PELUANG PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN PERUBAHAN PADA PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG Yahya Sucahya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura Email :
[email protected] ABSTRACT Research is called opportunities opportunistic budget behavior the changes in the district government Sintang .This study attempts to get the proof empirical influence local revenue ( PAD ) , the difference is calculation budget ( SiLPA ) and for tax revenues province ( BHPP ) on the probability of opportunistic budget behavior the changes ( POPA ) the district government Sintang .Data collection used data secondary budget the district government Sintang fiscal year 2001 to fiscal year 2016. Testing using regression exact logistic obtained PAD influential positive on the authors behavior opportunistic budget , SILPA and BHPP not significantly to probabilita behavior opportunistic budget authors change at the level of 10 % significance . Significance PAD to the probability of POPA because PAD fluctuations its growth can be influenced by the intervention authors budget , in addition the amount of PAD determined based on local regulations and its management handed over to the region based on the potential that exists in the area , when no significant an SILPA and BHPP because fluctuations its growth based on from the rest of fiscal year before that is largely composed of shopping budgeted back and the bhpp transferred based on revenue growth provinces so that both variables could not be in intervention by building blocks budget Keywords: local revenue (PAD) , the difference is calculation budget (SiLPA) , shared tax revenues province (BHPP), opportunistic budget behavior the changes (POPA)
ABSTRAK Penelitian ini berjudul Peluang Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran Perubahan pada Pemerintah Kabupaten Sintang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Selisih Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) dan Bagi Hasil Pajak Provinsi (BHPP) pada probabilita perilaku oportunistik penyusun anggaran perubahan (POPA) Pemerintah Kabupaten Sintang. Data yang digunakan merupakan data sekunder APBD Pemerintah Kabupaten Sintang Tahun Anggaran 2001 sampai dengan Tahun Anggaran 2016. Pengujian dengan menggunakan Regresi Exact Logistic diperoleh PAD berpengaruh positif terhadap peluang perilaku oportunistik penyusun anggaran, sedangkan SiLPA dan BHPP tidak signifikan terhadap probabilita perilaku oportunistik penyusun anggaran perubahan pada level signifikansi 10%.
Signifikansi PAD terhadap probabilita POPA karena PAD fluktuasi pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh intervensi penyusun anggaran, selain itu besaran anggaran PAD ditentukan berdasarkan peraturan daerah dan pengelolaannyapun diserahkan kepada daerah berdasarkan potensi yang ada di daerah tersebut, sedangkan tidak signifikansinya SiLPA dan BHPP dikarenakan fluktuasi pertumbuhannya berdasarkan dari sisa tahun anggaran sebelumnya yang sebagian besar terdiri dari belanja yang dianggarkan kembali dan besaran BHPP ditransfer berdasarkan pertumbuhan pendapatan provinsi sehingga kedua variabel tersebut tidak dapat diintervensi oleh penyusun anggaran. Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Selisih Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), Bagi Hasil Pajak Provinsi (BHPP), perilaku oportunistik penyusun anggaran perubahan (POPA)
PENDAHULUAN Proses perencanaan dan penganggaran pada Pemerintah Kabupaten Sintang merupakan siklus tahunan yang harus dilaksanakan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Kabupaten Sintang diharapkan mengelola sumber daya yang terbatas saat ini untuk menghasilkan pembangunan daerah yang merata untuk kesejahteraan masyarakatnya. Proses penyusunan anggaran merupakan suatu rangkaian kegiatan ekonomi yang dimulai dari perencanaan, penganggaran, penatausahaan dan pertanggungjawaban, input yang merupakan besaran anggaran yang akan digunakan selama satu tahun anggaran akan menghasilkan out put, out come, benefit dan impact terhadap kehidupan perekonomian masyarakat dan pembangunan Kabupaten Sintang. Menurut beberapa para ahli terdapat beberapa definisi perencanaan pembangunan diantaranya antaranya ialah M.L Jinghan (2012:517) mengatakan bahwa perencanaan adalah teknik atau cara untuk mencapai tujuan mewujudkan maksud dan sasaran tertentu yang telah ditentukan sebelumnya dan telah dirumuskan dengan baik oleh Badan Perencana untuk mencapai sasaran sosial, politik atau lainnya.
