TESIS
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LOTUS (Nelumbo nuficera Gaertn) MENURUNKAN KADAR F2 ISOPROSTAN DALAM URIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN DENGAN AKTIVITAS FISIK BERLEBIH
MERY LINDAWATI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LOTUS (Nelumbo nuficera Gaertn) MENURUNKAN KADAR F2 ISOPROSTAN DALAM URIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN DENGAN AKTIVITAS FISIK BERLEBIH
MERY LINDAWATI NIM. 1390761022
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LOTUS (Nelumbo nuficera Gaertn) MENURUNKAN KADAR F2 ISOPROSTAN DALAM URIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN DENGAN AKTIVITAS FISIK BERLEBIH
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
MERY LINDAWATI NIM. 1390761022
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 27 Januari 2015
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof.Dr.dr.J.Alex Pangkahila,M.Sc.,Sp.And NIP. 194402011964091001
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS NIP. 194612131971071001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,SpAnd, FAACS NIP. 194612131971071001
Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S (K) NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal : 27 Januari 2015
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor
: 029/UN14.4/HK/2015
Tanggal
: 2 Januari 2015
Ketua
:
Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And.
Anggota
:
1. Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila, Sp.And.FAACS 2. Prof. dr. I Gusti Made Aman, SpFK 3. Dr. rer. nat. dr. Ni Nyoman Ayu Dewi, M.Si 4. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pemberian Ekstrak Daun Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) Menurunkan Kadar F2 Isoprostan Dalam Urin Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan dengan Aktivitas Fisik Berlebih” untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, kekhususan Anti Aging Medicine di Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD, sebagai Rektor Universitas
Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. 2.
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk menjadi mahasiswa
Program Magister
Program
Pascasarjana Universitas Udayana. 3.
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS sebagai Ketua
Program Studi Kekhususan Anti Aging Medicinedan sebagai dosen pembimbing II atas ilmu yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan yang sangat berarti dalam menyusun tesis ini mulai dari awal hingga selesai. 4.
Prof. Dr. dr.J Alex Pangkahila, MSc, SpAnd, sebagai dosen pembimbing I
yang dengan sabar memberikan ilmunya selama penulis mengikuti studi, yang selalu ada untuk memberikan ide, bimbingan dan saran terutama dalam teknis menulis ilmiah yang baku, memberikan masukan dan koreksi yang sangat berharga, serta memberi motivasi untuk menyusun tesis dan menyelesaikan studi.
6.
Prof. dr. I Gusti Made Aman, SpFK atas ilmu yang diberikan kepada
penulis selama mengikuti studi, yang dengan kemurahan hati selalu bersedia memberikan bimbingan dan saran yang sangat berarti.. 7.
Dr. rer. nat. dr. Ni Nyoman Ayu Dewi, M.Si, sebagai penguji yang telah
memberikan masukan dan koreksi yang sangat berharga dalam penyelesaian tesis ini. 8.
Dr. dr. Ida Sri Iswari M.S, Sp.MK, sebagai penguji yang telah
memberikan masukan dan koreksi yang sangat berharga dalam penyelesaian tesis ini. 9.
Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, MPhil, dari Laboratorium Analitik
Universitas Udayana yang telah banyak membantu dalam penelitian terutama dalam pemeriksaan sampel penelitian. 10.
Ferbian Milas Siswanto, dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana, yang telah banyak membantu dalam penelitian terutama dalam hal teknis selama penelitian berlangsung. 11.
Drs.I Ketut Tunas, M.Si. yang telah banyak membantu dalam penelitian
dan penyusunan tesis ini terutama masukan dan bimbingan dalam analisis data penelitian. 12.
Yoga dari laboratorium yang telah banyak membantu dan memberikan
saran dan bimbingan terutama dalam proses pengolahan ekstrak propolis untuk penelitian. 13.
Dosen-dosen Ilmu Biomedik Universitas Udayana yang telah memberikan
ilmunya yang sangat membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini. 14.
Para Staf Ilmu Biomedik Program Magister Ilmu Biomedik Universitas
Udayana atas motivasi yang diberikan kepada penulis, serta selalu baik dan ramah dalam memberikan informasi.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada keluarga tercinta, yakni: kedua orang tua Sudarto Apit dan Sri Indarti, adik, serta Ronald Setiadi yang senantiasa memberikan doa, dan dukungan moril yang tiada hentinya dalam menyelesaikan program magister ini. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat serta kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Anti Aging Medicine. Kiranya Tuhan selalu memberikan berkat dan rahmatnya bagi kita semua. Denpasar, Januari 2015 Penulis Mery Lindawati
ABSTRAK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN LOTUS (Nelumbo nuficera Gaertn) MENURUNKAN KADAR F2 ISOPROSTAN DALAM URIN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN DENGAN AKTIVITAS FISIK BERLEBIH Aktivitas fisik berlebih menyebabkan meningkatnya pembentukan radikal bebas yang mengakibatkan peningkatan stres oksidatif di mana produksi radikal bebas meningkat melebihi kapasitas pertahanan antioksidan seluler. Apabila terjadi aktivitas fisik berlebih, maka kadar isoprostan, kreatin kinase, malondialdehyde diperiksa sebagai penanda terjadinya cedera otot karena beban berlebih.Pemeriksaan F2 Isoprostan pada plasma maupun urin merupakan gold standard untuk mengetahui stres oksidatif. Antioksidan mencegah terbentuknya radikal bebas dalam tubuh, salah satu antioksidan yang dapat ditemukan di masyarakat adalah daun Lotus(Nelumbo nuficera Gaertn). Daun Lotus mengandung flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar F2 Isoprostan dalam urin tikus yang diberikan ekstrak daun Lotus dengan aktivitas berlebih. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni yang menggunakan pre-test post-test control group design yang dilakukan pada 20 ekor tikus jantan berumur 2-3 bulan, dengan berat badan 220-240 g. Tikus dipilih secara random dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kontrol dan perlakuan, yang direnangkan setiap hari selama 1 jam atau sampai hampir tenggelam. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar. Data dianalisis dengan uji t-independence. Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata kadar F2 Isoprostan pre-test kelompok kontrol adalah 3,67±0,57 ng/ml dan F2 Isoprostan pre-test kelompok ekstrak etanol daun Lotus 150 mg/kg adalah 3,58±0,47 ng/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independence menunjukkan bahwa rerata kadar F2 Isoprostan pre-test pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Hasil analisis data menunjukan F2 Isoprostan post-test kelompok yang diberi ekstrak etanol daun Lotus 150 mg/kg/hari menurun secara signifikan dari 3,58±0,47 ng/mL menjadi 2,69±0,35 ng/mL (p<0,05) dan terdapat perbedaan signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,05). Kadar F2 Isoprostan post-test pada kelompok kontrol (plasebo) meningkat secara signifikan dari 3,67±0,57 ng/mL menjadi 4,64±0,15 ng/mL(p<0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun Lotus setiap hari selama 7 hari pada tikus putih jantan dengan aktivitas fisik berlebih, mampu menurunkan kadar F2 Isoprostan secara bermakna dibandingkan dengan plasebo. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penggunaannya pada manusia.Penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak etanol daun Lotus mampu menurunkan F2 Isoprostan, sehingga dapat memperbaiki stress oksidatif akibat radikal bebas. Kata kunci:ekstrak daun Lotus, tikus, aktivitas fisik berlebih, F2 Isoprostan, stres oksidatif
ABSTRACT ADMINISTRATION OF LOTUS LEAF (Nelumbo nuficera Gaertn) EXTRACT REDUCES F2 ISOPROSTANE LEVEL OF WHITE MALE RATS (Rattus norvegicus) URINE WITH OVERTRAINING Overtraining increases the formation of free radical which increases the oxidative stress, which the production of free radicals exceed the defense capacity of cellular antioxidant. If overtraining happened, then the level of isoprostan, creatine cinase, malondialdehyde will be checked as the sign of muscle injury due to over training. The F2 Isoprostan plasma or urine examination is the gold standard to examine the stress oxidative. Antioxidant prevent the formation of free radical in the body, and one of the antioxidant which could be found in the community is Lotus leaf(Nelumbo nuficera Gaertn). Lotus leaf contains flavonoid which could be used as an antioxidant. The objective of this research is to know the decrease of F2 Isoprostan level in the urine of rat which is given with Lotus leaf extract with overtraining. This was an experimental research which used the pre-test post-test control group design with 20 male rats aged 2-3 months, had weight 220-240 g. The rats were being chosen randomly and divided into 2 groups, control group and group with Lotus leaf ethanol extract, which swam 1 hour everyday or until sink. The researh was done at Laboratory of Pathology, Faculty of Veterinary Medicine, University of Udayana, Denpasar. The data was analysed with t-independence. The analysis resultsshowed that the mean pre-test F2 Isoprostan level of control group was 3.67±0.57 ng/ml and pre-test F2 Isoprostan of the group with Lotus leaf ethanol extract 150 mg/kg was 3.58±0.47 ng/ml. The significance analysis used t-independence test showed that the mean pre-test F2 Isoprostan levelof both groups after handling was not different significantly (p>0.05).The analysis data showed that the group which was treated with Lotus leaf ethanol extract 150 mg/kg/day, the post-test F2 Isoprostan level decreased significantly from 3.58±0.47 ng/mL to 2.69±0.35 ng/mL (p<0.05) and it was different significantly compare to control group (p<0.05). The post-test F2 Isoprostan level of control group increased significantly from 3.67±0.57 ng/mL to 4.64±0.15 ng/mL(p<0.05). This research showed that treatment with Lotus leaf ethanol extract everyday for 7 days to white male rats with overtraining could decrease F2 Isoprostan levelsignificantly compare to placebo group. The result of this research could be made as the base of next research to know the use of Lotus leaf for human.This research proved that Lotus leaf ethanol extract could decrease the F2 Isoprostan level, so it could repair the oxidative stress due to free radicals. Keywords: Lotus leaf extract, rat, over physical activity, F2 Isoprostan, oxidative stress
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ..................................................................................................i PRASYARAT GELAR ...........................................................................................ii LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI THESIS ........................................................iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ........................................................v UCAPAN TERIMAKASIH ...................................................................................vi ABSTRAK .............................................................................................................ix ABSTRACT ............................................................................................................x DAFTAR ISI ..........................................................................................................xi DAFTAR TABEL ...............................................................................................xvii DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xviii DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................xix DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xx BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................6
1.4.1
Manfaat Ilmiah ....................................................................6
1.4.2
Manfaat Praktis....................................................................6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................7 2.1 Penuaan ..................................................................................................7 2.1.1 Definisi Penuaan .....................................................................7 2.1.2 Mekanisme pada Penuaan ......................................................7 2.1.3 Teori Penuaan .........................................................................8 2.1.3.1 Teori “Wear and Tear”.............................................8 2.1.3.2 Teori Radikal Bebas ................................................9 2.1.3.3 Teori Kontrol Genetika ..........................................11 2.1.3.4 Teori Neuroendokrin .............................................11 2.1.4 Faktor yang Mempercepat Penuaan .....................................11 2.2 Radikal Bebas ......................................................................................12 2.2.1 Definisi radikal Bebas ..........................................................12 2.2.2 Sumber Radikal Bebas .........................................................12 2.2.3 Sifat Radikal Bebas ..............................................................13 2.2.4 Tahapan Pembentukan Radikal Bebas .................................14 2.2.5 Peranan Radikal Bebas dalam Proses Penuaan ....................14 2.2.6 Stres Oksidatif ......................................................................15 2.3 F2 Isoprostan .......................................................................................16 2.4 Pelatihan Fisik .....................................................................................18
2.4.1 Olahraga ...............................................................................18 2.4.2 Pelatihan Fisik Berlebih .......................................................20 2.4.3 Hubungan Aktivitas Berlebih dengan Radikal Bebas ..........23 2.5 Antioksidan ..........................................................................................24 2.5.1 Definisi Antioksidan .............................................................24 2.5.2 Jenis Antioksidan ..................................................................24 2.5.3 Pengukuran Antioksidan ......................................................26 2.5.4 Efek Antioksidan ..................................................................26 2.6 Lotus ....................................................................................................27 2.6.1 Deskripsi Lotus .....................................................................27 2.6.2 Karakteristik dan Morfologi .................................................28 2.6.3 Kandungan Senyawa Kimia .................................................29 2.6.4 Manfaat Lotus .......................................................................30 2.6.4.1 Flavonoid ...............................................................31 2.7 Hewan Coba Tikus (Rattus norvergicus) ............................................32 2.7.1 Penggunaan Tikus ................................................................32 2.7.2 Pemberian Makanan dan Minuman ......................................34 2.7.3 Pemantauan Keselamatan Tikus ...........................................34 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN.........................................................................................................36 3.1 Kerangka Berpikir ...............................................................................36
3.2 Konsep Penelitian ................................................................................37 3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................................38 BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................39 4.1 Rancangan Penelitian ..........................................................................39 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................40 4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................40 4.3.1 Populasi ................................................................................40 4.3.2 Kriteria Sampel .....................................................................40 4.3.2.1 Kriteria Inklusi .......................................................40 4.3.2.2 Kriteria Drop Out ..................................................41 4.3.3 Besar Sampel ........................................................................41 4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel ................................................42 4.4 Variabel Penelitian ..............................................................................42 4.4.1 Klasifikasi Variabel ..............................................................42 4.4.2 Definisi Operasional Variabel ..............................................43 4.5 Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................45 4.5.1 Bahan Penelitian ...................................................................45 4.5.2 Alat Penelitian ......................................................................46 4.6 Prosedur Penelitian ..............................................................................47 4.6.1 Prosedur Pembuatan Ekstrak Daun Lotus ............................47 4.6.2 Pemilihan dan Pemeliharaan Hewan Uji ..............................47
4.6.3 Prosedur Perlakuan ...............................................................48 4.6.3.1 Pemeriksaan Sampel Urin untuk Pemeriksaan F2 Isoprostan .........................................................................49 4.6.4 Alur Penelitian ......................................................................51 4.6.5 Pemantauan Keselamatan Tikus di Laboratorium ................51 4.7 Prosedur Pengumpulan Data ...............................................................52 4.7.1 Pengukuran kadar F2 Isoprostan ..........................................52 4.8 Pengolahan dan Analisis Data .........................................................................54 BAB V HASIL PENELITIAN ..............................................................................55 5.1 Analisis Deskriptif ...............................................................................55 5.2 Uji Normalitas Data .............................................................................56 5.3 Uji Homogenitas Data antar Kelompok ..............................................56 5.4 Uji Komparabilitas .............................................................................57 5.4.1 Analisis Komparabilitas Antar Kelompok Sebelum Perlakuan ........................................................................................................57 5.4.2
Analisis Efek Perlakuan Pemberian Ekstrak Etanol Daun
Lotus antar Kelompok Sesudah Perlakuan ....................................58
5.4.3 Analisis Efek Perlakuan Pemberian Ekstrak Etanol Daun Lotus terhadap F2 Isoprostan pada masing-masing Kelompok ........................................................................................................59
BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................61 6.1 Subyek Penelitian ................................................................................61 6.2 Pemberian Aktivitas Fisik Berlebih .....................................................63 6.3 Pemberian Ekstrak Etanol Daun Lotus ................................................64 6.4 Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Lotus terhadap Kadar F2 Isoprostan ....................................................................................................................66 6.5 Manfaat Daun Lotus terhadap Perkembangan Ilmu Kedokteran Antipenuaan ...............................................................................................69 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................71 7.1 Simpulan ..............................................................................................71 7.2 Saran ....................................................................................................71 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................72 LAMPIRAN ..........................................................................................................79
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Biomarker untuk kerusakan oksidatif ...................................................16 Tabel 2.2 Data Biologi Tikus ................................................................................33 Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data F2 Isoprostan pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan ........................................................................................................55 Tabel 5.2Hasil Uji Normalitas Data F2 Isoprostan pada Kelompok Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan ...............................................................................56 Tabel 5.3Hasil Uji Homogenitas F2 Isoprostan antar KelompokSebelum dan Setelah Diberikan Perlakuan.................................................................................56 Tabel 5.4Rerata F2 Isoprostan antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan..57 Tabel 5.5Rerata Kadar F2 Isoprostan antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan ...............................................................................................................58 Tabel 5.6 Rerata F2 Isoprostan Masing-Masing Kelompok Sebelum Dan Sesudah Perlakuan ...............................................................................................................59
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pembentukan Radikal Bebas .............................................................10 Gambar 2.2 Produk utama dari aktivitas ROS (Reactive Oxygen Species)..........17 Gambar 2.3 Kadar isoprostan pada spesimen yang berbeda..................................17 Gambar 2.4 Lotus N. nuficera ...............................................................................28 Gambar 2.5 Berbagai kelas Flavonoid berdasarkan struktur molekul ..................32 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian .............................................................37 Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................39 Gambar 4.2 Bagan Hubungan Antar Variabel ......................................................43 Gambar 4.3 Bagan Alur Penelitian .......................................................................51 Gambar 5.1 Grafik Perubahan Kadar F2 Isoprostan Sebelum dengan Sesudah Pemberian Ekstrak Etanol Daun Lotus pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan...60 Gambar 6.1 Hubungan struktur aktivitas antioksidan Flavonoid...........................66
DAFTAR SINGKATAN
COX2
Cyclooxygenase 2
DNA
Deoxyribo Nucleic Acid
EIA
Enzyme Immunoassay
ELISA
Enzyme-linked immunosorbent assay
GPx
Glutation Peroxidase
MDA
Malondialdehyde
PUFA
Poly Unsaturated Fatty Acid
ROS
Reactive Oxygen Species
SHBG
Sex Hormone Binding Globulin
SOD
Superoxide Dismutase
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Ethical Clearance ..............................................................................73 Lampiran 2 Hasil Analisis Ekstrak Daun Lotus ....................................................74 Lampiran 3 Hasil Penelitian Pendahuluan ............................................................75 Lampiran 4 Analisis Deskriptif .............................................................................79 Lampiran 5Uji Normalitas ...................................................................................81 Lampiran 6 Uji Homogenitas ................................................................................82 Lampiran 7 Uji Komparasi Data Pre .....................................................................83 Lampiran 8 Uji Komparasi Data Post ...................................................................84 Lampiran 9Uji Komparasi Pre-Post Masing Masing Kelompok..........................86 Lampiran 10 Foto-foto penelitian .........................................................................87
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan proses alami yang akan dialami semua makhluk hidup, di mana dalam proses penuaan terjadi penurunan fungsi secara bertahap berbagai organ dalam tubuh. Dalam Anti Aging Medicine, penuaan diperlakukan sebagai suatu penyakit yang dapat diobati ataupun dicegah, sehingga dapat memperpanjang hidup. Proses penuaan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Contoh penyebab faktor internal adalah berkurangnya hormon, radikal bebas, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, menurunnya sistem kekebalan tubuh, dan gen. Faktor eksternal penyebab penuaan yaitu diet dan gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan hidup yang salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan. Proses penuaan dapat dicegah atau diperlambat bila kita menghindari faktor-faktor penyebab penuaan, sehingga kualitas hidup lebih baik (Pangkahila, 2007). Gaya hidup sehat berperan penting dalam membantu membangun sel-sel dalam tubuh yang dapat melawan penuaan, seperti berolahraga secara teratur setiap hari, yoga dan relaksasi, managemen stres, dan mengatur pola makan. Apabila kita lakukan secara rutin, maka proses penuaan dapat kita cegah.
