TESIS
DAMPAK PENGELUARAN WISATAWAN TERHADAP PERKEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI PROVINSI BALI
IDA AYU ARISYA LERI NIM 0991061035
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 i
DAMPAK PENGELUARAN WISATAWAN TERHADAP PERKEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI PROVINSI BALI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana
IDA AYU ARISYA LERI NIM 0991061035
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
ii
Lembar Pengesahan
TESIS TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL, 08 JULI 2011
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. I Made Sukarsa, MS NIP. 194811291973021001
Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS NIP. 195412251981021001
Mengetahui,
Ketua P.S Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH, MS NIP 194409291973021000
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 13 Juli 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana, No. : 1228/UN.14.4/HK/2011 Tanggal 11 Juli 2011
Ketua
: Prof. Dr. I Made Sukarsa, MS
Sekretaris : Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS
Anggota : 1. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS 2. Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SU 3. Dra. A.A. Kartika Dewi, M.M
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastyastu, Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji dan syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung wara nugraha-Nya/karunia-Nya, Tesis dengan judul “Dampak Pengeluaran Wisatawan Terhadap Perkembangan Sektor Ekonomi di Provinsi Bali”, dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, sulit rasanya bagi penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Nyoman Sirtha, SH, MS selaku Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata pada Program Magister Pascasarjana Universitas Udayana, yang telah memberikan berbagai fasilitas dan kesempatan untuk mengikuti perkuliahan pada Program Studi Magister Kajian Pariwisata. 2. Bapak Prof. Dr. I Made Sukarsa, MS sebagai Pembimbing Tesis I, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis menyelesaikan tesis ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS sebagai Pembimbing Tesis II yang juga telah memberikan dorongan, semangat, saran, dan bimbingan dengan penuh kesabaran selama penulis menyelesaikan tesis ini.
v
4. Penulis sampaikan ucapan terima kasih kembali kepada Bapak Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS selaku Pembahas pada seminar usulan penelitian, seminar hasil, serta sebagai Penguji Tesis, atas berbagai saran dan masukan untuk perbaikan penelitian ini, sehingga tesis ini mendekati kesempurnaan. 5. Bapak Prof. Dr. I Ketut Sudibia, SU yang juga sebagai
Pembahas pada
seminar usulan penelitian, seminar hasil, serta sebagai Penguji Tesis, atas berbagai saran dan masukan untuk perbaikan penelitian ini, sehingga tesis ini mendekati kesempurnaan. 6. Ibu Dra. A.A. Kartika Dewi, M.M yang juga sebagai Pembahas pada seminar usulan penelitian, seminar hasil, serta sebagai Penguji Tesis, atas berbagai saran dan masukan untuk perbaikan penelitian ini, sehingga tesis ini mendekati kesempurnaan. 7. Bapak I Ketut Manacika beserta seluruh pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Bali atas kesediaannya membantu dalam pengumpulan data sebagai penunjang utama dalam penelitian ini. 8. Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh staf sekretariat Program Studi Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama perkuliahan hingga tesis ini dapat terselesaikan. 9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Kajian Pariwisata angkatan 2009 atas dukungan dan jalinan kerja sama yang baik selama perkuliahan. 10. Bapak I Gd Sukabeh, SH, I Gusti Bagus Dherana, SE, I Gusti Ketut Raka Sukarma, SE., PIA selaku Pengurus Dana Pensiun BPD Bali beserta seluruh
vi
staf atas kesempatan dan kemudahan yang diberikan untuk bekerja sambil menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini. 11. Rasa terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada ayah tercinta Ida Bagus Arimbawa, SH, ibu tersayang Dra. Ida Ayu Suryasih, M.Par, dan adik tersayang Ida Bagus Gde Gni Wastu atas segala dukungan baik moril maupun materiil hingga tesis ini dapat terselesaikan. 12. Terima kasih kepada Ida Bagus Gde Wira Artana, SE atas segala semangat, motivasi, dan bantuan yang dengan tulus dan penuh kesabaran dalam mendukung pembuatan tesis ini. Demikian pula penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas dukungan yang diberikan kepada penulis. Sebagai akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya bagi semua pihak. Om Santi, Santi, Santi, Om.
Denpasar, Juli 2011 Penulis
vii
ABSTRAK DAMPAK PENGELUARAN WISATAWAN TERHADAP PERKEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI PROVINSI BALI Pariwisata merupakan penyumbang devisa yang cukup besar. Semakin banyak pengeluaran wisatawan yang dikeluarkan di tempat mereka berwisata, maka akan meningkatkan pendapatan bagi daerah tersebut. Pariwisata mempunyai kekuatan sinergik, karena memiliki keterkaitan yang erat dengan berbagai bidang. Sektor ini merupakan komponen utama pendukung pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi keterkaitan sektor pariwisata dengan berbagai sektor ekonomi di Provinsi Bali, (2) Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan sektor pariwisata terhadap sektor ekonomi di Provinsi Bali dilihat dari output multiplier serta income multiplier, (3) Untuk mengetahui strategi perencanaan pembangunan Provinsi Bali berdasarkan keterkaitan antar sektor dan efek multiplier pariwisata, (4) Untuk mengetahui dampak kenaikan dan penurunan konsumsi wisatawan terhadap pertumbuhan output sektor-sektor prekonomian di Provinsi Bali. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) tertinggi adalah sektor peternakan dan perikanan dengan nilai keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0,6150 dan keterkaitan tak langsung sebesar 1,3429. Sedangkan sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi adalah sektor industri makanan dan tembakau dengan nilai keterkaitan ke belakang secara langsung sebesar 0,6960 dan keterkaitan tak langsung sebesar 1,0963. Dilihat dari daya sebar ke depan dan ke belakang tertinggi dari kelompok sektor pariwisata adalah sektor restoran, yaitu sebesar 1,0058 dan 1,1364 (DSD > 1 ; DSB > 1). Koefisien output multiplier tipe I tertinggi adalah sektor peternakan dan hasil-hasilnya dengan koefisien 1,958. Untuk output multiplier tipe II yang memiliki koefisien tertinggi adalah sektor peternakan dan perikanan sebesar 2,599. Sektor industri makanan dan tembakau merupakan sektor yang memiliki koefisien income multiplier Tipe I yang tertinggi yaitu 1,874. Sementara itu, untuk income multiplier Tipe II sektor jasa sosial dan kemasyarakatan menjadi sektor yang memiliki koefisien tertinggi yaitu 2,392. Apabila mengacu pada koefisien pengganda output, maka indeks kelompok sektor non pariwisata lebih besar dibandingkan dengan kelompok sector pariwisata. Ini berarti bahwa dalam pengembangan pariwisata, lebih banyak memafaatkan output sektor non pariwisata. Sementara itu apabila mengacu pada pengganda pendapatan, terlihat bahwa indeks kelompok sektor pariwisata lebih besar daripada sektor non pariwisata, ini berarti bahwa sektor pariwisata lebih mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Berdasarkan simulasi kenaikan dan penurunan konsumsi wisatawan, terlihat bahwa dampak yang ditimbulkan akibat kenaikan konsumsi wisatawan sebanyak 15 persen akan mampu meningkatkan pertumbuhan output perekonomian Bali sebesar 6,07 persen. Sementara itu, dampak yang ditimbulkan akibat penurunan konsumsi wisatawan sebanyak 10 persen akan menurunkan pertumbuhan output pariwisata Bali secara keseluruhan sebesar 4,05 persen. Untuk memajukan industri pariwisata, campur tangan pemerintah sangat diperlukan. baik itu dalam mempermudah perijinan dalam industri pariwisata, maupun penetapan upah minimum untuk para pekerja pariwisata. Sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan dan lebih optimal dalam meningkatkan produktifitasnya.
Kata Kunci : Dampak, Pengeluaran Wisatawan, Angka Pengganda, Neraca Satelit Pariwisata viii
ABSTRACT IMPACT OF TOURIST’S EXPENSES TO THE DEVELOPMENT OF ECONOMIC SECTOR IN BALI PROVINCE Tourism is a quite big exchange contributor. The more tourists spend their expenses on the tourism object, the more it increases income of the local area. Tourism has synergic power, because it has strong relation to many sectors. This sector is a main component in supporting economic growth. This research has purpose (1) To identify the relevance of tourism sector to various economic sectors in Bali Province, (2) To identify the impact that could be raised by tourism sector to economic sector in Bali Province if it be seen from output multiplier and income multiplier, (3) To find out the plan strategy of Bali Province development based on the relation between the sector and tourism multiplier effect, (4) To find out the impact of the increasing and the decreasing of tourist's consumption to output growth of economic sectors in Bali Province. This research result shows that the sector that has highest forward linkage is the animal husbandry sector and fishery sector with direct forward linkage value of 0.6150 and indirect linkage of 1.3429, whereas the sector that has highest backward linkage is the food industry and tobacco sector with direct backward linkage value of 0.6960 and indirect linkage of 1.0963. From the highest forward and backward spreading capacity of the tourism sector group is the restaurant sector, which is for 1.0058 and 1.1364 (DSD > 1; DSB > 1). The highest output multiplier coefficient type I is the animal husbandry sector and its product with the coefficient of 1.958. For output multiplier type II that has highest coefficient is the husbandry sector and fishery sector for 2.599. The food industry and tobacco sector are the highest sectors that have income multiplier coefficient type I which is 1.874. Meanwhile, social and public service sector become the sectors that have highest coefficient for income multiplier type II for 2.392. If it refers to output multiplier coefficient, then the index of non-tourism sector group is bigger than the tourism sector group. This means that in the tourism development, it is more using the non-tourism sector output. Meanwhile, if it refers to income multiplier, it can be seen that the index of tourism sector group is bigger than the non-tourism sector, this means that the tourism sector is more able to increase the people‟s income. Based on the simulation of the increasing and the decreasing of tourist‟s consumption, it can be seen that the impact which is raised due to the increasing of tourist's consumption for 15 percent will be able to increase the growth of Balinese economy for 6.07 percent. Meanwhile, the impact that is raised due to the decreasing of tourist's consumption for 15 percent will decrease the output growth of Balinese tourism as a whole for 4.05 percent. To develop the tourism industry, it needs the interfere from the government, whether to facilitate the permission in tourism industry, or in determining minimum wage for tourism workers, so it can increase the performance of the employee and to make them more optimize in increasing their productivity.
Keywords : Impact, Tourist‟s Expenses, Multiplier, Tourism Satellite Account
ix
RINGKASAN
Ida Ayu Arisya Leri, SE. Dampak Pengeluaran Wisatawan Terhadap Perkembangan Sektor Ekonomi di Provinsi Bali. Dibawah bimbingan Prof. Dr. I Made Sukarsa, MS, sebagai Pembimbing I dan Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS, sebagai Pembimbing II. Pariwisata merupakan suatu sektor yang sangat diandalkan. Pariwisata adalah penyumbang devisa yang cukup besar. Semakin banyak pengeluaran wisatawan yang dikeluarkan di tempat mereka berwisata, maka akan meningkatkan
pendapatan
bagi
daerah
tersebut.
Dengan
meningkatnya
pendapatan daerah, maka dapat dibuka lebih banyak lagi lapangan pekerjaan sehingga akan mengurangi pengangguran. Sektor pariwisata merupakan multisektor yang mencakup berbagai kegiatan perekonomian. Keterkaitan sektor pariwisata dengan berbagai sektor ekonomi dapat mendorong laju pertumbuhan sektor-sektor tersebut. Kegiatan pariwisata akan menimbulkan permintaan (demand) akan barang dan jasa sehingga akan merangsang pertumbuhan produksi. Semakin banyak permintaan wisatawan maupun industri pariwisata, maka akan dapat semakin membangunkan produktifitas sektor-sektor ekonomi. Peranan sektor pariwisata terhadap perekonomian di Provinsi Bali menjadi topik yang penting untuk dibahas. Sektor ini merupakan komponen utama pendukung pertumbuhan ekonomi di Bali. Bali sebagai daerah yang memiliki keterbatasan sumber daya, sangat tepat apabila mengembangkan pariwisata sebagai salah satu alternatif pembangunan. Melalui penelitian ini akan diketahui seberapa besar sektor pariwisata mampu menarik pertumbuhan sektor-sektor perekonomian lainnya. Komponen penggunaan di Provinsi Bali terdiri dari konsumsi wisatawan, konsumsi pemerintah, investasi, perubahan stok, dan ekspor. Berdasarkan komponen penggunaan tersebut, yang paling tinggi nilainya adalah konsumsi wisatawan yaitu Rp 22.021.694,26 juta. Konsumsi wisatawan yang terbanyak
x
berasal dari wisatawan mancanegara dan kemudian terbanyak kedua adalah dari wisatawan nusantara. Akibat adanya pengeluaran wisatawan tersebut akan memberikan dampak terhadap perekonomian dan mampu menggerakkan pembangunan di Provinsi Bali. Jika dilihat beradasarkan keterkaitan ke depan, sektor yang memiliki keterkaitan ke depan tertinggi akibat adanya pengeluaran wisatawan adalah sektor sektor peternakan dan perikanan dengan koefisien keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0,6150 dan keterkaitan tak langsung sebesar 1,3429. Artinya peningkatan output sektor peternakan dan perikanan sebesar satu unit akan meningkatkan output sektor perekonomian lainnya secara langsung menggunakan output sektor peternakan dan perikanan sebagai input dalam proses produksi sebesar 0,6150 unit dan mendorong peningkatan output sektor-sektor yang tidak terkait secara langsung sebesar 1,3429 unit. Sedangkan sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang tertinggi adalah sektor industri makanan dan tembakau. Sektor ini memiliki keterkaitan ke belakang secara langsung sebesar 0,6960 dan keterkaitan tak langsung sebesar 1,0963. Nilai tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi permintaan di sektor industri makanan dan tembakau sebesar satu unit maka akan terjadi peningkatan output seluruh sektor penyedia input untuk sektor industri makanan dan tembakau secara langsung sebesar 0,6960 unit dan mendorong permintaan output dari sektor lain sebagai penyedia input secara langsung sebesar 1,0963 unit. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran wisatawan lebih banyak pada industri makanan dan tembakau, dengan spesifikasi produk terbanyak yang dikonsumsi adalah berasal dari sektor perternakan. Jika dilihat secara keseluruhan terlihat bahwa pada daya sebar ke depan, sektor restoran ada di peringkat ke 8 dan sektor hotel di peringkat ke 18. Sementara itu jika dilihat berdasarkan daya sebar ke belakang, sektor restoran ada di peringkat 2 dan sektor hotel di peringkat 5. Hal ini terjadi karena sektor restoran dan hotel menghasilkan output yang berupa barang jadi yang langsung digunakan sehingga yang memakai output dari sektor ini kebanyakan adalah pemakai akhir bukan sebagai bahan baku bagi produksi sektor lainnya. Namun jika dilihat dari daya sebar ke belakang, kedua sektor ini ada di peringkat yang
xi
cukup baik. Hal ini disebabkan karena dalam proses produksinya, sektor ini memerlukan bahan baku dari berbagai sektor lainnya. Dengan adanya permintaan dari sektor restoran dan hotel, maka akan menarik pertumbuhan output berbagai sektor ekonomi lainnya.Perlu dijelaskan di sini mengenai peringkat sektor hotel dalam daya sebar ke belakang. Sektor hotel di sini berada pada peringkat ke 5, padahal hotel merupakan salah satu akomodasi terpenting dalam pariwisata. Hal ini terjadi karena sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagai input dalam proses produksi hotel itu digunakan dalam jangka panjang. Segala fasilitas hotel tidak diganti setiap hari dan tidak habis dikonsumsi oleh konsumen akhir. Berdasarkan analisis angka pengganda terlihat bahwa yang memiliki output multiplier Tipe I dan Tipe II yang tertinggi adalah sektor peternakan dan perikanan. Sementara itu, berdasarkan income multiplier dapat dilihat bahwa sektor industri makanan dan tembakau merupakan sektor yang memiliki koefisien income multiplier Tipe I yang tertinggi, dan sektor jasa sosial dan kemasyarakatan menjadi sektor yang memiliki koefisien income multiplier Tipe II tertinggi. Ini berarti bahwa sektor-sektor tersebut mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga di Bali. Dalam membuat kebijakan di Provinsi Bali, di sini pemerintah perlu menentukan terlebih dahulu arah pembangunan yang diharapkan. Apabila mengarah pada pertumbuhan output, maka pembangunan difokuskan pada peningkatan output berbagai sektor pendukung pariwisata di Bali. Seperti misalnya pemanfaatan lahan subur secara optimal pada sektor pertanian, penyuluhan-penyuluhan untuk tata cara peternakan yang baik, teknologi tepat guna, pemberian bantuan modal, dan lain sebagainya. Jika mengarah pada peningkatan pendapatan rumah tangga, maka pembangunan di fokuskan pada investasi di bidang pariwisata. Karena terlihat dalam hasil penelitian bahwa kelompok sektor pariwisata memberikan efek multiplier pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok sektor non pariwisata. Jadi setiap uang yang dikeluarkan wisatawan di sini, mampu meningkatkan pemerataan pendapatan rumah tangga, baik itu berdasarkan dampak langsung, tak langsung, maupun dampak ikutan.
xii
Selain melihat multiplier yang ditimbulkan pariwisata, perlu juga dilihat mengenai dampak yang terjadi akibat adanya peningkatan pengeluaran wisatawan. Untuk melihat dampak kenaikan konsumsi wisatawan terhadap output perekonomian Bali dapat dilakukan simulasi dimana konsumsi wisatawan diasumsikan meningkat sedangkan alokasi konsumsi pemerintah, investasi, perubahan stok, dan ekspor diasumsikan nilainya adalah tetap. Dari simulasi tersebut diketahui bahwa dengan meningkatnya konsumsi wisatawan sebesar 15 persen akan meningkatkan pertumbuhan output perekonomian Bali sebesar 6,07 persen. Namun apabila terjadi penurunan konsumsi wisatawan sebesar 10 persen maka akan menurunkan pertumbuhan output perekonomian Bali sebesar 4,05 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran konsumsi wisatawan sangat besar terhadap perekonomian Bali. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diberikan saran bagi pemerintah antara lain Untuk lebih menunjang peningkatan output pada sektor kehutanan sebagai sektor yang memiliki koefisien keterkaitan ke depan terendah, dapat dilakukan dengan memanfaatkan hutan sebagai salah satu daya tarik wisata. Sementara itu untuk mengembangkan sektor listrik dan air minum sebagai sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang terendah, strategi yang dapat dilakukan dapat dengan lebih fokus memanfaatkan output yang dihasilkan oleh sektor ini. Walaupun sektor ini kurang mampu menggerakkan produktivitas sektor lain, tetapi jika dilihat peranannya sebagai penyedia output bagi sektor-sektor lainnya cukup besar. Sektor listrik merupakan penggerak berbagai teknologi modern sedangkan air minum termasuk dalam kebutuhan pokok kehidupan. Pemerintah Provinsi Bali juga perlu menetapkan tentang kebijakan standar upah minimum yang ideal khususnya bagi pekerja sektor pariwisata. Untuk meningkatkan pengeluaran wisatawan perlu dilakukan beberapa langkah diantaranya promosi dengan menyasar pasar potensial berdasarkan segmentasi pasar terutama quality tourist. Kemudian dapat juga dilakukan dengan meningkatkan length of stay maupun repeater guest dengan cara meningkatkan kualitas produk pariwisata di Provinsi Bali.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ......................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ...............................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................
iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI.......................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
v
ABSTRAK ...................................................................................................
viii
ABSTRACT ................................................................................................
ix
RINGKASAN .............................................................................................
x
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xvii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN .......................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 1.3.1 Tujuan Umum.............................................................. 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................
1 11 12 12 12 12
KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 2.1. Industri Pariwisata ................................................................ 2.2. Konsep Pengeluaran Wisatawan ......................................... 2.3. Dampak Ekonomi Pariwisata ............................................... 2.4. Konsep Dampak Ganda (Multiplier Effect).......................... 2.5. Neraca Satelit Pariwisata (Tourism Satellite Account)......... 2.6. Keterkaitan Antar Sektor ......................................................
14 14 16 17 21 25 28
xiv
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN .............................................................................. 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual .......................................... 3.2 Hipotesis ...............................................................................
33 33 36
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................ 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 4.2 Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian................................
37 37 37
4.3 4.4 4.5 4.6 4.7
Penentuan Sumber Data ....................................................... Variabel Penelitian .............................................................. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... Instrumen Penelitian ............................................................. Teknik Analisis Data ............................................................ 4.7.1 Keterkaitan Sektor ....................................................... 4.7.2 Daya Sebar .................................................................. 4.7.3 Angka Pengganda (Multiplier) .................................... 4.7.4 Simulasi .......................................................................
38 38 39 42 42 43 47 49 52
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...................... 5.1 Perkembangan Pariwisata di Bali ......................................... 5.2 Peranan Pariwisata Dalam Perekonomian Bali ...................
54 54 59
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 6.1 Keterkaitan Pariwisata dengan Sektor Ekonomi Lainnya ... 6.1.1 Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Pariwisata dengan Sektor Ekonomi Lainnya ............................... 6.1.2 Daya Sebar ke Depan dan ke Belakang Pariwisata .... 6.2 Analisis Dampak Pengganda (Multiplier Impact) .............. 6.2.1 Pengganda Output (Output Multiplier) ...................... 6.2.2 Pengganda Pendapatan (Income Multiplier) .............. 6.3 Strategi Perencanaan Pembangunan Provinsi Bali Berdasarkan Keterkaitan Antar Sektor dan Multiplier Impact Pariwisata ................................................................. 6.4 Dampak Konsumsi Wisatawan ........................................ 6.4.1 Dampak Konsumsi Wisatawan Terhadap Pertumbuhan Output Perekonomian Bali ...................
62 62
BAB V
xv
71 76 81 82 84
86 90 90
6.4.2 Skenario I : Asumsi Kenaikan Konsumsi Wisatawan Sebesar 15 Persen ...................................................... 6.4.3 Skenario II : Asumsi Penurunan Konsumsi Wisatawan Sebesar 10 Persen ....................................
93 98
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ............................................................................. 7.2 Saran ...................................................................................
102 105
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
107
LAMPIRAN-LAMPIRAN .........................................................................
111
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman 1.1
Wisatawan Mancanegara yang Datang Langsung ke Bali ..................
1.2
Impor Menurut Golongan Barang di Provinsi Bali pada Tahun 2007
7
sampai dengan Tahun 2009 ................................................................
9
2.1
Kerangka Dasar Tabel Input-Output Pariwisata Bali 2007 ................
31
4.1
Sektor
Kegiatan 55 Sektor Usaha dalam Tabel Input-Output
Pariwisata Provinsi Bali 2007 dan Agregasi 22 Sektor Kegiatan Usaha................................................................................................... 5.1
41
Jumlah Hotel di Provinsi Bali yang Telah Dibagi Menjadi Tiga Jenis Hotel Tahun 2005 – 2009 .........................................................
55
5.2
Restoran/Rumah Makan di Provinsi Bali Tahun 2005 – 2009 ..........
57
5.3
Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Menurut
Sektor Dalam
Permintaan Akhir Tahun 2000 dan 2007 ........................................... 5.4
Peran Nilai Tambah (NTB) Pariwisata Terhadap Perekonomian Menurut Sektor Tahun 2007 ..............................................................
6.1
Struktur
Permintaan
dan
Penawaran
Output
66
Nilai Permintaan Akhir Menurut Komponen Penggunan Dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 ...............................................................
6.4
64
Kontribusi Masing-masing Sektor Terhadap Permintaan Akhir Dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 .............................................
6.3
60
Sektor-sektor
Perekonomian Dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 ..................... 6.2
59
70
Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Sektor-sektor Perekonomian dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 ....................................................................................................
6.5
72
Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Sektor-sektor Perekonomian dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 ....................................................................................................
6.6
Daya Sebar ke Depan dan ke Belakang Sektor-sektor Perekonomian
xvii
74
Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 .................................... 6.7
Koefisien Output Multiplier Tipe I dan Tipe II Sektor-sektor Perekonomian Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2011 ............
6.8
83
Koefisien Income Multiplier Tipe I dan Tipe II Sektor-sektor Perekonomian Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2011 ...........
6.9
77
Agregasi
Koefisien
Output
Multiplier Tipe I dan Tipe II
Sektor-sektor Perekonomian dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 .. 6.10 Agregasi
Koefisien
84
86
Income Multiplier Tipe I dan Tipe II
Sektor-sektor Perekonomian dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 .. 6.11 Dampak Ekonomi Pariwisata Terhadap
Output
87
Sektor-sektor
Perekonomian Dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 ......................
91
6.12 Kontribusi Output Dampak Pariwisata Terhadap Output Ekonomi Dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 .............................................
93
6.13 Simulasi Dampak Kenaikan Konsumsi Wisatawan Terhadap Output Perekonomian Bali Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 ....
94
6.14 Simulasi Dampak Kenaikan Pengeluaran Pemerintah dan Investasi, Kenaikan Perubahan Stok, Kenaikan Ekspor, Terhadap Output Perekonomian Bali .............................................................................
96
6.15 Simulasi Dampak Penurunan Konsumsi Wisatawan Terhadap Output Perekonomian Bali Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 ....
