1
TESIS
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, SELISIH LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN DAN FLYPAPER EFFECT PADA PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN
IDA AYU GEDE SUTHA MEGASARI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
i
TESIS
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, SELISIH LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN DAN FLYPAPER EFFECT PADA PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN
IDA AYU GEDE SUTHA MEGASARI NIM 1391661009
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
i
ii
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, SELISIH LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN DAN FLYPAPER EFFECT PADA PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Udayana
IDA AYU GEDE SUTHA MEGASARI NIM 1391661009
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. I Wayan Suartana, SE, MSi., Ak NIP 19670729 199402 1 001
Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, SE, MSi, Ak NIP 19660726 199203 2 002
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Dr. Dewa Gede Wirama, SE, MSBA.,Ak NIP 19641224 199103 1 002
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
iv
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 30 Maret 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No: 0908/UN 14.4/HK/2015, Tanggal 27 Maret 2015
Ketua
: Prof. Dr. I Wayan Suartana, SE, MSi., Ak
Anggota
: Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, SE, MSi, Ak Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, SE, MSi Dr. I Ketut Budiartha, SE, MSi, Ak Dr. Ida Bagus Putra Astika, SE, MSi, Ak
iv
vi
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama
: Ida Ayu Gede Sutha Megasari
NIM
: 1391661009
Program Studi : Magister Akuntansi Judul Tesis
: Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Flypaper Effect pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas dari plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah Tesis ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku
Denpasar, 5 April 2015
Ida Ayu Gede Sutha Megasari
vi
vii
UCAPAN TERIMA KASIH Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah melimpahkan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Selisih Lebih Perhitungan Anggaran dan Flypaper Effect Pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran”. Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan tesis ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Udayana Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PDKEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Universitas Udayana. 2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. 3. Bapak Prof. Dr. I.G.B. Wiksuana, SE., MS. selaku Dekan Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 4. Bapak Dr. I Gst. Wyn. Murjana Yasa, SE., M.Si. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 5. Bapak Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE., M.Si., Ak., dan Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 6. Bapak Dr. Dewa Gede Wirama, SE, MSBA., Ak selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh staf yang telah mendidik dan membantu proses penyelesaian tesis ini. 7. Bapak Prof. Dr. I Wayan Suartana, SE, MSi., Ak sebagai Dosen Pembimbing Akademis sekaligus Pembimbing I beserta Ibu Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, SE, MSi, Ak sebagai Pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktunya dan dengan sabar telah memberikan bimbingan dan masukan serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 8. Ibu Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, SE, MSi, Bapak Dr. I Ketut Budiartha, SE, MSi, Ak dan Bapak Dr. Ida Bagus Putra Astika, SE, MSi, Ak sebagai Penguji yang dengan penuh perhatian memberi kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini kepada penulis. 9. Pimpinan serta staf Badan Pusat Statistik Provinsi Bali dan SKPD Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Bali yang telah bersedia memberikan data sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. 10. Orang tua tercinta, Ayah Ida Bagus Gde Giri Putra dan Ibu Ida Ayu Ketut Suardini, adik tersayang Ida Bagus Gede Sutha Wibawa dan Ida Bagus Gede Sutha Pramana Putra, yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan moral, dan material kepada penulis.
vii
viii
11. Sahabat tercinta Gus Yuda dan rekan-rekan seperjuangan khususnya Rahayu Damayanti, Dwipayani, Ratih Radityastuti, Emi Novitasari, Gayatri, Novia dan seluruh rekan-rekan MAKSI Angkatan XII dan semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, kritik dan saran dalam penulisan tesis ini.
Denpasar, Maret 2015 Penulis
viii
ABSTRAK PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH , SELISIH LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN DAN FLYPAPER EFFECT PADA PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), dan Flypaper Effect pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA) Kabupaten/Kota di Bali. Perilaku Oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan cara ilegal sekalipun. PAD, SiLPA, dan Flypaper Effect digunakan sebagai indikator terjadinya OPA. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder. Populasi dalam penelitian ini adalah 9 APBD Kabupaten/Kota di Bali tahun anggaran 2009-2013. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purvosive sampling dimana mengambil tiga anggaran pelayanan publik Kabupaten/Kota di Bali. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi data panel. Hasil penelitian yang diperoleh adalah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh negatif pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh positif pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali, Flypaper Effect berpengaruh negatif pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali. Saran yang dapat disampaikan kepada penelitian selanjutnya diharapkan mengkombinasikan data sekunder dengan data primer sehingga hasil yang diperoleh akan lebih akurat, mencari variabel-variabel baru seperti pertumbuhan ekonomi, dan mengembangkan proksi OPA dengan menambah mata anggaran legislatif. Kata kunci: Pendapatan Asli Daerah, Seslisih Lebih Perhitungan Anggaran, Flypaper Effect, Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran.
viii
ix
ABSTRACT THE INFLUENCE OF LOCAL REVENUE, SURPLUS OF FINANCING BUDGET, AND FLYPAPER EFFECT ON OPPORTUNISTIC BEHAVIOR OF BUDGET COMPILER
This research aims to determine the influence of local revenue, surplus of financing budget, and flypaper effect on opportunistic behavior of Regency/City budget compiler in Bali. Opportunistic behavior is a behavior which trying to achieve the desire in every way even that is illegal. PAD, SiLPA and flypaper effect used as an indicator of the OPA. This research used the secondary data. The amount of the populations were 9 Regency/City in Bali with fiscal year 2009-2013. The sampling method used is purposive sampling which took three public service budgets Regency/City in Bali. The analysis technique used is the panel data regression. The result obtained are Local Revenue had a negative effect on Opportunistic Behavior of Regency/City Budget Compiler in Bali. The Surplus had a positive effect on Opportunistic Behavior of Regency/City Budget Compiler in Bali. Flypaper Effect Local had a negative effect on Opportunistic Behavior of Regency/City Budget Compiler in Bali. Suggestions to further research can combine the secondary data with primary data so that the result will be more accurate, searching for new variables such as economic growth and try to developing the proxies of OPA Keywords: Local Revenue, Surplus of Financing Budget, Flypaper Effect, Opportunistic Behavior of Regency/City Budget Compiler.
ix
x
DAFTAR ISI Halaman JUDUL PERSYARATAN GELAR LEMBAR PENGESAHAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
……………………………………………. ..................................................................... .....................................................................
i ii iii
....................................................................
iv
.................................................................... v .................................................................... vi .................................................................... viii .................................................................... ix …………………………………………… x .................................................................... xii ………………………………………...…. xiii ………………………………………...…. xiv
BAB I 1.1 1.2 1.3 1.4
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah ........................................................... Rumusan Masalah .................................................................... Tujuan Penelitian ..................................................................... Manfaat Penelitian ...................................................................
1 12 12 13
BAB II 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
KAJIAN PUSTAKA Teori Keagenan (Agency Theory) ............................................ Perilaku Oportunistik……… ................................................... Pendapatan Asli Daerah (PAD) ............................................... Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) ............................. Flypaper Effect ......................................................................... Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya...............................
14 16 17 17 18 19
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir .................................................................... 3.2 Konsep Penelitian .................................................................... 3.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................
23 26 27
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ............................................................... 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................
31 32
x
xi
4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8
Penentuan Sumber Data ........................................................... Populasi dan Penentuan Sampel............................................... Variabel Penelitian dan Pengukurannya .................................. Definisi Operasional Variabel ................................. ................ Prosedur Penelitian .................................................................. Teknik Analisis Data ................................................................ 4.8.1 Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)…………………. 4.8.2 Goodness of Fit (Uji Kecocokan)…………………….. .
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Data………………………………… ...................... 5.2 Hasil Analisis Data…………………………........................... 5.2.1 Deskripsi Variabel Penelitian………………………….. 5.2.2 Hasil Analisis Regresi Data Panel……………………... 5.2.3 Koefisien Determinasi (R²)…………………………….. 5.2.4 Hasil Uji F………………………………………………. 5.3 Pembahasan…………………………………… ...................... 5.3.1 Pengaruh jumlah Pendapatan Asli Daerah pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran…......... 5.3.2 Pengaruh jumlah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran…... ...... 5.3.3 Pengaruh jumlah Flypaper Effect pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran…................. BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ................................................................................. 6.2 Saran ................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ LAMPIRAN
xi
33 34 35 35 37 37 39 40
42 43 43 44 46 46 47 47 49 50
52 53 55
xii
DAFTAR TABEL
No.
Tabel
1.1
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Bali Periode tahun 2009-2013 ……………………... Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Kabupaten/Kota di Bali Periode tahun 20092013………………….. Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten/Kota di Bali Periode tahun 2009-2013……………………… Rincian Data Total Jumlah PAD, SiLPA, dan Flypaper Effect Kabupaten/Kota di Bali Periode tahun 2009-2013 ......................................................... Statistik Deskriptif………………………………….. Hasil Analisis Regresi Data Panel…………………..
1.2
1.3 5.1
5.2 5.3
Halaman
xii
8
9 10
42 43 45
xiii
DAFTAR GAMBAR
No.
Gambar
Halaman
3.1 3.2 4.1
Kerangka Berpikir ....................................................................... Konsep Penelitian ....................................................................... Rancangan Penelitian ..................................................................
xiii
25 27 32
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Tabel
1 2
Data Variabel Penelitian……………………... Rincian Data Total Jumlah PAD, SiLPA, dan Flypaper Effect Kabupaten/Kota di Bali .................... Statistik Deskriptif………………………………….. Hasil Analisis Regresi Data Panel…………………..
3 4
Halaman
xiv
1 3 4 5
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Era Otonomi Daerah yang ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan dan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan kekuatan baru dalam otonomi pemerintah daerah. Otonomi daerah menurut Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan undang-undang ini berimplikasi pada perubahan yang sangat mendasar terhadap hubungan pemerintah daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) dalam mengelola sumber daya atau kekayaan daerahnya. Penyusunan dan pengalokasian sumber daya yang membutuhkan anggaran, munculah dua perspektif yang mengindikasikan adanya konflik kepentingan antara pihak eksekutif sebagai agent dan pihak legislatif sebagai principal. Dalam hubungannya dengan rakyat, pihak legislatif adalah agent yang membela kepentingan rakyat.