Aktivitas fisik seperti olahraga meningkatkan pengeluaran energi, dengan memperhatikan frekuensi (3-4x seminggu), intensitas (72-87% dari denyut jantung maksimal (220-umur)), serta tipe olahraga (15 menit pemanasan, 301 60 menit kombinasi latihan aerobik dan otot, 10 menit pendinginan) (Pangkahila, 2007). Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi akumulasi kerusakan sel oleh radikal bebas, di mana radikal bebas merusak molekul dengan menarik elektron untuk menstabilkan elektronnya sehingga radikal bebas sangat reaktif (Suryohudoyo, 2000). Radikal bebas adalah molekul dengan elektron bebas dan bersifat destruktif (Goldman dan Klatz, 2007). Terbentuknya radikal bebas oksigen dalam tubuh merupakan proses fisiologis, umumnya terbentuk dari molekul hidrogen, karbon, dan nitrogen. Sebagian kecil oksigen akan mengalami reduksi dan membentuk radikal bebas (Simanjuntak, 2006). Radikal bebas merusak sel dan komponen sel seperti lipid, protein, DNA, serta menimbulkan mutasi genetik (Droge, 2002). Radikal bebas dapat berasal dari dalam (proses respirasi sel, metabolisme) ataupun luar tubuh (polutan seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, makanan berlemak, radiasi, sinar ultraviolet). Aktivitas fisik berlebih yang melampaui batas kelelahan juga dapat memicu pembentukan radikal bebas yang menimbulkan stres oksidatif (Pham-Huy et al., 2008). Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh oleh otot skeletal yang apabila dilakukan secara teratur dengan intensitas sedang memiliki dampak yang baik untuk kesehatan tubuh kita (WHO, 2013). Aktivitas berlebih diakibatkan
karena melakukan olahraga melebihi kemampuan pemulihan tubuh (Howitt, 2008). Aktivitas fisik berlebih disebabkan intensitas latihan yang sangat tinggi, volume latihan yang sangat lama, serta frekuensi yang sangat sering (Hatfield, 2001). Aktivitas fisik berlebih meningkatkan konsumsi oksigen 100-200 kali lipat pada serat otot yang berkontraksi, karena terjadi peningkatan metabolisme tubuh, inflamasi, serta penggunaan oksigen oleh otot yang berkontraksi, sehingga meningkatkan kebocoran elektron bebas oleh mitokondria menjadi Reactive Oxygen Species (ROS) (Sauza, 2005). Tubuh memproduksi enzim dan molekul khusus untuk melenyapkan radikal bebas (disebut antioksidan endogen), serta yang berasal dari makanan seperti vitamin C, E, beta karoten (disebut antioksidan eksogen). Antioksidan endogen bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas ataupun menangkapnya, antioksidan eksogen mencegah terjadinya stres oksidatif (Winarsi, 2007). Aktivitas fisik meningkatkan konsumsi oksigen yang mengakibatkan terbentuknya radikal bebas. Sekitar 5% oksigen yang dikonsumsi akan menjadi radikal bebas superoksid, di mana konsumsi oksigen semakin meningkat maka radikal bebas superoksid juga semakin meningkat. Aktivitas fisik berlebih menyebabkan radikal bebas sulit untuk dihindari, sehingga diperlukan usaha untuk meningkatkan antioksidan di dalam tubuh. Antioksidan merupakan suatu senyawa untuk mencegah terjadinya proses oksidasi, serta merupakan senyawa peredam radikal bebas sehingga menjadi senyawa yang stabil. Antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan
pencegah atau non enzimatik antioksidan (seperti Superoxide Dismutase (SOD), Glutation Peroxidase (GPx)), serta antioksidan pemutus rantai (seperti vitamin C, E, gluthation, flavonoid). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa flavonoid berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan tubuh. Cara kerja antioksidan yaitu dengan membentuk radikal bebas tidak reaktif yang relatif stabil, melengkapi kekurangan elektron pada radikal bebas, serta menghambat terjadinya reaksi rantai dari pembentukan radikal bebas (Utami et al., 2009). Antioksidan secara alami dihasilkan oleh tubuh, di mana kemampuan tubuh untuk memproduksi antioksidan alami semakin berkurang dengan bertambahnya usia (Simanjuntak, 2006). Konsumsi antioksidan dapat menunda proses penuaan (Cooper, 2001). Penggunaan antioksidan alami dianggap lebih aman karena berasal dari ekstrak tanaman. Ekstrak daun Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) merupakan salah satu sumber antioksidan yang belum banyak diketahui masyarakat luas, salah satunya flavonoid yang merupakan komponen utama yang terkandung dalam daun Lotus (Zhou, 2009). Daun Lotus mengandung flavonoid, glycoside, alkaloid, nelumboside, alipathic (Zhang, 2009; Mukherjee, 2009). Daun Lotus efektif untuk mengobati
hyperlipidemia
(Zhou,
2009),
menghentikan
perdarahan
(Mukherjee, 2009), pengobatan hematemesis, hematuria (Zhou, 2009). Ekstrak daun Lotus memiliki efek antioksidan dan aktivitas radikal bebas yang kuat (Yanget al., 2007). Untuk melihat kerusakan oksidatif akibat aktivitas fisik yaitu dengan cara menemukan peroksidasi lipid melalui pemeriksaan malondialdehyde (MDA),
F2 Isoprostan (Wellman dan Bloomer, 2009). F2 Isoprostan sebagai hasil akhir peroksidasi lipid akibat radikal bebas, merupakan biomarker untuk menentukan stres oksidatif (Cadenas et al., 2002). F2 Isoprostan dihasilkan melalui peroksidasi non enzimatik asam arakidonat (Wellman dan Bloomer, 2009). F2 Isoprostan merupakan pemeriksaan gold standard karena didapatkan dengan prosedur yang mudah dilakukan, stabil dan merupakan tindakan non invasif. Pengukuran F2 Isoprostan dapat dilakukan dengan mengambil sampel dari plasma ataupun urin (Roberts dan Milne, 2009). Isoprostan merupakan marker yang akurat untuk mendeteksi stres oksidatif (Morrow et al., 2002). Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang ekstrak daun Lotus terhadap stres oksidatif akibat radikal bebas yang disebabkan oleh karena aktivitas fisik berlebih. Hal ini disebabkan penggunaan ekstrak daun Lotus belum
populer
di masyarakat
sebagai antioksidan,
sehingga
dapat
mengoptimalkan potensi yang ada di lingkungan sekitar kita yang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Daun Lotus mengandung flavonoid dan alkaloid, serta memiliki efek anti oksidan yang kuat (Yanget al., 2007). Aktivitas fisik berlebih akan meningkatkan produksi radikal bebas yang akan menyebabkan stres oksidatif. Belum ada penelitian mengenai hubungan pemberian antioksidan ekstrak daun Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) dengan penurunan kadar F2 Isoprostan urin.Penelitian ini menggunakan tikus (Rattus norvegicus)karena mudah didapat dan dipelihara.
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Apakah pemberian ekstrak etanol daun Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) 150 mg/kg BB dapat menurunkan kadar F2 Isoprostan pada urin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan aktivitas fisik berlebih? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk membuktikan pemberian ekstrak etanol daun Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) 150 mg/kg BB dapat menurunkan F2 Isoprostan pada urin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan aktivitas fisik berlebih. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Memberikan informasi mengenai manfaat ekstrak etanol daun Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) dalam upaya mencegah terjadinya stres oksidatif dengan cara menurunkan F2 Isoprostan pada urin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan aktivitas fisik berlebih. 1.4.2
Manfaat Praktis Memberikan informasi bahwa pemberian ekstrak etanol daun Lotus
(Nelumbo nuficera Gaertn) menurunkan F2 Isoprostan urin sebagai sumber antioksidan alternatif serta untuk mencegah proses penuaan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan Penuaan merupakan penurunan fungsi biologik dari usia kronologik (Fowler, 2003). Penuaan dapat ditandai dengan penurunan energi, massa otot, dan gangguan kognitif (Null, 2006). Proses penuaan dapat dicegah, diobati dan dikembalikan ke keadaan semula (Pangkahila, 2007). Untuk mencapai kualitas hidup yang baik pada usia lanjut, maka kita perlu melakukan modifikasi gaya hidup, seperti mengatur pola hidup, makan, tidur, serta olahraga. Pola hidup sehat dapat meningkatkan kualitas hidup (Franklin, 2009). 2.1.1 Definisi Penuaan Penuaan adalah penurunan dalam proses fisiologis setelah melewati fase reproduktif dari kehidupan (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya semakin berkurang (Rohana, 2011). 2.1.2 Mekanisme pada Penuaan Penuaan merupakan penurunan energi seluler sehingga menurunkan kemampuan sel untuk memperbaiki diri, di mana terjadi penurunan fisiologik
7
(fungsi tubuh dan sistem organ) dan peningkatan resiko terkena penyakit. Terdapat 3 fase penuaan (Fowler, 2003), yaitu: a. Fase subklinik (usia 25-35 tahun), terjadi penurunan hormon testosteron, hormon pertumbuhan, dan estrogen. Stres, polusi, radiasi sinar ultraviolet dan diet yang buruk membentuk radikal bebas yang merusak sel dan DNA. b. Fase transisi (usia 35-45 tahun), mulai muncul gejala klinis dan kadar hormon menurun hingga 25 persen. Radikal bebas yang terbentuk menyebabkan penyakit kanker, arthritis, diabetes dan penyakit pada arteri kononaria. c. Fase klinik (usia di atas 45 tahun), terjadi penurunan hormon testosteron, estrogen,
tiroid,
melatonin,
hormon
pertumbuhan,
dan
dehydroepiandrosterone (DHEA). Selain itu juga terdapat penurunan kemampuan penyerapan nutrisi, vitamin, mineral sehingga densitas tulang menurun, massa otot menghilang, serta lemak tubuh dan berat badan meningkat. 2.1.3 Teori Penuaan 2.1.3.1 Teori “Wear and Tear” Kerusakan yang terjadi pada tubuh dan sel karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse), dimana kerusakan bisa terjadi hingga ke organ tubuh. Seiring dengan bertambahnya usia, tubuh mulai kehilangan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan dan pemeliharaan. Pada prinsipnya penuaan disebabkan oleh penggunaan dan kerusakan yang terus menerus. Seiring bertambahnya usia, kemampuan tubuh untuk memperbaiki dan
mempertahankan organ tubuh dan sel semakin berkurang. Pengobatan awal serta penggunaan suplemen dapat merangsang kemampuan untuk memperbaiki dan mempertahankan organ tubuh dan sel, serta mengendalikan proses penuaan (Goldmann dan Klatz, 2003). 2.1.3.2 Teori Radikal Bebas Penuaan terjadi karena akumulasi kerusakan sel oleh radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul tidak stabil yang sangat reaktif dengan elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya serta cenderung menarik elektron dan dapat mengubah molekul menjadi radikal karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas terbentuk dari proses pembakaran gula dan lemak. Reaksi oksidasi (proses penambahan oksigen) menyebabkan terjadinya radikal bebas. Radikal bebas merusak molekul yang elektronnya ditarik, sehingga merusak sel, mengganggu fungsi sel, dan menyebabkan kematian sel. Radikal bebas merusak membran sel, enzim,
protein,
sehingga
terjadi
kerusakan
seluruh
organ.
Dengan
bertambahnya usia, semakin bertambahnya kerusakan sel akibat radikal bebas yang menyebabkan gangguan metabolisme sel, serta dapat menurunkan kualitas hidup ataupun menyebabkan kematian (Suryohudoyo, 2000). Radikal bebas berhubungan dengan penyakit yang sering diderita oleh orang usia lanjut, seperti atherosclerosis, Parkinson, Alzheimer (Pangkahila, 2007). Antioksidan berfungsi untuk mencegah efek buruk radikal bebas dengan cara menetralkan radikal bebas untuk melindungi sel (Bagiada, 2001).
Gambar 2.1 Pembentukan Radikal Bebas (Leonard, 2011) Oksidan dari asap tembakau dapat menghabiskan antioksidan intraseluler dalam sel paru (in vivo) melalui mekanisme yang dikaitkan terhadap tekanan oksidan. Setiap hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dengan jumlah besar yang menyebabkan kerusakan alveoli (Droge, 2002). Radioterapi merusak jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik menghasilkan radikal primer yang mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler (Droge, 2002). Sinar ultraviolet merangsang pembentukan radikal bebas, menyebabkan
penuaan
dan
kanker.
Paparan
ultraviolet
yang
merangsang
pembentukan ROS, di mana jumlah radikal bebas bervariasi tergantung dosis ultraviolet (Jung, 2008).
