TESIS EKSPRESI PROTEIN p53 PADA KARSINOMA SEL BASAL TIPE AGRESIF LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN TIPE NON AGRESIF
KADEK PRAMESTI DEWI
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS EKSPRESI PROTEIN p53 PADA KARSINOMA SEL BASAL TIPE AGRESIF LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN TIPE NON AGRESIF
KADEK PRAMESTI DEWI NIM 1014098101
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 11 JULI 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K) NIP 196502011996012001
dr. Herman Saputra, SpPA(K) NIP 197303112002121002
Mengetahui Ketua Program Studi Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K) NIP. 19650201 199601 2 001
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama tama perkenanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugrahaNya/kurnia Nya, karya akhir ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi SpPA(K) selaku pembimbing I dan dr Herman Saputra, SpPA(K) sebagai pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dan saran saran dari awal sampai karya akhir ini terselesaikan. Penulis minta maaf karena dalam proses penyelesaian karya akhir ini penulis banyak membuat kesalahan sehingga membuat pembimbing merasa tidak nyaman. Ucapan yang sama juga kami sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.DR. dr. I Ketut Suastika SpPD(K), Direktur Program Pascasarjana Prof.DR.dr. Raka Sudewi, SpS(K), serta Ketua Program Studi Ilmu Biomedik, Prof.DR.dr. Wimpie I. pangkahila, Sp.And.,FAACS., yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa pada
program
pascasarjana
Universitas Udayana. Pada kesempatan ini pula kami sampaikan rasa terima kasih yang dalam kepada tim penguji, Prof. dr. IN. Tigeh Suryadhi, MPH,Ph.D., Prof. dr I Gusti Alit Artha M.S., SpPA(K), MIAC dan dr.Moestikaningsih SpPA(K) yang telah memberikan masukan, sanggahan, saran dan koreksi sehinngga karya akhir ini dapat terwujud seperti ini. Kepada dr. Anak Ayu Saraswati, Direktur Utama Rumah Sakit Sanglah Denpasar, penulis sampaikan ucapan terima kasih karena telah memberikan kesempatan
dan fasilitas kepada penulis selama
mengikuti pendidikan di Rumah Sakit Sanglah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr Luh Putu Iin Indrayani Maker,SpPA(K) sebagai Kepala Instalasi laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah dan dr AAAN Susraini SpPA(K) sebagai Kepala Bagian lab Patologi Rumah Sakit Sanglah Denpasar, yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada dr Maharini Rahayu, SpPA dan dr Ni Putu Sriwidyani, SpPA yang banyak memberikan masukan
dan saran
serta dorongan semangat kepada penulis.
Ucapan yang sama juga kami berikan kepada seluruh staf pengajar dan senior di Lab. Patologi Rumah Sakit Sanglah Denpasar, serta seluruh staf karyawan dan rekan rekan sejawat residen Patologi Anatomi atas kerjasamanya selama penulis menyelesaikan karya akhir ini. Ungkapan terima kasih yang sebesar besarnya penulis sampaikan kepada suami tercinta dr I Nyoman Rudi Susantha SpOG(K) serta anak-anakku tercinta Putu Bagus Darmayasa, Kadek Ratih Pradnyaswari, Komang Trisya Ayu Maharani dan Ketut Atreya Bagus Anantara atas pengertian dan dukungannya selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi ini. Terimakasih yang besar juga penulis sampaikan kepada orang tua Drs Nyoman Manda dan Ibu Ni Made Seruti (Almarhum) atas doanya serta seluruh keluarga besar atas dukungannya dan dorongan semangatnya, serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Semoga Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmatnya kepada kita semua.
ABSTRAK EKSPRESI PROTEIN p53 PADA KARSINOMA SEL BASAL TIPE AGRESIF LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN TIPE NON AGRESIF Karsinoma sel basal umumnya merupakan keganasan yang tumbuh lambat, tetapi beberapa subtipe cendrung tumbuh agresif dan bermetastasis. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan ada hubungan positif antara mutasi pada gen P53 dan perilaku agresif dari tumor epitel, hasil yang didapat pada karsinoma sel basal masih menimbulkan pertentangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan ekspresi protein p53 pada KSB kulit tipe agresif lebih tinggi dibandingkan non agresif. Penelitian ini menggunakan metode analitik potong lintang. Sampel penelitian adalah sediaan blok parafin dari penderita KSB agresif dan non agresif yang telah diperiksa secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika Denpasar dari tanggal 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Dilakukan re-diagnosis sediaan histopatologi dengan pengecatan rutin H&E untuk mendapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi supaya tercapai jumlah sampel minimal yaitu sejumlah 52 sampel yang terdiri dari 26 tipe agresif dan 26 tipe non agresif. Selanjutnya dilakukan pulasan imunohistokimia p53 pada seluruh sampel. Hasil penelitian dianalisis dengan uji t dengan kemaknaan α=0,05. Ekspresi protein p53 lebih tinggi pada karsinoma sel basal perilaku agresif dibandingkan dengan perilaku non agresif (p=0.001)dengan rerata ekspresi p53 sebesar 82 % pada KSB agresif dan 33% pada KSB non agresif. Untuk variabel umur dan jenis kelamin tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,071 dan p=0,510). Pemeriksaan ekspresi p53 penting dilakukan untuk menguatkan tingkat agresifitas tumor yang ditentukan berdasarkan tipe morfologinya untuk penanganan pasien yang lebih intensif. Kata kunci: karsinoma sel basal, agresif, non agresif, ekspresi p53.
ABSTRACT EXPRESSION of p53 PROTEIN IN AGGRESSIVE TYPE BASAL CELL CARCINOMA WAS HIGHER COMPARED WITH NON AGGRESSIVE TYPE Basal cell carcinoma (BCC) generally has an indolent course but several subtype of BCC tend to grow aggressively and even metastasize. Although some studies have shown a positive correlation between mutations in P53 gene and aggressive behavior in skin epithelial tumors, the results for BCC are conflicting. This study aims to prove that the expression of p53 protein in aggressive type BCC was higher compared with non aggressive type. This study was performed using a cross sectional analytical method. Samples of this study were parafin blocks supply gathered from aggressive and non aggressive basal cell carcinoma that had been studied histophatologically at Pathology Anatomy Department Udayana University/ RSUP Sanglah Denpasar and Pathology Anatomy Laboratory of Prima Medika Hospital Denpasar from 1st January 2011 to 31st December 2013. Re-diagnose of histopatology was done with routine staining of H&E to get the desired inclusion and exclusion sample to achieve the minimum sample number of 52 which consists of 26 aggressive and 26 non aggressive type, which later stained with p53 immunohistochemistry. The study results was then analyzed by t-test with significancy level at α=0.05. P53 immunoreactivity was significantly higher in aggressive BCC than non aggressive ones (p=0.001), with the p53 expression average of 82% on aggressive Basal Cell Carcinoma and 33% on non-aggressive ones. There are no significant difference on the age and sex variables (p=0.071 and p=0.510). P53 expression was an important examination to strengthen the level of tumour aggresiveness that were predetermined by its morphologic types for more intensive patient treatment. Keywords: basal cell carcinoma, aggressive, non aggressive, p53 expression.
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM .................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................ iii UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... iv ABSTRAK ................................................................................................. vi ABSTRACT ............................................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 3 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 4 1.4.1. Manfaat Akademik .......................................................... 4 1.4.2. Manfaat Praktis ................................................................ 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................... 5 2.1 Karsinoma Sel Basal ............................................................ 5 2.1.1 Definisi....................................................................... 7 2.1.2 Insiden Karsinoma Sel Basal ................................... 8 2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko ......................................... 9 2.1.4 Karsinogenesis KSB ................................................. 9 2.1.5 Gambaran Klinis ....................................................... 11 2.1.6 Gambaran Histopatologi ............................................ 12 2.1.7 Diagnosis ..................................................................... 15 2.1.8 Diferensial Diagnosis ................................................ 16 2.2 Protein p53 ........................................................................... 17 2.2.1 Struktur Gen P53 ....................................................... 17 2.2.2 Peran p53 ................................................................... 20 2.2.3 Peran p53 pada Patogenesis Molekular KSB ............ 21 2.2.4 Pengaruh Paparan UV Terhadap Kerusakan DNA dan Mutasi P53 pada KSB ........................................... 26 2.3 Imunohistokimia p53............................................................ 31 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1.Kerangka Berpikir ............................................................... 33 3.2 Konsep Penelitian ................................................................ 34 3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................... 36 BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................ 35 4.1 Rancangan Penelitian .......................................................... 40 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 40 4.3 Ruang Lingkup Penelitian ................................................... 41 4.4 Penentuan Sumber Data ...................................................... 41
4.4.1 Populasi ..................................................................... 41 4.4.2 Sampel ....................................................................... 41 4.4.3 Kriteria Inklusi .......................................................... 42 4.4.4 Kriteria Eksklusi ........................................................ 42 4.4.5 Besar Sampel ............................................................. 42 4.4.6 Teknik Pengambilan Sampel...................................... 43 4.5 Variabel Penelitian .............................................................. 43 4.5.1 Klasifikasi Variabel ................................................... 43 4.5.2 Definisi Operasional Variabel ................................... 43 4.6 Bahan Penelitian .................................................................. 45 4.7 Instrumen Penelitian ............................................................ 45 4.8 Prosedur Penelitian ........................................................ 44 4.8.1 Cara Pengumpulan Data ............................................ 44 4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan .................................... 45 4.8.3 Alur Penelitian .......................................................... 49 4.9 Analisis data ........................................................................ 50 BAB V. HASIL PENELITIAN ................................................................. 50 5.1. Karakteristik Subyek Penelitian ......................................... 50 5.2. Protein p53 .......................................................................... 52 BAB VI. PEMBAHASAN ......................................................................... 56 6.1. Karakteristik Subyek Penelitian ......................................... 56 6.2. Hubungan Overekspresi p53 pada KSB Agresif dan KSB Non Agressif ...................................................................................... 58 BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 60 7.1. Simpulan ............................................................................. 60 7.2. Saran ................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 61 LAMPIRAN ............................................................................................. 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambaran klinis KSB ........................................................12
Gambar 2.2
Gambaran histopatologi KSB............................................15
Gambar 2.3
Struktur Gen p53 ...............................................................18
Gambar 2.4
Proses karsinogenesis akibat kegagalan peran p53 ...........22
Gambar 2.5
Peran p53 dalam mempertahankan integritas genom ........24
Gambar 2.6
Peran p53 pada proses apoptosis .......................................25
Gambar 2.7
Karsinogenesis pada KSB .................................................26
Gambar 2. 8
Pengecatan Imunohistokimia p53 positif pada KSB .........31
Gambar 3.2
Kerangka konsep penelitian .............................................34
Gambar 4.1
Alur Penelitian ..................................................................44
Gambar 5.1
KSB agresif ......................................................................53
Gambar 5.2
KSB non agresif ................................................................54
DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian........................................... Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Diagnosis Histopatologi............................ 51 Tabel 5.3 Perbandingan Rerata Ekspresi p53 Antara Kedua Kelompok ...................... 52
51
DAFTAR SINGKATAN
ATM
= ataxia-telangiectasia-mutated
BER
= base excision repair
CT scan
= Computerized Tomography Scanning
CHK1
= checkpoint kinase1
CHK2
= checkpoint kinase2
CPD
= cyclobutane-type pyrimidine
DNA
= deoxyribonucleic acid
HMD2
= human double minuta
KSB
= karsinoma sel basal
KDa
= kilo dalton
Kb
= kilo basa
LOH
= lost of heterogenicity
MDM2
= murine double minuta 2
NER
= nucleotide excision repair
UV
= ultra violet
UVB
= ultraviolet B
SHH
= sonic hedgehog
DAFTAR LAMPIRAN SURAT IJIN PENELITIAN ............................................................................................. 64 DATA SAMPEL DAN HASIL PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA p53 ............. 65 ANALISIS STATISTIK .................................................................................................. 70
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma sel basal (KSB) merupakan keganasan pada kulit yang membahayakan karena dapat menimbulkan kematian apabila terlambat dalam penanganannya. Walaupun
umumnya tumbuh lambat dan jarang metastasis, KSB
memiliki
kecendrungan lokal invasif dan kambuh setelah dilakukan terapi, menyebabkan angka kesakitan yang signifikan. Apabila dipahami apa yang menjadi faktor risiko dan bagaimana pencegahan serta penanganannya, maka kematian karena keganasan ini dapat dicegah lebih awal. Prognosis KSB menjadi lebih buruk apabila penyakit ini diketahui setelah stadium lanjut dan penanganannya pun menjadi lebih sulit. Salah satu kanker kulit keratinosit yang berasal dari sel basal epidermis dan unit pilosebaseus adalah KSB.Sebagian besar terjadi pada orang Kaukasia dan merupakan keganasan kulit yang paling sering, yaitu 65 sampai 75% dari seluruh kanker kulit (Leon et al, 2006).Insiden kanker kulit di Indonesia tahun 2010 mencapai 1.429 kasus, terdiri dari laki-laki 47,38 % dan wanita 52,62%. Kanker kulit menduduki peringkat ke empat dari 10 tumor tersering di Bali, yaitu sebanyak 82 kasus kanker kulit dijumpai pada tahun 2010, dimana prevalensi tertinggi terjadi pada usia 65-74 tahun terdiri dari 39 penderita laki-laki dan 43 penderita wanita (Dit Yan Med, 2010).