99
6.16 Simulasi Dampak Penurunan Konsumsi Wisatawan dan Peningkatan Ekspor Terhadap Output Perekonomian Bali ....................................
xviii
100
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam bidang ekonomi regional, melalui berbagai metode analisis yang
dimiliki oleh bidang ilmu ini, mampu mengidentifikasi sektor-sektor basis dan non basis dalam perekonomian regional atau nasional. Pengertian sektor basis atau unggulan pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu sektor dikatakan basis atau unggulan jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan dengan lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor basis apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau domestik. Apabila sektor tersebut menjadi sektor basis atau unggulan, maka sektor tersebut harus mengekspor produknya ke daerah lain sehingga menghasilkan devisa bagi daerah tersebut. Sebaliknya apabila sektor tersebut menjadi sektor non basis (bukan unggulan), maka sektor tersebut harus mengimpor produk sektor tersebut dari daerah lain (Antara, 2004:6). Menentukan sektor basis dalam suatu daerah sangatlah penting, karena sektor basis akan sangat mempengaruhi perekonomian daerah tersebut. Di beberapa daerah, pariwisata menjadi sektor basis yang merupakan sektor penyumbang PDRB terbanyak. Sebagai sektor basis, perkembangannya akan
1
sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan sektor-sektor lainnya. Apalagi pariwisata merupakan multisektoral yang memiliki keterkaitan dengan berbagai sektor lainnya. Perkembangan pariwisata sangat pesat dalam beberapa tahun belakangan ini. Banyak orang mulai menyadari akan pentingnya berwisata. Selama ini mereka hanya menghabiskan waktu untuk bekerja, sehingga tingkat stress pun akan meningkat. Oleh sebab itu, mereka mulai memanfaatkan waktu luang dengan melakukan perjalanan wisata untuk bersenang-senang dan melupakan sejenak rutinitas mereka. Apalagi keadaan ekonomi masyarakat saat ini semakin membaik, sehingga banyak orang dari berbagai golongan mampu untuk melakukan perjalanan wisata. Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi yang tumbuh paling cepat dan merupakan salah satu industri terbesar di dunia. Pada tahun 1950 industri perjalanan (travel) mencatat 25 juta kedatangan internasional. Pada tahun 1980 angka ini telah meningkat menjadi 277 juta dan menjadi 438 juta pada tahun 1990 (tujuh belas kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 1950). Pada awal abad ini terdapat 684 juta kedatangan internasional yang tercatat dan meningkat hingga 907 juta pada tahun 2007 dan 922 juta pada tahun 2008. Namun, untuk tahun 2009, diperkirakan angka kedatangan internasional secara kasar sejumlah 870 juta (delapan bulan pertama pada tahun 2009 tercatat 600 juta kedatangan internasional). Diproyeksikan pula bahwa pada tahun 2020 kedatangan wisatawan internasional akan tumbuh hingga 1,6 milyar ( Edisi UNWTO ’Tourism Highlights’ 2009 ).
2
Pariwisata merupakan suatu sektor yang sangat diandalkan. Pariwisata adalah penyumbang devisa yang cukup besar. Semakin banyak pengeluaran wisatawan yang dikeluarkan di tempat mereka berwisata, maka akan meningkatkan
pendapatan
bagi
daerah
tersebut.
Dengan
meningkatnya
pendapatan daerah, maka dapat dibuka lebih banyak lagi lapangan pekerjaan sehingga
akan
mengurangi
pengangguran.
Menurut
Kusworo
(t.t:1),
kecenderungan pertumbuhan pariwisata memiliki landasannya dalam perubahanperubahan mendasar pada hampir
seluruh dimensi kegiatan pariwisata yang
meliputi perubahan lingkungan ekonomi dan politik global, perubahan profil demografis dan psikografis wisatawan, perubahan manajamen dan perubahan teknologi. Ini menunjukkan bahwa selain merupakan penyumbang devisa dan pembuka lapangan pekerjaan, pariwisata juga mempunyai keterkaitan dengan berbagai sektor-sektor lainnya di luar sektor pariwisata. Sektor pariwisata merupakan multisektor yang mencakup berbagai kegiatan perekonomian. Keterkaitan sektor pariwisata dengan berbagai sektor ekonomi dapat mendorong laju pertumbuhan sektor-sektor tersebut. Kegiatan pariwisata akan menimbulkan permintaan (demand) akan barang dan jasa sehingga akan merangsang pertumbuhan produksi. Semakin banyak permintaan wisatawan maupun industri pariwisata, maka akan dapat semakin membangunkan produktifitas sektor-sektor ekonomi. Pariwisata mempunyai kekuatan sinergik, karena memiliki keterkaitan yang erat sekali dengan berbagai bidang. Pariwisata berkembang dan maju bersama dengan membawa bidang-bidang dan sektor-sektor pembangunan
3
lainnya, mulai dari perhubungan, pertanian, lingkungan hidup, kualitas sumber daya manusia yang handal dan bidang-bidang yang lainnya. Dalam konteks ini pariwisata menjadi faktor sinergis dalam memacu gerak ekonomi bagi sebuah negara, baik secara nasional, sektoral, maupun lokal (Sutowo, 2000:5). Menurut Akil (t.t:6), untuk mendukung pengembangan pariwisata, perlu adanya peningkatan keterkaitan fungsi pengembangan kegiatan pariwisata yang baik dengan sektor lainnya untuk memberikan nilai efisien yang tinggi dan percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah. Pengembangan
pariwisata
harus
dikaitkan dengan pengembangan ekonomi nasional, wilayah dan lokal. Pada tingkat nasional sektor pariwisata harus berperan sebagai primer mover
dan
secara interaktif terkait dengan pengembangan sektor-sektor ekonomi. Selain itu, pengembangan pariwisata harus diupayakan dapat melibatkan seluruh stakeholder.
Dalam konteks ini peran masyarakat terlibat dimulai sektor hulu
(memberikan kegiatan produksi yang ekstraktif) sampai dengan
kegiatan hilir
(kegiatan produksi jasa). Sebagai contoh dari pariwisata sebagai primer mover di sini adalah akibat adanya permintaan dari sektor restoran untuk bahan bakunya, maka akan menggerakkan sektor pertanian dan peternakan. Demikian juga dengan adanya hotel-hotel maka akan menggerakkan sektor konstruksi dalam pembangunannya serta sektor kehutanan serta bahan tambang sebagai penunjang pembangunan hotel dan kelengkapan sarana dan prasarananya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pariwisata merupakan titik utama dalam pengembangan Bali. Apabila sektor ini mengalami stagnasi, maka sektor-sektor pembangunan lainnya juga akan mengalami kelesuan. Peranan pariwisata sebagai
4
leading sector semakin jelas karena pariwisata merupakan sektor yang multisektoral, yang mempunyai interdependensi kuat dengan puluhan sektor lainnya. Sebagai contoh, penurunan jumlah wisatawan (kemunduran pariwisata) akan mengurangi pendapatan karyawan yang bekerja di bidang pariwisata, mengurangi
penjualan
cinderamata,
mengurangi
pendapatan
pertunjukan
kesenian, mengurangi pendapatan pengelola objek wisata, mengurangi pemesanan bahan baku makanan untuk restoran-restoran, dan seterusnya. Penurunan pendapatan segmen masyarakat yang cukup besar ini akan mempengaruhi daya beli masyarakat secara keseluruhan. Dampak ini akan merambat secara berantai, sehingga sektor yang sepintas terlihat tidak ada kaitannya dengan pariwisata juga akan terkena dampaknya. Demikian juga sebaliknya, apabila pariwisata berkembang dengan pesat, maka akan ikut menarik perkembangan sektor-sektor lainnya. Ini menunjukkan bahwa pariwisata memiliki efek multiplier yang kuat terhadap sektor-sektor lainnya (Anonim, 2002:1). Provinsi Bali merupakan salah satu pusat pariwisata dunia. Ini membuat pariwisata menjadi penyumbang terbesar dalam PDRB Bali yaitu sebesar 32,57 persen pada tahun 2009. Kedatangan wisatawan ke Bali dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Hal tersebut terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi industri pariwisata di Bali. Pada tanggal 12 Oktober 2002 kepariwisataan Bali sempat diguncang dengan adanya tragedi Bom Legian (Kuta I). Ini mengakibatkan kunjungan wisatawan ke Bali pada tahun berikutnya yaitu tahun 2003 mencapai titik yang dapat dikatakan terendah, yaitu sebanyak 993.029 orang. Pasca tragedi bom Kuta I, kepariwisataan Bali kembali bergairah yang
5
ditunjukkan oleh jumlah wisatawan yang datang langsung ke Bali tahun 2004 mencapai 1.458.309 orang melampaui kunjungan wisatawan sebelum bom Kuta I. Namun pada 1 Oktober 2005 malam kembali terjadi tragedi bom Jimbaran dan Kuta (Kuta II), yang dikhawatirkan oleh banyak pihak akan kembali membawa dampak negatif terhadap kepariwisataan Bali. Namun demikian, tampaknya keterpurukan pariwisata seperti digambarkan sebelumnya hanya bersifat sementara. Ketika tulisan ini dibuat, gejala-gejala pemulihan kepariwisataan Bali dari keterpurukan sudah mulai tampak, yang ditunjukkan oleh mulai meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali pada tahun 2007 hingga 2009. Perkembangan banyaknya wisatawan mancanegara yang datang langsung ke Bali yang masih naik turun dapat dilihat dari kunjungan wisatawan yang tidak meningkat secara stabil. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.
6
Tabel 1.1 Banyaknya Wisatawan Mancanegara yang Datang Langsung ke Bali Tahun 2000-2009
Tahun
Jumlah Wisatawan
Pertumbuhan (%)
2000
1.412.839
4,21
2001
1.356.774
-3,97
2002
1.285.844
-5,23
2003
993.029
-22,77
2004
1.458.309
46,85
2005
1.386.449
-4,93
2006
1.260.317
-9,10
2007
1.664.854
32,10
2008
1.968.892
18,26
2009
2.385.122
21,14
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2000-2009 Kenaikan jumlah kunjungan wisatawan ke Provinsi Bali pada tahun 2007 hingga 2009 menunjukkan angka yang positif. Wisatawan yang datang tentunya memerlukan akomodasi dan makanan yang memadai selama mereka berwisata. Akomodasi yang paling utama diperlukan oleh wisatawan adalah hotel. Selain hotel, sektor restoran pun akan ikut terkena imbas positif bagi perkembangan jumlah wisatawan di Bali. Dengan bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan, tertunya akan memberi pendapatan lebih terhadap hotel dan restoran yang ada di Provinsi Bali. Hotel dan restoran tentunya memerlukan berbagai bahan baku yang akan diolah untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Berbagai bahan baku tersebut diambil dari berbagai sektor pembangunan lainnya di luar sektor pariwisata. Perkembangan
pariwisata
di
Bali
sangat
berdampak
terhadap
perkembangan berbagai sektor ekonomi. Berbagai peluang kerja akibat adanya pariwisata juga akan mempengaruhi pemanfaatan sumber daya Bali, khususnya
7
didaerah perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan pariwisata. Dalam kondisi demikian pemetaan terhadap cadangan sumber daya alam Bali dalam jangka panjang mutlak diperlukan. Pemetaan tersebut harus mencakup cadangan sumber daya alam tidak terbarukan yang masih ada dan proses pemulihan terhadap sumber daya alam terbarukan, sehingga dapat tetap menghidupkan berbagai sektor ekonomi dengan mengembangkan sektor pariwisata melalui upaya peningkatan pengeluaran wisatawan (Arida, 2006:118). Seiring dengan perkembangan sektor pariwisata di Provinsi Bali, maka kebutuhan dalam memenuhi proses produksi bagi sektor ini pun terus meningkat. Di pihak lain, Provinsi Bali memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan tersebut, baik keterbatasan sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Permintaan wisatawan yang terus bertambah dan berkembang tentunya harus dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut diperlukan pasokan tambahan yang didapat dari impor berbagai jenis komoditi. Melalui impor tersebut, maka industri pariwisata akan mampu meningkatkan produktivitasnya sesuai kebutuhan wisatawan. Dengan demikian kenyamanan wisatawan dapat terjaga. Berbagai jenis komoditi yang diimpor Provinsi Bali untuk memenuhi produksi sektor pariwisata dapat dilihat dalam Tabel 1.2.
8
Tabel 1.2 Impor Menurut Golongan Barang di Provinsi Bali pada Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2009
NO.
KELOMPOK KOMODITAS IMPOR
1
Makanan & Hewan
2
Minuman & Tembakau
3
Bahan Mentah
4
Bahan bakar & Pelumas
5
Minyak/Lemak nabati & hewan
6
2007
2008
2009
NILAI (JUTA US $)
NILAI (US $)
NILAI (US $)
6.883,7
7.920,8
7.270,5
330,5
478,4
423,8
4.468,4
7.381,8
4.979,9
21.994,3
30.651,8
19.066,6
83,4
127,4
114,1
Bahan Kimia
10.064,5
15.988,3
11.803,8
7
Hasil Industri
9.611,3
20.158,6
14.125,1
8
Mesin & Peralatan Transportasi
19.038,3
42.725,6
35.716,6
9
Hasil Industri lainnya
1.990,3
3.728,0
3.306.5
10
Komoditi Khusus Lainnya
8,5
36,3
22,2
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali Dari Tabel 1.2 terlihat bahwa produk yang paling banyak diimpor Provinsi Bali dari tahun 2007 adalah bahan bakar dan pelumas. Hal tersebut disebabkan karena provinsi Bali tidak memiliki banyak tambang minyak sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan bahan bakar dan pelumas perlu dilakukan impor. Sementara itu pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 produk yang paling banyak diimpor Provinsi Bali adalah komoditas mesin dan peralatan transportasi. Hal ini disebabkan karena Provinsi Bali masih belum mampu memproduksi sendiri mesin-mesin dan peralatan transportasi modern. Di pihak lain, komoditas tersebut termasuk komoditas yang sangat diperlukan dalam sektor pariwisata. Misalnya peralatan transportasi merupakan sarana yang paling utama dalam usaha jasa pariwisata khususnya Tour and Travel. Begitu pula berbagai mesin modern
9
juga sangat diperlukan bagi peralatan hotel dan restoran. Baik untuk fasilitas akomodasi seperti peralatan dapur, peralatan perkantoran, dan lain sebagainya, maupun untuk mendukung kemudahan komunikasi. Untuk itu sangat diperlukan mengimpor mesin-mesin modern yang belum mampu diproduksi sendiri oleh Provinsi Bali untuk memenuhi kebutuhan dalam mengembangkan sektor pariwisata. Jika dilihat secara global berdasarkan Tabel 1.2, dari impor pada tahun 2009 terlihat mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Bali telah mampu meningkatkan produktivitasnya dalam menyediakan kebutuhan wisatawan. Peningkatan produktivitas sangat berkaitan erat dengan optimalisasi pemberdayaan berbagai sumber daya yang terdapat di Provinsi Bali. Ini menunjukkan bahwa perkembangan sektor pariwisata sebagai leading sektor di Provinsi Bali telah mampu membangun perkembangan berbagai sektor ekonomi. Menangani industri pariwisata memang tidak mudah. Industri pariwisata melibatkan hampir semua sektor ekonomi baik yang tergolong tourism characteristic industri seperti hotel dan restoran maupun tourism connected industri yaitu industri yang sepintas tak berkaitan dengan industri pariwisata namun sebagian demand-nya berasal dari pariwisata. Untuk itu, sangat penting untuk mengetahui sektor-sektor mana saja yang memiliki keterkaitan kuat terhadap sektor pariwisata, dan mana yang keterkaitannya relatif kecil (Manacika, 2010).
10
Peranan sektor pariwisata terhadap perekonomian di Provinsi Bali menjadi topik yang penting untuk dibahas. Sektor ini merupakan komponen utama pendukung pertumbuhan ekonomi di Bali. Melalui penelitian ini nantinya diharapkan dapat diketahui seberapa besar sektor pariwisata mampu menarik pertumbuhan sektor-sektor perekonomian lainnya seperti sektor pertanian, peternakan, industri, perdagangan, hotel dan restoran, angkutan, dan sebagainya. Dalam penelitian ini berbagai sektor pembangunan tersebut, dari 55 sektor akan diagregasi menjadi 25 sektor. Berdasarkan angka pengganda (multiplier) yang ditunjukkan akan dapat dipakai sebagai acuan dalam membuat kebijakan bagi pemerintah.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
pokok permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimana keterkaitan sektor pariwisata dengan berbagai sektor ekonomi di Provinsi Bali?
2.
Bagaimana dampak sektor pariwisata terhadap sektor ekonomi di Provinsi Bali dilihat dari output multiplier serta income multiplier?
3.
Bagaimana strategi perencanaan pembangunan Provinsi Bali berdasarkan keterkaitan antar sektor dan efek multiplier pariwisata?
4.
Bagaimanakah dampak kenaikan dan penurunan konsumsi wisatawan terhadap pertumbuhan output sektor-sektor prekonomian di Provinsi Bali?
11
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui dampak pengeluaran wisatawan terhadap perkembangan sektor-sektor pembangunan lainnya di Provinsi Bali dengan melihat keterkaitan antar sektor dan efek penggandanya.
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi keterkaitan sektor pariwisata dengan berbagai sektor ekonomi di Provinsi Bali. 2. Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan sektor pariwisata terhadap sektor ekonomi di Provinsi Bali dilihat dari output multiplier serta income multiplier. 3. Untuk mengetahui strategi perencanaan pembangunan Provinsi Bali berdasarkan keterkaitan antar sektor dan efek multiplier pariwisata. 4. Untuk mengetahui dampak kenaikan dan penurunan konsumsi wisatawan terhadap pertumbuhan output sektor-sektor prekonomian di Provinsi Bali.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1.
Manfaat Teoritis Dapat menerapkan teori-teori yang di dapat dalam perkuliahan untuk memecahkan permasalahan penelitian dan sebagai acuan bagi penelitian
12
selanjutnya yang berhubungan sehingga dapat dijadikan untuk perbandingan hasil penelitian. 2.
Manfaat Praktis Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat suatu kebijakan dalam menentukan strategi pengembangan produk-produk dari berbagai sektor sebagai akibat dari dampak pariwisata di Bali pada khususnya maupun di daerah lain pada umumnya.
13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Industri Pariwisata Kata industri mengandung pengertian suatu rangkaian perusahaan-
perusahaan yang menghasilkan produk tertentu. Berdasarkan UU RI No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Produk wisata sebenarnya bukanlah merupakan produk yang nyata. Ia merupakan rangkaian jasa yang tidak hanya mempunyai segi-segi yang bersifat ekonomis, tetapi segi-segi yang bersifat sosial, psikologis, dan alamiah. Jasa-jasa yang diusahakan oleh berbagai perusahaan itu terkait menjadi suatu produk wisata. Sebagai industri rangkaian perusahaan yang biasa merupakan unsur industri wisata ialah perusahaan penginapan atau hotel, angkutan wisata, perusahaan biro perjalanan, perusahaan restoran dan perusahaan hiburan (Spillane, 1987:88). Pada dasarnya ada tiga golongan pokok industri pariwisata tersebut yaitu : a. Tourist objects atau objek pariwisata yang terdapat pada daerah-daerah tujuan wisata, yang menjadi daya tarik orang-orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut. b. Fasilitas yang diperlukan di tempat tujuan tersebut, seperti akomodasi perhotelan, bar dan restoran, entertainment dan rekreasi.
14
c. Transportasi yang menghubungkan negara asal wisatawan (tourist generating countries) dengan daerah tujuan wisata (tourist destination area) serta transportasi di tempat tujuan ke objek-objek pariwisata. Mengingat produk industri pariwisata merupakan jasa-jasa dari beberapa perusahaan, apakah perusahaan itu termasuk sarana pokok, sarana pelengkap, ataupun sarana penunjang kepariwisataan. Sarana kepariwisataan (tourism superstructures) adalah semua bentuk perusahaan yang dapat memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak tergantung pada kedatangan wisatawan (Sihite, 2000). Menurut Prajogo (dalam Spillane, 1987:87-88), ada beberapa sifat khusus mengenai industri pariwisata yaitu : a. Produk wisata mempunyai ciri bahwa ia tidak dapat dipindahkan. Orang tak bisa membawa produk wisata pada langganan, tetapi langganan itu sendiri yang harus datang mengunjungi, mengalami dan datang untuk menikmati produk wisata itu. b. Dalam pariwisata produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang sama. Tanpa langganan yang sedang mempergunakan jasa-jasa itu tidak akan terjadi produksi. c. Sebagai suatu jasa, maka pariwisata memiliki berbagai ragam bentuk. Oleh karena itu dalam bidang pariwisata tidak ada standar ukuran yang objektif, sebagaimana produk lain yang nyata misalnya ada panjang, lebar, isi, kapasitas dan sebagainya seperti pada sebuah mobil.
15
d. Langganan tidak dapat mencicipi produk itu sebelumnya bahkan tidak dapat mengetahui atau menguji produk itu sebelumnya. Yang dapat dilihat hanya brosur-brosur, gambar-gambar. Dari segi usaha, produk wisata merupakan usaha yang mengandung resiko besar, sedang permintaan sangat peka terhadap perubahan situasi ekonomi, politik, sikap masyarakat atau kesenangan wisatawan dan lain sebagainya. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat mengoyahkan sendi-sendi penanaman modal usaha kepariwisataan karena bisa mengakibatkan kemunduran usaha yang deras, sedangkan sifat produk itu relatif lambat untuk menyesuaikan keadaan pasar.
2.2
Konsep Pengeluaran Wisatawan Menurut Yoeti (2008:197) secara sederhana, konsumsi/pengeluaran
wisatawan adalah barang dan jasa (goods and services) yang dibeli oleh wisatawan dalam rangka memenuhi kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan harapan (expectations) selama ia tinggal di DTW yang dikunjunginya. Pengeluaran wisatawan (tourist expenditures) pada suatu negara perlu dihitung dengan cermat. Kegunaan praktisnya adalah untuk mengetahui berapa besar devisa yang diperoleh dari industri pariwisata yang dikembangkan pada suatu negara tertentu. Pengeluaran wisatawan biasanya mencakup pada akomodasi hotel, bar dan restoran, transportasi lokal, tours atau sightseeing, cenderamata, dan keperluan-keperluan lainnya (Yoeti, 2008:296).
16
Adapun komponen pengeluaran wisatawan sesuai dengan General Guideline For Developing The Tourism Satelite Account (WTO) dibedakan menjadi dua tipe yaitu pengeluaran konsumsi akhir wisatawan dan transfer sosial wisatawan. Pengeluaran konsumsi akhir wisatawan dapat berupa pengeluaran konsumsi yang dibayar secara tunai dan konsumsi dalam bentuk barang. Sementara itu, transfer sosial wisatawan dapat berupa social security, biaya konsultasi, jasa non pasar wisata. Prof. Dr. Salah wahab (dalam Yoeti, 2008:202) memberikan rincian distribusi pengeluaran wisatawan, dimana pada umumnya pengeluaran tersebut sebagian besar digunakan untuk keperluan akomodasi hotel dan keperluan makan-minum, sedangkan yang lainnya sangat bervariasi.
2.3
Dampak Ekonomi Pariwisata Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan nasional
adalah suatu pertumbuhan ekonomi yang dapat mempercepat peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Hal ini berarti bahwa pembangunan ekonomi diarahkan pada pendayagunaan sumber daya alam dan sumber daya manusia seefisien dan seefektif mungkin sehingga menghasilkan produksi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi perubahan dasar atas struktur sosial dan sikap masyarakat serta institusi-institusi nasional disamping tetap mengejar percepatan pertumbuhan ekonomi, mengatasi kesenjangan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan serta mengurangi kasus kemiskinan (Todaro, 2000:17).
17
Pariwisata merupakan kegiatan yang kompleks, bersifat multi sektoral dan terfragmentsikan, karena itu koordinasi antar berbagai sektor terkait melalui proses perencanaan yang tepat sangat penting artinya. Perencanaan juga diharapkan dapat membantu tercapainya kesesuaian (match) antara ekspektasi pasar dengan produk wisata yang dikembangkan tanpa harus mengorbankan kepentingan masing-masing pihak. Mengingat masa depan penuh perubahan, maka perencanaan diharapkan dapat mengantisipasi perubahan-perubahan lingkungan strategis yang dimaksud dan menghindari sejauh mungkin dampak negatip yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan lingkungan tersebut (Suradnya, t.t : 2). Perkembangan suatu daerah tujuan wisata sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi daerahnya. Dengan majunya perekonomian daerah tersebut dan berkembangnya berbagai sektor yang ada di daerah sekitarnya, maka pembangunan sarana dan prasarana pariwisata pun akan semakin berkembang. Sehingga dapat meningkatan kenyamanan wisatawan. Demikian juga sebaliknya, pariwisata pun mampu mengangkat sektor-sektor ekonomi lainnya berkembang menjadi lebih baik. Kegiatan pariwisata akan menimbulkan permintaan (demand) akan barang dan jasa yang selanjutnya akan merangsang pertumbuhan produksi. Menurut Wahab (dalam Yoeti, 2008:27), Pariwisata merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi suatu Negara, karena mendorong perkembangan beberapa sektor perekonomian nasional, misalnya : a) Peningkatan kegiatan perekonomian sebagai akibat dibangunnya sarana dan prasarana demi pengembangan pariwisata, sehingga memungkinkan orang-
18
orang melakukan aktivitas ekonominya dari suatu tempat ke tempat lainnya, baik dalam satu wilayah Negara tertentu, maupun dalam kawasan internasional sekalipun. b) Meningkatkan industri-industri baru yang erat kaitannya dengan pariwisata seperti misalnya, transportasi, akomodasi (hotel, motel, vila, restoran, dll) yang akan menciptakan permintaan-permintaan baru bagi wisatawan. c) Meningkatkan hasil pertanian dan peternakan untuk kebutuhan hotel dan restoran seperti sayur, buah-buahan, telur, daging, dan lain-lain karena semakin banyaknya orang-orang yang melakukan perjalanan wisata. d) Meningkatkan permintaan terhadap : handicrafts, souvenir, goods, art painting, dll. e) Memperluas barang-barang lokal untuk lebih dikenal oleh dunia internasional termasuk makanan dan minuman, barang-barang kerajinan seperti : ukiran Jepara, patung Bali, batik Pekalongan, sulaman Tasikmalaya, dan lain sebagainya. f) Meningkatkan perolehan devisa negara, sehingga dapat mengurangi beban devisit neraca pembayaran. g) Memberikan
kesempatan
berusaha,
kesempatan
kerja,
peningkatan
penerimaan pajak bagi pemerintah, dan peningkatan pendapatan nasional. h) Membantu membangun daerah-daerah terpencil yang selama ini tidak tersentuh pembangunan. i) Mempercepat perputaran perekonomian pada Negara-negara penerima kunjungan wisatawan (Tourist Receiving Countries).
