Ciu Tong jadi mendongkol, dia segera tertawa dingin “Haa…. ha…. aku masih mengira dia tidak bakal berani mencari gara-gara dengan kita orang ternyata mereka bermaksud untuk memperlihatkan sedikit permainan busuk dengan kita” “Buat apa mengurusi hal itu?” seru Sang Su-im tertawa tawar, “Kita berjalan dengan kaki kita sendiri, jikalau dia bermaksud untuk menemui kita sudah tentu dia bisa munculkan diri dengan sendirinya. Hehe…. akupun merasa benci juga dengan tindakannya yang sengaja memperlihatkan kemisteriusan ini,” Mereka berempat kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke depan, sewaktu hari sudah gelap mereka telah tiba di sebuah gua yang cukup besar, tanpa ragu lagi mereka berjalan masuk ke dalam gua tersebut. Sesampainya di dalam gua Ciu Tong segera menyapu sekejap memperhatikan keadaan gua itu, tampaklah suasana di tempat tersebut sunyi senyap tak tampak sesuatupun, cuma saja api setan itu masih tetap mengelilingi mereka tak buyar. Dengan dinginnya dia segera mendengus di dalam hati dia merasa rasa tak tenang dia tak tahu Si Budak Berdarah dari kegelapan sedang mempertunjukkan permainan apa. Terlihatlah wajah Sang Su-im amat tenang sekali, sedikitpun tidak tampak perubahan yang aneh, diam-diam di dalam hati dia merasa menyesal sendiri. Mereka berdua angkat nama bersama-sama, jikalau ketenangannya tidak dapat menangkan diri Sang Su-im, bukanlah hal itu merupakan satu peristiwa yang sangat memalukan sekali? Dia menarik napas panjang-panjang lalu sekali lagi menyapu sekejap sekeliling gua itu, dia tertawa. “Hmm, dengan kepandaian silat yang aku miliki saat ini ada siapa yang berani bermain gila denganku?” pikirnya. “Buat apa sikapku begitu waspada dan berhati-hati?” Perlahan-lahan dia memejamkan matanya untuk mengatur pernapasan. Lewat beberapa saat kemudian mendadak…. “Si Budak Berdarah!” teriak Sang Su-im. Ciu Tong merasakan hatinya bergidik, sepasang tangannya dari kiri dan kanan bersama-sama melancarkan pukulan menutup mulut gua tersebut. Tetapi baru saja dia melancarkan serangannya itulah mendadak dia merasakan suara desiran angin serangan yang amat tajam sekali sudah menghajar badannya. Seketika itu juga dia sadar sudah terkena serangan bokongan. dengan cepat tubuhnya berputar untuk menghadapi sesuatu. Tetapi serangan jari dari Sang Su-im ini sudah dipersiapkan sejak tadi, mana mungkin dia berhasil
menghindarkan diri? Walaupun dia sudah berputar badannya untuk menghindar tetapi waktu sudah terlambat jalan darah Tiong Hu, Sauw Yang serta Hay Sim tiga buah jalan darah pentingnya terasa dingin, hawa murninya seketika itu juga buyar dari badannya. Tampaklah Sang Su-im sambil tertawa dingin berdiri di sana dan memandang ke arah Ciu Tong dengan pandangan yang amat dingin sekali. Koan Ing yang melihat kejadian itu dari samping, dalam hati merasa terkejut pula, dia sama sekali tidak menyangka di saat-saat seperti ini Sang Su-im dapat turun tangan membokong diri Ciu Tong, bahkan cukup di dalam satu gerakan saja sudah berhasil mengalahkan dirinya. Ciu Tong yang kena tertotok di dalam hati merasa amat terkejut bercampur gusar. “Kau…. ” serunya, Ciu Pak yang melihat ayahnya tertawan, dia jadi ketakutan setengah mati, cepat dia mundurkan diri dan bersembunyi di pojokan gua itu. Terdengar Sang Su-im tertawa dingin, “Ini yang dinamakan dengan menggunakan cara yang sama untuk membalas cara yang kau gunakan tempo hari terhadap diriku,” serunya tertawa. Sang Su-im dengan perlahan segera menoleh ke arah Koan Ing yang saat itu sedang bangkit berdiri. “Sejak dahulu aku sudah menanti kesempatan yang baik ini,” ujarnya sambil tertawa tawar. “Paling sedikit lima tahun kemudian tenaga dalamnya