TESIS
PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN ( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B
YESSY HERAWATI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i
TESIS
PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN ( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B
YESSY HERAWATI NIM. 1290761015
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i
TESIS
PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN ( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B
Tesis ini untuk memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
YESSY HERAWATI NIM. 1290761015
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii
Lembaran Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL: 18 November 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,SpAnd,FAACS NIP . 194612131971071001
Dr.dr.A.A.G.P .Wiraguna,SpKK(K). ,FINSDV, FAADV NIP :195609121984121001
Mengetahui,
Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana, Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And, FAACS NIP.194612131971071001
Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S. (K) NIP:195902151985102001
iii
Tesis ini Telah Diuji dan Dinilai Pada tanggal: 18 November 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Program Pascasarjana Universitas Udayana No: 3464/UN.14.4/HK/2014 Tanggal: 19 September 2014
Ketua
: Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And, FAACS
Penguji : 1. Dr.dr.A.A.G.P .Wiraguna,SpKK (K).,FINSDV,FAADV 2. Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila, M.SC.,Sp.And 3. Prof.dr.N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D 4. Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes.
iv
v
UCAPAN TERIMAKASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt, karena rahmat dan karunia-Nya penelitian dan penyusunan tesis yang berjudul “Pemberian Oral Ekstrak Daun Pegagan ( Centella asiatica) Lebih Banyak Meningkatkan Jumlah Kolagen Dan Menurunkan Ekspresi MMP-1 Daripada Vitamin C Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Yang Dipapar Sinar UV-B” dapat berjalan lancar sesuai waktu yang direncanakan. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir belajar untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, kekhususan Anti-Aging Medicine Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini penulis ingin manyampaikan rasa hormat, penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas pendidikan selama mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. A. A Raka Sudewi, SpS(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Made Budhiarsa, MA selaku Asdir I dan Prof. Dr. Made Sudiana Mahendra, Ph selaku Asdir II atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa di Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Penghargaan, rasa hormat dan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya penulis juga ucapkan kepada Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And, FAACS, Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penguji dan pembimbing I yang banyak memberikan bimbingan, koreksi, masukan, saran ilmiah serta memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Kepada Dr. A.A.G.P .Wiraguna,SpKK (K) selaku penguji pembimbing II penulis juga menghaturkan penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya yang telah banyak memberikan bimbingan mulai dari usulan penelitian hingga akhir penelitian, koreksi, masukan, saran ilmiah memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
dan yang awal serta
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila, M.SC.,Sp.And, Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes, Prof.dr.N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D selaku penguji yang secara teliti mengkoreksi tesis ini dan memberikan masukan yang positif mulai dari awal penelitian sampai penulisan, untuk lebih menyempurnakan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat pada proses penelitian ini yaitu kepada Dr. I.Gusti Kamasan Nyoman Arijana, M.si.Med dan seluruh staf laboratorium di histologi, Bapak Sudirghe dalam membantu pembuatan ekstrak pegagan di laboratorium Farmakologi Universitas vi
Udayana. Bapak Yoga selaku analis di Laboratorium Analisa Hasil Pangan Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang sudah banyak membantu dalam pembuatan ekstrak pegagan, Bapak I Gede Wiranata yang membantu pemeliharaan tikus sehingga penelitian berjalan lancar. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drs. I Ketut Tunas, Msi yang sangat banyak membantu terutama memberikan masukan, saran, terutama dalam analisa statistik, juga kepada para dosen dan pengajar Ilmu Biomedik FK UNUD, teman-teman seperjuangan dan seluruh karyawan bagian Ilmu Biomedik serta semua pihak yang telah membantu selama pendidikan, penelitian dan penulisan tesis ini. Kepada seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan support baik moril maupun materiil, dan ikut merasakan suka duka selama menjalankan pendidikan Master di Program Biomedik kekhususan Anti Aging Medicine di FK UNUD, dalam penelitian dan penyusunan tesis ini. Tiada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata, begitu juga tesis ini masih jauh dari sempurna. Saran dari berbagai pihak akan penulis terima dengan hati terbuka untuk kelengkapan dan lebih baiknya laporan tesis ini. Akhir kata, semoga Allah Swt, senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada kita semua, dan memberikan pahala sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, aamiin yaa robbal alamiin.
Denpasar, 18 November 2014
Penulis
vii
ABSTRAK PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN ( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B Ekstrak pegagan (Centella asiatica) tanaman tradisional yang tumbuh dan mudah didapat di daerah Tabanan, Bali. Ekstrak pegagan (Centella asiatica) memiliki zat antioksidan yang cukup baik dalam mencegah kerusakan kulit oleh karena paparan sinar UV-B. Kandungan aktif ekstrak pegagan adalah Triterpenoid saponin. Dibandingkan dengan vitamin C, keduanya memiliki sifat antioksidan dan berperan terhadap peningkatan jumlah kolagen dan penurunan Ekspresi MMP-1. Tujuan penelitian adalah membuktikan pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) lebih banyak meningkatkan jumlah kolagen kulit dan menurunkan Ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B. Penelitian ini adalah animal experimental dengan post test only control group design. Sebanyak 30 ekor mencit dibagi 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 10 ekor mencit, yaitu kelompok 1 kontrol diberi oral plasebo dan dipapar sinar UV-B, kelompok 2 oral ekstrak pegagan 50 mg dan dipapar sinar UV-B, kelompok 3 pemberian oral vitamin C 9 mg dan dipapar sinar UV-B. Dosis total penyinaran 840 mJ/cm² selama 4 minggu, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1. Hasil Uji Shapiro-Wilk dan Levene’s Test menunjukkan data hasil penelitian data numerik yang berdistribusi normal. Distribusi data dan varian data ketiga kelompok homogen (p ≥ 0,05). Hasil analisis komparatif ketiga kelompok dengan menggunakan One Way Anova terdapat perbedaan bermakna antara ketiga kelompok baik itu jumlah kolagen maupun Ekspresi MMP-1. Rerata jumlah kolagen pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). Rerata Ekspresi MMP-1 kelompok kontrol 26,96±2,64, rerata kelompok Ekstrak pegagan 50 mg 10,31±1,73, dan rerata kelompok vitamin C 9 mg 14,26±1,34. Rerata Ekspresi MMP-1 ketiga kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05). Rerata Ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan kelompok vitamin C (rerata kelompok vitamin C lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol). Rerata Ekspresi MMP-1 kelompok ekstrak pegagan 50 mg berbeda secara bermakna dengan kelompok vitamin C (rerata kelompok vitamin C lebih rendah daripada rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg). Kesimpulannya adalah pemberian ekstrak pegagan ( Centella asiatica) 50 mg secara oral lebih banyak meningkatkan jumlah kolagen dan menurunkan Ekspresi MMP1 daripada vitamin C 9 mg pada tikus Wistar (Rattus norvegicus)yang dipapar sinar UVB. Kata kunci : Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica) oral, Vitamin C, Jumlah Kolagen dermis, ekspresi MMP-1, sinar UV-B.
viii
ABSTRACTS ADMINISTRATION OF PEGAGAN (Centella asiatica) MORE TO INCREASED THE NUMBER OF COLLAGEN AND REDUCED THE EXPRESSION OF MMP-1 THAN VITAMIN C IN WISTAR RATS (Rattus norvegicus) EXPOSED TO UV-B RAY
Extracts Pegagan (Centella asiatica) traditional plants that growing easily obtainable in Tabanan, Bali. Extracts Pegagan (Centella asiatica) have antioxidants to preventive skin damage due to exposed UV-B rays. The active ingredient was pegagan (Centella asiatica) extract Triterpenoid saponins. Vitamin C and pegagan both of which have antioxidant properties and contributes to increased in the amount of collagen and decreased in MMP-1 expression. Pegagan (Centella asiatica) compared with vitamin C plays a role in skin collagen synthesis, both of which have antioxidant properties, this study pegagan extract compared with vitamin C to increase the amount of collagen and decreased expression of MMP-1. The research objective is to prove the oral administration of the extract gotu kola (Centella asiatica) more increasing number of skin collagen and decreases MMP-1 expression in Wistar rats that were exposed to UV-B. This study was an experimental animal with post test only control group design. A total of 30 wistar rats were divided into 3 groups, each consisting of 10 wistar rats, 1 control group were given oral placebo and were exposed to UV-B, group 2 oral extract of Centella asiatica 50 mg and exposed to UV-B, Group 3 oral administration of vitamin C 9 mg and exposed to UV-B rays. The total dose of radiation 840 mJ / cm² for 4 weeks, then do a biopsy for examination number dermis collagen and expression of MMP-1. The results of Shapiro-Wilk test and Levene's Test data showed the results of the research data were normally distributed. Data distribution and data of the three variants of homogeneous groups (p ≥ 0.05). The results of the comparative analysis of the three groups by using One Way ANOVA found significant differences between the three groups of both the amount of collagen and the expression of MMP-1. The mean amount of collagen in the three groups after treatment given significantly different (p <0.05). The mean expression of MMP-1 control group 26.96 ± 2.64, mean group pegagan extract 50 mg 10.31 ± 1.73, and the mean vitamin C group 9 mg 14.26 ± 1.34. The mean expression of MMP-1 three groups differed significantly (p <0.05). The mean expression of MMP-1 was significantly different from the control group with vitamin C group (group mean vitamin C higher than the average of the control group). The mean expression of MMP-1 Centella asiatica extract 50 mg group was significantly different with vitamin C group (group mean vitamin C lower than the average group gotu kola extract 50 mg). The conclusion was the extract of Centella asiatica (Centella asiatica) 50 mg orally more increased the amount of collagen and decreased the expression of MMP-1 than 9 mg of vitamin C on Wistar rats (Rattus norvegicus) were exposed to UV-B. Keywords: Pegagan (Centella asiatica) orally, Vitamin C orally, Total collagen dermis, expression of MMP-1, UV-B.
ix
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ........................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ...................................................................................
ii
LEMBARAN PENGESAHAN.......................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..............................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT..............................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ...........................................................................
vi
ABSTRAK .......................................................................................................
viii
ABSTRACT .....................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................
x
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ................................................................
xv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................
1
1.1 Latar belakang..............................................................................
1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................
11
1.3 Tujuan penelitian. .......................................................................
11
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................
11
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................
11
1.4 Manfaat penelitian .......................................................................
12
x
1.4.1 Manfaat ilmiah...............................................................
12
1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................. .. 12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA ....................................................................
13
2.1 Penuaan .......................................................................................
13
2.1.1 Definisi Penuaan .............................................................
13
2.1.2 Harapan Hidup Manusia .................................................
15
2.1.3 Mekaniasme Penuaan .....................................................
15
2.1.4 Faktor yang Mempercepat Penuaan ...............................
17
2.2 Fenomena Penuaan Kulit ............................................................
19
2.2.1 Penuaan Kulit ..................................................................
19
2.2.2 Penuaan berhubungan dengan Proses penuaan ...............
21
2.2.3 Penuaan Intrinsik .............................................................
22
2.3 Kulit ...........................................................................................
22
2.3.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit pada Manusia....................
22
2.3.2. Perubahan Histologi Pada Kulit .....................................
24
2.3.2.1 Keratinosit ..........................................................
24
2.3.2.2 Melanosit ............................................................
25
2.3.3. Anatomi Kulit Tikus Wistar ……………………….
26
2.4 Pegagan (Centella asiatica) .........................................................
27
2.4.1 Deskripsi Pegagan ...........................................................
27
2.4.2 Farmakokinetik Pegagan .................................................
30
2.4.3 Klasifikasi Pegagan (Centella asiatica (L) Urban) ..........
30
xi
2.4.4 Kandungan Bahan Aktif Pegagan (Centella asiatica
BAB III
(L) Urban) .................................................................................
31
2.5 Vitamin C ....................................................................................
33
2.5.1 Farmakokinetik ................................................................
35
2.5.2 Farmakodinamik ..............................................................
35
2.6 Kolagen .......................................................................................
36
2.6.1 Deskripsi Kolagen ...........................................................
36
2.6.2 Perubahan Pada Kolagen .................................................
37
2.6.3 Mekanisme Kerusakan Kolagen ......................................
38
2.6.4 Sintesis Kolagen ..............................................................
39
2.6.5 Sintesis Prokolagen .........................................................
39
2.7 Efek Ultraviolet terhadap Perubahan Kulit .................................
44
2.7.1 Radiasi Sinar Ultraviolet .................................................
44
2.7.2 Pigmentasi .......................................................................
46
2.7.3 Kerusakan DNA .............................................................
47
2.8 MMP-1 ........................................................................................
47
2.8.1 Matriks Metaloproteinase ................................................
47
2.9 Pengaruh Sinar Ultraviolet ..........................................................
50
2.9.1 Pengaruh Ultraviolet Terhadap Ekspresi MMP-1 ...........
51
2.9.2 Pengaruh Ultraviolet terhadap Jumlah Kolagen ..............
52
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN................................................................................ xii
54
3.1 Kerangka berpikir..........................................................................
54
3.2 Kerangka Konsep .........................................................................
56
3.3. Hipotesis Penelitian.......................................................................
57
BAB IV
METODE PENELITIAN ..............................................................
58
4.1 Rancangan penelitian .....................................................................
58
4.2 Skema Rancangan Penelitian .........................................................
59
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................
60
4.4 Variabel penelitian ........................................................................
60
4.4.1 Klasifikasi Variabel ........................................................
60
4.4.2 Sampel ............................................................................
61
4.5.3 Teknik Pengambilan Sampel ..........................................
61
4.5.4 Definisi Operasional Variabel ........................................
62
4.5 Bahan dan Alat Penelitian ............................................................
64
4.5.1 Bahan Penelitian .............................................................
64
4.5.2 Alat Penelitian ................................................................
64
4.6 Prosedur Penelitian .......................................................................
65
4.7 Sampel penelitian .........................................................................
71
4.7.1 Tehnik Penentuan Sampel ..................................................
72
4.8 Alur Penelitian...............................................................................
73
4.9 Analisis Data .................................................................................
74
xiii
BAB V
HASIL PENELITIAN ...................................................................
75
5.1 Uji normalitas data ........................................................................
75
5.2 Uji homogenitas data .....................................................................
76
5.3 Jumlah kolagen ..............................................................................
76
5.4 Ekspresi MMP-1 ...........................................................................
78
BAB VI
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ......................................
84
6.1 Subyek penelitian ..........................................................................
84
6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian ......................
84
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
85
7.1 Simpulan........................................................................................
85
7.2 Saran ..............................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
87
LAMPIRAN - LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Tabel 2.1 Tabel Vitamin C (Jurnal Manfaat Dan Sumber Vitamin C) .........
34
Tabel 4.1 Jadwal dan waktu penyinaran UVB. ............................................
66
Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Kolagen dan ekspresi MMP-1
75
Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Jumlah Kolagen dan ekspresi MMP-1 antar Kelompok Perlakuan …………………………………………… 76 Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Jumlah Kolagen Setelah diberikan pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg ……………………………………………. 77 Tabel 5.4 Analisis Komparasi Jumlah Kolagen Sesudah Perlakuan antar Kelompok ……………………………………………………….
79
Tabel 5.5 Perbedaan rerata ekspresi MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan Pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg ………………………….. 79 Tabel 5.6
Analisis Komparasi ekspresi MMP-1 sesudah Perlakuan Antar Kelompok ....................................................................................
80
Grafik 5.1 Rerata Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Pegagan 50% dan Vitamin C 9 mg. ...........................................................................
77
Grafik 5.2 Perbandingan Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Kontrol Dengan Kelompok Perlakuan .....................................................
xv
79
DAFTAR SINGKATAN
AGE
: Advance glycation end product
AAM
: Anti Aging Medicine
AP-1
: Activator protein-1
DNA
: Deoxyribonucleic Acid Replication
FB
: Fibroblas
GAG
: Glycosaminoglycans
GH
: Growth Hormon
KC
: Keratinosit
KAP
: Kedokteran Anti Penuaan
MAPKs
: MAP kinase
MED
: Minimal erythema dose
mJ/Cm²
: Mili Joule persentimeter persegi
MMP
: Matriks metalloproteinase
NF-κB
: Nuclear Factor-kB
RA
: Retinoic acid
ROS
: Reactive oxygen species
SOD
: Superoxyde Dismutase
TGF-β
: Transforming growth factor β
UV
: Ultraviolet
BB
: Berat Badan
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN-1
: Keterangan Kelayakan Etik (Ethical Clearance)
LAMPIRAN-2
: Efek Ultraviolet terhadap kulit.
LAMPIRAN-3
: Penanganan hewan coba
LAMPIRAN-4
: Tabel Konversi
LAMPIRAN-5
: Alur Penelitian dan penelitian pendahuluan
LAMPIRAN-6
: Uji fitokimia ekstrak pegagan.
LAMPIRAN-7
: Uji analisis ekstrak pegagan.
LAMPIRAN-8
: Uji Normalitas Data
LAMPIRAN-9
: Uji One Way Anova Kolagen dan MMP-1
LAMPIRAN-10 : Foto Aktivitas Penelitian
DAFTAR GAMBAR xvii
Gambar 2.1
Struktur Kulit
Gambar 2.2
Epidermis Kulit Pada Usia Muda dan Lanjut
Gambar 2.4
Daun Pegagan
Gambar 2.5
Daun Pegagan Segar
Gambar 2.6
Mekanisme Kerusakan Kolagen
Gambar 2.6.4 Sintesis Kolagen Gambar 2.6.5 Prokolagen Gambar 2.6.6 Skematik Struktur Kolagen Gambar 2.6.7 Kolagen Tipe 1 Dengan Pewarnaan HE Gambar 2.13
Sintesis Vitamin C
Gambar 3.1
Kerangka Konsep.
Gambar 4.1
Rancangan penelitian.
Gambar 4.2
Klasifikasi Variabel
Gambar 4.3
Bagan Alur Penelitian
Gambar 5.3
Jaringan Dermis Kontrol Tikus Wistar Dengan Pengecatan Sirius Red
Gambar 5.4
Ekspresi MMP-1 Dengan Pewarnaan Imunohistokimia
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Proses menua merupakan akumulasi secara progresif
berbagai perubahan
patologis di dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring dengan waktu. Pada umumnya manusia menginginkan hidup berumur panjang, mempunyai kualitas hidup yang baik, sehat dan berkualitas serta tidak mau tampak cepat tua. Untuk mencapai hal tersebut, maka manusia melakukan berbagai upaya untuk mencegah proses penuaan. Tujuan Anti Aging Medicine adalah mencegah penuaan dini, mencegah penyakit degeneratif seperti jantung, paru, stroke dan mencapai usia tua tetap produktif dan sehat (Immanuel, 2008). Penuaan dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi fisiologis tubuh secara bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tumbuh dan kembang serta meningkatnya kelemahan (Bludau, 2010). Dengan berkembangnya Anti-Aging Medicine (AAM) tercipta suatu konsep baru dalam dunia kedokteran. AAM adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan demikian, penuaan bukan lagi merupakan suatu keadaan normal yang memang harus terjadi, namun dianggap sama sebagai suatu penyakit, yang dapat dicegah, sehingga berakibat usia harapan hidup manusia dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). 1 xix
Proses penuaan dapat disebabkan oleh banyak hal, dapat disebabkan faktor dari luar, misalnya makanan yang tidak sehat, kebiasaan yang tidak sehat, polusi lingkungan, stres dan faktor kemiskinan, dan dapat disebabkan faktor dari dalam, salah satunya adalah radikal bebas (Pangkahila, 2007). Radikal bebas dapat merusak sel-sel dalam tubuh manusia. Penimbunan radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh (Goldman and Klantz, 2003). Radikal bebas dapat berasal dari dalam dan dari luar tubuh. Yang berasal dari dalam tubuh, misalnya akibat proses respirasi sel, proses metabolisme, proses inflamasi, sedangkan yang berasal dari luar tubuh dapat disebabkan oleh karena polutan, seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alkohol dan sebagainya. Proses aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan seluruh organ tubuh (termasuk kulit secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya (Yaar dan Gilchrest, 2007). Dengan semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh dan terjadinya perubahan fisik, baik tingkat seluler, organ, maupun system karena proses penuaan (Baskoro, 2008). Kulit manusia, seperti juga organ tubuh yang lainnya mengalami penuaan kronologis. Tidak seperti organ lain, kulit mengalami kontak langsung dengan lingkungan.
xx
Faktor lingkungan yang utama yang menyebabkan penuaan kulit adalah radiasi sinar ultraviolet (UV). Paparan kronis kulit manusia dengan sinar UV mempengaruhi struktur dan fungsi kulit. Kerusakan sangat tergantung dari jumlah dan jenis sinar UV dan juga tipe kulit seseorang. Radiasi sinar UV mengakibatkan sunburn, imunosupresi, stress oksidatif, dan kanker kulit menyerupai penuaan dini kulit maka disebut photoaging (Fisher et al., 2002; Vayalil et al., 2004).