2.1.3.3 Teori Kontrol Genetika Terjadi penurunan kode genetik yang memprogram sandi sepanjang DNA yang menentukan umur harapan hidup dan kecepatan proses penuaan setiap individu. Pola hidup penuaan menentukan waktu jam biologis seseorang, di mana dengan terhentinya jam biologis menandakan proses penuaan (Goldman dan Klatz, 2003). 2.1.3.4 Teori Neuroendokrin Fungsi hormon yaitu mengatur dan memperbaiki fungsi tubuh. Dengan semakin bertambahnya usia menyebabkan produksi hormon menurun yang mengganggu berbagai fungsi organ dalam tubuh. Untuk mengembalikan fungsi hormon dan memperlambat proses penuaan, maka digunakan terapi sulih hormon (Goldman dan Klatz, 2003). 2.1.4 Faktor yang Mempercepat Penuaan Beberapa faktor yang dapat mempercepat proses penuaan yaitu faktor lingkungan (berupa pencemaran lingkungan yang meningkatkan kadar hormon prolaktin dan menyebabkan apoptosis; paparan sinar matahari yang dapat menurunkan elastisitas dan merusak kolagen kulit sehingga mempercepat proses penuaan pada kulit), faktor diet/makanan (zat pengawet dan pewarna makanan menimbulkan kerusakan organ tubuh terutama hati), faktor genetik (infeksi virus, radiasi serta racun yang diserap oleh tubuh dapat mempengaruhi faktor genetik), faktor psikis (menyebabkan proses apoptosis pada tubuh), faktor organik (tingkat kebugaran tubuh yang rendah, konsumsi makanan yang kurang sehat, penurunan Growth Hormone, Insulin Growth Factor-I,
testosteron dan melatonin menyebabkan gangguan circadian rhythm) (Pangkahila, 2013). 2.2 Radikal Bebas 2.2.1 Definisi Radikal Bebas Radikal bebas adalah kumpulan atom atau molekul dengan elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluar sehingga berusaha menarik elektron dari molekul lainnya. Sifat radikal bebas yaitu tidak stabil dan sangat reaktif. Radikal bebas yang mengambil elektron dari molekul yang stabil, menyebabkan molekul tersebut kehilangan satu elektron sehingga menjadi radikal bebas yang baru (Pham-Huy et al., 2008). Radikal bebas diproduksi secara endogen (oleh mitokondria, membran plasma, retikulum endoplasma, inti sel) serta diperoleh secara eksogen (dari asap rokok, radiasi sinar ultraviolet, pestisida) (Suryohudoyo, 2000). Oksidan adalah senyawa yang dapat menarik elektron atau senyawa penerima elektron, serta bereaksi dengan komponen yang berfungsi untuk mempertahankan kehidupan sel sehingga dapat mengganggu integritas sel. Radikal bebas dan oksidan memiliki aktivitas yang sama dengan proses yang berbeda. Oksidan bersumber dari proses fisiologis dalam tubuh, proses peradangan, obat-obatan, polutan (Winarsi, 2007). 2.2.2 Sumber Radikal Bebas Radikal bebas dihasilkan oleh tubuh (radikal bebas endogen) ataupun dari alam sekitar (radikal bebas eksogen), dengan reaktivitas yang berbeda, tergantung
dari sifat reaktivitas molekul yang bereaksi dengan sel tubuh (Lingga, 2012). Radikal bebas bersumber dari (Pham-Huy et al., 2008): a. Radikal bebas dari dalam tubuh karena proses enzimatik, yaitu dari proses pembakaran sel pada proses respirasi sel, proses pencernaan dan proses metabolisme. b. Radikal bebas dari dalam tubuh karena proses non enzimatik, yaitu dari reaksi oksigen dengan senyawa organik dengan cara ionisasi dan radiasi. c. Radikal bebas dari luar tubuh, seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar ultraviolet, aktivitas olahraga berlebih. 2.2.3 Sifat Radikal Bebas Sifat radikal bebas yaitu reaktivitas tinggi karena cenderung menarik elektron serta membentuk radikal bebas baru (chain reaction) mengubah suatu molekul dengan mengambil elektron dari molekul lain di sekitarnya (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Akibatnya terbentuk senyawa radikal baru, yang mengubah suatu senyawa menjadi radikal bebas baru sehingga terjadi reaksi rantai (Winarsi, 2010). Selain itu, radikal bebas sangat tidak stabil dan berumur singkat. Radikal bebas merusak sel dengan membentuk ikatan kovalen dengan komponen membran yang merubah struktur reseptor, oksidasi gugus tiol pada komponen membran yang mengganggu transport lintas membran, reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA). Hal ini menyebabkan kerusakan membran sel yang mengubah fluiditas, struktur dan fungsi membran yang menyebabkan kematian
sel (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Radikal hidroksil sangat berbahaya karena reaktifitas yang sangat tinggi, merusak 3 jenis senyawa yang berfungsi untuk mempertahankan intergritas sel, yaitu: asam lemak tak jenuh, DNA, dan protein. Kerusakan asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel mengakibatkan rapuhnya dinding sel, serta merusak dinding dalam pembuluh darah sehingga kolesterol mengendap dan menimbulkan aterosklerosis. 2.2.4 Tahapan Pembentukan Radikal Bebas Radikal bebas terbentuk melalui tahap inisiasi (tahap awal terbentuknya radikal bebas, menjadikan senyawa non radikal menjadi radikal: RH + O2 Cu R’ + H2O), tahap propagasi (tahap pemanjangan rantai radikal bebas, di mana terjadi reaksi rantai dengan molekul lipid lain yang menyebabkan radikal bebas bertambah banyak: R’ + O2
RO2’; RO2’ + RH
R’ + ROOH), tahap
terminasi (radikal bebas bereaksi yang bereaksi dengan radikal bebas lain atau dengan scavenger: R’1 + R’2
R1 : R2). Proses reduksi oksigen melalui 4
elektron transfer dengan 4 tahapan di mana setiap tahapan melibatkan 1 elektron transfer (Wickens, 2001). 2.2.5 Peranan Radikal Bebas dalam Proses Penuaan Seiring dengan bertambahnya usia, keseimbangan antara radikal bebas dan fungsi pertahanan dari antioksidan semakin berkurang yang disebabkan karena cadangan antioksidan berkurang dan jumlah radikal bebas semakin bertambah (Saxena dan Lan, 2006). Radikal bebas merusak integritas sel, yaitu fosfolipid (penyusun membran sel), DNA, dan protein (enzim, reseptor, antibodi) (Fouad, 2007). Kadar yang tidak seimbang antara antioksidan dan
Reactive Oxygen Species menyebabkan stres oksidatif, kanker, atau penuaan (Pangkahila, 2007). 2.2.6 Stres Oksidatif Stres Oksidatif berarti keadaan di mana produksi radikal bebas yang memiliki efek buruk melebihi kapasitas perlindungan dari antioksidan. Penumpukan kerusakan oksidatif sel dan jaringan pada waktu yang berkepanjangan menyebabkan hilangnya fungsi sel dan serta jaringan, yang akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia, serta merupakan penyebab utama proses penuaan. Pada proses penuaan, perusakan oksidatif pada radikal bebas secara irreversibel bertambah dan bertumpuk (Bagiada, 2001). Radikal bebas dapat terbentuk dari metabolisme aerobik ataupun pada keadaan patofisiologis. Radikal bebas yang berasal dari oksigen dinamakan Reactive Oxygen Species (ROS). ROS secara konstan diproduksi dan dieliminasi di dalam tubuh. Produksi ROS yang berlebih atau rusaknya perlindungan terhadap ROS menimbulkan stres oksidatif (Rush et al., 2005). ROS memicu terjadinya peroksidasi lipid yang menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan tubuh, menimbulkan penyakit kanker, inflamasi, aterosklerosis, dan proses penuaan (Szocs, 2004). Latihan fisik berlebih menyebabkan stres oksidatif, di mana stres oksidatif dapat dikendalikan dengan pola hidup sehat dan konsumsi antioksidan (Hersh, 2004).
Biomarker untuk menilai stres oksidatif di dalam tubuh dapat dilihat pada Tabel 2.1: Tabel 2.1 Biomarker untuk kerusakan oksidatif (Deverts, 2014) BIOMARKER Peroksidasi Lipid F2 Isoprostane Oxidized low-density lipoprotein (oxLDL) Malondialdehyde (MDA)
Oksidasi Protein Protein carbonyls Oksidasi DNA 8-hydroxy-2deoxyguanosine (8-OHG)
SEDIAAN
ALAT YANG SERING DIGUNAKAN
Plasma, urin Plasma, serum
GCMS, HPLC-MS/MS ELISA
Plasma, serum, saliva, urin
Colorimetry, spectrophotometry, HPLC + fluorescence, GCMS
Plasma, serum
ELISA
Plasma, serum, urin
HPLC-EC, HPLC-MS, GCMS, Cornet assay
Setiap biomarker memiliki keterbatasan, sehingga terkadang diperlukan lebih dari satu biomarker untuk memastikan kadar stres oksidatif (Powers dan Jackson, 2008). 2.3 F2 Isoprostan F2 Isoprostan terbentuk dari mekanisme katalisis radikal bebas noncyclooxigenase yang melibatkan peroksidasi PUFA, asam arakhidonat (Milatovic dan Aschener, 2010). F2 Isoprostan digunakan sebagai biomarker peroksidasi lipid pada manusia (Cracowski dan Baguet, 2003).
Gambar 2.2 Produk utama dari aktivitas ROS (Reactive Oxygen Species) (Janicka, 2010) Sifat dari molekul F2 Isoprostan yaitu stabil, kuat, dan dapat dideteksi melalui berbagai cairan tubuh seperti urin, plasma, atau cairan serebrospinal (Milatovic dan Aschener, 2009). Akan tetapi banyak penelitian menggunakan sampel dari urin karena metode pengambilan sampel sederhana dan non invasif (Cracowski dan Baguet, 2003). Pemeriksaan F2 Isoprostan menggunakan metode ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) (Soffler et al., 2010).
Gambar 2.3 Kadar isoprostan pada spesimen yang berbeda (Janicka, 2010) Perubahan pada biosintesis, sekresi dan ekskresi isoprostan pada keadaan normal ataupun patofisiologi karena berbagai mekanisme endogen dan eksogen yang mengontrol ketersediaan prekursor untuk sintesis isoprostan, seperti kandungan asam arakhidonat, konsentrasi oksigen, dan pembentukan berbagai radikal bebas (Basu, 2004). Kadar F2 Isoprostan meningkat pada arterosklerosis, diabetes, obesitas, perokok (Roberts dan Milne, 2009). Peningkatan kadar F2 Isoprostan menunjukkan proses awal patologis penyakit (Jausette et al., 2009). Suplemen antioksidan, pengobatan diabetes, penurunan berat badan, serta berhenti merokok, dapat menurunkan kadar F2 Isoprostan (Roberts dan Milne, 2009). 2.4 Pelatihan Fisik 2.4.1 Olahraga Apabila dilakukan dengan takaran yang benar, olahraga dapat meningkatkan kebugaran fisik (Sharkey, 2003). Selain itu, olahraga dengan intensitas rendah dapat meminimalkan produksi radikal bebas berlebihan serta meningkatkan jumlah antioksidan endogen (Cooper, 2001). Aktivitas fisik seperti olahraga meningkatkan pengeluaran energi, dengan memperhatikan frekuensi (3-4x seminggu), intensitas (72-87% dari denyut jantung maksimal (220-umur)), serta tipe olahraga (15 menit pemanasan, 30-60 menit kombinasi latihan aerobik dan otot, 10 menit pendinginan).Tujuan dari prinsip FITT (Frequency,
Intensity,
Type,
Time)
adalah
untuk
mencapai
efek
pelatihan.Frekuensi olahraga yang ideal adalah 3-5 kali/minggu, dengan intensitas denyut nadi saat olahraga 75% (220-umur), waktu olahraga kurang dari 300 menit/minggu, serta jenis olahraga seperti berenang, sepeda statis(Pangkahila, 2007). Aktivitas fisik dibagi menjadi 2 yaitu aerobik yang menghasilkan 38 molekul ATP per molekul glukosa dan anaerobik yang menghasilkan 2 molekul ATP. Sumber energi untuk aktivitas fisik aerobik berasal dari pembakaran karbohidrat, lemak dan protein yang menghasilkan Adenosine Triphosphate (ATP). Saat kontraksi otot, tambahan ATP didapatkan dari pemindahan fosfat berenergi tinggi dari kreatinin fosfat ke ADP, fosfolirasi oksidatif, dan proses glikolisis (Sherwood, 2001). Sumber energi untuk aktivitas fisik anaerobik berasal dari proses hidrolisis phosphocreatine dan glikolisis glukosa, yang terjadi tanpa oksigen, serta menghasilkan asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri otot dengan stres fisik (Hernawati, 2009). Aktivitas fisik dapat mempengaruhi (Sharkey, 2003):
Growth hormone: dihasilkan oleh kelenjar pituitari pada otak.
Growth hormone merangsang otot, kekuatan tulang, tendon, ligamen dan tulang rawan, serta mengurangi kadar lemak dalam tubuh dan mempertahankan kadar normal glukosa darah.
Endorfin: ketika kita melakukan aktivitas fisik lebih dari 30 menit,
maka kadar endorfin darah meningkat, di mana fungsi endorfin adalah untuk
memblok rasa sakit, menurunkan nafsu makan, mengurangi tekanan dan rasa cemas.
Testosteron: kadar testosteron meningkat setelah berolahraga
selama 20 menit, berperan untuk mempertahankan kekuatan otot, menurunkan kadar lemak dalam tubuh. Testosteron juga berperan pada pengaturan libido dan orgasme pada wanita.
Estrogen: kadar estrogen meningkat setelah aktivitas fisik selama
1-4 jam, berfungsi sebagai sumber energi dengan memecahkan lemak, meningkatkan metabolisme dan libido.
Tiroksin (T4): berperan untuk meningkatkan metabolisme, serta
menurunkan berat badan.
Epinefrin: merangsang pemecahan glikogen pada hati dan otot
yang aktif, merangsang pemecahan lemak, serta berperan sebagai sumber energi.
Insulin/adrenalin: berperan dalam mengatur kadar gula darah,
lemak, protein. Insulin sering disebut sebagai hormon lemak karena konsumsi gula sederhana meningkatkan insulin yang menyebabkan peningkatan kadar lemak. Kadar insulin menurun setelah aktivitas fisik selama 10-70 menit.
Glukagon: kadar glukagon meningkat setelah aktivitas fisik selama
30 menit, di mana kadar gula darah mulai menurun. Glukagon disekresi ketika kadar gula darah rendah serta berperan untuk meningkatkan kadar gula darah hingga mencapai normal.
2.4.2 Pelatihan Fisik Berlebih Penyebab terjadinya aktivitas berlebih karena terlalu banyaknya volume, intensitas, durasi, serta frekuensi pelatihan yang terlalu sering (Hatfield, 2001). Aktivitas fisik berlebih meningkatkan konsumsi oksigen pada otot skeletal yang mengakibatkan peningkatan stres oksidatif. Efek positif atau negatif dari aktivitas fisik tergantung dari beban latihan, spesifikasi latihan, dan tingkat basal latihan. Stres oksidatif menyebabkan terjadinya muscular fatigue serta menyebabkan terjadinya overtraining (Maffetone, 2007). Overtraining disebabkan latihan atau olahraga yang melebihi kemampuan tubuh untuk melakukan pemulihan, yang merupakan kumpulan dari gejala fisik, emosi, perilaku yang dapat menetap (Howitt, 2008). Tingginya kadar oksigen memicu meningkatnya kadar Reactive Oxygen Species (ROS). Reperfusion Injury terjadi ketika kadar oksigen dan nutrisi tidak cukup, yang menyebabkan kerusakan jaringan dan peningkatan kadar radikal bebas (Maffetone, 2007). Selain itu, aktivitas fisik yang berlebih juga menyebabkan terbentuknya radikal bebas (Adiputra, 2008). Kadar radikal bebas yang berlebih menyebabkan kerusakan DNA, terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan sitosol yang merusak membran dan organel, serta menyebabkan modifikasi protein teroksidasi (Kumar et al., 2005). Aktivitas fisik berlebih menyebabkan peningkatan biomarker stres oksidatif, seperti meningkatnya jumlah leukosit, isoprostan urin, glutation peroksidase, glutation teroksidasi, serta juga menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen pada otot skeletal (Murray et al., 2000).