Predileksi utama KSB adalah pada daerah yang terpapar sinar matahari, sekitar 80% mengenai kepala dan leher dan sebesar 15% terjadi pada badan, lengan dan kaki. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan radiasi ultra violet (UV) sebagai faktor risiko utama KSB. Hubungan antara radiasi UV dan KSB merupakan hal yang kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tipe kulit, serta pola dan jumlah dosis dari paparan tersebut. Selain paparan UV, telah diketahui beberapa faktor resiko terjadinya KSB antara lain genodermatosis, imunosupresi serta paparan berbagai karsinogen lain (Rubin et al, 2005). Secara umum KSB ditandai oleh pertumbuhan yang lambat dan invasi minimal ke jaringan.Walaupun demikian, sebagian kecil dari tumor ini berperilaku agresif dengan invasi ke jaringan yang lebih dalam, kambuhan, metastasis lokal dan jauh, yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang bermakna, sehingga diagnosis awal sangat penting dalam penatalaksanaan KSB tipe agresif (Ansarin et al, 2006). Walaupun angka kematiannya rendah, hanya sekitar 5-10% per tahun, akan tetapi morbiditas yang ditimbulkan dari terapinya sungguh besar diantaranya cacat kosmetik terutama bila lesinya terletak di daerah kepala dan leher, kehilangan fungsi, biaya pengobatan yang mahal, dan efek psikologi yang sangat merugikan penderita(Bolsakov et al, 2008).
Subtipe histologi, derajat diferensiasi, kedalaman invasi dan marka biologi p53 merupakan faktor yang berhubungan dengan prilaku biologi dari tumor ini. P53 merupakan tumor suppressor gene dan patogenesis beberapa neoplasma ganas melibatkan mutasiP53 termasukdiantaranya kanker kulit, salah satunya adalah KSB. Dalam kepustakaan disebutkan ada korelasi positif antara agresifitas
secara klinikopatologi dan imunoreaktivitas p53, namun beberapa peneliti melaporkan hasil yang berlawanan
(Khodaeani et al, 2013).
Mutasi P53
merupakan prediktor KSB, dimana terjadi peningkatan risiko KSB seiring dengan peningkatan frekuensi mutasi (Radyet al, 2013). Beberapa penelitian melaporkan bahwa overekspresi p53 pada kasus KSB berkisar antara 42-92% (Khodaeiani et al, 2013). p53sebagian besar terekspresi pada KSB yang agresif, dibandingkan dengan KSB yang non agresif dan tumor dengan overekspresi p53 memiliki prognosis lebih buruk. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa KSB yang agresif mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan yang non agresif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran p53 terhadap agresifitas KSB. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah ekspresi proteinp53 pada KSB tipe agresif lebih tinggi dibandingkan dengan tipe non agresif? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah penelitian ini adalah untuk membuktikan ekspresi protein p53 pada KSB tipe agresif lebih tinggi dibandingkan dengan tipe non agresif.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik Memberikan informasi data epidemiologi tentang ekspresi protein p53pada KSB agresif dan non agresif serta perannya dalam menentukan tingkat agresifitas KSB. 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan informasi kepada klinisi bahwa KSB dengan ekspresi p53 tinggi mempunyai sifat yang agresif, sehingga kemungkinan akan mempunyai prognosis yang lebih buruk, rekurensi yang lebih tinggi dan kecendrungan bermetastasis, sehingga diperlukan follow up dan penanganan pasien yang lebih intensif.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Sel Basal 2.1.1 Definisi Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor kulit ganas yang ditandai dengan adanya sel-sel basaloid yang tersusun dalam bentuk lobulus, kolom atau pita (sel germinatif). Nama KSB disebabkan karena kemiripan gambaran histologisnya dengan sel-sel yang terdapat pada membran basalis epidermis (Rubin et al, 2005). Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit tersering pada manusia. Keganasan ini berasal dari sel yang tidak mengalami keratinisasi dan terdapat pada lapisan basal di epidermis (Crowson, 2006). 2.1.2 Insiden Karsinoma Sel Basal Karsinoma
sel basal (KSB) merupakan kanker kulit keratinosit yang
kebanyakan terjadi pada orang Kaukasia. Walaupun diperkirakan timbul dari sel stem epidermal kantung luar akar rambut, darimana KSB berasal dengan pasti masih belum diketahui sampai sekarang (Ansarin et al, 2006). Karsinoma sel basal (KSB)
merupakan kanker kulit keratinosit yang
berasal dari sel basal epidermis dan unit pilosebaseus, sebagian besar terjadi pada orang Kaukasia dan merupakan keganasan kulit yang paling sering yaitu 65 sampai 75% dari seluruh kanker kulit (Leon et al, 2006). Kanker kulit merupakan kanker yang sering ditemukan di Amerika, yaitu sebanyak 80% berupa kanker kulit non-melanoma dan sebanyak 70% dari keganasan kulit adalah KSB (Bolsakov et al, 2008). Angka insiden KSB meningkat dari tahun ke tahun, antara
lain disebabkan oleh perubahan kebiasaan sehari-hari yang berhubungan dengan pola paparan radiasi ultra violet (UV) (Rubin et al, 2005). Angka Insiden KSB sulit untuk ditentukan dengan pasti karena kanker kulit non-melanoma sering tidak terhitung dalam pendataan penderita kanker (Martinez et al, 2006). Kesukaran untuk menentukan angka insiden kanker kulit tersebut semakin bertambah karena adanya variasi geografis pada insidensi kanker kulit non-melanoma. Insiden KSB bervariasi di seluruh dunia. Pada daerah tropis seperti Hawai, insiden KSB mendekati tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan negara-negara subtropis, seperti Minnesota. Insiden tertinggi kanker kulit terdapat di Afrika Selatan dan Australia. Insiden 2000 per 100.000 populasi tercatat di Quensland, Australia (Mcleodet al, 2012). Penderita KSB di Amerika adalah sebanyak 407 kasus per 100.000 pria kulit putih dan 212 kasus per 100.000 wanita kulit putih. Angka kejadian KSB meningkat dengan bertambahnya umur. Insiden pada laki-laki dua kali lebih sering dari pada wanita. Data terbaru mengesankan bahwa KSB juga meningkat pada populasi usia muda. Kira-kira 5-15% kasus KSB terjadi pada usia antara 20 dan 40 tahun. Pertumbuhan agresif dari KSB ditemukan pada pasien usia muda kurang dari 35 tahun, dibandingkan dengan pasien yang lebih tua (Rubin et al, 2005). Insiden
kanker kulit di Indonesia tahun 2010 mencapai 1.429 kasus,
terdiri dari laki-laki 47,38 % dan wanita 52,62%. Kanker kulit menduduki peringkat ke empat dari 10 tumor tersering di Bali, yaitu sebanyak 82 kasus kanker kulit dijumpai pada tahun 2010, dimana prevalensi tertinggi terjadi pada
usia 65-74 tahun terdiri dari 39 penderita laki-laki dan 43 penderita wanita (Dit Yan Med, 2010). 2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko Etiologi KSB masih belum jelas, tetapi faktor konstitusional, lingkungan dan faktor genetik diperkirakan terlibat dalam etiopatogenesisnya. Faktor resiko terpenting pada KSB adalah paparan radiasi sinar UV (Leon et al, 2006). Durasi dan intensitas paparan sinar matahari memegang peranan penting. Faktor yang berperan pada radiasi ultraviolet adalah saat terjadinya paparan, pola paparan, dan jumlah paparan. Faktor fisik, seperti rambut yang berwarna merah atau pirang, atau mata yang berwarna cerah, dihubungkan dengan faktor risiko independen seseorang terhadap radiasi sinar ultraviolet (Martinez et al, 2006). Orang dengan albinism mudah terkena KSB, sedangkan orang yang memiliki kulit yang gelap, seperti orang Afrika atau Asia Selatan, memiliki daya tahan yang lebih baik untuk terjadinya KSB (Ansarin et al, 2006). Faktor risiko terjadinya KSB yang lain adalah paparan terhadap arsenik, metoksalen (psoralen) oral, dan radiasi sinar ultraviolet A (Rubin et al, 2005). Penggunaan obat-obatan imunosupresi merupakan faktor predisposisi KSB, salah satunya pada pasien dengan transplantasi organ. Cara sistem imun dalam menyebabkan kanker kulit belum dipahami secara lengkap. Pasien dengan transplantasi organ memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadi keganasan (Ghaderi et al, 2007). Terjadinya KSB pada resipien transplantasi jantung di Australia adalah sebesar 21 kali lebih besar daripada individu yang bukan resipien transplantasi jantung. Resipien transplantasi ginjal memiliki risiko 10 kali lebih
besar dari yang bukan resipien transplantasi ginjal. Bagaimanapun, orang keturunan Asia Timur mempunyai angka insiden yang sangat rendah untuk terjadinya KSB walaupun sudah menjalani transplantasi organ (Tilli et al, 2005). Angka insiden KSB meningkat dari tahun ke tahun, antara lain disebabkan oleh perubahan kebiasaan sehari-hari yang berhubungan dengan pola paparan radiasi ultra violet (UV). Selain hal tersebut didapatkan peningkatan kewaspadaan masyarakat tentang bahaya keganasan kulit (Ramsey et al, 2006).
Predileksi utama KSB adalah area yang terpapar sinar matahari, sekitar 80% mengenai kepala dan leher, dan sebesar 30% terjadi pada hidung. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan radiasi UV sebagai faktor resiko utama KSB (Leon et al, 2006). Hubungan antara radiasi UV dan KSB merupakan sesuatu yang kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tipe kulit serta pola dan jumlah dosis dari paparan tersebut. Selain paparan UV, telah diketahui beberapa faktor resiko terjadinya KSB antara lain genodermatosis, imunosupresi serta paparan berbagai karsinogen lain (Ramsey et al, 2006).
Radiasi UV, terutama UVB, dengan spektrum 290–320 nm diduga sebagai faktor risiko utama KSB. Pada panjang gelombang tersebut dapat dipicu mutasi pada tumor-suppressor geneyang merupakan tempat tersering terjadinya imbas akibat kerusakan DNA
(Melnikova et al, 2006).
Fungsi normal tumor-
suppressor gene adalah sebagai barier fisiologis terhadap ekspansi klonal dan mutasi gen, selain itu dapat menghalangi proliferasi sel yang berlebih maupun metastasis sel yang dikendalikan oleh onkogen. Hilangnya fungsi supresi ini dapat
diakibatkan oleh mutasi karena kerusakan genome, chromosomal rearrangement dan nondisjunction, konversi gen atau rekombinasi gen (Carucci et al, 2008). Mutasi yang diinduksi oleh sinar UV berdampak pada gen P53 sebagai tumor suppressor gene yang terletak pada kromosom lengan 17p13,1 diperkirakan berperan penting pada kasus KSB (Martinez et al, 2006) 2.1.4 Karsinogenesis KSB Penyimpangan genetik yang paling sering pada kanker kulit ditemukan pada level gen P53. Radiasi dari sinar ultra violet mendorong mutasi DNA pada gen-gen tertentu di dalam sel, seperti gen P53 untuk KSB dan kanker sel skuamosa, dan gen PTCH1 untuk KSB (Mizuno et al, 2006). Selain mutasi P53, pada KSB juga terdapat mutasi pada gen penyandi Patched homolog 1(PTCH1) yang terletak pada kromosom 9q22, maupun berbagai gen lain yang terlibat pada jalur Hedgehog menyebabkan peningkatan regulasi jalur tersebut, dan akhirnya terjadi peningkatan proliferasi. Aktivasi jalur Hedgehog didapatkan terutama pada KSB familial, tetapi didapatkan pula pada sekitar 30-40% KSB sporadik. Terikatnya Sonic Hedgehog (SHH) pada (PTCH1) yang merupakan tumor supressor akan menginduksi G protein coepled receptor smoothened (SMO), yang selanjutnya akan menginduksi GLI sebagai faktor transkripsi. Selain itu mutasi pada PTCH1 juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya KSB dengan terjadinya signal tranduksi pada SMO dan GLI (Rubin et al, 2005).