Menurut Todaro (2011:121) menyatakan perencanaan ekonomi adalah upaya pemerintah secara sengaja untuk mengkoordinir pengambilan keputusan ekonomi dalam jangka panjang serta mempengaruhi, mengatur dan dalam beberapa hal mengontrol tingkat laju pertumbuhan berbagai variabel ekonomi yang utama untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan kedua definisi diatas perencanaan pembangunan dapat digambarkan sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan bangsa dengan sumber daya yang tersedia serta melibatkan semaksimal mungkin peran masyarakat dalam merencanakannya sesuai dengan konteks sosial dan budaya dimana mereka berada. Menurut Kwik Kian Gie (2016:188) Perencanaan yang menyimpang dari rencana awal akan mengakibatkan output dari perencanaan tidak sesuai dengan tujuan awal. Strategi pembelanjaan anggaran pembangunan tidak semata-mata didasarkan pada proyek-proyeknya an sich, tetapi juga memperhitungkan dampaknya pada meningkatnya daya beli beserta dampak selanjutnya atau multiplier effect. Bank
Dunia (1998) dalam Halim dan Iqbal (2012:29) menerbitkan Public Expenditure Management Handbook menyebutkan bahwa penganggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil (out put) dengan input pengeluaran anggaran setidaknya harus mempertimbangkan prinsip-prinsip pengelolaan pengeluaran daerah yaitu : (1) Akuntabilitas; (2) Value for Money; (3) Kejujuran; (4) Transparansi; dan (5) Pengendalian. Eksekutif dan legislatif daerah mempunyai peran penting dalam penyusunan dan penetapan APBD, sesuai peraturan perundang-undangan, DPRD sebagai fungsi anggaran dan menetapkan APBD. Nuansa kepentingan politik dalam proses penyusunan APBD karena terjadi oportunity (peluang) untuk melegalkan program-program yang baru dengan tidak memperhatikan dengan tujuan awal perencanaan. Perilaku oportunistik mengarah pada terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan moral hazard (penyalahgunaan wewenang). Menurut Ndadari (2008), Abdullah dan Asmara (2006), Kuncoro (2007) dan Maimunah (2006) dalam Badrudin (2012:7), terjadinya misalokasi dalam anggaran belanja pemerintah terkait dengan perilaku oportunistik politisi dan aparat pemerintah. Besarnya kewenangan legislatif dalam proses penyusunan anggaran membuka ruang bagi legislatif untuk memaksakan kepentingan pribadinya. Secara konseptual perubahan anggaran pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan dialokasikan dalam anggaran belanja. Kebijaksanaan dalam penyusunan APBN maupun APBD didasarkan pada asas anggaran berimbang (balance budget). Teori Ekonomi mengatakan bahwa anggaran disebut berimbang apabila seluruh pemasukan yang diterima pemerintah dapat
menutup seluruh pengeluaran pemerintah pada tahun itu (Boediono 2016:113). Berdasarkan data dari Tahun 2001 sampai dengan 2016, APBD Murni dan APBD-P (Perubahan) Pemerintah Kabupaten Sintang setiap tahunnya terjadi pertumbuhan atau kenaikan anggaran pada penelitian ini khusus pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) PAD, SiLPA dan BHPP. Menurut teori Peacock dan Wiseman (Prasetya, 2012:7) yang menyatakan bahwa meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Pengeluaran pemerintah didasarkan pada suatu analisis penerimaan pengeluaran pemerintah, pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan dari pajak, padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Pemerintah Kabupaten Sintang dalam penyusunan APBD Perubahan cenderung untuk penambahan alokasi penganggaran untuk PAD, SiLPA dan Bagi Hasil Pajak Provinsi yang berpengaruh kepada kenaikan DPA Belanja pada Dinas Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan Umum dan hibah pada PPKD. Berdasarkan fenomena yang terjadi maka penting untuk diadakannya penelitian. Dari fenomena yang terjadi , maka dapat dirumuskan masalah penelitian. Pertama apakah terdapat pengaruh pertumbuhan PAD pada peluang perilaku Oportunistik penyusun anggaran perubahan Kabupaten Sintang?, kedua apakah terdapat pengaruh besaran SiLPA pada peluang perilaku Oportunistik penyusun anggaran perubahan Kabupaten Sintang?, ketiga apakah terdapat pengaruh pertumbuhan Bagi Hasil Pajak Provinsi pada peluang perilaku Oportunistik penyusun anggaran perubahan Kabupaten Sintang? dan keempat bagaimana kemungkinan menerapkan e-budgeting
system dalam proses penyusunan anggaran Kabupaten Sintang pada masa datang? KAJIAN PUSTAKA 1. Teori Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Pada suatu saat pemerintah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan terebut. Berikut beberapa teori pengeluaran pemerintah diantaranya: a. Model Pembangunan Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Rostow dan Musgrave (Prasetya 2012:6) yang memperkenalkan model ini menyatakan yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Tahap pertama terjadinya perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan dan trasnsportasi. Pada tahap menengah terjadinya pembangunan ekonomi investasi pemerintah masih diperlukan, akan tetapi pada tahap ini mulai memberikan peran kepada pihak swasta untuk melakukan investasi. Pada tingkat ekonomi selanjutnya Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih kepada penyediaan prasarana kepada pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan yang bersiaft social kejahteraan dan pelayanan kesehatan masyarakat. b. Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Pemerintah Teori yang membahas mengenai hubungan pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi diuraikan panjang