Akibat dari aktivitas fisik berlebih yaitu penurunan kondisi fisik, penimbunan lemak dan massa otot berkurang, kadar hormon kortisol lebih tinggi daripada testosteron, sulit tidur, mudah merasa lemas dan cepat tersinggung, sakitnya sendi dan tulang, penurunan imunitas tubuh (Maffetone, 2007). Apabila terjadi overtraining, maka kadar isoprostan, kreatin kinase, malondialdehyde diperiksa sebagai penanda terjadinya cedera otot karena beban berlebih. Peningkatan stres yang disebabkan karena peningkatan konsumsi oksigen karena aktivitas fisik berat menyebabkan tingginya penggunaan oksigen melebihi kebutuhan normal, yang memicu peroksidasi lipid di mana terjadi pelepasan radikal bebas pada proses oksidasi lemak membran sel otot. Proses ini menyebabkan porses penuaan lebih mudah terjadi (Cooper, 2001). Tanda dan gejala aktivitas fisik berlebih yaitu meningkatnya denyut jantung saat istirahat, menurunnya berat badan dan massa otot, penurunan kapasitas maksimal kerja, berkurangnya nafsu makan, kelelahan yang menetap, kaku dan nyeri pada otot dan sendi, konstipasi atau diare, gangguan haid, makan dan tidur, emosi tidak stabil, mudah stres, depresi, konsentrasi menurun, penurunan performance, meningkatnya kortisol dan SHBG, menurunnya testosteron, glikogen otot, hemoglobin, besi dan ferritin. Beberapa faktor yang meningkatkan terjadinya overtraining yaitu jetlag, menstruasi, nutrisi yang buruk, kurang istirahat, konsumsi alkohol berlebih. Overtraining diatasi dengan cara pemijatan agar otot yang tegang menjadi relaks dan untuk mencegah cedera karena overuse, dengan cara bergantian penggunaan air pancuran hangat
dan dingin, konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, protein, omega 3, 6 dan 9 asam lemak esensial, serta konsumsi suplemen. 2.4.3 Hubungan Aktivitas Berlebih dengan Radikal Bebas Aktivitas berlebih memicu meningkatnya pembentukan radikal bebas yang melebihi kemampuan pertahanan tubuh, sehingga terjadi kerusakan sel. Tandanya terlihat ketika terjadi peradangan jaringan saat olahraga yang menghabiskan tenaga (Cooper, 2001). Saat berolahraga, radikal bebas terbentuk melalui proses pelepasan elektron di mana konsumsi oksigen meningkat (Sauza, 2005). Selain itu, radikal bebas juga terbentuk melalui fenomena reperfusion injury, di mana ketika kita berolahraga terjadi pengalihan aliran darah ke otot skeletal. Hal ini menyebabkan organ yang tidak terlibat ketika berolahraga menjadi kekurangan oksigen, sehingga terjadi perubahan ireversibel enzim xantin dehidrogenase menjadi xantin oxidase. Setelah aktivitas, terjadi proses reperfusi yang menyebabkan darah mengalir cepat sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi kembali. Reaksi ini menghasilkan radikal bebas (Cooper, 2001). Peningkatan radikal bebas akibat aktivitas berlebih disebabkan oleh peningkatan konsumsi oksigen 100-200 kali lebih besar dibandingkan saat istirahat; keadaan hipoksia dan reperfusi jaringan otot; kerusakan jaringan yang mengaktifkan sel inflamasi seperti neutrofil; meningkatnya konsentrasi katekolamin akibat auto-oksidasi katekolamin; meningkatnya temperatur yang membentuk superoksida pada mitokondria jaringan otot; autooksidasi
oxyhemoglobin
yang
membentuk
methemoglobin
yang
menghasilkan
superoksida; cedera otot menyebabkan terjadinya proses inflamasi; peningkatan proteolisis dan gangguan kalsium yang menjadi sumber terbentuknya ROS (Wellman dan Bloomer, 2009). 2.5 Antioksidan 2.5.1 Definisi Antioksidan Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron yang memperlambat proses oksidasi di mana terjadi pengurangan elektron, serta mampu meredam dampak negatif oksidan pada tubuh dan mencegah terjadinya stres oksidatif. Oksidasi adalah reaksi pengikatan oksigen, pelepasan hidrogen, pelepasan elektron (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Antioksidan dapat meredam dampak negatif oksidan, enzim dan protein pengikat logam (Pangkahila, 2007). Antioksidan mencegah reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Trilaksani, 2003). Bersifat antioksidatif berarti dapat mendonasikan satu atau lebih elektron (electron donors), yang mengubah senyawa oksidan menjadi stabil (Winarsi, 2007). 2.5.2 Jenis Antioksidan Antioksidan dibagi menjadi 2 kategori: a. Antioksidan enzimatis, merupakan antioksidan yang terdapat dalam tubuh (antioksidan
endogenous),
contohnya
seperti
SOD
(Superoksida
Dismutase), glutation peroksidase, katalase. Cara kerjanya dengan melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif oleh radikal bebas oksigen.
b. Antioksidan non enzimatis (antioksidan eksogenous) yang ditemukan pada sayuran dan buah, yang terbagi menjadi antioksidan larut dalam lemak (seperti flavonoid, karotenoid, bilirubin) dan antioksidan larut air (seperti asam askorbat, asam urat). Antioksidan dibagi menjadi 2 golongan dalam mencegah dampak negatif oksidan(Murray, 2009), yaitu : a. Antioksidan pencegah Antioksidan ini mencegah terjadinya radikal hidroksil, di mana pembentukan radikal hidroksil memerlukan logam transisi Fe atau Cu, H2O2 dan ion superoksid. Penimbunan ion superoksid (O2-) dapat dicegah dengan enzim superoksid dismutase (SOD), enzim katalase mengkatalisir H2O2 menjadi H2O dan O2, enzim peroksidase meredam H2O2 menjadi H2O. b. Antioksidan pemutus rantai Yang termasuk golongan antioksidan pemutus rantai yaitu antioksidan eksogen (vitamin E, vitamin C, beta karoten) dan antioksidan endogen (glutiation, sistein). Sifat dari vitamin E dan beta karoten adalah lipofilik yang berperan untuk mencegah peroksidasi lipid pada membran sel. Vitamin C, glutation dan sistein bersifat hidrofilik yang berperan di sitosol. Berdasarkan sumbernya, antioksidan dikategorikan menjadi antioksidan sintetik yang berasal dari hasil sintesis pada industri (Butil Hidroksi Anisol, Butil Hidroksi Toluen) dan antioksidan alami yang berasal dari senyawa
fenolik atau polifenolik (seperti flavonoid, vitamin C, vitamin E, karotenoid) (Abuja dan Albertini, 2001). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dikategorikan menjadi antioksidan primer (yaitu SOD, katalase, glutation peroksidase, melatonin), antioksidan sekunder (yaitu vitamin C, E, beta karoten, flavonoid; termasuk sebagai antioksidan eksogenous atau non enzimatis), antioksidan tertier (yaitu enzim DNA repair). Antioksidan primer atau antioksidan enzimatis mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru atau memutus reaksi polimerisasi dengan mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi kurang reaktif. Antioksidan sekunder atau antioksidan eksogenous atau non enzimatik bekerja dengan
menangkap
radikal
bebas
kemudian
mencegah
reaktifitas
amplifikasinya. Antioksidan tersier memperbaiki biomolekuler yang rusak karena reaktifitas radikal bebas (Winarsi, 2007). 2.5.3 Pengukuran Antioksidan Pengukuran
antioksidan
dilakukan
melalui
pemeriksaan
status
antioksidan total (Total Antioxidant Activity, F2 Isoprostan, MDA) dan pemeriksaan
enzim
antioksidan
(Superoxide
Dismutase,
Glutation
Peroksidase). 2.5.4 Efek Antioksidan Antioksidan memperlambat oksidasi lipid melalui ikatan dengan oksigen, mengikat radikal bebas, menghambat katalis, stabilisasi hidroperoksid. Antioksidan bereaksi dengan fatty acid peroxy radicals untuk membentuk
radikal antioksidan yang stabil. Antioksidan juga dapat menjadi prooksidan yang menyebabkan oksidasi dalam tubuh, seperti vitamin C, D, E, β carotene, teh hijau, ubiquinone, curcumin, zinc (Mc. Nulty et al., 2006). 2.6 Lotus 2.6.1 Deskripsi Lotus Nelumbo nuficera termasuk famili Nymphaeaceae. Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) adalah tanaman air yang berasal dari Asia bagian Timur, terutama di daerah Cina (Yang, 2007). Daun Lotus memiliki aroma dan berwarna biru hijau, dan dipercaya untuk memberhentikan perdarahan (Zhou, 2009). Di Indonesia, tumbuhan ini dikenal dengan nama seroja atau Lotus. Di Indonesia, daun mahkotanya digunakan sebagai obat diare dan muntah (Ismail, 2012). Klasifikasi ilmiah LotusN. nucifera adalah sebagai berikut (Ismail, 2012):
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Order
: Proteales
Family
: Nelumbonaceae
Genus
: Nelumbo
Spesies
: Nelumbo nucifera.
Gambar 2.4 Lotus N. nuficera (Ming, 2013) 2.6.2 Karakteristik dan Morfologi N. nuficera untuk tumbuh memerlukan area yang luas dan paparan sinar matahari. Terdapat 2 jenis Lotus, yaitu pundarika atau steva kamala yang memiliki bunga berwarna putih serta rakta kamala dengan bunga berwarna merah muda. Daunnya berukuran besar dan berbentuk bundar dengan diameter 20-90 cm (Mukherjee, 2009). Daun Lotus dibagi menjadi 2 tipe, yaitu yang di udara dan yang mengambang, serta memiliki karakteristik berwarna hijau keabu-abuan. Ciriciri daun yang di udara adalah melengkung, sedangkan daun yang mengambang adalah mendatar. Tangkai daun yang di udara adalah tegak, halus, kehijauan atau hijau kecoklatan dengan titik kecil coklat dan terkadang kasar. Daun yang di udara memiliki panjang 24-33 cm, sedangkan daun yang
mengambang berukuran 23-30 cm. Daun Lotus memiliki aroma yang istimewa (Mukherjee, 2009). Nilai median dosis letal ekstrak daun Lotus yang diberikan pada tikus yaitu 289 mg (Hunan, 2014). 2.6.3 Kandungan Senyawa Kimia Flavonoid merupakan salah satu komponen utama daun Lotus (Zhou, 2009). Delapan flavonoid dan glycoside terdapat pada daun Lotus, termasuk isorhamnetin, kaempferol, quercetin, quercetin-3-O-β-D-xylopyranosyl (Zhang, 2009). Daun Lotus mengandung banyak alkaloid. Dua benzylisoquinoline alkaloid ditemukan pada ekstrak daun N. nucifera, juga mengandung 6 basa non-phenolic seperti roemerine, nuciferine, anonaine, pronuciferine, Nnornuciferine dan lirioidenine, serta 2 basa phenolic seperti armepavine dan Nmethyl-coclaurine. Daun Lotus juga mengandung glycoside, nelumboside dan flavonoid seperti quercetin dan leuco-anthocyanidin yang dikenal sebagai leucocyanidin dan leucodelphinidin. Juga terdapat flavonoid lainnya seperti 3O-α-arabinopyranosyl-β-galactopyranoside,
quercetin-3-O-β-D-glucuronide,
rutin, cathecin, hyperoside, isoquercitrin dan astragalin. Hasil analisis chloroform dari ekstrak daun Lotus menunjukkan bahwa terdiri dari campuran alipathic, terutama nonacosanol dan nonacosanediols (Mukherjee, 2009). Pharmakokinetik dari daun Lotus (Kurtisfrank, 2013) yaitu: a.
Absorpsi:
jumlah
bioavailabilitas
liensinine,
isoliensinine,
neferine
(bisbenzylisoquinoline alkaloid) ketika diberikan tikus dengan 20 mgkg adalah 62,5%.
b.
Serum: ketika mengukur 3 bisbenzylisoquinoline alkaloid setelah administrasi oral 20 mg/kg bolus ditemukan total alkaloid (jumlah dari liensinine, isoliensinine, neferine) dengan farmakokinetik parameter 0,083 jam (Tmax) mencapai Cmax 0,457 ug/mL dengan half-life 7,5 jam.
c.
Interaksi enzimatis: Nuciferine menghambat Aromatase (CYP1A2) dengan asupan oral 20 mg/kg karena mengubah pembuangan phenacetin. In vitro, Nuficerine menghambat aromatase dengan IC50 2,12 mM, dengan 5 mmol menghambat 90% aktivitas rekombinan CYP1A2 in vitro.
2.6.4 Manfaat Lotus Semua bagian dari N. nuficera digunakan untuk pengobatan tradisional. Biji dari N. nuficera digunakan sebagai diuretik, anti emetik, untuk mengobati kanker, penyakit kulit, lepra, dan keracunan. Biji N. nuficera berfungsi sebagai hepatoprotektif, meningkatkan kesuburan, dan melawan radikal bebas (Yang, 2007). Daun N. nuficera digunakan untuk menstop perdarahan, sebagai obat tradisional untuk mengobati hematemesis, epitaksis, hematuria (Yang, 2007). Ekstrak N. nuficera memiliki akivitas anti-platelet yang mencegah agregasi platelet (Mehta, 2013). Kandungan quercetin pada daun Lotus memiliki efek menghambat pada enzim cyclooxygenase 2 (cox 2), di mana flavonoid menghambat sintase nitric oxide dan ekspresi cyclooxygenase-2. Enzim ini mengkatalisis produksi prostaglandin E2, molekul yang terlibat pada proses inflamasi, aggregasi platelet, dan pembentukan trombus (Desalvo, 2013). Daun N. nuficera mengandung flavonoid dan alkaloid, serta efektif dalam pengobatan
hyperlipidemia. 95% etanol ekstrak dari daun N. nuficera ditemukan sebagai anti HIV. Ekstrak daun N. nuficera memiliki efek anti oksidan dan memiliki aktivitas radikal bebas yang kuat (Yang, 2007). 2.6.4.1 Flavonoid Pada umumnya flavonoid tersebar di seluruh tumbuhan, sekitar 2000 flavonoid berasal dari tumbuhan. Flavonoid dengan aktivitas antioksidan yang tinggi, dapat menghambat reaksi peroksidasi lipid. Flavonoid terdiri dari dua cincin aromatik yang terikat dengan tiga karbon. Flavonoid dibagi menjadi flavonol, flavanol, flavon, isoflavon, dan antosianidin. Flavonoid dapat mengamankan sel dari ROS (Kalt, 2002). Gugus hidroksil ditemukan pada flavonoid dan merupakan tempat menempelnya gula yang berperan dalam peningkatan kelarutan flavonoid dalam air. Flavonoid terbagi menjadi 3, yaitu antosianin, flavonol dan flavon. Terdapat beberapa jenis senyawa flavonoid tergantung dari tingkat oksidasi rantai propana sistem 1,3-diarilpropana. Flavonoida utama adalah flavon, flavonol, dan antosianidin. Tingkat glikosilasi dari struktur flavonoid menyebabkan banyaknya senyawa flavonoida. Senyawa isoflavonoid dan neoflavonoida hanya ditemukan pada beberapa jenis tumbuhan (Andersen et al., 2006). Contoh senyawa flavonoida yaitu: Cincin A – COCH2CH2 – Cincin B —————————– Hidrokalkon Cincin A – COCH2CHOH – Cincin B ————————– Flavanon, kalkon Cincin A – COCH2CO – Cincin B —————————— Flavon
Cincin A – CH2COCO – Cincin B —————————— Antosianin
Gambar 2.5 Berbagai kelas Flavonoid berdasarkan struktur molekul (Lakhanpal, 2007) Cincin A berasal dari jalur polipeptida (kondensasi dari 3 unit asetat atau maloat), cincin B dan 3 atom karbon dari rantai propana berasal dari jalur fenilpropanoida. Kerangka dasar karbon dari flavonoida berasal dari 2 biosintesis utama cincin aromatik, yaitu jalur siklimat dan jalur aseto-malonat (Andersen et al., 2006). Sebagian besar senyawa flavonoida di alam ditemukan dalam bentuk glikosida, yang terikat pada gula. Glikosida merupakan kombinasi gula dengan alkohol melalui ikatan glikosida, yang terbentuk bila gugus hidroksil dari alkohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula. Flavonoida dapat ditemukan dalam bentuk mono-, di- atau triglikosida dimana terdapat 1, 2 atau 3 gugus hidroksil pada flavonoid yang terikat dengan gula (Andersen et al., 2006).
2.7 Hewan Coba Tikus (Rattus norvegicus) Klasifikasi tikus Wistar (Russel et al., 2008): Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus norvegicus
2.7.1 Penggunaan Tikus Pada percobaan ini menggunakan tikus Rattus norvegicus karena tikus jenis ini mudah dipelihara dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Tikus jenis ini panjangnya dapat mencapai 40 cm, berat antara 140-500 gram, dan dapat hidup hingga usia 4 tahun (Kusumawati, 2004). Ciri khas tikus galur Wistar yaitu kepala besar dan ekor pendek. Tabel 2.2 Data Biologi Tikus (Russel et al., 2008) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kondisi Biologi Berat badan : - Jantan - Betina Lama hidup Temperatur tubuh Kebutuhan : - air - makanan Pubertas
Jumlah 300-400 g 250-300 g 2,5 – 3 tahun 37,5 o C 8-11 ml/100g BB 5 g/100g BB 50-60 hari
6. 7. 8. 9.
Lama kehamilan 21-23 hari Tekanan darah : - sistolik 84-184 mmHg - diastolik 58-145 mmHg Frekuensi : - Jantung 330-480/menit - Respirasi 66-114/menit Tidal Volume 0,6-1,25 mm Penggunaan tikus sebagai bahan percobaan lebih menguntungkan
daripada mencit karena ukurannya yang lebih besar, serta tikus jantan lebih jarang berkelahi daripada mencit jantan. Sifat khas dari hewan percobaan tikus yaitu tidak mempunyai kantung empedu dan tidak mudah muntah. Secara umum, berat tikus laboratorium lebih ringan daripada tikus liar. Saat berumur 4 minggu rata-rata memiliki berat 35-40 gram, dan saat dewasa 200-250 gram (Russel et al., 2008) 2.7.2 Pemberian Makanan dan Minuman Bahan dasar makanan untuk tikus dapat berupa misalnya protein 20-25%, lemak 5%, karbohidrat 45-50%, serat kasar 5%, abu 4-5%, vitamin A 4000 IU/kg, vitamin D 1000 IU/kg, alfa tokoferol 30 mg/kg, asam linoleat 3 g/kg, tiamin 4 mg/kg, riboflavin 3 mg/kg, pantotenat 8 mg/kg, vitamin B12 50 μg/kg, biotin 10 μg/kg, piridoksin 40μg/kg dan kolin 1000 mg/kg (Ngatidjan, 2006). Pemberian minum tikus ad libitum. 2.7.3 Pemantauan Keselamatan Tikus Yang harus diperhatikan saat penggunaan tikus sebagai hewan coba, yaitu kandang tikus harus kuat, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan, mudah dipasang lagi, tahan terhadap gigitan tikus, sehingga hewan tidak mudah lepas. Selain itu, mudah dibersihkan dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur menggunakan sekam yang mudah menyerap air. Suhu, kelembaban dan
pertukaran udara di dalam kandang harus baik (Ngatidjan, 2006). Setiap hari kandang dibersihkan dan alas tidur diganti, tangan perawat harus selalu bersih ketika merawat tikus. Peneliti memperhatikan bila muncul gejala sakit seperti berat badan turun, sukar bernapas ataupun mencret. Setiap hari berat badan tikus diukur untuk menentukan dosis pemberian ekstrak setiap harinya sesuai dengan berat badan tikus.