baru bisa pulih kembali seperti sediakala, sekarang kan boleh turun tangan sesukamu untuk menghukum dirinya. Mendengar perkataan tersebut Koan Ing segera memandang ke arah Ciu Tong dengan termangumangu, kini Ciu Tong sudah tidak memiliki tenaga untuk melawan…. Tenaga dalamnya sudah buyar dan inilah suatu kesempatan buat dirinya untuk membalas dendam, tetapi dia yang teringat kalau dirinya adalah seorang ciangbunjin dari satu partai mana mau berbuat tindakan tersebut. Dia segera angkat kepalanya dan tertawa. “Bagus…. bagus sekali…. Sekarang kau boleh merasakan bagaimana rasanya kalau dibokong orang lain, tetapi aku tidak mau membinasakan dirimu pada saat ini, kalau aku berbuat demikian tidak lebih cuma mendatangkan kerugian buat nama besar dari Thian-yu-pay kami. “Bagus…. bersemangat,” puji Sang Su-im yang mendengar perkataannya itu. “Walaupun aku adalah seorang pangcu dari satu perkumpulan besar tetapi saat ini aku merasa amat kagum sekali atas sifatmu yang amat gagah ini.” Sehabis berkata dia segera menoleh memandang ke arah diri Ciu Tong. “Sekarang kau boleh pergi, lima tahun kemudian kita berjumpa kembali,” ujarnya dingin. Tenaga dalam dari Ciu Tong sudah buyar saat ini, badannya sama sekali tidak bertenaga, dalam hati
dia merasa sangat sedih bercampur gusar, walaupun pada saat ini dia bermaksud hendak mengadu jiwa dengannya, tapi hal ini juga tidak berguna. Karenanya terpaksa sambil merangkul badan Ciu Tong serunya dengan dingin, “Pada suatu hari bilamana tenaga dalam ku sudah pulih kembali aku akan datang kembali untuk membalas dendam…. “ Sehabis berkata dia melirik kembali sekejap ke arah diri Koan Ing. Dia sama sekali tidak menyangka dia orang yang sering membokong orang lain, Dia bisa mendapatkan bokongan juga dari Sang Su-im, tetapi nasi sudah jadi bubur, dia cuma bisa menghela napas panjang dan menyesali dirinya kurang berhati-hati…. Sang Su-im memandang sampai bayangan punggung dari Ciu Tong lenyap dari pandangan kemudian baru menghela napas panjang, dia merasa tindakannya kali ini rada sedikit kejam, tetapi ketika teringat kembali akan keganasan serta kelicikan dan Ciu Teng dia merasa tindakannya ini adalah sangat tepat sekali untuk dirasakan oleh dia orang. Koan Ing sendiri yang melihat keadaan Ciu Tong pada saat ini, diapun tidak tahu haruskah merasa bergirang hati ataukah menyesal. Hari sudah hampir terang tanah, kita harus beristirahat sebentar untuk kemudian melanjutkan perjalanan kembali, tiba-tiba terdengar suara dari Sang Su-im memecahkan kesunyian. Belum sempat Koan Ing memberikan jawabannya mendadak terdengar suatu suara tertawa yang amat dingin sekali berkumandang dari kejauhan yang semakin lama semakin mendekat seluruh angkasapun dengan cepat sudah dipenuhi dengan suara tertawa yang melengking tinggi dan mendirikan bulu roma itu. Mendengar suara tertawa seram itu air muka Sang Su-im seketika itu juga berobah sangat hebat. “Si Budak Berdarah dari kegelapan sungguh-sungguh sudah datang!” teriaknya dengan suara yang amat berat. Koan Ing sendiripun merasa amat terperanjat, dengan cepat dia melongok ke depan gua. Tampaklah api-api setan berwarna merah darah itu bergerak semakin ke atas diikuti sesosok bayangan merah darah dengan kecepatan yang luar biasa menubruk datang. Sang Su-im segera membentak rendah, tidak menanti bayangan darah itu menerjang masuk ke dalam gua, dia babat tangannya ke depan berturut-turut melancarkan tujuh totokan dahsyat. Seketika itu juga suara desiran angin serangan yang amat tajam berkelebat memenuhi seluruh gua tersebut. Segulung angin pukulan laksana menggulungnya ombak di tengah samudra dengan dahsyatnya segera mengalir masuk ke dalam gua….
