TERORISME PELANGGAR PANCASILA
OLEH : NAMA : RINJANI ANWAR FUADY NIM : 11.12.5835 KELOMPOK : NUSA PROGRAM DAN JURUSAN : S1-SI DOSEN : MUHAMMAD IDRIS P,Drs,MM
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011
KATA PENGANTAR Alhamdulillah,Puji Syukur kapada Allah SWT. Yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga terselesaikannya makalah untuk memenuhi tugas Pancasila yang berjudul “TERORISME PELANGGAR PANCASILA”.Judul ini saya ambil karena maraknya terorisme zaman sekarang di Negara ini.Maka dari itu saya merasa perlu untuk mengangkat Judul ini menjadi sebuah Makalah. Tidak lupa juga terima kasih banyak kepada Semua Pihak yang mendukung terselesaikannya makalah ini.Sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Terakhir tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini kecuali Sang Pencipta.Maka dari itu jika ada kesalahan-kesalahan yang kurang berkenan di hati mohon dimaklumi.Sekian dan terima kasih.
Daftar Isi Daftar Isi........ ............................................................................ i Bab I Pendahuluan.................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................ 1 1.2. Tujuan ..................................................................... 2 1.3. Rumusan Masalah................................................... 3 Bab II Pembahasan.. ................................................................. 4 2.3. Terorisme ................................................................ 5 2.2. Republik Teroris ..................................................... 6 2.3. Runtuhnya Harga Diri Bangsa................................ 7 Bab III Penutup......................................................................... 9 3.1. Kesimpulan .............................................................. 9 3.2. Saran................ ........................................................ 10 Referensi
11
ABSTRAK Pancasila sudah menjadi barang biasa yang tidak dimaknai lagi. Sehingga dalam setiap persoalan Pancasila tidak dijadikan sebagai acuan, bahkan lima sila Pancasila hanya sebagai hafalan belaka bukan sebagai pemahaman ideologi kita. Apalagi pamong negara yang harusnya ngemong kita malah berebut harta dan kekuasaan semata dan tak bisa menjadi contoh bagi kita. Pancasila adalah landasan kita untuk bertindak dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun karena sering timbulnya gesekan-gesekan yang sudah tak memperdulikan pancasila lagi, maka kekerasan antara masyarakat dan masyarakat yang lain sering terjadi.Seperti pertikaian antar Masyarakat,Suku bahkan Agama. Sebagai warga yang baik kita seyogyanya turut serta dalam menjaga dan mentertibkan kecarut-marutan yang ada di negara kita. Karena semua massalah adalah bersumber dari perasaan ketidak adilan dan ketidak mampuan serta keinginan yang lebih dari yang dimilikinya tanpa adanya kerja keras. Oleh karena itu muncul kesenjangan yang begitu jauh antar personal penduduk kita. Maka sudah sepantasnya kita mawas diri dan tidak berkutat pada masalah individu yang tak kunjung selesai tanpa memperhatikan arus globalisasi yang mendera. Dengan demikian mari kita sambut kembali kedatangan Sang Garuda seperti saat kita menyambutnya pada momentum kemerdekaan semua rukun, adil, makmur dan sentosa.
Bab I Pendahuluan LATAR BELAKANG MASALAH Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia, memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang telah dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945 belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan UUD 1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum.
Dalam kajian filsafat hukum temuan Notonagoro , menerangkan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan ciri khas bangsa Indonesia") diakui adanya unsur universal dalam setiap agama.
Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita mengadakan perbandingan dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara, yang mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita.
Tampaknya, Pancasila masih kurang dipahami benar oleh sebagian bangsa Indonesia. Padahal, maraknya korupsi, suap, main hakim sendiri, anarkis, sering terjadinya konflik dan perpecahan, dan adanya kesenjangan sosial saat ini, kalau diruntut lebih disebabkan belum dipahaminya, dihayati, dan diamalkannya Pancasila.
Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : · melengkapi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pancasila · sebagai bahan reverensi mata kuliah Pancasila · salah satu cara untuk menggali pemikiran-pemikiran yang baru, orisinal, pemikiran dan realitas kehidupan warga negara · upaya untuk mengenalkan pemahaman tentang Pancasila itu sendiri.
RUMUSAN MASALAH Adapun yang akan dibahas kali ini adalah : 1. Apa itu Terorisme ? 2. Contoh Terorisme yang mengancam Motto Pancasila 3. Tanggapan Ahli 4. Faktor-faktor yang meruntuhkan Persatuan dan Kesatuan
Bab II Pendekatan dan Pembahasan PENDEKATAN Historis Terorisme di Indonesia bukanlah sesuatu yang baru untuk terjadi. Karena memang Kegiatan Terorisme sudah marak Terjadi di Indonesia sejak dulu. Apalagi setelah kejadian Bom Bali I Yang diprakarsai oleh Amrozi cs.Mereka merasa jihad padahal malah jahad. Sejak saat itu Kegiatan Terorisme tidak hentihentinya terjadi di Indonesia. Maka dari itu Militerisme Indonesia juga memperkuat diri dengan membentuk Tim Anti Teror yang disebut Densus 88 untuk melawan segala tindakan terorisme yang ada demi tercapainya Sila-sila Pancasila yang berisi tentang Keadilan. Sosiologis Para Pelaku terorisme tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya yang memang tidak melarang tindakan terror bahkan menganjurkannya demi maksud tertentu. Mereka dilatih dilingkungannya untuk melakukan kegiatan teror tapi berdasarkan konsep agama atau konsep lain yang memang sudah diselewengkan. Dan mereka menjalankan Pelatihan ini secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan pihak yang berwajib. Yuridis Terorisme merupakan suatu kegiatan yang dilarang menurut agama maupun berdasarkan hukum yang berlaku. Maka dari itu patutlah Tindakan melanggar HAM tersebut dikenai Sanksi yang tidak main-main seperti hukuman mati agar memberikan efek jera pada calon Pelakunya atau juniornya.
PEMBAHASAN Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tibatiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil. Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam. Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama. Hal ini sering terjadi Seperti pada Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, membuktikan bahwa gerakan radikalisme di Indonesia masih terus berlangsung. Jaringan terorisme yang sempat
dilumpuhkan oleh aparat kepolisian, ternyata tetap berkeliaran membangun komunitas dan sasaran baru yang lebih strategis dan menjanjikan.
Ledakan bom yang terjadi di Solo pastilah merupakan bagian dari jaringan yang sangat rapi dan terorganisasi secara sistematis. Peristiwa itu menjadi bukti bahwa bahaya terorisme masih merupakan sesuatu yang nyata di negeri ini, baik secara laten maupun manifestasi. Tak ubahnya seperti gempa bumi, di negeri ini potensi gerakan terorisme ada dan nyata. Untuk itu, jaringan radikalisme yang bersifat violence harus ditemukan dan dibongkar secara tuntas dengan segera. Hal ini mencerminkan bahwa terorisme sebagai gerakan radikal memiliki jaringan kuat karena mampu mengecoh kewaspadaan aparat kepolisian dalam mengantisipasi indikasi terjadinya aksi teror bom di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, aparat kepolisian seolah tak berdaya dan mati suri dalam mencegah tindakan kekerasan dengan menggunakan rakitan bom yang diledakkan di tempattempat ibadah.
Oleh sebab itu, aparat kepolisian harus mengungkap tuntas siapa jati diri pelakunya dan jaringan gerakan, sekaligus antek-antek intelektual di balik aksi terorisme itu. Pasalnya, mustahil peledakan bom itu dilakukan seorang diri. Mereka harus ditindak tegas untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
Semakin mencuatnya aksi teror yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, mengindikasikan bahwa kaderisasi gerakan radikal terus berlangsung pascatewasnya tokoh-tokoh penting dalam jaringan terorisme. Dengan kata lain, kaderisasi gerakan radikal ini memang masih terus berlangsung sedemikian cepat, karena ruang gerak di masyarakat untuk menyebarluaskan ajaran radikal cukup terbuka lebar.