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan seluruh komponen tubuh sehingga meningkatkan resiko menderita berbagai penyakit yang pada akhirnya menurunkan kualitas hidup. Proses penuaan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Contoh penyebab faktor internal adalah berkurangnya hormon, radikal bebas, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, menurunnya sistem kekebalan tubuh, dan gen. Radikal bebas merusak membran sel, DNA, protein yang berperan dalam proses penuaan. Sedangkan faktor eksternal adalah diet dan gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan hidup yang salah, radiasi, polusi lingkungan, stres, asap rokok, sinar ultraviolet dan kemiskinan. Radikal bebas akan mempercepat proses penuaan, di mana aktivitas fisik yang belebih memicu pembentukan radikal bebas. Aktivitas fisik berlebih meningkatkan konsumsi oksigen yang meningkatkan kadar Reactive Oxygen Species sehingga mengakibatkan Stres Oksidatif.
Stres oksidatif dapat diatasi dengan pemberian antioksidan, seperti flavonoid yang terdapat pada ekstrak daun Lotus. Cara kerja flavonoid yaitu dengan menurunkan aktivitas radikal hidroksil (OH) menjadi tidak reaktif. F2 Isoprostan (produk akhir dari peroksidasi lipid) merupakan biomarker 36 untuk menentukan stres oksidatif pada manusia. F2 Isoprostan ditemukan pada jaringan ataupun cairan tubuh (urin). Pemeriksaan F2 Isoprostan merupakan gold standard karena prosedurnya mudah dilakukan di mana sampel didapatkan dari urin, serta non invasif. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya proses oksidasi, di mana akan bereaksi dengan radikal bebas sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak reaktif dan relatif stabil. Daun Lotus mengandung flavonoid yang merupakan senyawa antioksidan penangkal radikal bebas. Ekstrak daun Lotus mengandung antioksidan yaitu Flavonoid (bisa dilihat di Lampiran 2 hasil analisis ekstrak daun Lotus)yang menurunkan pembentukan radikal bebas serta mencegah terbentuknya stres oksidatif karena aktivitas berlebih, yang dapat dilihat dengan turunnya kadar F2 Isoprostan.
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah: Pemberian ekstrak etanol daun Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) 150 mg/kg BB dapat menurunkan kadar F2 Isoprostan pada urin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan aktivitas fisik berlebih.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni,
yang
menggunakan pre-test post-test control group design (Pocock, 2008), yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian P = populasi S = sampel (tikus yang dipakai adalah tikus dengan stres oksidatif, dengan kadar F2 Isoprostan urin >2 ng/ml) R = Random (Metode Simple Random Sampling dengan penomoran) O1 = observasi data F2 Isoprostan urin pre test kelompok kontrol O2 = observasi data F2 Isoprostan urin post test kelompok kontrol O3 = observasi data F2 Isoprostan urin pre test kelompok perlakuan O4 = observasi data F2 Isoprostan urin post test kelompok perlakuan P0 = perlakuan dengan plasebo berupa aquabides volume 1,5 ml dengan aktivitas berlebih selama 14 hari 39
P1 = perlakuan berupa ekstrak etanol daun Lotus 150 mg/kg dilarutkan dengan aquabides sampai volume 1,5 ml dengan aktivitas berlebih selama 14 hari 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitianuntuk pemeliharaan hewan coba dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, pada bulan Desember
2014.
Pemeriksaan
F2
Isoprostan
urin
tikus
dikerjakan
diLaboratorium Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Pembuatan ekstraksi dan pemeriksaan zat aktif ekstrak etanol daun Lotus dilakukan di Laboratorium Teknologi Pertanian Universitas Udayana. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Dalam penelitian ini digunakan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 220-240 gram dan dalam kondisi fisik sehat yang diberikan aktivitas berlebih. 4.3.2 Kriteria Sampel 4.3.2.1 Kriteria Inklusi Kriteria Inklusi yang ditetapkan sebagai sampel adalah sebagai berikut: a. Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar b. Umur 2-3 bulan c. Berat badan 220-240 gram d. Sehat
e. Tikus dengan kadar F2 Isoprostan urin >2 ng/ml setelah diinduksi aktivitas fisik berlebih (keadaan stres oksidatif) 4.3.2.2 Kriteria Drop Out Kriteria drop out yang ditetapkan adalah sebagai berikut: a. Tikus yang mati selama penelitian 4.3.3 Besar Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Pocock (2008).
2 2 n f , 2 1 2 Keterangan : n = Besar sampel μ2 = Rerata isoprostan pada kelompok 150 mg/kg pre (hari ke 7) μ1 = Rerata isoprostan pada kelompok 150 mg/kg post (hari ke 14) σ = Simpangan baku kelompok 150 mg/kg pre α = tingkat kesalahan I (0,05) β = tingkat kesalahan II (0,10) ƒ (α,β) = Besarnya dilihat pada Tabel Pocock (10,5) Berdasarkan penelitian pendahuluan (Lindawati, 2014), diperoleh rerata kadar F2 Isoprostan pada kelompok 150 mg/kg pre = 4,04. Rerata kadar F2 Isoprostan pada kelompok 150 mg/kg post = 3,07 dan simpang baku kadar F2 Isoprostan = 0,61. Perhitungan sampel dalam penelitian ini menggunakan α =
0,05 dan β = 0,10 sehingga diperoleh jumlah sampel menurut perhitungan di bawah ini :
Jumlah sampel minimal yang diperoleh yaitu 8,30. Mengantisipasi adanya sampel yang drop out maka ditambah 20% sehingga sampel menjadi 9,96 dan dibulatkan menjadi 10 ekor tikus per kelompok. Jumlah total sampel yang diperlukan pada penelitian ini yaitu 20 ekor tikus. 4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel Sampel ini bersifat homogen yaitu tikus jantan yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi, diambil secara acak sederhana untuk mendapatkan jumlah sampel. Sampel yang dipilih dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok dengan pelatihan fisik berlebih+placebo dan kelompok dengan pelatihan fisik berlebih + ekstrak daun Lotus 150 mg/kg dengan jumlah sampel 20 ekor tikus. 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Klasifikasi Variabel Variabel penelitian yang diukur adalah: 1. Variabel Bebas : ekstrak etanol daun Lotus 2. Variabel Tergantung : F2 Isoprostan
3. Variabel Terkendali : jenis tikus, jenis kelamin, umur tikus, berat badan tikus, kesehatan tikus, lingkungan (pencahayaan, suhu, kelembaban, nutrisi, kandang)
Gambar 4.2 Bagan Hubungan Antar Variabel 4.4.2 Definisi Operasional Variabel 1. Daun Lotus berukuran besar dan berbentuk bundar dengan diameter 20-90 cm. Daun Lotus memiliki aroma yang istimewa (Mukherjee, 2009). 2. Daun Lotus diperoleh dari desa Sibang, kecamatan Abiansemal, kabupaten Badung, Bali. Ekstrak diberikan peroral menggunakan sonde lambung dan diberikan setiap malam jam 22.00 Wita selama 7 hari. Dosis yang diberikan berdasarkan dosis penelitian sebelumnya sebanyak 150 mg/kg
berat badan tikus yang dilarutkan dengan aquabidest sehingga volume menjadi 1,5 ml. 3. Aktivitas fisik berlebih pada tikus adalah kemampuan maksimal dengan berenang sekuat-kuatnya sampai tanda aktifitas fisik berlebih muncul, sehingga tikus hampir tenggelam karena kekuatan otot menurun, frekuensi gerakan menurun, disertai menurunnya refleks (O’Toole, 2008). Ini merupakan pelatihan yang berlebihan yang diukur berdasarkan kemampuan maksimal berenangyang dilakukan 60 menit/hari atau hampir tenggelam sebelum dan selama pemberian ekstrak etanol daun Lotus (lebih dari 300 menit/minggu) selama 2 minggu pada waktu yang sama (Binekada, 2002; Pepe, 2011). 4. Kadar F2 Isoprostan pada urin tikus Rattus norvegicus galur Wistar merupakan nilai tanda kerusakan oksidatif pada membran sel, yang disebabkan oleh radikal bebas. Kadar F2 Isoprostan diperiksa menggunakan 8-iso-PGF2α Enzyme Immunoassay kit (EIA) dari assay design. Urin tikus Rattus norvegicus ditampung selama satu malam (jam 11 malam sampai jam 8 pagi) yang sudah diberi penyaring. Spesimen urin diambil sebelum dan sesudah perlakuan. 5. Jenis tikus yang digunakan adalah tikus Rattus jenis kelamin jantan, usia dalam hitungan 2-3 bulan sejak dilahirkan dengan berat badan 220-240 gram dan dalam keadaan sehat yaitu tikus mau makan, minum dan aktif.
6. Cahaya, suhu dan kelembaban merupakan kondisi lingkungan yang dialami tikus jantan dewasa. Pada penelitian ini kondisi lingkungan selama percobaan dibuat sama. 7. Berat badan tikus adalah berat badan tikus jantan dewasa yang ditimbang dengan timbangan elektronik setiap minggu selama perlakuan. 8. Umur tikus adalah umur yang ditentukan dengan melihat tanggal kelahiran yang dicatat pada kandang percobaan. 9. Kondisi peneliti yang meliputi kesehatan fisik dan psikis peneliti. Penelitian dilaksanakan saat kondisi peneliti dalam keadaan baik sehingga pengaruhnya terhadap hasil penelitian dapat diabaikan. 4.5 Bahan dan Alat Penelitian 4.5.1 Bahan Penelitian a. ekstraketanol daun Lotus 150 mg/kg b. Tikus jantan galur Wistar usia 2-3 bulan dengan berat badan antara 220-240 gram c. Makanan tikus berupa pellet (CP Bravo 511 PT Charoen Pokhpand Indonesia)
dengan
komposisi
protein
20-25%,
lemak
5%,
karbohidrat/pati 45-50%, serat kasar 5%, abu 4-5%. Jumlah makanan yang diberikan 12-20 gram/hari (Smith, 1988) d. Air minum ad libitum e. Aquades steril f. Urin tikus untuk memeriksa kadar F2 Isoprostan
4.5.2 Alat Penelitian Alat yang dipakai saat penelitian adalah: a. Kandang tikus dengan wadah khusus penampung urin, diberi kain kassa penyaring agar urin tidak bercampur dengan kotoran tikus b. Jarum suntik sonde untuk memberikan ekstrak daun Lotus dan aquabides c. Ember berdiameter 25 cm dan kedalaman air 35 cm d. Stopwatch e. Timbangan f. Sarung tangan g. Wadah penampung urin h. Kain kassa untuk menyaring ekstrak daun Lotus i. Kamera digital Alat yang digunakan untuk pemeriksaan F2 Isoprostan: a. Enzim immunoassay Kit untuk pemeriksaan F2 Isoprostan dari assay design (Oxford Biomedical Research) b. Freeze dryer c. Box pendingin d. Pipet 5 μmol dan 1,000 μl e. Pipet dispensing 50 μl dan 200 μl f.
Gelas ukur
g. Mikroplate shaker h. Kertas absorben
i.
Microplate reader sp 405nm(570 – 590nm)
4.6 Prosedur Penelitian 4.6.1 Prosedur Pembuatan Ekstrak Daun Lotus Daun Lotus diambil saat bulan September 2014 di desa Sibang, kecamatan Abiansemal, kabupaten Badung, Bali. Sebanyak 1 kg daun Lotus dikering anginkan kurang lebih 1 minggu, kemudian dihancurkan hingga menjadi bubuk dan diayak sebanyak 20,04 gram. Bubuk ditimbang dan ditambah pelarut 1:10, selanjutnya dimeserasi sambil diaduk. Meserasi kurang lebih 24 jam, kemudian disaring dan filtrat yang diperoleh dievaporasi hingga diperoleh ekstrak pekat sebanyak 3,37 gram. 4.6.2 Pemilihan dan Pemeliharaan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang sehat sebanyak 20 ekor. Tikus diambil secara acak kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, dengan masing-masing kelompok berjumlah 10 tikus. Sebanyak 2 ekor tikus dalam satu kandang berukuran 40 x 20 x 15 cm. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus adalah kandang yang tidak mudah rusak dan tahan untuk proses pensterilan ulang hingga suhu mencapai 120°C ataupun pensterilan dengan bahan kimia. Kandang yang digunakan adalah kandang yang mudah terlihat dari luar serta tahan gigitan, sehingga hewan tidak mudah lepas. Makanan yang diberikan adalah yang memenuhi syarat, serta lingkungan yang sehat (Ngatidjan, 2006).
4.6.3 Prosedur Perlakuan 1. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan sebanyak 20 ekor, sehat, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 220-240 gram. 2. Sebelum penelitian dimulai, tikus diadaptasi selama 1 minggu di tempat penelitian untuk penyesuaian dengan lingkungan. Satu kandang berisi 2 ekor tikus. Kandang dibersihkan setiap hari. 3. Pada hari ke 8, sampel tikus yang berjumlah 20 ekor dibagi atas 2 kelompok di mana kelompok 1 (kontrol) diberikan aquabidest oral dengan menggunakan sonde setiap jam 10 malam kemudian direnangkan setiap jam 9 – 10 malam sampai hampir tenggelam di dalam ember yang berisi air dengan diameter 25 cm dan kedalaman 35 cm, dikeringkan selama ±15 menit, pelakuan selama 14 hari. Kelompok ke 2 (perlakuan) diberikan ekstrak etanol daun Lotus dengan dosis 150 mg/kgBB/hari yang sudah dilarutkan setiap jam 10 malam, kemudian direnangkan setiap jam 9-10 malam, dikeringkan selama ±15 menit, pelakuan selama 14 hari. 4. Pada hari ke 14, seluruh tikus diambil urin untuk pemeriksaan pre test. Koleksi urin dilakukan dengan menggunakan kandang tampung urin. Tikus yang telah direnangkan dan dikeringkan, dimasukkan ke dalam tampung urin hingga pagi hari (sekitar jam 8 pagi). 5. Pada hari ke 15, kedua kelompok diberi perlakuan renang yang sama. Pada kelompok kontrol, setelah direnangkan tikus diberikan aquabidest oral dengan menggunakan sonde. Sedangkan pada kelompok perlakuan, tikus diberikan ekstrak etanol daun Lotus dengan dosis 150 mg/kg BB/hari setelah
direnangkan. Pemberian aquabides dan ekstrak etanol daun Lotus pada masing-masing kelompok dilakukan selama 7 hari. 6. Ekstrak etanol daun Lotus diberikan dengan cara memegang leher bagian belakang, kemudian menjepit kulit tikus di antara ibu jari dan telunjuk, yang diperkuat dengan kulit punggung dijepit dengan pangkal ibu jari dengan jari lainnya, serta ekor dikaitkan dengan jari kelingking tangan kiri. Ekstrak diberikan dengan menggunakan sonde kira-kira sampai ke lambung. 7. Pada hari ke 21, seluruh tikus kembali diambil urin untuk pemeriksaan post test. Pengambilan urin dilakukan setelah urin dari masing-masing tikus ditampung pada wadah khusus yang diberi penyaring sehingga tidak mudah tercampur dengan kotoran tikus. 8. Satu kandang tampung urin berisi satu tikus, untuk menjaga agar urin tidak bercampur dengan yang lain, serta diberi saringan agar urin tidak bercampur kotoran. Urin yang telah ditampung, dibawa ke Laboratorium Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana dan diperiksa kadar F2 Isoprostan urin pre test dan post test. 9. Selama penelitian, hewan coba diberikan makanan dan minuman secara teratur, kebersihan dan kenyamanan kandang dijaga. 4.6.3.1 Pemeriksaan Sampel Urin untuk Pemeriksaan F2 Isoprostan Cara pemeriksaan : 1. Satu ml sampel urin ditambah 2 M HCL sampai pH 3,5, diamkan 4oC selama 15 menit. Sampel diputar dalam mikrosentrifugasi 2 menit.
2. Siapkan C18 reversephase column dengan mencuci 10 cc etanol diikuti 10 cc air deionisasi. 3. Sampel urin diberi putaran tekanan dengan rata-rata 0,5ml/menit. Cuci tabung dengan 10 cc air, diikuti10 cc 15% etanol dan 10 cc hexane, keluarkan sampel dari tabung dan tambah 10 cc etil asetat. 4. Uapkan dibawah aliran nitrogen ditambah 250 μl dari buffer ke sampel kering diamkan 5 menit, ulangi 2x bila analisa terlambat simpan -80 oC sampai immunoassay jalan.