19
j) Dampak penggandaan yang ditimbulkan pengeluaran wisatawan, sehingga member dampak positif bagi pertumbuhan daerah tujuan wisata (DTW) yang dikunjungi wisatawan. Dalam krisis ekonomi, sektor pariwisata diharapkan berperan sebagai penyelamat ekonomi, karena mampu menghasilkan pendapatan yang cukup tinggi. Pariwisata memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Keberlanjutan kegiatan wisata di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kelangsungan hidup perekonomiannya. Oleh karena itu perlu adanya wawasan tentang pengelolaan sumberdaya yang menghasilkan manfaat ekonomi secara langsung bagi masyarakat sekitar (lokal community), yaitu pertumbuhan ekonomi yang dinikmati oleh masyarakat (Mulyaningrum, 2005 : 10). Wisatawan yang datang berkunjung pada suatu Negara atau DTW merupakan sumber pendapatan (income generation) dan sekaligus juga berfungsi sebagai alat pemerataan (redistribution of income) bagi penduduk suatu Negara, sedikitnya bagi orang-orang dalam bisnis pariwisata di DTW yang dikunjungi (Yoeti, 2008:243). Menurut Clement (dalam Yoeti, 2008:248), setelah wisatawan datang pada suatu Negara atau DTW, mereka pasti akan membelanjakan dollarnya pada perusahaan-perusahaan kelompok industri seperti : Accommodations, Food and Beverages, Purchases, Lokal Transportation, dan lain sebagainya untuk memenuhi kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) selama mereka tinggal di daerah tersebut. Uang yang dibelanjakan oleh wisatawan itu, setelah dibelanjakan tidak berhenti beredar, akan tetapi berpindah dari satu tangan ke tangan orang lain
20
atau dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Ini akan menciptakan keterkaitan berbagai sektor terhadap sektor pariwisata. Satu hal yang perlu diketahui bahwa penglipatgandaan (multiplier effect) yang terjadi tidak sama, akan tetapi bervariasi dari suatu sektor ke sektor lainnya.
2.4 Konsep Dampak Ganda (Multiplier Effect) Industri Pariwisata yang meliputi bermacam-macam sarana, seperti hotel dan fasilitasnya, serta kegiatan wisatawan sendiri yang beraneka ragam, baik yang dilakukan di lingkungan hotel maupun di restoran, lapangan golf, di gedunggedung pertunjukan, di jalan-jalan dan seterusnya. Semua sarana dan aktivitas tersebut menimbulkan perubahan di berbagai bidang di daerah-daerah yang bersangkutan. Wisatawan membelanjakan uangnya yang dibawa untuk makan, minum, membeli cenderamata, berjemur di pantai, dimana semua itu menimbulkan dampak di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang sebagian menguntungkan dan sebagian lagi merugikan (Soekadijo, 2000:42). Konsep dampak ganda didasarkan pada hubungan berbagai sektor pembentuk ekonomi yang saling terkait serta memiliki ketergantungan dalam ekonomi lokal. Oleh karenanya, setiap perubahan pada tingkat pengeluaran wisatawan, sebagai salah satu sektor pembentuk ekonomi, akan mempengaruhi industri barang dan jasa. Setiap perubahan seperti pengeluaran wisatawan berpengaruh terhadap tingkat pengeluaran (output), nilai tambah, upah/gaji, ketenagakerjaan (employment), penerimaan negara (government revenue), dan neraca pembayaran. Rasio perubahan setiap variabel di atas terhadap perubahan
21
dalam permintaan akhir (dalam hal ini pengeluaran wisatawan) disebut pengganda atau multiplier (Manacika, 2010:11). Setiap rupiah atau dollar yang dibelanjakan wisatawan tidak akan berhenti pada satu titik saja, namun akan terus berputar bahkan akan sampai hingga pada sektor-sektor yang sekilas terlihat tidak ada kaitannya dengan sektor pariwisata. Menurut Yoeti (2008:250) keberhasilan pengembangan pariwisata sebagai suatu industri dapat dilihat dari berapa pengaruh 1 dollar AS yang dibelanjakan wisatawan terhadap perekonomian setempat. Satu hal yang perlu diketahui bahwa pelipatgandaan (turnover atau multiplier effect) yang terjadi tidak sama, akan tetapi bervariasi dari suatu sektor ke sektor lainnya. Dalam menghitung angka pengganda atau yang sering disebut multiplier effect dapat digunakan model Tourism Satelitte Account (TSA). Model TSA memiliki dasar yang hampir sama dengan model input-output. Yang membedakannya adalah teletak pada konsumsi (C). Pada model input-output konsumsi tersebut adalah pengeluaran rumah tangga, sedangkan pada model TSA konsumsi adalah pengeluaran wisatawan. Matrik dalam model TSA digunakan dalam menghitung keterkaitan antara sektor pariwisata dengan sektor-sektor lainnya. Baik itu keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun ke belakang, serta daya sebarnya. Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari peningkatan permintaan akhir sesuatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor di wilayah penelitian. Penggunaan multiplier yang paling sering adalah mengestimasi efek perubahan terhadap : (a)
22
output sektor-sektor dalam perekonomian, (b) pendapatan yang diterima oleh rumah tangga karena output baru, dan (c) ketenaga kerjaan (dalam wujud fisik) yang diperkirakan tercipta karena output baru. Jadi analisis dampak multuplier merupakan segi penting dalam setiap perencanaan regional yang hanya diketemukan pada model teknik ketergantungan umum seperti model input output (Miller, 1985;101). Wisatawan selama di daerah tujuan wisata Bali melakukan berbagai pengeluaran (konsumsi), seperti untuk akomodasi, makanan dan minuman, perjalanan, melihat
atraksi budaya, pembelian cendramata
dan lain-lain.
Pengeluaran ini akan “ditangkap” oleh sektor-sektor ekonomi, sehingga menjadi pendapatan sektor-sektor ekonomi tersebut. Ini disebut efek langsung (direct effects) pengeluaran wisatawan. Namun peningkatan pendapatan sektor-sektor ekonomi meningkatkan permintaan input yang berasal dari output sektor-sektor ekonomi lain seperti pertanian, industri, industri kerajinan, jasa transportasi dan sebagainya. Dengan demikian, peningkatan pendapatan sektor-sektor ekonomi yang satu, akan mendorong peningkatan produktivitas sektor-sektor ekonomi yang lain. Peningkatan output sektor-sektor ekonomi produksi selanjutnya
akan
meningkatkan balas jasa faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, sehingga meningkatkan pendapatan pemilik faktor produksi. Selanjutnya peningkatan pendapatan faktor produksi akan mendorong peningkatan pendapatan pemilik faktor produksi yaitu rumahtangga dan perusahaan. Ini disebut efek tidak langsung (indirect effects) pengeluaran wisatawan. Peningkatan pendapatan rumahtangga
atau masyarakat
akan mendorong peningkatan konsumsi
23
masyarakat, selanjutnya mendorong peningkatan pendapatan masyarakat lainnya dan memperluas kesempatan kerja. Ini disebut efek yang didorong (induced effects) dari pengeluaran wisatawan. Indirect effects dan induced effects disebut secondary
effects,
dan
efek
pengganda (multiplier effects)
wisatawan
mengukur total effects (directs plus secondary) yang dihasilkan dari tambahan pengeluaran wisatawan. Peningkatan aktivitas produksi sektor-sektor ekonomi yang terkait langsung atau tidak langsung dengan pariwisata akan menciptakan dan memperluas lapangan kerja. Ini yang disebut dengan keterkaitan penciptaan kesempatan kerja (employment linkages). Selanjutnya akan meningkatkan balas jasa faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, sehingga meningkatkan pendapatan pemilik faktor produksi (Surya, 2005:9). Selanjutnya peningkatan pendapatan faktor produksi akan mendorong peningkatan pendapatan pemilik faktor produksi yaitu rumahtangga dan perusahaan. Ini disebut efek tidak langsung (indirect effects) pengeluaran wisatawan. Peningkatan pendapatan rumahtangga
atau masyarakat
mendorong
selanjutnya
peningkatan
konsumsi
masyarakat,
akan
mendorong
peningkatan pendapatan masyarakat lainnya dan memperluas kesempatan kerja. Ini disebut efek yang didorong (induced effects) dari pengeluaran wisatawan. Indirect effects dan induced effects disebut secondary effects, dan efek pengganda wisatawan mengukur total efek (directs plus secondary) yang dihasilkan dari tambahan pengeluaran wisatawan. Peningkatan aktivitas produksi sektor-sektor ekonomi yang terkait langsung atau tidak langsung dengan pariwisata akan menciptakan dan memperluas lapangan kerja. Ini yang disebut
24
dengan keterkaitan penciptaan kesempatan kerja atau employment linkages (Surya, 2005:10).
2.5 Neraca Satelit Pariwisata (Tourism Satellite Account) Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi, pariwisata pun harus mengikuti “pakem” ilmu ekonomi yakni setiap kegiatan harus dapat dikuantifikasikan, yang pada umumnya melalui alat statistik sehingga dapat mencerminkan keadaan sesungguhnya dari pencapaian suatu kegiatan yang direncanakan. Dengan demikian masyarakat yang tidak langsung bergerak di kegiatan pariwisata dapat mengerti dalam bahasa yang lebih universal. WTO pada tahun 1991 dalam International Conference on Travel and Tourism Statistics di Ottawa, merekomendasikan diterapkannya ukuran baru tentang sumbangan pariwisata terhadap perekonomian yang dikenal dengan Tourism Satellite Account (TSA) atau NESPARNAS (Neraca Satelit Pariwisata Nasional). Standar statistik ini sesungguhnya mengacu kepada UN System of National Accounts yang menampilkan definisi dan klasifikasi yang dipergunakan untuk survai sesuai standar internasional, sumbangan terhadap perekonomian dan keterkaitannya dengan berbagai sektor ekonomi lainnya, konsumsi yang dilakukan oleh wisatawan baik untuk sektor pariwisata maupun sektor lainnya. Penghitungan angka-angka statistik pariwisata didasarkan pada data sekunder yang berasal dari berbagai lembaga yang terlibat langsung dengan kedatangan wisman, antara lain Imigrasi, Biro Pusat Statistik, Bank Indonesia, Depbudpar, Disparda dan PHRI (Santosa, 2007:1).
25
Tourism Satellite Account
(TSA), adalah system statistik yang
menggambarkan dampak/akibat-akibat yang ditimbulkan pariwisata terhadap perekonomian dengan menyeluruh. TSA ini disusun sebagai bentuk kerjasama internasional, yang direkomendasikan oleh PBB, WTO pada tahun 2000. TSA merupakan standar pengukuran dampak, kontribusi
pariwisata terhadap
perekonomian di suatu wilayah yang ditetapkan oleh PBB,WTO dan OECD. TSA ini dirancang dengan tujuan untuk mengukur dampak ekonomi dari perjalanan dan pariwisata dalam skala nasional, regional, ataupun internasional secara lebih akurat dan komprehensif. Dengan adanya standar yang berlaku secara internasional, maka setiap negara menyusun Neraca Pariwisata Nasionalnya dengan cara yang sama, sehingga pengukuran terhadap aktivitas pariwisata konsisten dan bisa diperbandingkan antar negara. Misalnya, untuk mengetahui dampak pariwisata terhadap upah di Negara Guam, kita bisa langsung melihatnya dari tabel/pos neraca upah yang sama, yang telah ditentukan dalam TSA (Ferbianty, http//pariwisata123.blogspot.com/2009/06/tourism-satelltie-accountneraca.html, 22 Juni 2009). Tujuan lain dari disusunnya TSA adalah untuk menganalisa secara detail semua aspek permintaan barang dan jasa yang berhubungan dengan pariwisata, untuk menggambarkan bagaimana supply berinteraksi dengan aktifitas ekonomi lain (http://pub.world-tourism.org, 22 Juni 2009). TSA ini mencakup permintaan akan barang dan jasa yang dipicu oleh pariwisata dan supply yang disediakan oleh negara/daerah tujuan wisata termasuk impor yang dilakukan untuk pariwisata (Ferbianty, 2009). Sebagai sistem data yang komprehensif, TSA akan mencakup
26
informasi mengenai : 1) profil ekonomi sektor pariwisata, 2) struktur pengeluaran wisatawan dan besarannya, 3) Struktur sektor pariwisata terkait, 4) struktur investasi pariwisata dan kaitannya dengan investasi daerah, 5) struktur tenaga kerja dan kaitannya dengan tenaga kerja daerah, 6) kontribusi sektor pariwisata dengan ekonomi daerah (Departemen Budaya dan Pariwisata, 2007). Keuntungan menggunakan TSA : 1. Bisa mengkomunikasikan nilai dari pariwisata bagi para pembuat kebijakan, pebisnis maupun masyarakat, hal ini dimungkinkan karena TSA menghitung kotribusi pariwisata terhadap GDP, lapangan pekerjaan, upah dan pajak serta keuntungan untuk sektor ekonomi lain. 2. Dapat menjawab pertanyaan, cukupkah promosi dan prasarana yang disediakan pemerintah untuk pariwisata. Hal ini memungkinkan, karena dalam TSA terdapat perbandingan antara dorongan yang dilakukan pemerintah dan pendapatan yang diperoleh. 3. Dalam TSA, para pembuat kebijakan bisa membandingkan pertumbuhan pariwisata dengan sektor industri lain, sehingga mereka dapat menentukan target pembangunan ekonomi yang mana yang terbaik. 4. TSA memungkinkan seorang peneliti untuk menilai sehat tidaknya suatu penanaman modal dalam suatu industri pariwisata. 5. TSA menyediakan standar internasional yang dapat dijadikan bahan “Benchmarking”
bagi
negara-negara
di
dunia
(Ferbianty,
http//pariwisata123.blogspot.com/2009/06/tourism-satelltie-account-neraca. html, 22 Juni 2009).
27
Model ini digunakan untuk menganalisis secara terintegrasi peranan sektor pariwisata dalam pembangunan ekonomi Bali secara menyeluruh serta untuk mengetahui proyeksi investasi di sektor pariwisata. Model TSA dianggap sebagai model yang paling komprehensif dan sistematis karena model ini merupakan pengembangan konsep input-output yang mengintegrasikan unsur ruang secara "simpel" dan "elegan". Peranan sektor pariwisata dalam pertumbuhan ekonomi Propinsi Bali masih cukup besar. Peranan suatu sektor dalam perekonomian selain dapat dilihat dari kontribusi sektor tersebut dalam penciptaan output, juga dapat dilihat dari besaran nilai tambah yang dihasilkan. Nilai tambah yang dihasilkan tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan suatu sektor dalam menciptakan output namun juga oleh biaya yang dikeluarkan dalam menciptakan output tersebut (Suhendra, dkk. t.t:1).
2.6
Keterkaitan Antar Sektor Model I-O (dalam hal ini TSA) dapat digunakan untuk mengukur
keterkaitan atau derajat saling ketergantungan antar sektor perekonomian. Keterkaitan ini memberikan petunjuk sejauh mana pertumbuhan suatu sektor mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Keterkaitan semacam ini sangat berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (Astakoni, 2003:46). Parikh and Bailey (1990), telah merinci keterkaitan-keterkaitan itu berupa keterkaitan langsung, keterkaitan tidak langsung, dan daya penyebaran. Untuk mengukur keterkaitan langsung menggunakan matriks koefisien teknologi,
28
A = [aij], sedangkan untuk mengukur keterkaitan tidak langsung menggunakan matriks invers A yaitu (I-A)-1. Besaran-besaran ini dapat digunakan sebagai petunjuk
untuk
menyusun
prioritas-prioritas
atau
perencanaan
sektor
perekonomian dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Untuk mengkaji keterkaitan antar sektor dapat digunakan indeks dan koefisien keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Koefisien keterkaitan (langsung dan tidak langsung) ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor
yang
menggunakan sebagian output sektor tersebut per unit kenaikan permintaan total. Hirschman (dalam Yotopoulos dan Nugent, 1976), merumuskan model yang selanjutnya dikenal dengan „efek-efek keterkaitan ke depan dan ke belakang‟. Keterkaitan ke depan mendorong keputusan investasi dengan peningkatan kemampuan untuk memperoleh output tertentu yang dapat digunakan dalam tahapan produksi lebih lanjut, hal ini dapat menurunkan biaya produksi di industri hilir melalui ecternal economics. Keterkaitan ke belakang merangsang permintaan pada tahap awal proses produksi, mendorong keputusan investasi pada industri yang menyediakan input. Peningkatan keterkaitan antar sektor atau antar indutri merangsang peningkatan investasi yang selanjutnya mendorong peningkatan permintaan input yang merupakan output dari suatu sektor tertentu. Dapat dikatakan bahwa peningkatan keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya atau misalnya antara sektor pariwisata dengan sektor lain merangsang peningkatan permintaan domestik dan yang akhirnya mendorong peningkatan pertumbuhan perekonomian.
29
Backward Linkages (kaitan ke belakang) dan Forward Linkages (kaitan ke depan) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor/sub-sub sektor lainnya dalam suatu perekonomian. Kaitan ke belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan
suatu
sektor
terhadap sektor-sektor lain yang
menyumbangkan input kepadanya. Kaitan ke depan merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output, untuk digunakan sebagai input bagi sektor-sektor yang lain (Suhendra, 2004 : 58-59). Dalam menghitung keterkaitan antar sektor, digunakan Tabel Input-Output sebagai media penelitian. Tabel Input-Output Pariwisata Bali yang dispesifikasi dan diimplikasi dengan ukuran 25 x 25 sub sektor kegiatan usaha, dapat dijelaskan bahwa baris dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu (a) kelompok baris input antara dengan nomor baris yaitu dari 1-25 yang berjumlah 25 baris, (b) kelompok baris input primer berisi nomor 200-204 yang berjumlah lima baris, yang berisi kegiatan impor, upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, serta pajak tak langsung, (c) kelompok baris yang berisi nilai tambah bruto dan jumlah input. Sementara untuk kelompok kolom pada Tabel Input-Output Pariwisata Bali menggunakan dua kelompok, yaitu kolom permintaan antara, yang berisi kolom sel sebanyak 25 kolom yaitu nomor 1-25, dan kolom permintaan akhir yang terdiri dari permintaan akhir pariwisata yang berisi 5 kolom sel sebanyak yaitu nomor 301-305, yang terdiri dari konsumsi wisatawan baik wisatawan mancanegara
30
maupun wisatawan domestik, investasi pariwisata, dan pengeluaran pemerintah untuk pariwisata (APBN dan APBD), yang dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kerangka Dasar Tabel Input – Output Pariwisata Bali 2007 yang Merupakan Tabel Transaksi Antar Sektor Dalam Suatu Perekonomian Alokasi Output
…
22
Total
301
302
303
304
305
309
1
X11
X12
…
X1 25
Σ X1j
C1
G1
I1
R1
E1
F1
X1
2
X21
X22
…
X2 25
Σ X2j
C2
G2
I2
R2
E2
F2
X2
…
…
…
…
…
…
…
…
…
25
X25 1
X25 2
…
X25 25
Σ X25j
C25
G25
I25
R25
E25
F25
X25
Σ Xi1
Σ Xi2
…
Σ Xi25
Σ Xij
ΣC
ΣG
ΣI
ΣR
ΣE
Σ F25
Σ X25
…
…
…
…
ΣM
…
…
…
…
Σ UP
…
…
…
…
Σ SU
…
…
…
…
ΣP
190
201 202
Uraian Sektor Produksi
…
…
203 204
…
…
…
…
Σ PTL
NTB
209
V1
V2
…
V25
ΣV
Total
210
X1
X2
…
X25
ΣX
Sumber : Tabel Input – Output Pariwisata Bali 2007 Keterangan : M
= Impor
PTL =
Pajak Tidak Langsung
I
= Investasi
UP
= Upah dan Gaji
V
Nilai Tambah Bruto (NTB)
R
= Perubahan
=
Stok SU
= Surplus Usaha
C
=
Konsumsi Wisatawan
E
= Ekspor Barang & Jasa
P
= Penyusutan
G
=
F
= Total Permintaan Akhir
NTB =
Konsumsi Pemerintah Nilai Tambah
Menurut Nazara (1997:3), keterbatasan analisis input-output amatlah beragam, yang sebagian besar merupakan konsekuensi logis dari deretan asumsiasumsi yang mendasarinya. Misalnya saja, analisis input-output mengasumsikan 31
…
…
Input Antara
Jumlah Output
2
200 Input Primer
Permintaan Akhir
1
Alokasi Input
Jumlah Input Antara
Permintaan Antara
suatu perekonomian tanpa adanya harga, kemajuan teknologi, batasan kapasitas produksi, dan masih banyak lagi asumsi-asumsi lainnya. Oleh sebab itu, banyak analisis lain di luar input-output yang dikembangkan bagi perencanaan ekonomi. Alat analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi yang disingkat SNSE (atau dikenal pula dengan nama Social Accounting Matrix, SAM) menjadi semacam alat analisis lanjutan dari alat analisis input-output ini. Selain itu dikenal juga salah satu alat analisis perekonomian yang disebut dengan Model Computable General Equilibrium (CGE), yang sampai tahap tertentu menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi sebagai basis datanya. Dari semua alat analisis tersebut, dasarnya tetap berasal dari analisis input-output. Analisis input-output merupakan pionir alat analisis pada bidang ilmu ekonomi perencanaan. Kemampuan alat analisis ini untuk melihat sektor demi sektor dalam perekonomian hingga tingkat yang sangat rinci membuat alat analisis ini cocok bagi proses perencanaan pembangunan.
32
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Perkembangan sektor pariwisata sangat mempengaruhi perkembangan perekonomian di Provinsi Bali. Berbagai sektor memiliki keterkaitan dengan sektor pariwisata, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Keterkaitan terhadap berbagai sektor ini nantinya akan berpengaruh sejauh mana sektor pariwisata mampu meningkatkan produktifitas dari sektor-sektor lainnya. Hal ini dapat dilihat sejauh mana permintaan dari sektor pariwisata yang diterima oleh sektor-sektor lainnya. Baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Dengan meningkatnya permintaan dari sektor pariwisata maka akan meningkatkan output dan pendapatan dari berbagai sektor lainnya. Sektor Pariwisata dapat dikatakan sebagai sektor unggulan di Bali dan sebagai penyumbang PDRB terbesar. Namun, apabila Provinsi Bali terlalu terpaku pada satu sektor saja, tentunya akan sangat berbahaya. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian sektor-sektor mana saja yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor pariwisata dan sektor mana yang kurang memiliki keterkaitan. Dengan demikian akan lebih memudahkan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan, baik itu untuk mempertahankan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan, maupun untuk meningkatkan produktivitas sektor-sektor lainnya di luar sektor pariwisata yang memiliki keterkaitan dengan sektor pariwisata. Untuk menganalisis keterkaitan sektor pariwisata terhadap sektor-sektor lainnya dapat dihitung dengan menggunakan model Tourism Satellite Account 33
(TSA). Model ini hampir sama dengan model input-output, dimana fungsinya adalah menghitung seberapa besar output sektor pariwisata dapat menjadi input sektor-sektor lainnya demikian juga sebaliknya. Namun ada perbedaan mendasar antara model TSA dengan model input-output secara umum, yaitu pada model input-output menggunakan komponen pengeluaran rumah tangga, sedangkan model TSA difokuskan pada pengeluaran wisatawan. Pengeluaran wisatawan tersebut mengandung efek multiplier, dimana uang yang dibelanjakan tidak akan berhenti hingga di satu tempat saja namun terus berjalan hingga mempengaruhi sektor-sektor lainnya yang sekilas tidak ada kaitannya dengan Sektor Pariwisata. Melalui penelitian ini akan dihitung sejauh mana keterkaitan antara Sektor Pariwisata dengan sektor lainnya. Setelah mengetahui sejauh mana keterkaitan antara Sektor Pariwisata dengan sektor-sektor lainnya maka akan dilanjutkan dengan meneliti efek multiplier output dan efek multiplier pendapatan untuk berbagai sektor akibat dari berkembangnya sektor pariwisata. Dengan demikian dapat dianalisis sektor-sektor mana yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor pariwisata dan sektor mana yang kurang memiliki keterkaitan atau bahkan tidak memiliki keterkaitan samasekali. Melalui angka yang ditunjukan dari menghitung efek multiplier tersebut maka dapat digunakan sebagai dasar membuat kebijakan dalam pengembangan berbagai sektor. Kerangka konsep dalam penelitian ini secara umum dapat dilihat dalam Gambar 3.1.