Proses penuaan terjadi pada semua organ tubuh, begitu pula halnya dengan kulit manusia. Penuaan kulit dapat disebabkan baik oleh faktor ekstrinsik seperti paparan sinar ultraviolet (UV), asap rokok, dan polusi udara maupun oleh faktor intrinsik seperti genetik, ras, dan hormonal. Faktor ekstrinsik yang paling berperan dalam penuaan dini kulit adalah sinar matahari yang dapat menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi kulit. Kerusakan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung dari sering dan lamanya paparan, jenis sinar UV serta tipe kulit seseorang (Ichihashi et al., 2009). Radiasi UV memiliki banyak efek negatif terhadap kulit, baik secara langsung maupun tidak langsung. Diperkirakan bahwa sekitar 50% kerusakan yang disebabkan oleh UV terjadi karena pembentukan radikal bebas, sedangkan kerusakan seluler langsung dan mekanisme lainnya merupakan penyebab untuk sisanya. Penurunan jumlah kolagen dan Ekspresi MMP-1 akibat sinar UV pada dasarnya diperantarai dua mekanisme yang paling bertanggung jawab yaitu adalah induksi AP-1 dan menurunkan regulasi TGF-β tipe II. Dimana
xxi
pengaktifasian AP-1 didahului dengan pembentukan ROS (Rabe dkk, 2006; Rhein and Santiago, 2010). Reactive Oxygen Species (ROS) bersifat sebagai oksidan dan melalui proses oksidasi tersebut akan menurunkan ensim protein-tyrosine phosphatase. Penurunan ensim ini akan menyebabkan terjadi up-regulation reseptor growth factor dan pada akhirnya akan mengaktivasi AP-1 (Rabe et al., 2006). Secara keseluruhan, efek radiasi UV pada dermis menghasilkan degradasi kolagen, hambatan sintesis kolagen, inflamasi dan stres oksidatif, serta penurunan kemampuan sel dan pada akhirnya terjadi proses apoptosis (Cuningham et al., 2005; Rabe et al., 2006). Radikal bebas mempunyai peranan yang besar dalam mekanisme kerusakan kulit akibat paparan sinar UV. Ada 4 cara untuk mengurangi kerusakan kulit dari radikal bebas akibat paparan sinar UV, yaitu 1) menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan, 2) memakai pakaian pelindung sinar matahari, 3) menggunakan tabir surya krim atau lotion yang mengandung antioksidan, 4) menggunakan antioksidan baik secara sistemik maupun topikal. Penelitian pada binatang dan manusia mendukung adanya peranan radikal bebas pada proses penuaan, dan penggunaan antioksidan dapat mencegah kerusakan akibat radikal bebas (Pangkahila, 2007). Paparan sinar UV pada kulit dapat menimbulkan reaksi akut seperti terbakar surya (sunburn), imunosupresi, dan stres oksidatif; sedangkan efek xxii
paparan sinar UV yang kronis dapat mengakibatkan penuaan dini (photoaging) (Masnec and Poduje, 2008); dan kanker kulit (Narayanan et al., 2010). Spektrum sinar matahari yang berperan dalam proses photoaging adalah sinar UV-A dan UV-B.
Sinar UV-B (290-320nm) memiliki panjang
gelombang yang lebih pendek, tetapi mempunyai energi yang lebih kuat dan lebih bersifat eritematogenik dibandingkan dengan sinar UV-A (320-400nm) (Gonzaga, 2009). Pemahaman mengenai mekanisme molekuler dari penuaan kulit akibat paparan sinar UV dalam satu dekade terakhir mengalami kemajuan yang pesat. Salah satu konsep yang banyak dianut adalah teori radikal bebas. Mekanisme kerusakan kulit akibat paparan sinar UV merupakan suatu hal yang kompleks dari respons molekuler yang spesifik. Proses molekuler ini terjadi karena kemampuan sinar UV memanfaatkan mesin seluler (cellular machinery) yang sangat berkembang dan mengatur kembali respons sel terhadap rangsangan fisiologis dan lingkungan ekstraseluler. Mesin seluler yang memperantarai kerusakan matriks ekstraseluler lapisan dermis kulit melibatkan reseptor permukaan sel, jalur
transduksi
sinyal protein
kinase, faktor transkripsi, dan matriks
metaloproteinase yaitu enzim yang merusak kolagen dermis (Rocquet and Bonte, 2002; Schade et al., 2005). Mekanisme molekuler kerusakan kulit akibat paparan sinar UV dimulai dari aktivasi reseptor sitokin dan faktor pertumbuhan (growth factor) pada permukaan keratinosit di epidermis dan fibroblas di dermis oleh radikal bebas. xxiii
Aktivasi reseptor ini akan menginduksi sinyal intraseluler seperti mitogenactivated protein kinase (MAP kinase) yang selanjutnya mengaktivasi kompleks faktor transkripsi nukleus aktivator protein-1 (AP-1). Pada epidermis dan dermis, AP-1 menginduksi ekspresi matriks metaloproteinase (MMP) seperti MMP-1, MMP-3 dan MMP-9 yang dapat merusak kolagen dan protein lain yang menyusun
matriks
ekstraseluler dermis.
Selain itu AP-1 dapat menekan
ekspresi gen prokolagen fibroblast sehingga terjadi penurunan sintesis kolagen (Helfrich et al., 2009). Secara keseluruhan dampak sinar UV pada kulit menghasilkan kerusakan kolagen oleh karena meningkatnya Ekspresi MMP-1; menurunnya sintesis kolagen karena tingginya kadar 8-OHdG; inflamasi dan stres oksidatif, serta penurunan kemampuan sel yang rusak untuk dieliminasi oleh proses apoptosis. Semua proses tersebut akan menimbulkan penuaan kulit
dini (photoaging)
(Fisher et al., 2002; Helfrichs et al., 2008). Peningkatan pemahaman mengenai peranan sinar UV dalam penuaan dini kulit tercermin dalam pengembangan formulasi tabir surya dengan efek perlindungan yang lebih kuat dari berbagai panjang gelombang sinar UV. Pemahaman dan pengetahuan ini memberikan perhatian yang lebih pada penelitian tentang peran radikal bebas dalam menimbulkan kerusakan kulit. Walaupun tubuh memiliki sistem pertahanan antioksidan (AO) alami untuk menetralkan radikal bebas yang berasal baik dari sumber endogen maupun eksogen, tapi karena dipapar oleh sinar UV secara terus menerus xxiv
maka
persediaan AO ini cepat menurun. Oleh karena itu, pemberian topikal AO, setidaknya dalam teori akan memberikan manfaat tambahan, terutama pada kulit yang mengalami stres oksidatif akibat paparan sinar UV-B yang berlebihan (Chen et al., 2012). Antioksidan yang digunakan secara topikal di permukaan kulit dapat mengurangi efek ROS dalam menimbulkan kerusakan kolagen dan kerusakan DNA akibat paparan sinar UV (Pinnell, 2003). Akhir-akhir ini penggunaan antioksidan semakin meningkat,
baik secara oral
maupun topikal untuk
mencegah dan mengobati penuaan kulit. Banyak produk perawatan kulit menggunakan bahan alami yang mengandung antioksidan, baik yang terdapat dalam buah, daun, bunga, akar, dan bagian-bagian lain dari tanaman. Penuaan kulit adalah proses biologi kompleks yang merupakan konsekuensi dari faktor intrinsik (penuaan terprogram genetik) dan faktor ekstrinsik (lingkungan). Penuaan intrinsik atau penuaan kronologis mengakibatkan perubahan di semua lapisan kulit. Epidermis mengalami perlambatan regenerasi. Pada kulit usia muda, epidermal turnover membutuhkan waktu 28 hari, tetapi pada usia tua membutuhkan waktu 40-60 hari. Perlambatan ini mengakibatkan penipisan epidermis sehingga kulit tampak translucent. Perlambatan regenerasi epidermis juga
mengganggu fungsi pertahananan dan perbaikan kulit. Korneosit
berkumpul di permukaan kulit sehingga kulit tampak kasar dan bersisik. Pada histologi kulit tua akan tampak penipisan dermo epidermal junction sehingga meningkatkan kerapuhan kulit dan penurunan transfer nutrisi pada epidermis xxv
dan dermis. Populasi melanosit di epidermis semakin berkurang dan melanosit yang ada akan makin mengalami penurunan aktivitas. Kulit tua mengalami perubahan diskromik seperti bintik - bintik pigmentasi, freckles, lentigines. Kulit tua juga mudah terbakar sinar matahari sebab kulit menipis dan sedikit melanosit. Penuaan kulit juga mempengaruhi sel-sel Langerhans, penurunan jumlah sel-sel Langerhans sampai 50 mg sehingga terjadi penurunan imunitas kulit dan peningkatan risiko kanker kulit (MrCullough and Kelly, 2006). Banyak teori menjelaskan mengapa seseorang menjadi tua. Salah satu teori penuaan yang sangat berkembang adalah teori radikal bebas.Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas sehingga menyebabkan kerusakan sel. Molekul utama didalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA (Deoxyribo Nucleid Acid), lemak dan protein (Suryohudoyo, 2000). Terbentuknya paparan Reactive Oxygen Species (ROS) selama paparan berulang UV-B menurunkan ekspresi enzim antioksidan dan meningkatkan modifikasi protein oksidatif dan akumulasi peroksida lipid dan produk glikasi (Vayalil dkk., 2004 ). Reactive Oxygen Species (ROS) yang terbentuk selama pajanan UV menghambat Transforming Growth Factor (TGF)-β sehingga produksi kolagen terhambat serta meningkatkan faktor transkripsi AP-1 yang selanjutnya xxvi
meningkatkan produksi Matrix Metalloproteinase (MMP)-1 yang merupakan enzim yang mendegradasi kolagen (Fisher et al., 2002; Helfrichs, et al., 2009). Warna kulit seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam tubuh, misalnya genetik, hormon, maupun luar tubuh misalnya sinar matahari, makanan ataupun obat-obatan yang diminum. Perpaduan dari faktor ini akan menghasilkan warna kulit tertentu. Faktor dari dalam tubuh yang sangat besar pengaruhnya adalah ras atau genetik. Perbedaan tersebut terjadi bukan karena jumlah sel melanosit yang berbeda, melainkan tergantung dari jumlah dan bentuk melanosom. Orang Indonesia sebagian besar memiliki warna kulit coklat atau sawo matang. Orang yang mempunyai kulit coklat menganggap bahwa warna kulit yang terang dan bersih
adalah
kulit
yang cantik.
Demikian pula orang
Indonesia, khususnya wanita menganggap bahwa kulit terang tanpa bercakbercak hitam adalah kulit yang cantik. Dalam waktu terakhir ini banyak sekali tersedia produk kosmetik untuk memutihkan kulit dengan berbagai cara, salah satunya melalui suntikan vitamin C, yang juga dapat meningkatkan
jumlah
kolagen kulit. Tubuh manusia tidak dapat mensekresi vitamin C karena itu kebutuhan akan vitamin C dipenuhi dari asupan makanan. Sumber vitamin C dalam bentuk alami adalah L-ascorbic acid yang didapat sebagai molekul larut air. Peneliti
membandingkan ekstrak pegagan dengan vitamin C karena
keduanya memiliki sifat antioksidan dan berperan dalam peningkatan jumlah xxvii
kolagen dan penurunan Ekspresi MMP-1, sehingga bermanfaat
pada
pencegahan penuaan kulit, sesuai dengan pengaruhnya dalam ilmu Anti Aging Medicine. Kandungan bahan aktif yang ditemukan dalam pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) meliputi ; 1) Triterpenoid saponin, 2) Triterpenoid genin, 3) Minyak esensial, 4) Flavonoid, 5) Fitosterol, dan bahan aktif lainnya. Bahan-bahan aktif tersebut secara umum terdapat pada organ daun tepatnya pada jaringan palisade parenkim. Bahan aktif yang terkandung dalam pegagan juga menjadi salah satu alasan mengapa pegagan dimasukkan dalam ordo umbelliferae. Kandungan Triterpenoid saponin dalam pegagan berkisar 1-8%. Unsur yang utama dalam Triterpenoid saponin adalah asiatikosida dan madekassosida (Kumar and Gupta, 2006). Asiatikosida mampu bekerja sebagai Centella asiatica (Selfitri, 2008). Madekassosida juga memiliki peran penting karena mampu memperbaiki kerusakan sel dengan merangsang sintesis kolagen. Kolagen sangat penting sebagai bahan dasar pembentuk sel fibroblas. Centella asiatica pada sel fibroblas kulit manusia ditemukan peningkatan yang signifikan dalam persentase kolagen dan lapisan sel fibronektin. Vitamin C memiliki polaritas yang tinggi karena banyak mengandung gugus hidroksil sehingga membuat vitamin ini akan mudah diubah tubuh. Oleh karena itu xxviii
vitamin C dapat bereaksi dengan radikal bebas yang bersifat aqueous dan juga mampu menetralisir radikal bebas.
Pada penelitian ini untuk mengetahui peranan pegagan dalam mencegah atau menghambat penuaan kulit melalui peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1.
xxix
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam usulan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B? 2. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan Ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B? 3. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan jumlah kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B? 4. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan Ekspresi MMP-1 lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B?
1.3 1.3.1
Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Untuk mengetahui pemberian ekstrak daun pegagan dapat menghambat proses
penuaan kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B. 1.3.2
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B. 2. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan Ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B. xxx
3. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan jumlah kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B. 4. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan Ekspresi MMP-1 lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat ilmiah. Memberi informasi tentang potensi ekstrak
pegagan dalam meningkatkan
jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B, Pemberian ekstrak daun pegagan oral dapat menghambat penuaan dini dengan menghambat
peningkatan
ekspresi MMP-1 tikus Wistar yang diberi paparan sinar UV-B.
1.4.2 Manfaat praktis Hasil penelitian dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat sehingga dapat menjadi acuan dalam memahami manfaat ekstrak daun pegagan yang juga dapat meningkatkan jumlah kolagen kulit dan dapat memberikan efek perlindungan terhadap pajanan sinar UV-B yang hampir tidak bisa dihindari dalam kehidupan seharihari terutama dinegara tropis seperti di Indonesia, dan juga dapat menghambat proses penuaan kulit.
xxxi
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penuaan
2.1.1 Definisi Penuaan Setiap manusia pasti akan menjadi tua. Hal ini adalah proses yang tidak dihindari. Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses penuaan. Perkembangan ilmu kedokteran, Anti Aging Medicine (AAM), telah membawa konsep baru dalam dunia Kedokteran. Penuaan diperlakukan sebagai penyakit, sehingga dapat dan harus dicegah dan diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik (Goldman and Klatz, 2007; Pangkahila, 2007). Penuaan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga
penuaan dapat terjadi lebih dini atau lebih lambat
tergantung kesehatan masing – masing individu (Fowler, 2003). Dengan mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia biologis yang lebih baik. Dengan demikian penampilan dan kualitas hidupnya xxxii
menjadi lebih baik dibandingkan usia sebenarnya (Pangkahila, 2007). Usia harapan hidup yang lebih panjang disertai kualitas hidup yang optimal inilah konsep baru dari Anti Aging Medicine (AAM). AAM ini didefinisikan sebagai bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuaan untuk memperpanjang hidup. Dengan mengingat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses penuaan, dapatlah ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi sehingga proses penuaan dapat dicegah atau dihambat. Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan antara lain adalah menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat meliputi berolahraga teratur, makanan sehat dan cukup, mengatasi stress, jangan merasa sehat dan normal
hanya karena tidak ada keluhan
serius, melakukan pemeriksaan
kesehatan berkala yang diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi dalam penggunaan obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang menurun. Namun, terdapat pula hambatan atau kesulitan melakukan upaya menghambat proses penuaan, xxxiii
antara lain karena lingkungan tidak sehat, pengetahuan rendah dan budaya yang tidak benar (Pangkahila, 2007). Ada 2 macam usia, yaitu kronologis dan usia biologis. Usia kronologis ialah usia sebenarnya sesuai dengan tahun kelahiran, sedangkan usia fisiologis atau biologis ialah usia sesuai dengan fungsi organ tubuh. Maka usia kronologis tidak selalu sama dengan usia fisiologis. Menurut AAM (American Academy Of Anti - Aging Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang berhubungan dengan penuaan normal disebabkan oleh disfungsi fisiologik, yang dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003). 2.1.2 Harapan Hidup Manusia Populasi jumlah orang tua mencapai laju yang sangat luar biasa sebagian besar berhubungan dengan penurunan laju kelahiran dan peningkatan angka harapan hidup dalam 20 tahun terakhir. Hingga tahun 2020 populasi didunia kira-kira mencapai lebih dari 1 milyar orang berumur 60 tahun atau lebih, dan sebagian besar negara berkembang, sebagian lagi di negara maju (Beers, 2005). Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk usia lanjut ini sebesar 11,34 % . Berbagai upaya dilakukan untuk kaitannya yang berhubungan dengan anti-aging, diantaranya sulih hormon, olahraga, nutrisi, dan estetika, bahkan dengan
berkembangnya
ilmu
pengetahuan
kedokteran
yang
baru,
dikembangkan pula cell therapy dan stem cell therapy untuk upaya anti-aging. xxxiv
Konsep dan AAM pada awalnya diperkenalkan oleh A4M (American Academy of Anti-Aging medicine) pada tahun 1993, definisinya adalah Kedokteran Anti Penuaan (KAP) adalah bagian dari ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan
ilmu
pengetahuan
dan kedokteran teknologi terkini untuk
melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan kelainan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat (Pangkahila, 2007). 2.1.3 Mekanisme Penuaan Penyebab proses penuaan dan teori penuaan, Ada berbagai faktor penyebab terjadinya proses penuaan, namun secara garis besar faktor-faktor tersebut
dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor eksternal dan faktor
internal. Faktor eksternal yaitu gaya hidup yang tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan. Faktor internal yaitu radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen (Pangkahila, 2007). Banyak teori telah dikemukakan dalam upaya menjelaskan terjadinya proses penuaan. Secara garis besar terdapat dua kelompok yaitu teori wear and tear dan teori program (Pangkahila, 2007). Teori program meliputi terbatasnya replikasi sel, proses imun dan teori neuroendokrin. Teori wear and tear meliputi kerusakan DNA, glikosilasi dan radikal bebas. Ada 4 teori pokok dari aging (Goldman and Klatz, 2007). Yaitu: 1) Teori “wear and tear’’ xxxv
Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel. 2) Teori neuroendokrin Teori berdasarkan peranan bebagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh. 3) Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, di mana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan metal tertentu. Dan
penurunan genetik tersebut menentukan seberapa
cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup. 4) Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak xxxvi
berpasangan.