“Braak!” dengan hebatnya menghajar di depan dinding gua membuat seluruh gua dipenuhi dengan suara dengungan yang memekikkan telinga. Koan Ing jadi terperanjat, dengan cepat dia berkelebat menyingkir ke samping. Terdengarlah Sang Su-im bersuit nyaring, tangannya kembali membabat ke depan menyentilkan tujuh gulung angin serangan yang amat tajam, tampak bayangan jari berkelebat menutupi gua membuat bayangan darah itu tak dapat maju ke depan barang selangkahpun. Mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang suara pujian kepada sang Buddha yang amat rendah tapi berat sekali bayangan darah itu dengan cepatnya berkelebat kembali ke arah luar. Air muka Sang Su-im berubah jadi pucat pasi, selamanya dia belum pernah didesak di bawah angin oleh serangan musuhnya, tidak disangka hari ini ternyata untuk menerjang keluar dari gua itu pun dia sudah menemui kegagalan. Waktu ini cuaca sudah terang tanah, tanpa keluar dari gua lagi Sang Su-im sudah tahu kalau Thian Siang Thaysu dari Siauw-lim-pay sudah tiba di sana, dia mengkerutkan alisnya rapatrapat, agaknya saat ini dia ingin bertemu dengan diri mereka. Kepada Koan Ing cepat ujarnya. “Mari kita keluar saja.” Koan Ing segera mengangguk dan berjaIan keluar dari gua itu Tampaklah di depan gua sudah berdiri menanti berpuluh orang hweesio, di tengah-tengah para hweesio itu berdirilah seorang hweesio tua Yang alisnya sudah memutih dengan memakai pakaian kasa berwarna kuning, di belakangnya berdirilah seseorang yang bukan lain adalah Hud Ing Thaysu adanya. Di belakang Hud Ing Thaysu berdirilah sebaris hwesio bersenjatakan toya dan paling belakang berdirilah dua puluh empat orang hwesio lagi, Ketika Sang Su-im berjalan keluar dari gua itu segera tampaklah hweesio tua berkasa kuning itu merangkap tangannya memberi hormat, “Pinceng Thian Siang, bukankah sicu adalah Sang pangcu?” ujarnya, Sang Su-im tertawa tawar, sinar matanya menyapu sekejap ke arah hweesio tersebut lantas balik tanyanya, “Thaysu datang kemari entah ada urusan apa?” “Pinceng datang ke daerah Tibet sebetulnya ada tiga urusan,” sahut Thian Siang Thaysu sambil tertawa, “Pertama adalah dikarenakan munculnya kembali Si Budak Berdarah dari kegelapan Pak Li Heng, kedua, karena urusan kereta berdarah dan ketiga dikarenakan urusan Sang Pangcu.” Sembari berkata sinar matanya dengan sangat tajam memperhatikan wajahnya. Sang Su-im yang namanya ada di deretan empat manusia aneh ditambah pula sebagai pangcu dari satu
perkumpulan besar sudah tentu mengetahui keadaan dari setiap kalangan, dia yang melihat Thian Siang Thaysu bersikap demikian segera tertawa tawar. “Apakah dikarenakan urusan terbakarnya kuil Han-poh-si?” Thian Siang Thaysu sama sekali tidak menyangka kalau Sang Su-im bisa bersikap demikian tawarnya, dia orang yang berkedudukan sebagai seorang ciangbunjin satu pantai besar dan merupakan juga seorang pendeta beribadat tinggi nafsu ingin menangnya di dalam hati sudah lenyap sejak semula, walaupun begitu pada saat ini tak kuasa ujarnya juga, “Sang Pangcu apakah tidak merasa kalau tindakan putrimu membakar kuil Han-poh-si adalah satu tindakan keterlaluan.” “Tentang urusan ini lebih baik Thaysu jangan banyak bertanya saja!” potong Sang Su-im dengan dingin. “Hud Ing sute juga berasal dari Siauw-lim-pay kami, jikalau Sang pangcu berbuat demikian bukankah sedikit keterlaluan?” ujar Thian Siang Thaysu dengan perlahan, “Walaupun perbuatan ini bukanlah perbuatan dari Sang Pangcu sendiri tetapi asalkan Sang Pangcu mau meminta maaf terhadap Hud Ing Sute, maka urusan ini akan kami bikin beres saja.” Mendengar perkataan itu Sang