Abdullah (2006) menyebutkan bahwa fenomena perebutan atau kontestasi kepentingan para aktor kebijakan anggaran terus mengemuka, setidaknya terjadi pada dua aktor utama kebijakan anggaran daerah atau perumus kebijakan anggaran yaitu eksekutif dengan legislatif (DPRD). Untuk mempertahankan kepentingannya dalam perebutan sumber daya yang terbatas tersebut, lembaga
1
viii
2
eksekutif akan menggunakan dalil-dalil birokratis yang prosedural, efisien dan efektif, sesuai peraturan perundangan, disisi lainnya, sebagai aktor yang memiliki kekuasaan untuk menyetujui dan menolak usulan eksekutif, legislatif cenderung memaksakan kehendak atau kepentingannya dengan menggunakan kekuasaannya tersebut. Proses tersebut kemudian berkembang menjadi praktek brokery yang dilakukan anggota legislatif untuk mencapai kepentingannya sendiri (Abdullah, 2006). Kondisi dan situasi powerful yang dimiliki legislatif menyebabkan tekanan kepada eksekutif menjadi semakin besar, sehingga membuat eksekutif sulit menolak “rekomendasi” legislatif dalam pengalokasian sumberdaya yang memberikan keuntungan kepada legislatif, yang akan menyebabkan outcome anggaran dalam bentuk pelayanan publik mengalami distorsi dan merugikan publik (Abdullah, 2006). Dengan demikian, meskipun penganggaran merupakan bagian dari sistem informasi yang dapat digunakan untuk mengurangi oportunisme agen (Eisenhardt, 1989), kenyataannya dalam proses pengalokasian sumberdaya selalu muncul konflik. Dugaan adanya misalokasi dalam anggaran karena politisi memiliki kepentingan pribadi dalam penganggaran dinyatakan oleh Keefer dan Khemani (2003). Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup signifikan (Abdullah, 2006). Proses pengalokasian dalam anggaran merupakan ruang bagi legislatif atau DPRD untuk memasukkan kepentingan konstituen yang diwakilinya. Disisi lain sesuai Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pejabat eksekutif lebih dominan dan memiliki wewenang serta tanggung jawab yang lebih besar dalam menyusun APBD. Eksekutif
3
juga memiliki power yang lebih besar karena memiliki pemahaman terhadap birokrasi dan administrasi, seluruh aturan dan perundang-undangan yang melandasinya serta hubungan langsung dengan masyarakat yang telah berlangsung dalam waktu lama mengakibatkan penguasaan informasi eksekutif lebih baik dari pada legislatif (Florensia, 2009). Selain lebih dominan dalam proses penyusunan anggaran, pejabat eksekutif juga bertindak sebagai pelaksana anggaran, sehingga memiliki informasi keuangan yang lebih baik dibanding pejabat legislatif. Hal inilah yang memberi peluang kepada penyusun anggaran baik legislatif maupun eksekutif untuk berperilaku oportunistik. Perilaku oportunistik ini merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan cara ilegal kepentingan di antara actors (Jackson, 1982).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sejak semester pertama tahun 2013 terdapat 47 kasus korupsi (www.kpk.go.id). Untuk pemerintah pusat contohnya kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Olahraga di Hambalang. Awal munculnya dugaan kasus korupsi tersebut dimulai dari tahap penganggaran. Sejak pembahasan awal penganggaran, proyek tersebut sudah banyak yang tidak memenuhi syarat. Mulai dari keadaan lahan, kondisi tanah, itu sudah tidak memenuhi syarat. Sehingga, saat disetujui banyak celah terjadinya mark-up. Kasus ini menyebabkan kerugian Negara sebesar Rp. 463,66 miliar (www.tempo.com). Kasus
lainnya
yang
menerpa
instansi
daerah
adalah
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat Pasti Serefina Sinaga. Dia ditahan sebagai tersangka penerima suap terkait penanganan perkara banding tindak pidana korupsi penyimpangan dana
4
bantuan sosial (bansos) Pemerintah Kota Bandung Tahun Anggaran 2009-2010 di Pengadiian Tindak Pidana Korupsi pada Pengadiian Negeri Bandung dan Pengadiian Tinggi Jawa Barat (www.kpk.go.id). Tahun 2013, dua orang staf Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bali ditetapkan sebagai tersangka karena adanya indikasi korupsi dalam kasus kisruh penerimaan CPNS Kabupaten Badung. Kedua staf BKD itu dijadikan tersangka berdasarkan penyelidikan dan penyidikan pasca laporan adanya dugaan penyimpangan
dalam
penerimaan
CPNS
Provinsi
Bali
dan
Badung.
(www.okezone.com). Eksekutif memiliki keunggulan dalam hal penguasaan informasi dibanding legislatif (asimetri informasi). Keunggulan ini bersumber dari kondisi faktual bahwa eksekutif adalah pelaksana semua fungsi pemerintah daerah dan berhubungan langsung dengan masyarakat dalam waktu sangat lama. Eksekutif memiliki pemahaman yang baik tentang birokrasi dan administrasi serta peraturan perundang-undangan yang mendasari seluruh aspek pemerintahan. Oleh karena itu, anggaran untuk pelaksanaan pelayanan publik diusulkan untuk dialokasikan dengan didasarkan pada asumsi-asumsi sehingga memudahkan eksekutif memberikan pelayanan dengan baik. Eksekutif akan memiliki kecenderungan mengusulkan anggaran belanja yang lebih besar dari yang aktual terjadi saat ini (asas maksimal). Sebaliknya untuk anggaran pendapatan, eksekutif cenderung mengusulkan target yang lebih rendah (asas minimal) agar ketika realisasi dilaksanakan, target tersebut lebih mudah dicapai. Usulan anggaran yang mengandung slack seperti ini merupakan gambaran adanya asimetri informasi
5
antara eksekutif dan legislatif. Slack tersebut terjadi karena agen (eksekutif) menginginkan posisi yang relatif aman dan nyaman dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Perilaku oportunistik legislatif juga dapat terjadi pada dua posisi, yakni sebagai prinsipal dan juga sebagai agen. Sebagai prinsipal bagi eksekutif, legislatif dapat meralisasikan kepentingannya dengan membuat kebijakan yang seolah-olah merupakan kesepakatan di antara kedua belah pihak, tetapi menguntungkan legislatif dalam jangka panjang, baik secara individual maupun institusional. Melalui discretionary power yang dimilikinya, legislatif dapat mengusulkan kebijakan yang sulit untuk ditolak oleh eksekutif, meskipun usulan tersebut tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik dan fungsi legislatif. Sebagai agen bagi publik (pemilih), perilaku oportunistik legislatif lebih kelihatan jelas. Dalam penganggaran, legislatif semestinya membela kepentingan pemilihnya dengan mengakomodasi kebutuhan publik dalam anggaran. Usulan kegiatan yang akan dibiayai dengan anggaran seharusnya didasarkan pada permasalahan dan kebutuhan masyarakat yang terindetifikasi ketika legislatif turun ke lapangan melakukan penjaringan aspirasi masyarakat. Ada dua kondisi yang dimanfaatkan oleh eksekutif untuk merealisasi perilaku oportunistiknya dalam proses penyusunan anggaran. Pertama, secara eksplisit berhubungan dengan anggaran legislatif dan kedua, melalui anggaran untuk pelayanan publik dalam bentuk “titipan”. Pada kondisi pertama, legislatif mengusulkan anggaran yang meningkatkan penghasilannya sehingga dapat memenuhi self-interestnya dalam jangka pendek. Hal ini memunculkan political
6
corruption atas anggaran (Garamfalvi, 1997). Sementara pada kondisi kedua, selfinterest dalam jangka panjang ingin dicapai. Usulan anggaran yang diperjuangkan adalah yang mengharumkan nama politisi di wilayah tertentu, sehingga cenderung mengarah pada usulan yang targetable atau hasilnya kelihatan jelas oleh masyarakat. Akibatnya, sebagian besar pembangunan terealisasi di daerah yang merupakan wilayah pemilihan politisi powerful di legislatif. Proses penyusunan anggaran diawali dari rencana pelayanan yang akan diberikan oleh pemerintah daerah. Pemilihan pelayanan (dalam bentuk kegiatan) direncanakan secara bersama-sama dengan inisiatif terbesar ada di pihak eksekutif. Eksekutif kemudian mengalokasikan anggaran untuk setiap kegiatan, program, dan prioritas anggaran. Rangkuman usulan kegiatan dan anggarannya ini kemudian disampaikan kepada legislatif untuk dibahas terlebih dahulu sebelum disahkan menjadi peraturan daerah (Perda). Realisasi perilaku oportunistik eksekutif dalam pengusulan belanja ini di antaranya adalah: mengusulkan kegiatan yang sesungguhnya tidak menjadi prioritas, mengusulkan kegiatan yang memiliki lucrative opportunities (peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi) yang besar, mengalokasikan komponen belanja yang tidak penting dalam suatu kegiatan, mengusulkan jumlah belanja yang terlalu besar untuk komponen belanja dan anggaran setiap kegiatan, dan memperbesar anggaran untuk kegiatan yang sulit diukur hasilnya. Adanya asimetri informasi yang dapat menyebabkan terjadinya moral hazard dan adverse selection oleh eksekutif, maka legislatif akan meggunakan keunggulan kekuasaan (discretionary power) yang dimilikinya. Menurut
7
Colombatto (2001) besarnya discretionary power legislatif akan menimbulkan pelanggaran atas kontrak keagenan dan semakin besar pula kecenderungan mereka mengutamakan kepentingan pribadinya yang berdampak politis pada jangka panjang. Mauro (1998) menemukan bahwa berkaitan dengan kepentingan legislatif, maka anggaran akan lebih banyak dialokasikan untuk proyek-proyek yang mudah dikorupsi. Berjalan tidaknya kebijakan otonomi daerah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar daerah akan memperoleh dana perimbangan, tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan sejauh mana instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah mampu memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab (Nurlan, 2008). Kewenangan besar legislatif yang diberikan oleh undang-undang membuahkan kekuatan besar yang justru dihadapkan ke eksekutif. Akibatnya eksekutif akan lebih difensif, berusaha mempertahankan eksistensinya dengan memanfaatkan keunggulan yang dimilikinya. Pemahaman eksekutif terhadap birokrasi dan administrasi, serta seluruh aturan dan perundang-undangan yang melandasinya ditunjang hubungan langsung dengan masyarakat yang telah berlangsung dalam waktu lama mengakibatkan penguasaan informasi eksekutif lebih baik dari pada legislatif (Maria, 2009). Pelaksanaan otonomi daerah memberi kewenangan kepada daerah untuk menggali potensi pendapatannya yang terdiri dari dua komponen utama yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari kegiatan ekonomi daerah itu sendiri. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu pilar kemandirian suatu
8
daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dalam penentuan PAD, legislatif akan mendorong eksekutif untuk selalu meningkatkan target sehingga dapat meningkatkan alokasi untuk program yang mendukung kepentingannya. Hal ini ditengarai sebagai perilaku oportunistik. Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Bali periode tahun 20092013 dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Bali Periode tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah) KABUPATEN/KOTA JEMBRANA TABANAN BADUNG GIANYAR KLUNGKUNG BANGLI KARANGASEM BULELENG DENPASAR
2009 20.755.681 85.438.909 755.186.977 106.852323 27.665.632 13.618.377 47.842.959 57.247.000 176.761.367
2010 32.824.806 107.836.346 936.887.974 131.592.431 30.990.990 17.191.482 62.737.838 77.209.358 213.005.123
2011 36.247.620 141.046.016 1.035.344.108 175.273.315 34.724.335 22.961.237 129.556.195 102.055.000 326.707.146
2012 51.525.703 167.624.055 1.730.646.314 231.217.736 39.843.602 39.000.000 144.019.629 116.118.162 406.680.887
2013 68.485.482 255.418.218 2.279.113.502 319.612.005 67.401.910 55.986.570 160.292.011 168.652.790 658.974.707
Sumber. Bali dalam angka dan Bali Membangun (data diolah)