4.6.4 Alur Penelitian
Gambar 4.3 Bagan Alur Penelitian 4.6.5 Pemantauan Keselamatan Tikus di Laboratorium Pemantauan keselamatan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan di laboratorium (Ngatidjan, 2006) adalah sebagai berikut: 1. Kandang tikus jantan harus cukup kuat tidak mudah rusak, teratur dibersihkan (1x seminggu), mudah dipasang kembali, hewan tidak mudah lepas, tahan gigitan, hewan kelihatan jelas dari luar. Alas tempat tidur terbuat dari serbuk gergaji atau sekam padi, agar mudah menyerap air.
2. Luas lantai yang memadai untuk tikus jantan dengan berat badan 220-240 gram adalah 60 cm persegi dan tinggi 20 cm. 3. Diciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai keperluan fisiologi tikus jantan, di mana kelembaban, suhu, pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. 4. Hewan coba hendaknya diperlakukan dengan kasih sayang. 4.7 Prosedur Pengumpulan Data 4.7.1 Pengukuran kadar F2 Isoprostan Kadar F2 Isoprostan diperiksa dengan menggunakan 8-iso-PGF2α Enzyme Immunoassay kit (EIA) dari assay design untuk menentukan kadar bebas F2 Isoprostan dalam larutan biological. Kit ini menggunakan antibodi poliklonal terhadap F2 Isoprostan atau dalam molekul alkaline phospatase yang memiliki F2 Isoprostan. Prosedur penggunaan kit: 1. Penomoran sumur pada lembar assay layout 2. Menggunakan pipet 100 µL standar diluent (Assay Buffer atau tissue Culture Media) ke dalam sumur NSB dan B0 (0 pg/ml standard ). 3. Memasukkan dengan pipet 100 µL cairan standar ke dalam sumur nomor satu sampai dengan tujuh. 4. Memasukkan dengan pipet 100 µL cairan sampel urin ke dalam sumur sesuai penomorannya. 5. Memasukkan dengan pipet 50 µL assay buffer ke dalam sumur NSB.
6. Memasukkan dengan pipet 50 µL konjugat biru ke dalam semua sumur, kecuali total activity (TA) dan sumur kosong (blank). 7. Memasukkan dengan pipet 50 µL antibodi kuning ke dalam semua sumur kecuali sumur kosong (blank), TA dan NSB. Sebagai catatan sesuai sumur harus berwarna hijau kecuali sumur NSB yang seharusnya berwarna biru. Sumur TA dan blank seharusnya kosong dan tidak berwarna pada langkah ini. 8. Piring sampel kit diinkubasi pada suhu kamar ke dalam plate shaker selama dua jam pada 500 rpm, selama masa ini dapat digunakan plastik penutup piring sampel kit jika dikehendaki. 9. Masing-masing
sumur
dikosongkan
dan
dicuci
dengan
menambahkan 400 µL cairan pencuci, diulangi dua kali sehingga total dilakukan tiga kali pencucian. 10. Setelah pencucian terakhir, sumur dikosongkan dan piring ditepuk di atas kertas pembersih untuk memastikan buffer pencuci tidak ada yang tertinggal. 11. Ditambahkan 5 µL konjugat warna biru terang dalam pengenceran 1:10 ke dalam sumur TA. 12. Ditambahkan 200 µL cairan substrat kemudian diinkubasi dalam suhu kamar selama 45 menit tanpa dikocok. 13. Ditambahkan 50 µL stop solution ke dalam setiap sumur, hal ini akan segera menghentikan reaksi yang terjadi dan piring sampel harus segera dibaca setelahnya.
14. Kemudian dibaca dengan densitas optik pada 405 nm, dengan koreksi antara 570 dan 590 nm. 4.8 Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan : 1. Analisis Deskriptif 2. Uji normalitas data dilakukan dengan tes Shapiro-Wilk. Didapatkan data berdistribusi normal (p>0,05). 3. Uji homogenitas dilakukan dengan Levene’s Test dan didapatkan data homogen p>0,05 pada kelompok F2 Isoprostan pre-testdan tidak homogen p<0,05 pada kelompok F2 Isoprostan post-test. 4. Karena data berdistribusi normal, maka untuk uji komparabilitas dipakai: - Uji t-independent untuk membandingkan rerata kadar F2 Isoprostan antar kelompok - Paired T-Test untuk membandingkan rerata kadar F2 Isoprostan pre dan post masing-masing kelompok - Analisis data menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau dinyatakan berbeda bila p<0,05.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan pre test post test control group design yang menggunakan 20 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, dewasa yang sehat, berumur 2-3 bulan, berat badan 220-240 gram sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 10 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol (aquades dan aktivitas fisik berlebih) dan kelompok perlakuan (ekstak etanol daun Lotus 150 mg/kg BB dan aktivitas fisik berlebih). Dalam pembahasan ini akan diuraikan menggunakan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan. 5.1 Analisis Deskriptif Kadar F2 Isoprostan pre dan post pada masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data F2 Isoprostan pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan Kelompok Subyek Kontrol pre-test Perlakuan pre-test Kontrol post-test Perlakuan post-test
Mean (ng/ml) 3,67 3,58 4,64 2,69
Median (ng/ml) 3,79 3,53 4,62 2,74 55
Minimum (ng/ml) 3,01 3,05 4,42 2,09
Maksimum (ng/ml) 4,55 4,39 4,92 3,05
5.2 Uji Normalitas Data Kadar F2 Isoprostan pada sebelum dan sesudah perlakuan pada masingmasing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05), yang disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data F2 Isoprostan pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan Kelompok Subjek Kontrol pre-test Perlakuanpre-test Kontrol post-test Perlakuan post-test n = jumlah sampel; p = taraf signifikansi
n 10 10 10 10
p 0,184 0,223 0,760 0,070
Keterangan Normal Normal Normal Normal
5.3 Uji Homogenitas Data antar Kelompok Kadar F2 Isoprostan antar kelompok pada sebelum dan sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasil menunjukkan data homogen (p>0,05)untuk F2 Isoprostan pre-test dan tidak homogen (p<0,05) untuk F2 Isoprostan post-test, data disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas F2Isoprostan antar Kelompok Sebelum dan Setelah Diberikan Perlakuan Kelompok Subjek F F2 Isoprostan pre 1,038 F2 Isoprostan post 4,541 F = Fisher test; p = signifikansi
p 0,322 0,047
Keterangan Homogen Tidak Homogen
5.4 Uji Komparabilitas 5.4.1 Analisis Komparabilitas Antar Kelompok Sebelum Perlakuan Analisis komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar F2 Isoprostan antar kelompok sesudah diberikan aktivitas fisik berlebih dan sebelum diberikan perlakuan berupa pemberian ekstrak etanol daun Lotus. Hasil analisis kemaknaan diuji dengan uji t-independencepada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Rerata F2 Isoprostan antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan Kelompok n Rerata F2 Isoprostan SB t Subjek (ng/mL) Kontrol 10 3,67 0,57 Perlakuan 10 3,58 0,47 0,39 n = jumlah sampel; SB = Simpangan Baku; t = t-test; p = signifikansi
p
0,70
Tabel 5.4 menunjukkan rerata kadar F2 Isoprostan kelompok kontrol adalah 3,67±0,57 ng/mldan kelompok ekstrak etanol daun Lotus adalah 150 mg/kg
adalah
3,58±0,47
ng/ml.
Analisis
kemaknaan
dengan
uji
t-
independencemenunjukkan bahwa nilai t= 0,39 dan nilai p= 0,70. Hal ini berarti kedua kelompok sesudah diberikan aktivitas fisik berlebih dan sebelum diberikan perlakuan ekstrak etanol daun Lotus, rerata kadar F2 Isoprostan tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
5.4.2
Analisis Efek Perlakuan Pemberian Ekstrak Etanol Daun Lotus antar
Kelompok Sesudah Perlakuan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata F2 Isoprostan antar kelompok sesudah diberikan aktivitas fisik berlebih dan ekstraketanol daun Lotus. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independencedisajikan pada Tabel 5.5 berikut. Tabel 5.5 Rerata Kadar F2 Isoprostan antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan Kelompok n Rerata F2 Isoprostan SB t p Subjek (ng/mL) Kontrol 10 4,64 0,15 Perlakuan 10 2,69 0,35 16,08 0,001 n = jumlah sampel; SB = Simpangan Baku;t = t-test; p = signifikansi Tabel 5.5 menunjukkan rerata kadar F2 Isoprostan kelompok kontrol adalah 4,64±0,15 ng/ml dan kelompok ekstraketanol daun Lotus adalah 2,69±0,35 ng/ml. Analisis kemaknaan dengan ujit-independencemenunjukkan bahwa nilai t= 16,08 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sesudah diberikan aktivitas fisik berlebih dan ekstrak etanol daun Lotus, rerata kadar F2 Isoprostannya berbeda secara bermakna (p<0,05).
5.4.3 Analisis Efek Perlakuan Pemberian Ekstrak Etanol Daun Lotus terhadap F2Isoprostan pada masing-masing Kelompok Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata F2 Isoprostan masingmasing kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-dependence disajikan pada Tabel 5.6 berikut. Tabel 5.6 Rerata F2 Isoprostan Masing-Masing Kelompok Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Kelompok
F2 Isoprostan (ng/ml)
Subjek
Sebelum
Sesudah
Perbedaan
t
p
Kontrol
3,67±0,57
4,64±0,15
0,97
4,43
0,002
Perlakuan
3,58±0,47
2,69±0,35
0,89
6,16
0,001
t = t hitung; p = signifikansi Tabel 5.6 di atas, menunjukkan terjadi peningkatan bermakna rerata F2Isoprostan kelompok kontrol antara sebelum dengan sesudah perlakuan (p<0,05). Rerata F2Isoprostan kelompok perlakuan terjadi penurunan secara bermakna (p<0,05).
Gambar 5.1 Grafik Perubahan Kadar F2Isoprostan Sebelum dengan Sesudah Pemberian Ekstrak Etanol Daun Lotus pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun Lotus dengan dosis 150 mg/kg BB dapat menurunkan kadar F2 Isoprostan dibandingkan dengan kontrol.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Subyek Penelitian Dalam penelitian ini digunakan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang sehat, berumur 2-3 bulan, berat badan 220-240 gram. Tikus digunakan dalam percobaan karena tidak mudah muntah oleh karena esofagus bermuara ke lambung dan tidak mempunyai kandung empedu.Penggunaan tikus sebagai bahan percobaan lebih menguntungkan daripada mencit karena ukurannya yang lebih besar, serta tikus jantan lebih jarang berkelahi daripada mencit jantan. Sifat khas dari hewan percobaan tikus yaitu tidak mempunyai kantung empedu dan tidak mudah muntah. Secara umum, berat tikus laboratorium lebih ringan daripada tikus liar. Saat berumur 4 minggu rata-rata memiliki berat 35-40 gram, dan saat dewasa 200-250 gram (Russel et al., 2008). Pada percobaan ini menggunakan tikus Rattus norvegicus karena tikus jenis ini mudah dipelihara dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Tikus jenis ini panjangnya dapat mencapai 40 cm, berat antara 140-500 gram, dan dapat hidup hingga usia 4 tahun (Kusumawati, 2004). Ciri khas tikus galur Wistar yaitu kepala besar dan ekor pendek. Penggunaan tikus jantan berdasarkan pertimbangan tikus betina dipengaruhi hormon. Peningkatan MDA yang lebih tinggi pada sel hati tikus jantan dibandingkan tikus betina yang disebabkan karena efek estradiol dapat menghambat peroksidasi lipid (Huh et al., 1994). Pada penelitian ini
61
diharapkan terjadi peroksidasi lipid sehingga digunakan tikus jantan. Selain itu, tikus betina mengalami siklus estrus yang dikhawatirkan mempengaruhi proses perenangan di mana tikus menjadi lebih pasif. Tikus berumur 3-4 bulan setara dengan umur manusia 20-25 tahun (Flurkey, 2007), yang merupakan usia dewasa muda sehingga dianggap tikus yang berumur 3-4 bulan sudah memiliki tingkat kematangan organ tubuh dan mampu melakukan aktivitas fisik berlebih. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 20 ekor tikus Rattus norvegicus yang terbagi menjadi dua kelompok yang masing-masing berjumlah 10 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol (plasebo dan aktivitas fisik berlebih) dan kelompok perlakuan (ekstrak etanol daun Lotus 150 mg/kg BB dan aktivitas fisik berlebih). Penelitian dilakukan selama 14 hari. Tikus diadaptasi selama 7 hari kemudian direnangkan selama 7 hari untuk memperoleh F2 Isoprostan pretest, kemudian tikus direnangkan serta diberikan ekstrak selama 7 hari. Jumlah sampel, dosis ekstrak etanol daun Lotus, serta pengambilan waktu 14 hari pemberian ekstrak berdasarkan penelitian sebelumnya. Pada penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, dosis ekstrak etanol daun Lotus 150 mg/kg BB/hari telah memberikan hasil penurunan kadar F2 Isoprostan yang signifikan dibandingkan dosis ekstrak etanol daun Lotus 200 mg/kg BB/hari, sehingga pada penelitian ini diberikan dosis efektif yang terendah. Pemilihan waktu penelitian 14 hari juga berdasarkan hasil penelitian pendahuluan di mana pada hari ke 14 telah terjadi penurunan kadar F2 Isoprostan yang signifikan
dibandingkan kadar F2 Isoprostan hari ke 21 ataupun hari ke 28 (Lindawati, 2014). 6.2 Pemberian Aktivitas Fisik Berlebih Prinsip FITT (Frequency, Intensity, Type, Time) adalah untuk mencapai efek pelatihan. Frekuensi olahraga yang ideal adalah 3-5 kali/minggu, dengan intensitas denyut nadi saat olahraga 75% (220-umur), waktu olahraga kurang dari 300 menit/minggu, serta jenis olahraga seperti berenang, sepeda statis (Pangkahila, 2007). Aktivitas fisik berlebih meningkatkan konsumsi oksigen pada otot skeletal yang mengakibatkan peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terjadinya
muscular fatigue
serta
menyebabkan
terjadinya
overtraining
(Maffetone, 2007). Aktivitas fisik berlebih pada tikus adalah kemampuan maksimal dengan berenang sekuat-kuatnya sampai tanda overtraining muncul, sehingga tikus hampir tenggelam karena kekuatan otot menurun, frekuensi gerakan menurun, disertai menurunnya refleks (O’Toole, 2008). Semua tikus diberikan aktivitas berlebih selama 60 menit setiap hari sampai hampir tenggelam selama 14 hari. Pengambilan waktu 14 hari berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti sebelumnya (Lindawati, 2014). Penelitian yang pernah dilakukan didapatkan kemampuan waktu renang tikus sekitar 60 menit (Vitariana, 2011). Kedalaman air pada ember 35 cm, karena panjang rata-rata tikuspada penelitian ini berkisar 16,5 cm.
6.3 Pemberian Ekstrak Etanol Daun Lotus Kelompok perlakuan pada penelitian ini diberikan ekstrak etanol daun Lotus secara oral selama 7 hari. Pengambilan waktu 7 hari berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan sebelumnya bahwa terdapat penurunan kadar F2 Isoprostan yang signifikan dalam waktu 7 hari setelah pemberian ekstrak etanol daun Lotus yang mengandung antioksidan berupa flavonoid pada tikus dengan aktivitas berlebih (Lindawati, 2014). Flavonoid merupakan salah satu komponen utama pada daun Lotus, serta memiliki kisaran biokimia dan farmakologi yang luar biasa (Zhang, 2009). Alasan penggunaan ekstrak etanol daun Lotus yaitu daun Lotus memiliki komponen utama flavonoid yang merupakan antioksidan yang tinggi (Zhou, 2009). Daun Lotus Nelumbo nuficera mengandung flavonoid dan alkaloid. Ekstrak daun Lotus Nelumbo nuficera memiliki efek anti oksidan dan memiliki aktivitas radikal bebas yang kuat (Yang, 2007). Daun Lotus mengandung berbagai senyawa polifenol, yaitu kaempferol, quercetin, dan isoquercetin. Kandungan senyawa fenol berhubungan dekat dengan aktivitas sebagai antioksidan, yaitu anti inflamasi, anti-atherosclerosis, dan antikarsinogenik. Senyawa fenol sebagai reducing agents, hydrogen donor, dan singlet oxygen quenchers dengan sifat redox yang mereka miliki. Fenolic bertindak sebagai scavenger yang kuat terhadap radikal bebas karena memiliki struktur cincin yang terkonjugasi dan grup hidroksil. Grup carboxylic acidmemiliki aktivitas peroksidasi lipid dan enzim penghambat prooksidan (Choe et al., 2010).