Su-im segera mengerutkan alisnya rapatrapat. “Hud Ing memukul luka diri Koan Ing lalu memaksa mereka masuk ke dalam selat Im Shia apakah perbuatan ini tidak keterlaluan? Aku rasa lebih baik kau hweesio gede tidak usah ikut campur saja sehingga membuat semua orang merasa tidak gembira.” Dengan perlahan-lahan Thian Siang Thaysu memejamkan matanya. “Hal itu adalah permintaanku yang paling murah, bilamana Sang Pangcu masih tidak mau menerimanya juga maka di tengah peradilan para Bu-lim aku rasa Sang Pangcu tidak akan dapat mengingkari dosa itu lagi.” Koan Ing yang melihat Thian Siang Thaysu sebagai seorang Ciangbunjin sebuah partay besar ternyata omongannya sangat mendesak orang, membuat di dalam hati dia merasa sangat tidak puas. “Apa yang dimaksud pengadilan para Bu-lim?” serunya keras-keras. “Aku sama sekali tidak pernah mendengar,” “Koan Ing, di tempat seperti ini kau tidak berhak untuk ikut campur berbicara.” ujar Thian Siang Thaysu dengan cepat. “Tetapi dia mewakili aku berbicara,” sambung Sang Su-im dengan cepat. Dengan pandangan yang amat tajam Thian Siang Thaysu segera memperhatikan diri Sang Su-im. “Bilamana Sang pangcu masih tidak mau menerima keputusan ini. aku rasa ini hari terpaksa pinceng
harus minta pelajaran ilmu Han Yang Ci dari sang pangcu yang sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw itu. “Oooh kiranya Thaysu datang kemari sengaja mengurusi peristiwa ini.” ujar Sang Su-im sambil tertawa tawar, “sampai saat ini aku Sang Su-im belum pernah menjajal ilmu silat dari kalangan lurus hee…. hee…. ini hari aku boleh buka mata menambah pengalaman.” “Omitohud,” puji Thian Siang Thaysu kepada sang Buddha, ini hari terpaksa pinceng harus minta sedikit pelajaran dari ilmu jari Sang pangcu.” Sang Su-im menarik napas panjang-panjang, dia tertawa tawar, tetapi di dalam hati diam-diam sudah mengambil persiapan untuk menghadapi sesuatu. Dari antara tiga manusia genah empat manusia aneh selamanya belum pernah bentrok satu sama lainnya, pertempuran yang bakal terjadi ini hari bukan saja merupakan pertempuran diantara mereka berdua melainkan pertempuran antara tiga manusia genah dengan empat manusia aneh. Ooo)*(ooO Bab 18 DENGAN perlahan Thian Siang Thay su memejamkan matanya rapatrapat, dia berdiri di tempat itu sama sekali tidak bergerak sedangkan para hweesio lainnyapun segera pada mengundurkan diri ke belakang. Sinar mata dari Sang Su-im segera berkelebat tak hentihentinya, di dalam hati diam-diam pikirnya, “Hmmm…. Hweesio gundul ini begitu berani menantang aku untuk bergebrak, sungguh bernyali Aku tidak percaya dia mempunyai jurus serangan yang dapat memperoleh kemenangan dengan pasti.” Di tengah suasana yang amat hening itulah mendadak terdengar seorang hweesio tua maju ke depan dan berteriak keras, “Sang Su-im adalah seorang iblis dari kalangan Hek-to kenapa ciangbunjin harus turun tangan sendiri? Biarlah aku Thian Liong mewakili ciangbunjin menerima serangannya untuk kali ini!” Sang Su-im yang melihat Thian Liong Thaysu penjaga dari Tat Mo Tong hendak maju ke depan mewakili Ciangbunjin dia segera mendengus dengan amat dingin Thian Siang Thaysu yang melihat Thian Liong Thaysu hendak maju mewakili dirinya, dia rada ragu-ragu sebentar pikirnya, “Walaupun kepandaian silat dari Thian Liong Thaysu tidak seberapa tinggi kalau dibandingkan dengan kepandaianku tetapi sekalipun dia maju belum tentu bisa menderita luka, bahkan mungkin kalau memperoleh kemenangan malah bisa angkat namanya di dalam Bu-lim…. “ Berpikir akan hal ini dengan perlahan dia mengangguk. “Kalau begitu sute harus sedikit berhati hati!” serunya.