34
Perkembangan Sektor Pariwisata
Sektor Pariwisata
Sektor-sektor lainnya
Produk Sektor Pariwisata
Produk Sektor-sektor lainnya
Tabel Input – Output Pariwisata Bali 2007
Keterkaitan antar sektor dan daya sebar
Model TSA
Output multyplier Multiplier dan Income Multiplier income multyplier
Rekomendasi
Gambar 3.1. Kerangka Konsep / Pemikiran Penelitian Dampak Pariwisata terhadap Perkembangan Sektor-sektor lainnya.
3.2 Hipotesis Penelitian
35
Hipotesis yang dimaksud dalam penelitian ini bukan merupakan hipotesis uji statistik namun hanya sebagai dugaan sementara untuk gambaran awal dari penelitian ini. Berdasarkan penjelasan kerangka pemikiran tersebut, dapat diambil hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat keterkaitan antara pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi lainnya dalam perekonomian Provinsi Bali. 2. Kelompok sektor non pariwisata akan memberikan angka pengganda output yang tinggi sedangkan untuk kelompok sektor pariwisata akan memberikan angka pengganda pendapatan yang tinggi. 3. Terdapat hubungan yang kuat antara keterkaitan antar sektor dan multiplier pariwisata terhadap perencanaan strategi pembangunan Provinsi Bali. 4. Peningkatan atau penurunan konsumsi wisatawan akan berdampak terhadap peningkatan atau penurunan output sektor-sektor Perekonomian Bali.
36
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Pembahasan penelitian ini disusun berdasarkan urutan beberapa bab secara
sistematis
sesuai
dengan
permasalahan
yang ada.
Adapun
sistematika
penulisannya menggunakan pendekatan kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka dan dapat diukur seperti data InputOutput Pariwisata Bali 2007, jumlah kunjungan wisatawan ke Bali, dan pengeluaran wisatawan selama berada di Bali. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali dan Dinas Pariwisata Provinsi Bali. Data Input-Output Pariwisata Bali 2007 akan digunakan untuk membahas permasalahan keterkaitan antar sektor serta dampak pengganda pendapatan dan output. Sedangkan data pengeluaran wisatawan digunakan untuk membahas simulasi dampak pariwisata terhadap perkembangan output perekonomian Bali.
4.2
Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Bali yang didasarkan atas prtimbangan
yaitu Provinsi Bali merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang menjadi daerah tujuan wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Dengan berkembangnya pariwisata di Provinsi Bali diharapkan dapat menarik perkembangan berbagai sektor lainnya di luar sektor pariwisata. Dari penelitian ini, dapat dilihat seberapa besar keterkaitan sektor pariwisata mampu menarik
37
sektor-sektor lainnya dan sektor apa saja yang memiliki keterkaitan yang erat maupun kurang memiliki keterkaitan dengan sektor pariwisata. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk membuat sebuah kebijakan bagi pemerintah setempat.
4.3
Penentuan Sumber Data Adapun jenis data menurut sumbernya dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu data yang diperoleh dari beberapa referensi yang relevan dengan permasalahan yang diteliti seperti Tabel Input-Output Peovinsi Bali 2007 yang telah diolah oleh Badan Pusat Statistik Bali. Lebih spesifik lagi, data tersebut adalah tabel input-output 55 x 55 sektor. Sedangkan data lainnya sebagai pendukung seperti data pengeluaran wisatawan, jumlah kunjungan wisatawan dan lainnya diambil dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
4.4
Definisi Operasional Variabel 1) Konsumsi/pengeluaran wisatawan dalam penelitian ini adalah barang dan jasa yang dibeli oleh wisatawan dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan selama ia tinggal di DTW yang dikunjunginya. 2) Keterkaitan antar sektor dalam penelitian ini meninjau keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung, keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung, serta daya sebar. 3) Multiplier dalam penelitian ini adalah income multiplier dan output multiplier. Income multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung terhadap pendapatan rumah tangga
38
dari peningkatan permintaan akhir sesuatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor di wilayah penelitian. Output multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung terhadap pertumbuhan output suatu sektor dari peningkatan permintaan akhir sesuatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor di wilayah penelitian. 4) Input adalah nilai dari barang dan jasa yang digunakan oleh suatu sektor dalam proses produksinya dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah dalam suatu periode waktu tertentu. 5) Output adalah nilai dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah dalam suatu periode waktu tertentu. 6) Permintaan akhir dalam penelitian ini adalah permintaan yang berasal dari konsumen akhir dan bukan digunakan sebagai suatu proses produksi. Permintaan akhir di sini terdiri dari konsumsi wisatawan, konsumsi pemerintah, investasi, perubahan stok, dan ekspor barang dan jasa.
4.5
Ruang Lingkup Penelitian Tabel Input Output Pariwisata Bali klasifikasinya didasarkan atas
Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), di mana seluruh kegiatan ekonomi dibagi habis menjadi sektor-sektor ekonomi. Klasifikasi didasarkan pada satuan komoditi atau kegiatan ekonomi yang mempunyai kesamaan dalam produk yang dihasilkan atau kesamaan dalam kegiatan yang dilakukan (Antara, t.t:6).
39
Agregasi sektor adalah penggabungan beberapa sektor yang ada dalam sektor I-O Pariwisata Bali tahun 2007, menjadi sektor yang lebih besar. Acuan yang dipakai dalam proses penggabungan ini sepenuhnya berlandaskan pada BPS, yang mengacu pada klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia tahun 2005. Dalam proses penggabungan perlu memperhatikan sub golongan, golongan dan seterusnya sampai pada sektor, dengan tetap memperhatikan sifat masing-masing dari sektor yang digabungkan tersebut. Pertimbangan yang digunakan dalam pengaggregasian sektor adalah data secara global untuk kegunaan yang lebih spesifik. Sektor yang peranannya relatif dominan dalam perekonomian atau output dan nilai tambahnya relatif tinggi, sebaiknya tidak digabungkan ke sektor lainnya. Agregasi dilakukan dengan tetap memperhatikan sektor utamanya disamping juga memperhatikan kesamaan komoditi yang ada. Dengan demikian semua analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 atas 55 sektor dan telah diagregasi menjadi 25 sektor (Manacika, 2010:25). Mengenai pembagian sektor yang berbeda-beda dapat dilakukan sesuai dengan tujuan analisis yang ingin dilakukan. Di dalam penelitian ini dari 55 sektor pada Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007, dilakukan agregasi menjadi 25 sektor dengan tetap memperhatikan sektor utamanya,
di samping juga
memperhatikan kesamaan komoditi yang ada sesuai dengan pengembangan pariwisata di Bali. Dengan demikian semua analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada Tabel I-O Pariwisata Bali 2007 yang telah diagregasi menjadi 25 sektor yang dapat dilihat dalam Tabel 4.1.
40
Tabel 4.1. Sektor Kegiatan 55 Sektor Usaha dalam Tabel Input-Output Pariwisata Provinsi Bali 2007 dan Agregasi 25 sektor Kegiatan Usaha No.
Kode 25 Sektor
Sektor
1
Padi
2
Jagung
3
Tanaman Umbi-umbian
4
Sayur-sayuran dan buah-buahan
5
Kacang Tanah
6
Kacang kedelai
7
Tanaman Bahan Mkanan Lainnya
8
Kelapa
9
Tembakau
10
Kopi
11
Tanaman Perkebunan Lainnya
12
Ternak Besar
13
Ternak Kecil
14
Jasa Pemotongan Ternak
15
Unggas dan hasil-hasilnya
16
Perikanan
17
Kehutanan dan hasil-hasilnya
18
Batu Padas
19
Barang galian lainnya
20
Pertambangan
21
Penggilingan padi, penyosohan beras
22
Industri kopra, minyak goring
23
Industri makanan, minuman, tembakau, kopi
24 25
25 Sektor
1
Tanaman Bahan Makanan
2
Perkebunan
3
Peternakan dan Perikanan
4
Kehutanan
5
Pertambangan dan Penggalian
6
Industri Makanan dan Tembakau
Industri tekstil, pakaian jadi, dan barang dari kulit
7
Barang Tekstil
Industri kayu dan barang dari kayu
8
Kayu dan Hasil Hutan
26
Industri kertas, barang dari kertas dan karton
9
Industri Kertas
27
Industri kimia, karet, plastic
10
Bahan Kimia dan Karet
28
Bahan bakar minyak
29
Industri kerajinan dan bahan galian
30
Industri bahan bangunan
31
Industri karoseri dan alat angkutan
11
Industri Pengolahan
32
industri logam dasar dan barang logam lainnya
33
Industri barang perhiasan
34
Industri pengolahan lainnya
35
Listrik dan air minum
12
Listrik dan Air Minum
36
Konstruksi
13
Konstruksi
37
Perdagangan
14
Perdagangan
38
Restoran, Rumah makan, warung
15
Restoran
39
Hotel Bintang
16
Hotel
40
Hotel Non Bintang
41
Angkutan darat
17
Angkutan Darat
41
42
Angkutan laut
18
Angkutan Laut
43
Angkutan Udara
19
Angkutan Udara
44
Travel Biro
20
Jasa Pengangkutan
45
Jasa Penunjang Angkutan Lainnya
46
Komunikasi, pos, dan Giro
21
Jasa Komunikasi
47
Perbankan
48
Money Changer
22
Jasa Keuangan
49
Lembaga Keuangan Lainnya
50
Persewaan Bangunan dan Tanah
23
Jasa Persewaan
51
Jasa Perusahaan
52
Jasa Pemerintahan Umum
24
Jasa sosial
53
Jasa Sosial kemasyarakatan
54
Atraksi Budaya
25
Hiburan dan Rekreasi
55
Jasa Hiburan ,Perorangan dan Lainnya
Sumber : Tabel Input-Output Pariwisata Bali tahun 2007 Keterangan *) : Sektor dalam tabel ini berbeda pengertian dengan sektor pada PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) yang disusun oleh BPS.
4.6
Instrumen Penelitian Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah teknik dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan mengambil data dari berbagai dokumentasi atau publikasi dari berbagai pihak yang berwenang dari instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik Provinsi Bali dan Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
4.7
Teknik Analisis Data Model input-output (I-O) dapat digunakan untuk mengukur keterkaitan
atau derajat saling ketergantungan antar sektor perekonomian. Keterkaitan ini memberi petunjuk sejauh mana pertumbuhan suatu sektor mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Keterkaitan semacam ini sangat berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Keterkaitan tersebut
42
berupa keterkaitan langsung, keterkaitan tidak langsung, dan daya penyebaran. Untuk mengukur keterkaitan langsung menggunakan matriks koefisien hubungan langsung atau keofisien teknologi A = [aij], sedangkan untuk mengukur keterkaitan tidak langsung menggunakan matriks invers A = (I-A)-1 (Nazara, 1997).
4.7.1
Keterkaitan Sektor Dalam kerangka model
Input-Output (dalam hal ini TSA), kegiatan
produksi suatu sektor memiliki dua efek ke dalam sektor lain dalam perekonomian: efek meningkatkan permintaan dan penawaran. Jika sektor
i
meningkatkan produksinya maka terjadi peningkatan permintaan terhadap input dari sektor-sektor lainnya, hal ini sering disebut keterkaitan ke belakang (backward linkage). Suatu sektor dengan nilai
backward linkage lebih besar
dibanding dengan sektor lainnya berarti bahwa ekspansi dalam produksi sektor tersebut akan mengakibatkan dampak ekonomi yang lebih besar bagi perekonomian, dalam arti menarik kegiatan produksi yang lebih besar dalam menyediakan input bagi sektor i. Disisi lain, peningkatan produksi sektor i juga mengakibatkan peningkatan penawaran bagi sektor lainnya (forward linkage). Suatu sektor dengan nilai forward linkage yang relatif besar akan mendorong sektor ekonomi lainnya yang menggunakan output sektor
i sebagai input
produksinya untuk meningkatkan aktivitasnya (Amir dan Nazara, 2005:5-6). Koefisien keterkaitan (langsung dan tidak langsung) baik ke depan maupun ke belakang tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan
43
permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu kedua koefisien tersebut haruslah dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dampak penyebaran yang terbagi dua yaitu indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan. Persamaan dasar yang digunakan adalah:
x11 + x12 + . . . + x1n + F1 = X1 x21 + x22 + . . . + x2n + F2 = X2
xi1 + xi2 + . . . + xij + Fn = Xn ……………………………. . (1)
Jika diketahui matrik koefisien input : Aij =
xij Xn
……………………………………………………….. (2)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2) ke dalam persamaan (1) akan didapat persamaan (3) sebagai berikut :
44
a11x1 + a12x2 + . . . + a1nxn + F1 = X1 a21x1 + a22x2 + . . . + a2nxn + F2 = X2
an1x1 + an2x2 + . . . + amnxn + Fn = Xn
a11 a12 a1n x1 F1 x1 a 21 a 22 a 2 n x 2 + F2 = x 2 a n1 a n 2 a nn x n Fn x n A . Xi
+ F
= Xi
………………………………………….
(3)
Sehingga : AX + F = X atau (I – A) X = F atau X = (I – A)-1 F, ………………… (4) di mana : I
= matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya.
F
= permintaan akhir
X
= jumlah output
(I – A)
= matrik Leontief
(I – A)-1 = matrik kebalikan Leontief Xi
= total output sektor i
A
= matriks proporsi output sektor produksi i yang digunakan sektor industri lainnya
ann
= koefisien baris dan kolom ke n
xij
= Jumlah satuan produk (output) sektor i sesungguhnya yang digunakan (sebagai input) oleh sektor j sebagaimana
45
dinyatakan oleh bilangan pada baris ke i dan kolom ke j dari matriks transaksi.
xj
= output total sektor j sebagaimana ditunjukkan oleh bilangan terakhir pada baris ke j dari tabel input output.
a. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan Koefisien
keterkaitan
(langsung dan
tidak
langsung)
ke
menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor
depan yang
menggunakan sebagian output tersebut per unit kenaikan permintaan total. Rumus dan keterkaitan tipe ini adalah : n
KDLTi =
a i j
ij
, ……………………………………………... (5)
Keterangan : KDLTi
= koefisien keterkaitan (langsung dan tidak langsung) ke depan sektor i
b.
aij
= unsur-unsur matrik kebaikan Leontief model terbuka
i
= 1, 2, …, 25 (25 sektor)
j
= 1, 2, …, 25 (25 sektor)
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang Koefisien keterkaitan (langsung dan tak langsung) ke belakang
menunjukkan akibat suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan dengan :
46
n
KBLTj =
a i 1
, …………………………………………….. (6)
ij
Keterangan : KDLTj
= koefisien keterkaitan (langsung dan tidak langsung) ke belakang sektor j
aij
= unsur-unsur matrik kebaikan Leontief model terbuka
i
= 1, 2, …, 25 (25 sektor)
j
= 1, 2, …, 25 (25 sektor)
4.7.2 Daya Sebar Daya sebar yang akan dihitung dalam penelitian ini yaitu daya sebar ke depan (derajat kepekaan) dan daya sebar ke belakang (derajat penyebaran). Daya sebar ke depan menunjukkan besarnya sumbangan relatif sesuatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir keseluruhan sektor perekonomian. Bila permintaan akhir seluruh sektor masing-masing naik 1 unit berarti kenaikan permintaan akhir seluruh sektor perekonomian adalah n unit, maka sektor I dapat memenuhi n
permintaan akhir tersebut sejumlah
a j 1
ij
unit. Daya sebar ke depan suatu sektor
adalah : n
a i 1 n n
DSDi = 1 n
ij
a i 1 j 1
, ………………………………………….. (7)
ij
47
DSDi = Indeks daya sebar kedepan atau indeks derajat kepekaan sektor i aij
= unsur-unsur matrik kebalikan Leontief model terbuka
i
= 1, 2, …, 25 (25 sektor)
j
= 1, 2, …, 25 (25 sektor)
Bila suatu sektor memiliki nilai indeks DSDi lebih besar dari satu, berarti sektor ini merupakan salah satu sektor yang strategis, karena secara relatif dapat memenuhi permintaan akhir kemampuan rata-rata sektor. Indeks daya sebar ke depan disebut juga tingkat pengatuh keterkaitan ke depan (forward linkage effects ratio). Daya sebar ke belakang (derajat penyebaran) menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir sesuatu sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi di masing-masing sektor perekonomian secara keseluruhan. Daya sebar ke belakang dari j suatu sektor dapat diformulasikan sebagai berikut : n
a i 1 n n
DSBj = 1 n
ij
a j 1 i 1
, ………………………………………….. (8)
ij
DSBj = Indeks daya sebar ke belakang atau indeks derajat penyebaran sektor j aij
= unsur-unsur matrik kebalikan Leontief model terbuka
i
= 1, 2, …, 25 (25 sektor)
j
= 1, 2, …, 25 (25 sektor)
48
Bila suatu sektor memiliki nilai indeks DSBj lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa secara relatif permintaan akhir sektor j dalam merangsang pertumbuhan produksi lebih besar dari rata-rata. Berarti sektor ini merupakan sektor yang strategis untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Indeks daya penyebaran ke belakang disebut juga tingkat pengaruh keterkaitan ke belakang (Backward linkage effects ratio).
4.7.3. Angka Pengganda (Multiplier) 1.
Output multiplier Multiplier untuk output adalah dampak peningkatan permintaan akhir
suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di wilayah penelitian. Output multiplier sederhana adalah dampak kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap kenaikan output sektor yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan output multiplier total yaitu dampak kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap kenaikan output sektor yang lain, baik secara langsung, tidak langsung maupun induksi. Artinya bukan saja dampak langsung dan tidak langsung yang dihitung, termasuk pula dampak ikutan dari peningkatan pendapatan terhadap perubahan konsumsi atau dikenal dengan dampak induksi (Manacika, 2010:33). Menurut Miller (1985;103-105) disampaikan formula sebagai berikut :
49
a.
Output multiplier sederhana n
Oj =
b i 1
ij
, …………………………………………………... (9)
Keterangan : Oj = Output multiplier sederhana sektor j bij = unsur-unsur matriks invers Leontief terbuka sektor j i, j = 1, 2, …, 25 (25 sektor) b.
Output multiplier total Ōj =
n 1
d i 1
ij
, …………………………………………………...
(10)
Keterangan : Ōj = Output multiplier total sektor j dij = unsur-unsur matriks invers Leontief tertutup sektor j i, j = 1, 2, …, 25 (25 sektor)
2.
Income multiplier Multiplier pendapatan yaitu dampak peningkatan permintaan akhir sesuatu
sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di wilayah penelitian secara keseluruhan. Multiplier pendapatan tipe I adalah dampak peningkatan permintaan akhir suatu sektor secara langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga. Artinya apabila permintaan akhir terhadap
50
output tertentu meningkat sebesar satu rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja pada sektor tersebut sebesar nilai multiplier sektor yang bersangkutan. Sedangkan multiplier tipe II yaitu dampak peningkatan permintaan akhir secara langsung, tidak langsung dan induksi suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga. Beberapa jenis multiplier pendapatan seperti yang disebutkan dalam Miller (1985 ; 106 – 108) diungkapkan dengan formula : a.
Multiplier pendapatan rumah tangga tipe I Yj =
Hj a n 1. j
=
n 1
a n 1.i bij
i 1
a n 1. j
…………………………………….. (13)
Keterangan : Yj
= multiplier pendapatan tipe I sektor j
bij
= unsur-unsur matriks invers Leontief terbuka sektor j
an + 1.i = koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor i an + 1.j = koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j i, j
b.
= 1, 2, …, 25 (25 sektor)
Multiplier pendapatan rumah tangga tipe II Y =
Hj = a n 1. j
n 1
a n 1.i d ij
i 1
a n 1. j
……………………………………. (14)
51
Keterangan : Yj
= multiplier pendapatan tipe II sektor j
dij
= unsur-unsur matriks invers Leontief tertutup sektor j
an + 1.i = koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor i an + 1.j = koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j i, j
4.7.4
= 1, 2, …, 25 (25 sektor)
Simulasi Simulasi merupakan permainan angka-angka yang dalam hal ini adalah
perubahan nilai variabel eksogen (final demand). Final demand atau sering disebut permintaan akhir terdiri dari Pengeluaran Wisatawan (C), Pengeluaran Pemerintah (G), Investasi Pariwisata (I), Impor (M), dan Perubahan Stok (R) (Miller, 1989). Dalam hal ini perubahan nilai input dapat dirumuskan sebagai berikut : X = ( I – A )-1 . F
X = Ma. F ……………… (15)
atau
Keterangan : X
= vektor dalam kolom input (22 x 1)
F
= vektor dalam kolom total final demand (22 x 1)
Ma = efek multiplier atau angka pengganda (22 x 22)
Skenario simulasi : 1. Peningkatan konsumsi wisatawan sebesar 15% akan meningkatkan output Perekonomian Bali sebesar 5%.
52
2. Penurunan konsumsi wisatawan sebesar 10% akan menurunkan output Perekonomian Bali sebesar 5%.
53
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1
Perkembangan Pariwisata di Bali Pariwisata dinilai oleh banyak pihak memiliki arti penting sebagai salah
satu alternatif pembangunan, terutama bagi negara atau daerah yang memiliki keterbatasan sumber daya alam. Seperti halnya Bali, dengan keunikan budaya dan panorama alamnya yang indah senantiasa menjadi pesona dan daya tarik bagi wisatawan, baik wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan nusantara (wisnus). Selama beberapa tahun ini pariwisata menjadi sektor penggerak di Propinsi Bali. Kemajuan sektor ini akan mempengaruhi perkembangan berbagai sektor lainnya (Wiranatha,dkk, 2010:1). Kepariwisataan di Bali perlu dipertahankan dan bahkan dikembangkan. Namun dalam pengembangannya harus memperhatikan daya dukung wilayah (carrying capacity), dan menghindari timbulnya konflik sosial-budaya-religius dengan penduduk setempat. Mengingat peran pengeluaran wisatawan sebagai injeksi dana dalam pembangunan perekonomian Bali, maka pemerintah dan pihak swasta yang bergerak di sektor pariwisata, hendaknya merumuskan berbagai kebijakan promosi yang cenderung meningkatkan kedatangan wisatawan ke Indonesia dan Bali khususnya (Antara, 2000:266). Perkembangan pariwisata di Bali dapat dilihat pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali melalui indikator hotel, restoran, dan jasa. Sektor jasa yang dimaksud dalam penelitian ini dipecah menjadi jasa
54
pengangkutan, baik itu angkutan darat, angkutan laut, dan angkutan udara yang digunakan dalam kedatangan wisatawan, jasa angkutan lainnya selama wisatawan berwisata, jasa persewaan, jasa komunikasi, dan jasa hiburan. Jika ditinjau dari sektor hotel, perkembangan pembangunan pariwisata dapat dilihat dari banyaknya hotel berbintang, hotel melati, dan pondok wisata yang ada di Provinsi Bali yang dapat dilihat dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Jumlah Hotel di Provinsi Bali yang Telah Dibagi Menjadi Tiga Jenis Hotel Tahun 2005 – 2009 (Unit)
2005
2006
Tahun 2007
148 19.940
152 20.293
153 20.499
155 20.719
157 21.118
849 15.332
943 16.797
961 17.772
999 10.917
1.037 20.516
440 2.099
926 4.289
859 4.063
925 4.212
981 4.380
1.437 2.017 37.471 41.379 Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali
1.973 42.334
2.079 44.848
2.175 46.014
Jenis Hotel
2008
2009
1. Hotel Berbintang Unit Room 2. Hotel Melati Unit Room 3. Pondok Wisata Unit Room TOTAL
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa jumlah hotel yang ada di Bali dari tahun ke tahun terus meningkat. Terlihat bahwa dari ketiga jenis hotel tersebut, Hotel Melati yang paling banyak jumlahnya dan paling cepat peningkatannya. Hal ini disebabkan karena tidak diperlukan biaya yang besar untuk pembangunannya seperti pada Hotel Berbintang dan paling diminati oleh wisatawan, terutama wisatawan nusantara. Jika dilihat dari jumlah kamar yang
55
ditempati, terlihat bahwa jumlah kamar pada Hotel Berbintang memiliki peringkat pertama dibandingkan dengan jenis hotel lainnya. Peningkatan jumlah kamar hotel di Bali menunjukkan bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung dan memakai akomodasi di bali terus bertambah sehingga akan mempengaruhi peningkatan perkembangan pariwisata di Bali. Sedangkan untuk Pondok Wisata memiliki jumlah yang paling kecil dibandingkan dengan jenis hotel lainnya. Ini bukan berarti Pondok Wisata kurang diminati, namun disebabkan karena memiliki segmen pasar yang berbeda. Jika Hotel Berbintang dan Hotel Melati pada umumnya diminati oleh wisatawan yang datang secara berkelompok, sedangkan Pondok Wisata kebanyakan diminati oleh wisatawan yang datang secara individu karena Pondok Wisata dianggap dapat menjaga privasi wisatawan tersebut. Selain dari jumlah hotel yang terdapat di Provinsi Bali, perkembangan pariwisata juga dapat dilihat dalam jumlah restoran/rumah makan di Provinsi Bali seperti pada Tabel 5.2.