Permasalahan lain dalam pengalokasian anggaran adalah tidak diperhatikannya jangka waktu penetapan perubahan APBD, yang biasanya dilakukan beberapa bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Hal ini menjadikan anggaran tidak efektif atau bahkan tidak terserap sepenuhnya saat tahun anggaran berakhir, dan berdampak pada tingginya SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran). Dana yang seharusnya dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat ternyata tidak terserap sepenuhnya. SiLPA ini memiliki pengaruh pada pengalokasian APBD periode selanjutnya, karena SiLPA akan digunakan untuk menyeimbangkan anggaran yaitu
9
dengan menutupi pengeluaran pembiayaan. Kondisi SiLPA Kabupaten/Kota di Bali periode tahun 2009-2013 disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Kabupaten/Kota di Bali Periode tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah) KABUPATEN/KOTA 2009 2010 2011 JEMBRANA 65.906 55.871 77.283 TABANAN 37.429 45.934 53.904 BADUNG 524.782 497.292 757.401 GIANYAR 84.778 74.604 92.350 KLUNGKUNG 55.680 59.472 66.658 BANGLI 65.351 58.468 24.780 KARANGASEM 104.022 65.599 71.968 BULELENG 48.489 59.534 75.819 DENPASAR 161.176 191.928 205.893 Sumber. Bali dalam angka dan Bali Membangun (data diolah)
2012 61.063 53.904 901.461 148.749 55.956 54.132 85.008 145.944 250.103
2013 4.366 43.369 888.201 154.249 44.682 46.191 80.587 145.000 257.796
Optimalisasi penerimaan PAD Kabupaten/Kota di Bali hendaknya didukung oleh upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas layanan publik dan meminimalisasi terjadinya perilaku oportunistik dalam penyusunan anggaran daerah. Hal ini dikarenakan masih banyaknya ketimpangan PAD antara satu daerah dengan daerah yang lainnya pada Kabupaten/Kota di Bali. Untuk mengurangi ketimpangan tersebut, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) melalui undang-undang No. 32 tahun 2004 yang menerangkan tentang pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, serta transfer dan perimbangan pemerintah pusat yang terdiri dari dana alokasi khusus, dana alokasi umum dan bagian daerah dari bagi hasil pajak dan bukan pajak. DAU memegang peranan yang sangat dominan dibandingkan sumber dana lain seperti dana alokasi khusus maupun dana kontijensi (penyeimbangan). Untuk itu diharapkan DAU dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat sebagai tujuan dari desentralisasi yaitu untuk
10
mempercepat pembangunan disamping tetap memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Desentralisasi yang diberikan kepada pemerintah daerah di dalam mengelola daerahnya secara mandiri akan memberikan peluang dan kesempatan untuk melakukan perilaku menyimpang oleh pihak-pihak yang berwenang seperti adanya Flypaper Effect. Fenomena Flypaper Effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri (Turnbull, 1998). Maimunah dalam Adi (2014) menyatakan bahwa Flypaper Effect disebut sebagai suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon (belanja) lebih banyak (lebih boros) dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU dari pada menggunakan kemampuan sendiri atau diproksikan dengan PAD. Berikut ini data jumlah DAU Kabupaten/Kota di Bali tahun 2009-2013: Tabel 1.3 Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten/Kota di Bali Periode tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah) KABUPATEN/KOTA 2009 2010 JEMBRANA 306.361 308.567 TABANAN 424.287 429.919 BADUNG 280.989 131.919 GIANYAR 393.599 387.493 KLUNGKUNG 278.553 285.662 BANGLI 276.000 292.695 KARANGASEM 356.681 474.537 BULELENG 506.292 512.748 DENPASAR 360.011 336.125 Sumber. Bali dalam angka dan Bali Membangun (data diolah)
2011 339.501 339.721 156.926 434.899 319.611 321.381 409.812 687.697 381.372
2012 396.762 574.346 353.067 532.883 387.340 396.942 503.028 687.697 512.666
2013 450.919 663.156 372.625 609.293 444.174 450.812 563.981 455.491 580.807
Hubungan dan masalah keagenan dalam penganggaran antara eksekutif dan legislatif merupakan bagian tak terpisahkan dalam penelitian keuangan (termasuk akuntansi) publik, politik penganggaran, dan ekonomika publik. Eksekutif
11
merupakan agen bagi legislatif dan publik (dual accountability) dan legislatif agen bagi publik. Konsep perwakilan (representativeness) dalam penganggaran tidak sepenuhnya berjalan ketika kepentingan publik tidak terbela seluruhnya oleh karena adanya perilaku oportunistik (moral hazard) legislatif. Di sisi lain, eksekutif sebagai agen cenderung menjadi budget maximizer karena berperilaku oportunistik (adverse selecation dan moral hazard sekaligus). Penelitian ini mengadaptasi penelitian Havid (2014) yang meneliti mengenai determinan perilaku oportunistik penyusun anggaran. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: (1) Penelitian sebelumnya menggunakan variabel independen berupa PAD, SiLPA dan DAU sedangkan pada penelitian ini menggunakan variabel independen PAD, SiLPA dan Flypaper Effect, (2) penelitian sebelumnya dilakukan pada semua sektor mata anggaran sedangkan penelitian ini dikhususkan pada tiga mata anggaran pelayanan publik, karena setiap kabupaten/kota pasti memiliki tiga mata anggaran dasar pelayanan publik.
Hal
inilah
yang
menjadi
pertimbangan
bahwa
tidak
semua
Kabupaten/Kota di Bali secara keseluruhan memiliki jumlah mata anggaran yang sama. (3) penelitian sebelumnya menggunakan teknik analisis data regresi linear berganda sedangkan penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi data panel. Teknik analisis regresi data panel dipilih karena penelitian ini mengkombinasikan data time series dan data cross section. Dalam mengakomodasi informasi yang terkait dengan variabel-variabel cross section maupun time series, data panel secara substansial mampu mengatasi masalah yang ditimbulkan akibat mengabaikan variabel yang relevan. Selain itu, data panel dapat mengatasi
12
interkorelasi diantara variabel bebas yang pada akhirnya dapat mengakibatkan tidak tepatnya penaksiran regresi. Data panel juga digunakan dalam persoalan ketersedian data untuk mewakili variabel yang digunakan dalam penelitian, sehingga dengan menggabungkan data time series dan cross section maka jumlah observasi bertambah secara signifikan tanpa melakukan treatment apapun terhadap data (Gujarati dalam Haris, 2012).
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu: 1)
Apakah terdapat pengaruh jumlah PAD pada perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota Di Bali?
2)
Apakah terdapat pengaruh jumlah SiLPA pada perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota Di Bali?
3)
Apakah terdapat pengaruh jumlah Flypaper Effect pada perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota Di Bali?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh PAD, SiLPA, dan Flypaper Effect pada Perilaku Oportunistik dalam penyusun anggran di Kabupaten/Kota Di Bali. Secara lebih spesifik tujuan dari penelitian ini, seperti berikut :
13
1) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh jumlah PAD pada perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota Di Bali. 2) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh jumlah SiLPA pada perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota Di Bali. 3) Untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh jumlah Flypaper Effect pada perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota Di Bali.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi semua pihak yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1) Manfaat Teoretis Teori keagenan yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi, memperluas wawasan dan pengetahuan mahasiswa mengenai pengaruh PAD, SiLPA, dan Flypaper Effect pada Perilaku Oportunistik penyusun anggran di Kabupaten/Kota Di Bali. Penelitian ini juga dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian di bidang yang sama. 2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan bahan masukan dan pertimbangan baik bagi pihak eksekutif maupun legislative. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengawasan pada proses penyusunan anggaran sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kinerja pemerintah Kabupaten/Kota Di Bali.
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Penerapan otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU. No 22/1999 dan UU No. 25/1999 telah membuka peluang diaplikasikannya teori keagenan dalam riset penganggaran publik (Nurmayati, 2008). Teori keagenan merupakan salah satu teori dasar yang digunakan untuk menjelaskan hubungan yang terjadi pada praktek bisnis modern, yakni hubungan keagenan (agency relationship) antara prinsipal sebagai pemilik perusahaan dan agen sebagai pengelola perusahaan. Teori keagenan menganalisis susunan kontraktual diantara dua lebih individu, kelompok atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh prinsipal. Teori keagenan Menurut Eisenhardt (1989), dilandasi oleh tiga asumsi, yaitu: 1) Asumsi tentang sifat manusia Asumsi tentang sifat manusia mengemukakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan menghindari resiko (risk aversion).
14
15
2) Asumsi tentang keorganisasian Asumsi keorganisasian mengemukakan adanya konflik antar anggota organisasi, efisien sebagai kriteria produktivitas dan adanya asimetris informasi antara pemilik perusahaan dan manajemen. 3) Asumsi tentang informasi Asumsi informasi menerangkan bahwa informasi dipandang sebagai komoditas yang dapat diperjual-belikan. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak mengutamakan kepentingan pribadinya. Hal ini akan menimbulkan adanya konflik kepentingan antara principal dan agent. Jika dikaitkan dengan organisasi sektor publik, khususnya di pemerintahan pusat maupun daerah, teori keagenan telah di praktekkan. Hal ini diperkuat dengan adanya kebijakan otonomi dan desentralisasi yang diberikan kepada pemerintah daerah sejak tahun 1999. Pengelolaan dan pengalokasian sumber daya yang dibutuhkan, tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, maka pemerintah memberikan wewenang kepada pihak lain untuk mengelola sumber daya tersebut, hal ini dikarenakan pemerintah tidak memiliki dana yang cukup untuk alokasi sumber daya tersebut. Oleh karena adanya keterbatasan dana tersebut, maka pembuatan anggaran diperlukan sebagai mekanisme yang penting untuk mengalokasikannya. Dalam proses penyusunan dan perubahan anggaran, menimbulkan perspektif aplikasi teori keagenan yaitu hubungan antara legislatif (principal) dan eksekutif (agent) (Halim dan Abdullah: 2006). Pricipal-agent framework merupakan pendekatan
16
yang menjanjikan untuk menganalisis komitmen kebijakan publik karena pembuatan dan pengimplementasiannya melibatkan persoalan kontraktual yang berkaitan dengan asimetri informasi, moral hazard, bounded rationality, dan adverse selecetion (Bergman dan Lane, dalam Abdullah dan Asmara, 2006). Teori keagenan ini akan membawa dampak negatif yaitu berupa perilaku oportunistik. Dalam organisasi sektor publik, perilaku seperti ini akan muncul di kalangan eksekutif. Hal tersebut ditunjukkan melalui besarnya peran legislatif dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk penganggaran daerah. Kekuatan yang dimiliki oleh legislatif mengakibatkan eksekutif berada di bawah tekanan yang semakin besar, tekanan semacam ini mengakibatkan terdistorsinya outcome anggaran dalam bentuk pengalokasian sumber daya untuk publik yang tidak tepat sasaran. 2.2 Perilaku Oportunistik Pengertian perilaku oportunistik adalah tentang pribadi, sifat atau dinamika kelompok dalam menghadapi suatu kondisi dimana dalam posisi tertentu merasa mempunyai kesempatan atau peluang lebih untuk melakukan sesuatu sesuai keinginan. Perilaku oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan cara ilegal sekalipun (Havid, 2014). Faktor yang mempengaruhi perilaku oportunistik adalah kekuatan (power) dan kemampuan (ability) (Maryono dalam Havid,dkk:2014). Perilaku oportunistik mengarah pada terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan moral hazard (penyalahgunaan wewenang).