lebar dalam The General Theory Keynes. Teori ini menguraikan bahwa pendapatan total perekonomian dalam jangka pendek, sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya c. Teori Adolf Wagner Teori Adolf Wagner (Prasetya 2012:6) menyatakan bahwa semakin meningkatkan peran pemerintah dalam kegiatan dan kehidupan ekonomi masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemeritah akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi dan kebudayaan. Teori Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut organic theory of state yaitu teori organis yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak terlepas dengan masyarakat lain d. Teori Peacock dan Wiseman Teori Peacock dan Wiseman (Prasetya 2012:7) didasarkan pada suatu analisis penerimaan pengeluaran pemerintah. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan dari pajak, padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. e. Teori Batas Kritis Collin Clark Teori Collin Clark (Prasetya 2012:10) mengemukakan hipotesis tentang batas kritis perpajakan. Toleransi tingkat pajak dan pengeluaran pemerintah diperkirakan kurang dari 25 persen dari GNP, meskipun anggaran belanja pemerintah tetap seimbang. Dikatakan bahwa jika kegiatan
sektor pemerintah, yang diukur dengan pajak dan penerimaan-penerimaan lain, melebihi 25% dari total kegiatan ekonomi, maka yang terjadi adalah inflasi. Dasar yang dikemukakan adalah bahwa pajak yang tinggi akan mengurangi gairah kerja. 2. Teori Ekonomi Politik Ilmu ekonomi klasik menurut Coposaro dan Levine (2015:540) menggunakan istilah ekonomi politik untuk merujuk pada sebuah sistem pemenuhan kebutuhan yang memiliki dua sifat berbeda tapi terkait, sedangkan ilmu ekonomi neoklasik menegaskan bahwa politik baru bisa berperan kalau terjadi kegagalan pasar. Menurut Deliarnov (2006:8) hubungan antara Ekonomi dan Politik bisa bermakna eksplanatori (menjelaskan bagaimana keduanya terkait) dan bisa juga bersifat normatif (bagaimana seharusnya sifat-sifat perkaitan diantara kedua disiplin ilmu tersebut). Keputusan politik yang mendukung keputusan ekonomi merupakan bentuk partisipasi politik untuk melindungi berbagai kepentingan ekonomi. Tanpa ada pengaruh politik sulit menjalankan kebijakan ekonomi tanpa ada gangguan. Menurut Boediono (2016:271) menyatakan bahwa sasaran politik pada suatu masa tidak selalu sejalan atau sinergis dengan sasaran ekonomi pada waktu yang sama. Secara umum sasaran ekonomi tunduk pada sasaran politik, tetapi pada masa tertentu (misal krisis ekonomi), sasaran ekonomi menempati urgensi tinggi dan mensubordinasi sasaran politik, paling tidak dalam jangka pendek sampi krisis diatasi. Menurut Ikbar (2007:10) sekurangkurangnya terdapat tiga unsur paling penting dalam proses hubungan timbal balik antara ekonomi dan politik yang berlangsung, yakni cara dimana faktor politik mempengaruhi hasil ekonomi yakni: 1) Sistem politik membentuk sistem ekonomi, karena struktur dan kerja
sistem ekonomi ditentukan pula oleh struktur dan kerja sistem politik. 2) Pandangan-pandangan politik seringkali membentuk kebijakan ekonomi, oleh sebab kebijakan ekonomi pada umumnya didikte oleh kepentingan politik. 3) Hubungan ekonomi itu sendiri hubungan politik karena interaksi ekonomi seperti interaksi politik, merupakan proses dimana aktor Negara dan bukan Negara melakukan/mengalami: a) Mengatasi konflik atau kegagalan mengatasi konflik b) Bekerjasama atau mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan bersama Menurut Deliarnov (2006:4) kinerja perekonomian suatu Negara ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya yang paling menentukan adalah : 1) Kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang dijalankan pemerintah; 2) Lingkungan dimana perekonomian tersebut beroperasi; dan 3) Sistem ekonomi politik yang digunakan. 3. Teori Politik Anggaran Menurut Djalil (2014:393) proses penganggaran masih sangat jauh atas penampakan substansial dari istilah akuntabilitas, yaitu anggaran yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan dan dari segi proses harus melibatkan masyarakat serta diimplementasikan secara transparan, jauh dari kepentingan politik tertentu dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan otonomi daerah. Menurut Lee dan Johnson (1998) dalam Abdullah dan Asmara (2006:4) Penganggaran atau proses penyusunan anggaran publik memiliki karakteristik berbeda dengan penganggaran dalam bisnis. Karakteristik tersebut mencakup (1) ketersediaan sumber daya, (2) motif laba, (3) barang publik, (4) eksternalitas, (5) penentuan harga pelayanan
publik, dan (6) perbedaan lain seperti intervensi pemerintah terhadap perekonomian melalui anggaran, kepemilikan atas organisasi, dan tingkat kesulitan dalam proses pembuatan keputusan. Anggaran merupakan alat utama pemerintah untuk melaksanakan semua kewajiban, janji, dan kebijakannya ke dalam rencana-rencana konkrit dan terintegrasi dalam hal tindakan apa yang akan diambil, hasil apa yang akan dicapai, pada biaya berapa dan siapa yang akan membayar biaya-biaya tersebut (Dobell dan Ulrich 2002, dalam Abdullah dan Asmara,2006:5). Sementara Freeman dan Shoulders (2003:94) menyatakan bahwa anggaran yang ditetapkan dapat dipandang sebagai suatu kontrak kinerja antara legislatif dan eksekutif. Menurut Rubin (1993:4), penganggaran publik adalah pencerminan dari kekuatan relatif dari berbagai budget actors yang memiliki kepentingan atau preferensi berbeda terhadap outcomes anggaran. Adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menjadi alasan mengapa penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumber daya. Penganggaran setidaknya mempunyai tiga tahapan, yakni (1) perumusan proposal anggaran, (2) pengesahan proposal anggaran, dan (3) pengimplementasian anggaran yang telah ditetapkan sebagai produk hukum (Samuels, 2000) dalam Abdullah dan Asmara (2006:5), sedangkan menurut Von Hagen (2002) dalam Abdullah dan Asmara (2006:5) penganggaran terbagi ke dalam empat tahapan, yaitu executive planning, legislative approval, executive implementation, dan ex post accountability. Pada kedua tahapan pertama terjadi interaksi antara eksekutif, legislatif dan politik anggaran paling mendominasi, sementara pada dua tahap terakhir hanya melibatkan birokrasi sebagai agent.