56
Tabel 5.2 Restoran/Rumah Makan di Provinsi Bali Tahun 2005 - 2009
Keterangan
2005 2006 Unit 954 1.264 Seat 69.000 88.927 Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali
Tahun 2007 1.364 75.067
2008 1.655 80.884
2009 1.693 82.663
Perkembangan restoran sebagai salah satu penunjang pariwisata di Bali jika dilihat dari jumlah unitnya terlihat terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan jumlah seat yang terjual sempat mengalami penurunan di tahun 2007 dari tahun 2006 sebanyak 13.860 seat. Namun di tahun-tahun berikutnya terlihat jumlah seat yang terjual semakin bertambah. Demikian juga dengan perkembangan jumlah restoran yang mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebanyak 954 unit bertambah menjadi 1.693 unit di tahun 2009. Terjadi penambahan restoran sebanyak 739 unit selama empat tahun dari tahun 2005 hingga tahun 2009. Ini menunjukkan perkembangan Pariwisata melalui sektor Restoran mulai menunjukkan arah positif. Besarnya
pengeluaran
wisatawan
menjadi
faktor
utama
dalam
perkembangan pariwisata di Bali. Jika dilihat dari total pengeluaran wisatawan di Provinsi Bali, terdapat peningkatan sebesar 170,39% secara absolut yaitu dari Rp 6.998.338,- pada tahun 2000 menjadi Rp 18.923.060,- pada tahun 2007. Alokasi pengeluaran terbesar baik itu pada tahun 2000 maupun tahun 2007 adalah untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang merupakan penopang bagi industri pariwisata di Bali. Pada tahun 2000 jumlah pengeluaran wisatawan pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran mencapai Rp 4.967.215,- dan pada tahun 2007
57
meningkat dua kali lipat menjadi Rp 9.271.254,-. Sangat jauh jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sedangkan untuk industri pengolahan terdapat peningkatan
pengeluaran
wisatawan
yang
sangat
signifikan
yaitu
dari
Rp 686.089,- pada tahun 2000 meningkat sangat drastis menjadi Rp 5.277.938,- di tahun 2007. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan wisatawan semakin meningkat, dimana kebutuhan wisatawan tersebut sebagian besar dikelola oleh sektor industri pengolahan. Peningkatan pengeluaran wisatawan yang tinggi ini menunjukkan bahwa wisatawan yang datang ke Bali semakin berkualitas. Untuk permintaan akhir juga terlihat bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki nilai permintaan akhir yang tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya. Permintaan akhir pada tahun 2000 untuk sektor perdagangan, hotel,
dan
restoran
sebesar
Rp
5.720.391,-
dan
meningkat
menjadi
Rp 18.321.537,- pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa memang benar konsumsi wisatawan yang menjadi penopang permintaan akhir. Kaitannya di sini adalah, dimana sebagian besar pengeluaran wisatawan dialokasikan pada hotel dan restoran. Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan tersebut, maka hotel dan restoran akan meningkatkan permintaan terhadap sektor lainnya sebagai bahan baku proses produksinya. Hal inilah yang menyebabkan tingginya permintaan akhir pada sektor ini. Permintaan akhir terbanyak kedua ada pada sektor industri pengolahan yaitu sebanyak Rp 2.085.277 dan menjadi Rp 8.935.273,- pada tahun 2007, dimana sektor industri pengolahan juga merupakan industri pendukung bagi akomodasi pariwisata. Pengeluaran wisatawan dan permintaan akhir secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.3.
58
Tabel 5.3 Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Menurut Sektor Dalam Permintaan Akhir Tahun 2000 dan 2007 (Juta Rupiah)
Tahun 2000 Tahun 2007 Permintaan Permintaan Pengeluaran Pengeluaran Akhir Akhir
Sektor Kegiatan 1.
Pertanian
2.
Tambang & Penggalian
3.
Industri Pengolahan
4.
Listrik, gas, dan air
5.
Konstruksi
6.
Perdagangan, restoran
7.
Angkutan, penggudangan, & komunikasi
8.
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
9.
Jasa Kemasyarakatan TOTAL
hotel,
&
554 0 686.089 0 0 4.967.215 kkkk 1.221.260 kkkk 29.275 kkkkkk 93.945
286.932 807 2.085.277 0 1.470.284 5.720.391 kkk 1.799.789 kkk 39.971 kkkkk 1.804.038
120.399 0 5.277.938 0 0 9.271.254 kkkk 1.328.043 kkkk 841.255 kkkkk 2.084.171
7.908.674 50.247 8.935.273 647.805 4.433.706 18.321.537 kkk 5.926.271 kkk 3.318.571 kkk 7.365.788
6.998.338
13.207.489
18.923.060
56.907.873
Sumber : Statistik Pariwisata, BPS Provinsi Bali, 2001 dan 2009
5.2
Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Bali Sebagai industri terbesar di Bali, tentunya Pariwisata juga ikut andil dalam
penyumbang terbesar PDRB Bali. Sebagian besar perekonomian Bali bergantung pada sektor pariwisata. Kegiatan pariwisata merupakan bagian dari kegiatan perekonomian. Dimana pada tahun 2007 terlihat bahwa pariwisata memberikan sumbangan sebanyak Rp 19.543.378,- juta terhadap PDRB Bali atau sebesar 46,16 persen dari total PDRB Bali sebesar Rp 42.336.424 juta. Jika dilihat menurut lapangan usaha, maka sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang menjadi penyumbang PDRB terbesar yang mencapai Rp 7.196.214,- juta atau 59
sebesar 36,82 persen. Namun jika dilihat perannya terhadap perekonomian, maka sektor industri pengolahan menyumbang produknya paling banyak untuk pariwisata yaitu sebesar 73%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Peran Nilai Tambah Pariwisata Terhadap Perekonomian Menurut Sektor Tahun 2007 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 1.
Pertanian
2.
Tambang & Penggalian
3.
Industri Pengolahan
4.
Listrik, gas, dan air
5.
Konstruksi
6.
Perdagangan, hotel, & restoran
7.
Angkutan, penggudangan, & komunikasi
8.
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
9.
Jasa Kemasyarakatan
PDRB Bali
TOTAL
Nilai Tambah Pariwisata
Kontribusi (%)
8.216.473 281.093 3.804.928 846.067 1.877.521 12.269.743 5.219.099 kkk 3.108.105 kkk 6.713.395
1.748.258 166.926 2.777.610 283.167 1.254.343 7.196.214 3.239.838 kkkk 800.669 kkkkk 2.076.353
21,28 59,38 73,00 33,47 66,81 58,65 62,08 kkkkkk 25,76 kkkkkk 30,93
42.336.424
19.543.379
46.16
Sumber : Badan Pusat Statistik 2009
60
Peran pariwisata terhadap perekonomian di Bali yang ditunjukkan pada Tabel 5.4 menggambarkan bahwa pariwisata memiliki keterkaitan terhadap berbagai sektor perekonomian lainnya. Sumbangan pariwisata yang besar terhadap PDRB juga tidak terlepas dari sektor-sektor perekonomian lainnya. Jadi, ada kaitan yang erat antara pariwisata dengan berbagai sektor lainnya.
61
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Keterkaitan Pariwisata dengan Sektor Ekonomi Lainnya Dalam perkembangan sektor pariwisata Bali, memiliki keterkaitan erat dengan berbagai sektor-sektor lainnya. Data asli Tabel Input-Output Pariwisata Bali Tahun 2007 adalah sebanyak 55 sektor perekonomian dan kemudian diagregasi menjadi 25 sektor. Dalam Tabel Input-Output Pariwisata Bali yang telah diagregasi menjadi 25 sektor ini lebih banyak memperlihatkan tentang sektor jasa, karena Pariwisata merupakan suatu sektor yang menjual jasa sehingga jasa menjadi komponen dasar dalam perkembangan sektor pariwisata. Sektor pariwisata dalam tabel tersebut adalah sektor restoran, sektor hotel, dan sektor jasa hiburan & rekreasi. Sedangkan yang termasuk dalam sektor non pariwisata antara lain sektor tanaman bahan pangan, perkebunan, ternak & perikanan, kehutanan, tambang & penggalian, industri makanan dan tembakau, barang tekstil, kayu & hasil hutan, industri kertas, bahan kimia & karet, industri pengolahan, listrik & air minum, konstruksi, Perdagangan, angkutan darat, angkutan air, angkutan udara, jasa pengangkutan, jasa komunikasi, jasa keuangan, jasa persewaan, dan berbagai jasa sosial. Dalam Tabel 6.1 memperlihatkan nilai permintaan antara dan permintaan akhir. Permintaan antara yang dimaksudkan di sini adalah besarnya output berbagai sektor ekonomi yang diperlukan suatu sektor
62
tertentu dalam proses produksinya. Sementara itu, pemintaan akhir merupakan permintaan yang berasal dari konsumen akhir dan bukan digunakan sebagai suatu proses produksi, dan output dalam pembahasan ini merupakan barang/jasa yang dihasilkan oleh suatu sektor dan kemudian dapat digunakan kembali sebagai bahan
baku
(input)
dalam
proses
produksi
suatu
sektor
lainnya.
(http//bappeda.pontianakkota.go.id/dok/bab%20ii%20I-O.pdf, Diakses Tanggal 5 Juni 2011). Sektor pariwisata memiliki total permintaan antara sebesar Rp 1.788.308,43 juta dan total permintaan akhir sebesar Rp 17.343.544,88 juta. Sedangkan untuk sektor non pariwisata memiliki total permintaan antara sebesar Rp 19.629.414,54 juta dan total permintaan akhir sebesar Rp 39.564.337,58 juta seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 6.1.
63
Tabel 6.1 Struktur Permintaan dan Penawaran Output Sektor-sektor Perekonomian Dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 (Juta Rupiah)
No.
Sektor
Kk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kkkkkkkkkkkkk Tanaman Bhn Pangan Perkebunan Peternakan & Perikanan Kehutanan Tambang & Penggalian Makanan & Tembakau Barang Tekstil kkkkkkk Kayu & Hasil Hutan Industri Kertas kkkkkkk Bhn Kimia & Karet kkk Industri Pengolahan kkk Listrik & Air Minum kk Konstruksi kkkkkkkkkk Perdagangan kkkkkkkkk
Restoran
kkkkkkk
Hotel kkkkkkkkkkkkkkk Angkutan Darat kkkkkk Angkutan Air kkkkkkkk Angkutan Udara kkkkkk Jasa Pengangkutan kkkk Jasa Komunikai kkkkkk Jasa Keuangan kkkkkkk Jasa Persewaan kkkkkkk Jasa sosial kkkkkkkkkkk Hiburan & Rekrasi
Jumlah Sektor Pariwisata Jumlah Non Pariwisata Total
Permint. Antara
Permint. Akhir
Total Permintaan
Output (nilai)
Output (%)
Kkk 2.315.142,14 481.817,35 4.996.702,98 2.476,50 380.573.39 896.093.99 736.806,27 505.005,33 23.545,57 477.858,89 135.237,51 588.766,37 1.027.219.97 2.944.423,85 825.100,28 295.993,84 127.034,08 108.719,35 813.540,75 519.954,70 352.477,80 1.406.039,67 473.665,08 316.312,99 667.214,31
Kk 3.052.105,60 155.913,26 4.700.492,68 165,70 50.247,31 1.986.768,27 3.836.686,63 1.515.517,97 130.130,53 830.799,54 590.368,83 642.805,61 4.423.708,35 3.980.140,74 7.069.387,05 7.262.011,41 1.710.290,14 278.680,04 2.877.150,32 1.055.151,55 1.082.859,58 902.141,02 1.231.046,96 4.531.166,95 3.012.146,42
Kk 5.367.247,74 637.730,60 9.697.195,66 2.642,20 430.820,70 2.882.862,26 4.573.492,90 2.020.523,30 153.676,09 1.308.658,43 725.606,34 1.231.571,98 5.450.928,33 6.924.564,59 7.894.487,34 7.558.005,25 1.837.324,22 387.399,40 3.690.691,07 1.575.106,25 1.435.337,39 2.308.180,69 1.704.712,04 4.847.479,95 3.679.360,73
Kk 5.367.247,74 637.730,60 9.697.195,66 2.642,20 430.820,70 2.882.862,26 4.573.492,90 2.020.523,30 153.676,09 1.308.658,43 725.606,34 1.231.571,98 5.450.928,33 6.924.564,59 7.894.487,34 7.558.005,25 1.837.324,22 387.399,40 3.690.691,07 1.575.106,25 1.435.337,39 2.308.180,69 1.704.712,04 4.847.479,95 3.679.360,73
Kkk 6,852 0,814 12,381 0,003 0,550 3,681 5,839 2,580 0,196 1,671 0,926 1,572 6,959 8,841 10,079 9,649 2,346 0,495 4,712 2,011 1,833 2,947 2,176 6,189 4,698
1.788.308,43 19.629.414,54 21.417.722,97
17.343.544,88 39.564.337,58 56.907.882,46
19.131.853,31 59.193.752,12 78.325.605,43
19.131.853,31 59.193.752,12 78.325.605,43
24,43 75,57 100,000
Sumber : Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007, Data Diolah dalam Lampiran I Berdasarkan Tabel 6.1, dapat dilihat bahwa output pada kelompok sektor non pariwisata lebih banyak digunakan dibandingkan dengan kelompok sektor pariwisata. Output kelompok sektor non pariwisata digunakan sebanyak Rp 59.193.752,12 juta atau sebesar 75,57 persen. Sedangkan output sektor pariwisata digunakan sebanyak Rp 19.131.853,31 juta atau sebesar 24,43 persen.
64
Jika dilihat dengan lebih terperinci secara keseluruhan, maka penggunaan output terbanyak pada kelompok sektor non pariwisata adalah sektor ternak dan perikanan yaitu sebesar Rp 9.697.195,66 juta atau 12,38 persen. Sektor kedua yang menggunakan output terbesar adalah sektor perdagangan dengan nilai sebesar Rp 6.924.564,59 juta atau 8,84 persen. Pengguna output ketiga dalam kelompok sektor ini adalah sektor konstruksi yaitu sebesar Rp 5.450.928,33 juta atau 6,96 persen. Sementara jika dilihat per kelompok sektor pariwisata, maka sektor restoran dan rumah makan merupakan penggunan output terbesar yaitu sebesar Rp 7.894.487,34 juta atau 10,08 persen. Sedangkan diurutan kedua adalah sektor hotel dengan nilai sebesar Rp 7.558.005,25 juta atau 9,65 persen. Di peringkat ketiga adalah sektor jasa hiburan dan rekreasi yaitu sebesar Rp 3.679.360,73 juta atau 4,70 persen. Penggunaan output oleh sektor restoran dan sektor hotel tidak terlalu jauh berbeda. Kedua sektor ini merupakan akomodasi utama dalam pariwisata. Setelah mengetahui tentang penggunaan output pada masing-masing sektor, perlu juga diteliti mengenai kontribusi masing-masing sektor terhadap permintaan akhir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 6.2.
65
Tabel 6.2 Kontribusi Masing-masing Sektor Terhadap Permintaan Akhir Dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 (Jutaan Rupiah)
No.
Sektor
Kkk kkkkkkkkkk 1 Tanaman Bahan Pangan kkkk 2 Perkebunan k Peternakan & Perikanan 3 Kehutanan kkkkk 4 Tambang & Penggalian kkkkk 5 Makanan & Tembakau kkkkk 6 Barang Tekstil kkkkkkkkkkkk 7 Kayu & Hasil Hutan k 8 Industri Kertas kkkkkkkkk 9 Bhn Kimia & Karet kkkkkkkk 10 Industri Pengolahan kkkkkkkk 11 Listrik & Air Minum kkkkkkk 12 Konstruksi kkkkkkkkkk 13 Perdagangan kkkkkkkkk 14 Restoran kkkkkkkkkk 15 Hotel kkkkkkkkkkkkkkkkkkk 16 Angkutan Darat kkkkkkkkkkk 17 Angkutan Air kkkkkkkkkkkkk 18 Angkutan Udara kkkkkkkkkk 19 Jasa Pengangkutan kkkkkkkkk 20 Jasa Komunikai kkkkkkkkkkk 21 Jasa Keuangan kkkkkkkkkkkk 22 Jasa Persewaan kkkkkkkkkkk 23 Jasa Sosial kkkkkkkkkkkkkkk 24 Hiburan & Rekrasi 25 Jumlah Sektor Pariwisata Jumlah Non Pariwisata Total
Permintaan Akhir Kkkkkkkkkkkkkkkkkkk 3.052.105,60 155.913,26 4.700.492,68 165,70 50.247,31 1.986.768,27 3.836.686,63 1.515.517,97 130.130,53 830.799,54 590.368,83 642.805,61 4.423.708,35 3.980.140,74 7.069.387,05 7.262.011,41 1.710.290,14 278.680,04 2.877.150,32 1.055.151,55 1.082.859,58 902.141,02 1.231.046,96 4.531.166,95 3.012.146,42 17.343.544,88 39.564.337,58 56.907.882,46
Sumbangan (%) Kkkkkkkkk 5,36 0,27 8,26 0,00 0,09 3,49 6,74 2,66 0,23 1,46 1,04 1,13 7,77 6,99 12,42 12,76 3,01 0,49 5,06 1,85 1,90 1,59 2,16 7,96 5,29 30,48 69,52 100,00
Sumber : Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007, Data Diolah dalam Lampiran I Nilai permintaan akhir dalam Tabel Input-Output Pariwisata Bali Tahun 2007 adalah sebesar Rp 56.907.882,46 juta. Sebesar 69,52 persen diantaranya terdiri dari kelompok sektor non pariwisata dengan nilai Rp 39.564.337,58 juta, dan sisanya sebesar 30,48 persen merupakan bagian dari kelompok sektor pariwisata dengan nilai Rp 17.343.544,88 juta.
66
Jika dilihat per sektor, maka sumbangan dari sektor hotel memberikan kontribusi paling besar yaitu 12,76 persen atau sebanyak Rp 7.262.011,41 juta. Sumbangan terbesar kedua adalah sektor restoran yaitu 12,42 persen atau sebanyak Rp 7.069.387,05 juta. Kedua sektor tersebut termasuk dalam kelompok sektor pariwisata. Ini berarti bahwa sektor pariwisata memberikan kontribusi yang besar terhadap permintaan akhir. Sementara itu sektor hiburan yang juga merupakan bagian dari kelompok sektor pariwisata memberikan kontribusi terhadap permintaan akhir sebesar Rp 3.012.146,42 atau 5,29 persen. Sektor ini menduduki peringkat kesembilan dari 25 sektor yang memberikan kontribusi terhadap permintaan akhir dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007. Sementara jika dilihat berdasarkan kelompok sektor non pariwisata, maka sektor ternak dan perikanan merupakan sektor memberikan kontribusi terbesar bagi permintaan akhir yaitu sebanyak Rp 4.700.492,68 juta atau 8,26 persen. Selanjutnya, sektor yang memberikan kontribusi terbesar kedua adalah sektor jasa sosial yaitu sebesar Rp 4.531.166,95 juta atau 7,96 persen. Kemudian, sektor yang memberikan sumbangan terbesar ketiga terhadap permintaan akhir dalam kelompok sektor non pariwisata adalah sektor konstruksi yaitu sebanyak Rp 4.423.708,35 juta atau 7,77 persen. Sektor yang menjadi penopang kehidupan masyarakat di Bali dan terasa sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Bali yaitu sektor pariwisata. Sektor ini berkembang sangat pesat. Terbukti dari kontribusi yang diberikan oleh sektor ini terhadap permintaan akhir menduduki peringkat pertama dan kedua, yang diwakilkan oleh sektor hotel dan restoran. Sedangkan untuk sektor jasa hiburan
67
hanya memberikan kontribusi sebesar 5,29 persen. Namun sudah cukup baik karena mampu menduduki peringkat kesembilan dari 25 sektor lainnya. Sektor hotel dan restoran disinyalir mampu memberikan kontribusi yang besar karena sektor ini memang termasuk dalam komponen utama suatu industri pariwisata. Pada awal kedatangan wisatawan ke Bali, tentu saja hal utama yang akan mereka perhitungkan adalah penginapan dan tempat mereka dapat memperoleh makanan. Maka dari itu, sektor hotel dan restoran merupakan sektor utama yang akan dituju wisatawan. Dengan demikian perkembangan sektor ini akan semakin pesat, sehingga mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap permintaan akhir. Sedangkan untuk sektor hiburan yang menduduki peringkat kesembilan dari keseluruhan sektor diakibatkan karena tidak semua wisatawan yang datang ke Bali untuk menikmati jasa hiburan dan rekreasi yang telah disediakan. Sebagian dari mereka hanya akan tinggal di penginapan seperti villa hanya sekedar untuk menikmati keindahan alam di sekitar penginapan. Wisatawan tipe sepeti ini kebanyakan datang ke Bali bukan untuk berekreasi, namun untuk mendapatkan ketenangan dan melepas stress dari rutinitas yang selama ini mereka rasakan. Adanya tipe wisatawan seperti inilah yang menyebabkan perkembangan jasa hiburan dan rekreasi tidak berkembang sepesat sektor hotel dan restoran. Jika permintaan akhir dijabarkan menurut komponen penggunaan, berarti menjelaskan dengan lebih rinci permintaan akhir untuk memenuhi kebutuhan masing-masing sektor perekonomian dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007. Komponen penggunaan dalam permintaan akhir di sini terdiri dari Konsumsi Wisatawan, Konsumsi Pemerintah, Investasi, Perubahan Stok, serta Ekspor Barang dan Jasa. Berdasarkan Tabel 6.3, tampak bahwa komponen 68
konsumsi wisatawan merupakan variabel yang paling tinggi nilainya, yaitu 38,70 persen, kemudian komponen ekspor barang dan jasa menjadi komponen tertinggi kedua yaitu 32,20 persen, kemudian investasi sebesar 12,84 persen, perubahan stok sebesar 9,08 persen, dan komponen terkecil adalah konsumsi pemerintah dengan nilai 7,18 persen. Berdasarkan Tabel 6.3, terlihat bahwa peran kelompok sektor pariwisata dalam komponen konsumsi wisatawan sangat besar yaitu sebanyak Rp 10.634.177,21 juta. Memiliki selisih yang sangat kecil dengan kelompok sektor non pariwisata yaitu sebanyak Rp 11.387.517,04 juta. Dalam komponen konsumsi wisatawan tersebut terlihat bahwa sektor hotel memberikan sumbangan paling besar yaitu Rp 4.935.634,53 juta, dan sektor restoran menduduki peringkat kedua dengan sumbangan sebesar Rp 4.213.915,76 juta. Kemudian sektor ketiga yang memberikan sumbangan terbesar dalam konsumsi wisatawan adalah sektor barang tekstil sebesar Rp 2.254.198,60 juta, dimana sektor ini termasuk dalam kelompok sektor non pariwisata. Komponen permintaan akhir yang memberikan kontribusi besar lainnya adalah ekspor barang dan jasa. Dalam komponen ini, terlihat bahwa kelompok sektor non pariwisata mendominasi kontribusi yaitu sebanyak Rp 12.000.670,33 juta, dimana nilainya jauh lebih besar dari kelompok sektor pariwisata yang memiliki nilai sebanyak Rp 6.324.948,33 juta. Dalam komponen ini, sektor restoran memberikan kontribusi terbesar yaitu sebanyak Rp 2.791.931,43 juta, kemudian sektor hotel menjadi sektor terbanyak kedua yang memberikan kontribusi yaitu sebanyak Rp 2.198.557,33 juta, dan yang ketiga adalah sektor perdagangan yaitu sebanyak Rp 1.603.080,54 juta (Tabel 6.3).
69
Tabel 6.3 Nilai Permintaan Akhir Menurut Komponen Penggunan Dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 (Jutaan Rupiah)
No.