Radikal
bebas
memiliki
sifat
reaktifitas
tinggi,
karena
kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangkan atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang rusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin. 2.1.4 Faktor yang mempercepat penuaan Berbagi faktor yang dapat mempercepat proses penuaan (Wibowo, 2003), yaitu: 1) Faktor lingkungan Pencemaran lingkungan yang berwujud bahan-bahan polutan dan kimia sebagai hasil pembakaran pabrik, otomotif,dan rumah tangga akan mempercepat penuaan. Pemakaian obat-obat/jamu yang tidak terkontrol pemakaiannya sehingga menyebabkan turunnya hormon tubuh secara langsung atau tidak langsung melalui mekanisme umpan balik (hormonal feedback mechanism). Sinar matahari secara langsung yang dapat mempercepat penuaan kulit dengan hilangnya elastisitas dan rusaknya kolagen kulit. 2) Faktor diet/makanan. xxxvii
Jumlah nutrisi yang cukup, jenis dan kualitas makanan yang tidak menggunakan pengawet, pewarna, perasa dari bahan kimia terlarang. Zat beracun dalam makanan dapat menimbulkan kerusakan berbagai organ tubuh, antara lain organ hati.
3) Faktor genetik Genetik seseorang sangat ditentukan oleh genetik orang tuanya. Tetapi faktor genetik ternyata dapat berubah karena infeksi virus, radiasi, dan zat racun dalam makanan dan minuman yang sulit diserap oleh tubuh. 4) Faktor psikis Faktor stres ini ternyata mampu memacu proses apoptosis di berbagai organ/jaringan tubuh. 5) Faktor organik Secara umum, faktor organik adalah : rendahnya kebugaran/fitnes, pola makan yang kurang sehat. Menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis, jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman and Klatz, 2007).
2.2
Fenomena penuaan kulit
2.2.1 Penuaan Kulit
xxxviii
Penuaan kulit adalah proses biologi kompleks yang merupakan konsekuensi dari faktor intrinsik (penuaan terprogram genetik) dan faktor ekstrinsik
(lingkungan).
Penuaan
intrinsik
atau
penuaan
kronologis
mengakibatkan perubahan disemua lapisan kulit. Epidermis mengalami perlambatan
regenerasi. Pada kulit usia muda, epidermal turnover
membutuhkan waktu 28 hari, tetapi pada usia tua membutuhkan waktu 40-60 hari. Perlambatan ini mengakibatkan penipisan epidermis sehingga kulit tampak translucent. Perlambatan regenerasi epidermis juga mengganggu fungsi pertahananan dan perbaikan kulit. Korneosit berkumpul di permukaan kulit sehingga kulit tampak kasar dan bersisik. Pada histologi kulit tua akan tampak penipisan dermo epidermal junction sehingga meningkatkan kerapuhan kulit dan penurunan transfer nutrisi pada epidermis dan dermis. Populasi melanosit di epidermis semakin berkurang dan melanosit yang ada akan makin mengalami penurunan aktivitas. Kulit tua mngalami perubahan diskromik seperti bintikbintik pigmentasi (freckles), lentigines. Kulit tua juga mudah terbakar sinar matahari sebab kulit menipis dan sedikit melanosit. Penuaan kulit juga mempengaruhi sel-sel Langerhans, Penurunan jumlah sel-sel Langerhans sampai 50 mg sehingga terjadi penurunan imunitas kulit dan peningkatan resiko kanker kulit (MrCullough and Kelly,2006). Radiasi sinar ultraviolet dari sinar matahari mengakibatkan berbagai efek padakulit manusia, di antaranya adalah sunburn, penekanan imunitas, dan penuaan dini (photoaging). Sunburn dan penekanan sistem imun terjadi secara xxxix
akut sebagai respon akibat paparan yang berlebihan dari sinar matahari, sedangkan kanker kulit dan akibat dari akumulasi kerusakan yang disebabkan oleh paparan berulang sinar ultraviolet. Kulit yang mengalami photoaging ditandai dengan kerutan, kekenduran, perubahan pigmentasi, flek kecoklatan, dan tampak kasar. Sangat berbeda dengan kulit dengan penuaan kronologis atau penuaan intrinsik, pada kulit yang diproteksi dari sinar matahari yang menjadi tipis, mengalami penurunan elastisitas tetapi kadang tampak halus. Sinar UV dari matahari merusak kulit manusia (Photo damaged Skin) dan mengakibatkan penuaan dini kulit (Photoaging). Proses penuaan ini adalah akumulasi paparan matahari dan lebih sering terjadi pada individu dengan warna lebih terang. Radiasi sinar UV mempengaruhi
proses seluler dan
perubahan molekul, seperti reseptor permukaan sel, jalur transduksi sinyal protein kinase, faktor transkripsi, dan enzim-enzim yang berfungsi dalam sintesis dan degradasi protein dermis. Radiasi sinar UV menghasilkan spesies oksigen reaktif yang bereaksi dengan komponen sel yaitu DNA, protein, dan lipid. Modifikasi komponen sel mengganggu fungsi sel sehingga mengarah pada kematian sel (Fisher et al., 2002). Paparan sinar UV menstimulasi pembentukan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), senyawa
radikal bebas yang menghasilkan kerusakan sel lebih sedikit bila
dibandingkan
superoksida. Studi pada kulit manusia dan keratinosit
menunjukkan bahwa radiasi UV dalam waktu 15 menit meningkatkan H 2 O 2 , dan berlanjut terakumulasi sampai 60 menit setelah paparan UV. xl
Hidrogen peroksida dapat berubah menjadi spesies oksigen reaktif jenis lain yaitu radikal hidroksil (dinucleotide phosphate) oksidase, enzim yang menghasilkan H 2 O 2 , akibat paparan UV. Aktivitas NADPH oksidase meningkat 2 kali dalam 20 menit paparan sinar UV (Fisher et al., 2002).
2.2.2 Perubahan Berhubungan Dengan Proses Penuaan Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Penurunan fungsi berbagai organ tubuh tersebut mengakibatkan muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, baik itu tanda fisik maupun psikis. Tanda fisik pada proses penuaan seperti masa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja menurun dan sakit tulang. Kemudian yang termasuk tanda psikis antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung dan merasa tidak berarti lagi (Pangkahila, 2007). 2.2.3 Penuaan intrinsik Penuaan intrinsik juga dikenal dengan proses penuaan alamiah, yang merupakan proses yang terus berlangsung yang dimulai pada usia pertengahan 20an. Penuaan intrinsik terjadi oleh karena akumulasi kerusakan endogen akibat pembentukan senyawa oksigen reaktif selama metabolisme oksidasi sel. xli
2.3
Kulit
2.3.1 Anatomi dan fisiologi kulit pada manusia Kulit merupakan organ terbesar manusia penampilan kulit menjadi media komunikasi yang memberi informasi tentang individu tersebut seperti kesehatan nya secara umum, etnis atau ras, gaya hidup dan usia. Kualitas penampilan kulit ditentukan oleh warna kulit, tekstur dan bentuk (Fisher et al., 2008). Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut terdiri luar ke dalam yaitu epidermis, dermis, dan hipordermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan berturut- turut dari luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah struktur
yang dinamis dimana 95% tersusun oleh keratinosit yang
terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu melanosit, sel langerhans, dan sel merkel. Melanosit adalah sel penghasil melanin, yaitu pigmen kulit. Sel Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel merkel berperan pada persepsi sensoris (Edmondson et al., 2003). Dermis terdiri 2 lapisan yaitu papillary dermis di bagian superficial dan reticular dermis di bagian dalam. Di papillary dermis terdapat kolagen, elastin, fibrous dan ground substance (mukopolisakarida, asam Hyaluronat, kondroitin sulfat), serta kaya akan mikrosirkulasi. Di reticular dermis terdapat kumpulan kolagen yang lebih kasar dengan serabut-serabut elastin yang tersebar (Khazanchi, 2007). xlii
Struktur epidermis Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan berturut - turut dari luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah struktur
yang
dinamis dimana 95% tersusun oleh keratinosit yang
terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. Melanosit adalah sel penghasil melanin, yaitu pigmen kulit. Sel Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel Merkel berperan pada persepsi sensoris (Edmondson et al., 2003). Pemendekan telomer pada pembelahan sel juga dikatakan salah satu penyebab penuaan intrinsik kulit, selain oleh karena penurunan faktor pertumbuhan dan hormon. Manifestasi klinis penuaan kronologis kulit dapat berupa serosis, kelemahan, kerutan dan gambaran tumor jinak seperti keraktosis seboroik dan angioma buah cherry (Gilchrest and Krutmann, 2006).
xliii
Gambar 2.1 Struktur Kulit (Edmondson et al., 2006)
Gambar 2.2 Epidermis kulit usia muda dan usia lanjut
2.3.2 Perubahan Histologis Pada Kulit 2.3.2.1
Keratinosit Keratinosit
mengalami proses
berperan
dalam
pertumbuhan
epidermis.
Keratinosit
diferensiasi dimulai dari basal menuju permukaan kulit. xliv
Proses ini pada manusia membutuhkan waktu 2-4 minggu. Diferensiasi di basal melibatkan cross-talk antara sel dermis dan epidermis melalui growth factors. Pada lapisan basal terdapat 3 jenis keratinosit, yaitu sel punca (stem cells), transit - amplifying cells, dan post mitotic differentiating cells. Lampu UV dengan emisi UV-B (280-320 nm, 75-80% energi total) dan UVA (320-375 nm, 20-25% energi total), 30 mJ/cm2, pada tikus Wistar tanpa bulu mengakibatkan eritema, apoptosis, dan pembentukan sunburn cells. 2.3.2.2
Melanosit Pigmentasi irregular menjadi karakteristik kulit yang mengalami
Photoaging desebabkan oleh karena hyperplasia melanosit hiperaktif, yang mengakibatkan kulit kecoklatan, bercak-bercak dan lentigen, diselingi dengan daerah yang
mengalami
kerusakan lebih
berat sehingga melanosit tidak
mampu mentransfer pigmen normal ke keratinosit. Radiasi sinar UV menginduksi proliferasi melanosit tidak hanya dikulit yang terpapar tetapi juga pada kulit yang terlindungi. Kemungkinan oleh faktor yang belum dapat dikenali yang dilepaskan ke sirkulasi setelah radiasi UV-B. Sinar UV dari matahari merusak kulit manusia dan mengakibatkan penuaan dini kulit (Photoaging). Proses penuaan ini adalah akumulasi paparan matahari dan lebih sering terjadi pada individu dengan warna lebih terang. Radiasi sinar UV mempengaruhi proses seluler dan perubahan molekul, seperti reseptor permukaan sel, jalur transduksi sinyal protein kinase, faktor transkripsi, dan enzim-enzim yang berfungsi dalam sintesis dan degradasi protein dermis. xlv
Radiasi sinar UV menghasilkan spesies oksigen reaktif yang bereaksi dengan komponen sel yaitu DNA, protein, dan lipid. Modifikasi komponen sel mengganggu fungsi sel sehingga mengarah pada kematian sel (Fisher et al., 2002). Paparan sinar UV menstimulasi pembentukan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), senyawa radikal bebas yang menghasilkan kerusakan sel lebih sedikit bila dibandingkan
superoksida.
Studi
pada
kulit
manusia
dan
keratinosit
menunjukkan bahwa radiasi UV dalam waktu 15 menit meningkatkan H 2 O 2 , dan berlanjut terakumulasi sampai 60 menit setelah paparan UV. 2.3.3 Anatomi Kulit Tikus Wistar Kulit mencit terbagi menjadi tiga lapisan ; epidermis, dermis dan subkutis, Epidermis terdiri dari epitel skuamosa bertingkat sedangkan dermis disusun oleh jaringan ikat yang padat. Epidermis berkembang biak baik pada waktu lahir dan menebal dalam 4-5 hari setelah lahir, kemudian menipis seiring dengan perkembangan folikel rambut. Ketebalan epidermis berbeda antara daerah berambut dan tidak berambut. Epidermis terdiri dari 3 stratum dengan beberapa lapisan sel pada masing - masing
stratum. Paling dalam adalah Stratum Germinativum di
membran basalis yang terdiri dari sel - sel yang vertikal dan tidak bentuk tidak teratur, nukleus oval dan jernih dengan beberapa sel polihidral yang masingmasing dihubungkan dengan tonofibril. Epidermis pada daerah tidak berambut lebih sedikit berambut terdiri dari 6 lapisan sel dan stratum - stratumnya sulit xlvi
dibedakan. Stratum germinativum dan granulosum tampak sebagai sel yang tersebar berjumlah sangat sedikit, sedangkan stratum korneum terdiri dari 1-2 lapis sel saja.
2.4
Pegagan (Centella asiatica)
2.4.1 Deskripsi pegagan Asam asiatic, asam madecassic, dan asiaticoside telah ditunjukkan untuk merangsang in vitro sintesis kolagen. Ekstrak dititrasi pegagan ( TECA ), asam asiatik, dan asiaticoside yang terbukti
meningkatkan renovasi dari matriks
kolagen luka setelah injeksi ke dalam model binatang, melalui stimulasi kolagen dan glikosaminoglikan synthesis. Asiaticoside diisolasi dari Centella asiatica meningkatkan
kandungan
kandungan kolagen luka setelah Asiaticoside
ditemukan
untuk
hidroksiprolin, kekuatan tarik, dan
pemberian topikal
pada hewan model.
mempromosikan
angiogenesis dalam
perempuan membran chorioallantoic di in vitro. Peningkatan proliferasi sel dan sintesis kolagen diamati di lokasi luka setelah pengobatan dengan ekstrak oral pegagan. Sebuah studi menemukan bahwa
hewan aplikasi topikal ekstrak
pegagan Centella asiatica tiga kali sehari selama 24 hari untuk membuka luka menghasilkan peningkatan kadar kolagen. Sebuah studi in vitro efek dari fraksi triterpenoid total, Centella asiatica (TTFCA) pada fibroblast kulit manusia menemukan ekstrak untuk tidak berpengaruh signifikan terhadap proliferasi
xlvii
sel, sintesis total protein, atau sintesis proteoglikan, namun peningkatan yang signifikan dalam persentase kolagen dan lapisan sel fibronektin. Madecassol, suatu
senyawa
yang mengandung asiaticoside,
menghambat biosintesis asam mucopolysaccharides dan kolagen dalam granuloma hewan. Madecassol juga menghambat proliferasi fibroblast embrio manusia dalam vitro.
Pegagan (Centella asiatica (L)Urban)
merupakan
tumbuhan tanpa batang, dengan pertumbuhan yang menjalar tahunan (Heyne, 1987). Spesies dari genus Centella kira-kira terdiri dari 33 spesies yang kesemuanya tersebar didaerah tropis dan subtropis (Kumar and Gupta, 2006). Menurut (Lasmadiwati, 2004), Spesies Centella asiatica (L) Urban terdiri dari 2 jenis yang meliputi pegagan merah dan pegagan hijau. Perbedaan mendasar antara pegagan merah dan pegagan hijau terletak pada warna stolon dan tangkai daun. Warna stolon dan tangkai daun pegagan merah adalah hijau kemerahan, sedangkan pada pegagan hijau keseluruhannya berwarna hijau. Warna hijau kemerahan pada stolon dan tangkai pegagan merah disebabkan oleh hadirnya zat aktif flavonoid. Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu, biru dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan. Flavonoid terikat pada molekul gula sebagai glukosida pada tumbuhan tingkat tinggi, flavonoid mempunyai salah satu fungsi sebagai pigmen. Pegagan (Centella asiatica (L) Urban)
ini merupakan tumbuhan berbiji tertutup dan xlviii
berkeping dua. Pada umumnya disebut sebagai asiatic. Centella asiatica yang termasuk dalam family Umbelliferae. Tumbuhan berupa roset akar dengan tangkai daun yang lunak, perakaran dangkal dan berkembang biak dengan menggunakan stolon (Kumar and Gupta, 2006). Seperti halnya tumbuhan tingkat tinggi lainnya, pegagan memiliki beberapa organ tumbuhan yang meliputi : akar, stolon, daun, bunga dan buah. Akar dari tumbuhan pegagan merupakan akar vertikal (Kumar and Gupta, 2006). Akarnya merupakan rimpang yang pendek serta mempunyai geragih (Savitri, 2006). Stolon pegagan tumbuh di atas permukaan tanah, dan berfungsi sebagai salah satu organ perkembangbiakan selain biji. Pada setiap buku dari stolon akan tumbuh tunas yang menjadi cikal bakal tumbuhan pegagan yang baru. Tunas akan tumbuh menjadi beberapa daun tunggal yang tersusun dalam roset. Daun berupa daun tunggal yang tumbuh dari setiap buku pada stolon, permukaan daun kadang berambut, kaku atau kasap dengan pertulangan daun menjari (Lasmadiwati, 2004). Daun
berjumlah 2-10 yang
tersusun dalam suatu roset akar. Bangun ginjal dengan tepi bergerigi atau beringgit, tangkai daun panjang dan pada pangkal menyerupai pelepah (Savitri, 2006). Bunga dari tumbuhan pegagan berukuran kecil, tidak bertangkai dan berwarna kemerah - merahan. Bunga - bunga ini tumbuh dalam tirai bunga yang sederhana dan terdiri dari 3-6 bunga (Satya and Ganga, 2006). Bunga xlix
selanjutnya akan berkembang menjadi buah yang berupa buah buni, berbentuk lonjong atau pipih. Buah berwarna hijau saat muda dan berubah menjadi kecokelatan saat sudah tua. Tumbuh menggantung, berukuran kecil dengan panjang 2–2,5 mm. Buah memiliki bau yang cukup harum tetapi rasanya pahit (Lasmadiwati, 2004). 2.4.2
Farmakokinetik Pegagan Madecassoside, siaticoside, asam Asiatic, dan asam madecassic memiliki
bioavailabilitas antara 0 dan 50 mg . (Bosse et al., 2005). Melaporkan bahwa kadar plasma puncak dicapai 2-4 jam setelah konsumsi oral, injeksi intramuskular, atau aplikasi topikal Madecassol, juga tidak menemukan perbedaan dalam waktu puncak konsentrasi plasma dengan dosis yang berbeda atau tunggal dibandingkan dosis kronis dalam studi crossover dari total fraksi triterpenic pegagan (TTFCA). Daerah di bawah kurva meningkat secara signifikan dalam cara yang tergantung
dosis
tunggal
setelah
dosis
30
mg
atau
60
mg.