4. Teori Keagenan dalam Penganggaran Teori keagenan menurut Badrudin (2012:187) merupakan hubungan keagenan dalam penganggaran publik yang terjadi antara eksekutif dan legislatif serta antara legislatif dan pemilih. Hubungan keagenan antara eksekutif dan legislatif, eksekutif adalah agent dan legislatif adalah principal. Setting pengambilan keputusan legislatif, seorang legeslatur sebagai suatu keseluruhan bertindak selaku principal yang mendelegasikan tugas-tugas untuk merancang alternatif kebijakan terhadap kebijakan yang telah ada kepada an expert agent seperti pemerintah. Interaksi principal agent bermula ketika agent menyusun suatu usulan dan berakhir ketika principal menerima atau menolak usulan tersebut. Teori keagenan menurut Eisenhardt (1989) dalam Megasari (2015:132), dilandasi oleh tiga asumsi, yaitu: 1) Asumsi tentang sifat manusia Asumsi tentang sifat manusia mengemukkan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri (self interst), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan menghindari resiko (risk aversion). 2) Asumsi tentang keorganisasian Asumsi keorganisasian mengemukakan adanya konflik antar anggota organisasi, efisien sebagai kriteria produktifitas dan adanya asimetris informasi antara pemilik perusahaan dan manajemen. 3) Asumsi tentang informasi Asumsi informasi menerangkan bahwa informasi dipandang sebagai komoditas yang dapat diperjual-belikan. Proses penyusunan dan perubahan anggaran, menimbulkan perspektif aplikasi teori keagenan yaitu hubungan anatara legislatif (principal) dan eksekutif (agent). Principal-agent framework merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk
menganalisis komitmen kebijakan publik karena pembuatan dan pengimplementasiannya melibatkan persoalan kontraktual yang berkaitan dengan asimetri informasi, moral hazard, bounded rationality, dan adverse selection (Bergman dan Lane 1990, dalam Abdullah dan Asmara, 2006:7). 5. Proses Penyusunan Anggaran Perubahan Perubahan APBD diajukan setelah laporan realisasi anggaran semester pertama dan hanya dapat dilakukan satu kali dalam satu kali anggaran, kecuali dalam keadaan kejadian luar biasa. Kejadian luar biasa adalah keadaan yang menyebabkab estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50%. Peraturan Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 bab VII Pasal 154 menyebutkan bahwa seandainya selama setahun berjalan perlu diadakan perbaikan atau penyesuaian terhadap alokasi anggaran, maka perubahan APBD masih dimungkinkan terutama apabila : 1) Terjadinya perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan Umum Anggaran (KUA), dapat berupa surplus atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan. 2) Terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan dan antar jenis belanja. 3) Penggunaan SiLPA tahun anggaran sebelumnya setelah laporan keuangan diperiksa oleh BPK-RI. 4) Keadaan Darurat 5) Keadaan luar biasa. Pembahasan anggaran perubahan, eksekutif dan legislatif membuat kesepakatankesepakatan yang dicapai melalui bargaining (dengan acuan KUA dan PPAS) sebelum anggaran perubahan ditetapkan
sebagai suatu peraturan daerah menjadi APBD Perubahan. APBD perubahan yang telah ditetapkan sebagai dasar SKPD mengajukan rancangan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Perubahan (DPAP). Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melakukan verifikasi terhadap rancangan DPAP SKPD bersama-sama dengan kepala SKPD yang bersangkutan. DPAP SKPD dan SKPKD yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam mengajukan biaya kepada PPKD dan melakukan pencairan dana untuk kegiatan masing-masing SKPD dalam memberikan pelayanan publik, serta juga menjadi acuan bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal pertanggungjawaban kepala daerah. 6. Teori Perilaku Oportunisme dalam Penganggaran Political will menurut Todaro (2011:137) Itikad politik membutuhkan kemampuan yang luar biasa dan keberanian politik yang besar untuk menantang elite yang berkuasa dan kelompok yang memiliki kepentingan terselubung. Politisi sebagai agen publik berlaku shirking karena adanya asimetri informasi dan konflik kepentingan dengan konstituennya. Menurut Garamfalvi (1997) politisi menggunakan pengaruh dan kekuasaan untuk menentukan alokasi sumber daya, yang akan memberikan keuntungan pribadi kepada politisi. Mardiasmo (2002) dalam Abdullah dan Asmara (2006:12) menyatakan bahwa pendidikan,kesehatan dan infrastruktur merupakan bentuk pelayanan publik yang paling mendasar dan karenanya menjadi fokus utama pembelaan legislatif di pemerintahan. Hasil penelitian Tanzi dan Davoodi (2012) dalam Abdullah dan Asmara (2006:12) memberi bukti tentang perilaku oportunistik politisi dalam pembuatan keputusan investasi publik.
Karena capital spending is highly descretionary, para politisi membuat keputusan-keputusan terkait dengan (1) besaran anggaran investasi publik, (2) komposisi anggaran investasi publik tersebut, (3) pemilihan proyek-proyek khusus dan alokasinya, dan (4) besaran rancangan setiap proyek investasi publik. Keputusan tersebut terkait dengan pemberian kontrak kepada pihak luar, yang dapat menghasilkan aliran rente berupa commissions. Kecenderungan misalokasi dalam pengeluaran pemerintah merupakan bagian dari pertarungan politik di antara politisi, yang tidak pernah menguntungkan kaum miskin. Ketika keputusan pengalokasian dibuat, motivasi terhadap preferensi pengeluaran terkait dengan moral hazard legislatif. Preferensi legislatif adalah pada proyek infrastruktur karena lebih mudah digunakan sebagai bentuk pemenuhan atas janji kepada foters-nya (Keefer & Khemani, 2003 dalam Abdullah dan Asmara 2006:13). Perubahan posisi legislatif yang menjadi powerful menyebabkan legislatif memiliki power untuk merubah usulan anggaran yang diajukan eksekutif. Legislatif yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban dan mengadakan penyelidikan terhadap eksekutif menjadi sangat berwibawa dalam proses anggaran. Ini penyalahgunaan discretionary power dengan melanggar kesepakatan (agreement) yang telah dibuat (Colombatto, 2001:5). Hipotesis Penelitian H1: Pertumbuhan PAD berpengaruh positif terhadap probabilita peluang perilaku oportunistik penyusun anggaran perubahan. Semakin meningkat anggaran PAD pada ABPD-P maka probabilita perilaku oportunis penyusun anggaran perubahan semakin meningkat. Pertumbuhan anggaran PAD mempunyai hubungan positif dengan probabilita POPA.