Republik Teroris
Pertanyaannya adalah, apa dosa negeri ini, ketika persoalan terorisme yang melanda kita tidak bisa diatasi. Mungkinkah negeri ini sudah dikutuk menjadi “republik teroris”, karena terus ditimpa dinamika persoalan yang terus mengalir? Adakah harapan dan optimisme yang tetap kita junjung tinggi untuk menyelami dan menghayati hikmah dibalik tindakan kekerasan aksi teror bom yang terjadi di bumi pertiwi tercinta?
Di tengah bangsa lain sudah berbenah dan memperbaiki kondisi stabilitas negerinya, negeri ini masih tertatih-tatih untuk sekadar keluar dari amukan teror. Di manakah letak kesalahan negeri ini, sehingga persoalan terorisme terus-menerus berkembang pesat?
Kalau kita mengacu pada teori antropologi, bangsa ini tergolong sebagai the defeated culture. Sebuah bangsa yang ditakdirkan Tuhan untuk selalu kalah. Akan tetapi, teori ini kemudian dibantah, karena Tuhan tidak mungkin mengubah nasib satu kaum, bila mereka tidak mengubah nasibnya sendiri.
Teori ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Komaruddin Hidayat (2006), bahwa bangsa ini telah terjerat kubangan “self-destroying nation” ( bangsa yang menghancurkan dirinya sendiri). Kendati kita tidak menghendaki bangsa ini menghancurkan dirinya sendiri, namun sebutan sebagai republik teroris patut direnungkan kita bersama. Pasalnya, republik ini memang akrab dengan terjadinya teror bom dan selalu menjadi persoalan utama bagi keamanan bangsa untuk terlepas dari tindakan terorisme yang terus berlanjut.
Runtuhnya Harga Diri Bangsa
Dalam konteks ini, saya akan menyoroti dan menimbang harga diri bangsa yang cukup memilukan sehingga kita tidak terserabut oleh politisasi dan hegemonisasi pembangunan ala Barat yang lebih bernuansa hedonistik dan konsumeristik. Ketika harga diri bangsa tercabik-cabik oleh negeri asing, langkah apa yang harus kita lakukan untuk mematahkan dan membendung anggapan negatif tersebut? Bagaimana strategi alternatif untuk membendung tindakan kekerasan yang menimpa bangsa? Pada titik ini, kemerdekaan dan kemandirian menjadi jamian ideal untuk terlepas dari kubangan ketergantungan dan aroma ketidakpuasan maupun opsi untuk melakukan tindakan teror, sehingga tidak jarang kita mengorbankan harga diri bangsa kita. Dengan dalih untuk mempertahankan harga diri, tidak jarang seseorang atau sebuah bangsa mengorbangkan harta asal harga dirinya dapat terpelihara.
Saat ini pun dalih seperti itu semakin bermunculan di tengah tantangan dan ancaman terorisme merebak dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, para elite politik kita kerapkali mengorbankan harga diri bangsa dengan landasan ego dan arogansi yang berlebihan demi kemulusan memperoleh jabatan, kekuasaan, kekayaan, maupun popularitas.
Salah satu faktor kegagalan bangsa ini terlepas dari kubangan persoalan, terutama semakin derasnya aksi teror adalah karena kita tidak memiliki mental sebagai bangsa yang teguh dan tegar berdasarkan asas Pancasila. Kekuatan mental bangsa kita harus terus dipupuk dan dibina secara berkelanjutan agar bisa menghadapi
segala tantangan dan ancaman di masa depan.Kebersamaan dan Solidaritas Bangsa Indonesia juga harus terus dilakukan.Agar kita dapat mengamalkan Sila-sila Pancasila yang menyebutkan bahwa kita harus mengutamakan persatuan dan kesatuan tanpa melihat perbedaan Agama.Agar tidak ada kekerasan seperti Terorisme yang merugikan bangsa sendiri.