Setelah pengobatan kronis selama tujuh hari dengan baik 30 mg atau 60 mg TTFCA dua kali sehari. 2.4.3
Klasifikasi Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Berdasarkan deskripsi yang telah diuraikan, klasifikasi dari pegagan
(Centella asiatica (L.) Urban) adalah sebagai berikut : l
a. Kingdom Plantae b. Divisi Spermatophyta c. Sub-divisi Angiospermae d. Kelas Dikotiledonae e. Ordo Umbellales f. Famili Umbelliferae g. Genus Centella h. Spesies Centella Asiatica (L) Urban (Lasmadiwati, 2004) Nama umum (nama dagang) dari pegagan (Centella asiatica (L) Urban) antara lain pegagan, daun kaki kuda dan antanan (Lasmadiwati, 2004). Sedangkan untuk nama lokal antara lain: pegagan (Ujung Pandang), antanan gede, antanan rambat (Sunda), dau tungke (Bugis), pegagan, gagan - gagan, rending, kerok batok (Jawa), tekosan (Madura) dan kori-kori (Yuniarti, 2008). Pegagan juga
dikenal
dengan
beberapa
istilah
asing
diantaranya:
Ji
xuecao,
Indianpennywort, indischewaternavel dan paardevoet (Wijayakusuma and Dalimartha, 2006). Skema tumbuhan pegagan . 1) Pegagan dengan susunan daun dalam roset akar, 2) Tangkai daun dengan pangkal menyerupai pelepah, 3) Susunan tulang daun, 4) Stolon dengan tunas,bunga dan akar yang tumbuh pada buku, 5) Bunga li
6) Buah
2.4.4 Kandungan Bahan Aktif Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Menurut Kumar and Gupta, 2006, secara umum kandungan bahan aktif yang ditemukan dalam pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) meliputi; 1) Triterpenoid saponin, 2) Triterpenoid genin, 3) Minyak esensial, 4) Flavonoid, 5) Fitosterol, dan bahan aktif lainnya. Bahan-bahan aktif tersebut secara umum
terdapat pada organ daun tepatnya pada jaringan palisade
parenkim. Bahan aktif yang terkandung dalam pegagan juga menjadi salah
satu
alasan
mengapa pegagan dimasukkan dalam ordo
umbelliferae. Bahan aktif yang terkandung, terutama dari golongan Triterpenoid saponin merupakan turunan zat aktif umbelliferon yang terdapat pada tumbuhan pegagan dan tumbuhan lainnya. Kandungan Triterpenoid saponin dalam pegagan berkisar 1-8%. Unsur yang utama dalam Triterpenoid saponin adalah asiatikosida dan madekassosida (Kumar dan Gupta, 2006). Asiatikosida mampu bekerja sebagai Centella asiatica (Selfitri, 2008).
lii
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak. Tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai glukosida. Flavonoid pada tumbuhan mempunyai empat fungsi diantaranya: 1)
Sebagai pigmen warna,
2) Fisiologi dan Patologi, 3) Aktifitas farmakologi, terutama yang terkait dengan kerja pembuluh darah 4)
Sebagai flavonoid tambahan dalam makanan (Jayanti, 2007).
Gambar 2.4 Daun Pegagan
liii
Gambar 2.5 Daun Pegagan dalam keadaan segar
2.5
VITAMIN C Vitamin C lebih sering kita perbincangkan jika menyangkut topik
pencegahan penyakit. Padahal, manfaat vitamin ini juga sangat besar bagi kesehatan dan kecantikan kulit. Selama berabad-abad, kaum wanita selalu menemukan cara untuk menikmati khasiat vitamin C bagi kulit. Vitamin C atau asam askorbat mempunyai sifat mudah teroksidasi sehingga berperan sebagai anti oksidan atau reduktor pada sintesis melanin yang banyak membutuhkan oksigen serta dapat mengubah bentuk melanin oksidasi yang berwarna gelap menjadi melanin tereduksi yang berwarna agak pucat. Vitamin C dalam megadose
satu
sampai dua gram perhari secara oral dapat menghambat
perubahan dopa menjadi dopakuinon sehingga menghambat pembentukan melanin. Dalam penelitian absorbsi perkutaneus
Kameyama K, et al., 2010. Terbukti
asam askorbat dapat
bahwa
menghambat aktivitas enzim
tirosinase sehingga menghambat produksi melanin dengan menurunnya okuinon dan membuat cerah kulit pada orang normal maupun orang dengan gangguan hiperpigmentasi. Vitamin C selain dapat menghambat kerja enzim tirosinase dan sebagai reduktor juga sebagai antioksidan kulit sehingga dapat digunakan
sebagai
tabir
surya selain itu vitamin C penting
pembentukan kolagen dapat digunakan untuk mencegah keriput.
liv
sebagai
Vitamin C tidak disimpan di dalam tubuh dan mudah dieksresikan kedalam urin. Kadar vitamin C serum yang tinggi akibat vitamin C dalam dosis yang berlebihan akan diekskresikan oleh ginjal tanpa mengalami perubahan. VITAMIN
FUNGSI
SUMBER MAKANAN
KEADAAN DEFISIENSI
C (asam askorkat)
Membantu Buah jeruk, tomat, Penyembuhan perbaikan dan sayu-sayuran luka yang buruk, pertumbuhan berdaun hijau, perdarahan gusi, jaringan. kentang. scurvy, mudah Dibutuhkan dalam terkena infeksi. pembentukan kolagen. 2.1 Daftar Tabel Vitamin C (Jurnal manfaat dan sumber vitamin C, 2013)
2.5.1 Farmakokinetik Vitamin C diabsorpsi dengan mudah melalui saluran gastrointestinal dan di distribusikan ke seluruh cairan tubuh. Ginjal akan mengekskresi vitamin C seluruhnya, hampir tanpa perubahan. 2.5.2 Farmakodinamik Vitamin C diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan protein dan sintesis lemak. Sintesis kolagen juga membutuhkan vitamin C untuk endotel kapiler, jaringan ikat, dan perbaikan jaringan, serta jaringan osteid dari tulang. T anaman sejenis beri berwarna oranye keemasan tersebut ternyata merupakan sumber vitamin C. Tanaman lain yang juga dipakai dalam kecantikan kulit di zaman kuno adalah biji bunga mawar yang konon mengandung vitamin C 20 lv
kali lebih tinggi dibanding buah jeruk. Manfaat
terbesar vitamin C pada
kesehatan kulit adalah kemampuannya membantu pembentukan kolagen. Vitamin C mengandung asam askorbat yang merupakan kunci utama untuk memproduksi kolagen sebagai protein untuk membuat kulit tetap sehat dan tak gampang kendur. Kolagen bersama dengan elastin akan menjaga kulit tetap sehat. Kolagen menghasilkan kekenyalan dan kekuatan kulit, sementara elastin menghasilkan kelenturan. Selain itu vitamin C juga menjadi sumber antioksidan yang menetralkan radikal bebas di kulit. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kandungan asam askorbat 2 - fosfat yang terkandung dalam vitamin C tidak hanya sebagai antioksidan, disamping itu, vitamin C juga dapat membantu kulit memperbaiki kolagen kulit (Sauermann et al., 2004). Saat tubuh kekurangan vitamin C kulit pun tampak lebih kering dan kasar. Vitamin C juga bermanfaat untuk mencerahkan kulit. Pada mereka yang sering terpapar sinar matahari kulit menjadi tampak lebih cokelat karena adanya
pembentukan
pigmen. Beberapa riset juga menunjukkan
vitamin C dalam bentuk oral memiliki efek signifikan memperbaiki kerusakan kulit akibat sinar matahari (Boyce., 2004).
2.6
Kolagen
lvi
Kolagen adalah triple helikal protein yang tersebar di seluruh tubuh dan mempunyai berbagai fungsi seperti pengikat jaringan, adhesi sel, migrasi sel, dan
pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), morfogenesis
jaringan dan perbaikan jaringan. Kolagen adalah elemen yang membentuk matriks ekstra seluler jaringan, yang berguna untuk kekuatan tegang jaringan seperti tendon, tulang, tulang rawan dan kulit, kolagen juga mempunyai fungsi yang
berkaitan
dengan lokasinya, misalnya membran basalis pada
glomerulus ginjal yang berfungsi untuk filtrasi molekul (Kadler et al., 2007). 2.6.1 Deskripsi Kolagen Kolagen terdiri dari 3 rantai polipeptida dengan konformasi poliprolin yang
panjang. Setiap rantai polipeptida memiliki pengulangan Gly-X-Y triplet
dimana residu glycyl menempati setiap posisi ketiga dan posisi X dan Y ditempati oleh prolin dan 4-hidroksiprolin. Ketiga rantai saling berkaitan melalui ikatan rantai hydrogen. Ada 28 jenis kolagen pada vertebrata yang diberi nomor IXXVIII. Kolagen di hasilkan oleh sel fibrolast. Kolagen tipe 1 adalah jenis yang paling banyak di jaringan ikat kulit. Selain itu kulit juga mengandung kolagen (III, V, VI), elastin, proteoglikan dan fibronektin (Kadler., 2007). 2.6.2 Perubahan Pada Kolagen Pada kulit yang mengalami Photoaging, serat kolagen mengalami disorganisasi. Serabut kolagen dan kumpulan serat kolagen berkurang dan mengalami homogenisasi. Kulit yang mengalami Photoaging prekursor kolagen Tipe I dan III dan crosslink-nya berkurang (Pinnel, 2003; Gilchrest and Krutman, lvii
2006). Dengan
menggunakan
antibody
terhadap kolagen Tipe I, tidak
ditemukan ada perubahan kolagen setelah radiasi UV-B selama 10 minggu. Peningkatan kolagen pada Tipe III dimulai setelah terpapar UV-B selama 12 minggu (5 hari perminggu dengan ½ MED setiap pemaparan). Kolagen di pengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi sinar ultraviolet, polusi, dan diet, Faktor ekstrinsik dapat memperberat kerusakan kolagen
yang disebabkan oleh faktor intrinsik. Pengaruh
faktor
genetika tampak pada studi penuaan kulit pada berbagai etnis, Etnis dengan pigmentasi lebih gelap, seperti ras Afrika-Amerika, memiliki daya perlindungan yang lebih tinggi terhadap Ultraviolet. Sinar Ultraviolet memicu pembentukan radikal bebas sehingga merusak kolagen kulit. Kulit ras Afrika - Amerika mengandung lipid interseluler lebih banyak daripada ras Kaukasia sehingga lebih resisten terhadap penuaan. Kerutan wajah pada ras Asia terjadi lebih lambat dan lebih ringan daripada ras Kaukasia (Farage et al., 2008). Penurunan kolagen kulit tampak signifikan pada wanita menopause. Kolagen kulit orang dewasa berkurang 1 % setiap tahun. Penurunan kolagen ini lebih tampak pada wanita daripada pria. Kulit kendor dan kerutan wajah disebabkan kerusakan akumulasi kolagen. Sinar ultraviolet juga memicu pembentukan
radikal bebas, yang dapat bereaksi dengan protein seperti
kolagen sehingga terjadi kerusakan kolagen. 2.6.3 Mekanisme Kerusakan Kolagen
lviii
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan pada kultur fibroblast yang menunjukkan bahwa paparan pada kultur fibroblast kulit yang mengalami kerusakan akibat Ultraviolet. Pada kulit yang terlindungi sinar matahari dengan kolagen Tipe I yang terdegradasi sebagian diperoleh melalui percobaan in-vitro kolagen yang dicampur dengan MMPs yang di induksi oleh sinar Ultraviolet, yang terjadi melalui 2 mekanisme, yaitu; mekanisme secara langsung terjadi degradasi kolagen secara tidak langsung melalui hambatan sintesis kolagen oleh degradasi kolagen yang terbentuk dari MMP. Kolagen Tipe I yang terfragmentasi memberikan umpan balik negative terhadap sintesisnya (Varani et al., 2001).
Gambar 2.6 Mekanisme Kerusakan Kolagen ( Shin, 2005). 2.6.4 Sintesis Kolagen Awal polipeptida dibentuk di dalam ribosom dari retikulum endoplasma kasar yang disebut rantai prokolagen α, dimana terjalin dalam sistena retikulum endoplasma sehingga terbentuk triple helices. Setiap asam amino ketiga pada rantai α disebut sebagai glisin; dua asam amino kecil lainnya terbanyak di dalam
lix
kolagen dihidroksilasi setelah proses translasi menjadi bentuk hidroksiprolin dan hidroksilisin (Mescher, 2010). 2.6.5 Sintesis Prokolagen Bentuk triple helix dari rantai α berbentuk molekul prokolagen seperti sebuah batang, dimana kolagen tipe 1 dan 2 berukuran panjang, 300 nm dan lebar 1,5 nm. Molekul prokolagen mungkin homotrimerik, dimana ketiga rantainya identik, atau
heterotrimerik, dimana dua atau ketiga rantainya
memiliki sekuen yang berbeda. Kombinasi dari banyak rantai prokolagen α sangat bertanggung jawab atas bermacam-macam tipe dari kolagen dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Pada kolagen tipe I, II, III, molekul kolagen bersatu dan menjadi berkelompok bersama-sama membentuk fibril (Mescher, 2010). Karena kolagen tipe I sangat banyak, maka didapatkan banyak penellitian tentang Sintesis kolagen ini. Sintesis dari protein penting ini meliputi beberapa tingkat, dimana disimpulkan pada gambar 2.1 (Mescher, 2010) : 1. Polipetida rantai prokolagen α diproduksi pada ikatan poliribosom yang berikatan dengan membrane dari Retikulum Endoplasma yang kasar dan ditranslokasi di dalam sisterna dan dilanjutkan dengan sinyal peptide. 2. Hidroksilasi prolin dan lisin diawali sesudah rantai peptide telah mencapai panjang minimum tertentu dan masih terikat pada ribosom. Enzim yang menyertai adalah prolil hidroxilase dan lisil hidroksilase dan reaksi yang membutuhkan O 2 , Fe2+ dan asam askorbat (vitamin C) sebagai kofaktor. lx
3. Terjadi glikosilasi pada beberapa sisa hidroksilisin, dengan bermacammacam tipe dari kolagen yang memiliki jumlah ikatan galaktosa-hidrosilisin yang berbeda-beda. 4. Gugus amino dan karboksil akhir dari setiap rantai α membentuk polipetida non helix, kadang disebut propeptida ekstensi, dimana membantu rantai α (α 1 , α 2 ) membentuk dengan posisi yang benar menjadi triple helix. Sebagai tambahan, propeptida nonhelix membuat molekul prokolagen soluble dan mencegah pembentukan intraseluler prematur dan pengendapan dari fibril kolagen. Prokolagen ditranspotasikan melalui jaringan golgi dan dieksositosis ke lingkungan ekstraselular. 5. Diluar sel, protease spesifik disebut peptidase prokolagen menyingkirkan perpanjangan propeptida, perubahan dari molekul prokolagen menjadi molekul kolagen. Sekarang ini sesuai untuk pembentukan sendiri kedalam fibril kolagen polimerik, biasanya pada tempat tertentu dekat dengan permukaan sel. 6. Pada beberapa tipe kolagen, fibril berkumpul membentuk fiber. Proteoglikan tertentu dan tipe kolagen (tipe V dan tipe XI) bergabung pada kumpulan molekul kolagen untuk membentuk fibril-fibril dan formasi fiber yang berasal dari fibril dan berikatan dengan struktur dari komponenkomponen ektraselular matrik lainnya.
lxi
7. Struktur fibriler ditarik oleh formasi kovalen yang berikatan silang antara molekul-molekul kolagen, sebuah proses dikatalisis oleh enzim lisil oksidase. 8. Beberapa penelitian mengenai sel fibroblas pada kulit yang menua, menunjukkan bahwa fibroblas yang dikultur dapat mensintesis sejumlah prokolagen tipe I yang sama seperti pada kulit yang tidak terpapar sinar matahari.
Data ini sebagai bukti bahwa berkurangnya produksi
prokolagen tipe I pada kulit yang rusak akibat paparan sinar UV bukan karena kerusakan fibroblas. Pada penelitian in vitro yang menambahkan fibroblas pada jaringan kolagen yang utuh atau rusak, memperlihatkan adanya perubahan fungsi fibroblas pada kolagen yang mengalami fragmentasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa akumulasi kerusakan kolagen yang parsial pada sel kulit yang menua menghambat sintesis prokolagen tipe I (Chung et al., 2003).
lxii
Gambar 2.6.4 Sintesis Kolagen Proses Hidrosilasi dan glikosilasi pada rantai α prokolagen dan pembentukan menjadi triple helices terjadi pada RER (Rough Endoplasmic Reticulum) dan pembentukan menjadi fibril terjadi pada Extracelular Matrix sesudah mengekskresikan prokolagen. Karena ada sedikit perbedaan pada gen rantai α prokolagen dan produksi kolagen tergantung pada beberapa kejadian setelah translasi meliputi beberapa enzim lainnya, banyaknya penyakit kegagalan Sintesis kolagen yang telah dijelaskan (Mescher, 2010).
Gambar 2.6.5 Prokolagen Bentuk dari kolagen yang paling banyak, tipe 1, setiap molekul prokolagen terdiri dari dua rantai peptide yaitu α 1 dan α 2 . Massa 1 buah molecular kira-kira 100 kDa, terjalin helix pada sisi kanan dan bergabung bersama oleh interakai ikatan hidrogen dan hidrofobik. Setiap putaran lengkap dari pilinan helix, dengan jarak 8,6 nm. Panjang setiap molekul tropokolagen adalah 300nm dan lebarnya 1,5 nm (Mescher, 2010) lxiii
Serat kolagen tersusun atas subunit – subunit tropocollagen di mana susunan rantai asam amino α akan menentukan tipe kolagen, sedikitnya terdapat 20 tipe kolagen. Kolagen dapat dikategorikan sebagai fibril-forming, fibrilassociated dan network-forming, ada juga collagen-like protein sebagai kategori tambahan. Kolagen termasuk dalam keluarga protein yang jumlahnya sangat banyak, menyusun sekitar 20 – 25% dari seluruh protein tubuh (Gartner and Hiatt, 2007). Pada dermis kulit normal terdiri dari 80% tipe 1 dan 25% tipe 3 (Velnar et al., 2009). Kedua tipe kolagen tersebut termasuk dalam fibril-forming collagen merupakan serat yang fleksibel dan mempunyai daya regang yang besar dan kuat. Kolagen tipe ini berwarna putih oleh sebab itu dikenal juga dengan serat putih. Kolagen pada jaringan ikat berdiameter lebih kecil dan hampir tak berwarna jika tidak diwarnai. Tiap serat kolagen terdiri atas tropocollagen. Setiap tropocollagen tersusun atas tiga rantai polipeptida yang tersusun triple helix (Gartner and Hiatt, 2007).