Sektor
Kk Kkkkkkkkkkkkk 1 Tanaman Bhn Pangan k 2 Perkebunan 3 Petermakan & Perikanan 4 Kehutanan 5 Tambang & Penggalian 6 Makanan & Tembakau 7 Barang Tekstil kkkkkkk 8 Kayu & Hasil Hutan 9 Industri Kertas kkkkkkk 10 Bhn Kimia & Karet kkk 11 Industri Pengolahan kk 12 Listrik & Air Minum kk 13 Konstruksi kkkkkkkkkk 14 Perdagangan kkkkkkkk 15 Restoran kkkkkkk 16 Hotel kkkkkkkkkkkkkk 17 Angkutan Darat kkkkkk 18 Angkutan Air kkkkkkk 19 Angkutan Udara kkkkk 20 Jasa Pengangkutan kkk 21 Jasa Komunikai kkkkkk 22 Jasa Keuangan kkkkkkk 23 Jasa Persewaan kkkkkk 24 Jasa sosial kkkkkkkkkk 25 Hiburan & Rekrasi Jumlah Sektor Pariwisata Jumlah Non Pariwisata Total Persentase (%)
Konsumsi wisatawan
Konsumsi Pemerintah
Kkkkkkkkkkk 659.452.,09 0,00 1.690.579,64 0,00 0,00 609.597,50 2.254.198,60 732.916,47 61.795,75 507.755,43 185.488,77 0,00 0,00 499.999,99 4.213.915,76 4.935.634,53 836.020,13 53.061,88 1.889.414,48 349.836,57 597.173,65 240.150,71 0,00 220.075,37 1.484.626,93 10.634.177,21 11.387.517,04 22.021.694,26 38,70
Kkkkkkkkk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3.913.792,33 171.875,34 171.875,34 3.913.792,33 4.085.667,67 7,18
Investasi Kkkkkkkkk 761.328,17 36,79 1.278.629,67 0,00 0,00 333.325,22 48.065,25 34.956.,67 3.707,60 3.798,81 87.165,00 129,16 3.249.750,00 1.290.000,53 7.668,85 26.235,06 4.072,59 2.009,21 4.967,16 836,68 1.530,43 100.669,69 0,00 56.530,17 9.537,12 43.441,02 7.261.508,80 7.304.949,83 12,84
Perubahan Stok Kkkkkkkk 863.644,91 69.928,01 1.008.266,14 50.85 226,64 258.492,57 37.909,39 312.982,09 24.323,43 59.247,84 87.775,73 59.880,46 384.690,51 587.059,68 55.871,01 101.584,50 10.175,92 52.241,19 52.112,70 151.262,69 51.961,57 356.152,58 432.783,29 139.680,88 11.647,46 169.102,97 5.000.849,07 5.169.952,04 9,08
Sumber: Tabel Input-Output Pariwisata Bali Tahun 2007, Data Diolah
70
Ekspor Kkkkkkkk 767.680,43 85.948,45 723.017,23 114,85 50.020,66 785.352,98 1.496.513,39 434.662,75 40.303,74 259.997,46 229.939,32 582.795,99 789.267,84 1.603.080,54 2.791.931,43 2.198.557,33 860.021,50 171.367,76 930.655,97 553.215,61 432.193,93 205.168,04 798.263,67 201.088,20 1.334.459,57 6.324.948,33 12.000.670,33 18.325.618,66 32,20
6.1.1
Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Pariwisata dengan Sektor Ekonomi Lainnya Salah satu manfaat penelitian menggunakan Tabel I-O adalah dapat
menganalisis keterkaitan antar sektor terutama sebagai kerangka dasar untuk menentukan sektor-sektor prioritas atau unggulan. Analisis keterkaitan antar sektor yang dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kegiatan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Keterkaitan langsung dan tidak langsung antar sektor akan dilihat baik keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan serta keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang.
6.1.1.1 Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan berapa banyak output suatu sektor yang digunakan oleh sektor-sektor lainnya sebagai input. Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan peranan suatu sektor dalam menciptakan output sektor penerima output akibat penambahan satu satuan permintaan akhir sektor penyedia output tersebut. Sedangkan keterkaitan tidak langsung ke depan menunjukkan seberapa besar suatu sektor memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.4.
71
Tabel 6.4 Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Sektor-sektor Perekonomian dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007
No
Sektor
Kk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kkkkkkkkkk Tanaman Bhn Pangan k Perkebunan Peternakan & Perikanan Kehutanan Tambang & Penggalian Makanan & Tembakau Barang Tekstil kkkkkkk Kayu & Hasil Hutan Industri Kertas kkkkkk Bhn Kimia & Karet kkk Industri Pengolahan kk Listrik & Air Minum Konstruksi kkkkkkkkkk Perdagangan kkkkkkkk Restoran kkkkkkk Hotel kkkkkkkkkkkkkk Angkutan Darat kkkkkk Angkutan Air kkkkkkk Angkutan Udara kkkkk Jasa Pengangkutan kkk Jasa Komunikai kkkkkk Jasa Keuangan kkkkkk Jasa Persewaan kkkkkk Jasa sosial kkkkkkkkkk Hiburan & Rekrasi
Keterkaitan ke Depan Tak Langsung Total Langsung Kkkkkkkk Kkkkkkkk Kkkkkkk 0,6368 1,1586 1,7954 0,2964 1,0973 1,3938 0,6150 1,3429 1,9580 0,0012 1,0003 1,0015 0,0860 1,0407 1,1266 0,1274 1,0509 1,1783 0,1881 1,0420 1,2300 0,1559 1,0462 1,2022 0,0277 1,0027 1,0304 0,2308 1,0729 1,3037 0,0441 1,0126 1,0567 0,2060 1,0391 1,2452 0,4547 1,1271 1,5817 0,6299 1,2337 1,8636 0,2358 1,0669 1,3027 0,1038 1,0361 1,1398 0,0315 1,0098 1,0412 0,0297 1,0098 1,0395 0,2089 1,0678 1,2767 0,2081 1,0421 1,2502 0,1226 1,0372 1,1598 0,4566 1,1956 1,6522 0,1246 1,0494 1,1740 0,0797 1,0283 1,1080 0,2113 1,0567 1,2680
Indek Kkkkkkk 0,997 1,050 1,383 0,811 0,923 1,349 1,034 0,925 0,918 1,166 0,887 0,837 1,079 1,102 1,168 1,049 0,897 0,873 0,994 0,967 0,921 1,073 0,854 0,826 0,918
Pering kat Kkkkk 3 6 1 25 19 15 13 14 24 7 21 12 5 2 8 18 22 23 9 11 17 4 16 20 10
Sumber : Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007, Data Diolah Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sektor yang memiliki keterkaitan ke depan tertinggi adalah sektor peternakan dan perikanan. Sektor ini memiliki keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0,6150 dan keterkaitan tak langsung sebesar 1,3429. Artinya peningkatan output sektor peternakan dan perikanan sebesar satu unit akan meningkatkan output sektor perekonomian lainnya secara langsung menggunakan output sektor peternakan dan perikanan sebagai input dalam proses produksi sebesar 0,6150 unit dan mendorong peningkatan output sektor-sektor yang tidak terkait secara langsung sebesar 1,3429 unit. Dengan demikian peningkatan output sektor peternakan dan perikanan sebesar satu unit
72
akan mengakibatkan peningkatan total permintaan output di semua sektor sebesar 1,9529 unit. Sektor kedua yang mempunyai keterkaitan ke depan yang cukup besar adalah sektor perdagangan. Sektor ini memiliki keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0,6299 dan keterkaitan tak langsung sebesar 1,2337. Artinya peningkatan output sektor perdagangan sebesar satu unit akan meningkatkan output sektor lain secara langsung menggunakan output sektor perdagangan sebagai input dalam proses produksi sebesar 0,6299 unit dan mendorong peningkatan output sektor-sektor yang tidak terkait secara langsung sebesar 1,2337 unit. Dengan demikian peningkatan output sektor perdagangan sebesar satu unit akan mengakibatkan peningkatan total permintaan output di semua sektor sebesar 1,8636 unit. Dilihat secara keseluruhan melalui total koefisien, masing-masing sektor termasuk juga sektor pariwisata memiliki kemampuan yang baik dalam menyediakan barang dan jasa yang dapat digunakan oleh sektor lainnya. Namun terlihat bahwa nilai keterkaitan ke depan secara langsung pada masing-masing sektor kurang dari satu, yang artinya sektor-sektor tersebut mempunyai kemampuan di bawah rata-rata untuk menyediakan barang dan jasa yang dapat digunakan oleh sektor lain secara langsung. Sedangkan keterkaitan ke depan secara tak langsung memiliki nilai lebih dari satu. Ini berarti bahwa sektor-sektor tersebut mempunyai kemampuan yang baik untuk menyediakan barang dan jasa yang dapat digunakan oleh sektor lain secara tak langsung.
73
6.1.1.2 Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan berapa banyak input yang berasal dari produksi berbagai sektor yang dipakai oleh sektor tersebut dalam proses produksi. Secara lengkap dapat dilihat dalam Tabel 6.5.
Tabel 6.5 Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Sektor-sektor Perekonomian dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007
No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Tanaman Bhn Pangan k Perkebunan Peternakan & Perikanan Kehutanan Tambang & Penggalian Makanan & Tembakau Barang Tekstil kkkkkkk Kayu & Hasil Hutan Industri Kertas kkkkkk Bhn Kimia & Karet kkk Industri Pengolahan kk Listrik & Air Minum Konstruksi kkkkkkkkkk Perdagangan kkkkkkkk Restoran kkkkkkk Hotel kkkkkkkkkkkkkk Angkutan Darat kkkkkk Angkutan Air kkkkkkk Angkutan Udara kkkkk Jasa Pengangkutan kkk Jasa Komunikai kkkkkk Jasa Keuangan kkkkkk Jasa Persewaan kkkkkk Jasa sosial kkkkkkkkkk Hiburan & Rekrasi
Keterkaitan ke Belakang Tak Langsung Total Langsung Kk0,1323 1,0386 1,1710 0,2626 1,0931 1,3557 0,4476 1,2512 1,6988 0,0497 0,9478 0,9975 0,1532 0,9745 1,1288 0,6960 1,0963 1,7923 0,2976 1,0193 1,3169 0,1518 0,9625 1,1143 0,1861 0,9685 1,1546 0,4368 1,0730 1,5098 0,1358 0,9594 1,0953 0,0451 0,9388 1,9839 0,2699 0,9904 1,2603 0,1936 0,9775 1,1711 0,4464 1,1364 1,5828 0,3227 1,0584 1,3810 0,1517 0,9668 1,1185 0,1214 0,9659 1,0874 0,2195 1,0151 1,2346 0,2102 0,9969 1,2071 0,1559 0,9690 1,1249 0,1942 0,9806 1,1748 0,0563 0,9479 1,0042 0,0414 0,9468 0,9883 0,1328 0,9605 1,0933
Indeks 0,9521 1,1023 1,3813 0,8111 0,9178 1,4573 1,0708 0,9060 0,9388 1,2276 0,8905 0,8000 1,0247 0,9522 1,2870 1,1229 0,9094 0,8841 1,0038 0,9815 0,9147 0,9552 0,8165 0,8036 0,8890
Peringkat K13 6 2 23 15 1 7 18 14 4 19 25 8 12 3 5 17 21 9 10 16 11 22 24 20
Sumber : Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007, Data Diolah
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang tertinggi adalah sektor industri makanan dan tembakau. Sektor ini memiliki keterkaitan ke belakang secara langsung sebesar 0,6960 dan keterkaitan tak langsung sebesar 1,0963. Nilai tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi
74
permintaan di sektor industri makanan dan tembakau sebesar satu unit maka akan terjadi peningkatan output seluruh sektor penyedia input untuk sektor industri makanan dan tembakau secara langsung sebesar 0,6960 unit dan mendorong permintaan output dari sektor lain sebagai penyedia input secara langsung sebesar 1,0963 unit, sehingga secara total sektor industri makanan dan tembakau akan mampu meningkatkan output seluruh sektor penyedia input sebesar 1,7923 unit. Jika dilihat berdasarkan kelompok sektor pariwisata, maka terlihat bahwa sektor restoran memiliki keterkaitan ke belakang yang paling tinggi yaitu dengan total koefisien sebesar 1,5828. Ini berarti bahwa apabila terjadi permintaan di sektor restoran sebesar satu unit maka akan terjadi peningkatan output seluruh sektor penyedia input untuk sektor restoran sebesar 1,5828 unit. Dari total nilai tersebut ternyata keterkaitan ke belakang secara langsung pada sektor ini adalah 0,4464 dan secara tidak langsung sebesar 1,1364. Nilai ini menunjukkan bahwa dalam peningkatan permintaan di sektor restoran sebesar satu unit maka akan terjadi dorongan permintaan output dari sektor lain sebagai penyedia input (bahan baku) yang terkait secara langsung sebesar 0,4464 unit output sektor lain yang dipakai sebagai input antara dalam proses produksinya, dan secara tak langsung sebesar 1,1364 unit.
75
6.1.2
Daya Sebar ke Depan dan ke Belakang Pariwisata Nilai daya sebar ke depan merupakan ukuran dampak relatif dari
peningkatan output suatu sektor tertentu terhadap dorongan peningkatan output sektor-sektor lainnya yang menggunakan output sektor terterntu sebagai input. Apabila nilai DSD suatu sektor lebih besar dari satu (DSD>1) maka sektor tersebut dikatakan sebagai sektor yang memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap sektor lainnya. DSD suatu sektor sering juga disebut sebagai daya dorong terhadap peningkatan output sektor-sektor lain penerima output sektor tersebut. Sebagai implikasinya, jika suatu sektor memiliki daya dorong yang tinggi maka kondisi demikian menunjukkan kemampuannya dalam mendorong perkembangan sektor-sektor lain atau dengan perkataan lain bahwa sektor tersebut memiliki efek hubungan ke depan yang memberikan supply tinggi. Semakin besar nilai DSD suatu sektor tersebut semakin besar daya dorongnya terhadap perekonomian wilayahnya. Sedangkan daya sebar ke belakang (DSB) suatu sektor merupakan ukuran dampak relatif dari peningkatan output suatu sektor tertentu terhadap peningkatan output sektor-sektor lainnya yang menyediakan input sektor tertentu tersebut. Apabila nilai DSB besar, maka dapat dikatakan bahwa sektor tersebut akan menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya atau dengan perkataan lainnya akan nada penyerapan input yang menimbulkan tarikan permintaan sarana produksi. Jadi semakin besar nilai DSB maka semakin besar pula dampak ke belakang investasi pada sektor tersebut, sehingga DSB disebut Daya Tarik Sektor. Secara lengkap dapat dilihat dalam Tabel 6.6.
76
Tabel 6.6 Daya Sebar ke Depan dan ke Belakang Sektor-sektor Perekonomian Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007
No. 1
Sektor
Ke Depan
Daya Sebar Ke Peringkat Belakang 3 0,9664
Peringkat
Tanaman Bahan Pangan
1,3863
2
Perkebunan
1,0761
6
1,0171
17 7
3
Peternakan & Perikanan
1,5117
1
1,1642
1
4
Kehutanan
0,7732
25
0,9478
23
5
Penggalian & Pertambangan
0,8699
19
0,9745
13
6
Makanan dan Tembakau
0,9098
15
1,0963
3
7
Barang Tekstil
0,9497
13
1,0193
6
8
Kayu dan hasil hutan
0,9282
14
0,9625
19
9
Industri kertas
0,7956
24
0,9685
15
10
Bahan Kimia dan Karet
1,0066
7
1,0730
4
11
Industri Pengolahan
0,8159
21
0,9594
21
12
Listrik dan air minum
0,9614
12
0,9388
25
13
Konstruksi
1,2212
5
0,9903
10
14
Perdagangan
1,4389
2
0,9775
12
15
Restoran
1,0058
8
1,1364
2
16
Hotel
0,8801
18
1,0583
5
17
Angkutan Darat
0,8039
22
0,9667
16
18
Angkutan Air
0,8026
23
0,9659
18
19
Angkutan Udara
0,9858
9
1,0151
8
20
Jasa Pengangkutan
0,9653
11
0,9969
9
21
Jasa Komunikasi
0,8955
17
0,9690
14
22
Jasa Keuangan
1,2756
4
0,9806
11
23
Jasa Persewaan
0,9064
16
0,9479
22
24 25
Jasa Sosial
0,8555
20
0,9468
24
Hiburan & Rekreasi
0,9790
10
0,9605
20
Sumber : Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007, Data Diolah Dilihat dari daya sebar ke depan dari 25 sektor agregasi dalam Tabel 6.6, terdapat 8 sektor yang memiliki nilai daya sebar lebih dari satu. Satu diantaranya berasal dari kelompok sektor pariwisata yaitu sektor restoran, dan 7 sisanya berasal dari kelompok sektor non pariwisata yaitu sektor tanaman bahan pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan, bahan kimia dan karet, konstruksi,
77
perdagangan, dan jasa keuangan. Ini berarti bahwa sektor-sektor tersebut memiliki daya dorong terhadap peningkatan output sektor-sektor lain sebagai penerima output sektor tersebut. Sebagai implikasinya, sektor-sektor tersebut mampu menunjukkan kemampuannya dalam mendorong perkembangan sektor-sektor lain atau dengan perkataan lain bahwa sektor tersebut memiliki efek hubungan ke depan yang memberikan supply tinggi dan mampu mendorong perekonomian wilayahnya. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa sektor peternakan dan perikanan berada di peringkat 1 untuk daya sebar ke depan maupun ke belakang. Ini menunjukkan bahwa pengeluaran wisatawan lebih banyak menyasar pada sektor peternakan dan perikanan. Walaupun wisatawan tersebut mengkonsumsinya bukan
berupa
output
langsung
dari
sektor
ini,
namun
wisatawan
mengkonsumsinya sebagai barang jadi yang telah diproses dalam sektor restoran. Hal inilah yang menyebabkan sektor ini berkembang sangat baik. Dimana jika dilihat berdasarkan daya sebar ke depannya, terlihat bahwa sektor-sektor ekonomi lainnya terutama sektor restoran dan industri makanan banyak menggunakan output sektor ini dalam proses produksinya. Kemudian berdasarkan daya sebar ke belakangnya, akibat berkembangnya pertumbuhan sektor peternakan dan perikanan, maka sektor ini memerlukan bahan baku yang juga ikut terus bertambah seiring dengan pertambahan permintaan dari sektor-sektor lainnya terutama sektor restoran dan industri makanan. Sehingga demikian, sektor peternakan dan perikanan perlu ditingkat secara kuantitas maupun kualitas oleh tenaga ahli yang memang membidangi sektor ini. Sementara itu untuk daya sebar ke belakang terlihat bahwa dari kelompok sektor pariwisata, sektor restoran dan hotel memiliki nilai DSB lebih besar dari 78
satu. Sedangkan dari kelompok sektor non pariwisata, yang memiliki DSB lebih besar dari satu adalah sektor perkebunan, peternakan dan perikanan, industri makanan dan tembakau, barang tekstil, bahan kimia dan karet, serta sektor angkutan udara. Dapat dikatakan bahwa sektor-sektor tersebut akan menarik sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya atau dengan perkataan lain aka nada penyerapan input yang menimbulkan tarikan permintaan sarana produksi. Sektor yang memiliki daya sebar ke depan dan ke belakang tertinggi dari kelompok sektor pariwisata adalah sektor restoran, yaitu sebesar 1,1364, artinya apabila permintaan akhir seluruh sektor perekonomian masing-masing naik satu unit, maka sektor restoran dapat memenuhi permintaan akhir tersebut sebesar 1,1364 unit. Sedangkan untuk sektor hotel, memiliki DSD sebesar 0,8801 (DSD < 1) dan DSB sebesar 1,0583 (DSB > 1). Ini menunjukkan bahwa sektor hotel memiliki daya dorong yang lemah untuk meningkatkan output sektor lainnya tetapi memiliki daya tarik yang kuat terhadap sektor lainnya dalam meningkatkan outputnya. Sementara itu untuk sektor hiburan dan rekreasi samasama memiliki nilai kurang dari satu yaitu 0,9790 untuk daya sebar ke depan dan 0,9605 untuk daya sebar ke belakang. Nilai koefisien daya sebar untuk sektor hiburan hanya kurang beberapa beberapa angka saja untuk mencapai angka lebih dari satu. Sehingga dapat dikatakan bahwa keterkaitan sektor ini terhadap sektorsektor lainnya tidak terlalu buruk, namun perlu ditingkatkan kembali hingga mencapai koefisien di atas satu, sehingga mampu menarik perkembangan sektor lainnya secara optimal. Jika dilihat secara keseluruhan terlihat bahwa pada daya sebar ke depan, sektor restoran ada di peringkat ke 8 dan sektor hotel di peringkat ke 18. Sementara itu jika dilihat berdasarkan daya sebar ke belakang, sektor restoran ada 79
di peringkat 2 dan sektor hotel di peringkat 5. Hal ini terjadi karena sektor restoran dan hotel menghasilkan output yang berupa barang jadi yang langsung digunakan sehingga yang memakai output dari sektor ini kebanyakan adalah pemakai akhir bukan sebagai bahan baku bagi produksi sektor lainnya. Oleh sebab itu daya sebar ke depan bagi sektor restoran dan hotel memiliki indeks yang kecil. Namun jika dilihat dari daya sebar ke belakang, kedua sektor ini ada di peringkat yang cukup baik. Hal ini disebabkan karena dalam proses produksinya, sektor ini memerlukan bahan baku dari berbagai sektor lainnya. Dengan adanya permintaan dari sektor restoran dan hotel, maka akan menarik pertumbuhan output berbagai sektor ekonomi lainnya. Perlu dijelaskan di sini mengenai peringkat sektor hotel dalam daya sebar ke belakang. Sektor hotel di sini berada pada peringkat ke 5, padahal hotel merupakan salah satu akomodasi terpenting dalam pariwisata. Perlu dipahami sebelumnya bahwa pengertian daya sebar ke belakang di sini adalah seberapa besar permintaan bahan baku yang digunakan hotel dari berbagai sektor ekonomi lainnya per kenaikan satu unit produksinya. Berdasarkan penelitian ini, hotel berada di peringkat 5 karena sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagai input dalam proses produksi hotel itu digunakan dalam jangka panjang. Seperti contohnya, sarana dan prasarana hotel. Segala fasilitas hotel tidak diganti setiap hari dan tidak habis dikonsumsi oleh konsumen akhir. Dengan demikian segala sarana dan prasarana hotel diganti hanya pada tingkat waktu tertentu. Hal inilah yang menyebabkan hotel berada di peringkat ke 5 dari daya sebar ke belakang tersebut. Selain itu, saat ini ada kecenderungan wisatawan tidak menginap di hotel saat berwisata ke Bali. Banyak diantara mereka menginap pada villa-villa ilegal sehingga tidak terdaftar dalam data sensus BPS. Bahkan ada juga wisatawan yang 80
menyewa rumah untuk ditempati sewaktu-waktu mereka ke Bali atau tinggal di rumah-rumah penduduk. Inilah yang membuat sektor hotel kurang banyak memanfaatkan sektor-sektor ekonomi lainnya dalam proses produksinya.Berbeda halnya dengan sektor restoran, industri makanan dan tembakau, serta sektor kimia dan karet yang menduduki peringkat 2, 3, 4 (setingkat di atas sektor hotel). Sektor-sektor tersebut memang memerlukan sangat banyak bahan baku dari berbagai sektor lainnya dalam proses produksinya, dan bahan baku tersebut cenderung diperlukan setiap hari.
6.2
Dampak Pengganda (Multiplier Impact) Pariwisata terhadap Sektor Ekonomi Lainnya Koefisien dampak pengganda merupakan nilai yang menunjukkan hasil
pertambahan yang muncul sebagai akibat injeksi investasi sektoral ke dalam system perekonomian. Berdasarkan jenisnya, koefisien dampak pengganda dibedakan menjadi dua yaitu koefisien dampak pengganda tipe I dan koefisien dampak pengganda tipe II. Dalam penelitian ini, kedua jenis dampak pengganda tersebut akan dibahas dalam model pengganda output (output multiplier) dan pengganda pendapatan (income multiplier).
6.2.1 Pengganda Output (Output Multiplier) Output multiplier adalah dampak pengikat permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di wilayah penelitian. Dari hasil analisis pada Tabel 6.7, terlihat bahwa koefisien output multiplier tipe I tertinggi adalah sektor peternakan dan hasil-hasilnya dengan koefisien 1,958. Koefisien sebesar itu dapat diartikan bahwa kenaikan permintaan akhir senilai Rp 1.000,00 akan
81
meningkatkan output sektor ini sebesar Rp 1.958,00 dimana dari nilai tersebut secara langsung dampak yang dihasilkan adalah sebesar Rp 448,00 dan sisanya merupakan dampak tidak langsung yang dihasilkan melalui sektor lainnya sebesar Rp 1.510,00. Jika dilihat berdasarkan kelompok sektor pariwisata, sektor restoran merupakan sektor yang memiliki koefisien tertinggi untuk output multiplier tipe I, dengan nilai 1,303. Koefisien sebesar itu dapat diartikan bahwa kenaikan permintaan akhir senilai Rp 1.000,00 akan meningkatkan output sektor ini sebesar Rp 1.303,00 dimana dari nilai tersebut secara langsung dampak yang dihasilkan adalah sebesar Rp 446,00 dan sisanya merupakan dampak tidak langsung yang dihasilkan melalui sektor lainnya sebesar Rp 856,00. Sementara itu, untuk output multiplier tipe II yang memiliki koefisien tertinggi adalah sektor peternakan dan perikanan, sama halnya yang terlihat pada output multiplier tipe I. Koefisien sektor peternakan pada output multiplier tipe II adalah sebesar 2,599. Berarti kenaikan permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp 1.000,00 akan meningkatkan output sektor tersebut sebesar Rp 2.599,00. Demikian juga jika dilihat berdasarkan kelompok sektor pariwisata, sama seperti pada tipe I, sektor yang memiliki koefisien output multiplier tipe II tertinggi adalah sektor restoran dengan nilai 1.397. Ini berarti kenaikan permintaan akhir pada sektor restoran sebesar Rp 1.000,00 akan meningkatkan output sektor tersebut sebesar Rp 1.397,00 (Tabel 6.7).