Flavonoid memutuskan pembentukan radikal bebas melalui beberapa langkah: scavening superoxide anion (pada sistem enzim dan non enzim), quenching intermediate peroxyl dan alkoxyl radicals, dan menelan ion besi yang mengkatasi reaksi Fenton yang menghasilkan radikal bebas (Russo, 2002). Flavonoid bertindak sebagai scavenger radikal bebas dengan mendonasi molekul hidrogen melalui phenolic hydrogen. Struktur cathecol pada cincin B, sebagai target radikal untuk semua saturated C2-C3 double bond (flavan-3-ols, flavonones, cyanidin chloride) memiliki kemampuan scavenger yang baik.C2-C3 double bond pada C ring meningkatkan aktivitas scavenger karena mengubah stabilitas phenoxy radicals. C2-C3 double bond dengan 4-oxo (keto double bond pada C ring posisi 4) meningkatkan aktivitas scavenger dengan delocalizing elektron pada Bring (Bubols et al., 2013). Pada Gambar 6.1 menunjukkan 3’ dan 4’ grup hidroksil pada posisi ortho mengikat pada B ring yang menstabilkan bentuk radikal dan berkontribusi sebagai antioksidan. 2,3-double bond pada C ring berperan pada grup 4-oxo dengan delocalization elektron dari B ring. Delocalization elektron pada cincin aromatik untuk menstabilkan resonansi radikal yang diproduksi ketika flavonoid bereaksi dengan radikal bebas. Struktur ketol, 4-keto dan 3-OH atau 5-OH merupakan metal chelation pada grup hidroksil yang terikat pada rings Adan C pada posisi 3, 5 dan 7 yang bersama dengan grup 4-oxo meningkatkan aktivitas antioksidan(Bubols et al., 2013).
Gambar 6.1 Hubungan struktur aktivitas antioksidan Flavonoid (Bubols et al., 2013) Pada penelitian yang dilakukan Yuli Rohyami pada ekstrak metanol daging buah Mahkota Dewa, ditemukan senyawa aktif yaitu flavonoid dengan kadar 1,7647 mg/L pada buah masak dan 2,1535 mg/L pada buah mentah. Stabilitas antioksidan semua produk Mahkota Dewa lebih rendah dari antioksidan sintetik (Rohyami, 2008). Di sini menunjukkan bahwa ekstrak daun Lotus tinggi akan antioksidan yaitu flavonoid (17,64 ppm) dibandingkan dengan ekstrak metanol daging buah Mahkota Dewa.
6.4 Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Lotus terhadap Kadar F2 Isoprostan Hasil dari penelitian ini terdapat penurunan kadar F2 Isoprostan urin yang signifikan pada tikus yang mengalami aktivitas berlebih setelah diberikan ekstrak etanol daun Lotus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis ekstrak etanol daun Lotus, maka kadar F2 Isoprostan semakin turun. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa kadar F2 Isoprostan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan berdistribusi normal (p>0,05), baik
sebelum perlakuan (pre) maupun sesudah perlakuan (post). Akan tetapi, varian antar kelompok sebelum perlakuan adalah homogen (p>0,05), dan sesudah perlakuan adalah tidak homogen (p<0,05), hal ini karena pada kelompok kontrol terjadi peningkatan signifikan kadar F2 Isoprostan, dan pada kelompok perlakuan terjadi penurunan signifikan kadar F2 Isoprostan. Selanjutnya untuk uji komparabilitas dan uji efek perlakuan digunakan uji parametrik yaitu uji tindependence untuk mengetahui perbedaan rerata antar kelompok sebelum perlakuan maupun rerata antar kelompok sesudah perlakuan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata kadar F2 Isoprostan kelompok kontrol adalah 3,67±0,57 ng/ml dan kelompok ekstrak etanol daun Lotus 150 mg/kg adalah 3,58±0,47 ng/ml. Analisis kemaknaan dengan uji tindependence menunjukkan bahwa nilai t = 0,39 dan nilai p = 0,70. Hal ini berarti kedua kelompok sesudah diberikan aktivitas fisik berlebih dan sebelum diberikan perlakuan ekstrak etanol daun Lotus, rerata kadar F2 Isoprostan tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Sedangkan hasil analisis sesudah perlakuan didapatkan bahwa rerata kadar F2 Isoprostan kelompok kontrol adalah 4,64±0,15 ng/ml dan kelompok ekstrak etanol daun Lotus adalah 2,69±0,35 ng/ml. Analisis kemaknaan dengan uji tindependence menunjukkan bahwa nilai t = 16,08 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sesudah diberikan aktivitas fisik berlebih dan ekstrak etanol daun Lotus, rerata kadar F2 Isoprostannya berbeda secara bermakna (p<0,05).
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar F2 Isoprostan setelah diberikan aktivitas fisik berlebih. Hal ini disebabkan karena pada aktivitas fisik yang berlebih juga menyebabkan terbentuknya radikal bebas (Adiputra, 2008), disebabkan oleh peningkatan konsumsi oksigen 100-200 kali lebih besar dibandingkan saat istirahat; keadaan hipoksia dan reperfusi jaringan otot; kerusakan jaringan yang mengaktifkan sel inflamasi seperti neutrofil; meningkatnya
konsentrasi katekolamin akibat auto-oksidasi katekolamin;
meningkatnya temperatur yang membentuk superoksida pada mitokondria jaringan otot; autooksidasi oxyhemoglobin yang membentuk methemoglobin yang menghasilkan superoksida; cedera otot menyebabkan terjadinya proses inflamasi; peningkatan proteolisis dan gangguan kalsium yang menjadi sumber terbentuknya ROS (Wellman dan Bloomer, 2009). Di samping itu juga terjadi reperfusion injury, di mana ketika kita berolahraga terjadi pengalihan aliran darah ke otot skeletal. Hal ini menyebabkan organ yang tidak terlibat ketika berolahraga menjadi kekurangan oksigen, sehingga terjadi perubahan ireversibel enzim xantin dehidrogenase menjadi xantin oxidase. Setelah aktivitas, terjadi proses reperfusi yang menyebabkan darah mengalir cepat sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi kembali. Reaksi ini menghasilkan radikal bebas (Cooper, 2001). Pada kelompok yang diberikan ekstrak etanol daun Lotus 150 mg/kg BB setelah aktivitas fisik berlebih dapat menurunkan kadar F2 Isoprostan secara bermakna. Dimana tidak hanya terjadi penurunan kadar F2 Isoprostan bila dibandingkan dengan sebelum perlakuan, tetapi juga terdapat penurunan
signifikan pada tikus yang mengalami aktivitas fisik maksimal bila dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa daun Lotus memang mempunyai potensi antioksidan yang tinggi, dan menguatkan teori tentang potensi daun Lotus sebagai antioksidan sebagai upaya mencegah terjadinya stres oksidatif sebagai salah satu penyebab proses penuaan. 6.5Manfaat Daun Lotus terhadap Perkembangan Ilmu Kedokteran Antipenuaan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemberian ekstrak etanol daun Lotus oral pada tikus putih Rattus norvegicus yang mengalami aktivitas fisik berlebih dapat mengobati dan memperbaiki keadaan stres oksidatif ke keadaan semula. Hal ini ditandai dengan penurunan kadar F2 Isoprostan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar F2 Isoprostan sebelum mengalami aktivitas fisik berlebih, serta sebelum diberikan ekstraketanol daun Lotus pada kelompok tikus yang diberikan ekstraketanol daun Lotus 150 mg/kg BB. Jika radikal bebas dapat diatasi dengan antioksidan, salah satu penyebab proses penuaan sudah dihambat. Bila berbagai faktor penyebab penuaan dapat dihindari, proses penuaan tentu dapat dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat, dan kualitas hidup dapat dipertahankan, sehingga usia harapan hidup menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila, 2007). Melalui penelitian ini, dapat dibuktikan bahwa daun Lotus dapat mencegah peroksidasi lipid akibat produksi radikal bebas karena aktivitas fisik
berlebih. Hal ini menambah data ilmiah bagi kita semua mengenai kegunaan daun Lotus.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pemberian ekstrak etanol daun Lotus secara
oral pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan selama 7 hari didapatkan simpulan yaitu pemberian ekstraketanoldaun Lotus peroral dosis 150 mg/kg BB dapat menurunkan kadar F2 Isoprostan dalam urin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang mengalami aktivitas fisik berlebih. 7.2
Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1.
Agar ekstrak etanol daun Lotus dapat digunakan pada manusia, perlu
dilakukan penelitian clinical trial.
71
DAFTAR PUSTAKA
Abuja, P.M. dan Abertini, R. 2001. Method for monitoring oxidative stress, lipid peroxidation and oxidation resistance of lipoproteins. Clinica Chimica. 306, hal: 1-17. Adiputra, N. 2008. Kesehatan Olah Raga. Available from:http://www.balihesg.org/index.php?option=com. Accessed: 2014 Sept 7th Andersen, M., Markham, K.R., 2006. Flavonoids : Chemistry, Biochemistry, and Applications. Roca Raton Publisher, Fl(etc):CRC, Taylor & Francis.p.1237 Bagiada, N.A. 2001. Proses Penuaan dan Penanggulangannya. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hal: 22 . Basu, S., Helmersson, J. 2004. Antioxidant & Redox Signaling. Antioxid. Redox Signal. 7: 221-235. Binekada, M.C. 2002. “Pelatihan Fisik Berlebih Menurunkan Konsentrasi dan Motilitas Spermatozoa Mencit”(tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Bubols, G.B., Viana, D.R., Remon, A.M., Poser, G., Raventos, R.M..L., Lima, V.L.E., Garcia, S.C. 2013. The Antioxidant Activity of Coumarins and Flavonoids. Mini-Reviews in Medicinal Chemistry. Vol. 13 no.3, p 1-17. Cadenas, E., Jones, P.D. 2002. Bioavailability of Glutathione. In: Cadenas, E., Packer, L., editors. Handbook of Antioxidants. 2nd. Ed. New York: Marcel Dekker,Inc. p.549-564. Cadenas, E., Packer, L. 2002. Quantification of Isoprostanes as Indicators of Oxidants Stress In Vivo. Handbook of Antioxidants. Second edition. California : Marcel Dekker, Inc. p. 57-90. Choe, J.H., Jang, A., Choi, J.H., Choi, Y.S., Han, D.J., Kim, H.Y., Lee, M.A., Kim, H.W., Kim, C.J. 2010. Antioxidant Activities of Lotus Leaves (Nelumbo nuficera) and Barley Leaves (Hordeum vulgare) Extracts. Food Science Biotechnology. vol. 19 No.3, p 831-836. Cooper, K. 2001. Sehat Tanpa Obat. 4 Langkah Revolusi Antioksidan Yang Mengubah Hidup Anda. Cetakan Pertama. Bandung. Penerbit : Kaifa. Pengantar dan Penyunting Baraas, F. 72
Cracowski, J.K., Baguet, J. P. 2003. Circulation. Isoprostanes: Are They More Than Physiopathological Biomarkers of Lipid Peroxidation? Available at : http://circ.ahajournalls.org/. Accessed September, 2014. Desalvo, P. Quercetin: Biochemical Effects and Possible Clinical Uses. Dietary Antioxidants. Available from: http://Quercetin Biochemical Effects and Possible Clinical Uses.htm. Accessed October 15th 2014. Deverts, D.J. Oxidative Stress. Available at : www.pghmbc.org accessed 2014 Sept 16th Droge, W. 2002. Free Radicals of the Physiological Control of Cell Function. Physiological Reviews. vol.2 No.1, p 47-95. Flurkey, K. 2007. An aging Interventions Testing Program: study design and interim report. Aging Cell. Vol. 6. P 565-575. Fouad, T. 2007. Free radicals, Types, Sources and Damaging Reaction Relations. Availableat:www://http.Singlet_Oxygen_Free_Radicals_Types_in_Human_ Body_TheDoctorsLounge.html. accessed 2014 June 30th Fowler, B. 2003. Functional and Biological Markers of Aging. In : Klatz, R. 2003. Anti-Aging Medical Therapeutics volume 5. Chicago : the A4M Publications, p : 43. Goldman, R. 2003. Theories of Aging. Chicago: A4M Publications. P: 19-32. Goldman, R., Klatz, R., 2007. The New Anti-Aging Revolution. Advantage Quest Publication edition. Petaling Jaya, Malaysia. 2007: 22-25. Goldman, R., Klatz. 2003. The New Anti-Aging Revolution. Australasian Edition. Theories of Aging. p. 22-24, 191-194. Halliwell, B., Gutteridge, J.M.C. 2007. Free Radicals in Biology and Medicine. Fourth edition. New York. Oxford University Press. John Wiley dan Sons. 123-141. Hatfield, F.C. 2001. Overreaching and Overtraining, MSS. International Sport Sciences Association. 1-11. Hernawati. 2009. Produksi Asam Laktat pada Exercise Aerobik dan Anaerobik. Availableat:http://file.upi.edu/ai.php?dir=Direktori/D%20%20FPMIPA/JUR .%20PEND.%20BIOLOGI/197003311997022%20%20HERNAWATI/&file =FILE%202.pdf. accessed: 2014 July 1st
Hersh, S.M. 2004. Glutathione: The Body’s Own Anti Aging Protectant. In: Klatz, R., Goldman, R., editors. Anti Aging Therapeutics Vol III.Chicago: A4M Publications. p: 151-155. Howitt, S. 2008. Overtraining syndrome : Underlying cause of repetitive injury. Availableat:http://www.sportsperformancecentres.com/articles/interest/Over training.pdf. Accessed September 2014. Huh, K., Shin, U.S., Choi, J.W., Lee, S.I. 1994. Effect of sex hormones on lipid peroxidation in rat liver. Archives of Pharmacal Research 17: 109-114. Hunan, K. 2014. Lotus Leaf Extract Nuciferine. Available at: http://hnkangbiotech.diytrade.com/sdp/2171870/4/pd-7039577/121729872672379/Lotus_Leaf_Extract_Nuciferine.html Accessed October, 14, 2014. Ismail, A. 2012. Nelumbo nucifera (Bunga Seroja). University Kebangsaan Malaysia. Janicka, M., Kot-Wasik A., Kot J., Namiesnik J. 2010. Isoprostanes-Biomarkers of Lipid Peroxidation: Their Utility in Evaluating Oxidative Stress and Analysis. International Journal MolecularScience 11: 4631-4659. Jausette, I., Salas, A., Iracilus, N. 2009. Increased urinary F2 Isoprostane Concentration as an Indicator of Oxidative Stress in Overweight Cats. International Journal Application Research Veterinary Medicine 7:36-42. Jung, K., Seifert, M., Herrling, T., Fuchs, J. 2008. UV-generated free radicals (FR) in skin: Their prevention by suncreens and their induction by self-tanning agents. Spectrochimia Acta vol 69: 1423-1428. Kalt, W. 2002. Health Functional Photochemicals of Fruits. Hort Rev. 27. P: 269315. Konig, D., Berg, A. 2002. Exercise and Oxidative Stress: is there a need for additional antioxidant. Osterreichisches Journal Fur Sportmedizin 3: 6-15. Kumar, V., Robbins, L.S., Cotran, S.R . 2007. Cellular Injury Adaptation and Death. In: Robbins, L.S., Cotran, S.R., editors. Robbins Basic Pathology. 8th Ed. Philadelphia: Saunders. Kurtisfrank, 2013. Nelumbo nuficera. Available at:http://examine.com/ supplements /Nelumbo+nucifera/. Acessed: 2015 January 20th. Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.
Lakhanpal, P., Rai, D.K. 2007. Quercetin: A Versatile Flavonoid. Internet Journal of Medical Update Jul-Dec; 2(2):22-37. Leonard, D. 2011. Radikal Bebas dan Antioksidan. Available at: http://leonardarfandi.blogspot.com/2011/03/radikal-bebas-dan-antioksidan.html Accessed October, 10, 2014. Lindawati, M. 2014. Pemberian Ekstrak Daun Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) Menurunkan Kadar F2 Isoprostan Dalam Urin Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan Dengan Aktivitas Fisik Berlebih (Tesis). Denpasar. Universitas Udayana. Lingga, L. 2012. The Healing Power of Antioxidant. Jakarta : PT. Gramedia. Maffetone, P. 2007. The Training Syndrome. http://www.philmaffetone.com.Accessed: 2014 July 2nd.