Gambar 2.6.6 Skematik struktur kolagen (Gartner dan Hiatt, 2007)
lxiv
Gambar 2.6.7 Kolagen tipe 1 dengan Pewarnaan HE Serabut - serabut kolagen berkumpul menjadi satu ikatan yang besar (C). Tanda panah menunjukkan gambar fibroblas (Mescher, 2010). 2.7
Efek Ultraviolet Terhadap Perubahan Kulit
2.7.1 Radiasi Sinar Ultraviolet Spektrum elektromagnetik yang ditransmisikan oleh sinar matahari berkisar antara sinar kosmik yang sangat pendek hingga gelombang yang sangat panjang. Sebagian besar perubahan kulit akibat sinar yang terjadi berhubungan dengan radiasi sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih pendek dari cahaya tampak tetapi lebih panjang dari sinar X, dengan rentang 10-400 nm, energy 3-124eV. Sinar UV ditemukan pada sinar matahari. Radiasi UV dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu: Pertama, UV-C dengan panjang gelombang yang terpendek, yaitu 100-290 nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek dari 290 nm yang mencapai lxv
permukaan bumi, terutama disebabkan oleh filtrasi oleh lapisan ozone. Kedua, UV-B (290-320 nm) yang mencapai pemukaan bumi dan bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar terjadinya fotobiologi pada kulit. Ketiga, UV-A (320-400 nm) yang mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi UV-A1 (340-400 nm) dan UV-A2 (320-340 nm). Menipisnya lapisan stratosfer dari ozone mengakibatkan semakin banyak jumlah radiasi UV-B yang mencapai permukaan bumi yang selanjutnya menimbulkan efek langsung terhadap kesehatan manusia. Paparan ultraviolet ini memegang peranan penting terhadap terjadinya penuaan dini kulit (Rigel et al., 2004). Sinar UV-C merusak DNA lebih berat daripada UV-B, meskipun lebih potensial daripada UV-B namun UV-C banyak diserap atmosfer dan tidak mencapai permukaan bumi. Sinar UV-B merusak sel melalui efek langsung kerusakan DNA dan induksi apoptosis. Sinar UV-B memicu multimerisasi Fas death receptors, yang memicu pengaktifan caspase-8. Sinar UV-B pada keratinosit menstimulasi fosforilasi dan stabilisasi p38 mitogenactivated protein kinase (MAPK), yang terjadi dalam 2 jam paparan UV-B, dan memulai aktivasi caspase. Peroksidasi lipid dan produksi radikal oksidatif terjadi setelah paparan UV-B. Sinar UV-A mempunyai potensi lebih rendah dalam merusak sel. Sinar UV-A mengakibatkan pembentukan radikal oksidatif. Stres oksidatif ini yang merusak sel (Raj et al., 2006). Studi tentang paparan UV-B (290-330 nm) dengan keluaran energi 0,7 mW/cm2, jarak 30 cm, kekuatan radiasi 8, 16,24, 32 mJ/cm2; pada keratinosit in vitro, melaporkan bahwa apoptosis keratinosit terjadi pada radiasi 16 mJ/cm2. lxvi
Lampu UV dengan emisi UV-B (280-320 nm, 75-80% energi total) dan UVA (320-375 nm, 20-25% energi total), 30 mJ/cm2, pada tikus Wistar tanpa bulu mengakibatkan eritema, apoptosis, dan pembentukan sunburn cells. Radiasi 30 mJ/cm2 adalah rentang paparan UV normal pada manusia. Dosis UV 40 mJ/cm2 pada manusia menghasilkan efek eritema (Lu et al., 2000). Lampu UV (270-440 nm) dengan emisi dominan 312 nm menghasilkan penetrasi kulit lebih dalam daripada UV gelombang pendek (254 nm). Radiasi UV-B yang mencapai kulit, 70 % diserap pada stratum korneum, 20% mencapai seluruh epidermis, dan hanya 10% mencapai bagian atas dermis. Radiasi UV-A diabsorbsi sebagian besar pada epidermis, dan hanya 10% mencapai bagian atas dermis. Radiasi UV-A diabsorbsi sebagian besar pada epidermis, tetapi 20-30% radiasi ini mencapai bagian yang lebih dalam dermis dibandingkan dengan UV-B. Walaupun UV-B (290-320 nm) memiliki panjang gelombang yang lebih pendek tetapi lebih efisien mencapai permukaan bumi, lebih kuat terserap pada epidermis dan lebih eritemogenik dibandingkan dengan UV-A (Rigel, 2004). 2.7.2 Pigmentasi Pigmentasi kulit mengikuti paparan sinar matahari yang terjadi berupa kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung dari panjang gelombang radiasi. Eritema yang diinduksi UV-B diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi terjadi akibat paparan UV-B. Melanisasi yang terjadi oleh karena
paparan UV-A bertahan lebih lama dibandingkan lxvii
dengan paparan UV-B. Perbedaan ini kemungkinan terjadi oleh karena lokalisasi pigmen yang diinduksi oleh UV-A lebih basal. 2.7.3 Kerusakan DNA DNA seluler langsung menyerap paparan UV-B dan penyerapan ini menyebabkan lesi pada basa pirimidin, yang menjadi ikatan kovalen dan merusak heliks DNA Apabila kerusakan DNA ini tidak diperbaiki maka akan mengakibatkan kesalahan pembacaan kode genetik, mutasi, dan kematian sel. Radiasi sinar UV-A juga sangat merusak DNA tetapi kurang jika dibandingkan UV-B (Rigel et al., 2004; Placzek et al., 2005; Gilchrest and Krutman, 2006).
2.8.
MMP-1
2.8.1 Matriks metaloproteinase Matriks
metaloproteinase
(MMP)
adalah
suatu
zinc-dependent
endopeptidase yang bertanggung jawab dalam degradasi jaringan ikat dermis. Sampai saat ini diketahui ada 28 tipe MMP pada manusia. Masing-masing MMP mempunyai struktur dan spesifitas yang berbeda seperti kolagenase, gelatinases, stromelysin, dan MMP tipe membran disesuaikan dengan substratnya dan tergantung dari sekresinya berupa protein yang larut atau terikat pada membran permukaan (Fu et al., 2008). Matriks metaloproteinase terlibat dalam berbagai aktivitas proteolitik baik dalam keadaan fisiologis maupun patologis seperti embriogenesis, penyembuhan luka, inflamasi, angiogenesis, dan kanker (Quan et al., 2009). lxviii
Beberapa peneliti lainnya menunjukkan bahwa paparan sinar UV secara in vivo meningkatkan setidaknya tiga MMP yang yaitu kolagenase (MMP-1) (Quan et al., 2009), stromelysin-1 (MMP-3), dan 92 -kDa gelatinase (MMP-9). Ketiga MMP ini secara in vivo sangat dipengaruhi oleh faktor transkripsi AP-1, yang dengan cepat diinduksi dan diaktifkan oleh paparan sinar UV (Fisher et al., 2001). Aktivitas gabungan MMP-1, -3, dan -9 memiliki kemampuan untuk menurunkan sebagian besar protein yang terdapat dalam matriks ekstraseluler dermis. Activator Protein -1 (AP-1) merupakan nuclear transcription factor, terdiri dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk mengontrol transkripsi MMP. Hal yang menarik dari penelitiaan Quan et al. (2009) adalah di antara 19 MMP yang terdapat pada kulit manusia normal, hanya tiga secara signifikan diinduksi oleh paparan sinar UV yaitu MMP-1 (kolagenase), MMP-3 (stromelysin1), dan MMP-9 (92-kDa gelatinase). Matriks metaloproteinase-1 dan mRNA MMP-3 diinduksi 1000 kali lipat dalam waktu 24 jam setelah dipapar sinar UV, sedangkan MMP-9 hanya enam kali lipat. Matriks metaloproteinase-1 pada awalnya membelah prokolagen tipe I dan III pada kulit, pada satu lokasi di dalam triple helix. Setelah kolagen dibelah oleh MMP-1, maka selanjutnya kolagen tersebut semakin dirusak oleh peningkatan kadar MMP-3 dan MMP-9. Data ini menguatkan temuan oleh peneliti sebelumnya (Fisher et al., 2001; Quan et al., 2009). lxix
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa MMP-8 (neutrofil kolagenase) (Fisher et al., 2001) dan MMP-12 (makrofag elastase) (Chung et al., 2002) merupakan protein yang timbul dalam waktu 24 jam setelah paparan sinar UV, sebagai akibat dari netrofil dan makrofag yang keluar dari sirkulasi. Netrofil dan makrofag kulit adalah sel yang mengalami diferensiasi yang tidak lagi mentranskripsi mRNA baru. MMP-8 dan mRNA MMP-12 yang tersisa kadarnya sangat kecil sehingga tidak dapat dideteksi. Selain itu, pada kultur sel yang diambil dari kulit yang terlindung dari sinar matahari (sun-protected skin) kemudian dipapar dengan sinar UV, maka MMP-1 akan menyebabkan fragmentasi kolagen dan menimbulkan perubahan struktur dan susunan serat kolagen sama seperti yang yang terjadi pada photoaging (Varani et al., 2001, 2008). Secara keseluruhan, penelitian oleh Quan et al. (2009) secara in vivo menunjukkan bahwa MMP-1, MMP-3, dan MMP-9 adalah enzim kolagenolitik
primer yang diinduksi oleh paparan sinar UV, dan MMP-1
merupakan protease utama yang mampu memulai degradasi serat kolagen pada kulit manusia. Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan pada kultur fibroblas menunjukkan bahwa paparan sinar UV-B mampu memicu ekspresi MMP-1 pada dosis yang bervariasi antara 10 mJ/cm2 – 100 mJ/cm2 (Yulianto, 2006; Lee et al., 2009). Fibroblas dermis merupakan sumber utama MMP-1 dan meningkat setelah paparan sinar UV-B pada sel kultur maupun sel kulit secara in vivo (Fagot et al., 2004). Walaupun MMP-1, MMP-3 dan MMP-9 pada permulaannya lxx
dihasilkan di epidermis, tapi enzim tersebut berdifusi ke dalam dermis dan kemudian mendegradasi kolagen (Quan et al., 2009). Difusi ini juga dibantu oleh ikatan
langsung MMP ke kolagen matriks
ekstraseluler. Walaupun ada
penelitian yang mengemukakan bahwa keratinosit adalah sumber utama MMP1, yang diproduksi sebagai respon kulit terhadap paparan sinar UV-B. Sel fibroblas dermis juga berperan dalam ekspresi MMP-1 oleh keratinosit melalui mekanisme parakrin tidak langsung yaitu dengan pelepasan growth factor dan sitokin yang memicu ekspresi MMP-1 oleh keratinosit (Quan et al., 2009).
2.9
Pengaruh Sinar Ultraviolet Sinar ultraviolet mengaktifkan jalur protein kinase-mediated signaling
dalam waktu 1 jam. Jalur sinyal ini diaktifkan maksimal dalam waktu 4 jam setelah paparan sinar UV. Pada saat ini, pemeriksaan immunohistologik mengungkapkan aktivasi (fosforilasi) dari beberapa sinyal kinase pada sel di seluruh lapisan epidermis (Helfrich et al., 2009). Aktivitas kinase mengatur ekspresi dan aktivasi fungsional dari AP-1 (terdiri dari c-Jun dan Fos protein), yang kemudian merangsang transkripsi gen untuk enzim yang mendegradasi matriks seperti MMP-1, MMP-3, dan MMP-9. Faktor transkripsi AP-1 juga mengganggu ekspresi gen kolagen pada fibroblas dermis (Fisher et al., 2002; Ischihashi et al., 2009). Paparan sinar UV juga mengaktifkan faktor transkripsi NF-κB yang merangsang transkripsi gen sitokin pro inflamasi seperti IL-1β, TNF-α, IL-6, dan lxxi
IL-8, dan molekul adesi intercellular adhesion molecule-1. Ultraviolet merangsang produk gen sitokin kemudian bereaksi melalui reseptor permukaan sel untuk mengaktifkan AP-1 dan NF-κB dan dengan demikian memperkuat respon sinar UV (Helfrich et al., 2009; Ischihashi et al., 2009). 2.9.1 Pengaruh Ultraviolet terhadap Ekpresi MMP-1 Ultraviolet menginduksi MMP-1 dimulai dari memecah (memotong) kolagen fibril (tipe I dan III ) di satu lokasi dalam triple helix pusat. Setelah dibelah oleh MMP-1, kolagen dapat diturunkan jumlahnya oleh peningkatan kadar MMP3 dan MMP-9. Aktivitas MMP-1, MMP-3, dan MMP-9 telah terbukti melokalisir kolagen dalam dermis, setelah paparan sinar UV pada kulit secara in vivo. Ketika kulit yang tertutup pakaian (sun-protected) dipapar kemudian dilakukan biopsi, maka hasilnya menunjukkan tingkat kerusakan kolagen parsial meningkat 3 kali lipat dalam 24 jam setelah penyinaran UV. Dengan demikian, sinar UV yang menginduksi MMP akan mendegradasi kolagen kulit dan merusak integritas struktur dermis. Dengan tidak adanya perbaikan yang sempurna, maka kerusakan kolagen oleh MMP akan berakumulasi akibat paparan sinar UV secara terus menerus. Akibat kerusakan kolagen yang kumulatif ini memberikan andil yang besar terhadap gambaran fenotipe dari penuaan dini kulit (Seo and Chung, 2006; Helfrich et al., 2009). Pada penelitian yang lain menunjukkan bahwa pembentukan prekursor kolagen tipe I dan III (prokolagen) secara signifikan lebih rendah pada kulit lengan bawah yang terpapar sinar matahari dibandingkan dengan kulit ketiak lxxii
dan pantat yang terlindung dari sinar matahari, hal ini membuktikan secara tidak langsung bahwa terjadi penurunan pembentukan kolagen pada photoaging. Besarnya penurunan pembentukan prokolagen berkorelasi secara signifikan dengan tingkat kerusakan kulit akibat paparan sinar UV (Gilchrest and Krutmann, 2006). Diperlukan keseimbangan antara aktivitas MMP-1 dan TIMP yang merupakan faktor penting dalam remodeling jaringan. Pada kulit muda, transforming growth factor-1 dapat menginduksi ekspresi gen MMP-1 dan TIMP untuk menurunkan ekspresi MMP-1 dan meningkatkan akumulasi mRNA TIMP. Namun, pada sel yang menua, transforming growth factor-1 tidak dapat menghambat ekspresi gen MMP-1, meskipun induksi gen TIMP tetap ada; ini menunjukkan bahwa sel-sel yang mengalami penuaan memberikan respon yang lambat terhadap transforming growth factor-1. Mekanisme ini bertanggung jawab pada peningkatan ekspresi MMP-1 sel yang menua, yaitu akan menyebabkan degradasi dan kerusakan jaringan kolagen pada proses penuaan kulit (Chung et al., 2003). 2.9.2 Pengaruh Ultraviolet Terhadap Jumlah Kolagen Paparan sinar UV, selain mengurangi jumlah kolagen yang matur pada dermis, juga merusak sintesis kolagen secara berkelanjutan, terutama melalui penurunan regulasi ekspresi gen prokolagen tipe I dan tipe III. Dua mekanisme yang bertanggung jawab terhadap berkurangnya ekspresi gen prokolagen adalah induksi AP-1 dan menurunkan regulasi TGF-β tipe II (Varani et al., 2001). Seperti lxxiii
dijelaskan sebelumnya yaitu sinar UV menginduksi faktor transkripsi AP-1, dengan mengikat dan mengeksekusi faktor yang merupakan bagian dari kompleks transkripsional yang diperlukan untuk transkripsi prokolagen, yaitu dengan mengganggu produksi kolagen. Faktor transkripsi AP-1 juga telah terbukti menurunkan sintesis kolagen dengan menghambat pengaruh TGF-β, sebuah sitokin profibrotik mayor, dan salah satu eksekusi dari sinyal protein ini yang akan mengaktifkan protein baik secara langsung maupun tak langsung (Fisher et al., 2002; Helfrich et al., 2009). Sinar ultraviolet juga mengganggu ekspresi gen prokolagen tipe I dengan TGF-β melalui pengurangan pengaturan (down-regulating) reseptor TGF-βII selama 8 jam penyinaran, menunjukkan sel tidak responsif terhadap efek TGF-β. Pada kultur fibroblas, sinar UV mempengaruhi down-regulation reseptor TGF-βII sehingga mengakibatkan hilangnya respon TGF-β yang akhirnya akan mengurangi secara substansial ekspresi gen prokolagen tipe I. Data ini menunjukkan bahwa down-regulation reseptor TGF-βII, dan untuk represi media transkripsi AP-1, juga berperanan dalam penurunan ekspresi gen prokolagen yang diamati secara in vivo setelah dipapar dengan sinar UV (Kregel and Zhang, 2007; Masnec and Poduje, 2008).
lxxiv
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini disusun berdasarkan latar belakang dan
kajian pustaka, perkembangan ilmu pengetahuan diketahui bahwa penuaan merupakan proses yang dapat dicegah atau diobati. Seperti organ tubuh yang lain, kulit manusia merupakan organ kompleks dan dinamis yang menunjukkan tanda-tanda penuaan secara nyata. Ekstrak pegagan (Centella asiatica) bersifat sebagai antioksidan yang berperan untuk meningkatkan sintesis pembentukan jumlah kolagen kulit dan penurunan ekspresi MMP-1. Ekstrak pegagan (Centella asiatica) telah banyak dipakai untuk pengobatan
kulit,
luka bakar
yang dapat mempercepat
penyembuhan luka oleh karena dapat membantu sintesis kolagen. Kandungan aktif yang utama dalam ekstrak pegagan adalah
Triterpenoid
saponin.
Triterpenoid saponin terdiri dari asiatikosida dan madekassosida. Keduanya memiliki peranan penting, karena mampu memperbaiki kerusakan sel dengan merangsang sintesis kolagen. Vitamin C, kandungan aktif dari Vitamin C adalah L-ascorbic acid berfungsi untuk antioksidan, sintesis kolagen, membantu absorbsi besi dan metabolisme beberapa asam amino. Konsumsi vitamin C dari makanan tidak mampu mencapai lxxv 54
kadar yang dibutuhkan kulit, karena itulah dibutuhkan tambahan pemberian secara oral. Selain itu banyak vitamin C yang mengalami kerusakan akibat pengolahan bahan makanan sehingga kadar yang diperoleh tubuh seringkali tidak sesuai. Vitamin C diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan protein dan sintesis lemak. Vitamin C berperan dalam sintesis kolagen dan dalam pembentukan endotel kapiler, jaringan ikat, dan perbaikan
jaringan, serta
jaringan osteid tulang. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kandungan asam askorbat 2fosfat yang dibawa vitamin C tidak hanya menetralisasi radikal bebas, tapi juga memperbaiki kerusakan DNA. Disamping itu, vitamin C juga dapat membantu kulit memperbaiki kolagen kulit dengan meningkatkan jumlah kolagen kulit dan menurunkan ekspresi MMP-1. Mengingat manfaat vitamin C yang begitu besar, maka banyak produk vitamin C yang dijual di masyarakat. Beberapa riset juga menunjukkan vitamin C dalam bentuk oral memiliki efek signifikan memperbaiki kerusakan kulit akibat sinar matahari. Diharapkan dalam penggabungan teori dan penelitian ini pemberian ekstrak pegagan oral diharapkan dapat memberi alternatif baru untuk lebih meningkatkan jumlah kolagen
kulit dan penurunan ekspresi MMP-1 lebih
banyak daripada vitamin C, sehingga dapat meremajakan kulit wajah tanpa tindakan invasif jika penelitian ini berhasil, sehingga sesuai dengan perkembangan ilmu Anti Aging Medicine. lxxvi
lxxvii
3.2
Kerangka Konsep
EKSTRAK PEGAGAN VITAMIN C
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
• • • •
• • • • • • • •
Genetik Radikal Bebas Hormon Penurunan sistem g kekebalan tubuh
Gaya hidup tidak sehat Diet tidak sehat Polusi lingkungan Stress Bahan Kimia Rokok Radiasi Ultraviolet Bahan Kimia
Penuaan Kulit tikus Wistar dipapar UV-B • •
Jumlah Kolagen Ekspresi MMP-1
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
lxxviii
3.3
Hipotesis Penelitian 1. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B. 2. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinarUV-B. 3. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan p jumlah kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B . 4. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan ekspresi MMP-1 lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.
lxxix
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah animal experimental dengan post test only control
group design yang didahului dengan penelitian pendahuluan. Pada awal penelitian tikus Wistar dibagi untuk 3 kelompok. Kelompok pertama kontrol diberikan placebo dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 1). Kelompok kedua tikus Wistar diberi ekstrak pegagan 50 mg oral dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 2). Sedangkan kelompok ketiga tikus Wistar diberi vitamin C 9 mg oral dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 3). Selanjutnya dari ketiga kelompok tersebut dilakukan biopsi pada kulit punggung tikus Wistar jantan untuk dibuat dalam bentuk blok parafin, Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah kolagen pada tikus Wistar dengan pembuatan preparat dan pengecatan dengan reagen Sirius Red dan penilaian ekspresi MMP-1 dengan pengecatan Immunohistokimia.