2.1.5 Gambaran Klinis Karsinoma sel basal mempunyai ciri timbul pada area badan yang terpapar sinar matahari dan paling sering pada kepala dan leher (80 % kasus), dilanjutkan dengan badan (15 % kasus) dan lengan serta tungkai (Qomara et al, 2009). KSB juga dilaporkan terjadi pada area yang tidak biasa, termasuk aksila, payudara, area perianal, genitalia, telapak tangan dan telapak kaki (Ansarin et al, 2006). Walaupun memiliki
umumnya tumbuh lambat dan jarang metastasis, KSB
kecendrungan lokal invasif dan kambuh setelah dilakukan terapi,
menyebabkan angka kesakitan yang signifikan. Pada tipe agresif (mikronoduler dan morfeaform)
didapatkan angka kekambuhan dan metastasis yang tinggi
(Ramsey et al, 2006).
Perkembangan kanker ini memerlukan waktu yang lama, pertumbuhannya lambat, tetapi memiliki kecendrungan lokal destruktif dan metastasenya sangat jarang berkisar antara 0,0028% sampai 0,5% (Lonescu et al, 2006). Tumor ini lebih sering timbul pada daerah yang mendapatkan paparan sinar matahari kronis seperti hidung, telinga, dan dahi. Walaupun angka kematiannya rendah, hanya sekitar 5-10% per tahun, akan tetapi morbiditas yang ditimbulkan dari terapinya sungguh besar diantaranya cacat kosmetik terutama bila lesinya terletak di daerah kepala dan leher, kehilangan fungsi, biaya pengobatan yang mahal, dan efek psikologi yang sangat merugikan penderita (Bolsakov et al, 2008).
Lesi yang timbul pada pasien karsinoma sel basal biasanya merupakan lesi yang tumbuh lambat, dan sulit sembuh dalam kurun waktu yang lama.
Dengan trauma ringan, lesi
mudah berdarah. Pada awalnya, lesi
biasanya
berukuran kecil, translusen atau pearly, disekitarnya tampak dilatasi pembuluh darah (Mcleod et al, 2012). Tumor dengan pertumbuhan agresif memberikan gambaran klinis berupa ukuran tumor lebih besar dengan ulserasi dan lokal destruksi ke jaringan sekitar termasuk mata dan telinga (crowson, 2006).
KSB
nodular adalah gambaran klasik, yang paling sering timbul berupa gambaran papul yang berkilat atau nodul dengan telangiektasis dan tepi yang agak menggulung, kadang dengan bagian sentral yang mengeras atau menjadi ulkus (Kossard et al, 2006). KSB superfisial mempunyai gambaran bercak atau plak kemerahan yang bersisik, mirip dengan dermatitis.Baik bentuk nodular maupun superfisial dapat mengandung melanin, memberikan warna coklat, biru, atau hitam pada lesi (Melnikova et al, 2006). Tipe morpheaform, juga dikenal sebagai KSB fibrosis, atau infiltratif, biasanya mempunyai gambaran induratif, berwarna keputihan, plak seperti scar dengan batas yang tidak tegas (Leon et al, 2006). Subtipe micronodular memberikan gambaran klinis lesi berupa plak dengan indurasi dengan batas tidak tegas. Lesi yang mencurigakan yang timbul pada area yang memiliki resiko tinggi, seperti bagian tengah muka, harus dilakukan biopsi untuk mendapatkan diagnosis dan untuk mempercepat terapi yang pasti (Rubin et al, 2005).
A
B
C
D Gambar 2.1Gambaran klinis KSB
A. KSB tipe Noduler, B. KSB tipe Berpigmen, C. KSB tipe Superfisial, D. KSB Morpheaform (Dikutip dari Nouri et al, 2010; Mateou et al, 2011)
2.1.6 Gambaran Histopatologi Ada beberapa subtipe histologi diantaranya (Kossard et al, 2006 : Mcleod et al, 2012): a. Nodular BCC : tipe klasik, berbentuk “pink” nodul (pada kulit putih ), pada kulit bewarna akan terjadi pingmentasi, “pearly” dan kadang terjadi ulserasi.
b. Superficial BCC : banyak dijumpai pada ekstremitas atau daerah yang terkena paparan sinar matahari, ber-squama (scaly) sering sulit dibedakan dengan SCC ataupun Bowen disease. c. Sclerosing or Morphea Form BCC : jarang dijumpai, dan berbentuk nodul yang induratif dan tidak terbatas jelas, sering didiagnosa sebagai jaringan “parut” d. Pigmented BCC e. Cystic BCC f. Fibroepithelioma of Pinkus (PEP) : varian jarang dijumpai g. Micronodular h. Metatypical Subtipe infiltratif, metatypical, micronodular dan morpheic, digolongkan sebagai KSB agresif, sedangkan subtipe lainnya sebagai KSB non agresif (Ansarin et al, 2006; Monsef et al, 2012). Ada beberapa subtipe histologis dan lokasi lesi tertentu yang mempunyai kecendrungan lokal invasif ke jaringan disekitarnya, dan resiko metastasis ke organ-organ vital, yaitu KSB pada lokasi lesi di daerah wajah (mulut, hidung, telinga dan mata) dan subtipe histologis infiltrative, morpheaform, micronodular, atau kombinasi diantaranya ( Leon et al, 2006). Tipe superfisial memberikan gambaran histopatologis berupa sel-sel basaloid yang tersusun membentuk struktur lobulus, mnonjol dari epidermis, atau dari folikel rambut dan kelenjar ekrin, menuju ke dermis, dan dikelilingi oleh stroma miksoid longgar. Struktur lobulus tersebut biasanya terbatas pada papila dermis (Kossard et al, 2006). Gambaran histopatologis KSB nodular berupa struktur lobulus-lobulus yang tersusun atas sel-sel basaloid (germinative cells)
dengan inti yang tersusun palisading di bagian tepi. Struktur lobulus tersebut menonjol ke bagian retikular dermis hingga ke dermis lebih dalam(Mcleodet al, 2012). KSB fibroepitelial memberikan gambaran histopatologi yang ditandai oleh sel-sel basaloid yang membentuk sarang-sarang atau cord tersusun arborising. Sel-sel basaloid tersebut tersusun memanjang dari epidermis membentuk pola penetrasi. Di sekitar sel-sel tumor tampak dikelilingi oleh stroma fibrovaskular (Crowson, 2006). Sedangkan KSB dengan diferensiasi adneksa memberikan gambaran histopatologi berupa adanya diferensiasi adneksa termasuk didalamnya basaloid buds, kelenjar sebaseus dan elemen trikelemal(Kossard et al, 2006). Subtipe basosquamous memberikan gambaran, sel-sel tumor
mempunyai
sitoplasma yang luas, dengan keratin yang tampak jelas, inti pleomorfik, kromatin vesikular, dan pada beberapa fokus tidak tampak gambaran inti(Kossard
et al, 2006).
Dan pada KSB subtipe
palisading
infiltrating memberikan
gambaran berupa sel-sel basaloid tersusun membentuk struktur strands, cords dan columns dengan sitoplasma tipis. Terutama ditemukan adanya invasi perineural. Inti yang tersusun palisading di tepi dan ruang retraksi biasanya tidak ditemukan (Carruci et al, 2008). Sedangkan subtipe micronodular memberikan gambaran histopatologi berupa pulau-pulau tumor yang lebih kecil dibandingkan KSB tipe nodular, sedangkan gambaran sel-sel tumornya menyerupai KSB nodular (Tilli et al, 2005).
A
B
A
A
A
D
C
A
A
E
F Gambar 2.2Gambaran Histopatologi KSB
A.KSB Superfisial, B.KSB Micronodular, C. KSB Morpheic, D. Basosquamous carcinoma, E. KSB Nodular, F. Fibroepithelioma of Pinkus, H&E 100x (Dikutip dari Crowson 2006; Mateoiu et al, 2011)
2.1.7 Diagnosis Diagnosis KSB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit. Biopsi dapat dilakukan dengan cara deep shave, punch, incisional atau excisional biopsy. Beberapa teknologi non invasive imaging sedang diteliti untuk mengetahui kedalaman dan lebar tumor sebelum dilakukan terapi maupun operasi. Jika
kasus KSB tersebut dibiarkan dan akhirnya meluas hingga
menginvasi tulang, maka diperlukan pemeriksaan CT scan preoperatif (Tilli et al, 2005) 2.1.8 Diferensial Diagnosis Diferensial diagnosis dari karsinoma sel basal adalah sebagai berikut: a. Nodular basal cell carcinoma: a.1 Squamous cell carcinoma a.2 Seborrheic keratosis b. Superficial basal cell carcinoma: b.1 Discoid eczema b.2 Psoriasis b.3 Actinic keratosis (solar keratosis) c. Pigmented basal cell carcinoma: c.1 Melanoma c.2 Lentigo maligna melanoma d. Morphoeic basal cell carcinoma: d.1 Scar tissue d.2 Trichoepithelioma
e. Fibroepithelioma of Pinkus: e.1 Skin tag e.2Papillomatous dermal nevus (Yalcin et al, 2012).
2.2 Protein p53 2.2.1 Struktur gen P53 Gen P53 merupakan suatu nuklear phospoprotein yang memiliki berat molekul sebesar 53 kilo Dalton (kDa). Gen P53 ini dikode oleh 20 kilobasa (kb) gen yang mengandung 11 ekson dan 10 inton, terletak pada bagian lengan pendek dari kromosom 17. GenP53 ini termasuk di dalam kelompok gen pelindung sel, yang mengandung sedikitnya dua anggota lainnya yaitu, p63 dan p73. Protein p53wild type (p53wt), mengandung sebanyak 393 asam amino dan terdiri dari beberapa struktur dan komponen penting yang dapat dilihat pada gambar 1 (Bai et al, 2006). Bagian N-terminal mengandung daerah domain terminal amino, yaitu residu 1 sampai 42. Selain itu, juga mengandung daerah yang memiliki asam amino proline yang tinggi atau proline-rich region dengan urutan sekuen PXXP yang multiple atau berulang (residu 61 sampai 94 dimana X adalah asam amino)(Bai et al, 2006).
Gambar 2.3Struktur Gen P53 (Dikutip dari Bai et al, 2006) Selain itu, terdapat sebuah daerah domain inti sentral atau central core, yaitu pada residu 102 sampai 292 dan daerah domain C-terminal, yaitu pada residu 324 sampai 393. Bagian C-terminal tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah yang mengandung domain oligomerisasi atau tetramerisasi, pada residu 324 sampai 355 dan domain regulasi pada terminal karboksil, merupakan daerah dasar yang kuat pada residu 363 sampai 393.Bagian N-terminal mengandung daerah domain terminal amino, yaitu residu 1 sampai 42. Selain itu, juga mengandung daerah yang memiliki asam amino proline yang tinggi atau prolinerich region dengan urutan sekuen PXXP yang multiple atau berulang, yaitu residu 61 sampai 94 dimana X adalah asam amino(Bai et al, 2006). Daerah domain terminal asam amino digunakan untuk aktifitas transaktivasi dan berinteraksi dengan berbagai macam faktor transkripsi, meliputi Asetiltransferase dan Murine Double Minute 2 (MDM2). Daerah yang kaya akan proline memainkan peranan
yang penting dalam stabilitas dari p53 yang diregulasi oleh MDM2 tersebut, dimana p53 menjadi lebih rentan terhadap degradasi oleh MDM2 jika daerah yang kaya akan proline tersebut dihilangkan(Syaifudin, 2007). Sehingga, MDM2 merupakan suatu protein yang berperan khusus dalam menghancurkan protein p53. Bagian domain inti sentral dari protein p53, utamanya dibentuk dari ikatan Deoxyribonucleic Acid (DNA), dimana merupakan dominan yang dibutuhkan untuk sekuen ikatan DNA spesifik yang terdiri dari dua kopi rantai 5’PuPuPuC(A/T)-(T/A)GPyPyPy-3’. Pada bagian C-terminal dari p53 juga berfungsi sebagai domain regulasi negatif yang memiliki fungsi untuk menginduksi proses kematian sel atau apoptosis dan mengatur kemampuan domain binding DNA inti untuk mengunci domain binding DNA sebagai bentuk yang laten. Apabila interaksi antar C-terminal dan domain binding DNA inti diputus atau dihilangkan oleh modifikasi post tranlasi, seperti proses fosforilasi dan asetilasi, DNA binding domain akan menjadi teraktivasi, sehingga akan dapat menginduksi terjadinya aktivias transkripsi. Bagian domain inti sentral dari p53 merupakan daerah yang memiliki perlindungan sangat tinggi, tidak hanya bila p53 jika dibandingkan dengan homolognya dari Drosophila dan Caenorhabditis elegans, namun juga jika dibandingkan dengan gen lainnya pada kelompok mamalia, yaitu p63 dan p73(Bai et al, 2006). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa mayoritas mutasi pada P53 yang ditemukan pada berbagai keganasan adalah berupa missense mutation, yang sebagian besar terletak pada domain inti sentral DNA binding. Hampir lebih dari 80% mutasi dari p53 berfokus pada residu di antara 126 sampai 306. Penelitian
lainnya terhadap gen P53 yang dimasukkan ke dalam sel kanker yang sebelumnya telah kehilangan fungsi gen P53 secara endogen, ternyata dapat memperkecil proses pembentukan tumor atau tumorigenesis. Namun, sebaliknya adanya pemberian mutan P53 dapat memperbesar proses tumorigenesis (Syaifudin, 2007).