H2: Pertumbuhan SiLPA berpengaruh positif terhadap probabilita peluang perilaku oportunistik penyusun anggaran perubahan. Semakin meningkat anggaran SiLPA pada ABPDP maka probabilita perilaku oportunis penyusun anggaran perubahan semakin meningkat. Pertumbuhan anggaran SiLPA mempunyai hubungan positif dengan probabilita POPA. H3: Pertumbuhan Bagi Hasil Pajak Provinsi berpengaruh positif terhadap probabilita peluang perilaku oportunistik penyusun anggaran perubahan.. Semakin meningkat anggaran BHPP pada ABPDP maka probabilita perilaku oportunis penyusun anggaran perubahan semakin meningkat. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk kedalam bentuk penelitian penjelasan/explanatory research/penelitian eksplanatif yakni menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis (Singaribun 1989:21 dalam Darmawan 2016:269). Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat dimana terdapat variabel yang mempengaruhi (variabel bebas/variabel independent) dan dipengaruhi (variabel terikat/variabel dependent). (Darmawan 2016:107). Penelitian eksplanatif bertujuan untuk menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau bahkan menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series/runtut waktu. Data runtut waktu adalah data yang terdiri dari atas satu objek tetapi meliputi beberapa periode waktu (Winarno 2015:2.2). Karakteristik data runtut waktu adalah nilainya relatif berubah-ubah seiring dengan berjalannya waktu. Data runtut waktu sangat dipengaruhi oleh urutan data lag atau diferensi/difference (Winarno 2015:2.3).
1. Variabel Terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah probabilita perilaku oportunistik penyusun anggaran (POPA). Perilaku oportunistik adalah perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan dengan cara yang ilegal sekalipun, dapat menyebabkan hubungan principalagent yang terjadi dalam suatu kontrak akhirnya mengarah pada terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan moral hazard (penyalahgunaan wewenang). Klasifikasi POPA dalam penelitian ini diukur berdasarkan perbandingan antara pertumbuhan DPA Perubahan (DPA-P) Belanja 4 (empat) SKPD dengan rata-rata pertumbuhan variabel bebas dalam hal ini adalah PAD, SiLPA dan BHPP dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jika persentase rata-rata pertumbuhan Total DPA-P Belanja > persentase ratarata pertumbuhan PAD, SiLPA dan BHPP dalam DPA-P, maka kemungkinan terdapat POPA (skoring 1). b. Jika persentase rata-rata pertumbuhan Total DPA-P Belanja < persentase ratarata pertumbuhan PAD, SiLPA dan BHPP dalam DPA-P, maka kemungkinan tidak terdapat POPA (skoring 0). Ada lima tahap pengukuran POPA, yaitu : a) Menghitung rata-rata porsi PAD, SILPA dan BHPP dalam DPA Murni dan DPAP. b) Menghitung pertumbuhan total PAD, SILPA dan BHPP dari DPA Murni ke DPA-P. c) Menghitung rata-rata pertumbuhan PAD, SILPA BHPP dalam DPA-P berdasar rata-rata porsi masing-masing pos. d) Menghitung rata-rata pertumbuhan DPA Murni ke DPA-P.
e) Membandingkan rata-rata pertumbuhan DPA-P Belanja terhadap rata-rata pertumbuhan PAD, SILPA, BHPP dalam DPA-P. 2. Variabel Bebas Variabel bebas yang mempengaruhi probabilita POPA terdiri dari 3 (tiga) yaitu : (a) pertumbuhan porsi PAD, (b) pertumbuhan porsi SiLPA; dan (c) pertumbuhan porsi BHPP dengan uraian sebagai berikut: a) Pertumbuhan Porsi PAD PAD adalah banyaknya uang dalam ukuran rupiah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Sintang yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, pendapatan dari Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan dan Lain-Lain PAD yang Sah. Variabel PAD dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk data nominal (kategorik) dengan nilai 0 dan 1 yang menunjukkan klasifikasi rata-rata pertumbuhan porsi PAD. Jika rata-rata pertumbuhan porsi PAD mengalami peningkatan maka diberikan kategori 1, dan sebaliknya jika stagnan atau menurun maka diberikan kategori 0. b) Pertumbuhan Porsi SiLPA SiLPA adalah banyaknya uang dalam ukuran rupiah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Sintang yang bersumber dari surplus penerimaan PAD, surplus penerimaan Dana Perimbangan, surplus penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, sisa dana kegiatan lanjutan tahun sebelumnya. Variabel SiLPA dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk data nominal (kategorik) dengan nilai 0 dan 1 yang menunjukkan klasifikasi rata-rata pertumbuhan porsi SiLPA. Jika rata-rata pertumbuhan porsi SiLPA mengalami peningkatan maka diberikan kategori 1, dan
sebaliknya jika stagnan atau menurun maka diberikan kategori 0. c) Pertumbuhan Porsi BHPP BHPP banyaknya uang dalam ukuran rupiah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Sintang yang bersumber dari bagi hasil pajak provinsi Kalimantan Barat yang besarannya dihitung sesuai dengan peraturan perundangan, yang bersifat umum artinya transfer tersebut tidak terikat dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat ke Kabupaten Sintang yang bertujuan untuk mengatasi ketimpangan horisontal dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan daerah. Variabel BHPP dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk data nominal (kategorik) dengan nilai 0 dan 1 yang menunjukkan klasifikasi rata-rata pertumbuhan porsi BHPP. Jika rata-rata pertumbuhan porsi BHPP mengalami peningkatan maka diberikan kategori 1, dan sebaliknya jika stagnan atau menurun maka diberikan kategori 0. 3. Metode Analisis Data Variabel terikat dan bebas pada penelitian ini menggunakan skala pengukuran nominal kategorik, maka asumsi normalitas multivariate tidak akan dapat dipenuhi. Penyimpangan dari asumsi normalitas multivariate mempengaruhi signifikanis uji statistik dan tingkat ketepatan klasifikasi, jika hal ini terjadi maka penelitian ini menggunakan uji statistik logistic regression. (Ghozali 2016:9). Regresi Logit juga mengabaikan masalah Heteroskedastisitas, artinya variabel terikatnya tidak memerlukan uji homosdedasitas untuk masing-masing variabel bebasnya. Logistic regression umumnya dipakai jika asumsi multivariate normal distribution tidak dipenuhi. (Winarno 2015 : 6.10).