58
lxxx
4.2
Skema Rancangan Penelitian
R
P
K
Kontrol
P1
Pegagan
P2
Vitamin C
R
S
01 02 03
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan: P= Populasi S= Sampel R= Random O1 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1, kontrol post test. O2 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1, ekstrak pegagan 50 mg post test O3 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1, Vitamin C 9 mg post test K = Perlakuan 1 dipapar sinar UV-B P1 = Perlakuan 2 dipapar sinar UV-B + diberi ekstrak pegagan 50 mg oral. P2 = Perlakuan 3 dipapar sinar UV-B + diberi vitamin C 9 mg oral lxxxi
4.3
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dibagian Animal Unit Laboratorium Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar - Bali. Pemeriksaan Histologi dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian dilakukan selama empat minggu.
4.4
Variabel Penelitian Variabel bebas • • •
Variabel Tergantung
• •
Ekstrak Pegagan Vitamin C UV-B
Ekspresi MMP-1 Jumlah Kolagen
Variabel kendali
• Jenis Kelamin • Umur • Berat Gambar 4.2 Klasifikasi Variabel
4.4.1 Klasifikasi Variabel a. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi secara langsung penelitian ini berlangsung yaitu : oral ekstrak pegagan, Vitamin C. lxxxii
b. Variabel Tergantung Variabel tergantung adalah variabel yang merupakan hasil perlakuan variabel bebas yaitu kolagen dermis dan Matriks Metalloproteinase-1. c. Variabel Kendali Variabel kendali adalah variabel yang dapat dikendalikan antara lain jenis tikus, umur, sehat, jenis kelamin yang sama, berat. 4.4.2 Sampel Kriteria inklusi yang dipergunakan adalah : 1. Tikus Wistar 2. Berat badan 180 - 200 gram 3. Umur 10 – 12 minggu 4. Sehat 5. Jantan Kriteria eksklusi : tidak mau makan, cacat fisik, hiperaktif. Kriteria drop Out : apabila tikus Wistar mati pada saat penelitian. 4.4.3 Teknik Pengambilan Sampel Tikus Wistar diambil dengan cara diacak sederhana dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok 1 diberi placebo ( aquadest ) dan dipapar sinar UV-B. Kelompok 2 diberi ekstrak pegagan 50 mg (oral) setiap hari dengan dosis sekali
lxxxiii
sehari dan dipapar sinar UV-B. Kelompok 3 diberi vitamin C 9 mg (oral) setiap hari dengan dosis sekali sehari dan dipapar sinar UV-B.
4.4.4 Definisi Operasional Variabel 1. Daun pegagan yang digunakan daun yang usia kematangan daunnya sedang (berwarna kuning sedikit kehijauan). Diambil dari jenis tanaman liar yang tumbuh di rawa-rawa di daerah Tabanan Bali, yang sudah diteliti oleh
laboratorium
Penelitian Universitas Udayana.
2. Ekstrak pegagan dibuat dari pengeringan daun pegagan yang telah dikeringkan selama 2 sampai 3 hari, lalu dibuat ekstrak dengan menggunakan vacum rotary evaporator, pengenceran ekstrak dilakukan dengan menambahkan air tween-80 10% sebagai pelarutnya. Selanjutnya dilakukan Biosasay ekstrak kasar terhadap serangga, jamur, dan bakteri.
3. Oral ekstrak pegagan 50 mg mengandung bahan 50 mg ekstrak daun pegagan. Sediaan oral dalam bentuk dalam bentuk ekstrak, lalu dilakukan pengenceran 50 mg ekstrak pegagan dengan aquadest, dengan dosis 50 mg/200 mg BB tikus seara oral (zoned lambung). Bahan dasar dibuat di laboratorium farmasi Universitas Udayana.
4. Vitamin C 9 mg yang dipakai adalah tablet vitamin C 9 mg buatan kalbe. Dosis vitamin C 9 mg berdasarkan tabel konversi pada tikus yaitu : 0.018 sesuai dengan BB 70 kg manusia yang dikalikan dengan berat rata-rata tikus, pada penggunaan dosis optimum pada penelitian ini sebesar 500 mg
lxxxiv
kandungan vitamin C 9 mg, sehingga dosis yang dipakai adalah 9 mg /200 mg BB tikus. Tikus secara oral (zoned lambung) . 5. Sinar ultraviolet B adalah jumlah intensitas sinar UV-B yang diberikan berasal dari mesin sinar UV-B buatan China, tipe KN-4003 B. Alat ini dapat memancarkan sinar UV-B dengan besar dosis radiasi dapat diukur dengan UV meter. Paparan sinar UV-B diberikan sebanyak 3 kali seminggu selama 4 minggu dengan dosis total penyinaran sebesar 840 mJ/Cm2. 6. Jumlah kolagen adalah presentasi pixel jaringan kolagen yang diamati dan diukur dengan menggunakan mikroskop Olympus CX-21 yang dihubungkan dengan alat Optilab untuk mengambil gambar preparat dengan pulasan warna picro Sirius Red, dibandingkan dengan pixel seluruh jaringan yang tampak pada foto sediaan histologis dan dinyatakan dalam persen (%). Penilaian dilakukan pada foto preparat dalam format JPEG yang diambil dengan kamera LC Evolution dan mikroskop Olympus Bx51 dengan pembesaran objektif 40 kali, masing-masing preparat difoto sebanyak 3 kali. 7. Ekspresi MMP-1 adalah terlacaknya sel fibroblast berwarna coklat dalam lapisan dermis yang
mengekspresikan MMP-1 yang diperiksa secara
imunohistokimia. Pengukurannya adalah menghitung jumlah sel dengan mikroskop Olympus Bx51 dan pembesaran objektif 400 kali, yaitu sel fibroblast yang mengekspresikan MMP-1 dibagi dengan jumlah semua sel fibroblast dalam tiga lapangan pandang dan dikalikan 100%, hasilnya dinyatakan dalam satuan persen (%). lxxxv
8. Tikus Wistar Jantan yang digunakan adalah tikus Wistar jantan sehat yang berumur 10-12 minggu dengan berat 180-200 gram, diberi oral dengan alat sonde. Dosis kontrol diberikan aquadest sesuai dengan berat badan tikus dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan I), ekstrak pegagan 50 mg oral diberikan sekali sehari dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan II), dan pemberian dosis vitamin C 9 mg oral diberikan sekali sehari lalu dipapar sinar UV-B (Perlakuan III). 9. Kualitas-kuantitas kandang adalah kandang pemeliharaan dengan atap dari kawat, dilengkapi dengan tempat makanan-minuman dan disediakan satu kandang untuk tiap kelompok perlakuan yang berbeda tiap tikus, yaitu tiap kandang berisi 10 tikus. Kualitas - kuantitas makanan berupa konsentrat makanan ayam 30%, jagung giling 40% dan dedak 30%, sebanyak 12-25 gr/ ekor/ hari, diberikan secara ad libitum. Minuman yang diberikan secara tidak terbatas (ad libitum). Suhu ruangan dipertahankan 20-25˚C. Kelembaban dan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. Aliran udara dalam ruangan harus lemah
dan mantap (ruang berventilasi baik dengan penyinaran
normal).
4.5.
Bahan dan Alat Penelitian
4.5.1. Bahan penelitian 1. Ekstrak pegagan 2. Vitamin C lxxxvi
3. Lampu broadband Ultraviolet buatan tipe KN-4003 B 4. Pengukur dosis radiasi (Dosimetri) 5. Kit MMP-1, antibodi MMP-1. 4.5.2. Alat penelitian 1. Kandang tikus dengan kelengkapan tempat makanan dan minum 2. Timbangan analitik 3. Papan fiksasi 4. Sendok Sonde (zoned lambung) 5. Sarung tangan 6. Labu erlemeyer 7. Alat cukur 8. Scalpel beserta dengan pisaunya 9. Bahan habis pakai lainnya 10. Kaca obyek dan kaca penutup 11. Pewarnaan Picro Sirius red 12. Mikroskop cahaya 13. Optilab 14. Kamera LC Optilab 15. Alat tulis 16. Matrix metalloproteinase-1 (MMP-1)
lxxxvii
4.6
Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan sebagai berikut :
1. Pada kelompok subjek penelitian yaitu menggunakan tikus Wistar jantan dilakukan pengambilan sampel yang memenuhi persyaratan inklusi penelitian secara random sebanyak tiga puluh ekor mencit. 2. Tiga puluh tikus Wistar jantan terlebih dahulu dilakukan adaptasi selama 7 hari. 3. Tiga puluh ekor tikus Wistar jantan yang sudah terbagi menjadi tiga kelompok perlakuan diaklimatisasi di unit Animasi Laboratorium Farmakologi Universitas Udayana. Tikus Wistar jantan dikandangkan dan setiap kandang berisi 10 ekor dan diberikan makanan standar setiap hari selama 4 minggu ad libitum. 4. Dilakukan pencukuran pada punggung tikus Wistar (area yang mendapat penyinaran). Kelompok perlakuan pertama hanya diberikan aquadest 1cc sebagai kontrol setiap hari selama 1 bulan secara oral (zoned lambung) paparan sinar UV-B. Kelompok perlakuan kedua diberi ekstrak pegagan secara oral sekali sehari dosis 50/200 mgBB tikus dan diberi paparan sinar UV-B. Kelompok perlakuan ketiga diberi vitamin C secara oral sekali sehari dengan dosis 9/200 mgBB lalu diberi paparan sinar UV-B. 5. Dilakukan penyinaran dengan menggunakan
sinar UV-B merek KN-4003,
dengan dosis total penyinaran pada kelompok pertama sampai dengan kelompok ketiga sebesar 840 mJ/cm2, dengan perincian: 50 mJ/cm2 . pada lxxxviii
minggu pertama, 70 mJ/cm2 pada minggu ke dua dan 80 mJ/cm2 pada minggu ke 3 dan ke 4. Penyinaran diberikan 3 kali seminggu selama 4 minggu, sehingga dosis totalnya mencapai 840 mJ/cm2. 6. Langkah Paparan Sinar UV-B tikus Wistar jantan. Tabel 4.1 Jadwal dan waktu penyinaran UV-B Jadwal Penyinaran
Dosis sinar UV-B
Lama penyinaran
Minggu I ( Senin, Rabu, Jumat )
50 mJ/cm2
50 detik
Minggu II ( Senin, Rabu, Jumat )
70 mJ/cm2
70 detik
Minggu III dan IV (Senin, Rabu, Jumat )
80 mJ/cm2
80 detik
7. Tikus Wistar jantan dibiarkan terlebih dahulu selama dua puluh empat jam setelah penyinaran berakhir untuk menyingkirkan pengaruh efek penyinaran akut (Vayalil dkk., 2004). 8. Untuk mengambil sampel kulit pada mencit dilakukan biopsi. Sebelum dibiopsi, dilakukan biopsi terlebih dahulu menggunakan xylazine dan ketamin. Dengan dosis xylazine 4-8 mg/ kgBB IM dan Ketamin 22-44mg/ kgBB IM (KNEPK, 2011). 9. Pembuatan sediaan histologis dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap fiksasi, dehidrasi, clearing dan embeding. Jaringan kulit hasil biopsi kulit mencit masing-masing dengan diameter 5 mm dan kedalaman sampai sub kutan lxxxix
diperlakukan mengikuti tahapan tersebut. Tahap fiksasi artinya kulit hasil biopsi direndam dalam formalin bufer fosfat 10% selama 24 jam kemudian dilakukan triming bagian jaringan yang akan diambil. Selanjutnya jaringan tersebut direndam dengan alkohol bertingkat (tahap dehidrasi) direndam berturut turut 50%, 70%, 90%, 96% dan 100% masing masing 2 kali selama 2 jam. Selanjutnya masuk ke tahap clearing dengan memasukkan jaringan ke clearing agent (xylene) selama 24 jam sampai transparan. Tahap embeding diawali dengan proses infiltrasi sebanyak 2 kali selama masing-masing 1 jam dengan parafin murni (Histoplast) cair (suhu 60o C) kemudian jaringan ditanam ke dalam
parafin cair dan dibiarkan membentuk blok yang
memakan waktu selama satu hari agar mudah diiris dengan mikrotom. Pemotongan menggunakan mikrotom rotari (Jung Histocut Leica 820), tebal 5 mikro meter secara seri dan diambil irisan ke 5, 10, 15 untuk selanjutnya dilakukan penempelan pada gelas obyek, lalu diinkubasi pada suhu 60o C selama 2 jam. Khusus untuk slide yang dicat dengan immunohistokimia, menggunakan objek glass yang sudah dilapisi daya rekat seperti Poly-Lysine atau yang sejenis. 10. Pemeriksaan Kolagen dengan Sirius Red dan Ekspresi MMP-1 11. Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol 100% selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit dan aquadest selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan pewarnaan inti sel xc
dengan Hematoxilin Gill selama 10 menit dan dicuci selama 10 menit dengan air mengalir. Dilakukan pewarnaan dengan picro Sirius Red selama 1 jam yang bertujuan memberikan pewarnaan mendekati seimbang. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian dengan air asam sebanyak 2 kali. Air yang berlebihan selanjutnya dihilangkan secara fisik dengan menggoyang secara perlahan. Dehidrasi dalam etanol 70% selama 10 detik, etanol 96% 2x 10 detik, etanol 100% selama 10 detik dan xylene 2 x 2 menit, keringkan selama 2 jam dalam suhu ruang, lalu mounting pada medium berbasis xylene (DPX). 12. Pengamatan hasil jumlah kolagen dilakukan dengan metode analisis digital. Sediaan dengan pembesaran 10 dan 40 kali, difoto dengan kamera Olympus DP12. Masing masing preparat difoto sebanyak 3 kali dengan menggunakan format JPEG. Penghitungan jumlah kolagen dermis dengan menggunakan piranti lunak Adobe PhotoShop CS3 dan Image J. 13. Jaringan kolagen yang tampak berwarna merah terang dipilih menggunakan fungsi “Magic Wand” oleh Adobe PhotoShop CS3. Kemudian dengan menggunakan fungsi “inverse” maka terpilihlah pixel selain warna merah, lalu dihapus menggunakan fungsi “delete” sehingga pada gambar hanya tersisa pixel dengan warna merah. Jumlah kolagen dihitung sebagai persentase pixel area kolagen yang berwarna merah dibandingkan dengan pixel area seluruh jaringan. Pertama-tama gambar yang sudah dihilangkan pixel selain warna merah, dipisah channel warna merahnya melalui fungsi “RGB stack” pada Image J. Setelah didapatkan channel xci
warna merah
kemudian dibuat nilai “threshold” untuk warna merah, lalu dijalankan fungsi “measure” sehingga didapatkan presentase pixel warna merah dari total pixel secara otomatis. 14. Jumlah kolagen (%) =
pixel area kolagen pixel area seluruh jaringan
x 100%
15. Pengecatan Immunohistokimia MMP-1 Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol 100% selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit dan PBS selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan antigen retrieval, yaitu slide direndam dalam buffer Tri Sodium Citrat lalu dipanaskan dalam microwave selama 5 menit dengan menggunakan daya 800 Watt, dinginkan lalu cuci dengan PBS 2 x 5 menit.Selanjutnya dilakukan bloking peroksidase endogen dalam boks plastik dengan H2O2 3% selama 30 menit. Kemudian dicuci dengan PBS 1X selama 5 menit masing-masing dua kali. Diteteskan 5% FBS 100 µL selama dua jam dalam suhu ruang dan boks dalam
keadaan
tertutup. Dilanjutkan dengan dicuci PBS 1X selama 5 menit masing-masing dua kali, kemudian diteteskan antibodi primer 100 µL selama satu malam dalam boks tertutup. Setelah satu malam dicuci dengan PBS 1X selama 5 menit dalam glass jar masing-masing sebanyak dua kali sambil digoyangkan. Dilanjutkan dengan
biotinylated link yang diteteskan pada seluruh
permukaan jaringan kemudian diinkubasi selama 30 menit dalam boks xcii
tertutup, kemudian dicuci dalam PBS 1X selama 5 menit dalam glass jar masing-masing dua kali sambil digoyangkan.
Selanjutnya diteteskan
streptavidin peroxidase kemudian didiamkan selama 30 menit dalam boks tertutup, dicuci kembali dalam glass jar menggunakan PBS 1X sebanyak empat kali masing-masing selama 3 menit sambil digoyangkan. Diteteskan DAB hingga berwarna coklat kemudian dicuci dengan PBS 1X hingga bersih dan dikeringkan. Diteteskan Hematoxylin Gill didiamkan selama lima menit kemudian dicuci dengan air mengalir.
Direndam dalam etanol absolut
sebanyak dua kali masing-masing selama lima menit, dilanjutkan perendaman pada xylene sebanyak dua kali masing-masing selama lima menit. Setelah kering slide di-mounting dengan medium berbasis xylene (DPX) dan ditutup cover glass. 16. Perhitungan ekspresi MMP-1 dengan menggunakan teknik imunohistokimia LSAB Dako, Denmark) dengan antibodi primer anti-mouse MMP-1 (BIOS, USA). Ekspresi MMP-1 berdasarkan tampilan sel fibroblast yang berwarna coklat dan dihitung berdasarkan sel fibroblast yang mengekspresikan MMP-1 dibagi jumlah total fibroblast dalam lapangan pandang dan dihitung masing - masing 3 lapangan pandang dengna pembesaran 400 kali menggunakan mikroskop Olympus CX 41 ( Jepang ) dan mikrofotografi
xciii
menggunakan
kamera Optilab Pro ( Miconos, Indonesia ). Hasil
mikrofotografi dianalisis menggunakan perangkat lunak image Raster 2.1 . Kadar MMP-1 (%) =
Fibroblast yang mengekspresikan MMP-1 x 100% Total fibroblas pada lapang pandang
4.7
Sampel Penelitian Sampel menggunakan tikus Wistar jantan sehat dengan berat 180-200
gram dan umur tikus Wistar 10 – 12 minggu. Besar sampel yang digunakan dihitung dengan rumus Federer (2008) (n-1) x (t-1) ≥ 15 t= jumlah perlakuan / kelompok = 3 Jadi perhitungannya sebagai berikut ( n-1 ) x ( 3-1 ) ≥ 15 (n – 1) x 2 ≥ 15 n ≥ 7,5 + 1 n ≥8,5 Tiap kelompok ditambah 10% sebagai cadangan Jumlah cadangan tikus Wistar : 10% x 9 = 0,9≈ 1 Populasi yang diambil dalam penelitian ini sejumlah 30 ekor tikus Wistar secara keseluruhan, yang terbagi menjadi 3 kelompok, kelompok pertama 10 ekor tikus Wistar sebagai kontrol dan dipapar sinar UV-B, kelompok kedua 10 ekor tikus Wistar dengan perlakuan pemberian oral ekstrak pegagan 50 mg dan dipapar sinar UV-B. Kelompok ketiga 10 ekor tikus perlakuan pemberian oral Vitamin C 9 mg. xciv
Wistar dengan
4.6.1 Tehnik penentuan sampel Tehnik penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Dari populasi dari populasi tikus Wistar diadakan pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi. b. Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat diambil secara acak (random) untuk mendapatkan jumlah sampel
Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi 3 kelompok secara random yaitu Kelompok Perlakuan I, Kelompok Perlakuan II, dan Kelompok Perlakuan III dibagi menjadi 3 kelompok. Perlakuan I kontrol/ plasebo diberikan aquadest secara oral dengan dosis 1 cc sekali sehari dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 1). Kelompok perlakuan kedua tikus Wistar diberi ekstrak pegagan secara oral dengan dosis 50/200 mgBB tikus sekali sehari dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 2). Sedangkan kelompok
ketiga tikus Wistar diberi secara oral
vitamin C dengan dosis 9/200 mgBB dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 3).
xcv
4.8
Alur Penelitian 30 Tikus Wistar
Adaptasi 1 Minggu
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
10 Tikus Wistar diberikan Paparan UV-B 4 minggu
10 Tikus Wistar diberikan Paparan UV-B 4 minggu +Ekstrak Pegagan 50mg
10 Tikus Wistar diberikan Paparan UV-B 4 minggu +Vitamin C 9 mg
Paparan UV-B 840 m/Jcm2 4 Minggu
Biopsi Jaringan Kulit
Pengukuran Ekspresi MMP-1 dan Kolagen Dengan Biopsi Kulit
Analisis Data
Laporan
Gambar 4.3 Alur Penelitian
xcvi
4.9
Analisis Data Data yang telah terkumpul akan diproses dengan SPSS 17,dan dianalisis dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1) Analisis deskriptif Dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan program SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari normalnya distribusi data. 2) Uji normalitas data Data terlebih dahulu diuji normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui data sampel berdistribusi normal atau tidak. 3) Uji Homogenitas Setelah dilakukan uji normalitas data kemudian dilakukan uji homogenitas menggunakan uji Levene’s test. 4) Analisis Komparatif Analisis komparatif dilakukan untuk uji perlakuan, karena data numerik berdistribusi normal dan homogen maka untuk uji test kemaknaan digunakan dengan One Way Anova menggunakan program SPSS. 5) Analisis Pos Hoc. Setelah diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok, dilakukan uji Pos-Hoc dengan tes LSD (Least Significant Difference-test).
xcvii
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design, menggunakan 30 ekor tikus Wistar jantan sehat dengan berat 180 – 200 gram dan berumur 10 – 12 minggu, yang terbagi dalam sekali sehari menjadi 3 (tiga) perlakuan, yaitu perlakuan 1 diberikan aquadest 1 ml (kontrol ) dan dipapar sinar UV-B, perlakuan 2 ekstrak pegagan dosis 50 mg oral sekali sehari dan dipapar sinar UV-B, dan perlakuan 3 Vitamin C 9 mg oral sekali sehari dan dipapar sinar UV-B. Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, dan uji efek perlakuan. 5.1
Uji Normalitas Data Data jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 diuji normalitasnya dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Kolagen dan Ekspresi MMP-1 Kelompok Subjek
n
xcviii
p
Ket.