17
2.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang harus terus menerus dipacu pertumbuhannya. Pendapatan
asli daerah bertujuan memberikan
kewenangan kepada Pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Daerah sebagai perwujudan desentralisasi. PAD dapat dijadikan sebagai indikator dalam menilai tingkat kemandirian suatu daerah dalam mengelola keuangan daerahnya, makin tinggi rasio PAD dibandingkan dengan total pendapatan makin tinggi tingkat kemandirian suatu daerah. PAD selalu dihubungkan dengan kewenangan daerah untuk memungut pajak (daerah) atau pungutan lainnya seperti retribusi, padahal pendapatan asli daerah juga dapat berasal dari sumber lain seperti, hasil pengelolaan perusahaan daerah walaupun hasilnya yang relative kecil. Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah. Pajak daerah dan retribusi daerah bersifat limitatif (closed-list) artinya bahwa Pemerintah daerah tidak dapat memungut jenis pajak dan retribusi selain yang telah di tetapkan dalam undang-undang. 2.4 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) menurut Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan
18
penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. SiLPA adalah suatu indikator yang menggambarkan efiseinsi pengeluaran pemerintah. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi Surplus pada APBD dan sekaligus terjadi Pembiayaan Neto yang positif, dimana komponen Penerimaan lebih besar dari komponen Pengeluaran Pembiayaan (Kusnandar, 2012). 2.5 Flypaper Effect Istilah Flypaper Effect diperkenalkan pertama kali oleh Courant, Gramlich, dan Rubinfeld (1979) untuk mengartikulasikan pemikiran Arthur Okun (1930) yang menyatakan “money sticks where it hits”. Flypaper Effect adalah suatu fenomena pada suatu kondisi ketika Pemerintah Daerah merespon belanja daerahnya lebih banyak berasal dari transfer/grants atau spesifiknya pada transfer tidak bersyarat atau unconditional grants daripada pendapatan asli dari daerahnya tersebut sehingga akan mengakibatkan pemborosan dalam Belanja Daerah. Fenomena Flypaper Effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer dari pemerintah pusat akan meningkatkan belanja pemerintahan daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri (Turnbull, 1998). Telaah mengenai Flypaper Effect dapat dikelompokkan menjadi 2 aliran pemikiran, yaitu model birokratik (bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal illusion model). Model birokratik menelaah Flypaper Effect dari sudut pandang birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat
yang
mengalami
keterbatasan
informasi
terhadap
anggaran
19
pemerintahan daerahnya. Aliran pemikiran birokratik diawali oleh Niskanen (1968). Dalam pandangannya, posisi birokrat lebih kuat dalam pengambilan keputusan publik. Ia mengasumsikan birokrat berperilaku memaksimisasi anggaran sebagai proksi
kekuasaannya. Secara implisit, model birokratik
menegaskan Flypaper Effect sebagai akibat dari perilaku birokrat yang lebih leluasa membelanjakan transfer dari pada menaikkan pajak sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah. McGuire (1973) mengistilahkan hal ini sebagai ketamakan politisi (a greedy politicians model). Dengan demikian, Flypaper Effect terjadi karena superioritas pengetahuan birokrat mengenai transfer. Informasi
lebih
yang
dimiliki
birokrat
memungkinkannya
memberikan
pengeluaran yang berlebih.
2.6 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan meneliti mengenai pengaruh PAD, SiLPA dan Flypaper Effect pada perilaku oportunistik penyusun anggaran, antara lain: Hasil Mauro (1998) menyatakan bahwa ada suatu hubungan korelasi antara
korupsi dan komposisi belanja pemerintah yang menyebabkan pemerintah lebih mudah dalam menerima maupun mengirimkan uang suap (sogokan) terutama yang bersumber dari komposisi belanja pemerintah tersebut. Dalam hal ini, Mauro memberikan contoh korupsi yang terjadi pada sektor pendidikan. Keefer dan Khemani (2003) menemukan bahwa legislatif lebih menyukai proyek infrastruktur karena lebih mudah digunakan sebagai bentuk pemenuhan
20
janji-janji kepada voters-nya. Di sisi lain, lebih sulit bagi legislatif untuk memberikan janji yang dapat dipercaya berkaitan dengan penyediaan pelayanan publik. Sejalan dengan itu, lebih sulit bagi para pemilih (voters) untuk mengukur dan mengetahui apakah legislator memang benar-benar memenuhi janjinya dalam hal penyediaan pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Insentif korupsi adalah kurangnya standar etika moral, kemungkinan terdeteksi yang rendah, pengawasan dan sanksi yang lemah, atau ketidakcukupan gaji dan insentif lainnya. Mereka menyatakan bahwa seorang politisi yang berpengaruh cenderung mendukung proyek tertentu bukan karena prioritas atas kegiatan tersebut, tetapi karena suap yang akan diperoleh atau keuntungan untuk dirinya sendiri, (Martinez, 2006). Abdullah (2006) menyatakan bahwa persamaan regresi satu dan dua menunjukkan bahwa perubahan PAD (PPAD) berpengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik legislatif pada derajat signifikansi 5%. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi. Sama dengan hasil dari penelitian Abdullah (2006), PAD dan DAU juga ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal (Darwanto, 2007). Sedangkan
pertumbuhan
ekonomi
tidak
berpengaruh
positif
terhadap
pengalokasian anggaran belanja modal. Florensia (2009) mengungkapkan PAD dan SiLPA berpengaruh signifikan terhadap perilaku oportunistik legislatif kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam pengalokasian anggaran daerah saat perubahan APBD. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda
21
mengunakan data panel. Variabel dependen yang digunakan adalah Perilaku Oportunistik Legislatif, dan variabel independennya PAD dan SiLPA. Indhi (2010) menyatakan bahwa laporan keuangan kota Semarang terjadi Flypaper Effect. Tiap tahun dalam penelitian ini PAD dan DAU selalu mengalami peningkatan, namun tetapi pada lap. Keu PAD kota Semarang lebih rendah dari DAU Kota Semarang. PAD mempunyai hubungan yang tidak signifikan dalam efisiensi kinerja SKPD. Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebelumnya (SiLPA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah hal ini diungkapkan oleh Fathony (2011). Perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, dan Dana Alokasi Umum (DAU) menurut Musripah (2014) berpengaruh positif terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Adi (2014). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa PAD dan DAU berkontribusi paling tinggi. DAU terhadap belanja daerah tidak lebih besar dari PAD terhadap belanja daerah berarti tidak terjadi Flypaper Effect di Kab.
22
Karangasem. Penelitian ini menggunakan variabel DAU, PAD, dan Belanja Daerah. Havid (2014) mengungkapkan bahwa semakin besar jumlah PAD yang dimiliki oleh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, maka akan semakin besar perilaku oportunistik penyusun anggaran, semakin besar jumlah SiLPA dalam APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, maka akan semakin besar perilaku oportunistik penyusun anggaran. Semakin besar jumlah DAU yang diterima Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, maka akan semakin besar perilaku oportunistik penyusun anggaran. Penelitian menggunakan variabel DAU, PAD, SiLPA dan Perilaku Oportunistik.
23
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Perilaku oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan cara ilegal sekalipun. Faktor yang mempengaruhi perilaku oportunistik adalah kekuatan (power) dan kemampuan (ability) (Maryono dalam Havid,dkk:2014). Perilaku oportunistik mengarah pada terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan moral hazard (penyalahgunaan wewenang). Pendapatan asli daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang harus terus menerus dipacu pertumbuhannya. Kewenangan atas pendapatan asli daerah diberikan kepada Pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. PAD dapat dijadikan sebagai indikator dalam menilai tingkat kemandirian suatu daerah dalam mengelola keuangan daerahnya, makin tinggi rasio PAD dibandingkan dengan total pendapatan makin tinggi tingkat kemandirian suatu daerah. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) menurut Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahun
anggaran
sebelumnya
mencakup
pelampauan
penerimaan
PAD,
pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum
23
24
terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.
Flypaper Effect adalah suatu
fenomena pada suatu kondisi ketika Pemerintah Daerah merespon belanja daerahnya lebih banyak berasal dari transfer/grants atau spesifiknya pada transfer tidak bersyarat atau unconditional grants daripada pendapatan asli dari daerahnya tersebut sehingga akan mengakibatkan pemborosan dalam Belanja Daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti, kemudian membangun hipotesis berdasarkan teori yang melandasi dan hasil penelitian sebelumnya. Setelah itu, dilakukan pengujian hipotesis terhadap data-data yang telah dikumpulkan dengan teknik analisis regresi data panel. Kesimpulan dibuat berdasarkan hasil pengujian yang diperoleh, yang kemudian akan menemukan keterbatasan dan saran yang bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. Berikut adalah Gambar 3.1 yang menerangkan tentang kerangka konseptual penelitian:
25
Pengaruh PAD, SiLPA, dan Flypaper Effect pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran di Kabupaten/Kota Di Bali
Kajian Empiris
Kajian Teoritis
Penelitian terdahulu: 1. 2. 3. 4. 5.
Teori Keagenan PAD SiLPA Flypaper Effect Perilaku Oportunistik
1.
2.