2.2.2 Peran p53 Protein p53 merupakan suatu polipeptida yang diekspresikan atau dikode oleh gen P53 yang berperan dalam menjaga keutuhan sel atau integritas genom melalui proses transkripsi. Gen P53 tersebut merupakan suatu gen penekan tumor atau supresor tumor(Syaifudin, 2007).Pada awalnya, P53 diperkirakan sebagai suatu onkogen, oleh karena ditemukan dalam jumlah yang berlebihan atau overekspresi pada sel-sel yang mengalami keganasan. Penelitian terhadap P53 menunjukkan bahwa P53 mampu diisolasi dari sejumlah klon yang terbukti mampu mempertahankan sel kultur tetap hidup, kemudian diketahui bahwa P53 yang terdapat dalam sel-sel yang mengalami transformasi tersebut merupakan bentuk mutan dari P53(Bai et al, 2006). Penelitian berikutnya terungkap bahwa p53 mampu menghambat pertumbuhan sel yang disebabkan oleh onkogen dan dapat menghambat potensi tumorigenik sel pada binatang. Hal tersebut membuktikan bahwa P53 merupakan suatu gen supresor tumor (Rady et al, 2013) Protein p53 ini ditemukan dalam jumlah yang sangat rendah pada sel yang tidak terpapar oleh stressor. Namun, apabila terjadi suatu stressor, baik berupa hipoksia, kerusakan pada integritas seluler dan onkogen yang tidak sesuai, maka protein p53 tersebut akan diekspresikan dalam jumlah yang lebih tinggi untuk
mengaktifkan berbagai jalur menuju ke arah modifikasi pasca-translasi protein dan stabilisasi (Syaifudin, 2007). Adanya akumulasi protein p53 tersebut selanjutnya akan mengaktifkan transkripsi berbagai gen yang terlibat dalam menimbulkan efek antiproliferasi atau penghentian siklus dan aktivasi apoptosis. Sehingga protein p53 dianggap sebagai suatu monitor sentral terhadap stressor yang dapat mengarahkan sel untuk memberikan respon yang sesuai, baik berupa penghentian siklus ataupun apoptosis(Stricker et al, 2010). Protein p53 secara normal di dalam sel yang tidak mengalami stress memiliki waktu paruh yang sangat pendek, kurang lebih dua puluh menit. Waktu paruh yang relatif pendek tersebut disebabkan oleh karena adanya ikatan protein p53 dengan Murine Double Minute 2(MDM2) (Bai et al, 2006). MDM2 merupakan suatu protein yang berperan khusus dalam menghancurkan protein p53. Protein p53 mengalami modifikasi pascatranskripsi yang membebaskan protein tersebut dari MDM2 sehingga dapat meningkatkan lama waktu paruhnya. Selama proses pembebasan dari MDM2, protein tersebut mengalami aktivasi menjadi suatu faktor transkripsi (Syaifudin, 2007). Apabila terdapat suatu stressor, baik berupa hipoksia, kerusakan pada integritas seluler atau Deoxyribonucleic Acid(DNA) dan onkogen yang tidak sesuai maka akan terjadi aktivasi protein p53. Namun apabila perbaikan kerusakan DNA tersebut gagal, maka protein p53 yang normal akan mengarahkan sel pada kematian yang terprogram atau proses apoptosis (Stricker et al, 2010).
2.2.3Peran p53 pada Patogenesis Molekular KSB
KSB berasal dari sel pluripotensial stratum basalis yang terbentuk secara terus menerus sepanjang kehidupan manusia. Pada umumnya tumor berasal dari epidermis, tetapi dapat pula tumbuh dari selubung akar folikel rambut (Ramsey et al, 2006) Karsinogenesis merupakan proses bertahap dan kompleks dari akumulasi perubahan genetik. Pada etiopatogenesis kanker terdapat empat gen yang berperan penting yaitu oncogene, tumor suppressor gene, gen penyandi apoptosis dan gene untuk repair DNA. Radiasi UV mempunyai hubungan erat dalam patogenesis terjadinya kanker kulit termasuk KSB dan diperkirakan P53 menjadi target utama radiasi sinar UV. Tidak hanya pada jaringan tumor ganas, mutasi P53 juga juga dijumpai pada actinic keratosis, sehingga disimpulkan bahwa mutasi P53 terjadi pada awal proses karsinogenesis non melanoma, bahkan sebelum manifestasi klinisnya muncul(Tilli et al, 2005). Pada peristiwa stress sel antara lain kerusakan DNA, hipoksia, stress oksidatif maupun onkogen akan menginduksi berbagai mediator upstream untuk aktivasi p53 seperti 14ARF dan MDM2. Pada saat p53 aktif terjadi fosforilasi pada satu atau lebih residu serin pada N atau C terminus, selanjutnya akan terikat pada elemen enhancer/promotor yang merupakan target downstream dari p53(Melnikova et al, 2006). ). Proses karsinogenesis akibat kegagalan peran p53 dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4Proses karsinogenesis akibat kegagalan peran p53(Dikutip dariStricker et al, 2010)
Tiga jalur penting sebagai downstream aktivasi p53 sebagai berikut: 1. Mengaktivasi perbaikan DNA yang rusak. Pada keadaan normal, p53 dalam keadaan tidak aktif dan terikat pada protein Murine Double Minuta (MDM2) atau protein Human Double Minuta (HMD2) yang berfungsi mencegah aktivasi p53. Saat terinduksi oleh berbagai karsinogen seperti radiasi UV, yang berpotensi merusak DNA, maka terjadi fosforilasi p53 oleh beberapa protein antara lain Ataxia-Telangiectasia-Mutated (ATM), Checkpoint Kinase1(CHK1) dan CHK2, selanjutnya p53 menjadi aktif. Setelah protein p53 teraktivasi, terjadi induksi siklus sel untuk memasuki fase istirahat agar sel yang rusak dapat diperbaiki dan terjadi pula pengaktifan apoptosis. Selain itu p53 juga berperan dalam proses
Nucleotide Excision Repair (NER) maupun Base Excision Repair (BER)(Melnikova et al, 2006). 2. Menahan siklus sel pada titik G1/S regulation point saat terjadi kerusakan DNA. P53 memiliki regulator negatif terhadap perkembangan sel-sel kanker dan keberadaannya pertama kali ditemukan pada kasus karsinoma kolon. Regulator negatif ini berfungsi sebagai “rem” yang mencegah proliferasi sel yang tidak terkendali. Siklus sel berlangsung dibawah pengawasan p53, bila terbentuk sel yang abnormal atau defek genetik selama sel membelah secara kontinyu, maka sel akan masuk pada siklus
istirahat
(G1)
sehingga
akan
ada
cukup
waktu
untuk
menghancurkan sel yang abnormal itu. Akumulasi p53 setelah kerusakan DNA menyebabkan siklus sel masuk pada fase G1/S dengan menginduksi ekspresi p21, yang selanjutnya akan membuat kompleks cdk-cyclin menjadi tidak aktif. Selain itu p53 juga dapat menginduksi sel masuk pada fase G2/M (Robbinset al, 2010). Peran p53 dalam mempertahankan integritas genom dapat dilihat pada gambar 2.5. 3. Mengontrol proses apoptosis, jika kerusakan DNA tidak lagi dapat diperbaiki. Dengan adanya mekanisme apoptosis, maka dapat dipastikan sel-sel yang abnormal tidak akan dapat bertahan dan berlanjut sampai bereplikasi. P53 normal, yang merupakan produk dari p53, memiliki kemampuan untuk memastikan apakah sel yang abnormal tersebut telah dihancurkan dan tidak lagi membelah. Namun fungsi apoptosis ini menyimpang bila ada mutasi P53. Beberapa penelitian terakhir
menunjukkan bahwa Bcl-2 dan bax merupakan downstream p53. Ekspresi Bax yang diinduksi oleh p53 dapat mempercepat proses apoptosis, dengan membentuk heterodimer dengan Bcl-2 lewat protein homolognya (BH1 dan BH2), sehingga mampu menghambat aktivitas Bcl-2 (Robbinset al, 2010). Peran p53 dalam proses apoptosis dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.5Peran p53 dalam mempertahankan integritas genom (Dikutip dariStricker et al, 2010)
Gambar 2.6Peran p53 pada proses apoptosis (Dikutip dariStricker et al, 2010 )
2.2.4 Pengaruh Paparan UV Terhadap Kerusakan DNA dan Mutasi P53 pada KSB. Paparan UVB memberikan efek langsung pada kerusakan DNA, mutasi dan aberasi kromosom pada kulit, dan semuanya ini ditemukan pada KSB. Gambar di bawah mengilustrasikan kerusakan akibat UVB yang mengakibatkan mutasi dan inaktivasi tumor suppressor genep53 beserta aktivasi telomerase selama karsinogenesis, khususnya pada KSB (Rady et al, 2013).
Gambar 2.7Karsinogenesis pada KSB (Dikutip dariFabricius et al, 2011)
Kulit normal manusia mengandung sejumlah populasi sel stem yang mengandung enzim telomerase, selanjutnya disingkat sebagai sel stem Tel+. Akibat paparan sinar matahari, sel stem Tel+ akan membelah sehingga terjadi peningkatan populasi. Paparan yang berlanjut terus, menyebabkan mutasi pada gen p53 pada sel-sel tersebut, sehingga terbentuk sel stem Tel+ dengan p53M. Selanjutnya sel-sel stem Tel+ dengan p53M mengalami ekspansi klonal sehingga terbentuk lesi prakanker dan akhirnya karsinoma (Fabricius et al, 2012). Analisis terhadap mutasi pada P53 menegaskan bahwa terdapat hubungan antara paparan UV, kerusakan DNA dan karsinoma pada kulit. Radiasi UVB dan UVC dapat menginduksi kerusakan DNA yang khas menghasikan dimer cyclobutane-type pyrimidine (CPD) dan pyrimidin (6-4) pyrimidone atau disebut juga (6-4) photoproduct. P53 berperan penting sebagai pelindung sel dari kerusakan DNA akibat paparan UVB. Kerusakan DNA akibat paparan sinar UV mengaktivasi suatu mekanisme untuk menghapus DNA yang rusak, menunda kelanjutan siklus sel, perbaikan DNA atau apoptosis lewat aktivasi transkripsi gen
yang merupakan down stream p53, seperti p21, MDM2, dan Bax. Secara normal, hanya sedikit p53 yang dapat dijumpai pada sel, namun akibat respon terhadap sinar UV terjadi induksi kadar p53. Dengan tingginya kadar p53 ini, siklus sel akan memasuki fase istirahat (G1), yang memungkinkan terjadinya perbaikan seluler untuk meniadakan lesi pada DNA sebelum DNA mengalami sintesis dan mitosis lebih lanjut. Proses apoptosis juga meningkat, sehingga dapat disimpulkan gen p53 merupakan sarana untuk memperbaiki kerusakan DNA atau untuk mengeleminasi sel yang mengalami kerusakan DNA yang berlebihan (Melnikova et al, 2006). Pada kebanyakan kanker, terjadi mutasi missence. Protein yang dihasilkan akan mengalami perubahan fungsi. Seringkali terjadi hilangnya suatu alel, sehingga terjadi lost of heterogenicity (LOH), yang banyak dijumpai pada karsinoma kolon, paru dan kandung kemih. Pada kasus-kasus KSB frekuensi LOH lebih rendah dibandingkan dengan keganasan lain dan lebih sering terjadi mutasi langsung secara independen pada kedua alel untuk p53 menghasilkan bentuk mutan p53 akibat paparan berulang radiasi UV (Melnikova et al, 2006). Jenis mutasi yang terjadi pada umumnya merupakan transisi sekuens dipyrimidine CT dan CCTT yang karakteristik untuk mutasi yang disebabkan oleh UVB(Melnikova et al, 2006). Ultra violet dapat mengakibatkan kerusakan pada dimer cytosin yang tidak dapat diperbaiki, sehingga terjadi mutasi tandem, dimana dua residu cytosine digantikan oleh dua basa thymin. Mutasi ini dapat terjadi pada kodon 241, 248, 250 dan 258. Deteksi mutasi pada tandem sekuens CCTT pada kodon 247 dan 248 lebih banyak dilakukan dengan alasan,
mutasi tandem tersebut lebih spesifik dibandingkan mutasi tunggal CT. Selain itu kodon 248 menyandi asam amino arginin yang berperan penting dalam fungsi tumor suppressor gene. Mutasi P53 merupakan prediktor KSB, terdapat dose response relationship dimana terjadi peningkatan resiko KSB seiring dengan peningkatan frekuensi mutasi (Gadheri et al, 2007). Hubungan antara agresifitas tumor dengan indeks proliferasi dan siklus sel dan apoptosis-related protein, marker untuk diferensiasi keratinosit, penurunan jumlah serat saraf dalam tumor, dan peningkatan vaskularisasi tumor telah banyak diteliti. Tetapi belum menghasilkan kesimpulan yang konsisten. Identifikasi marka spesifik dihubungkan dengan prilaku agresif dari KSB dapat disimpulkan sebagai diagnosis awal dan memberikan kesempatan baik untuk terapi intervensi (Ansarinet al, 2006). Beberapa faktor berhubungan dengan prilaku biologi dari tumor ini, termasuk didalamnya subtipe histologi, derajat diferensiasi, kedalaman invasi, invasi dan beberapa
marker
biologi
merupakan
faktor
prognostik
penting
untuk
menggambarkan tumor ini. Salah satu marka biologi tersebut adalah p53.P53 merupakan tumor suppressor gene dan patogenesis beberapa neoplasma ganas melibatkan mutasi P53 termasuk di dalamnya kanker kulit. Mutasi P53 yang penting oleh karena radiasi sinar ultraviolet (UV) yang mengakibatkan pertumbuhan kanker kulit termasuk KSB (Khodaeiani et al, 2013). Beberapa penelitian melaporkan bahwa overexpression p53 pada kasus KSB berkisar antara 42-92%. Walaupun dalam literatur disebutkan ada korelasi positif
antara
agresifitas secara klinikopatologi dan imunoreaktivitas p53, namun beberapa peneliti melaporkan hasil yang berlawanan (Khodaeiani et al, 2013). Mutasi P53 bisa terjadi pada awal atau akhir dari tahap perkembangan keganasan epitel. Paparan kronis sinar matahari dikatakan bertanggung jawab terhadap mutasi P53 pada proses karsinogenesis kanker kulit. Beberapa penelitian sebelumnya menyimpulkan pada umumnya protein p53 dapat dideteksi pada lesilesi epitel ganas, tetapi tidak berhubungan dengan malignant phenotype atau dengan protein p53 metastatik pada KSB. Bagaimanapun, hubungan antara umur pasien dengan ekspresi protein p53 pada epitel normal dan karsinoma sangat dekat, dan ini sangat mendukung peran mutasi P53 pada awal KSB yang progresif ( Mateoiuet al, 2011). Pada penelitian yang dilakukan Bholshakov (2003), didapatkan mutasi P53 pada tandem sekuens CCTT, sebesar 66% pada KSB agresif (tipe mikronodular dan morfeaform) dan 38% pada KSB non agresif. Hal ini menunjukkan peran dari radiasi UV terhadap terjadinya KSB agresif, selain itu mutasi P53 dapat pula dijadikan prediktor KSB agresif. Penelitian yang dilakukan oleh Habib Ansarin dan kawan-kawan menyebutkan bahwa imunoreaktifitas p53 secara signifikan lebih tinggi pada KSB agresif dibandingkan pada KSB non agresif. Dan dapat disimpulkan bahwa ekspresi p53 dapat digunakan sebagai marker untuk memprediksi agresifitas dari KSB.Tetapi peneliti lain (Alireza dan kawan-kawan) menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara ekspresi p53 dengan tipe histopatologi KSB.
