yang lebih besar.
3. Keterbatasan Penelitian a. Penelitian ini menggunakan level laba yakni EPS, dan nilai perusahaan yakni E/P, sebagai variabel independen untuk menjelaskan pengaruhnya terhadap akrual, yakni discretionary dan non discretionary accruals. Kedua proksi tersebut memiliki komponen earnings di dalamnya, sehingga proksi tersebut tidak terbebas dari manajemen laba yang terkandung di dalamnya. b. Penelitian ini hanya menganalisis manajemen laba yang dinaikkan (income increasing), karena banyak perusahaan yang cenderung melakukan manajemen laba yang dinaikkan daripada manajemen laba yang diturunkan. Penelitian selanjutnya dapat memperluas analisis pada perilaku manajemen laba yang diturunkan (income decreasing).
14
DAFTAR PUSTAKA Ayers, B., Jiang, J., Yeung, E. 2006. Discretionary Accruals and Earnings Management: An Analysis of Pseudo Earnings Targets. The Accounting Review 81: 617-652. Beattie, V., S. Brown., D. Ewer., B. John., S. Manson., D. Thomas., dan M. Tuner. 1994. Extraordinary Item and Income Smoothing, A Positive Accounting Approach. Journal of Business Finance and Accounting 21 September: 791-811. Bartov, E., Givoly, D., Hayn, C. 2002. The Rewards to Meeting or Beating Earnings Expectations. Journal of Accounting and Economics 33: 173-204. Burgstahler, D., dan Dichev, I. 1997. Earnings Management to Avoid Earnings Decrease and Losses. Journal of Accounting and Economics 24: 99-126. Burgstahler, D., dan Eames, M. 2006. Management of Earnings and Analystsβ Forecasts to Achieve Zero and Small Positive Earnings Surprises. Journal of Business Finance and Accounting 33: 633-652. Cornette, Marcia Millon, Alan J. Marcus, dan Hassan Tehranian. 2008. Corporate Governance and Pay for Performance: The Impact of Earnings Management. Journal of Financial Economics. Dechow, P. M. 1994. Accounting Earnings and Cash Flow as Measures of Firm Performance: The Role of Accounting Accruals. Journal of Accounting & Economics 18: 3-42. Dechow, P., Richardson, S., Tuna, I. 2003. Why are Earnings Kinky? An examination of The Earnings Management Explanation. Review of Accounting Studies 8: 355-384. DeFond, M.L., dan J. Jiambalvo. 1994. Debt Covenant Effects and The Manipulation of Accruals. Journal of Accounting and Economics 17: 145-176. Francis, J., R. Lafond, P. Olsson dan K. Schipper. 2005. The Market Pricing of Accruals Quality. Journal of Accounting and Economics 39 (2): 295-327. Healy, P.M., dan J.M. Wahlen. 1999. A Review of The Earnings Management. Hendriksen E., dan M. Van Breda. 1992. Accounting Theory 5th Edition. IL: Irwin, Homewood. Graham, J., Harvey, C., Rajgopal, S. 2005. The Economic Implications of Corporatem Financial Literature and Its Implications for Standard Setting. Accounting Horizons 13 (4): 365-383. Guay, W., Kothari, S.P., dan R. Watts. 1996. A Market-Based Evaluation of Discretionary Accruals Models. Journal of Accounting Research 34 (Supplement): 83-105. Gumanti, Tatang Ary. 2000. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 2 (2): 104-115. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Kasznik, R., McNichols, M. 2002. Does Meeting Earnings Expectations Matter? Evidence from Analysts Forecast Revisions and Share Prices. Journal of Accounting Research 40: 727759. Ittner, C., Larcker, D., Rajan, M. 1997. The Choice of Performance Measures in Annual Bonus Contracts. The Accounting Review 72: 231β255. Schipper, K. 1989. Earnings Management. Accounting Horizons 3: 91-106. Scott, W. R. 2000. Financial Accounting Theory 2nd edition. Canada: Prentice Hall Inc. __________. 2003. Financial Accounting Theory. Upper Saddler River, New Jersey: Prentice Hall. Sucipto. 2003. Penilaian Kinerja Keuangan. Digitized by USU Digital Library, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan. 15
Watts, Ross L. dan Jerold L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. USA: Prentice-Hall. APENDIKS Variabel yang digunaan untuk mengestimasi Model Francis adalah sebagai berikut. a. Total Akrual (TA) TA = NDA + DA b. Non discretionary accruals (NDA) adalah komponen akrual yang dilakukan perusahaan yang mengacu pada standar akuntansi yang berlaku. Rumus untuk perhitungan NDA berbeda-beda untuk masing-masing model dan dapat dilihat di atas. c. Discretionary accruals (DA) adalah komponen akrual yang dilakukan perusahaan secara sengaja untuk melakukan manajemen laba. Rumus untuk perhitungan DA berbeda-beda untuk masing-masing model dan dapat dilihat di atas. d. Selisih aset lancar pada tahun t dengan aset lancar di tahun t-1 (βπΆπ΄π‘ ) e. Selisih liabilitas (utang) lancar tahun t dengan liabilitas lancar pada tahun t-1 (βπΆπΏπ‘ ) f. Selisih kas dan setara kas pada tahun t dengan kas dan setara kas pada tahun t-1 (βπΆππ βπ‘ ) g. Selisih utang jangka panjang segera jatuh tempo dalam 1 tahun pada tahun t dengan utang jangka panjang segera jatuh tempo pada tahun t-1 ( βπππ·π‘ ) h. Arus kas operasi pada tahun t-1 (πΆπΉπππ‘β1 ) i.
Arus kas operasi pada tahun t (πΆπΉπππ‘ )
j.
Arus kas operasi pada tahun t+1 (πΆπΉπππ‘+1 )
k. Selisih pendapatan pada tahun t dengan pendapatan pada tahun t-1 (βπ
πΈππ‘ ) l.
Aset tetap ditambah dengan akumulasi depresiasi aset tetap pada tahun t (πππΈππ‘ )
m. Standar deviasi dari residual persamaan Total Current Accrual (TAC) n. Log dari total aset awal tahun (πππππ΄ππ‘β1 ) o. Standar deviasi arus kas operasi pada tahun t (ππΆπΉπππ‘ ) p. Standar deviasi dari sales dihitung dari data lima tahun terakhir (ππππππ ππ‘ ) q. Siklus operasi yang dihitung dari log penjumlahan perputaran piutang dan perputaran persediaan (ππππππ¦πππππ‘ ) r. Jumlah tahun dengan pendapatan yang negatif pada data lima tahun terakhir (πππππππππ‘ )
16