Jurnal Asing: Garamfalvi (1997) Groehendijk (1997) Paulo Mauro (1998) Smith (1998) Gilardi (2001) Fozzard (2001) Tanzi dan Davoodi (2002) Von Hagen (2002) Keefer & Khemani (2003) Martinez-Vazquez et al. (2006) Jurnal Nasional: Abdullah dan Asmara (2006) Darwanto dan Yulia Mustikasari (2007) Florensia Theresia Maria (2009) Indhi Hastuti (2010) Adi Dicka Fathony (2011) Siti Musripah (2014) I Made Pradana Adi Putra (2014) Havid Sularso, Yanuar E. Restianto, dan Astari Elka Istiqomah (2014)
Hipotesis
H1 : PAD berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran. H2 : SiLPA berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran H3 : Flypaper Effect berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun Pengujian Hipotesis anggaran. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi data panel Pembahasan hasil
Simpulan dan Saran
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
26
3.2
Konsep Perilaku
oportunistik
mengarah
pada
terjadinya
adverse
selection
(menyembunyikan informasi) dan moral hazard (penyalahgunaan wewenang). Kewenangan atas pendapatan asli daerah diberikan kepada Pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. Sedangkan besar-kecilnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima dari pemerintah pusat dan PAD yang berasal dari daerah tersebut sangat mempengaruhi kinerja dari SKPD. Apabila dana yang dialokasikan kepada pemerintah daerah digunakan lebih besar daripada penerimaan dari daerah tersebut maka akan terjadi fenomena Flypaper Effect. Fenomena ini mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah. Terjadinya Flypaper Effect dalam beberapa kajian dikelompokkan dalam 2 (dua) aliran pemikiran yaitu model birokratik (bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal illusion model). Model birokratik menelaah Flypaper Effect dari sudut pandang dari birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya. Dalam birokrat pemerintah daerah dan masyarakat memandang bahwa kemudahan transfer yang diterima pada saat yang
27
sedang berjalan tetap memiliki nilai sekarang (present value) yang lebih tinggi daripada jumlah transfer yang diterima pada waktu-waktu yang akan datang meskipun dengan nilai sekarang yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh PAD, SiLPA, dan Flypaper Effect pada perilaku oportunistik penyusun anggaran. Berikut ini adalah konsep dari penelitian pengaruh PAD, SiLPA dan Flypaper Effect pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran:
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
+
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)
+ +
Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran
Flypaper Effect
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
3.3
Hipotesis
3.3.1 Pengaruh PAD Pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengharapkan pemerintah daerah memiliki kemandirian yang lebih besar dalam keuangan daerah. Oleh karena itu, peranan PAD sangat menentukan kinerja keuangan daerah. Dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan daerah. Penerimaan daerah tersebut dapat digunakan
28
untuk membiayai segala kewajibannya dalam menjalankan pemerintahannya, termasuk untuk digunakan dalam meningkatkan infrastruktur daerah. Perubahan PAD berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku oportunistik legislatif (Abdullah dalam Florensia, 2009). Secara konseptual perubahan APBD akan berpengaruh terhadap belanja, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikan dalam belanja. Perubahan APBD menjadi sarana bagi legislatif dan eksekutif untuk merubah alokasi anggaran secara legal. Perilaku oportunistik legislatif dan eksekutif saat perubahan APBD dapat mengakibatkan terjadinya misalokasi anggaran belanja pemerintah. Proporsi PAD yang rata-rata hanya 10 persen dari total penerimaan daerah memiliki kecenderungan bertambah saat perubahan anggaran. Hal ini membuka peluang bagi legislatif untuk merekomendasikan penambahan anggaran bagi program dan kegiatan yang menjadi preferensinya (Fathony, 2011). Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan
hipotesis, seperti di bawah ini. H1: PAD berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran.
3.3.2 Pengaruh SiLPA Pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran SiLPA tahun sebelumnya yang merupakan penerimaan pembiayaan digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung (belanja barang dan jasa, belanja modal, dan belanja pegawai) dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA akan terbentuk bila terjadi surplus pembiayaan neto. SiLPA yang merupakan penerimaan daerah yang
29
bersumber dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja. Hasil penelitian Florensia (2009) menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh negatif terhadap perilaku oportunistik legislatif (OL). Namun demikian, penelitian yang dilakukan Ardhini (2011) bertolak belakang dengan hal tersebut dimana SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja modal pada periode anggaran selanjutnya, yang berarti dapat berpengaruh pada alokasi belanja tahun berikutnya sehingga hal ini memberi ruang bagi penyusun anggaran untuk mengalokasikan free cash flow tersebut untuk melakukan perilaku oportunistik.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis, seperti di bawah ini. H2:
SiLPA berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran.
3.3.3 Pengaruh Flypaper Effect Pada Perilaku Oportunistik
Penyusun
Anggaran Perubahan posisi legislatif yang menjadi powerful menyebabkan legislatif memiliki power untuk merubah usulan anggaran yang diajukan eksekutif. Legislatif yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban dan mengadakan penyelidikan terhadap eksekutif menjadi sangat berwibawa dalam proses anggaran. Artinya, legislatif sebagai agen dari publik berpeluang melakukan moral hazard (Von Hagen dalam Abdullah, 2012). Hal ini merupakan suatu penyalahgunaan discretionary power dengan melanggar kesepakatan (agreement) yang telah dibuat (Colombatto, 2001). Stiglitz (1999) menyatakan bahwa sumber dana mempengaruhi kehati-hatian seorang agen dalam membuat
30
kebijakan penggunaannya. Dalam hubungan antarpemerintah, perilaku ini disebut Flypaper Effect (Moisio, 2002), yakni adanya perbedaan respons belanja atas sumber pendapatan atau penerimaan pemerintah. Dalam konteks peran legislatif dalam
penganggaran,
adanya
motif
self-interest
akan
mempengaruhi
pengalokasian dana di dalam anggaran. Fenomena Flypaper Effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri (Turnbull, 1998). Flypaper Effect merupakan fenomena dalam penelitian ini. Maimunah (2006) menyatakan bahwa Flypaper Effect disebut sebagai suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon (belanja) lebih banyak (lebih boros) dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU dari pada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis, seperti di bawah ini. H3:
Flypaper Effect berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran.
31
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Pada bab sebelumnya, telah dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, manfaat, kajian pustaka, serta hipotesis penelitian. Tahap berikutnya adalah mempersiapkan rancangan penelitian. Rancangan penelitian menjelaskan rencana dan struktur riset yang mengarahkan proses dari hasil penelitian sedapat mungkin menjadi valid, objektif, efektif, dan efisien. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku oportunistik penyusun anggaran. Variabel independen dalam penelitian ini adalah PAD, SiLPA, dan Flypaper Effect. Variabel-variabel tersebut diperoleh melalui kajian teoritis maupun empiris dari penelitian-penelitian sebelumnya dan berdasarkan atas kajian tersebut diperoleh rumusan masalah serta hipotesis penelitian. Sebelum melakukan pengujian, sampel penelitian, jenis data, dan sumber data, harus ditentukan terlebih dahulu. Kemudian, hipotesis diuji dengan menggunakan analisis regresi data panel. Setelah diperoleh hasil penelitian, maka hasil tersebut diinterpretasikan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan penelitian. Berikut adalah gambar mengenai rancangan penelitian:
31
32
Masalah Penelitian
Hipotesis Penelitian
Variabel Penelitian
Teknik pengumpulan data: Studi kepustakaan dan dokumentasi Teknik pengambilan sampel: Purposive Sampling
Pengolahan dan analisis data
Pembahasan dan interpretasi hasil analisis data
Simpulan dan Saran
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada Kabupaten/Kota di Bali dengan fokus
pengambilan datanya dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, Situs Sistem Informasi Keuangan daerah (SIKD), Departemen Keuangan Republik Indonesia, dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Penelitian ini akan menguji
33
mengenai pengaruh PAD, SiLPA, dan Flypaper Effect pada perilaku oportunistik penyusun anggaran. Waktu penelitian adalah tahun 2009-2013.
4.3
Penentuan Sumber Data Penelitian ini menggunakan Data Kuantitatif, yaitu data dalam bentuk angka
yang dapat dinyatakan dan diukur dengan satuan hitung atau data kualitatif yang diangkakan berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Bali. Data yang digunakan yaitu Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Bali yang meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) dan Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2009– 2013. Penelitian ini menggunakan Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dan diolah pihak lain. Karena keterbatasan sampel, penelitian ini menggunakan data panel. Data panel merupakan gabungan data time series dan cross section. Data panel ini berupa data PAD, SiLPA, Flypaper Effect (yang diproksikan dengan DAU), dan spread (penyebaran) anggaran belanja dalam APBD Kabupaten/Kota di Bali dihitung mulai tahun anggaran 2008-2013 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, Situs Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), Departemen Keuangan Republik Indonesia, dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
34
4.4
Populasi dan Penentuan Sampel Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas sekelompok
orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Sugiyono, 2010:115). Populasi juga merupakan keseluruhan kumpulan elemenelemen berkaitan dengan apa yang peneliti harapkan dalam mengambil beberapa kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah 9 APBD Kabupaten/Kota di Bali tahun anggaran 2009-2013. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purvosive sampling. Dimana dari 9 APBD Kabupaten/Kota di Bali tahun anggaran 2009-2013 dengan mengambil tiga anggaran pelayanan publik Kabupaten/Kota di Bali. Alasannya, karena tiga anggaran pelayanan publik ini merupakan anggaran kebutuhan dasar manusia sehingga pengalokasiannya dengan jumlah yang besar. Selain itu, akan memberikan celah kecenderungan melakukan perilaku oportunistik di dalam menyusun anggaran. Adapun kriteria pengabilan sampel ini: 1) Kota dan Kabupaten menyampaikan Laporan Keuangan SKPD yang terdiri dari: Neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Tahun 2009 hingga 2013. 2) Kota dan Kabupaten mencantumkan data-data mengenai tiga mata anggaran pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum tahun 2009 yang akan dapat digunakan sebagai barometer untuk mengukur kinerja tahun 2010, dan begitu seterusnya.
35
4.5
Variabel Penelitian dan Pengukurannya Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, antara lain sebagai
berikut. 1) Variabel dependen (Y) yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010:59). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA). 2) Variabel independen (X) yaitu jenis variabel yang dipandang sebagai penyebab munculnya variabel dependen yang diduga sebagai akibatnya (Sugiyono, 2010:59). Variabel independen dalam penelitian ini adalah PAD (X1), SiLPA (X2), dan Flypaper Effect (X3).
4.6
Definisi Operasional Variabel Berikut adalah penjelasan mengenai definisi operasional variabel yang
digunakan dalam penelitian ini: 1) Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA) Havid,dkk (2014) menyatakan bahwa perilaku oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan dengan cara ilegal sekalipun. Pengukuran kinerja OPA di dalam penelitian ini memilih tiga (3) mata anggaran terbesar yang dialokasikan dari APBD Kabupaten/Kota di Bali yaitu: Spread = APBD tahun berjalan (t) - APBD tahun sebelumnya (t-)
OPA = ΔPdk + ΔKes + ΔPU
36
Dimana: ΔPdk ΔKes ΔPU
: spead anggaran pendidikan, : spread anggaran kesehatan, : spread anggaran pekerjaan umum, .
2) Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD adalah Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain. (Florensia dalam Havid,dkk : 2014). PAD = spread PAD tahun berjalan (t) – PAD tahun sebelumnya (t-1)
3) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun terselesaikan dan sisa dana kegiatan lanjutan. (Florensia dalam Havid,dkk: 2014) SiLPA = = spread SiLPA tahun berjalan (t) – SiLPA tahun sebelumnya (t-1)
4) Flypaper Effect Flypaper Effect adalah suatu fenomena pada suatu kondisi ketika Pemerintah Daerah merespons belanja daerahnya lebih banyak berasal dari transfer grants atau spesifiknya pada transfer tidak bersyarat atau unconditional grants daripada pendapatan asli daerahnya tersebut, sehingga akan mengakibatkan
37
pemborosan dalam Belanja Daerah.