Available
at:
Mc. Nulty, H.P., Byun, J., Lockwood, S.F., Jacob, R.F., Mason, R.P. 2006. Differential Effect of Carotenoid on Lipid Peroxidation due to Membran Interactions: X-Ray Diffraction Analysis. Biochemica et biophysica Acta. Vol 1768: 167-174. Mehta, N.R. 2013. Nelumbo Nucifera (Lotus): A Review on Ethanobotany, Phytochemistry and Pharmacology. Indian Journal Pharmacology Bologyi Res. 1 (4): 152-167. Milatovic, D., Aschner, M. 2009. Measurement of Isoprostanes as Markers of Oxidative Stress in Neuronal Tissue. Published in final edited form as: Current Protocol Toxicology. 2009 January 1; 2009 (Supplement 39): 12.14.1–12.14.12. doi:10.1002/0471140856.tx1214s39 Ming, R., Buren, V., Liu, Y., Yang, M., Han, Y. 2013. Genome of the long living sacred lotus (Nelumbo nufcifera Gaertn). Genome Biology. Morrow, J.S., Zackert W.E., Van der Ende D.S., Reich E.E., Terry E.S., Cox B., Sanchez S.C., Montine T.J., Roberts L.J., 2002. Quantification of Isoprostanes as InDicators of oxidant stress in vivo. Handbook of Antioxidant. Edited: Cadenas E., Lester P.Dekker, Marcel Dekker,Inc. New York. p.57-71 Mukherjee, P.K., Murkherjee D., Maji, A.K., Rai, S., Heinrich, M. 2009. The sacred lotus (Nelumbo nucifera) phytochemical and therapeutic profile. Journal of Pharmacy and Pharmacology. Vol. 61: 407-422. Murray, R.K. 2009. Harper’s Illustrated Biochemistry. USA. Mac Graw Hill Company 28, p:101.
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell V.W. 2000. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta. EGC. hal: 609-612. Ngatidjan, 2006. Metode Laboratorium Dalam Toksikologi. Metode Uji Toksisitas. Hal : 86-135 Null, G. 2006. Power Aging : The Revolutionary program to control the symptoms of aging naturally. Stamford, CT. USA : Bottom Line’s. O’Toole, M.L. 2008. Skeletal Muscle Damage and Repair : Overreaching and Overtraining In Endurance Athletes. In Overtraining in Sports. Human Kinetik Publisher. Inc. Campaign Illinois. Editor Peter M.Tiidus. p 306. Oxford Biomedical Research. 2013. Isoprostane EIA Kit. Available at :www.oxfordbiomed.com/isoprostane-eia-kit. Accessed September 17th 2014 Pangkahila, J.A. 2013. Pengaturan Pola Hidup dan Aktivitas Fisik Meningkatkan Umur Harapan Hidup. Sport and Fitness Journal volume 1, no. 1:1-7. Pangkahila, W. 2007. Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. Anti-Aging Medicine. Cetakan ke-1. Jakarta. Penerbit Buku Kompas. hal: 811. Pepe, H. 2011. The Effects of Gender and Exercise on Malondialdehyde, Nitric Oxide and Total Glutathione Levels in Rat Lever. African Journal of Pharmacy and Pharmacology. Vol 5(4) : 515-521 Pham-Huy, L.A.P., He, H., Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidants in Disease and Health. Int J Biomed Sci 4: 89-96. Pocock, S.J. 2008. The Size of a Clinical Trial, In: Clinical Trials, A Practical Approach. Powers, S.K., Jackson, M.J. 2008. Exercise Induced Oxidative Stress : Cellular Mechanims and Impact on Muscle Force Production. American Physiological Society. 88:1243-1276. Roberts, L.J., Milne,G.L. 2009. Isoprostanes. Journal of Lipid research 50:219223. Rohana, S. 2011. Senam Vitalisasi Otak Lebih Meningkatkan Fungsi Kognitif Kelompok Lansia Daripada Senam Lansia di Balai Perlindungan Sosial Propinsi Banten. Jurnal Fisioterapi Vol. 11 No.1
Rohyami, Y. 2008. Penentuan Kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl). Logika Vol. 5 No. 1 Hal. 1-8. Rush, J.W.E., Denniss, S.G., Graham, D.A. 2005. Vascular Nitric Oxide and Oxidative Stress: Determinants of Endothelial Adaptations to Cardiovascular Disease and to Physical Activity. Can J Appl Physiol 30(4): 442-474. Russel, J.C., Towns, D.R., Clout, M.N. 2008. Review of rat invasion biology. Science & Technical Publishing, Department of Conservation, New Zealand, p. 20. Russo, E.B. Cannabis and Cannabioids: Pharmacology, Toxicology, and Therapeutic Potential. New York: The Haworth Press. Sauza, T.P., Oliveira, P.R., Pereira., B. 2005. Physical Exercise and Oxidative Stress, effect on intense physical exercise on urinary chemiluminescence and plasmatic malondialdehyde. Rev Bras Med Esporte, Vol 11, No 1 Jan/Fev. Sharkey, B.J. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Sherwood, L. 2007. Human Physiology From Cells to Systems. 6th Ed.USA: Thomson Brooks/Cole. Simanjuntak, K. 2006. Peningkatan radikal bebas akibat aktivitas Xantin Oksidase. Volume 6. Nomor 1. Jakarta: Profesi Medika, hal: 23-29. Smith, J.B., Mangkoewidjojo, S. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Soffler, C., Camblle, V., Hussle, D. 2010. Measurement of urinary F2 isoprostanes as markers of in vivo lipid peroxydation : A comparison of enzyme immunoassays with gas chromatography-mass spectrometry in domestic animal species. Jurnal of veterinary diagnostic investigation 22:200-209. Suryohudoyo, P. 2000. Oksidan, antioksidan dan radikal bebas, dalam Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta: CV. Infomedika, hal: 31-47. Szocs, K. 2004. Endothelial Dysfunction and Reactive Oxygen Species Production in Ischemia/Reperfusion and Nitrate Tolerance. Gen Physiology Biophysiology 23: 265-295.
Utami, T.S., Arbianti, R., Hermansyah, H., Reza, A., Rini. 2009. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Simpur (Dillenia indica) dari Berbagai Metode Ekstraksi dengan Uji ANOVA. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia-SNTKI 2009. pp:1-4. Vitariana. 2011. Pemberian Ekstrak Daun Kayu Manis (Sauropus Androgynus(L.)Merr) Menurunkan Kadar Isoprostan dalam Urin Tikus Wistar yang Diberikan Beban Aktivitas Berlebih Maksimal (Tesis). Denpasar. Universitas Udayana. Wellman, K.F., Bloomer, R.J. 2009. Acute Exercise and Oxidative Stress : a 30 Year History. 1-25. WHO. Physical Activity. Available at : www.who.int/topics/physical_activity/en/. Accessed September 2014. Wickens, A.P. 2001. Ageing and the free radical theory. Respiratory Physiology 128: 379-391. Winarsi, H. 2010. Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan. Cetakan ke-4. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. hal : 1215,19,29-36,86-106. Winarsi, H.M.S. 2007. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas. Cetakan 5. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hal: 11-37, 49-58, 77-81, 122-190. Yang, D., Wang Q., Ke L., Jiang J., Ying T. 2007. Antioxidant activities of various extracts of lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) rhizome. Asia Paficic Journal Clinical Nutrition 16:158-163 Zhang, L., Shan, Y., Tang, K., Putheti, R. 2009. Ultrasound assisted extraction flavonoids from Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) leaf and evaluation of its anti-fatigue activity. International Journal of Physical Sciences Vol. 4. 418422 Zhou, T., Luo d., Li, X., Luo, Y. 2009. Hypoglycemic and hypolipidemic effects of flavonoids from lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) leaf in diabetic mice. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 3, 290-293.
Lampiran 1 Ethical Clearance
Lampiran 2 Hasil Analisis Ekstrak Daun Lotus
Lampiran 3 Hasil Penelitian Pendahuluan Descriptive Statistics Dependent Variable:Isoprostan Kelompok1
Kelompok2
1 Minggu
Kontrol
4.0825
.01258
4
Perlakuan dosis 150 g/Kg BB
4.0350
.14663
4
Perlakuan dosis 200 g/Kg BB
4.1250
.02646
4
Total
4.0808
.08702
12
Kontrol
4.2775
.13525
4
Perlakuan dosis 150 g/Kg BB
3.0725
.11955
4
Perlakuan dosis 200 g/Kg BB
2.9750
.21424
4
Total
3.4417
.63576
12
Kontrol
4.1325
.12685
4
Perlakuan dosis 150 g/Kg BB
3.0075
.02754
4
Perlakuan dosis 200 g/Kg BB
2.9775
.04992
4
Total
3.3725
.56612
12
Kontrol
4.3300
.01414
4
Perlakuan dosis 150 g/Kg BB
3.0150
.02380
4
Perlakuan dosis 200 g/Kg BB
2.8750
.09037
4
Total
3.4067
.68631
12
Kontrol
4.2056
.13386
16
Perlakuan dosis 150 g/Kg BB
3.2825
.45764
16
Perlakuan dosis 200 g/Kg BB
3.2381
.54124
16
Total
3.5754
.60761
48
2 Minggu
3 Minggu
4 Minggu
Total
Mean
Std. Deviation
N
Levene's Test of Equality of Error Variancesa Dependent Variable:Isoprostan F
df1
df2
3.644 11 36 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Kelompok1 + Kelompok2 + Kelompok1 * Kelompok2
Sig. .002
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Isoprostan Type III Sum of Squares
Source
df a
Corrected Model 16.965 Intercept 613.613 Kelompok1 4.116 Kelompok2 9.548 Kelompok1 * Kelompok2 3.301 Error .387 Total 630.965 Corrected Total 17.352 a. R Squared = .978 (Adjusted R Squared = .971)
Mean Square 11 1 3 2 6 36 48 47
F
1.542 613.613 1.372 4.774 .550 .011
Sig.
143.335 5.703E4 127.508 443.676 51.134
.000 .000 .000 .000 .000
Post Hoc Tests Kelompok2 Multiple Comparisons Isoprostan LSD Mean Difference (IJ) Std. Error
95% Confidence Interval Upper Bound
(J) Kelompok2
Kontrol
Perlakuan dosis 150 g/Kg BB
.9231*
.03667
.000
.8487
.9975
Perlakuan dosis 200 g/Kg BB
.9675*
.03667
.000
.8931
1.0419
-.9231*
.03667
.000
-.9975
-.8487
.0444
.03667
.234
-.0300
.1188
-.9675*
.03667
.000
-1.0419
-.8931
-.0444
.03667
.234
-.1188
.0300
Perlakuan dosis 150 g/Kg BB
Kontrol Perlakuan dosis 200 g/Kg BB
Perlakuan dosis 200 g/Kg BB
Kontrol
Perlakuan dosis 150 g/Kg BB Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .011. *. The mean difference is significant at the .05 level.
Sig.
Lower Bound
(I) Kelompok2
Kelompok1 Multiple Comparisons Isoprostan LSD (I) Kelompok1 1 Minggu
(J) Kelompok1
3 Minggu
4 Minggu
Std. Error
Sig.
Lower Bound Upper Bound
*
.04235
.000
.5533
.7251
*
.04235
.000
.6224
.7942
4 Minggu
*
.6742
.04235
.000
.5883
.7601
1 Minggu
-.6392*
.04235
.000
-.7251
-.5533
3 Minggu
.0692
.04235
.111
-.0167
.1551
4 Minggu
.0350
.04235
.414
-.0509
.1209
1 Minggu
-.7083*
.04235
.000
-.7942
-.6224
2 Minggu
-.0692
.04235
.111
-.1551
.0167
4 Minggu
-.0342
.04235
.425
-.1201
.0517
1 Minggu
*
.04235
.000
-.7601
-.5883
-.0350
.04235
.414
-.1209
.0509
.04235
.425
-.0517
.1201
2 Minggu 3 Minggu
2 Minggu
95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
2 Minggu
.6392 .7083
-.6742
3 Minggu .0342 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .011. *. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 4
ANALISIS DESKRIPTIF
Data Pre Case Processing Summary Cases Included N Kadar F2-Isoprostan * Kelompok
Excluded
Percent 20
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 20
100.0%
Perlakuan
Report Kadar F2-Isoprostan KelompokPerl
Std. Error of Mean
Std.
akuan
Mean
Median
N
Deviation
Minimum
Maximum
Range
Kontrol
3.6680
.18054
3.7850
10
.57092
3.01
4.55
1.54
Perlakuan
3.5760
.14910
3.5300
10
.47148
3.05
4.39
1.34
Total
3.6220
.11444
3.6000
20
.51178
3.01
4.55
1.54
Data Post Case Processing Summary Cases Included N kadar F2 Isoprostan * Kelompok
Excluded
Percent 20
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 20
100.0%
Perlakuan
Report kadar F2 Isoprostan KelompokPerl akuan
Std. Error of Mean
Mean
Std. Median
N
Deviation
Minimum
Maximum Range
Kontrol
4.6380
.04793
4.6200
10
.15157
4.42
4.92
.50
Perlakuan
2.6900
.11129
2.7350
10
.35192
2.09
3.05
.96
Total
3.6640
.23110
3.7350
20
1.03351
2.09
4.92
2.83
Lampiran 5 UJI NORMALITAS (Shapiro Wilk)
Normalitas data Pre Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov
Shapiro-Wilk
kelompok Perlakuan Kadar F-2 Isoprostan
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol
.218
10
.196
.893
10
.184
Perlakuan
.175
10
.200
*
.901
10
.223
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Normalitas data Post Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov
Shapiro-Wilk
Kelompok Perlakuan kadar F2 Isoprostan
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol
.221
10
.182
.958
10
.760
Perlakuan
.245
10
.090
.857
10
.070
a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 6
UJI HOMOGENITAS (Lavene) Homogenitas data Pre Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic Kadar F-2 Isoprostan
Based on Mean
df1
df2
Sig.
1.038
1
18
.322
Based on Median
.996
1
18
.331
Based on Median and with
.996
1
17.997
.331
1.094
1
18
.310
adjusted df Based on trimmed mean
Homogenitas data Post Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic kadar F2 Isoprostan
df1
df2
Sig.
Based on Mean
4.541
1
18
.047
Based on Median
3.082
1
18
.096
Based on Median and with
3.082
1
12.107
.104
4.031
1
18
.060
adjusted df Based on trimmed mean
Lampiran 7
UJI KOMPARASI DATA PRE (T-Independent) Group Statistics kelompok Perlakuan Kadar F-2 Isoprostan
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol
10
3.6680
.57092
.18054
Perlakuan
10
3.5760
.47148
.14910
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2-
F Kadar F-2
Equal variances
Isoprostan
assumed Equal variances not assumed
1.038
Sig. .322
t .393
df
tailed)
Mean
Std. Error
Difference Difference
Lower
Upper
18
.699
.09200
.23415 -.39992
.58392
.393 17.379
.699
.09200
.23415 -.40119
.58519
Lampiran 8 UJI KOMPARASI DATA POST (T-Independent) Group Statistics Kelompok Perlakuan kadar F2 Isoprostan
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol
10
4.6380
.15157
.04793
Perlakuan
10
2.6900
.35192
.11129
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2-
F kadar F2
Equal variances
Isoprostan
assumed Equal variances not assumed
4.541
Sig.
t
.047 16.077
df
tailed)
Mean
Std. Error
Difference Difference
Lower
Upper
18
.000
1.94800
.12117
1.69343
2.20257
16.077 12.228
.000
1.94800
.12117
1.68454
2.21146
Lampiran 9
UJI KOMPARASI
PRE-POST
MASING2
KELOMPOK
(T-
Dependent)
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
Nilai F2 Isoprostan Kelompok
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
3.6680
10
.57092
.18054
4.6380
10
.15157
.04793
3.5760
10
.47148
.14910
2.6900
10
.35192
.11129
Kontrol Pre-Perlakuan Nilai F2 Isoprostan Kelompok Kontrol Post-Perlakuan Pair 2
Nilai F2 Isoprostan Kelompok Perlakuan Pre-Perlakuan Nilai F2 Isoprostan Kelompok Perlakuan Post-Perlakuan
Paired Samples Correlations N Pair 1
Nilai F2 Isoprostan Kelompok
Correlation
Sig.
10
-.758
.011
10
.420
.227
Kontrol Pre-Perlakuan & Nilai F2 Isoprostan Kelompok Kontrol Post-Perlakuan Pair 2
Nilai F2 Isoprostan Kelompok Perlakuan Pre-Perlakuan & Nilai F2 Isoprostan Kelompok Perlakuan Post-Perlakuan
Paired Samples Test
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std.
Mean Pair 1
Nilai F2 Isoprostan
-.97000
Std.
Error
Deviation
Mean
Sig. (2Lower
.69290 .21911 -1.46567
Upper
t
df
tailed)
-.47433
-4.427
9
.002
.56065 1.21135
6.160
9
.000
Kelompok Kontrol PrePerlakuan - Nilai F2 Isoprostan Kelompok Kontrol Post-Perlakuan Pair 2
Nilai F2 Isoprostan Kelompok Perlakuan PrePerlakuan - Nilai F2 Isoprostan Kelompok Perlakuan PostPerlakuan
.88600
.45481 .14382
Lampiran 10 Foto-foto Penelitian
Lotus Nelumbo nuficera Gaertn
Kandang Tikus Rattus norvegicus
Kandang tampung urinTikus Rattus norvegicus
Tikus Rattus norvegicus direnangkan sampai lelah
Pemberian Ekstrak Etanol Daun Lotus pada Tikus Rattus norvegicus