Setelah itu dia mengundurkan diri dua langkah ke belakang. Thian Liong Thaysu segera maju ke depan, kepada Sang Su-im ujarnya dengan suara yang amat dingin sekali. “Hmm, hmm, tidak kusangka yang disebut sebagai empat manusia aneh tidak lebih cuma manusiamanusia goblok yang pintarnya ngomong besar. Di dalam hati diam-diam Sang Su-im merasa amat gemas sekali dia gemas senjata Cap jie Sin Kiamnya tidak dibawa serta, kalau tidak terhadap manusia semacam ini dia sama sekali tidak akan memandang sebelah matapun. Baru saja dia hendak berbicara, mendadak terdengar Koan Ing yang ada disampingnya sudah berseru. “Empek Sang, bagaimana kalau pertempuran kali ini siauwtit yang menerimanya?” Begitu perkataan tersebut diucapkan keluar oleh Koan Ing masing-masing pihak segera pada merasa kaget, Thian Liong Thaysu adalah merupakan seorang hwesio berkepandaian tinggi dari ruangan Tat Mo Tong di kuil Siauw-lim-si, sebaliknya walaupun kepandaian dari Koan Ing amat tinggi, dia tidak lebih cuma anak murid angkatan kedua, bagaimana saat ini dia berani menantang dari angkatan tua? Sang Su-im rada sedikit melengak dibuatnya, dengan perlahan dia menoleh memandang ke arah Koan Ing, dia tahu dia orang berbicara secara sungguh-sungguh karena itu tak terasa lagi dia sudah mengangguk. “Baiklah,” serunya. Tetapi sebentar kemudian dia sudah merasa menyesal kembali karena telah bicara demikian, terpaksa sambungnya lagi, “Tapi kau harus sedikit berhati-hati!” Di dalam hati dia benarbenar merasa sangat berterima kasih sekali terhadap tindakan dari Koan Ing yang melindungi wajah serta kedudukannya itu, bagaimanapun juga dia tidak akan membiarkan Koan Ing menderita luka di bawah serangan Thian Liong Thaysu. Thian Liong Thaysu yang melihat Sang Su-im membiarkan Koan Ing maju menghadapi dirinya, dengan dinginnya dia segera mendengus. “Susiok!” tiba-tiba terdengar seorang hweesio berusia pertengahan yang ada di belakang berseru kepada Thian Liong Thaysu. “Bagaimana kalau pertempuran kali ini biar aku yang menerima?” Di dalam hati Thian Liong Thaysu merasa amat marah karena Sang Su-im sudah menyuruh Koan Ing menghadapi dirinya, dia segera tertawa dingin. “Tidak perlu!” sahutnya. “Aku orang memang ingin sekali menjajal kepandaian silat dari jagoan berkepandaian tinggi yang baru saja menerjunkan diri ke dalam Bu-lim ini.”
Koan Ing tahu Thian lang Thaysu tentu akan marah sekali atas kejadian ini, dia tersenyum lantas mencabut keluar pedang Kim Hong Kiamnya, “Cayhe hendak menggunakan pedang ini minta sedikit pelajaran dari Thaysu.” Sepasang alis dari Thian Liong Thaysu segera dikerutkan rapatrapat, dia tidak ingin banyak bicara lagi tubuhnya segera bergerak menubruk ke arah diri Koan Ing. Melihat gerakan tersebut dalam hati Sang Su-im segera paham kalau Thian Liong Thaysu hendak mengalahkan diri Koan Ing di dalam waktu yang amat singkat karena itu baru saja maju ke depan dia sudah mengeluarkan ilmu Thian Liong Fat Su-nya. Saat ini kepandaian silat yang dimiliki Koan Ing jauh lebih lihay jika dibandingkan dengan kepandaiannya dahulu, melihat Thian Liong Thaysu menubruk maju ke depan, tangan kanannya segera digetarkan…. pedang panjangnya dengan membentuk gerakan busur di tengah berkelebat sinar keemasemasan mengancam jalan darah Thay Yang Hiat pada tubuh Thian Liong Thaysu. Thian Liong Thaysu segera mendengus dingin, tubuhnya yang ada di tengah udara segera membalik, lima jari tangan kanannya bagaikan kilat cepatnya mencengkeram pedang Kiem-hong-kiam tersebut, Koan Ing segera menggetarkan pedangnya sehingga balik seperti keadaan semula dan menghindarkan diri dari cengkeramannya mencapai pada sasaran yang kosong, tubuhnya dengan cepat menubruk ke bawah, jurus serangannya dilancarkan bagaikan mengalirnya air sungai, tubuhnya sedikit merandek di tengah udara kemudian meneruskan tubrukannya ke atas tubuh Koan Ing. Dalam hati Koan Ing merasa sangat terperanjat dia sama sekali belum pernah melihat ilmu silat yang bisa berhenti di tengah udara begitu lamanya. Pikirannya segera berputar mendadak jurus serangannya yang pernah dibacanya di dalam kitab pusaka Boe shia Koei Mie kembali berkelebat dalam benaknya, pedang panjangnya di tangan kanannya segera dilintangkan ke depan dengan menggunakan jurus ‘Thian Hong Cu Lok’ atau pelangi langit menghalangi jalan memunahkan datangnya serangan tersebut. Jurus serangannya ini sebenarnya adalah jurus ‘Thian Hong Cu Lok dari ‘Thian-yu Ji Cap Su Cau’ tetapi mirip juga dengan ilmu pedang Lam Hay Kiam Hoat yang sangat menggetarkan dunia kangouw yaitu jurus ‘Thian Hong Teh Bun atau langit tertutup tanah membelah.’ Tetapi di dalam jurus itu mengandung juga tenaga dari ilmu pedang ‘Thian-yu Kiam Hoat’. Thian Liong Thaysu bukanlah manusia sembarangan, pengetahuannya amat luas, di dalam sekali pandang saja dia telah mengetahui jurus pedang dari Koan Ing itu. Dia mendengus dingin, lima jari dari tangan kanannya segera mencengkeram tubuh pedang Kiemhong-kiam itu, agaknya dia bermaksud hendak merebutnya. Sinar mata dari Koan Ing berkelebat tak hentihentinya, mendadak dia teringat kembali akan beberapa patah kata yang pernah di bacanya di dalam kitab pusaka itu.
