1
TESIS
PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP FREE CASH FLOW DAN KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA
MADE PRATIWI DEWI NIM : 0990661029
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
i
2
PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP FREE CASH FLOW DAN KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi, Manajemen Program Pascasarjana Universitas Udayana
MADE PRATIWI DEWI NIM : 0990661029
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 ii
3
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 13 JULI 2011
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, SE, M.Si NIP 19630801 198702 2 001
Drs. Ketut Mustanda, MM NIP 19560107 198303 1 008
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Dr. Ida Bagus Anom Purbawangsa, SE.,MM NIP 19620922 198702 1 002
Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP 19590215 198510 2 001
iii
4
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 11 Juli 2011
Panitia
Penguji
Tesis,
berdasarkan
SK
Rektor
No.1194/H14.4/HK/2011, Tanggal 24 Juni 2011
Ketua : Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, SE, MSi
Anggota :
1.
Prof. Dr. I.G. Bagus Wiksuana, SE, MS
2.
Dr. Luh Gede Sri Artini, SE, MSi
3.
Drs. Ketut Mustanda, MM
4.
Drs. I Gde Nitiyasa, MM
iv
Universitas
Udayana,
5
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, didalam naskah TESIS dengan judul : “PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP FREE CASH FLOW DAN KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN - PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA “ Tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata dalam naskah TESIS ini dapat dibuktikan terdapat unsurunsur PLAGIASI, saya bersedia TESIS ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (MAGISTER MANAJEMEN) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)
Denpasar, Mahasiswa,
Nama : Made Pratiwi Dewi, SE NIM : 0990661029 PS : Magister Manajemen PSFEUNUD
v
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarrnya kepada Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, SE.,Msi. Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti program Magister Manajemen, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesarbearnya pula penulis sampaikan kepada Drs. Ketut Mustanda, MM. sebagai Pembimbing Pendamping yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Wayan Ramantha, SE., MM., Ak, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Prof.Dr. Made Wardana, SE., MP, Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Udayana dan kepada Dr. Ida Bagus Anom Purbawangsa, SE.,MM, Ketua Program Studi Magister Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. I.G. Bagus Wiksuana, SE, MS ; Dr. Luh Gede Sri Artini, SE, MSi ; Drs. I Gde Nitiyasa, MM yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman angkatan XXII khususnya kelas A dan konsentrasi Manajemen Keuangan yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
vi
7
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini serta kepada penulis sekeluarga.
Denpasar,
Juli 2011
Penulis
vii
8
ABSTRAK PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP FREE CASH FLOW DAN KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA Investor mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya ke dalam perusahaan yaitu untuk mencari pendapatan atau tingkat pengembalian investasi berupa pendapatan dividen. Kebijakan pembagian dividen hanya merupakan salah satu dari sekian banyak kebijakan yang dimiliki perusahaan yang harus dilaksanakan dan direalisasikan, karena tanpa ada pembagian dividen, maka dikhawatirkan para pemegang saham akan beralih ke perusahaan yang lain yang sudah jelas pembagian dividennya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh struktur modal, struktur kepemilikan, free cash flow, dan kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian adalah semua perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009 sebanyak 158 perusahaan. Sampel penelitian dipilih berdasarkan purposive sampling yaitu perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009 yang mengeluarkan kebijakan inisiasi dividen setahun setelah melakukan IPO didapat sebanyak 47 perusahaan. Penelitian ini menggunakan teknik analisis jalur. Hasil penelitian menunjukan bahwa : 1) Struktur Modal berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap Free Cash Flow; 2) Struktur Kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap Free Cash Flow; 3) Struktur Modal berpengaruh negatif signifikan terhadap Kebijakan Dividen; 4) Struktur Kepemilikan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap Kebijakan Dividen; 5) Free Cash Flow berpengaruh positif signifikan terhadap Kebijakan Dividen. Free cash flow juga dapat dijadikan sebagai informasi bagi emiten dan perusahaan di pasar modal untuk mengambil kebijakan dividen. Selain itu, perlu juga memperhatikan bagaimana pengaruh variabel-variabel dalam penelitian ini pada saat inisiasi dividen berlangsung tapi juga bagaimana pengaruh selanjutnya terhadap kebijakan dividen perusahaan. Penggunaan free cash flow memiliki kelemahan dikurangi oleh dividen dalam perhitungannya, maka disarankan untuk peneliti selanjutnya, free cash flow dalam penelitian ini lebih relevan digunakan untuk keputusan investasi.
Kata Kunci : Struktur Modal, Struktur Kepemilikan, Free Cash Flow, dan Kebijakan Dividen.
viii
9
ABSTRACT EFFECT OF CAPITAL STRUCTURE AND OWNERSHIP STRUCTURE OF FREE CASH FLOW AND DIVIDEND POLICY IN-COMPANY THAT GO PUBLIC STOCK EXCHANGE IN INDONESIA Investors have the primary purpose of the funds to invest in a company which is to seek income or investment returns in the form of dividend income. Dividend policy is only one of the many policies owned companies that have implemented and realized, because no dividend, it is feared the shareholders will switch to another company that has been clear division of dividends. This study aims to determine the effect of capital structure, ownership structure, free cash flow, dividend policy and the companies that went public on the Indonesia Stock Exchange. The population in the study are all companies that went public on the Indonesia Stock Exchange 2000-2009 period as many as 158 companies. The samples were selected based on purposive sampling of companies that went public on the Indonesia Stock Exchange issued a policy period of 2000-2009 the initiation of dividends a year after an IPO obtained by 47 companies. This study uses path analysis techniques. The results showed that: 1) Capital Structure insignificant negative effect of Free Cash Flow; 2) Ownership Structure significant negative impact on Free Cash Flow; 3) Capital Structure significant negative effect on dividend policy; 4) Ownership structure is not significant negative effect on Dividend Policy; 5) Free Cash Flow significant positive effect on dividend policy. Free cash flow can also be used as information for issuers and companies in the capital markets to take the dividend policy. In addition, it should also pay attention to how the influence of these variables in this study took place at the initiation of dividends but also how the subsequent influence on corporate dividend policy. The use of free cash flow is reduced by the dividend has weaknesses in its calculations, it is advisable for further research, free cash flow is more relevant in this study are used for investment decisions.
Keywords: Capital Structure, Ownership Structure, Free Cash Flow, and Dividend Policy.
ix
10
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ..................................................................................
i
PRASYARAT GELAR …………………………………………………
ii
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………….
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI …………………………………….
iv
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………….
vi
ABSTRAK ………………………………………………………………
viii
ABSTRACT …………………………………………………………….
ix
DAFTAR ISI .............................................................................................
x
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………
xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1.1
Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ......................................................................
17
1.3
Tujuan Penelitian .......................................................................
17
1.4
Manfaat Penelitian .....................................................................
18
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................. 2.1
Kebijakan Dividen .....................................................................
19
2.1.1
Teori Kebijakan Dividen ............................................................
22
2.1.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen ............
25
2.2
Teori Pengisyaratan (Signaling Theory) ....................................
26
2.3
Teori Keagenan (Agency Theory )...............................................
29
2.3.1
Konflik Keagenan (Agency Conflict).........................................
31
2.3.2
Biaya Keagenan (Agency Cost )..................................................
33
2.4
Aliran Kas Bebas (Free Cash Flow) ..........................................
34
2.5
Struktur Modal ...........................................................................
37
2.6
Struktur Kepemilikan .................................................................
41
x
11
2.6.1
Insider Ownership (Kepemilikan Orang Dalam) .......................
42
2.7
Pengaruh Struktur Modal terhadap Free Cash Flow ..................
44
2.8
Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Free Cash Flow .......
45
2.9
Pengaruh Struktur Modal terhadap Kebijakan Dividen .............
46
2.10
Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kebijakan Dividen ...
48
2.11
Pengaruh Free Cash Flow terhadap Kebijakan Dividen ............
50
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ............................................................................. 3.1
Kerangka Berfikir .......................................................................
52
3.2
Kerangka Konseptual .................................................................
53
3.3
Hipotesis Penelitian ....................................................................
56
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................... 4.1
Jenis dan Ruang Lingkup Penelitian ..........................................
57
4.2
Variabel Penelitian .....................................................................
57
4.2.1
Identifikasi dan Klasifikasi Variabel ..........................................
57
4.2.2
Definisi Operasional Variabel ....................................................
58
4.3
Prosedur Pengumpulan Data ......................................................
60
4.3.1
Jenis Data ....................................................................................
60
4.3.2
Populasi dan Sampel Penelitian .................................................
61
4.3.3
Cara Pengumpulan data ..............................................................
62
4.4
Metode Analisis Data .................................................................
62
4.4.1
Analisis Jalur (Path Analysis) ....................................................
63
4.4.2
Pengujian Kesesuaian Model : Koefisien Q ...............................
65
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………….. 5.1
Hasil Penelitian ………………………………………………..
67
5.1.1
Deskripsi Variabel ……………………………………………..
67
5.1.2
Pengujian Kesesuaian Model ………………………………….
69
5.1.3
Hasil Uji Sub-Struktur 1 dan Sub-Struktur 2 …………………..
70
5.1.4
Analisis Efek Langsung, Efek Tidak Langsung, dan Efek Total
72
5.1.5
Pengujian Hipotesis …………………………………………….
73
5.2
Pembahasan …………………………………………………….
75
xi
12
5.2.1
Pengaruh Struktur Modal terhadap Free Cash Flow ……………
75
5.2.2
Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Free Cash Flow ..........
77
5.2.3
Pengaruh Struktur Modal terhadap Kebijakan Dividen …………
79
5.2.4
Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kebijakan Dividen …..
81
5.2.5
Pengaruh Free Cash Flow terhadap Kebijakan Dividen ………...
83
5.3
Implikasi Hasil Penelitian ………………………………………..
85
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 6.1
Simpulan …………………………………………………………
86
6.2
Saran ……………………………………………………………..
87
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... ..
90
Lampiran ………………………………………………………………….
94
xii
13
DAFTAR TABEL
No.
Tabel
Halaman
1.1
Perusahaan yang Melakukan Inisiasi Dividen Setelah Go Public Tahun Pertama di Bursa Efek Indonesia ………………………
9
4.1
Kriteria Penentuan Sampel Penelitian ………………………….
62
5.1
Statistik
Deskriptif
Variabel
Struktur
Modal,
Struktur
Kepemilikan, Free Cash Flow, dan Kebijakan Dividen …….. . 5.2
67
Hasil Uji Sub-Struktur 1 dan Sub-Struktur 2 Pengaruh Struktur Modal, Struktur Kepemilikan, Free Cash Flow, dan Kebijakan Dividen ………………………………………………………..
5.3
71
Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung, dan Pengaruh Total Struktur Modal, Struktur Kepemilikan, Free Cash Flow, dan Kebijakan Dividen ……………………………………….
xiii
72
14
DAFTAR GAMBAR
No.
Gambar
Halaman
3.1
Kerangka Berpikir …………………………………………….
52
3.2
Kerangka Konseptual ………………………………………….
56
4.1
Diagram Jalur Mengenai Hubungan Struktur Modal, Struktur Kepemilikan, Free Cash Flow, dan Kebijakan Dividen ………
xiv
64
15
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1
Lampiran
Halaman
Perusahaan-Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2000-2009……………………………………………...
94
2
Nama Perusahaan Sampel dan Variabel Penelitian ……………
99
3
Descriptive Statistics …………………………………………..
100
4
Regresi Substruktur 1 dan Sunstruktur 2 ……………………....
101
5
Regresi Trimming Substruktur 1 dan Substruktur 2 …………..
103
xv
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Investor mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya ke dalam
perusahaan yaitu untuk mencari pendapatan atau tingkat kembalian investasi (return) baik berupa pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap harga belinya (capital gain). Hubungannya dengan pendapatan dividen, para investor umumnya menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil, karena dengan stabilitas dividen dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan sehingga mengurangi ketidakpastian investor dalam menanamkan dananya ke dalam perusahaan. Perusahaan yang akan membagikan dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan antara lain: perlunya menahan sebagian laba untuk re-investasi yang mungkin lebih menguntungkan, kebutuhan dana perusahaan, likuiditas perusahaan, sifat pemegang saham, target tertentu yang berhubungan dengan rasio pembayaran dividen dan faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan dividen (Brigham, 2005). Perusahaan harus berupaya untuk membuat kebijakan dividen yang akan memaksimalisasikan kesejahteraan pemegang saham (Miller dan Modigliani dalam Horne dan Wachowic, 2007). Kebijakan pembagian dividen yang mempengaruhi dividend payout ratio merupakan hanya salah satu dari sekian banyak kebijakan yang dimiliki perusahaan yang harus dilaksanakan dan
1
2
direalisasikan kepada para pemegang saham, hal ini karena tanpa ada pembagian dividen, maka dikhawatirkan para pemegang saham akan beralih ke perusahaan yang lain yang sudah jelas pembagian dividennya. Pembagian dividen merupakan fenomena yang sangat menarik untuk diteliti, selain alasan pembagian dividen saham mengindikasi bahwa perusahaan sedang mengekspresikan kepercayaan diri (confidents) terhadap pemegang saham, tetapi disisi lain perusahaan tidak membagikan dividen karena perusahaan sedang mengalami kepentingan kas atau alasan perusahaan memperbesar laba ditahan untuk melakukan reinvestasi. Frankfutter dan Wood (1997) dalam Kusuma (2004) menyatakan bahwa model-model kebijakan dividen yang ada pada umumnya memiliki justifikasi teoritis yang cukup menyakinkan, namun di pihak lain dukungan dari bukti-bukti empiris masih dianggap belum jelas (inconclusive). Adapun fokus kajian dari penelitian ini adalah salah satu bentuk dari kebijakan dividen, yaitu kebijakan inisiasi dividen (dividend initiation policy). Kebijakan inisiasi dividen merupakan salah satu bentuk kebijakan dividen perusahaan, di samping bentuk-bentuk kebijakan dividen lainnya seperti kebijakan
tentang
kenaikan
(dividend
increase),
penurunan
(dividend
cut/decrease), penghentian (dividend termination), dan pembayaran kembali dividen (dividend resumption). Kebijakan inisiasi dividen (initiation dividend policy) merupakan kebijakan yang terkait dengan keputusan manajer perusahaan untuk mengawali atau memulai melakukan pembayaran dividen reguler secara berkala (rutin). Inisiasi dividen merupakan pembayaran dividen pertama yang dilakukan oleh perusahaan setelah IPO, sebagaimana disebutkan oleh Bullan et al.