10 10 10 10 10 10
Kolagen kontrol Kolagen Ekstrak Pegagan 50 mg Kolagen Vitamin C MMP-1 kontrol MMP-1 Ekstrak Pegagan 50 mg MMP-1 Vitamin C
0,240 0,518 0,309 0,285 0,441 0,380
Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Catatan: n = Jumlah Sampel p = Nilai Kemaknaan 75
5.2
Uji Homogenitas Data Data Jumlah kolagen dan Ekspresi MMP-1 diuji homogenitasnya dengan
menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Homogenitas Jumlah Kolagen dan Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Perlakuan Variabel Kolagen MMP-1
F
p
2,26
0,124
0,75
0,483
Keterangan Homogen Homogen
Catatan : F=Nilai Perhitungan dari Distribusi antar kelompok p=Nilai Kemaknaan
5.3 Jumlah Kolagen Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah kolagen antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak oral pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan xcix
pada Tabel 5.3 berikut.
c
Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Jumlah Kolagen antar Kelompok Sesudah Diberikan Oral Ekstrak Pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg Kelompok Subjek
n
Rerata Kolagen 52,29
SB 3,63
Kontrol Ekstrak Pegagan 50 mg Vitamin C 9 mg
10 10 10
59,17
3,76
56,05
1,43
Catatan : SB = Simpang Baku
F
p
12,14
0,001
F= Nilai Distribusi F antar kelompok
p = Nilai Kemaknaan
Tabel 5.3, menunjukkan bahwa rerata jumlah kolagen kelompok kontrol adalah 52,29±3,63, rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg adalah 59,17±3,76, dan rerata kelompok vitamin C 9 mg adalah 56,05±1,43. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 12,14 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata jumlah kolagen pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). %
Ekstrak Pegagan Vitamin C
Gambar 5.1 Perbandingan Jumlah Kolagen antara Kelompok Kontrol dengan perlakuan ci
cii
Tabel 5.4 Analisis Komparasi Jumlah Kolagen Sesudah Perlakuan antar Kelompok Kelompok
Beda Rerata
p
Interpretasi
Kontrol dengan Ekstrak pegagan 50 mg
6,88
0,001 Berbeda
Kontrol dengan Vitamin C 9 mg
3,76
0,012 Berbeda
Ekstrak pegagan 50 mg dengan Vitamin C 9 mg
3,12
0,034 Berbeda
P = Nilai Kemaknaan Hasil uji lanjutan menunjukan bahwa: 1. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok ekstrak pegagan 50 mg (Rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol). 2. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol). 3. Rerata jumlah kolagen kelompok ekstrak pegagan 50 mg berbeda secara bermakna dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C lebih rendah daripada rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg).
5.4
Ekspresi MMP-1 Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata ekspresi MMP-1 antar
kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa oral ekstrak pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan ciii
pada Tabel 5.5 berikut. Tabel 5.5 Perbedaan Rerata Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan Pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg Kelompok Subjek
n
Rerata MMP-1 28,96
SB 2,64
Kontrol Ekstrak Pegagan 50 mg Vitamin C 9 mg
10 10 10
10,31
1,73
14,26
1,34
F
p
246,35
0,001
p = nilai kemaknaan SB = simpangan baku Tabel 5.5, menunjukkan bahwa rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol adalah 26,96±2,64, rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg adalah 10,31±1,73, dan rerata kelompok vitamin C 9 mg adalah 14,26±1,34. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 246,35 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata Ekspresi MMP-1 pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). %
Ekstrak Pegagan Vitamin C
Gambar 5.2 civ
Perbandingan Ekspresi MMP-1 antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol perlu dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD). Tabel 5.6 Analisis Komparasi Ekspresi MMP-1 Sesudah Perlakuan antar Kelompok Kelompok
Beda Rerata
p
Interpretasi
Kontrol dengan Ekstrak pegagan 50 mg
18,65
0,001
Berbeda
Kontrol dengan Vitamin C 9 mg
14,70
0,001
Berbeda
0,001
Berbeda
Ekstrak pegagan 50 mg denganVitamin C 9 mg 3,95 p = Nilai Kemaknaan Hasil uji lanjutan menunjukan bahwa:
1. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok ekstrak pegagan 50 mg (Rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol). 2. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C 9 mg lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol). 3. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok ekstrak pegagan 50 mg berbeda secara bermakna dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C mg oral lebih rendah daripada rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg).
cv
Gambar 5.3 Jaringan Dermis Kontrol Tikus Wistar dengan Pengecatan Sirius Red ( Pewarnaan 400x) A
B
C
Keterangan Gambar : A. Kelompok kontrol yang dipapar sinar UV-B. Terjadi kerusakan susunan dan struktur kolagen dengan serat kolagen berwarna merah yang tampak tipis. Tanda panah menunjukkan serat kolagen yang tidak utuh. B. Kelompok pegagan. Jumlah kolagen dengan serat kolagen berwarna merah tampak paling lebar dan tebal dimana serat kolagen yang utuh nampak paling banyak. Tanda panah hitam menunjukkan serat kolagen yang utuh. Tanda panah merah menunjukkan serat kolagen. C. Kelompok Vitamin C. Jumlah kolagen dengan serat kolagen berwarna merah tampak lebih lebar dan tebal dibandingkan gambar A, dimana serat kolagen yang utuh nampak banyak. Tanda panah hitam cvi
menunjukkan serat kolagen yang utuh.
Gambar 5.4 Ekspresi MMP-1 dengan Pewarnaan Imunohistokimia A
B
C
Keterangan Gambar : A. Kelompok kontrol. Tampak Ekspresi MMP-1 (warna coklat) menurun dibandingkan gambar A. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast yang mengekspresikan MMP-1. Tanda panah merah menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1. Tanda panah hijau menunjukkan kontrol positif MMP-1 (kelenjar sebasea). B. Kelompok Pegagan. Tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat) paling menurun/sedikit. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast yang cvii
mengekspresikan MMP-1. Tanda panah merah menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1. Tanda panah hijau menunjukkan kontrol positif MMP-1 (kelenjar sebasea) C. Kelompok vitamin C.
Tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat) lebih
sedikit dibandingkan gambar A. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast
yang
mengekspresikan
MMP-1.
Tanda
panah
merah
menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1. Tanda panah hijau menunjukkan kontrol positif MMP-1 (kelenjar sebasea).
cviii
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1.
Subyek Penelitian Untuk
menguji pemberian ekstrak
pegagan 50 mg oral terhadap
peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1, maka dilakukan penelitian
eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design,
menggunakan 30 ekor tikus Wistar jantan sehat dengan berat 180 - 200 gram dan berumur 10 – 12 minggu sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok perlakuan, yaitu Perlakuan 1 kontrol (aquadest) diberikan dosis 1 cc secara oral dan dipapar sinar UV-B, Perlakuan 2 ekstrak pegagan secara oral dengan dosis 50 mg dan dipapar sinar UV-B, dan Perlakuan 3 vitamin C secara oral dengan dosis 9 mg dan dipapar sinar UV-B . 6.2
Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian Data hasil penelitian berupa jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1
sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Untuk uji distribusi digunakan uji Shapiro Wilk, yaitu untuk mengetahui normalitas data dan uji homogenitas dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05). cix 84
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pemberian ekstrak pegagan pada tikus
Wistar yang dipapar Sinar UV-B didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) meningkatkan jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B. 2. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) menurunkan ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B. 3. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) meningkatkan jumlah kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B. 4. Pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica) menurunkan ekspresi MMP-1 lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.
.
85 cx
7.2
Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah: 1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut pada tikus Wistar untuk mengetahui efektifitas pemberian ekstrak pegagan oral terhadap peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1. 2. Perlu melakukan penelitian klinis (uji klinis) pada manusia untuk mengetahui efektifitas pemberian ekstrak pegagan oral terhadap peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 pada peremajaan kulit dan menghambat penuaan kulit.
cxi
DAFTAR PUSTAKA Baskoro, A. dan Konthen, P.G. 2008. Basic Immunology of Aging Process. Naskah Lengkap pada 5th Bali Endocrine Update 2nd Bali Aging and Geriatric Update Symposium. Bali 11-13 April 2008. Baumann, L. 2008. Cosmetics and Skin Care in Dermatology. In: Wolff, K., Goldsmith, L.A, Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th. Ed. New York: McGrawHill. p.2357-63 Baumann, L. and Saghari, S. 2009. Basic Science of the Epidermis. In : Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, E., editors. Cosmetic Dermatology Principles And Practice. Second Edition. USA: The McGraw-Hill Companies. 3-7. Baumann, L. and Saghari, S. 2009. Photoaging. In : Baumann, Leslie, editors. Cosmetic Dermatology. 2nd. Ed. New York : McGraw-Hill. p.34-41. Beers, M. 2005. The Merck Manual of Health & Aging. Amerika Serikat : Ballantine Book Trade Paperback. p. 24-25. Berneburg, M., Plettenberg, H., Krutmann, J. 2000. Photoaging of Human Skin. Photodermatology, Photoimunology, & Photomedicine. 16: 239-244. Boyce, S.T., Supp, A.P., Swope, V.B., and Warden, G.D. 2002. Vitamin C Regulates Keratinocyte Viability, Epidermal Barrier, and Basement Membrane In Vitro, and Reduces Wound Contraction after Grafting of Cultured Skin Substitutes. J Invest Dermatol. 118: 565-72. Brinkhaus, B., Lindner, M., Schuppan, D., and Hahn, E. G. Chemical, Pharmacological and clinical profile of the East Asian medical plant Centella asiatica. Phytomedicine 2000;7 Chen, L., Hu, J.Y., and Wang, S.Q. 2012. The Role of Antioxidants in Photoprotection: A Critical Review. J Am Acad Dermatol. 63:1-12. Chow, M.J., and Boineau-Geniaux, D. 2009. Innovations in Treating Photodamaged Skin. Aesthetic Dermatology. 49-52. Chu, D.H. 2008. Development and Structure of The Skin. In: Wolff, K., Goldsmith, L.A, Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., editors. Fitzpatrick’s cxii 87
Dermatology in General Medicine. 7th. Ed. New York: McGrawHill. p. 5772. Chung, J.H., Cho, S., and Kang, S. 2004. Why Does the Skin Age? Intrinsic Aging , Photoaging and Their Pathophysiology. in: Rigel, D.S., Weiss, R.A., Lim, H.W., Dover, J.S. editors. Photoaging. New York: Marcel Dekker Inc. p. 1-23. Chung, J.H., Seo, J.Y., Choi, H.R., Lee, M.K., Youn, C.S., Rhie, G., Cho, K.H., Kim, K.H., Park, K.C., and Eun, H.C. 2001. Modulation of Skin Collagen Metabolism in aged and Photoaged Human Skin In Vivo. The Journal of Investigative Dermatology. vol 117 no 5: p. 1218-1224. Chung, J.H., Seo, J.Y., Lee, M.K., Eun, H.C., Lee, J.H., and Kang S. 2002. Ultraviolet modulation of human macrophage metalloelastase in human skin in vivo. J Invest Dermatol. 119:507–12. Cunningham, W. B. R and Maibah, H. 2005. Aging and Photoaging. In : Textbook of Cosmetic Dermatology. Francis Taylor 3 rd ed. London. p. 443. Dahlan, 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika : Jakarta. Djuanda, E. 2005. Anti Aging: Rahasia Awet Muda. Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 1-8, 15-17, 24-26. Fagot, D., Asselineau, D., and Bernerd, F. 2002. Direct role of human dermal fibroblasts and indirect participation of epidermal keratinocytes in MMP1 production after UV-B irradiation. Arch Dermatol Res. 293:576–83. Fagot, D., Asselineau, D., and Bernerd, F. 2004. Matrix metalloproteinase-1 production observed after solarsimulated radiation exposure is assumed by dermal fibroblasts but involves a paracrine activation through epidermal keratinocytes. Photochem Photobiol. 79:499–505. Fisher, G. J., Choi, H. C., Bata-Csorgo, Z., Shao, Y., Datta, S., Wang, Z. D., Kang, S., and Voorhees, J.J. 2001. Ultraviolet Irradiation Increases Matrix Metalloproteinase-8 Protein in Human Skin In Vivo. The Journal of Investigative Dermatology, 117: 219-26. Fisher, G. J., Kang S., Varani, J., Bata-Csorgo, Z., Wan, Y., Datta, S., and Voorhees, J. J. 2002. Mechanisms of Photoaging and Chronological Skin Aging. Arch Dermatology. 138:1462-70. cxiii
Fisher, G. J., Quan, T., Purohit, T., Shao, Y., Cho, M.K., He, T., Varani, J., Kang, S., and Voorhees, J. J. 2009. Collagen Fragmentation Promotes Oxidative Stress and Elevates Matrix Metalloproteinase-1 in Fibroblasts in Aged Human Skin. Am J Pathol. 174:101–14. Fisher, G.J., Voorhees, J.J., Kang, S., Quan, T., He, T. 2004. Solar UV Irradiation Fowler, B. 2003. Functional and Biological Markers of Aging in Klatz, R. Anti Aging Medical Therapeutic Vol 5. The A4M Publication.Chicago. p. 43. Gilchrest, B. A. and Krutmann, J. 2006. Skin Aging. Berlin: Springer-Verlag. p.10-1. Gilchrest, B.A., Yaar, M. 2000. Aging of Skin. In: Fitzpatrick T.B. et al, editors. Dermatology in General Medicine, Mc Graw-Hill Book Co 2, p. 1386-1387. Goldman, R and Klatz, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Malaysia: Printmate Sdn. Bhd. p. 19-25. Goldman, R., and Klatz, R. 2003. The New Anti-Aging Revolution. Theories of Aging; 19-32. Gonzaga, E.R. 2009. Role of UV Light in Photodamage, Skin Aging, and Skin Cancer. Importance of Photoprotection. Am J Clin Dermatol. 10 (1): 19-24. González, S., Fernández-Lorente, M., and Gilaberte-Calzada, Y. 2008. The Latest on Skin Photoprotection. Clinics in Dermatology. 26: 614–26. Halliwell and Gutteridge 2007, Inflammation and Anti-Aging Process. 10 (1):1825 Harman, D. 2001. Aging: Overview. Annual New York Academy of Science. 928 : p.1-21. Helfrich, Y.R., Sachs, D. L., and Voorhees, J. J. 2008. Overview of Skin Aging and Photoaging. Dermatology Nursing. 20(3): 177-83. Helfrich, Y.R., Sachs, D. L., and Voorhees, J. J. 2009. The Biology of Skin Ageing. European Dermatology. 39-42. Hubrecht, R. and Kirkwood, J. 2010. The UFAW Handbook of The Care and Management of Laboratory and Other Research Animals. Edisi ke-8. Universities Federation for Animal Welfare. p. 311-324.