Flypaper Effect ini diproksikan dengan
DAU. Flypaper Effect = spread DAU tahun berjalan (t) – DAU tahun sebelumnya (t-1)
4.7
Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu:
1) Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan teori dan bahan yang menjadi sumber acuan untuk melakukan penelitian. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan, mempelajari, dan membaca buku, jurnal ilmiah, artikel, tesis, dan disertasi yang berkaitan dengan judul penelitian ini. 2) Pengumpulan
data
sekunder
dilakukan
dengan
dokumentasi
yaitu
pengumpulan data melalui dokumen-dokumen yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), seperti Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Kabupaten/Kota di Bali. 3) Menentukan sampel penelitian dengan menggunakan purposive sampling. 4) Melakukan analisis regresi data panel. 5) Menginterpretasikan dan menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis regresi data panel yang dilakukan.
4.8
Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis
regresi data panel dengan menggunakan alat uji statistik Eviews. Data panel
38
merupakan gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtut waktu (time series). Data panel diperkenalkan oleh Howles pada tahun 1950. Data runtut waktu biasanya meliputi satu objek (misalnya harga saham, kurs mata uang, atau tingkat inflasi), tetapi meliputi beberapa periode (bisa harian, bulanan, kuartalan, tahunan, dan sebagainya). Data silang terdiri atas beberapa atau banyak objek, sering disebut responden, (misal perusahaan) dengan beberapa jenis data (misal laba, biaya iklan, laba ditahan, dan tingkat investasi). Keunggulan regresi data panel menurut Wibisono (2005) antara lain adalah; 1) Panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik inidvidu. 2) Kemampuan mengontrol heterogenitas ini selanjutnya menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun perilaku lebih kompleks. 3) Data panel mendasarkan diri pada observasi cross-section yang berulang-ulang (time series), sehingga metoda data panel cocok digunakan sebagai study of dynamic adjustment. 4) Tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informatif, lebih variatif, dan kolinearitas (multikol) antara data semakin berkurang. Dan derajat kebebasan (degree of freedom/df) lebih tinggi sehingga dapat memperoleh hasil estimasi yang lebih efisien. 5) Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks. Selain itu data panel juga dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu.
39
Dengan keunggulan tersebut maka tidak harus dilakukannya pengujian asumsi klasik dalam model data panel (Verbeek, 2009; Gujarati, 2006; Wibisono, 2005; Aulia;2004, dalam Shochrul R. Ajija, dkk, 2011).
4.8.1
Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Regresi data panel di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan efek
tetap (fixed effect). Pemilihan pendekatan fixed effect berdasarkan Uji Hausman yaitu pengujian statistik untuk memilih model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat untuk digunakan (Nur, 2013). Pendekatan efek tetap adalah pendekatan dimana satu objek memiliki konstan yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu tertentu. Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap besarnya dari waktu ke waktu (time invariant) (Winarno, 2007). Hasil analisis dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y = α + β1X1+ β2X2+ β3X3+ e......................................(1) Dimana: Y α X1 X2 X3 e β1, β2, β3
= Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran = Konstanta = PAD = SiLPA = Flypaper Effect = error term = Koefisien Regresi
40
4.8.2
Goodness of Fit (uji kecocokan) Berdasarkan analisis regresi diamati Goodness of Fit (uji kecocokan)
dengan melihat koefisien determinasi (R2), uji F, dan uji hipotesis (Uji t). Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1) Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Utama, 2009:70). Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai R-square yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2009: 87). 2) Uji Kelayakan Model (Uji F) Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel terikatnya, dimana jika variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel terikat maka model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit (Suliyanto, 2011:55). Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat pada hasil regresi yang dilakukan dengan program Eviews, yaitu dengan membandingkan tingkat signifikansi. Apabila tingkat signifikansi p-value ≤ α = 0,05 maka HA diterima. Sebaliknya apabila signifikansi p-value > α = 0,05 maka HA ditolak (Suliyanto, 2011:67).
41
3) Uji Hipotesis (Uji t) Uji hipotesis menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial dalam menerangkan variasi variabel dependen (Utama, 2009:71). Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat pada hasil regresi yang dilakukan dengan program Eviews, yaitu dengan membandingkan tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas dengan α = 0,05. Apabila tingkat signifikansi ≤ 0,05 maka H0 ditolak dan HA diterima. Sebaliknya bila tingkat signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan HA ditolak (Suliyanto, 2011:67).
42
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Deskripsi Data Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas yaitu
jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), Flypaper Effect, dan variabel terikatnya yaitu Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berbentuk data runtut waktu (time series) dari tahun 2009 sampai dengan 2013 dan data seksi silang (cross section) yaitu PAD, SiLPA, Flypaper Effect, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Bali (Bali dalam Angka). Rincian data total jumlah PAD, SiLPA dan Flypapper Effect Kabupaten/Kota di Bali tahun 2009-2013 dapat ditunjukkan pada Tabel 5.1 sebagai berikut:
Tabel 5.1 Rincian Data Total Jumlah PAD, SiLPA, Flypapper Effect dan OPA Tahun
PAD (Rp.)
SILPA (Rp.)
2009 2010 2011 2012 2013
1.111.572.946.463 1.462.001.944.434 1.805.805.513.511 2.374.289.767.808 3.223.494.050.584
1.074.014.467.696 1.134.084.121.838 813.086.825.993 1.439.044.111.771 1.749.062.681.440
FLYPAPER EFFECT (Rp.) 3.182.789.112.000 3.059.667.939.000 3.396.420.724.000 4.344.735.578.000 4.932.190.390.000
OPA (Rp.) 121.676.274.432 -167.986.924.426 773.288.165.670 931.220.028.581 70.940.277.225
Sumber: lampiran 2 (data diolah), 2015 Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa setiap tahunnya jumlah PAD, SiLPA dan Flypaper Effect Kabupaten/Kota di Bali dominan mengalami peningkatan. Hanya SiLPA yang mengalami penurunan pada tahun 2011 sejumlah 42
43
Rp 813.086.825.993 dan jumlah Flypaper Effect pada tahun 2010 sejumlah Rp 3.059.667.939.000. Untuk jumlah OPA mengalami fluktuasi dari 2009-2013 dan sempat mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2010 sebesar –Rp 167.986.924.426.
5.2
Hasil Analisis Data
5.2.1 Deskripsi Variabel Penelitian 1) Statistik Deskriptif Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi tentang karakteristik variabel penelitian, antara lain nilai minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi. Pengukuran rata-rata (mean) merupakan cara yang paling umum digunakan untuk mengukur nilai sentral dari suatu distribusi data, sedangkan standar deviasi merupakan perbedaan nilai data yang diteliti dengan nilai rata-ratanya. Statistik deskriptif dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Statistik Deskriptif Variabel PAD SILPA FE OPA
Minimum (Rp.) 1.111.572.946.463 813.086.825.993 3.059.667.939 -167.986.924.426
Maksimum (Rp.) 3.223.494.055.584 1.749.062.681.440 4.932.190.390.000 931.220.028.581
Rata-Rata (Rp.) 1.995.432.843.549 1.241.858.439.736 3.783.160.748.600 345.827.564.296
Standar Deviasi (Rp.) 829.665.938.145 360.475.495.477 816.867.675.948 478.335.408.769
Sumber: Lampiran 3 (data diolah), 2015 Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi dari tahun 2009-2013: Nilai minimum, maksimum dan ratarata untuk komponen PAD Kabupaten/Kota di Bali selama kurun waktu dari
44
tahun 2009-2013 adalah jumlah minimumnya sebesar Rp 1.111.572.946.463, jumlah maksimumnya Rp 3.223.494.055.584 dan jumlah rata-rata PAD sebesar Rp 1.995.432.843.549. Standar deviasi jumlah PAD sebesar Rp 829.665.938.145. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata untuk komponen SiLPA Kabupaten/Kota di Bali selama kurun waktu dari tahun 2009-2013 adalah jumlah minimumnya
sebesar
Rp
813.086.825.993,
jumlah
maksimumnya
Rp
1.749.062.681.440 dan jumlah rata-rata SiLPA sebesar Rp 1.241.858.439.736. Standar deviasi jumlah SiLPA sebesar Rp 360.475.495.477. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata untuk komponen Flypaper Effect Kabupaten/Kota di Bali selama kurun waktu dari tahun 2009-2013 adalah jumlah Flypaper Effect jumlah minimumnya sebesar Rp 3.059.667.939, jumlah maksimumnya Rp 4.932.190.390.000 dan jumlah rata-rata Flypaper Effect sebesar Rp 3.783.160.748.600. Standar deviasi jumlah Flypaper Effect sebesar Rp 816.867.675.948. Nilai minimum, maksimum dan rata-rata untuk komponen OPA Kabupaten/Kota di Bali selama kurun waktu dari tahun 2009-2013 adalah jumlah minimumnya
sebesar
–Rp
167.986.924.426,
jumlah
maksimumnya
Rp
931.220.028.581, dan jumlah rata-rata OPA sebesar Rp 345.827.564.296. Standar deviasi jumlah OPA sebesar Rp 478.335.408.769.
5.2.2
Hasil Analisis Data Panel Analisis regresi data panel digunakan untuk mengetahui pengaruh jumlah
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA),
45
Flypaper Effect, pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA) Kabupaten/Kota di Bali.