3
(2003) “A dividend initiation is defined as the first cash dividend payment that a turn makes since its IPO”. Sharma (2001) menyatakan bahwa inisiasi dividen merupakan indikasi pertama yang bersifat publik tentang kesediaan manajer perusahaan untuk mendistribusikan kelebihan kas kepada para pemegang saham dibandingkan menginvestasikannya ke dalam proyek-proyek baru. Kebijakan inisiasi dividen dalam penelitian ini diukur dengan dividend payout ratio (DPR). Alasan penelitian ini menggunakan dividend payout ratio (DPR) sebagai variabel endogen dependen dikarenakan DPR pada hakikatnya adalah menentukan porsi keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagai bagian dari laba ditahan. Sugeng (2009) membuktikan bahwa perilaku investor/pasar dalam kebijakan dividen perusahaan sejalan dengan eksplanasi dari signaling model. Dipilihnya dividend payout ratio oleh pasar sebagai ukuran kebijakan dividen perusahaan menunjukan bahwa pasar lebih cenderung melihat preferensi manajer terhadap komitmennya dalam mendistribusikan keuntungan (earning) perusahaan antara dibagikan sebagai dividen atau direinvestasikan. Perusahaan dengan dividend payout ratio yang tinggi lebih disukai ketimbang dividen payout ratio yang sebaliknya memberikan indikasi bahwa pasar/investor lebih menyukai sikap manajer perusahaan yang memiliki komitmen untuk mengutamakan porsi pembayaran dividen daripada porsi earning untuk kepentingan reinvestasi. Kajian-kajian teoritis maupun empiris tentang kebijakan dividen masih diwarnai oleh kontroversi yang cukup tajam. Kontroversi ini bermula dari adanya dua proposisi yang saling bertolak belakang tentang relevansi dividen terhadap
4
nilai perusahaan, yaitu di satu pihak irrelevance of dividend proposition dari Miller dan Modiglani (1961) dan di pihak relevance of dividend proposition oleh Gordon dan Lintner (1959), dalam perkembangannya relevance of dividend proposition banyak menghasilkan model-model yang melandasi kajian-kajian empiris kebijakan dividen, diantaranya adalah signaling theory dan agency theory yang merupakan dua teori utama yang dikembangkan berdasarkan asumsi asymmetric information. Signaling theory yang dikembangkan pertama kali oleh Bhattacharya (1979) dalam Kusuma (2004) pada dasarnya menjelaskan bahwa dividen digunakan manajer untuk memberikan sinyal tentang prospek kinerja perusahaan, oleh karena itu kenaikan/penurunan dividen dianggap memiliki muatan informasi tentang prospek positif/negatif dari kinerja perusahaan. Pasar bereaksi positif/negatif terhadap kenaikan/penurunan dividen. Pembayaran dividen merupakan sinyal bagi investor luar mengenai mengenai prospek perusahaan masa mendatang. Miller dan Modigliani (1961) berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen di atas normal merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa manajemen perusahaan mempunyai ekspektasi yang baik di masa datang. Suatu penurunan dividen dianggap sebagai suatu sinyal “kesulitan” perusahaan masa mendatang. Menurut Asquith dan Mullins (1983), adanya pengaruh positif dari kebijakan pembayaran dividen disebabkan adanya mekanisme yang dapat mengkomunikasikan informasi manajemen mengenai kinerja perusahaan saat ini dan masa mendatang. Ross (1977) menyatakan bahwa dua asumsi yang mendasari
5
dividen sebagai sinyal. Pertama manajemen perusahaan merasa enggan untuk merubah kebijakan dividennya. Apabila terjadi kenaikan pembagian dividen yang dilakukan oleh manajemen, investor luar akan menganggap sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek dimasa datang. Kedua, kedalaman informasi yang dimiliki investor dan manajemen berbeda. Manajemen biasanya memiliki informasi yang lebih mendalam tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya. Fenomena ini bisa terjadi karena adanya information asymmety diantara manajer dan investor. Agency theory yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) pada dasarnya menjelaskan bahwa dividen berfungsi sebagai salah satu sarana monitoring perilaku manajemen dan karenanya berperan meminimilkan agency cost yang timbul dari potensi conflict of interest antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dan agen (manajer), atas dasar ini pasar akan mereaksi positif / negatif terhadap kenaikan atau penurunan dividen. Easterbrook (1984) berargumen bahwa efektifitas dividen sebagai sarana monitoring bergantung pula pada sarana-sarana monitoring lainnya yang dimiliki perusahaan. Upaya peningkatan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan sering tidak sejalan dengan tujuan pihak manajemen (manajer) perusahaan, sehingga timbul masalah keagenan (agency problem) antara manajer dengan pemegang saham sebagai akibat kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dijalankan secara terpisah. Pemisahan ini membuat manajer bertindak sesuai dengan kepentingannya dan tidak sejalan
6
dengan kepentingan pemegang saham (pemilik) sehingga timbul konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Manajer (agent) cenderung menginvestasikan kembali keuntungan yang diperoleh agar perusahaan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi, semakin banyak keuntungan yang diinvestasikan kembali (reinvestasi), maka akan tersisa sedikit keuntungan yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, hal ini sangat bertolak belakang dengan dengan keinginan pemegang saham yang menghendaki mendapat dividen yang tinggi. Perbedaan keinginan tersebut yang menyebabkan timbulnya konflik antara manajer (agent) dan pemegang saham, konflik ini sering disebut agency problem, konflik tersebut dalam kenyataan menimbulkan sejumlah biaya yang lazim disebut agency cost. Menurut Jensen dan Meckling (1976), ada beberapa alternatif untuk mengurangi biaya keagenan, yaitu pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen sehingga manajer dapat merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi yang salah. Kedua, upaya untuk meminimalisasi biaya ini salah satunya melalui kebijakan dividen, dengan pembayaran dividen secara tidak langsung menghasilkan proses monitoring yang lebih dekat dengan investasi yang dilakukan pihak manajemen. Pembayaran dividen merupakan biaya pengikat (bonding cost) dan biaya monitor (monitoring cost) bagi manajer dan akan menurunkan agency cost. Urgensi strategik dari kebijakan inisiasi dividen terkait dengan dua aspek. Pertama, aspek penetapan payout atau kebijakan tentang berapa sebaiknya
7
besarnya dividen yang ditetapkan sebagai dividen pertama (initial dividend payout) oleh perusahaan. Kedua, terkait dengan aspek timing atau penetapan waktu yaitu kapan perusahaan sebaiknya melakukan inisiasi dividen setelah memutuskan go public. Penetapan payout atau besarnya inisiasi dividen yang akan didistribusikan kepada para pemegang saham (initial dividend payout) merupakan masalah krusial pertama yang dihadapi oleh manajer perusahaan ketika dihadapkan pada masalah pengambilan keputusan tentang inisiasi dividen. Temuan dari Lintner (1956) dan juga Kolb (1978) dalam Ambarwati (2005) yang telah didukung oleh banyaknya
temuan-temuan
berikutnya,
mengindikasikan
bahwa
manajer
cenderung untuk menghindari adanya penurunan dividen dan tak terbayarnya dividen dalam periode-periode tertentu (dividend cut) di masa yang akan datang karena hal tersebut bisa merusak reputasinya di mata investor. Manajer lebih suka membayar dividen secara stabil dan cenderung menghindari suatu kenaikan dividen pada tingkat tertentu yang tidak bisa dijamin konsistensinya di masa yang akan datang karena tidak adanya dukungan dari prospek kinerja (profitabilitas) perusahaan. Manajer melakukan hal tersebut karena mereka menyakini bahwa pemegang saham lebih menyukai aliran dividen yang stabil (steady stream) ketimbang dividen berfluktuasi (Philippatos dan Sihler, 1991) dalam Ambarwati (2005). Perusahaan dengan prospek kinerja yang lemah akan menghindari untuk membayar dividen pertama dengan payout yang tinggi karena memiliki risiko yang lebih besar untuk tidak bisa dipertahankan (unsustainable) pada periode-periode selanjutnya. Diharapkan besarnya initial
8
dividend payout akan memberikan sinyal tentang status kinerja perusahaan yang melakukan inisiasi dividen. Aspek strategik yang kedua dalam kebijakan inisiasi dividen adalah terkait dengan waktu (timing) dan inisiasi dividen itu sendiri, oleh karena inisiasi dividen yang dilakukan oleh manajer mengindikasikan atau bisa diinterpretasikan sebagai komitmen perusahaan untuk memulai membayar dividen reguler secara konsiten untuk waktu ke depan yang tak terbatas, maka aspek waktu (timing), yaitu kapan perusahaan memutuskan untuk melakukan inisiasi dividen atau membayarkan dividen pertamanya setelah berstatus sebagai perusahaan go public, juga merupakan hal yang sangat krusial dan sangat terkait dengan kesiapan perusahaan secara finansial yang didukung oleh prospek kinerja perusahaan guna merealisasikan komitmen tersebut. Terkait dengan waktu Sharma (2001) menjelaskan bahwa perusahaanperusahaan yang baru melakukan IPO tidak diharapkan melakukan inisiasi pembayaran dividen periodik pada tahun-tahun awal setelah IPO karena kebutuhan dana yang cukup besar untuk investasi. Pendapat tersebut sejalan dengan temuan Jain et al. (2003) dalam konteks pasar modal di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa dari 1628 perusahaan yang go public dalam rentang waktu 1990-1998, hanya 6,08 persen atau 99 perusahaan yang melakukan inisiasi dividen. Di lain pihak, di Indonesia diperoleh data yang justru menunjukan kondisi yang sebaliknya, dari 158 perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia pada kurun waktu 2000-2009 sebanyak 92 perusahaan atau 58,22 persen
9
melakukan inisiasi dividen pada tahun pertama pasca IPO atau setelah terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia. Tabel 1.1 Perusahaan yang Melakukan Inisiasi Dividen Setelah Go Public Tahun Pertama di Bursa Efek Indonesia Tahun Listing
Jumlah Perusahaan yang Go Public
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Total Sumber: Lampiran 1
13 26 21 7 12 8 12 29 18 12 158
Jumlah Perusahaan yang Melakukan Inisiasi Dividen pada Tahun Pertama 8 13 13 6 9 8 7 15 8 5 92
% Inisiasi Dividen Tahun Pertama (dalam persentase)
61,53 50,00 61,90 85,71 75,00 100,00 58,33 51,17 44,44 41,66 58,22
Perilaku kebijakan inisiasi dividen pada perusahaan-perusahaan yang go public di Indonesia seperti digambarkan pada Tabel 1.1 terlihat bertolak belakang dengan pendapat yang dikemukakan Sharma (2001). Perilaku tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan yang akan menjadi fokus penelitian ini. Pertama, apakah kebijakan inisiasi dividen yang diambil oleh perusahaanperusahaan go public di Indonesia dengan payout yang ditetapkan sebagai dividen pertama (initial dividend payout) bisa dipertahankan pada periode-periode selanjutnya?. Mengingat aspek sustainability dan stability dalam kebijakan dividen merupakan taruhan atas reputasi manajer perusahaan. Kebijakan inisiasi
10
dividen dikatakan credible dalam konteks ini jika kebijakan tersebut mampu menjamin adanya konsistensi dan stabilitas atau sustainabilitas dividen reguler pada periode-periode selanjutnya. Kedua, apakah kebijakan inisiasi dividen yang diambil oleh kalangan perusahaan go public di Indonesia mempunyai konsekuensi terhadap kinerja saham perusahaan? Signaling model dinyatakan bahwa kebijakan dividen yang diambil perusahaan memberikan sinyal kepada pasar tentang kinerja perusahaan. Pasar bersifat efisien kredibilitas kebijakan dividen perusahaan bisa dilihat dari reaksi pasar terhadap kebijakan tersebut. Kebijakan inisiasi dividen dikatakan memiliki kredibilitas signaling dan perspektif pasar jika terdapat hubungan positif antara kebijakan tersebut dengan kinerja perusahaan. Ketiga, apakah perilaku kebijakan inisiasi dividen di lingkungan perusahaan-perusahaan go public baru di Indonesia terkait pula dengan mekanisme monitoring terhadap manajemen dalam konteks agency theory yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976), kebijakan dividen digunakan untuk meminimalisasi agency cost yang timbul dari potensi conflict of interests antara agent (manajer) dengan principal (pemilik perusahaan) akibat adanya pemisahan kewenangan diantara kedua belah pihak tersebut. Agency cost merupakan biaya yang timbul dalam rangka mengendalikan atau memonitor tindakan manajer agar sesuai dengan kepentingan principal. Dasar dari agency cost model ini adalah ketika manajer disadari bisa bertindak tidak sesuai dengan kepentingan investor/pemengang saham, maka pemegang saham menggunakan mekanisme tertentu untuk mengontrol tindakan manajer
11
tersebut. Salah satu dari tindakan tersebut adalah melalui pembayaran dividen dengan payout yang tinggi (Beiner, 2001), namun sebagaimana dikemukakan oleh Easterbrook (1984) bahwa efektifitas dividen sebagai salah satu sarana monitoring bergantung pula pada keberadaan sarana-sarana monitoring lainnya, misalnya struktur kepemilikan dan struktur modal perusahaan. Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham dimana pemegang sahamnya berasal dari pihak manajemen perusahan itu sendiri (insiders). Proporsi kepemilikan saham yang dimiliki manajer dapat mempengaruhi kebijakankebijakan
perusahaan,
selain
itu
kepemilikan
manajerial
mensejajarkan
kepentingan manajemen dan pemegang saham sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan (Jensen dan Meckling, 1976). Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa agency cost akan rendah didalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial (managerial ownership) yang tinggi, karena hal ini memungkinkan adanya penyatuan antara kepentingan pemegang saham dengan kepentingan manajer yang dalam hal ini berfungsi sebagai agent dan sekaligus sebagai principal. Rasionalnya adalah bahwa dengan insider ownership yang tinggi agency problem menjadi rendah antara manajer dengan pemegang saham.
12
Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan bahwa untuk mengurangi agency cost dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan hutang dalam pendanaan,
karena
hutang
mewajibkan
perusahaan
untuk
membayar
kewajibannya kembali, maka free cash flow yang tersedia untuk manajer untuk melakukan
tindakan-tindakan
yang
tidak
semestinya
menjadi
terbatas.
Penggunaan hutang disamping memunculkan keuntungan, juga memunculkan peluang yang hilang. Putri dan Nasir (2006) menyatakan peningkatan hutang akan meningkatkan dan kebangkrutan sehingga kebijakan hutang berhubungan positif terhadap risiko. Para manajer perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan saham akan semakin berhati-hati dalam menentukan hutang perusahaan karena kebangkrutan perusahaan bukan hanya menjadi tanggungan pemilik utama, namun manajer juga ikut menanggungnya. Jensen (1986) menjelaskan bahwa peningkatan hutang akan mengurangi free cash flow (Ross et al. (2000)) mendefinisikan free cash flow sebagai kas perusahaan yang didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi pada asset tetap) karena sebagian besar free cash flow untuk membayar hutang, sehingga tidak ada free cash flow dalam perusahaan yang dimanfaatkan oleh manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan demi kepentingan manajemen yang merugikan pemegang saham. Bila cukup banyak cash flow dalam perusahaan maka dengan pengawasan yang tidak efektif dari pemegang saham akan menciptakan tindakan manajemen untuk menggunakan cash flow demi kepentingan sendiri.
13
Free cash flow disamping dengan meningkatkan hutang juga dapat dikurangi dengan meningkatkan dividen karena peningkatan dividen akan meningkatkan kemungkinan perusahaan mengambil dana dari luar sehingga perusahaan semakin sering dimonitor oleh investor baru (Sugiarto, 2009). Pembayaran dividen merupakan informasi yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran saham perusahaan di pasar modal, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Pembayaran dividen akan membuat pemegang saham mempunyai tambahan return selain dari capital gain. Hipotesis aliran kas bebas (Jensen : 1986) kebijakan dividen digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan manajerial sehingga mengurangi biaya keagenan yang berkaitan dengan free cash flow. Mekanisme pengurangan masalah keagenan ini dilakukan dengan cara menggunakan free cash flow untuk membayar dividen
kas
sehingga
menghidari
alokasi
pada
tindakan
yang
tidak
menguntungkan. Penelitian yang dilakukan oleh Sunarto (2004) meneliti variabel yang mempengaruhi kebijakan dividen (dividend payout ratio) dalam penelitian kepemilikan manajerial dan debt to equity ratio tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio, tetapi kedua variabel tersebut memiliki arah hubungan yang negatif terhadap dividen payout ratio. Pengaruh variabel diatas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Sugeng (2009) meneliti tentang kaitan khusus antara struktur kepemilikan dan struktur modal dengan kebijakan inisiasi dividen. Kesimpulan dari penelitian
14
tersebut adalah di lingkungan perusahaan go public di Indonesia, variabel ownership structure terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend initiation policy, sedangkan variabel struktur modal berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan inisiasi dividen walaupun dengan arah hubungan positif yang juga bertolak belakang dengan prediksi agency cost model khususnya monitoring mechanism/ratonale of dividend. Penelitian oleh Kumar (2007) dilakukan untuk menguji pengaruh variabel Kepemilikan saham manajemen, kepemilikan saham institusi, IOS, ROA dan DER, terhadap Dividend Payout Ratio (DPR). Hasil analisis pada perusahaan PMA kepemilikan saham manajemen dan DER tidak signifikan terhadap DPR dengan level of significance lebih besar dari 5 persen. Sementara pada perusahaan PMA variabel independen (kepemilikan saham manajemen, IOS, ROA, dan DER) berpengaruh terhadap DPR. Sugeng (2009) membuktikan bahwa tidak ada pengaruh interaksi antara variabel dividend initiation policy dengan variabel free cash flow terhadap variabel market reaction to dividen initiation policy. Argumen utama dari hipotesis ini adalah termasuk argument maturity proposition yang menjelaskan bahwa pasar akan mereaksi negatif terhadap perusahaan yang membayarkan dividennya karena dimotivasi oleh adanya persediaan free cash flow yang besar yang disebabkan tidak memiliki peluang-peluang investasi (investment opportunities) yang menguntungkan. Perusahaan yang demikian tidak lagi memiliki prospek peningkatan profitabilitas di masa yang akan datang (Bryman & Cramer, 2002). Penelitian oleh Puspita (2009) cash ratio memiliki koefisien yang positif, ini berarti bila cash ratio meningkat dividend payout ratio yang dibagikan juga positif
15
meningkat. Variabel Debt to total asset (DTA) mempunyai koefisien regresi terbesar diantara koefisien regresi yang lain. Variabel ini memiliki tanda positif pada koefisien regresinya yang berarti apabila DTA meningkat maka dividend payout ratio yang dibagikan juga meningkat. Variabel ini tidak signifikan sehingga hipotesisnya ditolak.
Almilia dan Silvy (2006) dalam hasil temuannya menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dijelaskan melalui hipotesis aliran kas bebas (Jensen : 1986). Melalui hipotesis ini kebijakan dividen digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan manajerial sehingga mengurangi biaya keagenan yang berkaitan dengan free cash flow. Mekanisme pengurangan masalah keagenan ini dilakukan dengan cara menggunakan free cash flow untuk membayar dividen kas sehingga menghidari alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan (Jensen : 1986). Hatta (2002) dalam hasil temuannya menyatakan bahwa insider ownership, free cash flow, dan beberapa variabel lain secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap rasio pembayaran dividen. Secara individual insider ownership dan free cash flow tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio pembayaran dividen. Hasil temuan dari Pakawaru (2002) menunjukan bahwa cash flow dari operasi mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan perubahan dividen. Kusuma (2006) kebijakan dividen tidak terkait dengan aliran kas perusahaan, tetapi berhubungan negatif dengan leverage keuangan. Hasil uji empiris Sugiarto (2008) menunjukan data yang mendukung hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan terbuka yang dikontrol keluarga membagikan dividend lebih tinggi dibandingkan perusahaanperusahaan terbuka yang dikontrol oleh bukan keluarga. Temuan penelitian
16
mengindikasikan
kebijakan
perusahaan-perusahaan
dividen
di
Indonesia
menganut teori residual. Secara umum tidak didapati kesinambungan pembagian dividen dari waktu ke waktu. Sunarto dan Kartika (2003) dalam penelitiannya menguji pengaruh cash ratio, current ratio, DTA,ROI, dan EPS terhadap dividen kas pada 34 perusahaan yang terdaftar di BEJ periode 1999-2000 dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya EPS yang berpengaruh signifikan terhadap dividen kas, sedangkan untuk variabel lain yaitu cash ratio, current ratio, DTA, dan ROI tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan. Amidu dan Abor (2006) dalam penelitiannya terhadap perusahaan yang ada di Ghana, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara dividen payout ratio dengan profitability, cash flow, dan tax. Hubungan negatif antara dividen payout ratio dengan risk, institutional holding, growth, dan matket to book value. Variabel yang menunjukkan hasil signifikan adalah profitability, cash flow, sale growth, dan market to book value. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya di atas maka dalam penelitian ini digunakan variabel-variabel penelitian seperti struktur modal, struktur kepemilikan, free cash flow dan kebijakan dividen. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan variabel free cash flow sebagai variabel endogen intervening. Penelitian sebelumnya free cash flow hanya digunakan sebagai variabel bebas atau endogen saja. Digunakan variabel free cash flow sebagai variabel endogen intervening guna untuk mengetahui apakah free cash flow dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh struktur modal dan
17
struktur kepemilikan terhadap kebijakan dividen. Kebijakan dividen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kebijakan inisiasi dividen, yang mana pada penelitian sebelumnya sebagian besar kebijakan dividen yang digunakan adalah kebijakan dividen reguler.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah: 1) Apakah Struktur Modal berpengaruh signifikan terhadap Free Cash Flow? 2) Apakah Struktur Kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap Free Cash Flow? 3) Apakah Struktur Modal berpengaruh signifikan terhadap Kebijakan Dividen? 4) Apakah Struktur Kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap Kebijakan Dividen? 5) Apakah Free Cash Flow berpengaruh signifikan terhadap Kebijakan Dividen?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh Struktur Modal terhadap Free Cash Flow.
18
2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Free Cash Flow. 3) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh Struktur Modal terhadap Kebijakan Dividen. 4) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kebijakan Dividen. 5) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh Free Cash Flow terhadap Kebijakan Dividen.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini ada 2, yaitu manfaat teoritis dan praktis,
sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis Model yang dihasilkan dalam penelitian ini yang menjelaskan tentang pengaruh struktur modal, struktur kepemilikan, free cash flow, dan kebijakan dividen di lingkungan perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris terhadap keberlakuan Signaling Theory dan Agency Theory. 2) Manfaat Praktis Diharapkan dapat dimanfaatkan oleh emiten dan perusahaan publik sebagai informasi untuk mengambil Kebijakan Dividen di dalam perusahaan.