Tangan kanannya digetarkan pedang Kiem-hong-kiam balik menyerang ke kanan, dengan tetap menggunakan jurus “Thian Hong Coe Lok” dia menyerang kembali ke depan tetapi secara diam-diam dia sudah menyalurkan tenaga dalam tingkat atas dari aliran Bu-tong-pay. Lima jari Thian Liong Thaysu yang mencengkeram di atas tubuh pedang itu segera terlepas bahkan badannya tergetar mundur beberapa langkah ke belakang membuat hatinya benarbenar merasa sangat terperanjat. Sang Su-im yang berada diluar kalangan ketika melihat hal inipun merasa terkejut dia sama sekali tidak menduga kalau pengetahuan jurus serangan dari Koan Ing jauh melebihi dirinya. Jurus serangan “Thian Hong Teh Bun” dari Lam Hay ini walaupun dia pernah mendengar tetapi selama ini belum pernah melihat barang sekalipun. Ternyata hari ini dengan mata kepala sendiri dia dapat melihat jurus tersebut sudah berada di dalam jurus serangan pedang Koan Ing, bahkan tenaga dalam aliran Bu-tong-pay yang tidak pernah diturunkan kepada orang lainpun kini digunakan oleh Koan Ing, bukankah hal ini benarbenar merupakan satu peristiwa yang aneh sekali. Thian Liong Thaysu yang melihat serangannya tidak mendapatkan hasil dia menjadi amat gusar sekali. Belum sempat tubuhnya melancarkan serangan kembali, pedang panjang dari Koan Ing sudah digetarkan kembali, tubuhnya meloncat ke tengah udara lantas balik menubruk ke tubuh Thian Liong Thaysu. Dengan meminjam kesempatan ini sekali lagi Thian Liong Thaysu meloncat ke atas udara tetapi sewaktu dilihatnya Koan Ing membuntuti dirinya di dalam hati dia merasa amat gusar sekali. Di tengah suara dengusannya yang amat dingin telapak tangan kanannya dengan disertai tenaga dalam yang amat dahsyat menghantam ke arah depan. Segulung angin pukulan yang amat dahsyat laksana menggulungnya ombak di tengah samudra segera menghajar badan Koan Ing. Koan Ing jadi amat terperanjat, dia tahu dengan kehebatan dari tenaga dalam Thian Liong Thaysu ini bilamana dia berani menerima satu pukulannya saja, maka tubuhnya segera akan kena hajar sehingga terluka parah. Tubuhnya dengan cepat bergerak menyingkir ke samping…. Thian Liong Thaysu yang terlalu memandang enteng musuhnya sama sekali tidak menduga kalau tenaga dalam dari Koan Ing amat lihay, jurus serangan yang digunakanpun jauh berada diluar dugaannya.