Regresi data panel yang di dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan efek tetap (fixed effect). Pemilihan pendekatan fixed effect berdasarkan Uji Hausman yaitu pengujian statistik untuk memilih model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat untuk digunakan. Hasil Uji Hausman menemukan bahwa, pendekatan efek tetap yang memiliki hasil output regresi yang paling sesuai dengan kebutuhan penelitian dibandingkan hasil output regresi data panel yang lainnya seperti common size dan random effect. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan program Eviews 3.0 maka didapat hasil sebagai berikut:
Tabel 5.3 Hasil Analisis Data Panel Variabel
Koefisien
Std. Eror
C PAD SILPA FLYPAPER EFFECT Fixed Effects (Cross)
2010.096 0.003462 0.070899 -0.049377
0.444607 0.013787 0.010047 0.023891
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.429592 0.239456 1.362167 2.259396 0.034833
t-hitung 4521.061 0.251102 7.056855 -2.066704
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
Prob. 0.0000 0.8033 0.0000 0.2379
2136.608 514.1769 61.23143 0.718486
Sumber: Lampiran 4 (data diolah), 2015
Dari Tabel 5.3 di atas dapat dibuat persamaan regresi berganda sebagai berikut: Y = 2010.096 + 0.003462X1 + 0.070899X2 – 0.049377X3 + e
46
Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dan sisa lebih perhitungan anggaran memiliki nilai koefisien positif. Sedangkan variabel flypaper effect memiliki nilai koefisien yang negatif. Apabila variabel pendapatan asli daerah, sisa lebih perhitungan anggaran dan flypaper effect bernilai nol, maka perilaku oportunistik penyusun anggaran akan bernilai 2010.096. Hal ini menunjukkan bahwa ketika seorang penyusun anggaran kabupaten/kota di Bali menggunakan PAD, SiLPA dan Flypaper Effect untuk menyusun anggaran, maka penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Bali cenderung melakukan perilaku oportunistik. 5.2.3 Koefisien Determinasi (R²) Koefisien determinasi adalah untuk mengetahui seberapa besar persentase sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat yang dapat dinyatakan dalam persentase. Koefisien determinasi penelitian ini menggunakan Adjusted R Square dengan alasan karena setiap variabel dapat mempengaruhi naik dan turunnya adjusted (R2). Berdasarkan hasil pengujian Adjusted R Square diketahui bahwa nilai koefisien determinasi adjusted (R2) sebesar 0.239456, yang berarti bahwa 23,9 persen perubahan naik atau turunnya Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali dapat dijelaskan oleh indikator-indikator pendorong
terjadinya
Perilaku
Oportunistik
Penyusun
Anggaran
yaitu,
Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih perhitungan Anggaran dan Flypaper Effect. Sedangkan 76,1 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti. 5.2.4
Hasil Uji F
47
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh simultan variabel bebas (X) yang digunakan terhadap variabel terikat (Y). Berdasarkan hasil analisis regresi data panel dengan menggunakan program Eviews, diperoleh nilai signifikansi Prob (Fstatistic) 0.034833 lebih kecil dari alpha 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model yang digunakan pada penelitian ini adalah layak. 5.3
Pembahasan Berdasarkan atas hasil uji F pada penelitian ini, didapatkan bahwa model
yang digunakan dalam penelitian adalah layak (fit). Pendapatan Asli Daerah (X1), Sisa lebih Perhitungan Anggaran (X2), dan Flypaper Effect (X3), secara serempak mampu menjelaskan terjadinya perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Bali. Adapun hasil pengujian hipotesis yaitu pengaruh masingmasing variabel Pendapatan Asli Daerah, Sisa lebih Perhitungan Anggaran dan Flypaper Effect pada perilaku oportunistik penyusun anggaran dijabarkan sebagai berikut. 5.3.1 Pengaruh jumlah Pendapatan Asli Daerah pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran. Hipotesis satu (H1) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif jumlah Pendapatan Asli Daerah pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali. Berdasarkan hasil analisis, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh
negatif
pada
Perilaku
Oportunistik
Penyusun
Anggaran
Kabupaten/Kota di Bali. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah PAD di Kabupaten/Kota di Bali, dapat meningkatkan perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Bali. Hasil penelitian
48
ini tidak konsisten dengan penelitian dari Abdullah (2006), Darwanto (2007), Florensia (2009), Fathony (2011), Musripah (2014), Adi (2014) dan Havid (2014) yang menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif pada perilaku oportunistik penyusun anggaran. Jumlah PAD yang kecil membawa kecenderungan dampak psikologis perilaku pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Akibat dari tingkat kesejahteraan pegawai yang semakin kecil, sehingga membuka peluang untuk melakukan perilaku oportunistik penyusun anggaran dalam bentuk tindakantindakan ilegal. Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia melalui Otonomi Daerah membawa banyak perubahan dalam sistem pemerintahan (Sholeh, 2013). Namun, setelah berjalan belasan tahun, lebih dari 60 persen daerah otonomi dinyatakan gagal oleh Kemendagri. Kegagalan ini tampak berdasarkan indikator bahwa daerah otonomi tidak bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat, PAD tidak bertambah dan malah jadi beban anggran bagi daerah induk yang dimekarkan serta makin banyaknya tersangka korupsi (Suadi, 2014). Penyalahgunaan anggaran
di
dalam
otonomi
daerah
menjadi
sorotan
khusus
karena
ketidakberhasilan dalam mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan PAD (www.medanbisnisdaily.com). Selain itu, jika dihubungkan dengan teori keagenan dalam penganggaran antara eksekutif dan legislatif merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Eksekutif sebagai agen bagi legislatif dan publik (dual accountability), sedangkan legislatif merupakan agen bagi publik. Eksekutif sebagai agen cenderung menjadi budget maximizer karena melihat kesempatan untuk melakukan perilaku oportunistik berupa moral hazard dan adversed selection (Abdullah, 2006).
49
5.3.2 Pengaruh jumlah SiLPA pada Perilaku Oportunistik Anggaran.
Penyusun
Hipotesis dua (H2) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif jumlah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa SiLPA berpengaruh
positif
pada
Perilaku
Oportunistik
Penyusun
Anggaran
Kabupaten/Kota di Bali. Hal ini sesuai dengan teori bahwa besarnya jumlah SiLPA pada Kabupaten/Kota di Bali, maka dapat meningkatkan Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Florensia (2009) yang menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh negatif terhadap perilaku oportunistik legislatif. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA akan terbentuk bila terjadi surplus pembiayaan neto, dimana komponen penerimaan lebih besar dari komponen pengeluaran pembiayaan. SiLPA yang besar sangat erat kaitannya akibat dari tingkat serapan yang sangat kecil yang diakibatkan ada kesalahan dari pola perencanaan baik dalam hal kebijakan dan teknis dan juga menyebabkan anggaran bersifat unliquid, yang semestinya anggaran itu liquid (mencair) sehingga dapat menopang penjabaran tataran kebijakan dan pelaksanaan teknisnya untuk sepenuhnya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Ardhini (2011) yang menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja modal pada periode tahun anggaran selanjutnya, yang berarti dapat memberikan ruang bagi penyusun anggaran untuk mengalokasikan free cash flow tersebut untuk melakukan perilaku oportunistiknya. SiLPA yang merupakan penerimaan daerah
50
yang bersumber dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih
kecil daripada realisasi belanja,
mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung (belanja barang dan jasa, belanja modal, dan belanja pegawai) dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa SiLPA memiliki pembiayaan daerah.
proporsi tertinggi pada
Hal tersebut terjadi karena proses penyusunan anggaran
memungkinkan SKPD untuk melakukan penggelembungan (mark-up) belanja atau penurunan (mark-down) target pendapatan. Mark-up belanja maupun markdown pendapatan yang menjadi salah satu penyebab terjadinya sisa anggaran, baik output kegiatan sudah tercapai atau belum. Ketika output anggaran tercapai, maka sisa anggaran sering disebut sebagai hasil efisiensi dalam kegiatan, sehingga bersifat bebas untuk digunakan bagi kegiatan lain pada tahun anggaran berikutnya atau free cash flow (Abdullah dalam Havid, 2014).
5.3.3 Pengaruh jumlah Flypaper Effect pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran. Hipotesis tiga (H3) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif jumlah Flypaper Effect pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa Flypaper Effect berpengaruh negatif pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali. Penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian dari Indhi (2011) dan Adi (2014). Ini disebabkan oleh adanya respon Pemda yang berbeda terhadap jumlah transfer dana berupa DAU yang rendah dan jumlah PAD yang kecil sehingga memotivasi
51
para penyusun anggaran untuk mencari celah untuk memperkaya dirinya dengan melakukan tindakan-tindakan illegal yang melanggar peraturan perundangan yang berdampak pada kerugian Negara. Sehingga aspek kesejahteraan para Aparatur Sipil Negara perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah pusat maupun daerah untuk meminimalisasi perilaku oportunistik penyusun anggaran.
52
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Berdasarkan atas hasil uji F pada penelitian ini, didapatkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian adalah layak (fit). PAD, SiLPA dan Flypaper Effect secara serempak mampu menjelaskan Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali. Hasil pengujian Adjusted R Square diketahui bahwa nilai koefisien determinasi adjusted (R2) sebesar 0.239456, yang berarti bahwa 23,9 persen perubahan naik atau turunnya Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali dapat dijelaskan oleh indikator-indikator pendorong
terjadinya
Perilaku
Oportunistik
Penyusun
Anggaran
yaitu,
Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Flypaper Effect. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh negatif pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali, hal ini bermakna bahwa semakin rendah jumlah PAD Kabupaten/Kota di Bali, maka akan menyebabkan perilaku oportunistik penyusun anggaran yang semakin tinggi. 2) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) berpengaruh positif pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali, hal ini bermakna bahwa semakin tinggi SiLPA Kabupaten/Kota di Bali, maka akan menyebabkan perilaku oportunistik penyusun anggaran yang semakin tinggi.
52
53
3) Flypaper Effect berpengaruh negatif pada Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Kabupaten/Kota di Bali, hal ini bermakna bahwa, semakin rendah jumlah Flypaper Effect yang terjadi di Kabupaten/Kota di Bali, maka akan menyebabkan perilaku oportunistik penyusun anggaran yang semakin tinggi. 6.2 Saran Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, antara lain metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan data sekunder dari 5 tahun periode Laporan Keuangan Kabupaten/Kota di Bali. Pendeknya kurun waktu yang digunakan di dalam penelitian ini karena hanya menggunakan satu periode kinerja pemerintahan yaitu 5 tahun dari tahun 2009-2013. Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka masih diperlukan pengembangan dan perbaikan guna memperoleh hasil penelitian yang lebih baik pada penelitianpenelitian selanjutnya. Berikut adalah beberapa saran yang dapat disampaikan. 1) Penelitian selanjutnya diharapkan mengkombinasikan data sekunder dengan data primer sehingga hasil yang diperoleh akan lebih akurat. 2) Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel-variabel penelitian lain yang memiliki kaitannya dengan penelitian ini sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih kompleks sesuai dengan teori yang mendukungnya, seperti pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. 3) Penelitian
selanjutnya
dapat
mengembangkan
proksi
dari
perilaku
oportunistik penyusun anggaran dengan menambah mata anggaran legislatif dan kinerja SKPD.
54
4) Penelitian selanjutnya dapat memperluas wilayah penelitian dan waktu penelitian agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih relevan.
55
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. 2012. Perilaku Oportunistik Legislatif dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya: Bukti Empiris dari Penganggaran Pemerintah Daerah di Indonesia. Ringkasan Disertasi. Universitas Gajah Mada. Abdullah, S. dan Asmara, J.A. 2006. Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Makalah Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang: 23-26 Agustus 2006. Adi Putra, I Made Pradana, 2014. Flypaper Effect pada DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Karangasem. Allard, Richard J. 1995. The measurability of budget related rent-seeking. Public Choice 85:389-394. Andvig, Jens Chr., Odd-Helge Fjeldstad, Inge Amundsen, Tone Sissener & Tina Søreide. 2001. Corruption: A review of contemporary research. Chr. Michelsen Institute Development Studies and Human Rights Report R 2001: 7. Web: http//www.cmi.no. Camarer, L. 1997. Poverty and corruption in South Africa: Government corruption in poverty alleviation programs. http//www.gov.za/reports/1998/poverty/corruption.pdf. Ardhini. 2011. Pengaruh Rasio Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal Untuk Pelayanan Publik Dalam Perspektif Teori Keagenan (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah). JurnalSkripsi. Universitas Diponegoro. Christensen, Jorgen Gronnegard. 1992. Hierarchical and contractual approaches to budgetary reform. Journal of Theoretical Politics 4(1): 67-91. Colombatto, Enrico. 2001. Discretionary power, rent-seeking and corruption. University di Torino & ICER, working paper. Darwanto & Mustikasari, 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Davoodi, Hamid R., Erwin R. Tiongson, & Sawitree S. Asawanuchit. 2003. How useful are benefit incidence analyses of public education and health spending? IMF Working Paper WP/03/227. Deller, Steven, Craig Maher, & Victor Lledo. 2002. Wisconsin local government, state shared revenues and the illusive Flypaper Effect. University of WisconsinMadison,working paper. Eisenhardt, Kathleen M. 1989. Agency theory: An assessment and review. Academy of Management Review 14(1): 57-74.