19
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kebijakan Dividen Dividen adalah pembagian laba yang dilakukan oleh suatu perseroan
kepada para pemegang saham. Dividen dibagikan dalam jumlah yang sama untuk setiap lembar sahamnya dan besarnya dividen tergantung pada sisa keuntungan setelah dikurangi dengan potongan-potongan yang telah ditentukan dalam akta pendirian dan juga tergantung dari keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang (Sartono, 2001). Menurut Pramastuti (2007), di dalam perusahaan, manajemen memiliki dua alternatif perlakuan terhadap penghasilan bersih (laba) setelah pajak, yaitu laba tersebut akan diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan ataukah dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen. Menurut Husnan (2001), kebijakan dividen suatu perusahaan menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Laba tersebut dapat dibagikan pada pemegang saham sebagai dividen atau dapat ditahan sebagai laba ditahan (retained earnings). Menurut Brigham dan Houston (2006) kebijakan dividen optimal sebuah perusahaan harus mencapai suatu keseimbangan diantara
19
20
dividen saat ini dan pertumbuhan di masa depan sehingga dapat memaksimalkan harga saham. Saxena (1999) dalam Puspita (2009) mengemukakan bahwa isu tentang dividen sangat penting dengan berbagai alasan antara lain: Pertama, perusahaan menggunakan dividen sebagai cara untuk memperlihatkan kepada pihak luar atau calon investor sehubungan dengan stabilitas dan prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Kedua, dividen memegang peranan penting pada struktur permodalan perusahaan. Inisiasi dividen merupakan pembayaran dividen pertama yang dilakukan oleh perusahaan setelah IPO. Kebijakan inisiasi dividen merupakan kebijakan yang terkait dengan keputusan tentang besarnya payout dan timing dari dividen pertama pasca IPO. Inisiasi dividen merupakan indikasi pertama yang bersifat publik tentang kesediaan manajer perusahaan untuk mendistribusikan kelebihan kas kepada para pemegang saham dibandingkan menginvestasikannya ke dalam proyek-proyek baru (Sharma, 2001). Dhaliwal et al. (2003) berargumen bahwa dengan melakukan inisiasi dividen reguler, manajer ingin menunjukan komitmennya kepada pemegang saham untuk secara konsisten melakukan pendistribusian kas dividen reguler untuk waktu yang tak terbatas. Inisiasi dividen menggambarkan suatu perubahan dividen dari sebesar nol menjadi jumlah positif. Menurut Asquith dan Mullins (1983), inisiasi dividen kurang diharapkan dibandingkan dengan kenaikan atau penurunan dividen. Inisiasi dividen juga mereflesikan suatu pergeseran yang signifikan (significant shiff) dalam kebijakan dividen perusahaan. Kebijakan inisiasi dividen merupakan
21
salah satu kebijakan keuangan yang lebih bersifat strategik dibanding kebijakan dividen reguler. Kebijakan inisasi dividen yang diambil oleh perusahaan membawa konsekuensi tanggungjawab perusahaan secara finansial yang cukup fundamental, karena sekali perusahaan memutuskan untuk memulai membayarkan dividen periodik (reguler), maka perusahaan dituntut mampu menjaga konsistensi pembayaran dividen periodik yang sudah diawalinya tersebut. Kesiapan perusahaan melakukan inisiasi dividen adalah didasarkan pada kemampuan finansial yang didukung oleh prospek kinerja perusahaan yang memadai. Diharapkan bahwa keputusan perusahaan untuk segera atau menunda inisiasi dividennya akan memberikan sinyal tentang kinerja perusahaan. Bagi perusahaan yang mampu lebih awal/cepat membayarkan dividen pertamanya dipandang memiliki kemampuan finansial yang lebih baik untuk menjamin konsistensi pembayaran dividen reguler selanjutnya. Perusahaan yang belum siap melakukan atau menunda pembayaran dividen pertamanya dipandang belum memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan kebijakan dividen (Sugeng, 2009). Kebijakan pembayaran dividen (dividen policy) merupakan keputusan untuk menentukan besarnya bagian laba (earning) yang akan dibagikan kepada pemegang saham dan bagian yang akan ditahan diperusahaan. Alokasi laba untuk kedua tujuan tersebut merupakan keputusan yang bertolak belakang. Bila perusahaan sedang mengalami pertumbuhan, distribusi laba kepada pemegang saham yang tinggi mengharuskan perusahaan mencari sumber pembiayaan dari
22
luar. Bila jumlah dividen yang dibagikan rendah pihak perusahaan bisa dianggap memupuk laba untuk mencapai kepentingan pribadi manajemen. Kebijakan dividen biasanya diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR). Menurut Sutrisno (2005) Dividend Payout Ratio adalah prosentase laba yang dibagikan sebagai dividen, dimana semakin besar Dividend Payout Ratio semakin kecil porsi dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan. Penelitian ini kebijakan dividen juga diukur menggunakan Dividend Payout Ratio. Alasan penelitian ini menggunakan dividend payout ratio (DPR) sebagai variabel endogen dependen dikarenakan DPR pada hakikatnya adalah menentukan porsi keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagai bagian dari laba ditahan. Handoko (2002) menggunakan perbandingan dividen per lembar saham dengan earning per lembar saham untuk mengukur Dividend Payout Ratio. 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 =
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 × 100% 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎
Sumber : Handoko (2002)
2.1.1
… … … … (2.1)
Teori Kebijakan Dividen Kebijakan dividen optimal (optimal dividend policy) sebuah perusahaan
harus mencapai suatu keseimbangan di antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa depan sehingga dapat memaksimalkan harga saham. Menurut Brigham dan Houston (2006) tiga teori tentang preferensi investor :
23
1) Teori Irelevansi Dividen (dividend irrelevance theory) Telah lama diperdebatkan bahwa kebijakan dividen tidak memiliki pengaruh pada baik harga saham sebuah perusahaan maupun biaya modalnya. Jika kebijakan dividen tidak memiliki pengaruh yang signifikan, maka kebijakan tersebut akan irelevan. Pendukung utama dari teori irelevansi dividen (dividend irrelevance theory) ini adalah Miller dan Modigliani (MM). MM berpendapat bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasar untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya. MM berpendapat bahwa nilai dari sebuah perusahaan akan tergantung hanya pada laba yang diproduksi oleh aktivaaktivanya, bukan pada bagaimana laba tersebut akan dibagi menjadi dividen dan saldo laba ditahan. 2) Teori Burung Di Tangan (bird-in-the-hand theory) Kesimpulan utama dari teori irelevansi dividen MM adalah kebijakan dividen tidak mempengaruhi tingkat pengembalian atas ekuitas yang diminta atau ks. Kesimpulan ini telah mendapat perdebatan sengit di dalam lingkungan akademisi. Khususnya, Myron Gordon dan John Lintner yang berpendapat bahwa ks turun seiring dengan peningkatan pembayaran dividen karena para investor kurang yakin akan penerimaan dari keuntungan modal yang seharusnya berasal dari saldo laba ditahan dibandingkan dengan penerimaan dari pembayaran dividen.
24
3) Teori Preferensi Pajak Terdapat tiga alasan yang berhubungan dengan pajak mengapa kita dapat berpikiran bahwa investor mungkin akan lebih menyukai pembayaran dividen yang rendah ketimbang menerima pembayaran tinggi : (1) Keuntungan modal jangka pajang biasanya dikenakan pajak dengan tarif 20 persen, sedangkan laba dividen dikenakan pajak dengan tarif efektif yang dapat mencapai angka maksimal 38,6 persen. Oleh sebab itu, investor yang kaya (yang memiliki saham lebih banyak dan menerima sebagian besar dividen) mungkin lebih menyukai perusahaan menahan dan menanamkan kembali labanya ke dalam bisnis. Pertumbuhan laba mungkin mengarah kenaikan harga saham, dan akibatnya keuntungan modal yang pajak rendahnya akan mengantikan dividen yang pajaknya tinggi. (2) Pajak atas keuntungan tidak akan dibayarkan sampai saham tersebut dijual. Adanya pengaruh nilai waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa depan akan memiliki biaya efektif yang lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan sekarang. (3) Jika sebuah saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal dunia, keuntungan modal saham tersebut tidak akan dikenakan pajak sama sekali – para ahli waris yang menerimanya dapat menggunakan nilai saham pada saat kematian sebagai dasar harga nperolehan mereka sehingga sepenuhnya terhindar dari pajak keuntungan modal. Karena keunggulan-keunggulan di bidang perpajakan ini, para investor mungkin lebih menyukai perusahaan menahan sebagian besar laba. Jika
25
demikian, investor akan bersedia untuk membayar lebih bagi perusahaan dengan pembayaran dividen yang rendah daripada pada perusahaan serupa dengan pembayaran yang tinggi.
2.1.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Dividen yang rendah dapat digunakan untuk menghindari pemotongan
dividen di masa mendatang sehingga pengalokasian sebagian keuntungan pada laba ditahan dapat digunakan untuk investasi lebih lanjut. Menurut Sugiyarso dan Winarni (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen antara lain : 1) Perjanjian Hutang; Perjanjian hutang antara perusahaan dengan kreditur dapat membatasi pembayaran dividen sebab sering kali dividen hanya dapat dibayarkan jika kewajiban hutang kepada kreditur telah dipenuhi perusahaan. Rasio-rasio keuangan yang menunjukan perusahaan dalam kondisi sehat juga merupakan faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. 2) Pembatasan dari saham preferen; Apabila dividen pemegang saham belum dibayar maka pembayaran dividen kepada pemegang saham belum dapat dilakukan. 3) Tersedianya kas; Cash dividend hanya dapat dibayarkan apabila tersedia uang tunai yang cukup. Keadaan demikian dapat ditunjukan dalam rasio likuiditas perusahaan yang baik. 4) Pengendalian terhadap perusahaan; Faktor yang penting khususnya pada perusahaan-perusahaan yang relatif kecil adalah apabila pihak
26
manajemen ingin mempertahan kontrol terhadap perusahaan. Keadaan demikian menyebabkan kecenderungan perusahaan segan menjual saham baru, dan lebih suka menahan laba guna memenuhi kebutuhan pendanaan perusahaan. Akibatnya dividen yang dibayarkan dalam bentuk kas menjadi kecil. 5) Kebutuhan dana untuk investasi; Perusahaan yang berkembang selalu membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek-proyek yang menguntungkan. Dalam hal ini manajemen cenderung lebih suka memanfaatkan laba ditahan karena pemanfaatan laba ditahan tidak memerlukan flotation cost. 6) Fluktuasi laba; Apabila laba perusahaan berfluktuasi dividen yang dibayarkan kecil hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan pembayaran dividen. Dengan laba yang berfluktuasi perusahaan juga tidak banyak mempergunakan utang sebagai sumber pendanaan hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko kebangkrutan. Dengan keadaan demikian laba ditahan akan menjadi besar dan dividen yang dibayarkan semakin mengecil.
2.2
Teori Pengisyaratan (Signaling Theory) Miller-Modigliani (MM) mengasumsikan bahwa investor memiliki
informasi yang sama mengenai (Signaling Theory) prospek perusahaan seperti yang dimiliki para manajer ini disebut kesamaan informasi (symmetric
27
information). Kenyataannya manajer mempunyai informasi yang lebih daripada investor luar, hal ini disebut ketidaksamaan informasi (asymmetric information). Dividend signaling theory pertama kali dicetuskan oleh Bhattacarya (1979). Dividend signaling theory mendasari dugaan bahwa pengumuman perubahan cash dividend mempunyai kandungan informasi yang mengakibatkan munculnya reaksi harga saham. Teori ini menjelaskan bahwa informasi tentang cash dividend yang dibayarkan dianggap investor sebagai sinyal prospek perusahaan di masa mendatang. Adanya anggapan ini disebabkan terjadinya asymetric information antara manajer dan investor, sehingga para investor menggunakan kebijakan dividen sebagai sinyal tentang prospek perusahaan. Apabila terjadi peningkatan dividen akan dianggap sebagai suatu sinyal positif yang berarti perusahaan mempunyai prospek yang baik, sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang positif. Jika terjadinya penurunan dividen akan dianggap sebagai sinyal negatif yang berarti perusahaan mempunyai prospek yang tidak begitu baik, sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang negatif. Menurut Ross (1977), terdapat 3 syarat yang perlu diperhatikan dalam mengoptimalkan kebijakan dividen sebagai sinyal, yaitu : (1) Manajemen harus selalu memiliki insentif yang sesuai untuk mengirimkan sinyal yang jujur, meskipun beritanya buruk, (2) Sinyal dari perusahaan yang sukses tidak mudah diikuti oleh pesaingnya yaitu perusahaan yang kurang sukses, dan (3) Sinyal itu harus memiliki hubungan yang cukup berarti dengan kejadian yang diamati (misalnya pembagian dividen yang tinggi pada masa sekarang akan dihubungkan dengan arus kas yang tinggi pula di masa mendatang).
28
Signaling Theory dari dividen yang dikembangkan oleh John dan Williams (1985) dan Miller dan Rock (1985) dalam Kusuma (2004) dibangun berdasarkan kerangka ketidaksamaan informasi (asymmetric information) yang menjelaskan bahwa manajer sebagai orang dalam perusahaan (insider) memilih kebijakan dividen sebagai sarana untuk memberikan sinyal kepada para investor tentang informasi dalam yang ia miliki terkait dengan prospek kinerja perusahaan karena manajer mengetahui banyak tentang produk, pasar, strategi, dan peluang investasi. Pembayaran dividen dipakai oleh perusahaan sebagai costly signal untuk memberitahukan kepada investor publik mengenai prospek perusahaan. Dividen merupakan beban yang tidak ringan, dan hanya perusahaan yang kuat dan sehatlah yang mampu menanggung beban tersebut berdasarkan teori signaling, perusahaan yang kuat dan sehat akan membagi dividen kepada pemegang saham untuk membedakan dirinya dari perusahaan lain yang biasa saja. Perusahaan lemah yang mencoba memberikan sinyal palsu dengan menggunakan dividen pasti akan bangkrut. Itulah sebabnya, penggunaan dividen dikatakan sebagai sinyal yang mahal. Jika manajemen memang memutuskan untuk membagi dividen, ia harus memiliki keyakinan bahwa perusahaannya akan memiliki probabilitas yang baik di masa mendatang. Manajer akan bekerja keras demi meningkatkan laba perusahaan untuk menarik investor supaya berinvestasi di perusahaannya. Sudut pandang investor, salah satu indikator penting untuk menilai prospek perusahaan di masa mendatang adalah dengan melihat dividen yang dibayarkan. Indikator ini sangat berguna untuk mengetahui sejauh mana investasi yang akan dilakukan
29
investor di suatu perusahaan mampu memberikan return yang sesuai dengan tingkat yang disyaratkan investor. Jika suatu perusahaan bisa memperoleh laba yang semakin besar, maka secara teoritis perusahaan akan mampu membagikan dividen yang makin besar. Membagi dividen yang besar akan menarik para investor untuk berinvestasi karena investor melihat bahwa perusahaan tersebut memiliki laba yang cukup untuk membayar tingkat keuntungan yang diisyaratkannya. Hal tersebut menjadi indikator bahwa masa depan perusahaan cukup menjanjikan atau profitabilitas perusahaan akan semakin membaik di masa depan.
2.3
Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) dalam Moeljadi (2006) menyatakan teori
keagenan pada awalnya berkaitan dengan masalah kepemilikan perusahaan melalui pembelian saham. Pada perkembangannya, teori ini digunakan menjelaskan hubungan antara dua pihak yang bersifat kontraktual (Einsenhardt, 1988). Teori keagenan dalam manajemen keuangan membahas adanya hubungan agency (Jensen dan Meckling, 1976),
yaitu hubungan mengenai adanya
pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan yang dilakukan oleh manajer. Sebagaimana dikemukakan Crutchley dan Hansen (1986) yang dikutip oleh Moeljadi (2006), hubungan keagenan yang terjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan manajer, pemisahan tersebut terjadi karena pemilik modal melakukan diversifikasi portofolio dengan mendelegasikan kewenangan dan pengambilan keputusan kepada manajer dalam mengelola
30
sejumlah dananya. Perrow (1986) dalam Moeljadi (2006), kontribusi teori keagenan mengingatkan pentingnya saling pengertian antara para pihak untuk berusaha mengurangi sifat mengutamakan kepentingan sendiri. Selain itu, juga mengingatkan
pentingnya
pengendalian
diri
dan
harus
menghilangkan
kepentingan pribadi (self interest). Husnan dan Pudjiastuti (2004) Agency theory bagi perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (lebih-lebih untuk yang telah terdaftar di pasar modal), seringkali terjadi pemisahan antara pengelola perusahaan (pihak manajemen, disebut juga sebagai agent) dengan pemilik perusahaan (atau pemegang saham, disebut juga sebagai principal). Brigham dan Houston (2006), telah lama diketahui bahwa manajer memiliki tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Manajer diberi kekuasaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dan hal ini menciptakan konflik potensial atas kepentingan yang disebut teori keagenan (agency theory). Hubungan keagenan muncul ketika satu individu atau lebih yang disebut pemilik (principal) mempekerjakan individu lain atau organisasi yang disebut agen untuk melaksanakan pekerjaan dan kemudian mendelegasikan otorisasi pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Dalam konteks manajemen keuangan, hubungan keagenan yang utama adalah: (a) antara pemegang saham dan manajer, dan (b) antara manajer dan pemberi kredit.
31
2.3.2
Konflik Keagenan (Agency Conflict) Meyers (1977) dalam Moeljadi (2006), hubungan keagenan merupakan
hubungan yang rawan konflik, yaitu konflik kepentingan (agency conflict). Konflik tersebut terjadi karena pemilik modal selalu berusaha menggunakan dana sebaik-baiknya dengan risiko sekecil mungkin, sedangkan manajer (agent) cenderung mengambil keputusan pengelolaan dana untuk memaksimalkan keuntungan
yang
sering
bertentangan
dan
cenderung
mengutamakan
kepentingannya sendiri. Madura (2000) dikutip dalam Maqsudi dan Ambon, menunjuk agen sebagai pihak pengelola dan pengambil keputusan bagi perusahaan dimaksudkan agar manajer mampu memaksimalkan kemakmuran pemilik atau pemegang saham. Namun dalam realitanya banyak terjadi “agency problem”, yaitu konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Keown et al. (2010) agency problem juga dapat terjadi karena manajer dan pemegang saham sering kali tidak memperoleh informasi yang sama tentang perusahaan. Konflik antar manajer dan pemegang saham tidak sedikit mengeluarkan biaya yang lazim disebut “agency cost”. Brigham dan Houston (2006) menyatakan masalah keagenan (agency problem) yang potensial ini muncul ketika manajer perusahaan memiliki kurang dari 100 persen saham perusahaan. Masalah keagenan (agency problem) yaitu konflik kepentingan yang potensial antara agen (manajer) dan pemegang saham pihak luar atau pemberi hutang (kreditur). Konflik keagenan juga terjadi antara kreditur dan pemegang saham. Bathala et al. (1994) dalam Wulandari (2006)
32
menyatakan bahwa konflik keagenan antara kreditur dan pemegang saham muncul karena pemegang saham selalu menginginkan agar manajer bersifat agresif dalam menerima
proyek-proyek
dengan
expected
return
(pengembalian
yang
diharapkan) yang tinggi sedangkan di sisi lain, expected return yang tinggi sudah tentu mengandung risiko yang tinggi pula (high risk, high return) jika perusahaan mengambil proyek yang berisiko tinggi maka akan meningkatkan risiko kebangkrutan perusahaan sehingga kreditur merasa khawatir pinjaman yang diberikan tidak dapat dikembalikan oleh perusahaan. Proyek yang tinggi disebut memberikan hasil yang bagus, kreditur akan tetap dibayar dengan tingkat bunga sesuai kontrak, sedangkan keuntungan sisa (residual gain) akan menjadi hak pemegang saham meskipun kreditur juga telah menanggung tambahan risiko atas kemungkinan gagalnya proyek. Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat terjadi pada saat manajer mengkonsumsi kas perusahaan secara berlebihan dengan biaya pemegang saham. Manajer juga memiliki horizon waktu yang lebih pendek dibanding pemegang saham. Manajer lebih menyukai proyek investasi dalam jangka waktu pengembalian panjang demi promosi jabatan dan cenderung membuat keputusan operasional yang dapat mengurangi risiko personal dibandingkan mengikuti pilihan pemegang saham yang menghendaki pengembalian adalah yang lebih besar.
33
2.3.3 Biaya Keagenan (Agency Cost) Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan biaya keagenan (agency cost) sebagai jumlah pengeluaran untuk pengawasan yang dilakukan oleh pemegang saham, pengeluaran karena penggunaan hutang oleh agen serta pengeluaran karena residual loss yaitu pengeluaran biaya oleh pemegang saham eksternal untuk mempengaruhi keputusan manajer dalam memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Menurut Rozeff (1982) oleh Mollah et al. (2000) dalam Wulandari (2006) menyatakan bahwa pembayaran dividen merupakan bagian dari optimum monitoring (biaya pengawasan) dan bonding package (biaya pengikat) yang dapat menurunkan agency cost. Keown et al. (2010) menyatakan biaya keagenan (agency cost) yaitu perbedaan dalam harga adalah biaya konflik pada pemilik, tindakan untuk meminimumkan biaya pemisahan pemilikan dan kontrol manajemen pada dasarnya mahal, termasuk auditing oleh akuntan independent, menugaskan fungsi penyeliaan pada dewan direksi perusahaan, menciptakan batasan dalam perjanjian penyewaan yang membatasi kekuasaan manajemen, dan memberikan rencana kompensasi intensif untuk manajemen yang membantu “mengikat” manajemen dengan pemilik. Kebijakan dividen perusahaan bisa dianggap oleh pemilik sebagai alat untuk meminimalisasi biaya keagenan karena secara tak langsung menghasilkan monitor yang lebih ketat pada kegiatan investasi manajemen. Banyak yang terkait dalam hal ini, dan tentunya biaya perantara (agent) harus diperhitungkan dalam teori perusahaan. Maka, bahwa nilai saham-saham dari sebuah perusahaan merupakan alat terpenting untuk menilai kemampuan
34
manajer dan para pemimpin produksi. Menurut Bezoyeen (2002) dikutip oleh Moeljadi (2006) menyatakan adanya konflik kepentingan dalam kepemilikan dapat menimbulkan biaya keagenan (agency cost), yakni biaya yang dikeluarkan agar pihak yang diberi wewenang dapat bertindak sesuai keinginan pemilik.