Saat ini untuk melindungi mukanya sendiri terpaksa dia harus mengeluarkan ilmu sakti Thian Liong Sinkang untuk menghadapi diri Koan Ing. Tubuh Koan Ing dengan cepat berkelebat menyingkir dari serangan tersebut tetapi Thian Liong mana mau melepaskan begitu saja, tubuhnya mendadak merendah ke bawah, lima jari tangan kanannya dengan disertai tenaga dalam yang amat dahsyat mencengkeram punggung Koan Ing. Melihat datangnya serangan tersebut Koan Ing merasa hatinya sedikit bergidik, berbagai jurus serangan yang termuat di dalam kitab pusaka Boe Shia Koei Mie kembali berkelebat di dalam benaknya, tubuhnya bagaikan sebuah busur mendadak meletik ke atas, inilah yang dinamakan jurus Yu Yah Ih Cho atau ikan meloncat dari selat dari aliran Thian-san-pay. Thian-san-pay mengutamakan ilmu meringankan tubuh menjagoi Bu-lim, selama beberapa tahun ini sekalipun tidak mempunyai jago-jago yang menonjol tetapi di dalam Bu-lim juga tidak ada yang berani memandang hina mereka. Di tengah udara Thian Liong Thaysu kembali menarik hawa murninya mengelilingi tubuhnya, cengkeramannya sekali lagi menemui kegagalan membuat sepasang alisnya dikerutkan rapatrapat, ujung kakinya segera menutul permukaan tanah sedangkan telapak tangannya dengan disertai angin pukulan yang amat dahsyat menghantam tubuh Koan Ing. Dengan cepat Koan Ing meloncat menghindar, tubuhnya membalik balas menerjang ke arah Thiang Liong Thaysu, pedang Kiem-hong-kiam di tangannya berkelebat dengan amat tajamnya lantas membabat pergelangan tangan kanan dari Thian Liong Thaysu. Dalam hati Thian Liong Thaysu mendengus dingin. “Bocah ini sungguh jumawa sekali. Hmmm berani beradu tenaga dengan diriku,” pikirnya. Telapak tangan kirinya dengan cepat di babat ke depan sedang telapak tangan kanannya sedikit merendah, satu gulung angin pukulan laksana topan yang menyambar menerjang badan Koan Ing. Koan Ing menarik napas panjang-panjang, tubuhnya sedikit merandek di tengah udara di saat pedang Kiem-hong-kiam digetarkan keras serentetan bunga-bunga pedang dengan cepatnya menghantam leher dari Thian Liong Thaysu. Thian Liong Thaysu jadi sangat terperanjat, dia sama sekali belum pernah melihat jurusjurus serangan macam ini, alisnya dikerutkan rapatrapat sedang satu ingatan mendadak berkelebat di dalam benaknya. Dia lantas bersuit nyaring tubuhnya berputar telapak tangannya menyambar ke depan melancarkan lagi satu pukulan. Koan Ing sama sekali tidak menyangka Thian Liong Thaysu berani melanjutkan kembali serangannya, bilamana dia tidak cepat-cepat menarik pedangnya ke belakang maka nyawanya akan diganti dengan sebuah lengan dari Thian Liong Thaysu.
Di saat yang amat kritis itu dia tidak banyak berpikir lagi, di tengah suara sultannya yang amat nyaring tangan kanannya menyentil ke depan sedang tubuhnya melayang mundur ke belakang. “Braaak!” dengan disertai suara bentrokan yang amat keras Koan Ing segera merasakan tangan kanannya jadi kaku dan amat linu, tubuhnya setelah mencapai permukaan tanah dengan terhuyunghuyung mundur kembali dua langkah ke belakang. Air muka Thian Liong Thaysupun berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat, dia sama sekali tidak pernah menduga kalau Koan Ing berani melancarkan serangan dengan menyambitkan pedangnya, bahkan kecepatan dari serangan itu sama sekali tidak pernah terduga sebelumnya. Pada saat pedang Kiem-hong-kiam itu meluncur mendatang, sekalipun dengan sekuat tenaga dia berusaha untuk menghindarkan diri tetapi tidak urung pundak kirinya tertembus juga oleh pedang Kiem-hong-kiam itu. Darah segar segera berceceran mengotori seluruh permukaan tanah dengan menahan sakit dia mencabut keluar pedang tersebut dan dilemparkan ke atas tanah, kemudian dengan menggunakan tangan kanannya menutupi luka pada lengan kirinya dia melototi dirinya Koan Ing dengan amat gusar. Perubahan yang terjadi di tengah kalangan secara tiba-tiba ini membuat semua orang jadi berdiri melongo, mereka semua sama sekali tidak menyangka pertempuran tersebut bisa berakhir dengan demikian. Thian Siang Thaysu yang melihat kejadian ini dalam hati diam-diam merasa sangat tidak tenang, dia tidak menyangka kalau pertempuran ini diakhiri dengan seimbang, Thian Liong Thaysu adalah hweesio berkepandaian tinggi yang menjaga ruangan Tat Mo Tong, tidak disangka ini harus kecundang di tangan Koan Ing, Tetapi rasa terkejut dari Sang Su-im jauh lebih hebat lagi, terang-terangan dia dapat melihat jurus terakhir yang digunakan Koan Ing untuk menyambit pedang tadi adalah jurus ‘Han Yan Cie’ yang paling diandalkan olehnya, tetapi peristiwa ini boleh dikata tidak masuk di akal, bagaimana mungkin Koan Ing bisa memahami ilmu jari ‘Han Yang Cie?’. Bilamana dia tidak menggunakan ilmu jari Han Yang Cie tidak mungkin Thian Liong Thaysu dapat menderita luka…. Sebetulnya dia ingin mewariskan ilmu jari ‘Han Yang Cie’ nya itu kepada Koan Ing tetapi dia telah menolaknya, tetapi bagaimana saat ini dia bisa memiliki kepandaian tersebut? Semakin dipikir pikirannya semakin kacau, walaupun ada kemungkinan Koan Ing mendapatkan ilmu itu dari orang lain bahkan dengan hubungannya yang amat rapat sekali dengan dirinya saat ini bilamana bukannya dia orang cuma tinggal hidup beberapa hari saja kemungkinan sekali dia hendak menanyai sampai sejelas2nya.