Analisis Regresi Exact Logistic Metode regresi dapat menggambarkan hubungan antara suatu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen dalam keadaan jika variabel dependen berskala nominal atau binary (bernilai 0 atau 1) maka model regresi yang digunakan adalah regresi logistic. (Weisberg 1985 dalam Jusuf 2010 :1) Metode regresi logistic mengestimasi parameter dengan menggunakan MLE (Maximum Likelihood Estimation) yang akan representatif diterapkan pada sampel ukuran besar. (Jusuf 2010:1). Keterbatasan data penelitian ini data runtut waktu 16 tahun dapat dikategorikan sebagai sampel kecil, sedangkan MLE harus menggunakan sampel ukuran besar, karena data dengan sampel kecil maka digunakan metode regresi exact logistic. Hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas yang memiliki sampel kecil (spare) data dapat dilakukan dengan pendekatan metode regresi logistik eksak (Jusuf, 2010:8) Regresi logistik eksak dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel PAD, SiLPA dan BHPP terhadap variabel terikat yang diproksi dengan POPA. Estimasi model yang digunakan dalam analisis logit (Wisberg, 1985, Hosmer 1989 dalam Jusuf 2010:1) adalah sebagai berikut:
Dimana : = POPA PAD SiLPA BHPP β1,2,3 ε Uji Hipotesis
= Pertumbuhan porsi PAD = Pertumbuhan porsi SiLPA = Pertumbuhan porsi BHPP = Estimasi parameter = Error term
Untuk melakukan pembuktian hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik. ( Mehta dan Patel, 1995:2146 ) a. Signifikasi secara statistik untuk koefisien diukur menggunakan sufficient statistics dengan hipotesa sebagai berikut: H0 = Variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat (H0 = βi= 0; i= 1,2,3) Ha = Variabel bebas mempengaruhi variabel terikat (Ha = βi ≠ 0 ; i= 1,2,3) Untuk mengetahui H0 ditolak atau diterima maka perlu dibandingkan antara probabilitas sufficient statistics masingmasing variabel independen dengan tingkat nyata (α). H0 ditolak jika probabilitas sufficient statistics < tingkat nyata (α). b. Signifikansi model secara simultan diukur dengan Chi-square score (model score) dengan hipotesa sebagai berikut: H0 = Model tidak signifikan, seluruh variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat (H0 = β1 = β2 = β2 =0) Ha = Model signifikan, terdapat setidaknya satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat (Ha = otherwise) Untuk mengetahui H0 ditolak atau diterima maka perlu dibandingkan antara probabilitas model score dengan tingkat nyata (α). H0 ditolak jika probabilitas model score < tingkat nyata (α). c. Pengukuran besaran probabilita POPA karena pengaruh variabel bebas dilakukan dengan statistik odds ratio yang dirumuskan sebagai berikut: Odds Ratio-i = e(βi); i = 1, 2, 3
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN Exact logistic regression
Popa Pad
Odds Ratio 6,459888*
Coef.
DAN
Number of obs Model score Pr >= score Suff.
= = =
16 6,79753 0,0751 2*Pr(Suff.)
1.865612*
5
0,0952
Silpa
0,7071068
-0,3465736
4
1,0000
Bhpp
2,224745*
0,7996422*
2
0,5714
Hasil perhitungan dan uji signifikansi, maka parameter estimasi model regresi exact logistic yang sesuai adalah : Li = 1,866PADi -0,3466SILPA + 0,7996BHPP + εi. Ketiga variabel independen yang diuji hanya PAD yang signifikan mempengaruhi POPA pada tingkat signifikansi 10%. Nilai odds ratio koefisien PAD dari tabel di atas diperoleh sebesar 6,459888. Hal ini menyatakan bahwa jika pertumbuhan porsi PAD dalam DPA Belanja meningkat maka probabilita perilaku penyusun anggaran perubahan untuk berperilaku oportunisik adalah 6,46 kali lebih besar, dibandingkan jika pertumbuhan porsi PAD dalam DPA adalah stagnan atau menurun. Hipotesis satu (H1) menyatakan Pertumbuhan porsi PAD berpengaruh positif terhadap POPA. Berdasarkan hasil analisis, PAD berpengaruh positif pada POPA Pemerintah Kabupaten Sintang. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Abdulah Asmara (2006), Florensia (2009), Musripah (2014), Havid (2014) dan Parwati (2015), sedangkan penelitian ini tidak mendukung penelitian Megasari yang menyatakan bahwa PAD berpengaruh negatif terhadap perilaku oportunistik. Penelitian ini menemukan PAD mempunyai proporsi tertinggi pada DPA-P. Hal tersebut terjadi dikarenakan : a) penganggaran PAD selama ini tidak menggunakan metode analisa potensi kekayaan daerah yang dapat dikelola menjadi pendapatan asli daerah;.