2.4
Aliran Kas Bebas (Free Cash Flow) Laba bersih perusahaan dalam bidang akuntasi lebih ditekankan, tetapi
dalam bidang keuangan, akan berfokus pada arus kas bersih (net cash flow). Nilai dari suatu aktiva (atau perusahaan secara keseluruhan) ditentukan oleh arus kas yang dihasilkannya. Laba bersih perusahaan memang penting, tetapi arus kas bahkan lebih penting lagi karena dividen yang harus dibayarkan secara tunai dan karena kas diperlukan untuk membeli aktiva yang dibutuhkan untuk melanjutkan operasi perusahaan (Brigham dan Houston, 2006). Arus kas tidak dapat dipertahankan terus-menerus kecuali jika aktiva tetap yang didepresiasi diganti dan
produk-produk
baru
dikembangkan,
sehingga
manajemen
tidaklah
sepenuhnya bebas menggunakan arus kas semaunya sendiri. Arus kas bebas (free cash flow-FCF) yang berarti arus kas yang benarbenar tersedia untuk didistribusikan kepada seluruh investor (pemegang saham dan pemilik hutang) setelah perusahaan menempatkan seluruh investasinya pada aktiva tetap, produk-produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan (Brigham dan Houston, 2006). Nilai dari operasi sebuah perusahaan akan bergantung pada seluruh arus kas bebas yang diharapkan di masa mendatang, yang didefinisikan sebagai laba operasi
35
setelah pajak minus jumlah investasi pada modal kerja dan aktiva tetap yang dibutuhkan untuk dapat mempertahankan bisnis. Jadi, arus kas bebas akan mencerminkan kas yang benar-benar tersedia untuk didistribusikan kepada para investor. Karenanya, salah satu cara bagi para manajer untuk membuat perusahaan menjadi lebih bernilai adalah dengan meningkatkan arus kas bebas. Free Cash Flow adalah aliran kas yang berasal dari operasional yang dapat didistribusikan kepada pemegang saham karena tidak digunakan untuk modal kerja (working capital) atau investasi pada aktiva tetap (fixed assets). Jensen (1986) dalam Handoko (2002), mengatakan bahwa jika perusahaan mempunyai free cash flow, akan lebih baik bila dibagikan pada pemengang saham dalam bentuk dividen, hal ini bertujuan untuk menghindari pengambilan keputusan yang bagi pihak manajemennya yang akhirnya berakibat pada naiknya agency cost. Perusahaan yang memiliki free cash flow dalam jumlah yang memadai akan lebih baik dibagikan pada pemegang saham dalam bentuk dividen untuk menghindari agency problem, hal ini dimaksudkan agar free cash flow yang ada tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang tidak menguntungkan (wasted on unprofitable) dengan demikian ketersediaan dana dapat dipakai untuk pemegang saham (Mollah et al., 2000) dalam Maqsudi dan Ambon (2004). Faisal (2004) menyatakan bahwa perusahaan dengan free cash flow besar cenderung akan mempunyai level hutang yang tinggi. Hal ini memiliki implikasi bahwa investor lebih berhati-hati dengan perusahaan yang memiliki free cash flow yang besar dan perlu mempelajari kegunaan dari free cash flow tersebut sebelum melakukan investasi.
36
Free Cash Flow memiliki hubungan positif dengan agency cost. Menurut Jensen (1986), menyatakan bahwa masalah keagenan akan meningkat ketika perusahaan menghasilkan Free Cash Flow yang tinggi. Manajer cenderung menggunakan Free Cash Flow untuk konsumsi pribadi atau melakukan ekspansi melalui investasi pada proyek baru dengan tujuan agar manajer dapat memperoleh kontrol yang lebih besar atas sumber daya perusahaan. Tindakan ini tidak sesuai dengan kepentingan pemegang saham, sehingga menimbulkan masalah keagenan. Jensen (1986), mengatakan free cash flow sebagai aliran kas dimana kelebihan pendanaan dibutuhkan untuk semua proyek yang mempunyai net present value yang positif setelah keseluruhan proyek tersebut didiskontokan pada cost of capital-nya. Free cash flow (FCF) secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai kas yang menganggur, yaitu sisa kas setelah digunakan untuk berbagai keperluan proyek yang telah direncanakan perusahaan, seperti: melunasi hutang, membayar dividen, melakukan investasi, dan lain-lain. Dengan demikian tingkat FCF yang relatif rendah akan mengurangi biaya keagenan sehingga kebutuhan dari dividen untuk membayar biaya keagenan menjadi berkurang. Semakin tinggi FCF maka semakin tinggi rasio pembayaran dividen. Jensen (1986) menyatakan dalam free cash flow hypotesis yaitu bahwa kebijakan dividen digunakan untuk mempengaruhi insiders ownership sehingga mengurangi cost agency yang berkaitan dengan free cash flow. Mekanismenya yaitu free cash flow untuk membayar dividen kas sehingga menghindari alokasi pada tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham atau nilai perusahaan.
37
Free Cash Flow berhubungan positif dengan Dividen Payout Ratio dengan anggapan bahwa semakin banyak Free Cash Flow yang dimiliki perusahaan, maka dividen yang dibayarkan juga makin tinggi. Pemegang saham akan meminta dividen yang lebih besar ketika perusahaan menghasilkan Free Cash Flow yang tinggi. Pembayaran dividen yang besar akan mengurangi Free Cash Flow yang tersedia untuk manajer, sehingga kemungkinan penggunaan Free Cash Flow oleh manajer untuk kepentingan pribadi dapat dikurangi, hal ini dapat mengurangi masalah keagenan antara pemegang saham dengan manajer. Free Cash Flow diwakili oleh rasio antara Free Cash Flow dengan total aktiva. 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 =
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 − 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 + 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑥𝑥 100% … (2.2) 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
2.5
Struktur Modal
Sumber : Handoko (2002)
Struktur modal adalah merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Sementara itu struktur keuangan adalah perimbangan antara total hutang dengan modal sendiri. Dengan kata lain struktur modal adalah merupakan bagian dari struktur keuangan (Sartono, 2001). Menentukan struktur modal yang optimal, para manajer keuangan perlu mempertimbangkan beberapa faktor penting sebagai berikut (Sartono, 2001): Tingkat penjualan, Struktur asset, Tingkat pertumbuhan perusahaan, Profitabilitas, Variabel laba dan perlindungan pajak, Skala perusahaan, dan Kondisi intern perusahaan dan Ekonomi makro.
38
Pecking order theory yang menyarankan bahwa manajer lebih senang menggunakan pembiayaan dari pertama, laba ditahan, kemudian hutang, dan terakhir penjualan saham baru. Secara teoritis sumber modal yang biayanya paling murah adalah hutang, kemudian, saham preferen dan yang paling mahal adalah saham biasa serta laba ditahan. Pertimbangan lain adalah direct cost untuk pembiayaan eksternal lebih tinggi dibanding dengan pembiayaan internal. Selanjutnya penjualan saham baru justru merupakan signal negatif karena pasar mengintrespestasikan perusahaan dalam keadaam kesulitan likuiditas. Penjualan saham baru tidak jarang mengakibatkan terjadinya dilusi dan pemegang saham akan mempertanyakan kemana laba yang diperoleh selama ini? Hal ini juga terlepas adanya informasi yang tidak simetris atau asymmetric information antara manajemen dengan pasar. Manajemen jelas memiliki informasi yang lebih tentang prospek perusahaan dibandingkan dengan pasar. Dengan demikian jika tidak ada alasan yang kuat seperti untuk diversifikasi misalnya, maka penjualan saham baru justru akan mengakibatkan harga saham turun. Tujuan struktur modal adalah memadukan sumber pendanaan yang digunakan oleh perusahaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan dengan cara memaksimumkan harga saham, meminimumkan biaya modal (cost of capital), dan menyeimbangkan antara risiko dan tingkat pengembalian. Ross (1977) mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan sinyal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar harga saham meningkat, ia ingin mengkomunikasikan hal tersebut ke investor. Manajer bisa
39
menggunakan hutang lebih banyak, sebagai sinyal yang lebih credible. Perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap sinyal tersebut, sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian hutang merupakan tanda atau sinyal positif. Menurut pendekatan teori keagenan, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manajer adalah konsep free cash flow (Jensen, 1986). Free cash flow dalam konteks ini didefinisikan sebagai aliran kas yang tersisa sesudah semua usulan investasi dengan NPV positif didanai. Ada kecenderungan manajer ingin menahan sumber daya (termasuk free cash flow) sehingga mempunyai kontrol atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga). Rasio hutang atau Debt Ratio (Debt to Total Asset Ratio) digunakan untuk mencerminkan variabel struktur modal perusahaan. Rasio ini digunakan dengan pertimbangan bahwa kecenderungan penggunaan hutang pada umumnya didasarkan pada besarnya aktiva yang dapat dijadikan jaminan (collateralizable assets). Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang akan digunakan untuk membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya.
40
Debt to total assets merupakan rasio antara total hutang (total debts) baik hutang jangka pendek (current liability) maupun hutang jangka panjang (long term debt) terhadap total aktiva (total assets) baik aktiva lancar maupun aktiva tetap dan aktiva lainnya. Semakin besar rasio DTA menunjukkan semakin besarnya tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya rasio DTA, maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earnings after tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen ) juga semakin berkurang. Chang dan Rhee (1990) juga menunjukkan bahwa tingkat hutang yang lebih rendah mengikuti pembayaran dividen perusahaan yang lebih tinggi, dengan demikian debt ratio mempunyai hubungan yang negatif dengan dividen . Tong dan Green (2004) dalam Siregar (2005) menguji keputusan keuangan perusahaan publik China yang terdaftar di bursa Shanghai dan Shenzen. Mereka menemukan bahwa hutang berhubungan negatif dengan ketersediaan dana internal. Temuan ini menunjukkan bahwa apabila dana internal tidak cukup, maka perusahaan mendapatkan dana eksternal melalui hutang. Tong dan Green juga menemukan bahwa dividen berkorelasi positif dengan dengan hutang. Apabila dividen dibayar oleh perusahaan kepada pemegang saham, maka dana internal tidak lagi cukup untuk melakukan investasi. Sehingga perusahaan berusaha
41
memperoleh dana eksternal melalui hutang. Debt Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 =
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑥𝑥 100% 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴
Sumber : Sawir (2001)
2.6
… … … … … … … … … … … … … . (2.3)
Struktur Kepemilikan Potter (1990) dalam Ramaswamy et al. (2002) berargumen bahwa salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan tujuan perusahaan adalah struktur kepemilikan. Komposisi struktur kepemilikan perusahaan-perusahaan emiten di Indonesia agak berbeda dibandingkan dengan perusahaan di Eropa atau Amerika. Struktur kepemilikan perusahaan-perusahaan yang tergabung di beberapa pasar modal Eropa dan Amerika bersifat menyebar (dispersed ownership) sehingga konflik keagenan bisa terjadi antara manajer dan pemegang saham (owners). Masalah ini nampak paling sering dijumpai di perusahaanperusahaan Amerika Serikat yang terdaftar di NYSE (Husnan, 2001). Berbeda dengan di Indonesia, kebanyakan perusahaan emiten di Indonesia memiliki pemegang saham dalam bentuk institusi bisnis seperti Perseroan Terbatas yang terkadang merupakan representasi dari pendiri perusahaan. Struktur kepemilikan terdiri dari kepemilikan saham oleh manajer dan direksi, kepemilikan saham oleh pihak institusi dan kepemilikan saham oleh pihak investor individual. Penelitian Mod’d, Pery dan Rimbey (1995-1998) menemukan bahwa variabel struktur kepemilikan sangat efektif dalam mengendalikan
42
penggunaan hutang dan dividen. Berdasarkan hasil tersebut maka struktur kepemilikan secara signifikan berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan. Berdasarkan berbagai penelitian keterlibatan manajer pada kepemilikan saham efektif untuk meningkatkan kinerja manajer. Dengan strategi ini manajer berhati-hati mengambil keputusan. Posisi manajer sangat rentan karena modal yang dimiliki berupa human capital, Fama (1990) dalam Katrina (2006) sehingga apabila terjadi kemerosotan kinerja berisiko dicopot dari perusahaan. Di samping itu manajer juga berorientasi pada minimalisasi risiko sehingga dalam prakteknya apabila
mendapat
kesempatan
cenderung
melakukan
kegiatan
yang
menguntungkan kepentingan pribadi. Dengan adanya peluang yang merugikan perusahaan perlu dilibatkan dalam kepemilikan saham yang dikenal sebagai insider ownership.
2.6.1
Insider Ownership (Kepemilikan Orang Dalam) Insider Ownership adalah pemilik sekaligus pengelola perusahaan atau
semua pihak yang mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan kebijaksanaan dan mempunyai akses langsung terhadap informasi dalam perusahaannya. Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 Pasal 95, tentang pasar modal mendefinisikan insider sebagai berikut: (a) Seorang Komisaris, Direktur, Pegawai perusahaan atau Perusahaan afiliasinya, (b) Pemegang saham utama di dalam perusahaan atau perusahaan afiliasi, dan (c) Orang perorangan yang oleh kedudukannya atau hubungan pada perusahaan atau perusahaan afiliasinya mengetahui informasi orang dalam.
43
Menurut Damsey dan Laber (1993) sebagaimana dikutip oleh Handoko (2002) juga menyatakan bahwa semakin besar jumlah Insider Ownership, maka akan semakin kecil konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Hal ini disebabkan karena mereka akan bertindak dengan lebih hati-hati dalam menanggung konsekuensi yang mungkin timbul. Salah satu Faktor mempengaruhi keputusan keputusan manajer dalam kepemilikan saham adalah kebijakan dividen (Katrina, 2006). Jika menetapkan dividen rendah perusahaan memiliki retain earning tinggi atau memiliki laba internal relatif besar. Pada situasi ini terjadi asimetri informasi sehingga manajer sebagai pihak internal menindaklanjuti dengan meningkatkan kepemilikan saham. Jika menetapkan dividen tinggi perusahaan memiliki laba ditahan relatif rendah sehingga berdampak pada keterbatasan sumber dana internal. Rencana ekspansi harus dibiayai dari sumber dana eksternal yang cenderung berisiko. Pada kondisi ini manajer mengurangi kepemilikan untuk diversifikasi pada kesempatan investasi yang lebih menguntungkan. Pola hubungan negatif antara kebijakan dividen dengan kepemilikan manajerial digunakan untuk menekankan teori keagenan. Insider Ownership akan berhubungan negatif dengan Dividend Payout Ratio perusahaan. Semakin tinggi persentase Insider Ownership maka semakin rendah dividen yang dibayarkan oleh perusahaan. Mollah et al. (2000) dalam Wulandari (2006) menyatakan bahwa jika tingkat kepemilikan oleh insider semakin besar, maka manajer tidak akan membayarkan dividen yang besar, tetapi akan meningkatkan gajinya. “if the insider owners hold the major share of the
44
company then management naturally prefers not to declare more dividens but increases directors fees dan so on”. Insider Ownership dalam Maqsudi dan Ambon (2004) adalah pemegang saham yang sekaligus menjadi pengelola perusahaan. Semakin besar Insider Ownership, maka akan semakin kecil konflik kepentingan antara pemegang saham dan pihak manajemen. Insider Ownership dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 =
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑥𝑥 100% … (2.4) 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎
Sumber : Maqsudi dan Ambon (2004)
2.7
Pengaruh Struktur Modal Terhadap Free Cash Flow Menurut pendekatan teori keagenan, struktur modal disusun untuk
mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manajer adalah konsep free cash flow (Jensen, 1986). Free cash flow dalam konteks ini didefinisikan sebagai aliran kas yang tersisa sesudah semua usulan investasi dengan NPV positif didanai. Kecenderungan manajer ingin menahan sumber daya (termasuk free cash flow) sehingga mempunyai kontrol atas sumber daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga). Jensen (1986) menjelaskan bahwa peningkatan hutang akan mengurangi free cash flow (Ross et al. (2000) mendefinisikan free cash flow sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham
45
yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap) karena sebagian besar free cash flow untuk membayar hutang, sehingga tidak ada free cash flow dalam perusahaan yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan demi kepentingan manajemen yang merugikan pemegang saham. Bila cukup banyak cash flow dalam perusahaan maka dengan pengawasan yang tidak efektif dari pemegang saham akan menciptakan tindakan manajemen untuk menggunakan cash flow demi kepentingan sendiri. Putra dan Ratnadi (2006), cara lain dalam menengahi permasalahan agensi adalah dengan meningkatkan hutang. Argumen tersebut didukung oleh pernyataan bahwa dengan meningkatnya hutang akan semakin kecil porsi saham yang akan dijual perusahaan. Di samping itu, semakin besar hutang perusahaan maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai perusahaan untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu.
2.8
Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Free Cash Flow Almilia dan Silvy (2006) mengungkapkan bahwa kepemilikan manajerial
dijelaskan melalui hipotesis aliran kas bebas (Jensen : 1986). Melalui hipotesis ini kebijakan dividen digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan manajerial sehingga mengurangi biaya keagenan yang berkaitan dengan free cash flow. Mekanisme pengurangan masalah keagenan ini dilakukan dengan cara menggunakan free cash flow untuk membayar dividen kas sehingga menghidari alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan. (Jensen, 1986).
46
Jensen (1986) melihat masalah keagenan dari sudut ketersediaan uang yang dapat digunakan manajer untuk kegiatan ‘konsumtif’. Dana tersebut adalah free cash flows yaitu kelebihan dana yang ada di perusahaan setelah semua proyek investasi yang menghasilkan net present value positif dilaksanakan. Jika biaya keagenan ingin dikurangi maka free cash flows harus dikurangi terlebih dahulu. Dengan kata lain manajer harus menunjukkan kepada pemegang saham bahwa dia telah melakukan upaya menahan diri (bonding) untuk tidak menciptakan peluang melakukan penyimpangan-penyimpangan dengan cara memperkecil dana yang dapat disimpangkan, yaitu free cash flows. Ade (2008) menjelaskan bahwa jika manajemen memiliki kurang dari 100 persen saham perusahaan, maka pemilik modal (shareholder) menanggung biaya keagenan yang berasal dari keputusan manajer yang telah mengutamakan kepentingannya sendiri, yang ditunjukan dengan adanya alokasi kas (free cash flow) untuk pengeluaran non esensial (perquisite consumption) dan melakukan keputusan-keputusan investasi yang tidak optimal. Dengan adanya kepemilikan manajerial yang tinggi maka free cash flow yang menimbulkan konflik agency akan semakin rendah.
2.9
Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kebijakan Dividen Struktur modal mempresentasikan berapa besar porsi modal perusahaan
yang dipenuhi dengan hutang. Hubungan struktur modal dengan kebijakan dividen dikembangkan berdasarkan hasil penelitian dari Noronha (1996), Sharma (2001), dan Jain et al. (2003) yang secara ringkas menyatakan bahwa semakin
47
besar ketergantungan perusahaan dana eksternal (hutang) semakin intensif pengawasan oleh penyedia dana eksternal (kreditur) terhadap kinerja manajemen sehingga memperkecil potensi masalah keagenan (agency problem) antara manajer dengan pemegang saham. Dengan semakin kecil agency problem tersebut maka ketergantungan perusahaan pada dividen sebagai sarana monitoring semakin kecil. Collaterizable assets merupakan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional dan bisa digunakan sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh kreditur. Jadi perusahaan memiliki struktur modal yang tinggi (dengan indikasi hutang dalam jumlah besar) maka semakin kecil dividen yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham, dan begitu juga sebaliknya. Puspita (2009) meneliti tentang pengaruh debt ratio terhadap kebijakan dividen. Variabel Debt to total asset (DTA) mempunyai koefisien regresi terbesar diantara koefisien regresi yang lain. Variabel ini memiliki tanda positif pada koefisien regresinya yang berarti apabila DTA meningkat maka dividend payout ratio yang dibagikan juga meningkat. Tetapi variabel ini tidak signifikan sehingga hipotesisnya ditolak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif tidak signifikan Debt to Total Asset (DTA) terhadap DPR yang berarti berlawanan tanda dengan hasil hipotesis yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang tidak memiliki dana internal yang memadai tetapi bermaksud mempertahankan dividen dan menjalankan investasi akan mengeluarkan hutang untuk membayar dividen dan melakukan investasi. Ini dapat dlihat dari nilai hutang perusahaan yang juga semakin meningkat. Chang
48
dan Rhee (1990) juga menunjukkan bahwa tingkat hutang yang lebih rendah mengikuti pembayaran dividen perusahaan yang lebih tinggi, dengan demikian debt ratio mempunyai hubungan yang negatif dengan dividen.