cxiv
Humbert, P.G., Haftek, M., Creidi, P., Lapiere, C., Nusgens, B., and Richard, A. 2003. Topical Ascorbic Acid on Photoaged Skin: Clinical, Topographycal and Ultrastructural Evaluation; Double Blind Study vs Placebo. Exp Dermatol. 12:237-44. Ichihashi, M., Ando, H., Yoshida M., Niki Y., and Matsui, M. 2009. Photoaging of The Skin. J Anti-Aging Med. 6(6): 46-59. Jouni, U., Mon-li Chu, Richard, G., and Arthur, Z.E. 2008. Collagen, Elastic Fibers, and Extracellular Matrix of The Dermis. In: Wolff, K., Goldsmith, L.A, Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th. Ed New York: McGraw-Hill. p. 51742. Klatz, R. 2003. Acknowledgement in: Klatz, R. 2003 Anti Aging medical Therapeutics Vol 5..The A4M publication. Chicago. p. 3. Kligman, L. H. 1986. Photoaging: Manifestation, Prevention, and Treatment. Dermatology Clinical, 4: 517-28. Kohl, E., Steinbauer, J., Landthaler, M., and Szeimies, R.M. 2011. Skin Ageing. JEADV. 25:873–84. Kregel, K.C., and Zhang, H.J. 2007. An integrated view of oxidative stress in aging: basic mechanisms, functional effects, and pathological considerations. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 292:18–36. Krinke, G.J. 2000. The Laboratory Rat. The Handbook of Experimental Animals. Academic Press. p. 3-56. Krutmann, J., and Gilchrest, B.A. 2006. Photoaging of Skin. In : Gilchrest, B. A. and Krutmann, J. editors. Skin Aging. Berlin: Springer-Verlag. p.33-42. Lee, Young-Rae, Noh, Eun-Mi, Jeong, E.Y., Yun, Eok-Kweon, Kim, J.H., Kwon, K.B., Kim, B.S., Lee, S.H., Park, C., and Kim, Jong-Suk. 2009. Cordycepin Inhibits UVB-Induced Matrix Metalloproteinase Expression by Suppressing the NFκB Pathway in Human Dermal Fibroblast. Experimental and Molecular Biomedicine, 415:548-54. Masnec, I.S. and Poduje, S. 2008. Photoaging. Coll. Antropol. 32(2):177–80. Narayanan, D.L., Saladi, R.N., and Fox, J.L. 2010. Ultraviolet Radiation and Skin Cancer. International Journal of Dermatology. 49:978–86. cxv
Pangkahila, A. 2005. Buku Ajar Pedoman Praktis Analisis Statistik Dengan SPSS. Denpasar: Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Hal: 9-19. Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal: 1-3, 9-19, 36-40. Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Pangkahila, W. 2011. Anti Aging Medicine:Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke 2. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Pangkahila, W. 2011. Anti-Aging: Tetap Muda dan Sehat. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. p.11-3. Pangkahila, W. 2013. Hormone Replacement Therapy In Anti-Aging Medicine : What to do and Not to do. Workshop New Hope in Anti-Aging Medicine. Bandung 8-10 November 2013. Pinnel, R.S. 2003. Cutaneous Photodamage, Oxidative Stress, and Topical Antioxidant Protection, A Continuing Medical Education, American Academy of Dermatology. p. 1-19. Placzek, M, dkk. 2005. Ultraviolet B-Induced DNA Damage in Human Epidermis Is Modified by the Antioxidant Ascorbic Acid. Journal of Investigative Dermatology. vol. 124. p. 304-307. Pugliese, P.T. 2009. Aging and Inflammation. Skin Inc Magazine. p.1-8. Quan, T., He T., Kang, S., Voorhees, J. J., and Fisher, G. J. 2004. Solar Ultraviolet Irradiation Reduces Collagen in Photoaged Human Skin by Blocking Transforming Growth Factor-β Type II Receptor Smad Signaling. American Journal of Pathology. 165 (3):741-51. Quan, T., Qin, Z., Xia, W., Shao, Y., Voorhees, J.J. and Fisher, G. 2009. MatrixDegrading Metalloproteinases in Photoaging. Journal of Investigative Dermatology Symposium Proceedings. 14 : 20-24. cxvi
Rabe, J.H., Mamelak, A.J., Mc Elgunn, P., Morison, W.L., Sauder, D.N. 2006. Photoaging : Mechanism and Repair, Continuing Medical Education, American Academy of Dermatology, Inc. p.1-19. Rachel, E.B.W., and Christopher, E.M.G. 2005. Pathogenic aspects of cutaneous photoaging. Journal of Cosmetic Dermatology. 4:230–36. Raj dkk., 2006.Pembentukan Radikal Oksidatif. p. 25-30. Reduces Collagen in Photoaged Human Skin by Blocking Transforming Growth Factor-β TypeII Receptor/Smad Signaling. American Journal of Pathology. vol 165(3):741-58. Rigel, D. S., Weiss, R. A., Lim, H. W., and Dover, J. S. 2004. Photoaging. Marcel Dekker Inc. Canada. p. 34. Rittie, L., and Fisher, G. J. 2002. UV-Light Induced Signal Cascades and Skin Aging. Aging Res Reviews. 1:705-20. Sasaki, S., Shinkai, H., Akashi, Y., and Kishihara, Y. Studies on the mechanism of action of asiaticoside (Madecassol) on experimental granulation tissue and cultured fibroblasts and its clinical application in systemic scleroderma. Acta Derm Venereol. 1972;52 Satya dan Ganga. 2006. Deskripsi dan kandungan dalam Pegagan, Universitas Diponegoro. Hal: 2 - 6. Sauermann, K., Jaspers, S., Koop, U., and Wenek, H. 2004. Topically Applied Vitamin C Increases The Density of Dermal Papillae in Aged Human Skin. BMC Dermatology. 4:13. Seltzer, J.L., and Eisen, A.Z. 2003. The Role of Extracellular Matrix Metalloproteinases in Conective Tissue Remodelling. In: Wolff, K., Goldsmith, L. A., Katz, S. I., Gilchrest B. A., Paller, A. S., and Jeffell, D. J., eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th edition volume 1. New York:Mc-Graw-Hill, Inc.p 200-09. Seo, J.Y., and Chung, J.H. 2006. Thermal Aging: A New Concept of Skin Aging. J Dermatol Science. 2(Suppl):13-22. Setiati, S. 2003. Radikal Bebas, Antioksidan, dan Proses Menua dalam: Medika no. 6 Tahun XXIX. Jakarta. p. 366. cxvii
Shin, M. H., Rhie, G.,Kyung Kim, Y., Park, C., Cho, K. H., Kim, K. H., Eun, H. C., Chung, J. H. 2005. H2O2 Accumulation by Catalase Reduction Changes MAP Kinase Signaling in Aged Human Skin In Vivo. Journal of Investigative Dermatology. vol. 125. p. 221-229. Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta: CV. Infomedika. p. 31-46. Varani, J., Dame , M.K., Rittie, L., Fligiel, E. G., Kang, S., Fisher, G. J., and Voorhees, J. J. 2006. Decrease Collagen Production in Chronologically Aged Skin. Roles of Age-Dependent Alteration in Fibroblast Function and Detective Mechanical Stimulation. Am J Path. 168 (6): 1861-8. Varani, J., Perone, P., Warner, R.L., Dame, M.K., Kang, S., and Fisher, G.J. 2008. Vascular tube formation on matrix metalloproteinase-1-damaged collagen. Br J Cancer. 98:1646–52. Varani, J., Quan, TH., Fisher GJ. 2010. Mechanism and Pathophysiologi Of Photoaging and Chronological Skin Aging. In: Rhein, L.D.,s Fluhr J.M., editors. Aging Skin: Current and Futer Therapeutic Strategiced USA: Allured Bussiness Media P. 1-25. Varani, J., Spearman, D., Perone, P., Fligiel, E. G., Datta, S. C., Wang, Z. Q., Shao, Y., Kang, S., Fisher, G. J., and Voorhees, J. J. 2001. Inhibition of Type I Procollagen Synthesis by Damage Collagen in Photoaged Skin and by Collagenase-Degraded Collagen in Vitro. The Journal of Pathology. 158(3): 931-42. Voorhess, J.J. 2001. Ultraviolet Irradiation Increase Matrix Metalloproteinase-8 Protein in Human Skin Invitro. J.Invest Dermatol. 117 : 219-26. Wasitaatmadja, S.M. 2007. Anatomi dan Faal kulit. dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. editor. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai Penerbit FKUI 2007. 7-8. Widodo, Y., and Dahlan, I., 2007. The Effect of Narrow and Broad Band Ultraviolet B Onto Keloid Fibroblast-VEGF Expressions. Berkala Ilmu Kedokteran 39(2): 82-87. Winarsi, H. 2007. Antioksidan alami dan Radikal Bebas, Potensi dan aplikasinya dalam kesehatan. Kanisius.
cxviii
Wiraguna, A.A.G.P. 2013. Photochemoprotection Effect of Active Component of Bulung Boni (Caulerpa spp.) on Rats’ Skin. Denpasar. IJBS. 7(2). (accepted). Yaar, M. 2004. Clinical and Histological Features of Intrinsic versus Extrinsic Skin Aging. In : Gilchrest, B. A. and Krutmann, J. Eds. Skin Aging. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg, p. 9-21. Yaar, M. 2006. Clinical and Histological Features of Intrinsic versus Extrinsic Skin Agin., in : Gilchrest, B.A., Krutmann, J. editors. Skin Aging. Springer. p.1021. Yaar, M., and Gilchrest, B. A. 2007. Photoageing: mechanism, prevention and Therapy. British Journal of Dermatology. 157: 874-87. Yaar, M., and Gilchrest, B. A. 2008. Aging of Skin. In: Wolff, K., Goldsmith, L. A., Katz, S. I., Gilchrest B. A., Paller, A. S., and Jeffell, D. J., eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th edition volume 2. New York: McGraw-Hill, Inc. p. 963-6. Yessy Herawati., 2014. “Pemberian Oral Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica) Lebih Banyak Meningkatkan Jumlah Kolagen Dan Menurunkan Ekspresi MMP-1 Daripada Vitamin C Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Yang Dipapar Sinar UV-B”. Universitas Udayana. Denpasar. (Penelitian Pendahuluan). Zussman, J., Ahdout, J., and Kim, J. 2010. Vitamin and Photoaging: Do Scientific Data Support Their Use? J Am Acad Dermatol. 63: 507-25.
cxix
Lampiran 1
cxx
Lampiran-2
Efek UV terhadap kulit UV-C
UV-B
UV-A
Wavelength: 100-280 nm Higher energy per photon.
Wavelength: 280315 nm Intermediate energy per photon.
Wavelength: 315-400 nm Lower energy per photon
Sources:
Sources:
Sources:
• Sun (UV-C is absorbed by molecular oxygen, ozone and water vapour in the upper atmosphere) • Germicidal lamps • Arcwelding equipment • High intensity discharge lamps (HIDL) Penetration:
• Sun (5% of UVR at ground level, only wavelengths > 297 nm) • Germicidal lamps • Arc welding equipment • HIDL • Therapeutics lamps • Medical and industrial lasers Penetration:
• Photons between 100 to 200 nm are absorbed in air. • Absorbed by keratin in the epidermis, does not penetrate to the dermis. Effects:
• Partially absorbed by ozone in the upper atmosphere • Penetrates to the dermis
• DNA damage
• Responsible
Effects:
cxxi
• Sun (95% of UVR at ground level) • Black light lamps • Germicidal lamps • Arc welding equipment • HIDL • Therapeutics lamps • Tanning devices (sunbeds)
Penetration : • Not absorbed by ozone • Penetrates deeper into the skin than any other form of UVR
Effects: • Causes
on unprotected cells: epithelium, cornea and bacteria.
for vitamin D3 production and delayed tanning. • Most effective in causing acute and chronic harmful effects. • Sunburn, immunosuppr ession, cellular damage, skin cancer, solar urticaria, photo aging and, photokeratoconjunctivitis, cataract, and pterygium.
cxxii
immediate tanning. • Can potentiate some carcinogeni c effects of UVB. • Thermal burns • Sunburn, immunosuppression , cellular damage, photoallerg y, phototoxicit y, photoaging, photokerat oconjunctivit is, cataract and pterygium, solar retinitis.
Lampiran 3. Penanganan Hewan Coba
Pengelolaan Hewan Coba pada penelitian dengan judul: PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B
Sesuai dengan saran dari Komisi etik Penelitian FK UNUD maka hewan coba yang dipilih sebagai sampel diperlakukan dengan baik agar kenyamanan hewan yang telah berkorban untuk kepentingan kemanusiaan tetap terjamin. Perlakuan sebelum penelitian: Tikus yang akan dipilih sebagai sampel harus homogen berdasarkan umur dan berat badannya. Tikus yang dipakai didapat dari Laboratorium Farmakologi FK UNUD dan dipelihara dalam kandang yang dibuat nyaman. Ukuran kandang tikus adalah 60 X 40 X 60 cm, dengan kebersihan, sirkulasi udara, penerangan dan penyediaan makan dan minum yang terjamin selama 24 jam. Setiap kandang diberi alas tidur dengan sekam agar mampu menghisap air kemih dan agar kandang tetap kering serta tidak mengandung zat kimia, setiap kandang ditempati oleh 3 ekor tikus. Sebelum mulai penelitian, bulu pada semua tikus pada bagian punggungnya dicukur dengan alat pencukur rambut dan skapel dengan ukuran 5 x 5 cm. cxxiii
Perlakuan selama penelitian: Selama penelitian tikus diletakkan secara teratur dengan nomor urut sesuai kelompok. Makanan dan air minum dimonitor sehari 2 kali (pagi dan sore), suhu dan ventilasi serta kelembaban kandang dijaga dengan baik. Semua tikus Wistar dari semua kelompok yang telah dicukur bulu punggungnya diberikan paparan sinar UVB sebanyak 3 kali seminggu. Kemudian masing-masing kelompok perlakuan diberikan obat oral sesuai dosis pada masing masing kelompok perlakuan. Perlakuan pertama diberikan aquadest 1 ml (kontrol dan dipapar sinar UV-B, perlakuan kedua ekstrak pegagan 50 mg/200 mgBB tikus secara oral diberikan sekali sehari dan dipapar sinar UV-B, perlakuan ketiga diberikan vitamin C dengan dosis 9 mg/200 mgBB tikus sekali sehari dan dipapar sinar UV-B. Setelah 48 jam dari penyinaran terakhir, semua tikus Wistar dari ketiga kelompok perlakuan dilakukan eutanasia dengan kloroform kemudian dilakukan biopsi jaringan kulit dengan cara diambil jaringan kulitnya dengan ukuran 1 cm x 1 cm dan dibagi menjadi 3 bagian yaitu untuk pengukuran jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1. Perlakuan sesudah penelitian: Tikus yang sudah didekapitasi kemudian dikubur dengan baik.
cxxiv
Lampiran 4
Lampiran 5 cxxv
cxxvi
cxxvii
cxxviii
Lampiran 6
cxxix
Lampiran 7
cxxx
Lampiran 8
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok Kolagen
Statistic
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol
.309
6
.076
.894
6
.340
Perlakuan 1
.175
6
.200*
.968
6
.881
6
*
.889
6
.315
*
Perlakuan 2
MMP_1
df
Shapiro-Wilk
.241
.200
Perlakuan 3
.243
6
.200
.908
6
.423
Vitamin C Kontrol
.297 .182
6 6
.105 .200*
.826 .962
6 6
.100 .838
Perlakuan 1
.244
6
.200*
.923
6
.528
Perlakuan 2
.278
6
.161
.870
6
.224
Perlakuan 3
.282
6
.148
.838
6
.125
6
*
.968
6
.878
Vitamin C
.174
.200
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Kolagen
1.345
4
25
.281
MMP_1
1.666
4
25
.189
cxxxi
Lampiran 9
Oneway Descriptives
N
Mean
Std. Deviatio n
95% Confidence Interval for Mean Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimu Maximu m m
Kolage Kontrol n Perlakuan 1
6
50.5133 3.61508 1.47585
46.7195
54.3071
44.12
55.11
6
54.9033 2.44638 .99873
52.3360
57.4707
51.47
58.34
Perlakuan 2
6
60.1217 4.25127 1.73557
55.6602
64.5831
52.48
64.46
Perlakuan 3
6
59.3083 1.44576 .59023
57.7911
60.8256
56.93
60.74
Vitamin C
6
55.7217 1.29327 .52797
54.3645
57.0789
54.58
57.57
30
56.1137 4.39420 .80227
54.4728
57.7545
44.12
64.46
MMP_ Kontrol 1 Perlakuan 1
6
29.0967 3.40441 1.38984
25.5240
32.6694
24.12
34.51
6
14.6233 3.44003 1.40439
11.0132
18.2334
10.64
19.44
Perlakuan 2
6
11.0117 1.47471 .60205
9.4641
12.5593
8.33
12.50
Perlakuan 3
6
9.4650 1.67664 .68448
7.7055
11.2245
8.00
11.76
Vitamin C
6
14.0067 1.44120 .58837
12.4942
15.5191
12.10
16.34
30
15.6407 7.47051 1.36392
12.8511
18.4302
8.00
34.51
Total
Total
ANOVA Sum of Squares Kolagen
MMP_1
df
Mean Square
Between Groups
355.514
4
88.878
Within Groups
204.448
25
8.178
Total
559.962
29
1466.012
4
366.503
152.434
25
6.097
1618.446
29
Between Groups Within Groups Total
cxxxii
F
Sig.
10.868
.000
60.109
.000
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons LSD Mean Difference (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval
Dependent (I) Variable Kelompok
(J) Kelompok
Kolagen
Perlakuan 1
-4.39000*
1.65105
.013
-7.7904
-.9896
Perlakuan 2
*
1.65105
.000
-13.0087
-6.2079
Perlakuan 3
*
-8.79500
1.65105
.000
-12.1954
-5.3946
Vitamin C
-5.20833*
1.65105
.004
-8.6087
-1.8079
*
1.65105
.013
.9896
7.7904
Perlakuan 2
*
-5.21833
1.65105
.004
-8.6187
-1.8179
Perlakuan 3
-4.40500*
1.65105
.013
-7.8054
-1.0046
-.81833
1.65105
.624
-4.2187
2.5821
*
1.65105
.000
6.2079
13.0087
*
1.65105
.004
1.8179
8.6187
.81333
1.65105
.627
-2.5871
4.2137
*
1.65105
.013
.9996
7.8004
*
8.79500
1.65105
.000
5.3946
12.1954
Perlakuan 1
4.40500*
1.65105
.013
1.0046
7.8054
Perlakuan 2
-.81333
1.65105
.627
-4.2137
2.5871
Vitamin C
*
3.58667
1.65105
.040
.1863
6.9871
Kontrol
5.20833*
1.65105
.004
1.8079
8.6087
Perlakuan 1
.81833
1.65105
.624
-2.5821
4.2187
Perlakuan 2
*
1.65105
.013
-7.8004
-.9996
Perlakuan 3
*
-3.58667
1.65105
.040
-6.9871
-.1863
Perlakuan 1
14.47333*
1.42564
.000
11.5372
17.4095
Perlakuan 2
18.08500*
1.42564
.000
15.1488
21.0212
Perlakuan 3
*
1.42564
.000
16.6955
22.5678
*
1.42564
.000
12.1538
18.0262
*
1.42564
.000
-17.4095
-11.5372
*
1.42564
.018
.6755
6.5478
*
1.42564
.001
2.2222
8.0945
.61667
1.42564
.669
-2.3195
3.5528
-18.08500*
1.42564
.000
-21.0212
-15.1488
-3.61167*
1.42564
.018
-6.5478
-.6755
Kontrol
Perlakuan 1 Kontrol
Vitamin C Perlakuan 2 Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 3 Vitamin C Perlakuan 3 Kontrol
Vitamin C
MMP_1
Kontrol
Vitamin C Perlakuan 1 Kontrol Perlakuan 2 Perlakuan 3 Vitamin C Perlakuan 2 Kontrol Perlakuan 1
-9.60833
4.39000
9.60833 5.21833
4.40000
-4.40000
19.63167 15.09000 -14.47333
3.61167 5.15833
cxxxiii
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Perlakuan 3
1.54667
1.42564
.288
-1.3895
4.4828
*
1.42564
.046
-5.9312
-.0588
*
1.42564
.000
-22.5678
-16.6955
*
1.42564
.001
-8.0945
-2.2222
-1.54667
1.42564
.288
-4.4828
1.3895
*
1.42564
.004
-7.4778
-1.6055
*
1.42564
.000
-18.0262
-12.1538
Perlakuan 1
-.61667
1.42564
.669
-3.5528
2.3195
Perlakuan 2
*
1.42564
.046
.0588
5.9312
*
1.42564
.004
1.6055
7.4778
Vitamin C Perlakuan 3 Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2 Vitamin C Vitamin C
Kontrol
Perlakuan 3
-2.99500 -19.63167
-5.15833 -4.54167 -15.09000
2.99500 4.54167
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
cxxxiv
Lampiran 10. Foto Aktivitas Penelitian
Tikus Wistar Jantan
Proses Penimbangan tikus Wistar
Tikus Wistar Jantan
Kelompok perlakuan tikus Wistar jantan dalam kandang
cxxxv
Dekapitasi tikus Wistar
Pencukuran Bulu tikus Wistar yang akan Diberi Perlakuan
tikus Wistar sedang dicukur
tikus Wistar diambil jaringan kulitnya
cxxxvi
Tikus Wistar sedang dipapar UVB dalam box Simulator UVB & box penyinaran tikus Wistar
Simulator UVB & box penyinaran tikus Wistar
Penyinaran UV-B pada Kelompok tikus Wistar
cxxxvii
Pengambilan Jaringan Kulit ukuran 1 x 1 cm2 Pada punggung tikus Wistar untuk Pembuatan Preparat Histologi
Dekapitasi tikus Wistar
Daun Pegagan
Vacuum Rotary Evaporator
cxxxviii
Isi kit LSAB+ DAKO Kit LSAB+ DAKO, Fetal bovine Serum, dan anti bodi MMP1
Mikroskop Olympus CX41 dan kamera Optilab pro
Microtome Leica Jung 820
cxxxix
cxl