82
Tabel 6.7 Koefisien Output Multiplier Tipe I dan Tipe II Sektor-sektor Perekonomian Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2011
Kode IO
Sektor
Tipe I Nilai
Tipe II Indeks
Nilai
Indeks
1
Tanaman Bahan Pangan
1,7954
1,3863
2,0771
1,4836
2
Perkebunan
1,3938
1,0761
1,4569
1,0406
3
Peternakan dan Perikanan
1,9580
1,5117
2,5991
1,8564
4
Kehutanan
1,0015
0,7732
1,0018
0,7155
5
Pertambangan & Penggalian
1,1266
0,8699
1,1685
0,8346
6
Makanan dan Tembakau
1,1783
0,9098
1,2843
0,9173
7
Barang Tekstil
1,2300
0,9497
1,3085
0,9346
8
Kayu dan hasil hutan
1,2022
0,9282
1,2585
0,8989
9
Industri kertas
1,0304
0,7956
1,0337
0,7383
10
Bahan Kimia dan Karet
1,3037
1,0066
1,3652
0,9751
11
Industri Pengolahan
1,0567
0,8159
1,0732
0,7665
12
Listrik dan air minum
1,2452
0,9614
1,3090
0,9350
13
Konstruksi
1,5817
1,2212
1,7088
1,2205
14
Perdagangan
1,8636
1,4389
2,2187
1,5847
15
Restoran
1,3027
1,0058
1,3966
0,9975
16
Hotel
1,1398
0,8801
1,1764
0,8402
17
Angkutan Darat
1,0412
0,8039
1,0573
0,7551
18
Angkutan Air
1,0395
0,8026
1,0530
0,7521
19
Angkutan Udara
1,2767
0,9858
1,3736
0,9811
20
Jasa Pengangkutan
1,2502
0,9653
1,3109
0,9363
21
Jasa Komunikasi
1,1598
0,8955
1,2033
0,8594
22
Jasa Keuangan
1,6522
1,2756
1,8374
1,3123
23
Jasa Persewaan
1,1740
0,9064
1,2329
0,8806
24
Jasa Sosial
1,1080
0,8555
1,1438
0,8170
Hiburan & Rekreasi
1,2680
0,9790
1,3538
0,9669
25
Sumber : Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007, Data Diolah
6.2.2 Pengganda Pendapatan (Income Multiplier) Nilai angka pengganda pendapatan suatu sektor menunjukkan jumlah pendapatan yang tercipta akibat adanya tambahan satu unit permintaan akhir pada sektor tersebut. Seperti halnya output multiplier maka berdasarkan Data I-O
83
Pariwisata Bali Tahun 2007 juga mempunyai nilai koefisien income multiplier tipe I maupun Tipe II yang dapat dilihat dalam Tabel 6.8. Tabel 6.8 Koefisien Income Multiplier Tipe I dan Tipe II Sektor-sektor Perekonomian Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2011 Kode I-O
Sektor
Tipe I Nilai
Tipe II Indeks
Nilai
Indeks
1
Tanaman Bahan Pangan
1,1710
0,9041
1,4379
0,8955
2
Perkebunan
1,3557
1,0467
1,5104
0,9407
3
Peternakan dan Perikanan
1,6988
1,3116
1,9852
1,2364
4
Kehutanan
1,0683
0,8249
1,5268
0,9509
5
Pertambangan & Penggalian
1,2016
0,9277
1,3492
0,8403
6
Makanan dan Tembakau
1,8742
1,4471
2,1908
1,3644
7
Barang Tekstil
1,3931
1,0756
1,6604
1,0341
8
Kayu dan hasil hutan
1,1862
0,9158
1,5286
0,9520
9
Industri kertas
1,2269
0,9473
1,4127
0,8798
10
Bahan Kimia dan Karet
1,5900
1,2276
1,7384
1,0827
11
Industri Pengolahan
1,1669
0,9010
1,3584
0,8460
12
Listrik dan air minum
1,0540
0,8138
1,1887
0,7403
13
Konstruksi
1,3343
1,0302
1,6183
1,0079
14
Perdagangan
1,2441
0,9606
1,7553
1,0932
15
Restoran
1,6677
1,2876
2,0347
1,2672
16
Hotel
1,4601
1,1273
1,7360
1,0812
17
Angkutan Darat
1,1907
0,9193
1,4945
0,9307
18
Angkutan Air
1,1595
0,8953
1,4825
0,9233
19
Angkutan Udara
1,3104
1,0118
1,4188
0,8836
20
Jasa Pengangkutan
1,2815
0,9895
1,5731
0,9797
21
Jasa Komunikasi
1,1973
0,9244
1,5492
0,9648
22
Jasa Keuangan
1,2480
0,9636
1,5627
0,9732
23
Jasa Persewaan
1,0750
0,8300
1,2463
0,7762
24 25
Jasa Sosial
1,0590
0,8177
2,3915
1,4894
Hiburan & Rekreasi
1,1650
0,8995
1,3911
0,8664
Sumber : Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007, Data Diolah Berdasarkan Tabel 6.8 dapat dilihat bahwa sektor industri makanan dan tembakau merupakan sektor yang memiliki koefisien income multiplier Tipe I yang tertinggi yaitu 1,874, yang artinya kenaikan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp 1000,00 akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di
84
sektor ini sebesar Rp 1.874,00. Berdasarkan kelompok sektor pariwisata, maka sektor restoran merupakan sektor dengan koefisien tertinggi yaitu 1,667, dengan demikian kenaikan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp 1000,00 akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor ini sebesar Rp 1.667,00. Jika dilihat secara keseluruhan, sektor restoran merupakan sektor ketiga yang memiliki koefisien tertinggi setelah sektor industri makanan dan tembaku serta peternakan dan perikanan. Sementara itu, untuk income multiplier Tipe II sektor jasa sosial dan kemasyarakatan menjadi sektor yang memiliki koefisien tertinggi yaitu 2,392 sehingga setiap kenaikan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp 1000,00 akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor ini sebesar Rp 2.392,00. Sama halnya dengan income multiplier Tipe I, pada Tipe II ini pun sektor restoran merupakan sektor dengan koefisien tertinggi pertama pada kelompok sektor pariwisata, dan tertinggi ketiga jika dilihat berdasarkan 25 sektor perekonomian secara keseluruhan, dengan nilai 2,035 dengan demikian setiap kenaikan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp 1000,00 akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor ini sebesar Rp 2.035,00.
85
6.3 Strategi Perencanaan Pembangunan Provinsi Bali Berdasarkan Keterkaitan Antar Sektor dan Multiplier Impact Pariwisata Dalam perencanaan pembangunan ekonomi suatu wilayah yang bertujuan meningkatkan pendapatan, maka investasi pada sektor-sektor perekonomian diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki nilai koefisien pengganda output dan pendapatan di atas rata-rata yaitu yang memiliki indeks di atas satu. Apabila mengacu pada koefisien pengganda output, nilai koefisien output multiplier tipe I dan tipe II untuk sektor pariwisata lebih kecil dibandingkan dengan kelompok sektor non pariwisata. Ini menunjukkan bahwa dampak ganda pariwisata dalam mendorong perkembangan output sektor-sektor lainnya secara total lebih besar terhadap output kelompok sektor non pariwisata dibandingkan dengan kelompok sektor pariwisata (sektor hotel, restoran, dan hiburan), seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 6.9. Tabel 6.9 Agregasi Koefisien Output Multiplier Tipe I dan Tipe II Sektor-sektor Perekonomian dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 No.
Sektor
Tipe I Nilai
Tipe II Indeks
Nilai
Indeks
1 2
Pariwisata 1,2368 0,9739 1,3089 0,9619 Non Pariwisata 1,3031 1,0261 1,4125 1,0381 Rata-Rata 1,2700 1,0000 1,3607 1,0000 Sumber : Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007, Data Diolah dari Tabel 6.7 Sementara itu, dilihat dari indeks income multiplier secara total seperti pada Tipe II maka pengembangan perekonomian Bali secara umum lebih mengacu pada sektor peternakan dan perikanan, industri makanan dan tembakau, barang tekstil, bahan kimia dan karet, konstruksi, perdagangan, restoran, hotel, dan jasa lainnya. Sedangkan jika berpatokan pada sektor pariwisata, maka
86
pengembangan pembangunan perekonomian di Bali sebaiknya diarahkan untuk menumbuhkan dan membina usaha-usaha yang bergerak di sektor restoran dan hotel. Untuk kelompok sektor pariwisata, nilai koefisien pendapatan tipe I dan tipe II lebih besar dibandingkan dengan kelompok sektor non pariwisata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa income multiplier yang ditimbulkan pariwisata di Bali terhadap kelompok sektor pariwisata yaitu restoran, hotel, serta hiburan dan rekreasi lebih besar dibandingkan dengan kelompok sektor non pariwisata, seperti yang ditunjukkan Tabel 6.10.
Tabel 6.10 Agregasi Koefisien Income Multiplier Tipe I dan Tipe II Sektor-sektor Perekonomian dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007
No.
Sektor
Tipe I Nilai
Tipe II Indeks
Nilai
Indeks
1 2
Pariwisata 1,4309 1,0570 1,7206 1,0394 Non Pariwisata 1,2767 0,9430 1,5900 0,9606 Rata-Rata 1,3538 1,0000 1,6553 1,0000 Sumber : Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007, Data Diolah dari Tabel 6.8 Dalam membuat kebijakan di Provinsi Bali, di sini pemerintah perlu menentukan terlebih dahulu arah pembangunan yang diharapkan. Apakah akan mengarah pada pertumbuhan output, atau pada peningkatan pendapatan rumah tangga. Apabila mengarah pada pertumbuhan output, maka pembangunan difokuskan pada peningkatan output berbagai sektor pendukung pariwisata di Bali. Seperti misalnya pemanfaatan lahan subur secara optimal pada sektor pertanian, penyuluhan-penyuluhan untuk tata cara peternakan yang baik, teknologi tepat guna, pemberian bantuan modal, dan lain sebagainya. 87
Jika mengarah pada peningkatan pendapatan rumah tangga, maka pembangunan di fokuskan pada investasi di bidang pariwisata. Karena terlihat dalam hasil penelitian bahwa kelompok sektor pariwisata memberikan efek multiplier pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok sektor non pariwisata. Jadi setiap uang yang dikeluarkan wisatawan di sini, mampu meningkatkan pemerataan pendapatan rumah tangga, baik itu berdasarkan dampak langsung, tak langsung, maupun dampak ikutan. Sebagai contoh, bila wisatawan berbelanja pada sebuah restoran, maka akan meningkatkan penghasilan orang yang bekerja di sektor restoran secara langsung. Kemudian orang yang bekerja di sektor restoran tersebut akan membelanjakan uangnya untuk kebutuhan upacara di Bali. Maka penjual alat-alat upacara tersebut akan menikmati dampak tak langsung
dari
pariwisata.
Setelah
itu,
penjual
alat-alat
upacara
akan
menyekolahkan anaknya sehingga akan meningkatkan pendapatan guru. Peningkatan pendapatan guru di sini termasuk dalam dampak ikutan akibat adanya pariwisata. Hal tersebut menunjukkan begitu besarnya income multiplier yang terjadi akibat adanya pariwisata. Sementara itu, untuk melihat sektor yang memiliki keterkaitan paling kecil terhadap Pariwisata di Bali, dapat kembali diperhatikan data pada Tabel 6.4 dan Tabel 6.5 yaitu indeks keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang. Berdasarkan indeks keterkaitan ke depan, terlihat bahwa sektor kehutanan memiliki indeks terkecil yaitu 0,773, dimana dapat diinterpretasikan bahwa setiap penambahan 1 unit sektor kehutanan, mampu meningkatkan output pariwisata di Bali hanya sebesar 0,773 unit. Artinya di sini, peran sektor kehutanan dalam meningkatkan produktifitas pariwisata di Bali sangatlah kecil dibandingkan dengan 25 sektor perekonomian lainnya. Hal ini disebabkan karena luas hutan 88
yang ada di Bali relative kecil sehingga menghasilkan output yang kecil pula, dengan demikian kurang dapat berperan dalam menghasilkan output yang dapat dimanfaatkan untuk proses produksi sektor lainnya. Strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan sektor kehutanan di Bali adalah dengan memanfaatkan hutan sebagai salah satu daya tarik wisata. Misalnya dengan mempromosikan hutan sebagai ekowisata, wisata petualangan (adventure tourism) ataupun wisata religi seperti yoga. Pengembangan wisata hutan di Bali yang telah sukses dapat dilihat dalam Taman Nasional Bali Barat dan Kebun Raya Bedugul. Untuk dapat membuat wisata tersebut lebih berkembang, dapat disediakan akomodasi pariwisata yang ramah lingkungan. Sedangkan jika dilihat berdasarkan keterkaitan ke belakang, terlihat bahwa sektor listrik dan air minum memiliki indeks terkecil yaitu 0,79996, dimana dapat diinterpretasikan bahwa untuk penambahan 1 unit sektor listrik dan air minum, hanya memanfaatkan input dari sektor-sektor lainnya sebesar 0,79996 unit. Artinya di sini bahwa sektor ini kurang berperan dalam menggerakkan produktifitas sektor-sektor lainnya, karena sektor ini hanya memerlukan sangat sedikit output sektor lain sebagai input dalam proses produksinya. Namun walaupun sektor ini kurang mampu menggerakkan produktifitas sektor lain melalui pemanfaatan output sebagai input dalam sektor listrik dan air minum, tetapi jika dilihat peranannya sebagai penyedia output sebagai input bagi sektorsektor lainnya cukup besar. Seperti yang kita ketahui bahwa sektor ini temasuk penunjang utama dalam pembangunan perekonomian. Sektor listrik merupakan penggerak berbagai teknologi modern sedangkan air minum termasuk dalam kebutuhan pokok kehidupan. Sehingga untuk pengembangan sektor ini lebih difokuskan sebagai penunjang input sektor perekonomian lainnya. 89
6.4
Dampak Konsumsi Wisatawan
6.4.1
Dampak Konsumsi Wisatawan Terhadap Pertumbuhan Output Sektor-Sektor Perekonomian Dalam perkembangan ekonomi pariwisata, sangat berkaitan erat dengan
konsumsi wisatawan, baik itu wisatawan domestik, wisatawan lokal, wisatawan mancanegara, biaya promosi untuk pengembangan pariwisata baik yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun pihak swasta, serta biaya investasi di bidang pariwisata. Seluruh komponen tersebut akan digunakan sebagai permintaan akhir dalam memperhitungkan dampak yang diakibatkan oleh konsumsi dalam bidang pariwisata terhadap output sektor-sektor lainnya. Pengeluaran konsumsi pariwisata akan berdampak terhadap penciptaan nilai produksi barang dan jasa di berbagai sektor perekonomian, khususnya di sektor pariwisata. Perubahan dari permintaan akhir akan berpengaruh terhadap perubahan permintaan output. Semakin besar jumlah permintaan terhadap produk barang dan jasa maka output yang disediakan pun harus semakin banyak. Melalui nilai output barang dan jasa setiap sektor akibat dari konsumsi pariwisata dapat diketahui dampak output akibat masing-masing komponen konsumsi pariwisata terhadap sektor-sektor ekonomi, seperti yang tampak pada Tabel 6.11.
90
Tabel 6.11 Dampak Ekonomi Pariwisata Terhadap Output Sektor-sektor Perekonomian Dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007
No
SEKTOR
Wisnus ke Bali
Wislok
Wisman
Promosi
Investasi
Total
1
Tanaman Bahan Pangan
223.862
29.898
904.068
1.973
1.713
2
Perkebunan
107.354
47.280
220.135
1.242
7.366
1.161.515 383.377
3
Peternakan dan Perikanan
401.003
55.863
1.795.513
6.129
5.647
2.264.155
4
Kehutanan
5
Pertambangan & Penggalian
6
180
22
1.117
1
703
2.024
5.665
842
20.389
171
239.488
266.554
Makanan dan Tembakau
218.611
34.124
819.743
1.188
1.471
1.075.137
7
Barang Tekstil
641.598
31.823
3.366.035
3.303
54.265
4.097.024
8
Kayu dan hasil hutan
209.153
16.261
1.565.224
435
226.722
2.017.795
9
Industri kertas
24.108
2.106
50.581
3.823
1.556
82.174
10
Bahan Kimia dan Karet
401.808
203.464
579.143
4.660
27.516
1.216.591
11
Industri Pengolahan
28.801
17.076
183.488
3.803
781.732
1.014.900
12
Listrik dan air minum
70.212
7.695
325.386
1.330
19.724
424.348
13
Konstruksi
76.146
7.770
251.968
1.488
3.340.614
3.677.986
14
Perdagangan
265.034
41.907
1.154.425
3.860
214.807
1.680.033
15
Restoran
786.541
194.947
3.727.824
9.322
16.716
4.735.350
16
Hotel
1.228.981
8.107
5.925.287
27.471
7.173
7.197.017
17
Angkutan Darat
425.245
116.638
761.102
4.242
8.401
1.315.629
18
Angkutan Air
62.343
1.106
38.339
2.130
13.626
117.544
19
Angkutan Udara
1.505.589
8.589
801.530
6.335
42.081
2.364.123
20
Jasa Pengangkutan
365.171
9.584
264.291
1.783
16.095
656.923
21
Jasa Komunikasi
108.358
8.909
885.266
2.085
10.767
1.015.385
22
Jasa Keuangan
156.333
20.236
555.944
2.619
83.892
819.024
23
Jasa Persewaan
37.639
6.588
177.134
765
29.740
251.867
24
Jasa Sosial
82.312
4.697
252.591
57.154
18.386
415.141
25
Hiburan & Rekreasi
304.584
21.092
2.166.814
10.547
40.095
2.543.132
7.736.631
896.624
26.793.337
157.859
5.210.298
40.794.748
Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Bali, Data Diolah Jika dilihat berdasarkan pengeluaran wisatawan maka yang berdampak terbesar terhadap pariwisata adalah wisatawan mancanegara, yang menyebabkan pertumbuhan output sebesar Rp 11.819.924,- juta atau sebesar 81,65 persen dari total output di kelompok sektor pariwisata dan 28,97 persen dari total ouput dalam 25 sektor perekonomian. Sumbangan output terbesar kedua adalah akibat pengeluaran wisatawan domestik yang datang ke Bali,
91
yaitu sebesar
Rp 2.320.106,- juta atau sebesar 16,03 persen dari total output di kelompok sektor pariwisata dan 5,69 persen dari total ouput dalam 25 sektor perekonomian. Jika diperhatikan kontribusi output dampak pariwisata terhadap output perekonomian Provinsi Bali, terlihat bahwa sumbangan output dampak pariwisata mencapai sebesar 52,08 persen yaitu sebesar Rp 40.794.748,- juta dari total output perekonomian yang mencapai Rp 78.325.605,- juta. Kontribusi output dampak pariwisata terhadap output perekonomian pada sektor restoran, hotel, serta hiburan dan rekreasi mencapai sebesar 75,66 persen yaitu sebesar Rp 14.475.499,- juta dari total output perekonomian yang mencapai Rp 19.131.853,- juta. Jika dilihat berdasarkan kelompok sektor pariwisata, sektor hotel yang memiliki kontribusi output dampak pariwisata terhadap output perekonomian yang tertinggi yaitu sebesar 95,22 persen atau Rp 7.197.017,- juta dari total output perekonomian yang mencapai Rp 7.558.005,- juta. Kemudian yang memberikan kontribusi terbesar kedua dalam kelompok sektor pariwisata adalah sektor hiburan dan rekreasi yaitu 69,12 persen atau Rp 2.543.132,- juta dari total output perekonomian yang mencapai Rp 3.679.361,- juta. Selanjutnya, sektor restoran merupakan sektor yang memberikan kontribusi terkecil dari kelompok sektor pariwisata yaitu 59,98 persen. Selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 6.12.
92
Tabel 6.12 Kontribusi Output Dampak Pariwisata Terhadap Output Ekonomi Dalam I-O Pariwisata Bali Tahun 2007
No.
Sektor
Kontribusi (%)
Output Dampak Pariwisata
Output Perekonomian
1.161.515
5.367.248
21,64
383.377
637.731
60,12
2.264.155
9.697.196
23,35
2.024
2.642
76,59
266.554
430.821
61,87
1
Tanaman Bahan Pangan
2
Perkebunan
3
Peternakan dan Perikanan
4
Kehutanan
5
Pertambangan & Penggalian
6
Makanan dan Tembakau
1.075.137
2.882.862
37,29
7
Barang Tekstil
4.097.024
4.573.493
89,58
8
Kayu dan hasil hutan
2.017.795
2.020.523
99,86
9
Industri kertas
82.174
153.676
53,47
10
Bahan Kimia dan Karet
1.216.591
1.308.658
92,96
11
Industri Pengolahan
1.014.900
725.606
139,87
12
Listrik dan air minum
424.348
1.231.572
34,46
13
Konstruksi
3.677.986
5.450.928
67,47
14
Perdagangan
1.680.033
6.924.565
24,26
15
Restoran
4.735.350
7.894.487
59,98
16
Hotel
7.197.017
7.558.005
95,22
17
Angkutan Darat
1.315.629
1.837.324
71,61
18
Angkutan Air
117.544
387.399
30,34
19
Angkutan Udara
2.364.123
3.690.691
64,06
20
Jasa Pengangkutan
21
Jasa Komunikasi
22
656.923
1.575.106
41,71
1.015.385
1.435.337
70,74
Jasa Keuangan
819.024
2.308.181
35,48
23
Jasa Persewaan
251.867
1.704.712
14,77
24
Jasa Sosial
415.141
4.847.480
8,56
25
Hiburan & Rekreasi
2.543.132
3.679.361
69,12
40.794.748
78.325.605
52,08
Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Bali, Data Diolah
6.4.2
Skenario I : Asumsi Kenaikan Konsumsi Wisatawan Sebesar 15 Persen
Untuk melihat simulasi dampak kenaikan konsumsi wisatawan terhadap output perekonomian Bali dapat dilihat dalam Tabel 6.13, dimana X menunjukkan output awal perekonomian Bali tanpa pengaruh adanya peningkatan konsumsi wisatawan, sedangkan X1 adalah output perekonomian Bali yang telah
93
dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi wisatawan. Dalam hal ini, alokasi konsumsi pemerintah, investasi, perubahan stok, dan ekspor diasumsikan nilainya adalah tetap, hanya alokasi konsumsi wisatawan saja yang meningkat 15 persen. Untuk dampak kenaikan konsumsi wisatawan dapat dilihat dalam Tabel 6.13.
Tabel 6.13 Simulasi Dampak Kenaikan Konsumsi Wisatawan Terhadap Output Perekonomian Bali Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 (Jutaan Rupiah)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Sektor Tanaman Dan Bahan Pangan Perkebunan Peternakan dan Perikanan Kehutanan Penggalian & Pertambangan Industri makanan dan Tembakau Barang Tekstil Kayu dan hasil hutan Industri kertas Bahan Kimia dan Karet Industri Pengolahan Lainnya Listrik dan air minum Konstruksi Perdagangan Restoran, Rumah makan, warung Hotel Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Pengangkutan Komunikasi, pos, dan Giro Jasa Keuangan Jasa Persewaan Jasa Lainnya Hiburan Jumlah
X 5.367.451,58 637.925,13 9.698.971,95 2.602,30 432.024,43 2.882.951,66 4.573.643,65 2.021.364,28 152.075,17 1.307.156,96 723.752,99 1.231.809,13 5.452.439,19 6.925.401,16 7.895.085,99 7.558.374,39 1.835.242,47 387.445,17 3.690.959,94 1.573.354,40 1.435.506,23 2.306.957,02 1.705.080,87 4.848.705,76 3.680.315,00 78.326.596,80
X1 5.611.437,35 676.544,58 10.336.758,95 2.718,47 435.606,68 3.046.138,68 4.974.026,10 2.154.323,27 162.977,28 1.413.867,83 757.218,65 1.279.886,60 5.497.450,65 7.205.196,47 8.592.354,56 8.312.105,53 1.969.375,83 402.155,89 4.033.708,86 1.665.489,89 1.548.623,09 2.421.809,54 1.733.496,64 4.904.146,50 3.945.758,50 83.083.176,43
X1-X 243.985,78 38.619,45 637.787,00 116,17 3.582,25 163.187,02 400.382,45 132.959,00 10.902,11 106.710,88 33.465,66 48.077,48 45.011,46 279.795,30 697.268,57 753.731,14 134.133,36 14.710,73 342.748,92 92.135,49 113.116,86 114.852,52 28.415,77 55.440,74 265.443,50 4.756.579,63
% 4,55 6,05 6,58 4,46 0,83 5,66 8,75 6,58 7,17 8,16 4,62 3,90 0,83 4,04 8,83 9,97 7,31 3,80 9,29 5,86 7,88 4,98 1,67 1,14 7,21 6,07
Sumber : Data Input-Output Pariwisata Bali 2007, Data Diolah
Berdasarkan data dalam Tabel 6.13, terlihat bahwa sektor hotel yang memiliki pengaruh paling banyak jika terjadi peningkatan konsumsi wisatawan sebanyak 15 persen. Sektor hotel mengalami peningkatan output sebesar 94
Rp 753.731,14 juta atau sebesar 9,97 persen dari peningkatan konsumsi wisatawan tersebut. Sektor kedua yang mengalami peningkatan pertumbuhan output adalah sektor restoran. Jika diperhatikan, kontribusi kenaikan konsumsi wisatawan sebanyak 15 persen akan meningkatkan output sektor restoran sebanyak Rp 697.268,57 juta atau sebesar 8,83 persen. Namun jika dilihat secara keseluruhan, maka kenaikan konsumsi wisatawan sebanyak 15 persen akan meningkatkan pertumbuhan output perekonomian Bali sebesar Rp 4.756.579,63 juta atau sebesar 6,07 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun tidak terjadi investasi atau pengeluaran pemerintah untuk pembangunan perekonomian serta tingkat ekspor dan perubahan stok relatif tetap, peningkatan dalam sektor pariwisata dalam hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan tingkat konsumsi wisatawan sudah cukup mampu dalam meningkatkan output perekonomian di Bali secara keseluruhan. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa pariwisata memiliki peran yang baik untuk mengembangkan perekonomian Bali. Untuk lebih meyakinkan hal tersebut, dapat dilihat simulasi dalam Tabel 6.14, dimana dalam kolom X1 menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah dan investasi meningkat 15 persen sedangkan faktor-faktor lainnya dianggap tetap. Kemudian X2 menunjukkan terjadi peningkatan alokasi perubahan stok sebesar 15 persen dan faktor-faktor lainnya dianggap tetap. Untuk kolom X3 menunjukkan ekspor meningkat sebesar 15 persen dan faktor-faktor lainnya tetap.