2.10
Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kebijakan Dividen Masalah keagenan banyak dipengaruhi oleh Insider Ownership menurut
pandangan Demsey & Laber (1993) dalam Handoko (2002). Insider Ownership pemilik perusahaan yang sekaligus menjadi pengelola perusahaan, semakin besar jumlah Insider Ownership, maka akan semakin kecil konflik kepentingan antara pemegang saham dan pihak manajemen, hal ini disebabkan karena mereka akan bertindak dengan lebih hati-hati dalam menanggung konsekuensi yang mungkin timbul. Kumar (2007) menemukan bahwa managerial ownership berpengaruh signifikan terhadap DPR. Manajemen perusahaan PMA melihat besarnya kepemilikan saham yang dimilikinya dalam mengambil kebijakan dividen, kepemilikan saham manajemen yang meningkat mampu meningkatkan besarnya dividen. Managerial ownership terhadap DPR pada perusahaan PMDN tidak terdapat pengaruh yang signifikan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa manajemen perusahaan PMDN tidak melihat besarnya saham yang dimiliki manajemen dalam mengambil kebijakan dividen karena proporsi kepemilikan saham yang relatif kecil. Hasil uji empiris Sugiarto (2008) menunjukan data yang mendukung hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan
49
terbuka yang dikontrol keluarga membagikan dividend lebih tinggi dibandingkan perusahaan-perusahaan terbuka yang dikontrol oleh bukan keluarga. Sunarto (2004)
menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki
koefisien bertanda negatif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Temuan ini cukup mengejutkan karena secara umum, temuan penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan baik di luar negeri maupun di Indonesia seperti penelitian Jensen et al. (1992), Chen dan Steiner (1999), Abdullah (2001) dan Mahadwatha dan Jogiyanto Hartono (2002) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Dividend Payout Ratio. Meskipun demikian, tanda pada koefisien regresi variabel kepemilikan manajerial yang ditemukan dalam penelitian ini sama seperti yang diharapkan dan secara umum konsisten dengan penelitian sebelumnya. Tidak signifikannya variabel kepemilikan terhadap Dividend Payout Ratio dalam penelitian ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan yang digunakan sebagai sampel merupakan perusahaan yang sebagian besar sahamnya (lebih dari 50 persen) dikuasai oleh pemegang saham pengendali. Nilai rata-rata kepemilikan manajerial perusahaan-perusahaan sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 67,75 persen. Variabel ini mempunyai hubungan yang negatif terhadap Dividen Payout Ratio menurut Handoko (2002), karena semakin banyak saham yang dimiliki Insider Ownership, maka pihak manajemen cenderung menahan pembayaran dividen, sebagai gantinya pihak manajemen akan berusaha meningkatkan
50
keuntungan sendiri berupa kenaikan gaji direksi, gaji dan bonus karyawan, dan sebagainya.
2.11
Pengaruh Free Cash Flow terhadap Kebijakan Dividen Menurut Jenden (1986) seperti dikutip Keown et al. (2010) mengatakan
bahwa jika perusahaan mempunyai Free Cash Flow, akan lebih baik bila dibagikan pada pemegang saham dalam bentuk dividen. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengambilan keputusan yang buruk bagi pihak manajemen, yang akhirnya berakibat pada naiknya agency cost. Mollah et al. (2000) dikutip Maqsudi dan Ambon (2004), mengungkapkan bahwa perusahaan yang memiliki Free Cash Flow dalam jumlah yang memadai akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen untuk menghindari agency problem, hal ini dimaksudkan agar Free Cash Flow yang ada tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang tidak menguntungkan (wisted on unprofitable) dengan demikian ketersediaan dana dapat dipakai untuk kemakmuran pemegang saham. Mollah (2000) dalam Hery (2009) yang menyatakan bahwa arus kas mempengaruhi rasio pembayaran dividen secara signifikan hubungannya positif, jadi apabila posisi kasnya tinggi biasanya perusahaan akan membayar dividen dengan jumlah yang besar. Studi ini dikembangkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jensen (1999) yang mengemukakan bahwa jika perusahaan mempunyai arus kas yang berlebihan maka lebih baik dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham dengan tujuan mengurangi kemungkinan kerugian
51
pada proyek-proyek investasi yang tidak menguntungkan. Hery (2009) dalam hasil penelitian mendapatkah hasil bahwa arus kas berpengaruh positif signifikan terhadap dividen kas. Berdasarkan hasil penelitian antara laba bersih dan arus kas berdasarkan hasil koefisien korelasi didapat bahwa arus kas lebih mempengaruhi dividen kas secara signifikan dibandingkan nilai laba bersih. Puspita (2009) menemukan bahwa Variabel cash ratio memiliki koefisien positif, ini berarti bila cash ratio meningkat maka dividend payout ratio yang dibagikan juga positif atau meningkat. Variabel cash ratio dapat dijadikan sebagai indikator bagi para investor dalam berinvestasi karena jika cash ratio meningkat maka dividend payout ratio yang dibagikan juga meningkat. Tanda positif dalam variabel cash ratio ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah kas dari perusahaan akan meningkatkan pembayaran dividen pula oleh perusahaan. Sehingga semakin likuid suatu perusahaan maka akan semakin besar pembayaran dividen dari perusahaan tersebut. Jumlah kas yang diperoleh perusahaan, sudah memenuhi kewajiban jangka pendeknya, sehingga perusahaan bisa membayar dividen setiap periodenya meningkat. Free Cash Flow mempunyai hubungan yang positif terhadap Dividend Payout Ratio menurut Handoko (2002), dengan anggapan bahwa semakin banyak Free Cash Flow yang dimiliki perusahaan maka dividen yang dibayarkan juga semakin tinggi, yang berarti mengurangi masalah keagenan.
52
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian pustaka dan mengacu pada beberapa hasil penelitian
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya yang berkaitan dengan pengaruh struktur modal dan struktur kepemilikan terhadap free cash flow dan kebijakan dividen, maka kerangka berpikir yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Struktur Modal
Free Cash Flow (FCF)
Kebijakan Dividen
Struktur Kepemilikan
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 tersebut menunjukan bahwa penelitian ini dilakukan untuk menguji hubungan antara struktur modal, struktur kepemilikan, free cash flow, dan kebijakan dividen serta bagaimana pola hubungan antara variabel tersebut. Pada penelitian ini terdapat suatu hubungan kausalitas berjenjang maka pengujian akan dilakukan dengan menggunakan analisis jalur (path analysis).
52
53
3.2
Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan hasil abstraksi dan sintesis teori dari
kajian pustaka yang dikaitkan dengan masalah penelitian, yaitu pengaruh struktur modal dan struktur kepemilikan terhadap free cash flow dan kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia. Jensen (1986) menjelaskan bahwa peningkatan hutang akan mengurangi free cash flow (Ross et al., 2000) mendefinisikan free cash flow sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap) karena sebagian besar free cash flow untuk membayar hutang, sehingga tidak ada free cash flow dalam perusahaan yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan demi kepentingan manajemen yang merugikan pemegang saham. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga). Almilia dan Silvy (2006) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dijelaskan melalui hipotesis aliran kas bebas (Jensen : 1986). Jika biaya keagenan ingin dikurangi maka free cash flows harus dikurangi terlebih dahulu. Manajer harus menunjukkan kepada pemegang saham bahwa dia telah melakukan upaya menahan diri (bonding) untuk tidak menciptakan peluang melakukan penyimpangan-penyimpangan dengan cara memperkecil dana yang dapat disimpangkan, yaitu free cash flows. Dengan adanya kepemilikan
54
manajerial yang tinggi maka free cash flow yang menimbulkan konflik keagenan akan semakin rendah. Ross (1977) mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan sinyal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Menurut pendekatan teori keagenan, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan free cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga). Dengan semakin meningkatnya rasio DTA, maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earnings after tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen ) juga semakin berkurang. Chang dan Rhee (1990) juga menunjukkan bahwa tingkat hutang yang lebih rendah mengikuti pembayaran dividen perusahaan yang lebih tinggi, dengan demikian debt ratio mempunyai hubungan yang negatif dengan dividen. Kepemilikan insider digunakan untuk mengukur biaya keagenan, yaitu dengan menghitung prosentase dari total share outstanding yang dimiliki oleh insider. Dengan semakin meningkatnya kepemilikan dari manajemen, maka biaya keagenan akan semakin menurun, sepanjang manajer tersebut mengharapkan efek kesejahteraan yang lebih pada keputusannya (Subrahmanyam, Rangan, dan Rosenstein, 1997). Menurut Handoko (2002), karena semakin banyak saham yang
55
dimiliki Insider Ownership, maka pihak manajemen cenderung menahan pembayaran dividen, sebagai gantinya pihak manajemen akan berusaha meningkatkan keuntungan bagi pihak manjemen berupa kenaikan gaji direksi, gaji dan bonus karyawan, dan sebagainya. Jensen (1986), mengatakan free cash flow sebagai aliran kas dimana kelebihan pendanaan dibutuhkan untuk semua proyek yang mempunyai net present value yang positif setelah keseluruhan proyek tersebut didiskontokan pada cost of capital-nya. Free cash flow (FCF) secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai kas yang menganggur, yaitu sisa kas setelah digunakan untuk berbagai keperluan proyek yang telah direncanakan perusahaan, seperti: melunasi hutang, membayar dividen, melakukan investasi, dan lain-lain. Dengan demikian tingkat FCF yang relatif rendah akan mengurangi biaya keagenan sehingga kebutuhan dari dividen untuk membayar biaya keagenan menjadi berkurang. Oleh karena itu semakin tinggi FCF maka semakin tinggi rasio pembayaran dividen. Dari beberapa ringkasan teori dan beberapa hasil penelitian maka didapat kerangka konseptual sebagai berikut :
56
Struktur Modal (Debt Ratio)
H3 (-)
HI (-) Free Cash Flow (FCF)
H5 (+)
Kebijakan Dividen (DPR)
H2 (-) Struktur Kepemilikan (Insider Ownership)
H4 (-)
Gambar 3.2 Kerangka Konseptual
3.3
Hipotesis Pada dasarnya hipotesis ini dibuat untuk menetapkan kesimpulan
sementara terhadap proses penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kajian teori dan kajian empiris serta konsep penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini. Rumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Struktur Modal berpengaruh negatif signifikan terhadap Free Cash Flow. H2 : Struktur Kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap Free Cash Flow. H3 : Struktur Modal berpengaruh negatif signifikan terhadap Kebijakan Dividen. H4 : Struktur Kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap Kebijakan Dividen. H5 : Free Cash Flow berpengaruh positif signifikan terhadap Kebijakan Dividen.
57
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Jenis dan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif
merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2006). Hubungan antara variabel dalam penelitian ini adalah hubungan kausal. Penelitian ini menggunakan data sekunder, data yang pengumpulannya dan pengolahannya dilakukan oleh pihak lain yang diperoleh dari ICMD ( Indonesian Capital Market Directory ) dan website : www.idx.go.id. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009. Penelitian ini meneliti tentang pengaruh struktur modal dan struktur kepemilikan terhadap free cash flow dan kebijakan dividen pada perusahaanperusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia.
4.2
Variabel Penelitian
4.2.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Identifikasi variabel perlu dilakukan untuk memberikan gambaran dan acuan dalam penelitian. Berdasarkan rumusan
57
58
masalah dan hipotesis yang diajukan, variabel-variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Variabel Eksogen Variabel eksogen merupakan variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain didalam model. Pada penelitian ini yang menjadi variabel eksogen adalah struktur modal dan struktur kepemilikan pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia. b. Variabel Endogen Variabel
endogen
merupakan
variabel
yang
dipengaruhi
dan
mempengaruhi variabel lain dalam model. Variabel endogen meliputi variabel endogen dependen dan variabel endogen intervening. Pada penelitian ini yang menjadi variabel endogen dependen adalah kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia dan variabel endogen intervening adalah free cash flow pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia.
4.2.2 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, menspesifikasi kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan, dalam penelitian ini untuk mempermudah dalam menyelesaikan permasalahan, maka perlu mengukur variabel-variabel yang digunakan, dimana variabel endogen dependen (Y) yaitu Kebijakan Dividen dan variabel eksogen (X) yaitu Struktur Modal (X1), Struktur
59
Kepemilikan (X2)
dan Free Cash Flow (X3) sebagai variabel endogen
intervening. Definisi operasional variabel-variabel tersebut adalah: 1) Kebijakan Dividen (Y) dalam penelitian ini adalah rasio pembayaran dividen pertama yang dilakukan perusahaan setelah penawaran saham perdana (Initial Public Offering / IPO). Variabel ini diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR) pada saat pertama kali pada perusahaanperusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009. Data tentang DPR didapat dari laporan keuangan perusahaan di www.idx.co.id. Rumusan DPR dinyatakan sebagai berikut (dalam persentase): 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 =
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑥𝑥 100% 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎
… (4.1)
2) Struktur Modal (X1) dalam penelitian ini adalah komposisi modal yang menunjukan porsi modal perusahaan yang bersumber dari modal hutang pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009. Variabel ini diukur dengan Debt Ratio (Debt to Total Asset). Rumus Debt Ratio adalah sebagai berikut (dalam persentase): 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑜𝑜 =
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑥𝑥 100% 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴
… … … … … … … … … (4.2)
3) Struktur Kepemilikan (X2) dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan saham yang diukur dengan Insider Ownership yaitu kepemilikan saham oleh pihak dalam perusahaan atau manajemen pada
60
perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009. Data pihak insider diperoleh dari www.idx.co.id. Rumusan Insider Ownership dinyatakan sebagai berikut (dalam persentase): 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 =
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑥𝑥100%. . (4.3) 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎
4) Free Cash Flow (X3) dalam penelitian ini adalah aliran kas perusahaan yang tidak terikat pada pemanfaatan untuk mendanai proyek-proyek investasi dalam periode ditetapkan inisiasi dividen pada perusahaanperusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009. Variabel ini diukur dengan menggunakan ratio Free Cash Flow (FCF). Rumusan adalah sebagai berikut (dalam persentase): 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 =
4.3
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 − 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 + 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑥𝑥100%. . (4.4) 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
Prosedur Pengumpulan Data
4.3.1 Jenis Data 1) Data kuantitatif yaitu jenis data atau informasi yang dapat dinyatakan dengan angka yang dapat dihitung. Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data yang pengumpulan dan pengolahannya dilakukan oleh pihak lain yang didapat dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory) dan website : www.idx.go.id berupa laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009. 2) Data kualitatif yaitu data yang tidak berupa angka atau tidak dinyatakan dalam satuan tertentu, namun berupa keterangan atau
61
uraian mengenai perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009.
4.3.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009 sebanyak 158 perusahaan. Sedangkan sampel penelitian menggunakan perusahaan-perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2009 yang mengeluarkan kebijakan inisiasi dividen setahun setelah melakukan IPO yang dipilih berdasarkan purposive sampling. Sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria sampel yang ditentukan. Adapun kriteria penentuan sampel adalah sebagai berikut : 1) Melakukan Kebijakan Inisiasi Dividen pada tahun pertama setelah go public atau IPO. 2) Perusahaan yang memiliki data tentang persentase saham yang dimiliki oleh direktur dan komisaris (Insider Ownership). Berdasarkan kriteria penentuan sampel di atas maka didapat sebanyak 47 perusahaan sebagai sampel dari penelitian ini. Penentuan sampel diatas dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut ini :
62
Tabel 4.1 Kriteria Penentuan Sampel Penelitian Kriteria Penentuan Sampel
Jumlah Perusahaan
Perusahaan-perusahaan yang go public periode 2000-2009 Melakukan kebijakan inisiasi dividen pada tahun pertama setelah go public Perusahaan yang memiliki data tentang persentase saham yang dimiliki oleh insider ownership Sumber : Lampiran 1
158
4.3.3
92 47
Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik Observasi
Nonpartisipan yang mana peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Data-data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang pengumpulan dan pengolahannya dilakukan oleh pihak lain yang diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory) dan website : www.idx.go.id.
4.4
Metode Analisis Data Sesuai dengan tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan yaitu untuk
menganalisis pengaruh struktur modal dan struktur kepemilikan terhadap free cash flow dan kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia maka teknik analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis).
63
4.4.1
Analisis Jalur (Path Analysis) Model path analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar
variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen) (Riduwan dan Engkos, 2008). Manfaat lain dari path analysis adalah untuk : (1) penjelasan (explanation) terhadap fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang diteliti; (2) prediksi nilai variabel terikat (Y) berdasarkan nilai variabel bebas (X), dan prediksi dengan path analysis ini bersiat kualitatif; (3) faktor ditermin yaitu penentuan variabel bebas (X) mana yang berpengaruh dominan terhadap variabel terikat (Y), juga dapat digunakan untuk menelusuri mekanisme (jalur-jalur) pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y); (4) pengujian model, menggunakan theory trimming, baik untuk uji reliabilitas (uji keajegan) konsep yang sudah ada ataupun uji pengembangan konsep baru. Agus Widarjono (2010) menyatakan ada beberapa tahap yang harus dilalui dalam analisis jalur (path analysis). Pertama, membuat spesifikasi model analisis jalur. Di dalam membuat model analisis jalur hubungan antara satu variabel dengan variabel lain seharusnya dilakukan berdasarkan landasan teori yang ada. Spesifikasi model merupakan dasar dalam menentukan hubungan antar variabel di dalam analisis jalur. Kedua, setelah membuat spesifikasi model maka langkah selanjutnya adalah melakukan estimasi untuk mendapatkan koefisien analisis jalur. Ketiga, melakukan uji signifikansi analisis jalur. Gambar diagram jalur untuk penelitian ini ditunjukan pada Gambar 4.1 sebagai berikut:
64
Struktur Modal (Debt Ratio) (X1)
b3
e2
b1 Free Cash Flow (FCF) (X3)
e1
b5
Kebijakan Dividen (Y)
b2 Struktur Kepemilikan (Insider Ownership) (X2)
b4
Gambar 4.1 Diagram Jalur Mengenai Hubungan Struktur Modal, Struktur Kepemilikan, Free Cash Flow, dan Kebijakan Dividen Gambar 4.1 dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut: a. Hubungan antara X1 dan X2 terhadap X3 X3 = α + b1X1 + b2X2 + e1 b. Hubungan antara X1, X2, dan X3 terhadap Y Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e2 Keterangan: X1 adalah struktur modal. X2 adalah struktur kepemilikan. X3 adalah free cash flow. Y adalah kebijakan dividen. b1 adalah koefisien jalur X1 dengan X3
65
b2 adalah koefisien jalur X2 dengan X3 b3 adalah koefisien jalur X1 dengan Y b4 adalah koefisien jalur X2 dengan Y b5 adalah koefisien jalur X3 dengan Y
4.4.2
Pengujian Kesesuaian Model: Koefisien Q Uji kesesuaian model (goodness-of-fitt test) dimaksudkan untuk menguji
apakah model yang diusulkan memiliki kesesuaian (fit) dengan data atau tidak. Shumacker dan Lomax (1996) dan Kusnedi (2005) dalam Riduwan dan Engkos (2008) mengatakan bahwa dalam analisis jalur untuk suatu model yang diusulkan dikatakan fit dengan data apabila matriks korelasi sampel tidak jauh berbeda dengan matriks kolerasi estimasi (reproduced correlation matrix) atau korelasi yang diharapkan (expected correlation matrix). Hal ini dapat digunakan uji statistik kesesuaian model koefisien Q dengan rumus : 𝑄𝑄 =
Dimana:
2 1−𝑅𝑅𝑚𝑚
1−𝑀𝑀
…………………………………………………………(4.5)
Q = Koefisien Q 2 𝑅𝑅𝑚𝑚 = 1 − (1 − 𝑅𝑅12 ). (1 − 𝑅𝑅22 ) … �1 − 𝑅𝑅𝑝𝑝2 � 2 M = 𝑅𝑅𝑚𝑚 setelah dilakukan trimming
Apabila Q = 1 mengindikasikan model fit sempurna. Jika Q < 1, untuk
menentukan fit tidaknya model maka statistik koefisien Q perlu diuji dengan statistik W yang dihitung dengan rumus : 𝑊𝑊ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = −(𝑁𝑁 − 𝑑𝑑)𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙
…………………………………………(4.6)
66
Keterangan : N = Menunjukan ukuran sampel. d = Banyaknya koefisien jalur yang tidak signifikan sama dengan degree of freedom = derajat bebas). 2 𝑅𝑅𝑚𝑚 = Koefisien determinasi multiple untuk model yang diusulkan.