Sampai saat ini, deteksi dini KSB masih belum dapat dilakukan dan belum menunjukkan tanda-tanda adanya upaya ke arah pengembangan genetik sebagai alat deteksi dini KSB. Bahkan ide untuk memanfaatkan peran gen dan ekspresi protein p53 yang sedemikian besarnya pun masih belum terpikirkan. Padahal pemanfaatan peran genetik sebagai sarana deteksi dini memberikan harapan yang sangat cerah bagi kemajuan diagnostik KSB. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka melalui penelitian ini, akan dilakukan penilaian ekspresi p53 terhadap agresifitas KSB. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau tambahan pemikiran dalam rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan p53 untuk memprediksi progresifitas tumor dan merencanakan protokol terapi yang lebih rasional. 2.3 Imunohistokimia p53 Protein p53 merupakan protein tumor suppressor yang berperan sebagai regulator siklus sel. Protein p53 berperan penting dalam respon adanya stress selular,misalnya paparan karsinogen. Protein tersebut akan menghambat proliferasi sel abnormal yang telah terinisiasi karsinogen untuk mencegah berkembangnya neoplasma. Tidak aktifnya protein tersebut dapat menimbulkan malignansi sampai kanker yang ganas. Selain berfungsi meregulasi proliferasi sel, p53 juga meregulasi apoptosis, menghambat angiogenesis, dan meregulasi DNA repairment ( Mateoiuet al, 2011). Pada penyakit kanker, umumnya p53 mengalami mutasi. Mutasi p53 yang paling banyak terjadi adalah missense mutation. Mutasi tersebut dapat berupa degradasi p53, hilangnya kemampuan p53 menginduksi cell cycle arrest atau
apoptosis, dan hilangnya afinitas p53 untuk mengikat DNA yang rusak (Gadheri et al, 2007). Imunohistokimia merupakan suatu proses mengidentifikasi protein spesifik pada jaringan atau sel dengan menggunakan antibodi. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna, zat berfluoresensi, logam berat, label radioaktif atau enzim (Anonim, 2012 ). Terdapat dua metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct method) dan tidak langsung (indirectmethod). a. Metode langsung (direct method) Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel, contohnya anti serum terkonjugasi fluorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin. b. Metode tidak langsung (indirect method). Metode ini menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen.
Kromogen merupakan suatu gugus
fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin, dan Texas-red disebut metodeimmunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim seperti peroksidase, alkalifosfatase, atau glukosa oksidase disebut metode immunoenzyme (Anonim,2012). Penilaian ekspresi p53 ditentukan berdasarkan analisis persentase sel tumor yang positif, yang kemudian diberikan skor 0: tidak terpulas, positif 1: terpulas pada 1-25% sel tumor, positif 2: terpulas pada 26-25% sel tumor, positif 3: terpulas pada 51-75% sel tumor, positif 4: terpulas pada 76-100% sel tumor. Selanjutnya skor 0 dan positif 1 disebut negatif dan skor positif 2, positif 3 dan positif 4 disebut positif (Ansarin et al, 2006).
Gambar 2.8 Pengecatan Imunohistokimia p53 positif pada KSB, terpulas pada inti, pembesaran 40x (Dikutip dari Yalcin et al, 2012)
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Karsinogenesis merupakan proses bertahap dan kompleks dari akumulasi perubahan genetik. Pada etiopatogenesis kanker terdapat empat gen yang berperan penting yaitu oncogene, tumor suppressor gene, gen penyandi apoptosis dan gene untuk repair DNA. Radiasi UV mempunyai hubungan erat dalam patogenesis terjadinya kanker kulit termasuk KSB dan diperkirakan P53 menjadi target utama radiasi sinar UV. Protein p53 merupakan suatu polipeptida yang diekspresikan atau dikode oleh gen P53 yang berperan dalam menjaga keutuhan sel atau integritas genom melalui proses transkripsi. Gen P53 tersebut merupakan suatu gen penekan tumor atau supresor tumor. Protein p53 ini ditemukan dalam jumlah yang sangat rendah pada sel yang tidak terpapar oleh stressor. Namun, apabila terjadi suatu stressor, baik berupa hipoksia, kerusakan pada integritas seluler dan onkogen yang tidak sesuai, akan menginduksi berbagai mediator upstream untuk aktivasi p53 seperti 14ARF dan MDM2. Pada saat p53 aktif terjadi fosforilasi pada satu atau lebih residu serin pada N atau C terminus, selanjutnya akan terikat pada elemen enhancer/promotor yang merupakan target downstream dari p53. Adanya akumulasi protein p53 tersebut selanjutnya akan mengaktifkan transkripsi berbagai gen yang terlibat dalam menimbulkan efek antiproliferasi atau penghentian siklus dan aktivasi apoptosis. Sehingga protein p53 dianggap sebagai suatu monitor sentral terhadap stressor yang dapat mengarahkan sel untuk
memberikan respon yang sesuai, baik berupa penghentian siklus ataupun apoptosis. P53 merupakan tumor suppressor gene dan patogenesis beberapa neoplasma ganas melibatkan mutasi P53 termasuk di dalamnya kanker kulit, salah satunya KSB.
P53 sebagian besar terekspresi pada KSB yang agresif
dibandingkan dengan KSB non agresif, tumor dengan overekspresi p53 memiliki prognosis lebih buruk. Secara umum KSB ditandai oleh pertumbuhan yang lambat dan invasi minimal ke jaringan, meskipun sebagian kecil dari tumor ini berprilaku agresif dengan invasi ke jaringan yang lebih dalam, rekurensinya lebih tinggi, bermetastase lokal dan jauh, yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang signifikan. Sehingga diagnosis awal sangat penting dalam penatalaksanaan KSB tipe agresif. Walaupun dalam kepustakaan disebutkan ada korelasi positif antara agresifitas secara klinikopatologi dan imunoreaktivitas p53, namun beberapa peneliti melaporkan hasil yang berlawanan. Maka penting dilakukan penelitian ini untuk mengetahui peran p53 pada agresifitas KSB. 3.2 Konsep Penelitian Faktor risiko terjadinya KSB adalah faktor imunologi, genetik, faktor fisik dan faktor kimia.
Penyimpangan genetik yang paling sering pada kanker kulit
ditemukan pada level gen P53.Fungsi normal tumor-suppressor gene adalah sebagai barier fisiologis terhadap ekspansi klonal dan mutasi gen, selain itu dapat menghalangi proliferasi sel yang berlebih maupun metastasis sel yang dikendalikan oleh onkogen. Hilangnya fungsi supresi ini dapatmenyebabkan
terjadinya ekspansi klonal dan akhirnya terbentuk karsinoma sel basal. Berdasarkan subtipe histologisnya KSB dibedakan menjadi subtipe agresif dan non agresif. ` Faktor Risiko
Faktor Imunologi
Faktor genetik
Faktor Fisik (UV)
Faktor Kimia
Tumor supressor gene (P53) Protein p53
Karsinoma sel basal
Agresif
Non Agresif
Keterangan: Bagian yang bergaris tebal adalah yang diteliti. Gambar 3.1Kerangka konsep penelitian.
3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah ekspresi protein p53pada KSB tipe agresif lebih tinggi dibandingkan dengan tipe non agresif.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan rancangan potong lintang (cross-sectional study). Skema rancangan penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1
Agresif
% sel yang terpulas dengan antibodi p53
Non agresif
% sel yang terpulas dengan antibodi p53
Karsinoma sel basal
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian /SMF Patologi Anatomi FK Unud / RSUP
Sanglah Denpasar dan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Universitas Gajah Mada/RSUP Sardjito, Yogyakarta dari 1 Maret 2014 -30 April 2014. 4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dimulai dengan rediagnosis sediaan histopatologi dari bahan biopsi dan operasi penderitakarsinoma sel basal agresif dan karsinoma sel basal non agresif
yang diperiksa secara histopatologi pada Bagian/SMF Patologi
Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di Denpasar oleh peneliti dan seorang ahli patologi yang memenuhi Selanjutnya dilakukan interpretasi dan penghitungan ekspresi protein p53 pada kriteria inklusi dan eksklusi untuk pengelompokan data. Kemudian dilakukan pemotongan blok parafin untuk dilakukan pulasan imunohistokimia p53. karsinoma sel basal agresif dan karsinoma sel basal non agresif. Langkah terakhir dilakukan analisis data. 4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1 Populasi 4.4.1.1. Populasi target Populasi penelitian ini adalah semua sediaan blok parafin dari penderita KSB agresif dan KSB non agresif yang diperiksa secara histopatologi dari hasil biopsi dan operasi di Bali. 4.4.1.2. Populasi terjangkau Populasi penelitian ini adalah sediaan blok parafin dari penderita KSB agresif dan KSB non agresif yang diperiksa secarahistopatologi dari hasil biopsi
dan operasi di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di Denpasar. 4.4.2 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah sediaan blok parafin dari penderita KSB agresif dan non agresif yang telah diperiksa secara histopatologi dari hasil biopsi dan operasidi Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika Denpasar dari tanggal 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.4.3 Kriteria Inklusi 1. Sediaan berasal dari bahan biopsi dan operasi yang mengandung jaringan tumor. 2. Sediaan merupakan tumor primer 3. Sampel memenuhi syarat untuk diinterpretasi sebagai karsinoma sel basal. 4.4.4 Kriteria Eksklusi 1. Kasus dengan diagnosis histopatologi yang belum pasti ( masih ada diagnosis banding). 2. Blok parafin yang tidak cukup mengandung massa tumor. 4.4.5 Besar Sampel Pada penelitian inibesar sampel dihitung dengan rumus (Araoye, 2003): n=
Keterangan: n = besar sampel P
= prevalensi p53 di populasi.