55
56
Fathony, A.D. dan Abdul Rohman. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, SisaLebih Perhitungan Anggaran dan Dana Alokasi Umum terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (Studi kasus kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah). Jurnal Skripsi. Universitas Diponegoro. Florensia, T. M. 2009. Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik, Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sains Ilmu Ekonomi Universitas Gajah Mada. Fozzard, Adrian. 2001. The basic budgeting problem: Approaches to resource allocation in the public sector and their implications for pro-poor budgeting. Center for Aid and Public Expenditure, Overseas Development Institute (ODI). Working paper 147. Garamfalvi, L. 1997. Corruption in the public expenditures management process. Paper presented at 8th International Anti-Corruption Conference, Lima, Peru, 711September.http://www.transparency.org/iacc/8th_iacc/papers/garamfalvi/garam falvi.html. Gilardi, Fabrizio. 2001. Principal-agent models go to Europe: Independent regulatory agencies as ultimate step of delegation. Paper presented at the ECPR General Conference, Canterbury (UK), 6-8 September 2001. Groehendijk, Nico. 1997. A principal-agent model of corruption. Crime, Law & Social Change 27: 207-229. Gujarati dan Porter. 2009. Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat Halim, Abdul. 2002. Analisis varian pendapatan asli daerah dalam laporan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota di Indonesia. Universitas Gadjah Mada. Disertasi. Hariadi, P., Yanuar E.R., Icuk R.B. 2010.Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. Hastuti, Indhi, 2010. Analisis Flypaper Effect, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah dan Kinerja SKPD di Kota Semarang. https://teorionline.wordpress.com/2012/01/06/regresi-data-panel/ Keefer, P. dan Stutu Khemani. 2003. The Political Economy of Public Expenditures. Background paper for WDR 2004.
57
Mardiasmo .2004. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi Yogyakarta. Mauro, Paulo, 1998. “Corruption and the Composition of Goverment Expenditure” Musripah, Siti, 2011. Pengaruh Perubahan PAD, SiLPA, dan DAU Terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (Studi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah) Putri. 2013. Kisruh CPNS, Dua Staf BKD http://www.okezone.com. 17 Februari 2015 (09:30).
Bali
Jadi
Tersangka.
Rizki, Muhamad. 2013. BPK: Total Kerugian Negara dari Hambalang Rp 463 M. http://www.tempo.com. 17 Februari 2015 (09:35). Saputra, I Wayan Sucipta Adi. 2011. Kontribusi sumber – Sumber Penerimaan Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Bali. Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Warmadewa Denpasar. Shochrul R, Ajija, dkk. 2011. Cara cerdas menguasai Eviews. Jakarta: Salemba Empat. Sidik, Machfud, B. Raksasa Mahi, Robert Simantjuntak, & Bambang Brodjonegoro. 2002. Dana Alokasi Umum – Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Sindo. 2014. KPK Tahan Eks Hakim http://www.kpk.go.id.17Februari2015 (09:10)
pengadilan
Tinggi
Jakbar.
Smith, Robert W. & Mark Bertozzi. 1998. Principals and agents: An explanatory model of public budgeting. Journal of Public Budgeting, Accounting and Financial Management (Fall): 325-353. Suadi, 2014. Mencegah Potensi Korupsi Daerah Otonomi www.medanbisnisdaily.com/m/news/read/2014//12/18 (10.10)
Baru.
Sularso, Havid, Restianto & Istiqomah, 2014. Determinan Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (Studi pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah). SNA 17 Mataram, Lombok Universitas Mataram 24-27 Sept 2014. Tanzi, Vito & Hamid Davoodi. 2002. Corruption, public investment, and growth, dalam Abed, George T. & Sanjeev Gupta (eds.). 2002. Governance, Corruption, & Economic Performance. Washington, D.C.: International Monetary Fund. Von Hagen, Jurgen. 2002. Fiscal rules, fiscal institutions, and fiscal performance. The Economic and Social review 33(3): 263-284.
58
Yuhertiana, I. 2003. Principal-agent theory dalam proses perencanaan anggaran sektor publik. Kompak – Jurnal Akuntansi, Manajemen dan Sistem Informasi (SeptemberDesember):403-422 Vazquez, Martinez, 2006. Corruption Fiscal Policy, and Fiscal Management Wahyu Winarno, Wing. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Badan Penerbit: UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Widarjono. Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisia. Yogyakarta. Widodo, Pambudi Tri. 2007. Flypaper Effect pada Dana Alokasi UMUM (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Bali. (Studi pada Kabupaten/Kota di Bali). Skripsi Sarjana (tidak dipublikasikan). Yogyakarta : FE UII.
1
1 59
Lampiran 1 Data Variabel Penelitian Data jumlah Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA). jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD). jumlah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). dan jumlah Flypaper Effect Kabupaten/Kota di Bali tahun 2009-2013 Kab/Kota
Tahu n
X1
X2
X3
Y
Buleleng
2009
66755.88
41514.39
28098.99
20256.4
Jembrana
2009
85810.83
52478.29
13191.96
28484.21
Tabanan
2009
100081.2
22554.99
15692.62
21435.7
Badung
2009
132091.1
75740.2
35306.79
37944.66
Gianyar
2009
187476.6
90146.16
37262.54
49417.05
Bangli
2009
1517.88
5713.21
27600.07
1029.15
Klungkung
2009
1700
4728.24
29269.55
497.42
Karangsem
2009
2200
5846.88
32157.82
415.05
Denpasar
2009
3100
2478.04
39694.29
-1664.59
Buleleng
2010
4200
5413.29
45081.27
-1550.59
Jembrana
2010
5470.63
5953.43
50629.28
-2128.61
Tabanan
2010
6962.66
4848.93
51274.82
-2346.17
Badung
2010
9460
6046.78
56840.63
-2568.51
Gianyar
2010
11159.09
7581.98
68769.77
-3846.48
Bangli
2010
12800
14594.42
79641.92
-3383.33
Klungkung
2010
15603.62
16817.6
36001.69
4792.64
Karangsem
2010
19704.55
19192.85
33612.56
6433.79
Denpasar
2010
28780.76
15614.94
38153.8
5913.69
Buleleng
2011
35251.13
20583.62
51266.64
6088.54
Jembrana
2011
51306.16
25779.67
58080.77
8684.14
1
60
Tabanan
2011
8653.36
8477.84
39360.5
883.2
Badung
2011
12782.48
6612.8
38749.35
1016.87
Gianyar
2011
15934.89
7460.48
43510.39
916.13
Bangli
2011
21019.27
9235.01
53288.3
526.98
Klungkung
2011
23855.89
14874.97
60929.33
1289.52
Karangsem
2011
2071.59
6590.62
30636.18
860.6
Denpasar
2011
2206.87
6428.69
30856.7
796.59
Buleleng
2012
4007.4
5587.11
33972.18
292.68
Jembrana
2012
5106.7
7728.39
39676.23
126.09
Tabanan
2012
5477.51
6106.4
45091.97
-1176.55
Badung
2012
3750
10402.23
35668.15
1364.72
Gianyar
2012
4780.89
8957.09
37453.71
798.76
Bangli
2012
5563.05
7196.82
41003.77
-181.34
Klungkung
2012
12430.59
8500.86
50302.89
-381.19
Karangsem
2012
14099.12
8058.78
56398.18
-1276.53
Denpasar
2012
2369.55
6877.75
27855.3
1439.92
Buleleng
2013
2883.38
5568.04
28566.21
1017.63
Jembrana
2013
3215.97
5947.26
31981.41
613.15
Tabanan
2013
3560.37
6665.84
38734.01
-238.72
Badung
2013
4854.17
5595.63
44417.4
-1299.13
Gianyar
2013
4964.78
5054.38
42428.75
-1113.74
Bangli
2013
9368.54
4593.49
42991.95
6696.71
Klungkung
2013
11337.28
5053.41
46329.44
6777.14
Karangsem
2013
13710.78
5390.48
57434.62
10794.04
Denpasar
2013
18279.91
4336.95
66315.66
5292.8
2
61
Lampiran 2
Rincian Data Total Jumlah PAD. SiLPA dan Flypapper Effect
TAHUN 2009 2010 2011 2012 2013
PAD (Rp.) 1.111.572.946.463 1.462.001.944.434 1.805.805.513.511 2.374.289.767.808 3.223.494.050.584
SILPA (Rp.) 1.074.014.467.696 1.134.084.121.838 813.086.825.993 1.439.044.111.771 1.749.062.681.440
3
FLYPAPER EFFECT (Rp.) 3.182.789.112.000 3.059.667.939.000 3.396.420.724.000 4.344.735.578.000 4.932.190.390.000
OPA (Rp.) 121.676.274.432 -167.986.924.426 773.288.165.670 931.220.028.581 70.940.277.225
62
Lampiran 3 Statistik Deskriptif
Variabel PAD SILPA FLYPAPPER EFFECT OPA
Minimum (Rp.)
Maksimum (Rp.)
Rata-Rata (Rp.)
1.111.572.946.463
3.223.494.055.584
1.995.432.843.549
829.665.938.145
813.086.825.993
1.749.062.681.440
1.241.858.439.736
360.475.495.477
3.059.667.939
4.932.190.390.000
3.783.160.748.600
816.867.675.948
-167.986.924.426
931.220.028.581
345.827.564.296
478.335.408.769
4
Standar Deviasi (Rp.)
63
Lampiran 4 Hasil Output Analisis Regresi Data Panel
Dependent Variable: Y? Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Date: 02/02/15 Time: 15:22 Sample: 2009 2013 Included observations: 5 Cross-sections included: 9 Total pool (balanced) observations: 45 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (no d.f. correction) Variable
Coefficient
C PAD? SiLPA Flypaper Effect? Fixed Effects (Cross) _BADUNG--C _BANGLI--C _BULELENG--C _DENPASAR--C _GIANYAR--C _JEMBRANA--C _KARANGASEM-C _TABANAN--C _KLUNGKUNG--C
2010.096 0.003462 0.070899 -0.049377
Std. Error
t-Statistic
0.444607 4521.061 0.013787 0.251102 0.010047 7.056855 0.023891 -2.066704
Prob. 0.0000 0.8033 0.0000 0.2379
-4.449193 0.953310 0.632308 -0.286686 0.176338 0.962965 0.739999 0.966220 0.304739 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.429592 0.239456 1.362167 2.259396 0.034833
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
5
2136.608 514.1769 61.23143 0.718486
64
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.318718 61.31542
Mean dependent var Durbin-Watson stat
6
2011.000 0.636962