95
Tabel 6.14 Simulasi Dampak Kenaikan Pengeluaran Pemerintah dan Investasi (X1), Kenaikan Perubahan Stok (X2), Kenaikan Ekspor (X3) Terhadap Output Perekonomian Bali Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 (Persen)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Sektor X1 Tanaman Dan Bahan Pangan 2,93 Perkebunan 0,58 Peternakan dan Perikanan 2,83 Kehutanan 3,90 Penggalian & Pertambangan 8,41 Industri makanan dan Tembakau 2,10 Barang Tekstil 0,22 Kayu dan hasil hutan 1,45 Industri kertas 0,53 Bahan Kimia dan Karet 0,75 Industri Pengolahan Lainnya 2,74 Listrik dan air minum 0,36 Konstruksi 9,73 Perdagangan 3,74 Restoran, Rumah makan, warung 0,14 Hotel 0,23 Angkutan Darat 0,17 Angkutan Air 0,84 Angkutan Udara 0,44 Jasa Pengangkutan 0,35 Komunikasi, pos, dan Giro 0,45 Jasa Keuangan 2,28 Jasa Persewaan 0,67 Jasa Lainnya 12,41 Hiburan 1,16 Total 2,77 Sumber : Data Input-Output Pariwisata Bali 2007, Data Diolah
X2 3,10 2,52 2,26 2,16 1,22 1,65 0,18 2,72 2,60 1,23 2,06 1,04 1,34 1,79 0,19 0,26 0,17 2,37 0,44 1,74 0,83 3,27 4,12 0,50 0,30 1,33
X3 4,42 5,85 3,34 4,48 4,55 5,58 5,85 4,25 4,71 4,86 5,57 9,70 3,11 5,43 5,83 4,53 7,36 7,99 4,83 7,05 5,84 4,47 8,55 0,95 6,32 4,82
Berdasarkan Tabel 6.14, terlihat bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah dan investasi sebesar 15 persen akan meningkatkan total output perekonomian Bali sebesar 2,77 persen. Sementara itu, peningkatan alokasi perubahan stok sebesar 15 persen akan meningkatkan total output perekonomian Bali sebesar 1,33 persen, sedangkan peningkatan alokasi ekspor sebesar 15 persen
96
akan meningkatkan pertumbuhan output perekonomian Bali secara keseluruhan sebesar 4,82 persen. Nilai-nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan output perekonomian Bali akibat adanya peningkatan konsumsi wisatawan yaitu sebesar 6,07 persen. Dengan adanya perbandingan simulasi tersebut, akan lebih meyakinkan bahwa pertumbuhan output perekonomian Bali sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor pariwisata, dalam hal ini ditunjukkan oleh peningkatan konsumsi wisatawan. Dengan meningkatkan pertumbuhan perekonomian Bali akibat kenaikan konsumsi wisatawan, idealnya akan meningkatkan pula kesejahteraan masyarakat Bali. Peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut dapat dilihat dari peningkatan konsumsi maupun pendidikan masyarakat di Bali. Konsumsi tersebut termasuk diantaranya kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Contoh nyatanya dapat dilihat dari jumlah kendaraan di Bali yang semakin padat, bahkan di daerah pedesaan. Pendidikan masyarakat pun semakin meningkat. Dilihat dari peningkatan jumlah sarjana dan bahkan pasca sarjana. Ini menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat meningkat akibat multiplier yang ditimbulkan pariwisata. Dengan demikian, sebaiknya pemerintah lebih mendorong pembangunan industri pariwisata untuk memajukan perekonomian Bali.
97
6.4.3
Simulasi II : Asumsi Penurunan Konsumsi Wisatawan Sebesar 10 Persen Simulasi dampak penurunan wisatawan dalam penelitian ini menunjukkan
seberapa besar pengaruh penurunan konsumsi wisatawan terhadap pertumbuhan output perekonomian Bali. Berdasarkan Tabel 6.15 terlihat bahwa penurunan konsumsi wisatawan sebanyak 10 persen akan menurunkan pertumbuhan output perekonomian Bali secara keseluruhan sebesar 4,05 persen. Sektor yang terpengaruh paling besar akibat adanya penurunan konsumsi wisatawan adalah sektor hotel yaitu menurun sebanyak Rp 502.487,43 juta atau sebesar 6,65 persen. Sektor kedua yang pertumbuhannya paling dipengaruhi oleh penurunan konsumsi wisatawan adalah sektor restoran. Sektor ini menurun sebanyak Rp 464.845,71 juta atau sebesar 5,89 persen akibat adanya penurunan konsumsi wisatawan sebanyak 10 persen. Sektor hotel dan restoran yang terkena dampak paling besar ini merupakan sektor yang termasuk dalam kelompok sektor pariwisata (Tabel. 6.15).
98
Tabel 6.15 Simulasi Dampak Penurunan Konsumsi Wisatawan Terhadap Output Perekonomian Bali Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 (Jutaan Rupiah)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Sektor Tanaman Dan Bahan Pangan Perkebunan Peternakan dan Perikanan Kehutanan Penggalian & Pertambangan Industri makanan dan Tembakau Barang Tekstil Kayu dan hasil hutan Industri kertas Bahan Kimia dan Karet Industri Pengolahan Lainnya Listrik dan air minum Konstruksi Perdagangan Restoran, Rumah makan, warung Hotel Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Pengangkutan Komunikasi, pos, dan Giro Jasa Keuangan Jasa Persewaan Jasa Lainnya Hiburan Jumlah
X 5.367.451,58 637.925,13 9.698.971,95 2.602,30 432.024,43 2.882.951,66 4.573.643,65 2.021.364,28 152.075,17 1.307.156,96 723.752,99 1.231.809,13 5.452.439,19 6.925.401,16 7.895.085,99 7.558.374,39 1.835.242,47 387.445,17 3.690.959,94 1.573.354,40 1.435.506,23 2.306.957,02 1.705.080,87 4.848.705,76 3.680.315,00 78.326.596,80
X1 5.204.794,39 612.178,82 9.273.780,62 2.524,85 429.636,26 2.774.160,32 4.306.722,02 1.932.724,95 144.807,09 1.236.016,37 701.442,55 1.199.757,47 5.422.431,55 6.738.870,96 7.430.240,28 7.055.886,96 1.745.820,23 377.638,01 3.462.460,66 1.511.930,74 1.360.094,99 2.230.388,67 1.686.137,02 4.811.745,26 3.503.352,66 75.155.543,71
X1-X -162.657,18 -25.746,30 -425.191,33 -77,45 -2.388,17 -108.791,34 -266.921,63 -88.639,33 -7.268,07 -71.140,59 -22.310,44 -32.051,65 -30.007,64 -186.530,20 -464.845,71 -502.487,43 -89.422,24 -9.807,15 -228.499,28 -61.423,66 -75.411,24 -76.568,35 -18.943,85 -36.960,49 -176.962,34 -3.171.053,09
% -3,03 -4,04 -4,38 -2,98 -0,55 -3,77 -5,84 -4,39 -4,78 -5,44 -3,08 -2,60 -0,55 -2,69 -5,89 -6,65 -4,87 -2,53 -6,19 -3,90 -5,25 -3,32 -1,11 -0,76 -4,81 -4,05
Sumber : Data Input-Output Pariwisata Bali 2007, Data Diolah Dalam simulasi ini, mewakili keadaan bilamana terjadi perekonomian krisis. Seperti yang kita ketahui, perkembangan pariwisata tidak selamanya berjalan lancar dan terus meningkat. Ada kalanya saat-saat dimana terjadi penurunan kunjungan wisatawan yang berpengaruh terhadap tingkat konsumsi wisatawan. Dalam simulasi ini menunjukkan pertumbuhan output perekonomian Bali akan menurun sebesar 4,05 persen apabila terjadi penurunan konsumsi wisatawan sebesar 10 persen. Hal ini pernah terjadi saat adanya travel warning ,
99
dimana beberapa negara melarang warganya untuk berwisata ke Bali. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah harus jeli dalam mencari pemecahan masalahnya. Sebuah
alternatif
yang dapat
dilakukan misalnya
dengan
meningkatkan ekspor barang kerajinan Bali. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan output perekonomian Bali. Meskipun nilainya kecil namun tidak menunjukkan penurunan output (Tabel 6.16)
Tabel 6.16 Simulasi Dampak Penurunan Konsumsi Wisatawan dan Peningkatan Ekspor Terhadap Output Perekonomian Bali Dalam Tabel I-O Pariwisata Bali Tahun 2007 (Persen) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Sektor Tanaman Dan Bahan Pangan Perkebunan Peternakan dan Perikanan Kehutanan Penggalian & Pertambangan Industri makanan dan Tembakau Barang Tekstil Kayu dan hasil hutan Industri kertas Bahan Kimia dan Karet Industri Pengolahan Lainnya Listrik dan air minum Konstruksi Perdagangan Restoran, Rumah makan, warung Hotel Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Jasa Pengangkutan Komunikasi, pos, dan Giro Jasa Keuangan Jasa Persewaan Jasa Lainnya Hiburan Jumlah Sumber : Data Input-Output Pariwisata Bali 2007, Data Diolah
100
X1 1,39 1,82 -1,05 1,51 3,99 1,81 0,01 -0,13 -0,07 -0,58 2,49 7,10 2,56 2,74 -0,06 -2,12 2,48 5,46 -1,36 3,15 0,59 1,15 7,43 0,19 1,52 0,77
Berdasarkan Tabel 6.16 dapat dilihat bahwa penurunan konsumsi wisatawan sebesar 10 persen, dapat disiasati dengan meningkatkan ekspor sebesar 15 persen (kolom X1). Dengan demikian pertumbuhan output perekonomian Bali dapat meningkat sebesar 0,77 persen. Nilai tersebut tentunya akan lebih baik jika dibandingkan dengan membiarkan terjadinya penurunan konsumsi wisatawan tanpa usaha untuk meningkatkan alokasi pada elemen lainnya. Peningkatan ekspor barang dan jasa dipilih untuk meningkatkan pertumbuhan output perekonomian Bali dalam kondisi krisis, karena elemen ini yang dianggap paling mampu untuk bertahan. Pengeluaran pemerintah dan investasi dalam bidang pariwisata dianggap kurang tepat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan output karena elemen ini sangat dipengaruhi oleh konsumsi wisatawan. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendukung pengusaha industri pariwisata untuk menggalakkan ekspor dalam kondisi perekonomian krisis. Dengan demikian, konsumsi wisatawan bukan satu-satunya sumber pertumbuhan output perekonomian. Namun, masih ada solusi lainnya yang dapat dilakukan dalam menjaga tingkat pertumbuhan output perekonomian Bali.
101
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) tertinggi adalah sektor peternakan dan perikanan. Sektor ini memiliki keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0,6150 dan keterkaitan tak langsung sebesar 1,3429. Sedangkan sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi adalah sektor industri makanan dan tembakau. Sektor ini memiliki keterkaitan ke belakang secara langsung sebesar 0,6960 dan keterkaitan tak langsung sebesar 1,0963. Dilihat dari daya sebar ke depan dan ke belakang tertinggi dari kelompok sektor pariwisata adalah sektor restoran, yaitu sebesar 1,0058 dan 1,1364 (DSD > 1 ; DSB > 1). Ini menunjukkan bahwa sektor restoran memiliki daya dorong yang kuat untuk meningkatkan output sektor lainnya. 2. Dampak yang ditimbulkan pariwisata terlihat dalam besarnya koefisien output multiplier dan income multiplier. a. Koefisien output multiplier tipe I tertinggi adalah sektor peternakan dan dan perikanan dengan koefisien 1,958. Koefisien sebesar itu dapat diartikan bahwa kenaikan permintaan akhir senilai Rp 1.000,00 akan meningkatkan output sektor ini sebesar Rp 1.958,00. Jika dilihat
102
berdasarkan kelompok sektor pariwisata, sektor restoran merupakan sektor yang memiliki koefisien tertinggi untuk output multiplier tipe I, dengan nilai 1,303. Koefisien sebesar itu dapat diartikan bahwa kenaikan permintaan akhir senilai Rp 1.000,00 akan meningkatkan output sektor ini sebesar Rp 1.303,00. Sama halnya yang terlihat pada output multiplier tipe I, untuk output multiplier tipe II yang memiliki koefisien tertinggi adalah sektor peternakan dan perikanan sebesar 2,599. Berarti kenaikan permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp 1.000,00 akan meningkatkan output sektor tersebut sebesar Rp 2.599,00. Jika dilihat berdasarkan kelompok sektor pariwisata sektor yang memiliki koefisien output multiplier II tertinggi adalah sektor restoran dengan nilai 1.397. Ini berarti kenaikan permintaan akhir pada sektor restoran sebesar Rp 1.000,00 akan meningkatkan output sektor tersebut sebesar Rp 1.397,00. b. Sektor industri makanan dan tembakau merupakan sektor yang memiliki koefisien income multiplier Tipe I yang tertinggi yaitu 1,874, yang artinya kenaikan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp 1000,00 akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor ini sebesar Rp 1.874,00. Berdasarkan kelompok sektor pariwisata, maka sektor restoran merupakan sektor dengan koefisien tertinggi yaitu 1,667, dengan demikian kenaikan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp 1000,00 akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor ini sebesar Rp 1.667,00. Sementara itu, untuk income multiplier Tipe II sektor jasa sosial dan kemasyarakatan menjadi sektor yang
103
memiliki koefisien tertinggi yaitu 2,392 sehingga setiap kenaikan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp 1000,00 akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor ini sebesar Rp 2.392,00. Sama halnya dengan income multiplier Tipe I, pada Tipe II ini pun sektor restoran merupakan sektor dengan koefisien tertinggi pertama pada kelompok sektor pariwisata, dan tertinggi ketiga jika dilihat berdasarkan 25 sektor perekonomian secara keseluruhan, dengan nilai 2,035 dengan demikian setiap kenaikan permintaan akhir sektor ini sebesar Rp 1000,00 akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor ini sebesar Rp 2.035,00. 3. Apabila mengacu pada koefisien pengganda output, maka indeks kelompok sektor non pariwisata lebih besar dibandingkan dengan kelompok sektor pariwisata. Ini berarti bahwa dalam pengembangan pariwisata, lebih banyak memafaatkan output sektor non pariwisata. Sementara itu apabila mengacu pada pengganda pendapatan, terlihat bahwa indeks kelompok sektor pariwisata lebih besar daripada sektor non pariwisata, ini berarti bahwa sektor pariwisata lebih mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga sebaiknya dalam mengembangkan pembangunan di Bali sebaiknya difokuskan dalam bidang pariwisata. Berdasarkan indeks keterkaitan ke depan, terlihat bahwa sektor kehutanan memiliki indeks terkecil yaitu 0,773. Sedangkan berdasarkan keterkaitan ke belakang yang memiliki indeks terkecil adalah sektor listrik dan air minum yaitu 0,79996.
104
4. Berdasarkan pengeluaran wisatawan maka yang berdampak terbesar terhadap pariwisata adalah wisatawan mancanegara, yang menyebabkan pertumbuhan output sebesar Rp 11.819.924,- juta atau sebesar 81,65 persen dari total output di kelompok sektor pariwisata dan 28,97 persen dari total ouput dalam 25 sektor perekonomian. Jika diperhatikan kontribusi output dampak pariwisata terhadap output perekonomian Provinsi Bali, terlihat bahwa sumbangan output dampak
pariwisata
mencapai
sebesar
52,08
persen
yaitu
sebesar
Rp 40.794.748,- juta dari total output perekonomian yang mencapai Rp 78.325.605,- juta. Jika dilihat berdasarkan simulasi kenaikan dan penurunan konsumsi wisatawan, terlihat bahwa dampak yang ditimbulkan akibat kenaikan konsumsi wisatawan sebanyak 15 persen akan mampu meningkatkan pertumbuhan output perekonomian Bali sebesar 6,07 persen. Sementara itu, dampak yang ditimbulkan akibat penurunan konsumsi wisatawan sebanyak 10 persen akan menurunkan pertumbuhan output pariwisata Bali secara keseluruhan sebesar 4,05 persen.
7.2 Saran Berdasarkan pembahasan dan simpulan yang telah diambil, dapat disampaikan saran sebagai berikut : 1. Untuk lebih menunjang peningkatan output pada sektor kehutanan sebagai sektor yang memiliki koefisien keterkaitan ke depan terendah, strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan sektor kehutanan di Bali adalah dengan memanfaatkan hutan sebagai salah satu daya tarik wisata. Misalnya dengan
105
mempromosikan hutan sebagai ekowisata, wisata petualangan (adventure tourism) ataupun wisata religi seperti
yoga. Sementara itu untuk
mengembangkan sektor listrik dan air minum sebagai sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang terendah, strategi yang dapat dilakukan dapat dengan lebih fokus memanfaatkan output yang dihasilkan oleh sektor ini. Walaupun sektor ini kurang mampu menggerakkan produktivitas sektor lain, tetapi jika dilihat peranannya sebagai penyedia output bagi sektor-sektor lainnya cukup besar. Sektor listrik merupakan penggerak berbagai teknologi modern sedangkan air minum termasuk dalam kebutuhan pokok kehidupan. Sehingga untuk pengembangan sektor ini lebih difokuskan sebagai penunjang input sektor perekonomian lainnya. 2. Pemerintah Provinsi Bali perlu menetapkan tentang kebijakan standar upah minimum yang ideal khususnya bagi pekerja sektor pariwisata. Sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan dan lebih optimal dalam meningkatkan produktivitasnya. Selain itu, kebijakan mengenai standar upah minimum yang ideal diharapkan juga akan meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat khususnya yang bekerja di bidang pariwisata. 3. Untuk meningkatkan pengeluaran wisatawan perlu dilakukan beberapa langkah diantaranya promosi dengan menyasar pasar potensial berdasarkan segmentasi pasar terutama quality tourist. Kemudian dapat juga dilakukan dengan meningkatkan length of stay maupun repeater guest dengan cara meningkatkan kualitas produk pariwisata di Provinsi Bali.
106
Daftar Pustaka
Akil, Sjarifuddin. t.t. “Implementasi Kebijakan Sektoral dalam Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan dari Perspektif Penataan Ruang”. www.penataanruang.net/taru/Makalah/DirjenPR-pariwisata.pdf. Amir, Hidayat dan Nazara, Suahazil. 2005. “Analisis Perubahan Struktur Ekonomi (Economic Landscape) dan Kebijakan Strategi Pembangunan Jawa Timur : Analisis Input-Output”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Indonesia, Edisi Januari 2005. Jakarta: Universitas Indonesia. Anonim. 2002. “Butir-butir Pemikiran Pemulihan Pariwisata dan Ekonomi Bali Pasca Tragedi Kuta”. Seminar Regional Unud, 24 Desember 2002. Gubernur Bali. Denpasar. .
2006. “Kerangka Dasar Tabel Input-Output”. http//bappeda.pontianakkota.go.id/dok/bab%20ii%20I-O.pdf.
Antara, Made. t.t. “Dampak Pengganda Usaha Kecil Sektor Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Perekonomian Bali: Suatu Pendekatan Model InputOutput”. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Denpasar : Universitas Udayana. Antara, Made. 2000. “Dampak Pengeluaran Pemerintah dan Wisatawan serta Investasi Swasta Terhadap Kinerja Perekonomian Bali : Pendekatan Social Accounting Matrix”. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia. Vol. XLVIII No. 3, Hal. 253-273. Antara, Made. 2004. “Kebutuhan Investasi Sektor Basis dan Non Basis Dalam Perekonomian Regonal Bali”. www.pdfsearch.com/kebutuhan-investasisektor-basis-dan-non-basis-dalam-perekonomian-regional-bali. Denpasar. Arida, Sukma. 2006. “Krisis Lingkungan Bali dan Peluang Ekowisata”. http:// ejournal.unud.ac.id/new/volume-2-44-208.html. Jurnal Ekonomi dan Sosial, Input. Astakoni, I Made Purba, 2003. “Dampak Perubahan Permintaan Akhir (Konsumsi Rumah Tangga, Investasi dan Ekspor Barang dan Jasa) Terhadap Kinerja Perekonomian Bali Dalam Industri Pariwisata” (tesis).
107
Denpasar: Program Magister Kajian Pariwisata Program Pasca Sarjana Unud. Departemen Budaya dan Pariwisata. 2009. Bali Tourism Sattelite Account 2007. Jakarta. Dinas Pariwisata Seni dan Budaya. 2007. “Pengembangan Pariwisata Indonesia (Sabtu, 8 Desember 2007)”. http://pariwisata.jogja.go.id/index/extra. detail/1689/pengembangan-pariwisata-indonesia.html. Yogjakarta. Ferbianty, Dieny. 2009. “Tourism Satellite Account (Neraca Satelit Pariwisata)”. Artikel Tanggal 22 Juni 2009. http//pariwisata123.blogspot.com/ 2009/06/tourism-satelltie-account-neraca.html. Glasson, Jhon. (Paul Sitohang, Penerjemah). 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Jakarta: LPFE-UI. Kusworo, Hendrie Adji. t.t. ”Menyambung Rantai Putus Pariwisata Indonesia". www.budpar.go.id/page.php?ic=543&id=788. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Manacika, I Ketut. 2010. ”Dampak Pariwisata Terhadap Permintaan Output Sektor Pertanian di Provinsi Bali” (tesis). Denpasar: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Miller, R.E & Blair, P.D. 1985, Input-Output Analysis, Foundation and Extensions, New Jersey: Printice-Hall, Inc, Englewood Cliffs. Miller, R.E; Polenske, K.R; Rose, A.Z. 1989, Frontiers of Output-Input Analysis, Oxpord: University Press Mulyadi,S. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dalam
Perspektif
Mulyaningrum. 2005. “Eksternalitas Ekonomi dalam Pembangunan Wisata Alam Berkelanjutan. Studi Kasus pada Kawasan Wisata Alam BaturadenPurwokerto, Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah”. Jurnal Penelitian UNIB, Vol. XI, No. 1. Bengkulu: Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu. Nazara, Suahasil. 1997. Analisis Input-Output. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
108
Parikh A and D. Bailey. 1990. Tecniques Of Economic Analysis With Application’s. New York: Harvester Wheatsheaf. Santosa,
Setyanto. P. 2007. ”Pengembangan http://tsa/artikel.php.htm.
Spillane,
James. 1987. Ekonomi Yogayakarta: Kanisius.
Pariwisata
Pariwisata
Sejarah
dan
Indonesia”.
Prospeknya.
Sihite R, 2000. Tourism Industri (Kepariwisataan). Surabaya: Penerbit SIC. Simanjuntak. 1990. Pasar Tenaga Kerja. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Soekadijo, R.G, 2000. Anatomi Pariwisata, Memahami Pariwisata Sebagai Systemic Linkage, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Suhendra, Susy. E, dkk. t.t. ”Peranan Sektor Pariwisata dalam Pertumbuhan Ekonomi Makro Provinsi Bali dengan Pendekatan Input-Output”. Ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/ekbis/article/view/16. Suhendra, Euphrasia Susy. 2004. ”Analisis Struktur Sektor Pertanian Indonesia : Analisis Model Input-Output”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No. 2, Jilid 9. Depok : Universitas Gundarma. Suradnya, I Made. t.t. ”Analisis Faktor-faktor Daya Tarik Wisata Bali dan Implikasinya Terhadap Perencanaan Pariwisata Daerah Bali”. http://ejournal.unud.ac.id/analisis-faktor-faktor-daya-tarik-wisata-balidan-inplikasinya-terhadap-perencanaan-pariwisata-daerah-bali.html. Denpasar. Surya, Ida Bagus Ketut. 2005. “Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah Sektor Pertanian dalam Mendukung Sektor Pariwisata di Provinsi Bali”. Jurnal Doploma 4 Pariwisata. Denpasar : Universitas Udayana. Sutowo, P. 2000. ”Pariwisata Sebuah Model Pendekatan Strategi Pembangunan Nasional”. Bahan Rapat Dengar Pendapat PHRI dengan Komisi IV DPR RI.
109
Todaro. 2000. Perkembangan Ekonomi, Edisi Kelima. Jakarta: Bumi Aksara. Wiranatha, Agung Suryawan. 2010. Analisa Pasar Wisatawan Nusantara 2010. Dinas Pariwisata Provinsi Bali. Bali. Yoeti, Oka. A. 2008. Ekonomi Pariwisata. Jakarta: Kompas. Yotopoulos, P.A and J.B. Nugent, 1976. Economics Of Development Emperical Investigation, New York: Harper & Row Publisher.
110