b) Eksekutif hanya menganggarkan dengan posisi aman dan kelihatan melebihi pagu anggaran, supaya terlihat terdapat prestasi atas capaian tersebut, padahal anggaran yang sebenarnya terlampau kecil apabila diukur dengan potensi PAD yang sebenarnya; c) PAD merupakan pendapatan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dengan memaksimalkan potensi yang terdapat di Kabupaten Sintang sehingga Pemerintah Daerah dapat melakukan inovasi baru dalam menggali dan menambah pendapatan sesuai dengan peraturan perundangan. Hipotesis dua (H2) menyatakan Pertumbuhan porsi SiLPA berpengaruh positif terhadap probabilita POPA. Berdasarkan hasil analisis bahwa SiLPA tidak mempengaruhi probabilita POPA, sehingga penelitian ini tidak mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Florensia (2009), Musripah (2014), Havid (2014), dan Parwati (2015) yang menyatakan SiLPA berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik. SiLPA merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari surplus penerimaan PAD, surplus penerimaan Dana Perimbangan, surplus penerimaan pembiayaan, penghematan belanja dan sisa dana kegiatan lanjutan tahun sebelumnya, maka SiLPA tidak memberikan kontribusi terhadap DPA Perubahan APBD sehingga tidak mempengaruhi probabilita POPA. Hal tersebut dikarenakan SiLPA Dana Perimbangan sudah dialokasikan untuk kegiatan dari transfer pusat atau Dana Perimbangan yang terikat, seperti DAK, Tunjangan Profesi guru PNS dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Reboisasi sehingga tidak dapat digunakan selain kegiatan yang telah ditetapkan dengan petunjuk teknis penggunaan dana perimbangan tersebut. Hipotesis tiga (H3) menyatakan bahwa pertumbuhan porsi BHPP berpengaruh positif terhadap POPA.
Berdasarkan hasil analisa penelitian ini bahwa BHPP tidak mempengaruhi perilaku oportunistik. Hasil analisa ini, dikarenakan BHPP Provinsi Kalimantan Barat ditransfer berdasarkan besaran persentase pembagian penerimaan pajak provinsi pada tahun anggaran berjalan, sehingga pihak diluar pemerintah provinsi tidak dapat menekan atau mengintervensi untuk menaikkan anggaran tersebut karena tergantung capaian pendapatan pajak Pemerintah Provinsi, selain itu juga penganggaran pada pendapatan bagi hasil pajak provinsi tidak dapat diprediksi dengan pasti karena pembagiannya secara definitif diterbitkan setelah selesai tahun anggaran berjalan. Penerapan E-Budgeting System Manfaat yang diperoleh dengan dikembangkannya e-budgeting system (Kusumo dan Wuryandari, 2007:2), antara lain sebagai berikut.1) Tersedianya data, informasi, dan laporan terintegrasi, 2)tersedianya acuan untuk menyusun kebutuhan data dan informasi yang diperlukan dalam rangka pembangunan daerah, 3) Meningkatnya akuntanbilitas kinerja pemerintah daerah, 4) Meningkatnya akurasi sistem alokasi anggaran, 5)Meningkatnya transparasi pemerintah daerah, 6) Menunjang kelancaran komunikasi dan koordinasi antar lembaga pemerintahan dan 7) Terciptanya efisiensi biaya dan waktu. Tujuan terselenggaranya kegiatan penyusunan dan pertanggung jawaban anggaran yang memenuhi azas tertib, transparasi, akuntabilitas, konsistensi, komparabilitas, akurat dapat dipercaya serta mudah dimengerti, perlu didukung sistem prosedur penyusunan APBD, perubahan APBD, penatausahaan keuangan daerah, dan perhitungan APBD yang terstandarisasi melalui Sistem Anggaran Daerah Berbasis Elektronik (e-Budgeting)
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan maka sesuai penghitungan dan pengujian dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Variabel PAD berpengaruh positif terhadap probabilita perilaku oportunistik penyusun anggaran perubahan pada pemerintah Kabupaten Sintang, dengan skala signifikansi sebesar 10%. Jika pertumbuhan porsi PAD meningkat maka probabilita penyusun anggaran perubahan untuk berperilaku oportunisik adalah 6,46 kali lebih besar, dibandingkan jika pertumbuhan porsi PAD adalah stagnan atau menurun. Signifikansi karena PAD merupakan pendapatan yang dikelola oleh pemerintah daerah dengan memaksimalkan potensi yang terdapat pada Pemerintah Kabupaten Sintang sehingga pemerintah daerah dapat melakukan inovasi baru dalam menggali dan menambah pendapatan sesuai dengan peraturan perundangan. b) Variabel SiLPA Tahun anggaran sebelumnya, tidak berpengaruh terhadap probabilita perilaku oportunistik penyusun perubahan anggaran perubahan pada pemerintah Kabupaten Sintang, dengan skala signifikansi sebesar 10%. Tidak signifikansinya dikarenakan dalam struktur SiLPA terdapat dana perimbangan sudah dialokasikan untuk kegiatan dari transfer pusat atau dana perimbangan yang terikat, seperti DAK, Tunjangan Profesi guru PNS dan dana bagi hasil sumber daya alam reboisasi sehingga tidak dapat digunakan selain kegiatan yang telah ditetapkan dengan petunjuk teknis penggunaan dana perimbangan tersebut. SiLPA juga terdapat kegiatan belanja yang dianggarkan kembali pada tahun anggaran berikutnya, sehingga penyusun anggaran tidak dapat menekan atau mempengaruhi untuk menaikkan anggaran perubahan SiLPA. c) Variabel BHPP tidak berpengaruh terhadap probabilita perilaku oportunistik