Q
=1–P
d
= deviasi di populasi
α
= tingkat kemaknaan Berdasarkan penelitian sebelumnya diperoleh prevalensi ekspresi p53 pada
KSB di populasi (P ) =76%(Monsef, et al 2012), dan d =12,5%. Jika interval konviden 95% (α= 0,05) maka Zα= 1,96. =
1,96 0,76 0,24 0,125
n = 44,9
Mengingat prevalensi p53 di populasi adalah 76% maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 44,9. Untuk menghindari drop out maka ditambah 15% sehingga sampel menjadi 44,9+6,7=51,6 dan dibulatkan menjadi 52 sediaan blok parafin.
4.4.6 Teknik Pengambilan Sampel Teknik penentuan sampel dilakukan dengan cara berikut : a. Dari populasi sediaan blok parafin diadakan pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. b. Populasi terjangkau yang telah memenuhi syarat diambil secara random untuk mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan, yaitu sebanyak 52 sediaan. 4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Klasifikasi Variabel 1. Variabel tergantung
: KSB agresif dan non agresif
2. Variabel bebas
: Ekspresi protein p53
4.5.2 Definisi Operasional Variabel 1. KSB agresif adalah: kelompok tumor kulit ganas yang berasal dari sel germinatif ditandai dengan adanya sel-sel basaloid
yang tersusun dalam
bentuk lobulus, kolom atau pita, yang mempunyai tipe morfologiinfiltratif, micronodular,morpheic dan metatypical (Kossard et al, 2006). 2. KSB non agresif :kelompok tumor kulit ganas yang berasal dari sel germinatif ditandai dengan adanya sel-sel basaloid yang tersusun dalam bentuk lobulus, kolom atau pita, yang mempunyai tipe morfologi nodular dan superfisial (Kossard et al, 2006). 3.
Ekspresi protein p53: adalah penilaian protein p53 secara imunohistokimia menggunakan antibodi
primer monoklonal p53 clone DO7 dari Dako.
Diamati secara semikuantitatif dengan mikroskop cahaya binokuler merk Olympus dengan pembesaran 400 kali. Penghitungan dilakukan pada seluruh bagian tumor dengan ekspresi protein p53. Sel yang mengekspresikan p53 akan tampak berwarna coklat pada inti sel. Penilaian ekspresi p53 ditentukan berdasarkan analisis persentase sel tumor yang positif dengan intensitas sedang sampai kuat (Ansarin et al, 2006). 4.6 Bahan Penelitian A. Bahan pemeriksaan histopatologi berupa blok parafin dari bahan biopsi dan operasi pasien yang menderita karsinoma sel basal agresif dan non agresif yang
diperiksa secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di Denpasar, dan slide dengan pengecatan H&E. B. Bahanpemeriksaan imunohistokimia berupa blok parafin dari bahan biopsi dan operasi pasien yang menderita karsinoma sel basal agresif dan non agresif yang diperiksa secara histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di Denpasar, untuk
pengecatan imunohistokimia p53 menggunakan antibodi
primer
monoklonal p53 clone DO7 dari Dako. 4.7 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah: 1.
Buku Registrasi Pemeriksaan Histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di Denpasar tahun 2011 hingga 2013 untuk mencari data pasien yang menderita karsinoma sel basal agresif dan non agresif dari tahun 2011 hingga tahun 2013.Instrumen untuk pemeriksaan imunohistokimia yaitu: mikrotom Leica 2125 RM, gelas obyek yang telah dilapisi dengan poly-Llysine, merk Sigma, ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm dan inkubator.
2.
Mikroskop cahaya binokuler Olympus CX21 untuk melihat ekspresi p53 pada sediaan karsinoma sel basal agresif dan non agresif.
4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Cara Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data pasien dan sediaan preparat biopsi eksisi dan operasi kulit yangdiperiksa secara histopatologi dari 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2013 di laboratorium swasta, Denpasar dan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar. 2. Preparat hasil pulasan Hematoksilin dan Eosin (H&E) sesuai nomornomor diatas dikumpulkan dan dievaluasi ulang oleh peneliti dan dua ahli patologiuntuk memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga didapat dua kelompok data yaitu KSB agresif dan KSB non agresif. Preparat yang sulit dievaluasi dilakukan potong ulang blok dan dipulas dengan pulasan rutin menggunakan Harris’s Hematoksilin dan Eosin. 4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan 1. Prosedur pulasan H&E sesuai dengan prosedur pulasan yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar: a. Potong ulang blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan ketebalan 4μm, kemudian ditempelkan pada gelas obyek merk Sail Brand dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm. b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xilol sebanyak 4 kali masing masing celupan sebanyak 5 menit. c. Hidrasi dengan alkohol bertingkat dengan kosentrasi menurun menggunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75%, dan alkohol 50%, masing masing celupan selama 2 menit.
d. Masukkan ke air selama 10 menit. e. Celupkan ke cat utama yaitu Harris’s hematoksilin selama 10 menit. f. Cuci dengan air selama 10 menit. g. Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan sitoplasma tidak berwarna. h. Celupkan pada cat pembanding eosin 1% selama 0,5-1 menit. i. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi meningkat mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95% dan alkohol absolut, masing-masing celupan selama 2 menit. j. Penjernihan dengan xilol sebanyak 4 kali celupan, lama masingmasing celupan selama 5 menit. k. Tutup dengan cover glass. 2. Mengumpulkan blok parafin dari sediaan H&E terpilih. 3. Blok parafin dipotong setebal 4 mikrometer dengan mikrotom untuk pulasan imunohistokimia. 4. Melakukan pulasan imunohistokimia p53 dengan prosedur : a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM ketebalam 3 μm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm. Disamping pemeriksaan untuk sampel, pemeriksaan juga dilakukan pada kasus karsinoma payudara sebagai kontrol positif. b. Inkubasi dalam inkubator dengan suhu 37o C selama 1 malam.
c. Deparafinisasi dengan xilol, preparat dicelupkan ke dalam xilol sebanyak 3 kali, masing-masing celupan selama 3 menit. d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolute 2 kali, alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3 menit. e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit. f. Teteskan H2O2 dalam methanol 3% sampai menutupi seluruh permukaan jaringan selama 15 menit. g. Cuci dengan aquadest selama 10 menit. h. Cuci dengan PBS (phosphate buffer saline) sebanyak 2 kali, masingmasing selama 10 menit. i. Rendam dengan buffer sitrat 0,01 M, pH 6,0. panaskan selama 15 menit, mula-mula dengan pemanasan tinggi (80oC) sampai mendidih kemudian dengan pemanasan sedang (50oC) selama 5 menit. j. Dinginkan pada suhu kamar. k. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. l. Teteskan 100μl (blocking) dengan ultra V block atau sniper block selama 10 menit. m. Teteskan 100 μl antibody primer menggunakan antibody monoklonal p53 dari Dako yang telah diencerkan (pengenceran 1:100) selama 30 menit pada suhu kamar atau semalam pada suhu 40C. n. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. o. Teteskan Biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit.
p. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing 10 menit. q. Teteskan Streptavidin Peroxidase selama 10 menit. r. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. s. Teteskan dengan reagen DAB selama 10 menit. t. Cuci dengan air mengalir. u. Counterstain dengan Mayer Hematoksilin selama 2 menit. v. Cuci dengan air mengalir. w. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut 2 kali, masingmasing selama 3 menit. x. Celupkan ke dalam xilol sebanyak 3 kali, 3 menit. y. Tutup dengan cover glass. 5. Interpretasi ekspresi p53 berdasarkan prosentase sel yang tercat positif dan penghitungan dilakukan oleh peneliti dan seorang ahli Patologi Anatomi di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD RSUP Sanglah, Denpasar, dengan menggunakan mikroskop olympus CX 21.
4.8.3 Alur Penelitiaan Skema alur penelitian dapat dilihat pada gambar 4.2. Mencari nomor-nomor sediaan KSB agresif dan KSB non agresif dari 1 Januari2011 sampai dengan 31 Desember 2012
Pengumpulan sediaan pulasan HE
Seleksi dan rediagnosis dan sediaan mikroskopik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi untuk pengelompokan data
KSB
Randomisasi
Pengumpulan dan pemotongan blok parafin
Pulasan imunohistokimia ekspresi p53
Interpretasi dan penghitungan ekspresi p53 pada KSB non agresif dan KSB agresif
Analisis data Gambar 4.2 Alur Penelitian
4.9 Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Analisis Deskriptif.
2.
Uji Normalitas data dengan ujiKolmogorov-Smirnov.
3.
Uji homogenitas data dengan uji Levene’s test
4.
Uji t-independent
5.
Tingkat kemaknaan dalam penelitian ini ditetapkan sebesar α = 0,05.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Selama periode 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2013, berdasarkan data pasien yang diperiksa di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah dan Laboratorium Patologi Anatomi RS Prima Medika di Denpasar, didapatkan sebanyak 32 pasien dengan diagnosis karsinoma sel basal agresif dan sebanyak 77 pasien dengan diagnosis karsinoma sel basal non agresif yang diambil dengan biopsi dan operasi. Berdasarkan perhitungan sampel menurut rumus Araoye, dibutuhkan jumlah sampel 26 kasus karsinoma sel basal agresif dan 26 kasus karsinoma sel basal non agresif. Sampel yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan, kemudian dilakukan pengecatan imunohistokimia pemeriksaan protein p53.Dalam penelitian ini data umur, ekspresi p53, terlebih dahulu diuji normalitas datanya.Berdasarkan hasil analisis dengan uji Shapiro-Wilk didapatkan bahwa data umur dan ekspresi p53 berdistribusi normal sehingga digunakan uji t-independent untuk mengetahui perbedaan nilai reratanya.
Hasil analisis deskriptif karakteristik sampel penelitian dan tipe histopatologinya disajikan pada Tabel 5.1 dan tabel 5.2
Table 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Kelompok Variabel
Umur Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
p Agresif
Non Agresif
61,54±12,26
54,77±14,11
0,071
19 7
21 5
0,510
Rerata umur pasien dalam penelitian ini adalah 58,15±13,53 tahun dengan rentang umur 27 sampai 89 tahun. KSB agresif dan non agresif tertinggi ditemukan pada dekade ketujuh.Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji t-independent untuk variabel umur didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok Agresif dengan kelompok non agresif (p=0,071). Begitu pulauji Chi-Square untuk variabel jenis kelamin (p=0,510).
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Diagnosis Histopatologi
Tipe Histopatologi
Jumlah
%
AGRESIF KSB Infiltratif
14
26,92
KSB Morpheaform
3
5,77
KSB metatypical
8
15,38
KSB Mikronodular
1
1,92
KSB Nodular
20
38,46
KSB Superfisial
1
1,92
KSB Solid Kistik
1
1,92
KSB Solid Nodular
4
7,69
JUMLAH
52
100
NON AGRESIF
Berdasarkan diagnosis HPA didapatkan bahwa kasus terbanyak pada kelompok agresif adalah KSB infiltratif sebanyak 14 (26,92%). Sedangkan pada kelompok non agresif adalah KSB nodular sebanyak 20 (38,46%).
5.2 Protein 53 (p53)
Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata p53 antara kelompok agresif dan non agresif. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3 Perbandingan Rerata ekspresip53 Antara Kedua Kelompok Kelompok Agresif Non agresif
n
Rerata ekspresi p53
SB
26
82%
0,09
26
33%
T
p
17,06
0,001
0,11
Tabel 5.3 di atasmenunjukkan bahwa rerata ekspresip53kelompok agresif adalah 820,09 dan rerata kelompok non agresif adalah 330,11. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t= 17,06 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata ekspresi p53 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05).
Cut off Point Ekspresi p53 Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan kurva ROC didapatkan bahwa nilai batas (cut off point) ekspresi p53 antara KSB agrsif dengan KSB non agresif adalah 0,55 dengan nilai sensitivitas 100% dan nilai spesifisitas adalah 100%.
Gambaran imunoreaktifitas p53 pada KSB agresif dan non agresif dapat dilihat pada gambar 5.1 dan gambar 5.2.