2 M = menunjukan koefisien determinan multiple (𝑅𝑅𝑚𝑚 ) setelah koefisien jalur yang
tidak signifikan yang dihilangkan.
67
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Penelitian
5.1.1
Deskripsi Variabel Variabel yang dioperasikan dalam penelitian ini terdiri dari variabel
eksogen, variabel endogen dependen, dan variabel endogen intervening. Variabel kebijakan dividen diproksikan dengan DPR (dividend payout ratio) dioperasikan sebagai variabel endogen dependen. Variabel Free Cash Flow diproksikan dengan free cash flow ratio dioperasikan sebagai variabel endogen intervening. Variabel struktur modal diproksikan dengan DTA (debt to total asset) dan struktur kepemilikan
diproksikan
dengan
INSIDER
(kepemilikan
orang
dalam)
dioperasikan sebagai variabel eksogen.
Tabel 5.1 Statistik Deskriptif Variabel Struktur Modal, Struktur Kepemilikan, Free Cash Flow dan Kebijakan Dividen (dalam %)
Struktur Modal Struktur Kepemilikan Free Cash Flow Kebijakan Dividen Sumber : Lampiran 3
Minimum 1,37 0,01 0,19 4,18
Maksimum 90,53 39,07 20,49 92,86
Mean 46,00 6,95 5,66 31,96
Std.Deviation 23,64 8,33 4,24 19,00
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dirumuskan bahwa variabel struktur modal yang diproksikan dengan DTA (debt to total assets) memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 46,00 artinya rata-rata penggunaan hutang selama periode 2000-
67
68
2009 adalah sebesar 46,00 persen per tahun. Standar deviasi (simpangan baku) variabel struktur modal adalah 23,64 artinya selama 9 tahun pengamatan, variasi struktur modal pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 23,64 persen. Penggunaan hutang terendah (minimum) dalam struktur modalnya selama periode pengamatan yaitu pada PT. Yulie Sekurindo Tbk yaitu 1,37 persen. Penggunaan hutang tertinggi (maksimum) dalam struktur modalnya selama periode pengamatan yaitu pada PT. Ratu Prabu Energi Tbk yaitu 90,53 persen (Lampiran 2). Variabel struktur kepemilikan yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial (insider ownership) memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 6,95 artinya rata-rata kepemilikan manajerial (insider ownership) selama periode 20002009 adalah 6,95 persen per tahun. Standar deviasi (simpangan baku) variabel struktur kepemilikan adalah 8,33 artinya selama 9 tahun pengamatan, variasi nilai struktur kepemilikan pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 8,33 persen. Kepemilikan manajerial terendah (minimum) dalam struktur kepemilikannya selama periode pengamatan yaitu pada PT. Tunas Baru Lampung Tbk, PT. Yulie Sekurindo Tbk dan PT. Yanaprima Hastapersada Tbk yaitu 0,01 persen. Kepemilikan manajerial tertinggi (maksimum) dalam struktur kepemilikannya selama periode pengamatan yaitu pada PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk yaitu sebesar 39,07 persen (Lampiran 2). Variabel free cash flow memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 5,66 artinya rata-rata free cash flow selama periode 2000-2009 adalah sebesar 5,66
69
persen per tahun. Standar deviasi (simpangan baku) variabel free cash flow adalah 4,24 artinya selama 9 tahun pengamatan, variasi free cash flow pada perusahaanperusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 4,24 persen. Free cash flow terendah (minimum) selama periode pengamatan yaitu pada PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk yaitu 0,19 persen. Free cash flow tertinggi (maksimum) selama periode pengamatan yaitu pada PT. Trimegah Securities Tbk yaitu 20,49 persen (Lampiran 2). Variabel kebijakan dividen yang diproksikan DPR (Dividend Payout Ratio) memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 31,96 artinya rata-rata kebijakan dividen selama periode 2000-2009 adalah sebesar 31,96 persen per tahun. Standar deviasi (simpangan baku) variabel kebijakan dividen adalah 19,00 artinya selama 9 tahun pengamatan, variasi kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 19,00 persen. Kebijakan dividen terendah (minimum) selama periode pengamatan yaitu pada PT. Ratu Prabu Energi Tbk yaitu 4,18 persen. Kebijakan dividen tertinggi (maksimum) selama periode pengamatan yaitu pada PT. Yulie Sekurindo Tbk yaitu 92,86 persen (Lampiran 2).
5.1.2
Pengujian Kesesuaian Model Koefisien determinasi multipel untuk model yang diusulkan dari diagram
jalur tersebut diperoleh koefisien determinasi untuk nilai : 𝑅𝑅12 = 0,218 (Lampiran 4 Regresi Substruktur 1) 𝑅𝑅22 = 0,517 (Lampiran 4 Regresi Substruktur 2)
70
2 𝑅𝑅𝑚𝑚 = 1 − (1 − 0,218). (1 − 0,517) = 1 − (0,782). (0,483) = 1 − 0,377706 = 0,622
2 Koefisien deterrminan multipel (𝑅𝑅𝑚𝑚 ) setelah koefisien jalur yang tidak
signifikan dihilangkan dan nilai diambil dari :
𝑅𝑅12 = 0,217 (Lampiran 5 Regresi Substruktur 1) 𝑅𝑅22 = 0,506 (Lampiran 5 Regresi Substruktur 2)
𝑀𝑀 = 1 − (1 − 0,217). (1 − 0,506) = 1 − (0,783). (0,494) = 1 − 0,386802 = 0,613
𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑄𝑄 =
(1 − 0,622) 0,378 = = 0,976 (1 − 0,613) 0,387
Dengan ukuran sampel 47 dan d = 2, maka koefisien W dapat dihitung
sebagai berikut : 𝑊𝑊ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑔𝑔 = −(47 − 2) ln 0,976 = 1,093
Dicari dari Tabel Distribusi 𝜒𝜒 2 atau chi-kuadrat/chi-square untuk dk = 1
dengan α = 0,05 diperoleh sebesar 3,841. Ternyata 𝑊𝑊ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 < 𝜒𝜒 2
(1;0,05)
artinya
matriks korelasi sampel berbeda dengan matriks korelasi estimasi, maksudnya kedua model signifikan. Kesimpulan model empiris yang diperoleh memilki kemampuan untuk mengeneralisasikan tentang fenomena yaitu variabel free cash flow (X3) dan kebijakan dividen (Y) dengan baik.
5.1.3
Hasil Uji Sub-Struktur 1 dan Sub-Struktur 2 Hasil uji sub-struktur 1 dan sub-struktur 2 pengaruh struktur modal,
struktur kepemilikan, free cash flow, dan kebijakan dividen dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut ini :
71
Tabel 5.2 Hasil Uji Sub-Struktur 1 dan Sub-Struktur 2 Pengaruh Struktur Modal, Struktur Kepemilikan, Free Cash Flow, dan Kebijakan Dividen Hubungan
Standar Error (S.E) 0,024
t
P. Value
Keterangan
X1 → X3
Standardized Coefficients -0,030
-0,225
0,823
X2 → X3 X1 → Y X2 → Y
-0,464 -0,537 -0,119
0,068 0,085 0,273
-3,477 -5,057 -0,994
0,001 0,000 0,326
0,381 X3 → Y Sumber: Lampiran 4
0,536
3,181
0,003
Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan
Keterangan : X1 = Struktur Modal X2 = Struktur Kepemilikan X3 = Free Cash Flow Y = Kebijakan Dividen α = 5% = 0,05 P. value ≤ α = signiikan dan P. value > α = tidak signiikan. Tabel 5.2 dapat dijelaskan dari 5 jalur observasi tiga jalur menunjukan pengaruh signifikan yaitu struktur kepemilikan terhadap free cash flow, struktur modal terhadap kebijakan dividen, dan free cash flow terhadap kebijakan dividen. Dua jalur lainnya yaitu struktur modal terhadap free cash flow dan struktur kepemilikan terhadap kebijakan dividen menunjukan pengaruh tidak signifikan.
72
5.1.4
Analisis Efek Langsung, Efek Tidak Langsung dan Efek Total Analisis efek langsung, efek tidak langsung dan efek total dari variabel
yang diteliti ditunjukan untuk mengetahui kekuatan pengaruh antar variabel, baik pengaruh langsung, tidak langsung maupun pengaruh totalnya. Hasil perhitungan terhadap efek langsung, efek tidak langsung, dan efek total dari masing-masing variabel yang diteliti adalah seperti dalam Tabel 5.3. Tabel 5.3 Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung dan Pengaruh Total Struktur Modal, Struktur Kepemilikan, Free Cash Flow, dan Kebijakan Dividen Tipe Pengaruh Pengaruh Langsung
Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh Total
Sumber : Lampiran 4
Variabel Standardized Coefficients Struktur Modal (X1) → Free -0,030 (b1) Cash Flow (X3) Struktur Kepemilikan (X2) → -0,464 (b2) Free Cash Flow (X3) Struktur Modal (X1) → -0,537 (b3) Kebijakan Dividen (Y) Struktur Kepemilikan (X2) → -0,119 (b4) Kebijakan Dividen (Y) Free Cash Flow (X3) → 0,381 (b5) Kebijakan Dividen (Y) Struktur Modal (X1) → Kebijakan Dividen (Y) Struktur Kepemilikan (X2) → Kebijakan Dividen (Y) Struktur Modal (X1) → Kebijakan Dividen (Y) Struktur Kepemilikan (X2) → Kebijakan Dividen (Y)
-0,011 -0,176
-0,548 -0,295
73
Dari Tabel 5.3 dapat diketahui pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total struktur modal dan struktur kepemilikan terhadap kebijakan dividen. Pengaruh langsung dari masing-masing variabel yaitu struktur modal (X1) terhadap free cash flow (X3) adalah sebesar -0,030 yang menunjukan pengaruh negatif, pengaruh struktur kepemilikan (X2) terhadap free cash flow (X3) adalah sebesar -0,464 yang menunjukan pengaruh negatif. Pengaruh langsung struktur modal (X1) terhadap kebijakan dividen (Y) adalah sebesar -0,537 yang menunjukan pengaruh negatif, struktur kepemilikan (X2) terhadap kebijakan dividen (Y) adalah sebesar -0,119 yang menunjukan pengaruh negatif, dan free cash flow (X3) terhadap kebijakan dividen (Y) adalah sebesar 0,381. Pengaruh tidak langsung struktur modal (X1) terhadap kebijakan dividen (Y) diperoleh dari (b1 x b5), yaitu (-0,030 x 0,381) = -0,011 dan struktur kepemilikan (X2) terhadap kebijakan dividen (Y) diperoleh dari (b2 x b5), yaitu (0,464 x 0,381) = -0,176. Pengaruh total struktur modal (X1) terhadap kebijakan dividen yaitu -0,537 + (-0,011) = -0,548 dan struktur kepemilikan (X2) terhadap kebijakan dividen (Y) yaitu -0,119 + (-0,176) = -0,295.
5.1.5
Pengujian Hipotesis Pengujian
hipotesis
tentang
pengaruh
struktur
modal,
struktur
kepemilikan, free cash flow dan kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia dilakukan dengan mengamati nilai critical ratio (C.R.) yang identik dengan uji-t dalam regresi dan probability (P) hasil uji
74
sub-struktur 1 dan sub-struktur 2 pada Tabel 5.2 maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1) Hipotesis 1 Hipotesis pertama menyatakan bahwa struktur modal berpengaruh negatif signifikan terhadap free cash flow pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukan nilai t sebesar -0,225 dengan probability 0,823. Artinya struktur modal berpegaruh negatif tidak signifikan terhadap free cash flow. 2) Hipotesis 2 Hipotesis kedua menyatakan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap free cash flow pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukan nilai t sebesar -3,477 dengan probability 0,001. Artinya struktur kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap free cash flow. 3) Hipotesis 3 Hipotesis ketiga menyatakan bahwa struktur modal berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaanperusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukan nilai t sebesar -5,057 dengan probability 0,000. Artinya struktur modal berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen.
75
4) Hipotesis 4 Hipotesis
keempat
menyatakan
bahwa
struktur
kepemilikan
berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukan nilai t sebesar -0,994 dengan probability 0,326. Artinya struktur kepemilikan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. 5) Hipotesis 5 Hipotesis kelima menyatakan bahwa free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaanperusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukan nilai t sebesar 3,181 dengan probability 0,003. Artinya free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen.
5.2
Pembahasan
5.2.1
Pengaruh Struktur Modal terhadap Free Cash Flow Struktur modal (debt to total assets) berpengaruh negatif tidak signifikan
terhadap free cash flow perusahaan. Hal ini berarti tinggi atau rendahnya penggunaan hutang didalam struktur modal perusahaan tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap ketersediaan free cash flow di dalam perusahaan. Temuan ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Tong dan Green (2004) walaupun sama-sama memiliki hasil pengaruh yang negatif. Tong dan Green
76
(2004) menemukan bahwa hutang berhubungan negatif dengan ketersediaan dana internal sehingga temuan ini menunjukan bahwa perusahaan akan meningkatkan pengunaan hutang perusahaan apabila dana internal sudah tidak mencukupi. Jensen (1986) mengungkapkan peningkatan hutang akan mengurangi free cash flow karena sebagian besar free cash flow digunakan untuk membayar hutang, sehingga tidak ada free cash flow dalam perusahaan yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan demi kepentingan manajemen yang merugikan pemegang saham. Arah hubungan negatif dalam penelitian ini sesuai dengan penjelasan teori keagenan bahwa hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan. Jika perusahaan
menggunakan
hutang,
maka
manajer
akan
dipaksa
untuk
mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga). Tidak signifikan pengaruh negatif antara struktur modal (debt to total asset) dengan free cash flow disebabkan karena perusahaan-perusahaan yang melakukan inisiasi dividen pada tahun pertama setelah go public tentu saja membutuhkan sumber pendanaan untuk melakukan seluruh kegiatan operasional perusahaan. Manajer umumnya lebih senang menggunakan pembiayaan dengan urutan, laba ditahan, kemudian hutang, dan terakhir penjualan saham baru sesuai dengan pecking order theory. Secara teoritis sumber modal yang biayanya paling murah adalah hutang, sehingga perusahaan lebih senang menggunakan hutang dalam struktur modalnya. Penggunaan hutang yang tinggi dalam struktur modal dapat dibenarkan selama rentabilitas ekonomi lebih besar dari tingkat bunga.
77
Penggunaan hutang bagi perusahaan-perusahaan yang baru go public dapat dipakai sebagai suatu sinyal yang diberikan ke pasar bahwa perusahaannya membutuhkan sumber dana yang cukup besar untuk melakukan peluang-peluang investasi yang dapat meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Ross (1977) mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan sinyal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Manajer bisa menggunakan hutang lebih banyak, karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaannya di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap sinyal tersebut, sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.
5.2.2
Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Free Cash Flow Struktur kepemilikan (insider ownership) berpengaruh negatif signifikan
terhadap free cash flow. Hal ini berarti bahwa semakin rendah tingkat kepemilikan insider didalam perusahaan maka free cash flow yang tersedia akan semakin tinggi. Atau apabila semakin tinggi tingkat kepemilikan insider didalam perusahaan maka free cash flow yang tersedia akan semakin rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Almilia dan Silvy (2006) dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa kepemilikan manajerial dijelaskan melalui hipotesis aliran kas bebas (Jensen : 1986). Melalui hipotesis ini kebijakan dividen digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan manajerial sehingga mengurangi biaya keagenan yang berkaitan dengan free cash
78
flow. Mekanisme pengurangan masalah keagenan ini dilakukan dengan cara menggunakan free cash flow untuk membayar dividen kas sehingga menghindari alokasi pada tindakan yang tidak menguntungkan. Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat terjadi pada saat manajer mengkonsumsi kas perusahaan secara berlebihan dengan biaya pemegang saham. Manajer juga memiliki horizon waktu yang lebih pendek dibanding pemegang saham. Manajer lebih menyukai proyek investasi dalam jangka waktu pengembalian panjang demi promosi jabatan mereka dan cenderung membuat keputusan operasional yang dapat mengurangi risiko personal mereka dibanding mengikuti pilihan pemegang saham yang menghendaki pengembalian adalah yang lebih besar. Perusahaan-perusahaan yang melakukan inisiasi dividen pada tahun pertama setelah go public cenderung memiliki masalah keagenan dari sudut ketersediaan uang yang dapat digunakan manajer untuk kegiatan ‘konsumtif’. Dana tersebut adalah free cash flow yaitu kelebihan dana yang ada di perusahaan setelah semua proyek investasi yang menghasilkan net present value positif dilaksanakan. Jika ingin mengurangi agency cost maka free cash flow harus dikurangi terlebih dahulu. Manajer harus menunjukan kepada pemegang saham bahwa dia telah melakukan upaya menahan diri (bonding) untuk tidak menciptakan peluang melakukan penyimpangan-penyimpangan dengan cara memperkecil dana yang disimpangkan, yaitu free cash flow. Manajer yang memiliki saham perusahaan yang baru go public lebih cenderung memilih mencari peluang-peluang investasi yang baru dengan
79
menggunakan dana yang ada di perusahaan daripada menggunakan sumber pendanaan dari luar, seperti hutang. Hal ini dilakukan karena manajer mengurangi risiko finansial karena penggunaan hutang yang cukup tinggi akan menyebabkan risiko kebangkrutan, alasannya adalah manajer akan merasakan langsung dengan setiap keputusan yang diambilnya dan manajer akan selalu diawasi oleh pihak kreditor sehingga menbuat manajer tidak leluasa untuk mengambil keputusankeputusan diperusahaan.
5.2.3
Pengaruh Struktur Modal terhadap Kebijakan Dividen Struktur modal (debt to total assets) berpengaruh negatif signifikan
terhadap kebijakan dividen perusahaan. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan maka semakin rendah inisasi dividen yang dibagikan kepada emiten. Atau apabila semakin rendah penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan maka semakin tinggi inisiasi dividen yang dibagikan kepada emiten. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Noronha (1996), Sharma (2001), dan Jain et al. (2003) yang menyatakan semakin besar ketergantungan perusahaan terhadap dana eksternal (hutang) semakin intensif pengawasan oleh penyedia dana eksternal (kreditur) terhadap kinerja manajemen, sehingga memperkecil potensi masalah keagenan (agency problem) antara manajer dengan pemengang saham. Dengan semakin kecilnya agency problem tersebut maka ketergantungan perusahaan kepada dividen sebagai sarana monitoring semakin kecil.