penyusun perubahan anggaran perubahan pada pemerintah Kabupaten Sintang, dengan skala signifikansi sebesar 10%. Tidak signifikansinya dikarenakan BHPP Provinsi Kalimantan Barat di transfer berdasarkan besaran persentase pembagian penerimaan pajak provinsi pada tahun anggaran berjalan, sehingga pihak diluar pemerintah provinsi tidak dapat menekan untuk menaikkan anggaran tersebut karena tergantung capaian pendapatan pajak pemerintah provinsi. d) Penerapan e-budgeting system diharapkan dapat mengurangi probabilita perilaku oportunistik penyusun anggaran perubahan. Penerapan E-budgeting system dalam penyusunan anggaran memang diperlukan Sumber Daya Manusia dan biaya yang besar untuk menciptakan teknologi informasinya. Pemerintah Kabupaten Sintang harus dapat memaksimalkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan out put yang tepat guna Dari hasil penelitian ini selanjutnya penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut : 1. Untuk memperkecil probabilita perilaku oportunistik kedepannya dalam menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pada pos pendapatan asli daerah perlu menggunakan metode analisa penghitungan potensi pendapatan asli daerah yang terukur, sehingga hasilnya dapat memenuhi anggaran belanja sesuai dengan prinsip anggaran berimbang, tidak hanya sekedar menyeimbangkan antara penerimaan dan pengeluaran. Peluang perilaku oportunistik terhadap porsi PAD perubahan anggaran kedepannya akan lebih realistis artinya tidak terlalu besar variannya. 2. Penerapan Penganggaran belanja berdasarkan Analisa Standar Biaya (ASB) akan lebih relistis tidak lagi berdasarkan intuisi, tidak terjadi inefesiensi anggaran, penentuan anggaran berdasarkan tolak ukur kinerja dan besaran alokasi setiap kegiatan
lebih objektif. Dengan penerapan ASB diharapkan probabilita perilaku oportunistik penyusun perubahan anggaran dapat diminimalisir karena penganggaran direncanakan secara terukur. 3. Transparansi anggaran dalam penerapan e-budgeting system diharapkan dapat mengurangi program dan kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana kerja dan program, karena penganggaran dapat diakses secara online sehingga masyarakat dapat memantau langsung anggaran akan terealisasi berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan. 4. Pembenahan dan peningkatan institusi publik baik institusi politik, hukum maupun birokrasi untuk lebih diprioritaskan. Agar politik dan ekonomi berjalan secara bersinergi diperlukan sumber daya manusia yang handal dan mempunyai visi dan misi untuk kemajuan pembangunan Kabupaten Sintang. 5. Penelitian selanjutnya diharapkan mengkombinasi data skunder dengan data primer sehingga data lebih akurat, dengan dikembangkan lagi menjadi skala lebih besar dengan populasi dari beberapa kabupaten di Kalimantan Barat. REFERENSI Abdulah, Syukriy dan Asmara, Jhon Andra, 2006. Perilaku Oportunistik Legeslatif Dalam Penganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Makalah Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang :23-26 Agustus 2006. Badrudin, Rudy, 2012. Ekonomika, Otonomi Daerah, Yogyakarta, UPP STIM YKPN. Boediono, 2016. Ekonomi Indonesia, Dalam Lintasan Sejarah, Bandung, Misan Pustaka
Colombatto, Enrico, 2001. Discreationary power, rent-seeking and corruption. University di Torino & ICER, working paper Darmawan, Deni, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Cetakan Ketiga, Bandung, Remaja Rosdakarya. Deliarnov , 2006. Ekonomi Politik, Jakarta, Penerbit Erlangga Djalil, Rizal, 2014, Akuntabilitas Keuangan Daerah, Implentasi Pasca Reformasi, Jakarta, Wahana Semesta Intermedia. Freeman, Robert J. dan Craig D. Shoulders, 2003. Governmental and Nonprofit Accounting-Theory and Practice. Seventh edition. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Garamfalvi, L. 1997. Coruption in the public expenditures management process. Paper presented at 8th International Anti-Corruption Conference, Lima, Peru, 7-11 September. http//www.transparancy.org/iacc/8th_ iacc/papers/garamfalvi/garamfalvi.ht ml. Ghozali, Imam, 2016. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS23, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Gie, Kwik Kian, 2016, Nasib Rakyat Indonesia dalam Era Kemerdekaan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Halim, Abdul dan Iqbal, Muhammad, 2012. Pengelolaan Keuangan Daerah – Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, UPP STIM YKPN.
Ikbar, Yanuar, 2007. Ekonomi Politik Internasional 2 – Implementasi Konsep dan Teori, Bandung, Refika Aditama.
Todaro, Michael P. dan Smith Stepen C., 2011 Pembangunan Ekonomi Jilid 2, Edisi 11, Terjemahan Devri Bernadi Putra, Jakarta, Penerbit Erlangga.
Jusuf
Winarno, Wing Wahyo. 2015. Analisa Ekonometrika dan Statistikadengan Eviews, Edisi Keempat, Yogyakarta, UPP STIM YKPN
Herlina, 2010. Analisis Regresi Logistik Eksak Pada Penanganan Sampel Kecil, Jurnal Sainstek Universitas Negeri Gorontalo, Vol. 5, No. 2
Kusumo, Nugroho Agung dan Wuryandari, Aciek Ida, 2007. Pengembangan EBudgeting dalam Tata Kelola Pemerintah Daerah,se-Indonesia Initiative 2007 (ell2007) Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 26-26 April 2007. Megasari, Ida Ayu Gede Sutha, 2015. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Selisih Lebih Perhitungan Anggaran dan Flypaper Effect pada perilaku oportunistik penyusun Anggaran, Bali. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol 20 No 2, Agustus 2015 hal. 130136. Mehta,Cyrus R. dan Patel, Nitin R. 1995. Exact Logistic Regression : Theory and Examples, Statistics in Medicine, Volume 14, 2143-2160 (1995) Prasetya, Ferry, 2012. Modul Ekonomi Publik, Bagian V: Teori Pengeluaran Pemerintah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. http://ferryfebub.lecture.ub.ac.id/files /2013/01/Bagian-V-TeoriPengeluaran-Pemerintah.pdf Rubin, Irene S, 1993. The Politics of Public Budgeting: Getting and Spending, Borrowing and Balancing. Second edition. Chatam, NJ: Chatam House Publisher, Inc.