A
B
C
D
E
F
Gambar 5.1.Ekspresi protein p53 pada KSB agresif, A. KSB mikronodular, B. KSB morpheic, C. KSB Infiltrating, D. KSB mixed solid infiltrating, E.KSB infiltrating, E. KSB mixed superfisial infiltrating (Pembesaran 40x)
A
B
Gambar 5.2Ekspresi protein p53 pada KSB non agresif. A. KSB nodular, B. KSB solid nodular, (Pembesaran 40x)
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subyek Penelitian Pada penelitian ini didapatkan bahwa dari biopsi dan operasi pada kasus KSB agresif dan non agresif usia terbanyak adalah pada dekade ketujuh dengan rentang usia termuda 27 tahun dan tertinggi pada usia 89 tahun. Rerata umur pasien dalam penelitian ini adalah 58,15±13,53 tahun. Kasus KSB agresif dan non agresif tertinggi ditemukan pada dekade ketujuh.Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji t-independent untuk variabel umur didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara kelompok agresif dengan kelompok non agresif (p=0,071). Karsinoma sel basal timbul setelah dekade keempat. Angka kejadian KSB meningkat dengan bertambahnya umur (Monsef et al, 2012) Data terbaru mengesankan bahwa KSB juga meningkat pada populasi usia muda. Kira-kira 515%
kasus KSB terjadi pada usia antara 20 dan 40 tahun (Rubin
et al,
2005).Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan umur antara kelompok Agresif dengan kelompok non agresif (p>0,05). Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Ansarin et al (2006), dan penelitian yang dilakukan oleh Monsef et al (2012). Pada penelitian ini didapatkan 40 kasus KSB pada laki-laki dan dua belas kasus pada perempuan. Hal ini kemungkinan dengan pekerjaan laki-laki lebih terpapar sinar matahari dibandingkan wanita (Monsef et al., 2012). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Rubin et al (2005) yang mendapatkan insiden pada laki-
laki dua kali lebih sering daripada wanita. Berdasarkan data dari Direktorat Pelayanan Medis tahun 2010 didapatkan data insiden
kanker kulit di
Indonesialebuh tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki yaitu laki-laki 47,38 % dan wanita 52,62%. Data ini berbeda dengan kepustakaan yang lain, kemungkinan karena data ini adalah merupakan angka prevalensi kasus kanker kulit secara umum, kemungkinan lain adalah data yang terkumpul hanya berasal dari rumah sakit pemerintah belum termasuk rumah sakit swasta dan laboratorium swasta yang ada di Denpasar. Hasil analisis dengan uji chi-Squareuntuk variabel jenis kelamin, pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok agresif dan non afresif (p=0,510). Sedangkan di Bali prevalensi tertinggi terjadi pada usia 65-74 tahun terdiri dari 39 penderita laki-laki dan 43 penderita wanita. Data ini tidak dapat dikorelasikan dengan penelitian ini karena merupakan angka prevalensi kasus kanker kulit secara umum, tidak hanya KSB.
6.2 Hubungan Overekspresi Protein p53 pada KSB Agresif dan Non Agresif. Karsinoma sel basal adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial dimana
faktor
lingkungan
dan
fakttor
genetik
terlibat
dalam
karsinogenesisnya.MutasiP53adalah perubahan gen yang paling sering terjadi pada kanker manusia. Hampir 90% KSB mengandung mutasi pada gen P53 (Ansarin et al 2006). Onkogen dapat menyebabkan mutasi pada gen P53 dan hilangnya aktifitas supresi tumor (Monsef et al 2012) Karsinogenesis merupakan proses bertahap dan kompleks dari akumulasi perubahan genetik. Pada etiopatogenesis kanker terdapat empat gen yang berperan
penting yaitu oncogene, tumor suppressor gene, gen penyandi apoptosis dan gene untuk repair DNA. Radiasi UV mempunyai hubungan erat dalam patogenesis terjadinya kanker kulit termasuk KSB dan diperkirakan P53 menjadi target utama radiasi sinar UV. Tidak hanya pada jaringan tumor ganas, mutasi P53 juga juga dijumpai pada actinic keratosis, sehingga disimpulkan bahwa mutasi P53 terjadi pada awal proses karsinogenesis non melanoma, bahkan sebelum manifestasi klinisnya muncul(Tilli et al, 2005). Pada peristiwa stress sel antara lain kerusakan DNA, hipoksia, stress oksidatif maupun onkogen akan menginduksi berbagai mediator upstream untuk aktivasi p53 seperti 14ARF dan MDM2. Pada saat p53 aktif terjadi fosforilasi pada satu atau lebih residu serin pada N atau C terminus, selanjutnya akan terikat pada elemen enhancer/promotor yang merupakan target downstream dari p53. Tiga jalur penting sebagai downstream aktivasi p53 pada karsinogenesis KSB adalah mengaktivasi perbaikan DNA yang rusak, menahan siklus sel pada titik G1/S regulation point saat terjadi kerusakan DNA dan mengontrol proses apoptosis(Melnikova et al, 2006). ). Pada penelitian ini kami menilai ekspresi protein p53 pada KSB agresif dan KSB nos agresif. Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata ekspresi p53 antara kelompok agresif dan non agresif. Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata ekspresip53kelompok agresif adalah 0,820,09 dan rerata kelompok non agresif adalah 0,330,11. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t= 17,06 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata ekspresip53 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05). Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ansarin et al pada tahun 2006 pada penelitiannya yang mengevaluasi ekspresi protein p53 pada KSB tipe agresif dan non agresif dan menilai hubungannya dengan beberapa parameter klinikopatologi seperti usia dan jenis kelamin, dan lokasi tumor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara ekspresi protein p53 dengan perilaku agresif pada karsinoma sel basal, namun tidak ada hubungan antara imunoreaktifitas protein p53 dengan umur dan jenis kelamin. Penelitian lain yang menunjukkan hasil yang serupa dilakukan oleh De Rosa et al (1993) dan penelitian yang dilakukan oleh Auepemkiate et al (2002). Penelitian yang dilakukan oleh Bolshakov et al (2008) menunjukkan ekspresi protein p53 lebih tinggi pada KSB agresif dibandingkan dengan KSB non agresif, tetapi perbedaannya tidak signifikan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Monsef et al (2012) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara ekspresi protein p53 dengan tipe histologi karsinoma sel basal. Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan karena kriteria diagnostik klasifikasi histologi tumor yang tidak konsesten, teknik pulasan dan interpretasi p53 yang digunakan berbeda, besar sampel yang dipergunakan, seleksi kasus dan patogenesis karsinoma sel basal yang multifaktorial. Cut off point pada penelitian ini adalah 55% dengan sensitifitas dan spesifisitas sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa semua KSB agresif pada penelitian ini mempunyai cut off point di atas 55% dan cut off point KSB non agresif di bawah 55%.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Ekspresi protein p53pada KSB tipe agresif lebih tinggi dibandingkan dengan tipe non agresif. 7.2 Saran Cut off point pada penelitian ini adalah 55% dengan sensitifitas dan spesifisitas 100%, ini berarti dapat dipergunakan sebagai cut off point. Apabila didapatkan nilai diatas 55% termasuk KSB tipe agresif, dan dibawah 55% termasuk tipe non agresif. Overekspresi p53 dapat digunakan sebagai marka menguatkan tingkat agresifitas tumor yang didiagnosis berdasarkan tipe morfologinya untuk merencanakan protokol terapi yang lebih intensif.
DAFTAR PUSTAKA Adamkov M., Halasova E., Rajcani J., Bencat M., Vybohova D., Rybarova S., Galbavy S. 2011. Relation between expression pattern of p53 and survivin in cutaneous basal cell carcinomas. Med Sci Monit, 17(3): 74-80. Anonim. 2012. Pengecatan Imunohistokimia p53. Cancer Chemoprevention Research Center fakultas Farmasi UGM. Ansarin H., Daliri M., Arabshabi RS. 2006. Expression of p53 in aggressive and non aggressive histologic variant of basal cell carcinoma. European Journal of Dermatology. 16: 543-7. Bai L., Zhu WG. 2006. P53: Structure, Function and Therapeutic Application. Journal of Cancer Molecules. 2(4): 141-153. Bolsakov S., Walker C.M., Storm S.S., Selvan M.S., Clayman G.L., Naggar A.E., Lippman S.M., Kripke M.L., Ananthaswamy H.N. 2008. P53 mutations in Human Agressive and Nonaggressive Basal and Squamous cell Carcinoma. American association for Cancer Research, 9: 228-234. Carucci J.A., Leffell D.J. 2008. Basal cell carcinoma. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolf K., editors.Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th. Ed. Philadelpia: WB Saunders Co. p. 1036-1042. Correa M.P.D., Ferreira A.P., Gollner A.M., Rodrigues M.F., Guerra M.C.S. 2009. Marker expression of cell proliferation and apoptosis in basal cell carcinoma. An. Bras. Dermatol, 84(6): 1-15. Crowson A.N. 2006. Basal cell carcinoma: biology, morphology and clinical implications. modpathol. 19: 127-147. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2010. Kanker di Indonesia Tahun 2010. Data Histopatologik. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. Fabricius E.M., Hoffmeister B., Raguse J.D. 2012. Molecularbiology of Basal Cell Carcinoma, Basal Cell Carcinoma (serial online), Mar, (cited 2012 Mar. 14). Available from: URL: http:/www.intechopen.com/books/basalcell-carcinoma/molecularbiology-of-basal-cell-carcinoma. Ghaderi R., Haghighi F. 2007. Mutation of p53 Gene in Skin Cancers: a Case Control Study. Iran J Med Sci, 32(1): 5-8. Khodaeiani E., Fakhriou A., Amirnia M., Babaeinezhad S., Tagvamanesh F., Karimi E.R., Alikhah H. 2013. Immunohistochemical evaluation of p53 and Ki67 expression in skin epithelial tumors. Indian J Dermatol, 58: 1187 Kossard S., Epstein E.H. Jr., Cerio R., Yu L.L., Weedon D. 2006. Basal Cell Carcinoma. In: LeBoit P.E., Burg G., Weedon D., Sarasin A., editors. WHO: Pathology and Genetiks of Skin Tumours.Lyon: IARC. p.13-19. Leon A., Ceausu Z., Ceausu M., Ardeleanu C., Mehedinbi T. 2006. Assessment of the agressive feature of basal cell carcinoma in the oral and maxillofacial region. OHDMBSC, 5: 62-67. Lonescu D.N., Arida M., Jukic D.M. 2006. Metastatic Basal Cell Carcinoma. Arch Pathol Lab Med, 130: 45-51.
Mahmoud S.F., Sanad E.M., Ageena H.A., Fayed N.M., Mohamed A.E. 2006. A Study of Non-Melanoma Skin cancer In Benha District, Qalyubiyah Governorate, Egypt. Egyptian Dermatology Online Journal, 2(1): 1-8. Martinez A. A. R., Fransisco G., Cabral L.S., Neto C. F., Ruiz I. R. G. 2006. Molecular Genetiks of Non-melanoma Skin Cancer.Anais Brasileiros de Dermatologia, 81(5): 405-419. Mateoiu C., Pirici A., Bogdan F. 2011. Immunohistochemical nuclear staning for p53, PCNA, Ki-67 and Bcl-2 in different histologic variant of basal cell carcinoma. Rom J Morphol Embryol, 52(1): 315-319. Mcleod M.P., Choudany S., Alqubaisy Y.A., Nouri K. 2012. Basal Cell Carcinoma. In: Nouri K., editors. Mohs Micrographic Surgery. 12th. Ed. London: Springer. p. 177-188. Melnikova V.O., Annanthaswamy H.N. 2006. P53 Protein and Nonmelanoma Skin Cancer. In: Reichrath J, editor. Molecular Mechanisms of Basal Cell and Squamous carcinoma. New York: Springer. p. 66-79. Mizuno T., Tokuoka S., Kishikawa M., Nakasima E., Mabuchi K., Iwamoto K.I. 2006. Molecular Basis of Basal Cell Carcinogenesis in the Atomic-bomb Survivor Population: p53 and PTCH Gene Alterations.Carcinogenesis, 27(11): 2286-2294. Monsef A., Ansar A., Behnoud S., Monsef F., Esmaeili R. 2012. Frequency of P53 immunohistochemical expression in all histopathological types of basal cell carcinoma and its correlation with clinicopathological feature. Life Sci J, 9: 106-111. Qomara K.A., Ekantini R., Supartoto A. 2009. The Different P53 Expressions of Basal Cell Carcinoma and Squamous Cell Carcinoma in the Periocular Skin Area. Jurnal Oftalmologi Indonesia, 7: 6-8. Rady P., Scinicariello F., Wagner R.F. 2013. P53 Mutation in Basal Cell Carcinoma. American Association for Cancer Research, 52: 3804-3806. Rajabi M.A., Rajabi P., Moghaddam N.A. 2006. Determination Of P53 Expression In Basal cell Carcinoma Tissues And Adjacent Nontumoral Epidermis From Sun-Exposed Areas Of The Head And Neck. Arc Iranian Med, 9(1): 46-48. Ratner D., Peacocke M., Zhang H., Xiao L.P., Hui C.T. 2006. UV spesific P53 and PTCH mutation in Sporadic Basal Cell Carcinoma of Sun-Exposed Skin. Acad. J Am Dermatol, 44(2): 293-297. Rubin A.I., Chen E.H., Ratner D. 2005. Current Concepts Basal Cell Carcinoma. The New England Journal of Medicine, 353: 2262-2269. Samarasinghe V., Madan V., Lear J. T. 2011. Focus on Basal Cell Carcinoma. Journal of Skin Cancer, 12: 1-5 Selim A.G.,Ashmawy A.E., Gheida S., Elnaby N.A., Tatawy R.E. 2009. Basal Cell Carcinoma: Possible Role of Some Proliferative and Apoptotic factors. J Egypt Wom dermatol Soc, 6(1): 16-27. Stricker T.P., Kumar V. 2010. Neoplasia. In: Kumar F., Abbas A.K., Fausto N., Aster J.C., editors.Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease Eighth Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 284-292.