80
Argumen lain yang mengarah kepada hubungan negatif kedua variabel ini adalah bahwa pembayaran dividen yang tinggi akan memperbesar beban tetap perusahaan sehingga menyebabkan hutang lebih berisiko dan karenanya akan menurunkan nilai dari hutang tersebut (Taranto, 2002 dan Noronha, 1996). Untuk melindungi dirinya kreditur akan membuat perjanjian hutang (debt covenant) yang berisi pembatasan-pembatasan terhadap manajemen termasuk pembatasan kebijakan atas dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Meningkatnya rasio debt to total assets berdampak pada profitabilitas perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earning after tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka secara total hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang. Chang dan Rhee (1990) juga menunjukan bahwa tingkat hutang yang lebih rendah mengikuti pembayaran dividen perusahaan yang tinggi, dengan demikian debt ratio mempunyai hubungan yang negatif dengan dividen. Perusahaan-perusahaan yang melakukan inisiasi dividen setahun setelah go public dalam penelitian ini memiliki collaterizable assets yang merupakan aktiva tetap untuk menjalankan kegiatan operasionalnya dan bisa digunakan sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh kreditur sehingga lebih cenderung menggunakan hutang dalam struktur modal perusahaan. Jadi perusahaan ini memiliki struktur modal yang tinggi (dengan indikasi hutang dalam jumlah besar) maka semakin kecil inisasi dividen yang dibayarkan oleh
81
perusahaan kepada pemegang saham. Hal ini mencerminkan hubungan negatif yang terjadi antara struktur modal terhadap kebijakan inisiasi dividen.
5.2.4 Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kebijakan Dividen Struktur kepemilikan (insider ownership) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen perusahaan. Hal ini berarti tinggi atau rendahnya tingkat kepemilikan insider di dalam perusahaan tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap kebijakan dividen yang diambil oleh perusahaan. Hasil dari penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sugeng (2009). Hasil temuannya didapat bahwa struktur kepemilikan (yang mana diproksikan dengan insider ownership) memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan inisiasi dividen. Sunarto (2004) dalam penelitian didapat bahwa kepemilikan manajerial memiliki koefisien bertanda negatif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Tidak adanya bukti kuat tentang pengaruh dari struktur kepemilikan dengan kebijakan inisiasi dividen memberikan indikasi bahwa perusahaan dengan struktur kepemilikan dengan porsi insider ownership yang lebih tinggi tidak terbukti menyakinkan berdampak pada pembayaran dividen yang lebih kecil karena keberadaan mereka dianggap mampu menekan agency problem. Temuan penelitian ini tidak sejalan dengan dengan logika teori dari agency cost model (Jensen dan Meckling, 1976), khususnya yang berasal dari argumen monitoring mechanism dari Easterbrook (1984) menyatakan bahwa efektifitas dividen sebagai sarana monitoring bergantung pada sarana-sarana monitoring
82
lainnya seperti struktur kepemilikan. Selain itu, penelitian ini berbeda dengan temuan-temuan terdahulu, yang mana secara umum memiliki pengaruh yang signifikan baik itu yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri seperti penelitian Jensen et al. (1992), Chen dan Steiner (1999), Abdullah (2001), Mahadwatha dan Hartono (2002) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Tidak signifikannya variabel struktur kepemilikan terhadap kebijakan dividen dalam penelitian ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan yang digunakan sebagai sampel merupakan perusahaan yang sebagian besar sahamnya (lebih dari 50 persen) tidak dimiliki oleh insider ownership. Nilai rata-rata struktur kepemilikan dalam penelitian ini adalah sebesar 6,95 persen. Keadaan ini menyebabkan potensi agency problem antara pihak manajemen dengan pemegang saham menjadi tidak signifikan sehingga mekanisme monitoring sebagaimana yang diargumentasikan oleh Easterbrook (1984) tidak berjalan sebagaimana mestinya, dari sisi agency cost model, tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen perusahaan. Struktur
kepemilikan
yang
relatif
rendah
dalam
penelitian
ini
mengindikasikan perilaku manajer dengan tingkat kepemilikan manajerial yang rendah cenderung melakukan pembayaran dividen yang tinggi, hal ini disebabkan jika perusahaan membayar dividen yang tinggi akan memberikan sinyal yang bagus tentang kinerja perusahaan dimasa mendatang. Penelitian ini mendukung signaling theory menyatakan bahwa jika ada kenaikan dividen sering diikuti
83
dengan kenaikan harga saham, sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun (Atmaja, 2008).
5.2.5 Pengaruh Free Cash Flow terhadap Kebijakan Dividen Free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin banyak free cash flow yang tersedia diperusahaan maka semakin tinggi dividen yang dibagikan kepada emiten. Atau apabila semakin sedikit free cash flow yang tersedia diperusahaan maka semakin rendah dividen yang dibagikan kepada emiten. Pengaruh positif dalam variabel free cash flow ini menunjukan bahwa adanya peningkatan jumlah kas dari perusahaan akan meningkatkan pula pembayaran dividen oleh perusahaan. Sehingga semakin likuid suatu perusahaan maka akan semakin besar pembayaran dividen dari perusahaan tersebut. Jumlah kas yang diperoleh perusahaan, sudah memenuhi kewajiban jangka pendeknya, sehingga perusahaan bisa membayar dividen setiap periode meningkat. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mollah (2000) dan Herry (2009) yang menyatakan bahwa arus kas mempengaruhi rasio pembayaran dividen secara signifikan hubungannya positif, jadi apabila posisi kasnya tinggi biasanya perusahaan akan membayar dividen dengan jumlah yang besar. Free cash flow dalam jumlah yang memadai akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen untuk menghindari agency problem, hal ini dimaksudkan agar free cash flow yang ada tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang tidak menguntungkan dengan demikian
84
ketersediaan dana dapat dipakai untuk kemakmuran pemegang saham. Free cash flow juga dapat dijadikan sebagai indikator bagi para investor dalam berinvestasi karena jika free cash flow meningkat maka dividend payout ratio yang dibagikan juga akan meningkat. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa free cash flow berhubungan positif dengan kebijakan insiasi dividen yang diambil oleh perusahaan. Kebijakan inisasi dividen di perusahaan yang go public di pasar modal Indonesia tidak berbasis pada kinerja perusahaan. Sebagian perusahaan melakukan inisiasi dividen hanya berusaha untuk meniru perusahaan lainnya yang memang memiliki kinerja finansial yang memungkinkan untuk melakukan inisiasi dividen (Sugeng, 2005) dengan tujuan agar memperoleh apresiasi pasar yang sama. Ada indikasi bahwa fenomena demikian timbul sebagai akibat dari sikap manajer perusahaan yang terkesan memaksakan kebijakannya untuk membayar dividen pertamanya segera (umumnya satu tahun) setelah mereka melakukan IPO.
Jika manajer lebih
realistis, maka inisiasi dividen seharusnya tidak dilakukan segera pasca IPO karena perusahaan tidak dalam posisi siap memulai membayarkan dividen. Pada periode-periode awal pasca IPO perusahaan umumnya masih dihadapkan kepada kebutuhan dana yang relatif besar untuk merealisasikan peluang-peluang investasinya yang sebenarnya atas dasar alasan tersebut mereka memutuskan go public. Perilaku manajer demikian sangat kontradiktif dengan kebiasaan/perilaku para manajer perusahaan-perusahaan di lingkungan pasar modal yang sudah maju (advanced market) seperti di Amerika, di mana mereka memutuskan untuk
85
membayar dividen pertamanya jauh setelah IPO mereka. Mereka menunggu saat yang tepat, yaitu ketika perusahaan dianggap sudah tidak lagi membutuhkan dana besar untuk merelisasikan peluang-peluang investasi mereka. Perilaku manajer di lingkungan pasar modal terbukti relatif masih sangat sederhana dalam menyikapi kebijakan inisasi dividen perusahaan. Besarnya dividen pertama menjadi pertimbangan utama dan satu-satunya dalam menyikapi kebijakan tersebut. Perilaku
pasar/investor
yang
tergolong
naïf
demikian
sebagaimana
diargumentasikan oleh Travlos et al. (2001) memang biasa terjadi di lingkungan pasar modal yang baru berkembang (emerging market).
5.3
Implikasi Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah adanya pengaruh negatif antara struktur
kepemilikan dengan free cash flow dan adanya pengaruh antara struktur modal dan free cash flow terhadap kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang melakukan inisiasi dividen pada tahun pertama pasca IPO. Sehingga didapat implikasi penelitian sebagai berikut : bahwa pengurangan agency cost harus dilakukan dengan mengurangi free cash flow terlebih dahulu. Manajer harus menunjukan kepada pemegang saham bahwa dia telah melakukan upaya menahan diri (bonding) untuk tidak menciptakan peluang melakukan penyimpanganpenyimpangan dengan cara memperkecil dana yang disimpangkan, yaitu free cash flow. Semakin besar ketergantungan perusahaan terhadap dana eksternal (hutang) semakin intensif pengawasan oleh penyedia dana eksternal (kreditur)
86
terhadap kinerja manajemen, sehingga memperkecil potensi masalah keagenan (agency problem) antara manajer dengan pemengang saham. Dengan semakin kecilnya agency problem tersebut maka ketergantungan perusahaan kepada dividen sebagai sarana monitoring semakin kecil. Free cash flow juga dapat dijadikan sebagai indikator bagi para investor dalam berinvestasi karena jika free cash flow meningkat maka dividend payout ratio yang dibagikan juga akan meningkat. Selain itu free cash flow juga dapat digunakan sebagai informasi untuk emiten dan perusahaan publik untuk menentukan kebijakan dividen perusahaan. Temuan ini juga mendukung signaling theory yang menggunakan kenaikan dividen sebagai suatu sinyal positif.
87
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
secara umum dapat disimpulkan bahwa struktur modal, struktur kepemilikan, free cash flow, dan kebijakan dividen merupakan pendekatan yang digunakan perusahaan untuk memberikan suatu signal kepada pemegang saham dan digunakan juga untuk mengurangi agency cost. Kesimpulan penelitian secara khusus dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Struktur modal berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap free cash flow, hal ini menunjukan bahwa tinggi atau rendahnya penggunaan hutang di dalam struktur modal perusahaan tidak memiliki pengaruh yang berarti bagi free cash flow yang tersedia di perusahaan. 2) Struktur kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap free cash flow yang tersedia di perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi insider ownership di dalam struktur kepemilikan perusahaan maka semakin rendah free cash flow yang tersedia diperusahaan. 3) Struktur modal berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen, hal ini menunjukan bahwa struktur modal yang di dominasi dengan hutang yang tinggi menyebabkan rendahya inisiasi dividen yang dibagikan kepada pemegang saham.
87
88
4) Struktur kepemilikan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen, hal ini menunjukan bahwa tinggi atau rendahnya insider ownership di dalam struktur kepemilikan perusahaan tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap kebijakan inisiasi dividen yang diambil oleh perusahaan. 5) Free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen, hal ini menunjukan bahwa kenaikan free cash flow, sering diikuti dengan peningkatan jumlah inisiasi dividen yang dibagikan oleh perusahaan.
6.2
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka terdapat beberapa saran
yang ingin disampaikan, antara lain : 1) Bagi emiten dan perusahaan di pasar modal Free cash flow juga dapat dijadikan sebagai informasi untuk mengambil kebijakan dividen karena hasil dalam penelitian ini free cash flow dapat memberikan suatu sinyal positif. Jika free cash flow meningkat maka dividend payout ratio yang dibagikan juga akan meningkat. 2) Bagi para peneliti selanjutnya, perlu juga memperhatikan masalah yang menjadi fokus dalam kebijakan inisasi dividen, yaitu : -
Bagaimana pengaruh variabel-variabel dalam penelitian ini pada saat inisasi dividen berlangsung tapi juga bagaimana pengaruh selanjutnya terhadap kebijakan dividen perusahaan.
89
-
Penggunaan free cash flow memiliki kelemahan dikurangi oleh dividen dalam perhitungannya, maka disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk menambahkan variabel keputusan investasi. Karena free cash flow dalam penelitian ini lebih relevan digunakan untuk keputusan investasi.
90
DAFTAR PUSTAKA
Ade, Y. 2008. Hubungan Struktur Kepemilikan dan Eksternal Monitoring terhadap Agency Cost dan Aliran Kas. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol 12, No 3, September 2008, hal 343-354. Ambarwati. 2005. Pengaruh Dividend Initiations Dan Dividen Cut/Omissions Terhadap Return Saham Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Siasat Bisnis No 10 Vol 1, Juni 2005 Hal : 73-93. Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogjakarta. Amidu, M dan Abor, J,. 2006. Determinant of Dividen Payout Ratios in Ghana. The Journal of Risk Finance . Vol.7 No.2. p.136-145 Amilia, Luciana Spica, SE., M.Si, dan Silvy, Meliza, SE., M.Si,. 2006. Analisis Kebijakan Dividend dan Kebijakan Leverage terhadap Prediksi Kepemilikan Manajerial dengan Tekhnik Analisis Multinomial Logit. Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol 6, No. 1, Februari 2006. Anonim. 2010. Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis. Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Udayana. Asquith, P. dan D. Mullins, Jr. 1983. The Impact of Initiating Dividend Payments on Shareholders’wealth. Journal of Business 56. 77-96. Awat, N J,. 1999. Manajemen Keuangan Pendekatan Matematis. Jakarta : Penerbit PT. Media Pustaka Utama. Brigham, E F,. 2005. Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan. Buku Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga. Brigham, E F, dan Houston, J F,. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Buku Kedua. Edisi Kesepuluh. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Bullan, L; Subramanian, N; dan Tanlu, L,. 2003. On The Timing Of Dividend Initiation. Journal of Finance 31. pp. 213-293. Chang,M, dan Rhee, K,R ,. 1990. Testing Trade Offand Pecking Order Predictions about Dividen ds and Debt. The Center for Research in Security Prices Working Paper . p.1-38
90
91
Christina, T., Setyorini. 2001. Transfer Informasi Intra-Industri : Efek Pengumuman Inisiasi Dividen oleh Perusahaan Reporter. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi IV. Surabaya. Faisal, Muhamad. 2004. Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Set Kesempatan Investasi, Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang (Studi Empiris pada PerusahaanPerusahaan Sektor Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponogoro Semarang. Handoko, J. 2002. Pengaruh Agency Cost Terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan-Perusahaan Go Public di BEJ. Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi Vol. 2 No. 3 Desember 2002. Hal 180-190. Hatta, A J. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen : Investigasi Pengaruh Teori Stakeholder. JAAI Volume 6 No 2, Desember 2002. Husnan, S. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan Keputusan Jangka Panjang. Edisi kedua. Fakultas Ekonomi UGM. Yogjakarta. Husnan, S., dan Pudjiastuti, E. 2004. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi Keempat. Yogjakarta : Penerbit Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Horne, Van J C., dan Wachowic J R. 2007. Fundamental of Finance Management. Buku Kedua. Jakarta : Penerbit Erlangga. Jakarta. Jain, B A., Shekhar, C., dan Tobey, V,. 2003. Determinats of Dividend Initiation By IPO Issuing Firm. Journal Of Banking and Finance 23. pp. 1 – 31. Jensen, M C., 1986. Agency Cost Of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeover. American Economics Review. Vol 76. pp. 323-339. Jensen, M C., dan Meckling W H. 1976. Theory of The Firm : Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Keown J, Arthur, Scott Jr, David F, Martin D John, Petty William J. 2010. DasarDasar Manajemen Keuangan. Buku II. Edisi Pertama. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Anggota IKAPI. Kumar, Suwendra. 2007. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Investment Opportunity Set (IOS), dan Rasio-Rasio Keuangan Terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) (Studi Komparatif pada Perusahaan PMA dan PMDN di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005). Tesis. Program
92
Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponogoro Semarang. Kusuma, H. 2004. Hubungan Dividen Inisiasi Dan Informasi Asimetri : Pendekatan Hazard Rate. Jurnal Siasat Bisnis No 9 Vol 1 Juni 2004 Hal : 15-34. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogjakarta. Maqsudi A, dan Ambon R M. 2004. Pengaruh Agency Cost Terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan-Perusahaan Go Public di PT. BEJ. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 8 No. 1 Januari 2004. Hal 7 – 14. Moeljadi. 2006. Manajemen Keuangan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Jilid Pertama. Malang : Penerbit Bayu Media Publising. Noronha, G M., Shome, D K.,dan Morgan G E,. 1996. The Monitoring Rationale for Dividend and The Interaction of Capital Structure and Dividend Decisions. Journal Banking and Finance 20 : 439-454. Pramastuti, Suluh. 2007. Analisis Kebijakan Dividen : Pengujian Dividend Signaling Theory dan Rent Extraction Hypotesis. Naskah Publikasi. Program Pascasarjana Jurusan Manajemen Magister Sains Ilmu-ilmu Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogjakarta. Puspita, Fira, SE. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio (Studi Kasus Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2007). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponogoro Semarang. Riduwan, Drs. M.B.A., dan Engkos Achmad Kuncoro, Dr. SE. MM,. 2008. Cara Menggunakan dan Memakai Analisis jalur (Path Analysis). Bandung : Alfabeta. Sartono, A. 2001. Long Term Financing Decision : Views and Practicies of Financial Managers of Listed Public Firms in Indonesia. Gadjah Mada International Journey of Business 3. pp. 35 – 44. Sartono, A, dan Srihartono, R,. 1999. Faktor-Faktor Penentu Struktur Modal Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Sinergi Vol 2 No 2. Sawir, A. 2001. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Utama. Saxena,A,K,. 1999. Determinant of Dividen d Policy:Regulated Versus Unregulated Firms. The Journal of Finance.
93
Sharma, S. 2001. Do Dividend Initiation Signal Prosperity?. Journal of Finance 51 : 1 – 36. Sugeng, B. 2009. Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Struktur Modal Terhadap Kebijakan Inisiasi Dividen Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Bisnis Tahun 14 Nomor 1 Maret 2009. Fakultas Ekonomi Negeri Malang. Sugeng, B. 2009. Analisis Reaksi Pasar (Investor) Terhadap Kebijakan Inisiasi Dividen Pada Perusahaan-Perusahaan Go-Public Di Indonesia. Jurnal. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta. Sunarto.
2004. Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Investment Opportunity Set, Return On Asset, Dan Debt To Equity Ratio Terhadap Dividend Payout Ratio. Tesis. Program Studi Magister Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Diponogoro.
Sunarto dan Kartika, A,. 2003. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dividen Kas di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Maret 2003. Sundjaja, R., dan Inge, B. 2001. Manajemen Keuangan II. Jilid 2. Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit PT. Prenhallindo, Anggota IKAPI No. 286. Sutrisno. 2005. Manajemen Keuangan. Edisi Kelima. Ekonisia Fakultas Ekonomi UII. Yogjakarta. Travlos, Nicholaos; Lenos Trigeorgis; dan Nikos Vafeas. 2001. Shareholder Wealth Effects of Dividend Policy Changes in an Emerging Stock Market : The Case of Cyprus. Multinational Finance Journal 5. (2) : 87-112. Wulandari. 2006. Dampak Agency Cost Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEJ. Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
94
Lampiran 1 : Perusahaan-Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2000-2009
No.