Bab III Penutup KESIMPULAN Bangsa kita memang tengah menghadapi problem akut nan krusial. Terlebih lagi bila dihadapkan pada persoalan aksi terorisme dan arogansi sukuisme yang sering terjadi di negeri kita tercinta. Kita dituntut untuk menghilangkan kesenangan dan kenikmatan sesaat, apalagi sampai mengorbankan harga diri dan memutus ikatan emosional kita sebagai satu kesatuan yang utuh. Dengan demikian, kita harus yakin bahwa bangsa kita pasti terlepas dari jeratan persoalan yang menghantam identitas dan harga diri bangsa. Pluralitas bangsa patut dijadikan lompatan luar biasa untuk menyatukan persepsi dan rasa solidaritas antar sesama, sehingga nilai-nilai kebangsaan akan tetap tertanam dengan baik. Itulah mengapa, persatuan dan kesatuan nasional baik yang bernuansa struktural maupun kultural (solidaritas sosial) yakin bisa dipertahankan di negeri ini, sebab bangsa ini memang didirikan atas dasar falsafah non-primordialisme, melainkan atas dasar rasa penderitaan yang sama (sense of common suffering). Jangan pernah kita biarkan negeri ini terpecah berkeping-keping, hanya karena menonjolnya kepentingan sektoral, kedaerahan, dan juga kepentingan kelompok. Dalam hal ini yang kita kembangkan adalah constructive pluralism, bukan menerapkan minority by force atau minority by will. Hal ini dilakukan agar Asas Pancasila tidak hanya dijadikan hafalan belaka melainkan juga diterapkan berdasarkan Sila-silanya.Karena juga semua sila yang ada di Pancasila berhubungan dengan Paham Integralistik.Yaitu Paham yang mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Negara.Agar Semua Rakyat Negara Kita terus bersatu tanpa adanya Terorisme.Perlu ditanamkan Jiwa Integralistik dalam Sanubari melalui Pancasila.Karena Pancasila membuat Bhinneka Tunggal Ika.
SARAN Oleh karena itu, kita harus bulatkan tekat dan jernihkan hati serta pikiran untuk merancang bangunan keindonesiaan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa kita. Yakinlah bahwa kita masih punya harapan dan idealisme untuk membendung benturan peradaban, agama, politik, maupun etnis di antara kita. Selanjutnya, kita harus percaya, bahwa bangsa ini memiliki keunggulan, karena diberi anugrah dan karunia yang luar biasa oleh Tuhan. Terakhir tetaplah memegang dasar Negara yaitu Pancasila dengan cara menerapkannya bukan hanya menghafalkannya apalagi tidak hafal dan tidak menerapkan itu lebih parah.Maka dari itu lakukan keduanya menghafal dan menerapkannya.
Referensi Thaib,SH,MSi ,Dahlan.1991.Pancasila Yuridis Ketatanegaraan.AMP YKPN:Yogyakarta Terorisme oleh Muhammad Takdir Jurnal Filsafat Pancasila ( No. 4 Thn. V, Desember 2000). “Refleksi Pancasila Terhadap persoalan kebangsaan dan Maslah-Masalah kontemporer”, Pusat Studi Pancasila-UGM :Yogyakarta Notonagoro,1971.Pancasila
secara
Ilmiah
Populer,PancuranTujuh:Jakarta Moerdiono et.al.,1996.Pancasila sebagai Ideologi, BP-7Pusat:Jakarta Suwarno,PJ,1993.Pancasila Indonesia,Kanisius:Yogyakarta
Budaya
bangsa