Syaifudin, M. 2010. Gen Penekan Tumor p53, Kanker dan Radiasi Pengion. (serial online), [cited 2010 Aug. 20].Available from: URL: http://www.batan.go.id/ptkmr/Biomedika/Publikasi%202007/MS_BAlara_ Vol_8_3_Apr07.pdf. Tilli C.M.L.J., Steensel M.A.M., Krekels G.A.M., Neumann H.A.M., Ramaekers F.C.S. 2005. Review Article: Molecular Aetiology and Pathogenesis of Basal cell Carcinoma. British Journal of Dermatology, 152: 1108-1124. Yalcin U.K., Seckin. 2012. The Expression of p53 and COX-2 in Basal Cell Carcinoma, Squamous cell Carcinoma and Actinic Keratosis Cases. Turkish Journal Of Pthology, 28(2): 119-127.
Lampiran 1 Data Sampel dan Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia p53 NO
1
2
NO
JENIS
SEDIAAN
KELAMIN
46.PH.11
52.PH.11
L
L
UMUR
LOKASI
59
72
DIAGNOSIS
P5
Uk
Peri
HPA
3
tumor
laku
KSB solid
30
3,5x2x
NA
nodular
%
1,3
20
3x1.8x
%
0,9
KSB nodular
3
63.PH.11
L
73
4
73.PH.11
L
75
KSB nodular
5
138.PH.11
L
50
KSB Nodular
6
142.PH.201 1
L
Kulit dada
49
KSB infiltratif
70 %
A 9x3x3
40
2,5x1,5
%
x0,6
50
0,2x0,2
%
x0,2
KSB
10
Volume
mikronodular
0%
1cc
KSB mixed 7
144.PH.11
L
32
NA
NA
NA
A
A
superfisial,
90
1,2x0,5
nodular,
%
x0,3
infiltratif KSB rekuren. 8
158.PP.11
L
66
A
Mixed
80
4,5x2x
superfisial,
%
0,8
KSB solid
50
1,5x1,5
nodular
%
x1,1
nodular 9
160.PH.11
P
46
Hidung
NA
10
168.PH.11
L
59
11
170.PH.11
P
89
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
178.PH.11
266.PM.11
1363PP201 1 1700PP201 1 2427PP201 1 2602PP201 1 2710PP201 1 3919PP201 1 3975PP201 1
28.PH.12
L
L
L
P
P
P
L
P
P
L
54
vertex
64
82
46
81
70
45
27
90
1x0,7x
infiltratif
%
0,5
40
1,5x1x
%
0,5
KSB
Frontal
34
55
KSB nodular,
KSB nodular
KSB nodular
50 %
2x2x1
40
3x1,5x
%
0,8
basoskuamus
%
Orbita
KSB
70
1,5x1x
sinistra
metatycpial
%
0,5
inf Palpebra inferior Palpebra inferior
vulua
Midface
Alae nasi S
KSB metatycpial infiltrating KSB nodular
KSB nodular
KSB infiltratif
KSB infiltratif
KSB nodular
80 %
NA
A
80
Palpebra
NA
NA
KSB tipe
Pipi kanan
A
9x6x4
Pot
A
A
jaringa n
40
Pot jar
%
vol 1cc
30
1x0,5x
%
0,5
70
3,5x2x
%
2
80
12,5x7
%
x3,5
10
1,2x1x
%
0,4
NA
NA
A
A
NA
22
35.PH.12
L
61
23
75.PH.12
L
52
24
25
26
352.PH.12
470.PH.12
21.PH.12
L
L
L
72
KSB superfisial,
90
4,5x1,6
nodular, inf
%
x0,7
30
1x1x0,
%
4
50
2x1x0,
%
5
30
1,5x1x
%
0,3
20
1x0,8x
%
0,5
90
4,4x1,6
%
xo,7
KSB tipe
90
3,5x2x
basosquamous
%
1,2
KSB tipe
80
basosquamous
%
KSB nodular
Left ear
55
KSB nodular
KSB nodular
64
KSB nodular KSB mixed
27
68.PH.12
L
61
superfisial, nodular, inf
28
2668PP12
P
62
Okulo D
29
3001PP201
L
69
Frontal S
30
31
32
33
3871PP201 2 3889PP201 2 4202PP201 2 4255PP201 2
L
L
P
L
61
47
54
71
Sternom
Nasal
Zygoma
Hidung kanan
%
x0,5
80
3x1,5x
%
0,5
KSB solid
20
1,2x1x
nodular
%
0,5
70
3x2x1,
%
5
KSB infiltratif
NA
NA
NA
A
A
A
0,8x0,5
KSB infiltratif
NA
12x7x5
30
KSB nodular
A
NA
A
NA
A
34
011.PH.13
L
50
35
052.PH.13
L
45
36
37
38
39
40
065.PH.13
070.PH.13
089.PH.13
096PH13
117PH13
P
L
L
L
L
41
43
63
41
119PH13
L
49
42
121PH13
L
55
43
461PM13
L
80
44
45
685PM13
0261PP201 3
L
L
Abdomen
Shoulder
63
43
76
70
40
0,8x0,5
%
x0,3
20
3x1x0,
%
5
20
0,0x0,3
%
x0,2
KSB infiltratif,
90
4,3x2x
nodular
%
0,8
40
0,3x0,3
%
x0,3
90
3,5x2x
%
1
KSB mixed
90
4x2x0,
nodular inf
%
5
KSB solid
30
3x1,5x
nodular
%
1
20
1,5x0,8
%
x0,5
KSB nodular
Chest
Chest
Punggung
KSB nodular
KSB noular
KSB nodular
KSB infiltratif
KSB solid kistik
KSB
80
basosquamous
%
KSB solid
90
infiltratif
%
KSB infiltratif
90 %
NA
NA
NA
A
NA
A
A
NA
NA
A Vol 2cc A 4x3x1 A 3x2x2
46
47
48
49
50
51
52
0641PP201 3 0961PP201 3 1385PP201 3 1815PP201 3 2928PP201 3 3011PP201 3 4003PP201 3
L
45
P
74
P
L
L
L
L
60
60
47
48
55
80
1x1x0,
%
5
KSB tipe
90
2x1,2x
basusquamous
%
1
KSB tipe
70
0,8x0,5
basoskuamus
%
x0,5
KSB tipe
60
4,5x3x
basoskuamus
%
2,5
40
1,5x1x
%
0,5
40
2,5x2x
%
1,5
30
1,5x1x
%
0,5
Sigoma D
KSB infiltratif
Infraorbita S
Orbita D
frontal
Hidung kiri Hidung kiri
KSB nodular
KSB nodular
KSB nodular
A
A
A
A`
NA
NA
NA
Lampiran 2 Analisis Statistik Uji Normalitas Data Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova perilaku
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
Df
Sig.
Umur
Agresif
.149
26
.143
.963
26
.463
Non Agresif Agresif
.186
26
.121
.954
26
.291
p53
.252
26
.078
.878
26
.105
Non Agresif Agresif
.193
26
.114
.913
26
.131
Ukuran_tumor
.422
26
.000
.478
26
.000
Non Agresif
.289
26
.000
.740
26
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran Analisis Deskriptif Subjek Penelitian Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Umur
52
27.00
89.00
58.1538
13.52903
p53
52
.10
1.00
.5769
.26907
Ukuran_tumor
52
.00
420.00
23.1473
76.41188
Valid N (listwise)
52
Diagnosa_HPA * perilaku Crosstab Count Perilaku Agresif Diagnosa_HPA
Non Agresif
Total
KSB
0
1
1
KSB Nodular
0
1
1
KSB basosquamous
1
0
1
KSB infiltrative
8
0
8
KSB infiltratif,
1
0
1
KSB metatycpial
1
0
1
KSB metatycpial i
1
0
1
KSB mikronodular
1
0
1
KSB mixed nodular
1
0
1
KSB mixed superfi
2
0
2
KSB nodular
0
18
18
KSB nodular, infi
1
0
1
KSB noular
0
1
1
KSB rekuren. Mixe
1
0
1
KSB solid infiltr
1
0
1
KSB solid kistik
0
1
1
KSB solid nodular
0
4
4
KSB superfisial,
1
0
1
KSB tipe basoskua
3
0
3
KSB tipe basosqua
2
0
2
KSB tipe basusqua
1 26
0 26
1 52
Total
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
49.329
a
20
.000
Likelihood Ratio
68.191
20
.000
N of Valid Cases
52
a. 40 cells (95.2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48.
Lokasi * perilaku Crosstab Count perilaku Agresif Lokasi
Non Agresif
Total
-
9
13
22
Abdomen
0
1
1
Alae nas
0
1
1
Chest
1
1
2
Frontal
2
0
2
Hidung
0
1
1
Hidung k
1
2
3
Infraorb
1
0
1
Kulit da
1
0
1
Left ear
0
1
1
Midface
1
0
1
Nasal
1
0
1
Okulo D
1
0
1
Orbita D
1
0
1
Orbita s
1
0
1
Palpebra
1
2
3
Pipi kan
1
0
1
Punggung
1
0
1
Shoulder
0
1
1
Sigoma D
1
0
1
Sternom
0
1
1
Zygoma
0
1
1
Frontal
0
1
1
Vertex
1
0
1
Vulua
1 26
0 26
1 52
Total
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
21.349a
24
.618
Likelihood Ratio
29.060
24
.218
N of Valid Cases
52
a. 48 cells (96.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48.
Jenis_kelamin * perilaku Jenis_kelamin * perilaku Crosstabulation Count perilaku Agresif Jenis_kelamin
Laki-laki Perempuan
Non Agresif
Total
19
21
40
7
5
12
Jenis_kelamin * perilaku Crosstabulation Count perilaku Agresif Jenis_kelamin
Non Agresif
Total
Laki-laki
19
21
40
Perempuan
7 26
5 26
12 52
Total
Chi-Square Tests Value .433a .108 .435
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Asymp. Sig. (2sided)
df 1 1 1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.510 .742 .510 .743
.425
1
.372
.514
52
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00. b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran Uji t-independent data umur dan p53 antara kelompok KSB agresif dan non agresif
Group Statistics perilaku Umur
p53
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Agresif
26
61.5385
12.26452
2.40527
Non Agresif
26
54.7692
14.11186
2.76756
Agresif
26
.8231
.09511
.01865
Non Agresif
26
.3308
.11232
.02203
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
df
Mean Std. 95% Confidence Sig. (2- Differen Error Interval of the tailed) ce Differen Difference
ce Umur
Equal variances assumed
.209
Equal variances assumed
1.125
Upper
.649 1.846
50
.071 6.76923 3.66671 -.59557
14.1340 3
1.846
49.04 7
.071 6.76923 3.66671 -.59911
14.1375 7
17.05 6
50
.000
.49231
.02886
.43433
.55028
17.05 48.67 6 8
.000
.49231
.02886
.43429
.55032
Equal variances not assumed p53
Lower
.294
Equal variances not assumed
Lampiran Uji Mann-Whitney data ukuran tumor antara kelompok KSB agresif dan non agresif Mann-Whitney Test Group Statistics perilaku Ukuran_tumor
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Agresif
26
44.4646
104.69073
20.53154
Non Agresif
26
1.8300
2.39633
.46996
Ranks perilaku Ukuran_tumor
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Agresif
26
32.42
810.50
Non Agresif
26
21.02
567.50
Total
52
Test Statisticsa Ukuran_tumor Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: perilaku
189.500 567.500 -2.712 .007
Lampiran 3 Cut off Point Ekspresi p53 Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan kurva ROC didapatkan bahwa nilai batas (cut off point) ekspresi p53 antara KSB agrsif dengan KSB non agresif adalah 0,55 dengan nilai sensitivitas 100% dan nilai spesifisitas adalah 100%.
0,55
Lampiran Nilai Cut off Point ekspresi p53 antara KSB agrsif dengan KSB non agresif Area Under the Curve Test Result Variable(s):p53 Asymptotic 95% Confidence Interval Std. Errora
Area 1.000
Asymptotic Sig.b
.000
Lower Bound
.000
Upper Bound
1.000
1.000
a. Under the nonparametric assumption b. Null hypothesis: true area = 0.5
Coordinates of the Curve Test Result Variable(s):p53 Positive if Greater Than or Equal Toa
Sensitivity
1 - Specificity
-.9000
1.000
1.000
.1500
1.000
.962
.2500
1.000
.731
.3500
1.000
.462
.4500
1.000
.154
.5500
1.000
.000
.6500
.962
.000
.7500
.769
.000
.8500
.462
.000
.9500
.038
.000
2.0000
.000
.000
a. The smallest cutoff value is the minimum observed test value minus 1, and the largest cutoff value is the maximum observed test value plus 1. All the other cutoff values are the averages of two consecutive ordered observed test values.