Nama Perusahaan
1 Alfa Retailindo Tbk. 2 Trimegah Securities Tbk. 3 Tunas Baru Lampung Tbk. 4 Dharma Samudera Fishing Industries Tbk. 5 Surya Intrindo Makmur Tbk. 6 Global Land Development Tbk. 7 Bank Mega Tbk. 8 Asiaplast Industries Tbk. 9 Bank Central Asia Tbk. 10 Panin Sekuritas Tbk. 11 Rimo Catur Lestari Tbk. 12 Gowa Makassar Tourism Development Tbk. 13 Dyviacom Intrabumi Tbk. 14 Tempo Inti Media Tbk. 15 Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 16 Polaris Investama Tbk. 17 Indofarma Tbk. 18 Indoexchanges Tbk. 19 Bhakti Capital Indonesia Tbk. 20 Delta Dunia Makmur Tbk. 21 Wahana Phonix Mandiri Tbk. 22 Kimia Farma Tbk. 23 Danasupra Erapasific Tbk. 24 Bank Pundi Indonesia Tbk. 25 Asia Kapitalindo Securities Tbk. 26 Arwana Citramulia Tbk. 27 Leyand International Tbk. 28 Nusantara Infrastructure Tbk. 29 Betonjaya Manunggal Tbk. 30 Lamicitra Nusantara Tbk. 31 Akbar Indo Makmur Stimec Tbk. Sumber : ICMD dan www.idx.go.id
Tahun Listing 18-Jan-00 31-Jan-00 14-Feb-00 24-Mar-00 28-Mar-00 30-Mar-00 17-Apr-00 1-May-00 31-May-00 31-May-00 10-Nov-00 11-Dec-00 11-Dec-00 8-Jan-01 10-Jan-01 16-Mar-01 17-Apr-01 17-May-01 8-Jun-01 15-Jun-01 22-Jun-01 4-Jul-01 6-Jul-01 13-Jul-01 13-Jul-01 17-Jul-01 17-Jul-01 18-Jul-01 18-Jul-01 18-Jul-01 20-Jul-01
Pembagian Dividen Setahun Pasca IPO 31-Jan-01 3-Aug-01 31-Aug-01 18-Jul-01 21-Jul-05 30-Jun-01 14-Nov-01 8-Jul-04 15-Aug-01
8-Oct-02 18-Nov-02 27-Jan-05 15-Nov-02 26-Jun-02 21-Sep-02 31-May-02 5-Jul-02 9-Jul-02 9-Jul-02
Memiliki Data Insider Ownership Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Ada Ada
95
Lampiran 1 Lanjutan :
Perusahaan-Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2000-2009
No.
Nama Perusahaan
32 Dayaindo Resources International Tbk. 33 Pyridam Farma Tbk. 34 Infoasia Teknologi Global Tbk. 35 Centrin Online Tbk. 36 Exploitasi Energi Indonesia Tbk. 37 Leo Invesments Tbk. 38 Colorpark Indonesia Tbk. 39 Limas Centric Indonesia Tbk. 40 Fortune Indonesia Tbk. 41 FKS Multi Agro Tbk. 42 Anta Express Tour & Travel Service Tbk. 43 Jasuindo Tiga Perkasa Tbk. 44 Cita Mineral Investindo Tbk. 45 Titan Kimia Nusantara Tbk. 46 Mahaka Media Tbk. 47 ATPK Resources Tbk. 48 Nusantara Inti Corpora 49 Bank Swadesi Tbk. 50 Sugi Samapersada Tbk. 51 Kresna Graha Sekurindo Tbk. 52 Bank ICB Bumiputera Tbk. 53 Surya Citra Media Tbk. 54 Gema Grahasarana Tbk. 55 Inti Agri Resources Tbk. 56 Arthavest Tbk. 57 Bank Kesawan Tbk. 58 Trust Finance Indonesia Tbk. 59 Pan Pasific International Tbk. 60 Tambang Batubara Bukit asam Tbk. 61 Ratu Prabu Energi Tbk. 62 Pelayaran Tempuran Emas Tbk. 63 Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sumber : ICMD dan www.idx.go.id
Tahun Listing 20-Jul-01 16-Oct-01 15-Nov-01 1-Nov-01 21-Nov-01 26-Nov-01 30-Nov-01 28-Dec-01 17-Jan-02 18-Jan-02 18-Jan-02 16-Mar-02 20-Mar-02 21-Mar-02 3-Apr-02 17-Apr-02 18-Apr-02 1-May-02 19-Jun-02 28-Jun-02 15-Jul-02 16-Jul-02 12-Aug-02 14-Oct-02 5-Nov-02 21-Nov-02 28-Nov-02 18-Dec-02 23-Dec-02 30-Apr-03 9-Jul-03 14-Jul-03
Pembagian Dividen Setahun Pasca IPO 4-Nov-02 16-Jul-02 16-May-02
30-Nov-02 19-Jan-03 23-Aug-03 8-May-03 3-Feb-03 4-Jul-03 29-Jul-08 8-Jan-03 22-Jul-03 26-Aug-03 4-Nov-03 20-Jun-03 5-Mar-03 9-Jul-07 12-Feb-07
6-Oct-03 21-May-03 25-Oct-04 9-Jul-04 11-Jun-04
Memiliki Data Insider Ownership Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada
96
Lampiran 1 Lanjutan :
Perusahaan-Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2000-2009
No.
Nama Perusahaan
64 Bank Agroniaga Tbk. 65 Bank Rakyat Indonesia Tbk. 66 Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk. 67 Asuransi Jasa Tania Tbk. 68 Adhi Karya (Persero) Tbk. 69 Adira Dinamika Multi Finance Tbk. 70 HD Capital Tbk. 71 Bumi Teknokultura Unggul Tbk. 72 Energi Mega Persada Tbk. 73 Pembangunan Jaya Ancol Tbk. 74 Allbond Makmur Tbk. 75 Indosiar Karya Media Tbk. 76 Aneka Kemasindo Utama Tbk. 77 Mitra Adiperkasa Tbk. 78 Yulie Sekurindo Tbk. 79 Wahana Ottomitra Multiartha Tbk. 80 Multistrada Arah Sarana Tbk. 81 Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. 82 Panca Global Securities Tbk. 83 Reliance Securities Tbk. 84 Mandala Multifinance Tbk. 85 XL Axiata Tbk. 86 Multi Indocitra Tbk. 87 Asuransi Multi Artha Guna Tbk. 88 Malindo Feedmill Tbk. 89 Bakrie Telecom Tbk. 90 Ancora Indonesia Resources Tbk. 91 Rukun Raharja Tbk. 92 Bank Bukopin Tbk. 93 Radiant Utama Interinsco Tbk. 94 Total Bangun Persada Tbk. 95 Indonesia Air Transport Tbk. Sumber : ICMD dan www.idx.go.id
Tahun Listing 8-Aug-03 10-Nov-03 15-Dec-03 29-Dec-03 18-Mar-04 31-Mar-04 12-Apr-04 14-May-04 7-Jun-04 2-Jul-04 15-Jul-04 4-Oct-04 1-Nov-04 10-Nov-04 10-Dec-04 13-Dec-04 9-Jun-05 22-Jun-05 24-Jun-05 13-Jul-05 6-Sep-05 29-Sep-05 21-Dec-05 23-Dec-05 27-Jan-06 3-Feb-06 17-Apr-06 19-Apr-06 10-Jul-06 12-Jul-06 25-Jul-06 13-Sep-06
Pembagian Dividen Setahun Pasca IPO 6-Jul-04 18-Jun-04 30-Dec-04 17-Jun-05 12-Aug-05 14-Jul-05 1-Dec-05 2-Jan-05
17-Jun-05 1-Nov-05 7-Aug-05 20-Jun-06 8-May-06 25-Jun-06 13-Mar-06 4-May-06 22-May-06 31-Dec-06 20-Jun-06 9-Oct-07 7-Aug-07 30-Dec-07 19-Jun-07 29-May-07 4-Dec-07
Memiliki Data Insider Ownership Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada
97
Lampiran 1 Lanjutan :
Perusahaan-Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2000-2009
No.
Nama Perusahaan
96 Truba Alam Manunggal Engineering Tbk. 97 Central Proteinaprima Tbk. 98 Mobile-8 Telecom Tbk. 99 Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. 100 Bisi International Tbk. 101 Panorama Transportasi Tbk. 102 Bukit Darmo Property Tbk. 103 Media Nusantara Citra Tbk. 104 Bank Windu Kentjana International Tbk. 105 Perdana Karya Perkasa Tbk. 106 Laguna Cipta Griya Tbk. 107 Darma Henwa Tbk. 108 Bank Capital Indonesia Tbk. 109 Perdana Gapuraprima Tbk. 110 Wijaya Karya (Persero) Tbk. 111 Ace Hardware Indonesia Tbk. 112 Ciputra Property Tbk. 113 Sat Nusapersada Tbk. 114 Jasa Marga (Persero) Tbk. 115 Eatertainment International Tbk. 116 Myoh Technology Tbk. 117 JJ NAB Capital Tbk. 118 Pembangunan Graha Lestari Indah Tbk. 119 Pelita Sejahtera Abadi Tbk. 120 Island Concept Indonesia Tbk. 121 Indonesian Paradise Property Tbk. 122 First Media Tbk. 123 Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk. 124 Catur Sentosa Adiprana Tbk. 125 Alam Sutera Realty Tbk. 126 Indo Tambangraya Megah Tbk. 127 Duta Graha Indah Tbk. Sumber : ICMD dan www.idx.go.id
Tahun Listing 16-Oct-06 28-Nov-06 29-Nov-06 15-Dec-06 28-May-07 31-May-07 15-Jun-07 22-Jun-07 3-Jul-07 11-Jul-07 13-Jul-07 26-Sep-07 4-Oct-07 10-Oct-07 29-Oct-07 6-Nov-07 7-Nov-07 8-Nov-07 12-Nov-07 3-Dec-07 3-Dec-07 3-Dec-07 3-Dec-07 3-Dec-07 3-Dec-07 3-Dec-07 3-Dec-07 4-Dec-07 12-Dec-07 18-Dec-07 18-Dec-07 19-Dec-07
Pembagian Dividen Setahun Pasca IPO
9-Apr-07 1-Jul-08 30 Des 08 3-Jul-08 22-Aug-08
14-Jul-08 6-Jun-08 30-Dec-08 4-Aug-10 21-May-08
30-Dec-08
6-Jun-08 30-Dec-08 3-Jul-08 6-May-08 17-Jul-08
Memiliki Data Insider Ownership Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Ada Ada
98
Lampiran 1 Lanjutan :
Perusahaan-Perusahaan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2000-2009
No. 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158
Nama Perusahaan Cowell Development Tbk. Bank Ekonomi Raharja Tbk. Bekasi Asri Pemula Tbk. Triwira Insanlestari Tbk. Elnusa Tbk. Yanaprima Hastapersada Tbk. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. Kokoh Inti Arebama Tbk. Gozco Plantations Tbk. Bumi Serpong Damai Tbk. Indika Energy Tbk. Verena Oto Finance Tbk. Destinasi Tirta Nusantara Tbk. Kertas Basuki Rachmat Ind. Tbk. Adaro Energy Tbk. Hotel Mandarine Regency Tbk. Bayan Resources Tbk. Trada Maritime Tbk. Sekawan Intipratama Tbk. Sumber Alfaria Trijaya Tbk. Trikomsel Oke Tbk. Batavia Prosperindo Finance Tbk. Inovisi Infracom Tbk. Garda Tujuh Buana Tbk. Metropolitan Kentjana Tbk. Katarina Utama Tbk. BW Plantation Tbk. Bumi Citra Permai Tbk. Pelat Timah Nusantara Tbk. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Gunawan Dianjaya Steel Tbk.
Sumber : ICMD dan www.idx.go.id
Tahun Listing 19-Dec-07 8-Jan-08 14-Jan-08 28-Jan-08 6-Feb-08 5-Mar-08 12-Mar-08 9-Apr-08 15-May-08 6-Jun-08 11-Jun-08 25-Jun-08 8-Jul-08 11-Jul-08 16-Jul-08 17-Jul-08 12-Aug-08 10-Sep-08 17-Oct-08 15-Jan-09 14-Apr-09 1-Jun-09 3-Jul-09 9-Jul-09 10-Jul-09 14-Jul-09 27-Oct-09 11-Dec-09 14-Dec-09 17-Dec-09 23-Dec-09
Pembagian Dividen Setahun Pasca IPO 3-Jun-08 30-Dec-09
9-Jun-09 12-Jun-09
1-Jun-09 1-Jul-09 17-Jun-09
25-Aug-09
14-May-09 30-Jun-10 30-Jun-10
12-May-10
30-Apr-10 10-Jun-10
Memiliki Data Insider Ownership Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada
99
Lampiran 2 : Nama Perusahaan Sampel dan Variabel Penelitian NO.
NAMA PERUSAHAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Tunas Baru Lampung Tbk. Surya Intrindo Makmur Tbk. Bank Central Asia Tbk. Indofarma Tbk. Arwana Citramulia Tbk. Leyand International Tbk. Betonjaya Manunggal Tbk. Lamicitra Nusantara Tbk. Pyridam Farma Tbk. Infoasia Teknologi Global Tbk. Bank Swadesi Tbk. Kresna Graha Sekurindo Tbk. Ratu Prabu Energi Tbk. Pelayaran Tempuran Emas Tbk. Adhi Karya (Persero) Tbk. Bumi Teknokultura Unggul Tbk. Energi Mega Persada Tbk. Aneka Kemasindo Utama Tbk. Pan Pasific International Tbk. Centrin Online Tbk. FKS Multi Agro Tbk. Jasuindo Tiga Perkasa Tbk. Mandala Multifinance Tbk. Multi Indocitra Tbk. Panca Global Securities Tbk. Radiant Utama Interinsco Tbk. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. Total Bangun Persada Tbk. Trimegah Securities Tbk. Yulie Sekurindo Tbk. Catur Sentosa Adiprana Tbk. Duta Graha Indah Tbk. Indo Tambangraya Megah Tbk. Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk. Jasa Marga (Persero) Tbk. Laguna Cipta Griya Tbk. Perdana Karya Perkasa Tbk. Panorama Transportasi Tbk. Wijaya Karya (Persero) Tbk. Adaro Energy Tbk. Elnusa Tbk. Gozco Plantations Tbk. Indika Energy Tbk. Yanaprima Hastapersada Tbk. Metropolitan Kentjana Tbk. Pelat Timah Nusantara Tbk. Trikomsel Oke Tbk.
Sumber : ICMD dan www.idx.go.id
DPR (%) 75.00 37.50 8.10 18.06 26.32 75.00 35.71 33.33 18.18 33.33 34.38 12.50 4.18 30.14 51.28 25.00 4.50 18.18 10.75 57.05 9.64 19.23 25.01 23.52 13.29 22.26 47.46 40.33 50.97 92.86 20.60 19.97 32.75 29.85 35.00 19.51 29.99 20.00 27.03 42.54 20.29 29.68 40.32 71.48 44.12 36.06 30.25
DTA (%) 9.78 37.52 83.91 45.64 70.00 31.11 39.67 22.45 24.00 21.35 28.58 64.25 90.53 69.58 81.91 16.15 84.89 56.35 12.75 6.03 87.71 37.95 73.11 53.31 81.62 54.47 14.00 55.09 53.90 1.37 31.92 61.37 40.57 56.05 55.12 34.37 46.81 36.14 67.19 58.40 50.81 36.20 40.14 11.23 32.34 29.73 64.73
INSIDER (%) 0.01 1.40 5.06 0.35 10.71 0.04 4.94 9.58 23.08 4.05 0.77 8.26 11.09 0.25 0.54 9.00 36.43 0.65 14.87 0.08 7.14 6.43 5.06 6.36 5.07 2.65 39.07 2.56 0.27 0.01 5.40 2.89 0.46 4.24 0.82 6.12 8.02 0.77 1.74 9.89 15.96 2.10 7.92 0.01 0.50 1.28 2.58
FCF (%) 2.63 12.45 2.92 3.02 4.82 16.87 3.74 1.97 1.87 5.52 8.39 4.07 1.59 11.88 3.81 1.37 0.89 6.7 1.11 7.89 3.77 4.68 5.55 2.77 5.42 2.16 0.19 8.55 20.49 10.22 4.58 6.3 7.21 7.18 7.56 1.32 6.97 4.02 3.12 4.03 2.01 3.83 14.2 3.45 10.34 6.9 6.04
100
Lampiran 3: Descriptive Statistics Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Struktur Modal
47
1.37
90.53
46.0021
23.64906
Struktur Kepemilikan
47
.01
39.07
6.0953
8.33733
Free Cash Flow
47
.19
20.49
5.6674
4.24496
Kebijakan Dividen
47
4.18
92.86
31.9681
19.00293
Valid N (listwise)
47
101
Lampiran 4 : Regresi Substruktur 1 dan Substruktur 2
Regresi Substruktur 1 Variables Entered/Removed b
Model 1
Variables Removed
Variables Entered Struktur Kepemilikan, Struktur Modal a
.
Method Enter
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Free Cash Flow
Model Summary
Model 1
R ,466a
Adjusted R Square ,182
R Square ,218
Std. Error of the Estimate 3,83920
a. Predictors: (Constant), Struktur Kepemilikan, Struktur Modal
ANOVAb
Model 1
Sum of Squares 180,369
df 2
Mean Square 90,185
Residual
648,537
44
14,739
Total
828,906
46
Regression
F 6,119
Sig. ,005a
a. b. Predictors: (Constant), Struktur Kepemilikan, Struktur Modal Dependent Variable: Free Cash Flow
Coefficients a
Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant)
B 7,356
Std. Error 1,287
Struktur Modal
-,005
,024
Struktur Kepemilikan
-,236
,068
a. Dependent Variable: Free Cash Flow
Standardized Coefficients Beta
t 5,714
Sig. ,000
-,030
-,225
,823
-,464
-3,477
,001
102
Regresi Substruktur 2 Variables Entered/Removed b
Model 1
Variables Entered Free Cash Flow, Struktur Modal, Struktur Kepemilikana
Variables Removed
Method .
Enter
a. b. All requested variables entered. Dependent Variable: Kebijakan Dividen
Model Summary
Model 1
R ,719a
Adjusted R Square ,483
R Square ,517
Std. Error of the Estimate 13,65896
a. Predictors: (Constant), Free Cash Flow, Struktur Modal, Struktur Kepemilikan
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 8588,741
df 3
Mean Square 2862,914
8022,388
43
186,567
16611,129
46
F 15,345
Sig. ,000a
a. b. Predictors: (Constant), Free Cash Flow, Struktur Modal, Struktur Kepemilikan Dependent Variable: Kebijakan Dividen
Coefficients a
Unstandardized Coefficients Model 1
B 43,798
Std. Error 6,045
Struktur Modal
-,431
,085
Struktur Kepemilikan
-,271
,273
Free Cash Flow
1,706
,536
(Constant)
a. Dependent Variable: Kebijakan Dividen
Standardized Coefficients t 7,245
Sig. ,000
-,537
-5,057
,000
-,119
-,994
,326
,381
3,181
,003
Beta
103
Lampiran 5 : Regresi Trimming Substruktur 1 dan Substruktur 2
Regresi Trimming Substruktur 1
Variables Entered/Removed(b)
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Struktur Kepemilikan (a)
Method .
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: Free Cash Flow
Model Summary
Model 1
R .466(a)
R Square .217
Adjusted R Square .199
Std. Error of the Estimate 3.79849
a Predictors: (Constant), Struktur Kepemilikan
ANOVA(b)
Model 1
Regression Residual
Sum of Squares 179.622
df
649.284
Total
828.906 a Predictors: (Constant), Struktur Kepemilikan b Dependent Variable: Free Cash Flow
1
Mean Square 179.622
45
14.429
F 12.449
Sig. .001(a)
46
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
7.112
.689
Struktur Kepemilikan
-.237
.067
a Dependent Variable: Free Cash Flow
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
B
Std. Error
-.466
10.323
.000
-3.528
.001
104
Regresi Trimming Substruktur 2 Variables Entered/Removed(b)
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Free Cash Flow, Struktur Modal(a)
Method .
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: Kebijakan Dividen
Model Summary
Model 1
R .711(a)
Adjusted R Square .483
R Square .506
Std. Error of the Estimate 13.65707
a Predictors: (Constant), Free Cash Flow, Struktur Modal
ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
8404.442
2
4202.221
8206.687
44
186.516
16611.129
46
F
Sig.
22.530
.000(a)
a Predictors: (Constant), Free Cash Flow, Struktur Modal b Dependent Variable: Kebijakan Dividen
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
Standardized Coefficients
B 40.842
Std. Error 5.262
-.434
.085
1.953 a Dependent Variable: Kebijakan Dividen
.475
(Constant) Struktur Modal Free Cash Flow
Beta
t
Sig.
B 7.761
Std. Error .000
-.540
-5.085
.000
.436
4.113
.000