“Kau sekarang merasa bagaimana?” terdengar Sang Su-im membuka mulut bertanya. Koan Ing menarik napas panjang-panjang, dia merasa separuh tangan kanannya masih terasa amat linu dan kaku tetapi dia tertawa. “Terima kasih atas perhatian dari empek Sang, lukaku tidak begitu berat,” sahutnya. Sang Su-im segera mengangguk, walaupun dia berhasil menghindarkan diri dari hajaran langsung tetapi diapun menderita luka yang tidak ringan, paling sedikit sesudah beristirahat tiga-lima hari dia baru bisa sembuh benarbenar. Dengan perlahan Thian Siang Thaysu berjalan maju ke depan, lima jari tangan kanannya dengan kencangnya mencengkeram pedang Kim Hong Kian itu. “Koan siauwsicu kepandaianmu sungguh hebat” ujarnya dengan dingin. Sehabis berkata telapak tangan kanangnya sedikit bergerak, pedang Kiem-hong-kiam itu segera meloncat ke depan kemudian meluncur ke arah diri Koan Ing. Melihat hal itu Sang Su-im segera tertawa tawar. “Buat apa kau hweesio gede menganiaya seorang dari angkatan muda?” ejeknya. Sehabis berkata tangannyapun segera menyentil ke depan, segulung angin serangan dengan amat cepatnya berkelebat menghajar pedang Kiem-hong-kiam tersebut. “Tiing….!” pedang Kiem-hong-kiam itu sedikit merandek di tengah udara kemudian dengan amat cepatnya jatuh di depan kaki Koan Ing. Thian Siang Thaysu yang melihat Sang Su-im mendemonstrasikan kepandaiannya, diam-diam di dalam hati merasa rada terkejut pikirnya, “Nama besar dari Sang Su-im sebagai si jari sakti kiranya bukan nama kosong belaka, agaknya dia orang adalah salah satu musuh tangguh ku.” Walaupun tiga manusia genah empat manusia aneh bersama-sama berkelana di dalam Bu-lim, tetapi nama besar dari si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong jauh melebihi nama dari Si Budak Berdarah dari kegelapan tersebut apalagi di dalam beberapa tahun ini dia sering sekali munculkan dirinya di dunia persilatan, sudah tentu hal ini membuat nama dari empat manusia anehpun jauh melebihi tiga manusia genah, dengan sendirinya karena terkenalnya nama empat manusia aneh ini membuat tiga manusia genah jadi kedesak ke bawah. Thian Siang Thaysu yang menghadapi situasi seperti ini, dia orang mana bisa bersabar lagi, ditambah lagi dengan adanya peristiwa kuil Han-poh-si yang dibakar Sang Siauw-tan membuat dia orang mendapat kesempatan untuk menemui Sang Su-im sebagai salah satu anggota empat manusia aneh ini.
Terlihatlah Koan Ing sudah mencabut kembali pedangnya kemudian kepada Sang Su-im ujarnya, “Terima kasih atas bantuan dari empek Sang”, Sang Su-im cuma tertawa saja, kepada Thian Siang Thaysu segera ujarnya, “Hey hweesio gundul, Thaysu dari ruangan Tat Mo Tong telah memperlihatkan kelihayannya, sekarang aku rasa Thaysupun harus memperlihatkan sedikit kepadaku.” Perkataannya amat dingin dan penuh mengandung nada sindiran Membuat Thian Siang Thaysu yang mendengar jadi termangu-mangu, tetapi sebentar kemudian dia sudah tertawa tawar. “Ilmu jari Han Yang Ci dari Sang sucu amat lihay dan sudah menjagoi seluruh kolong langit ini hari Pinceng memang punya niat untuk menjajal.” Sehabis berkata mendadak jubah hweeesionya yang lebar dengan perlahan lahan mulai mengembung jadi besar. Melihat kejadian ini diam-diam Sang Su-im merasa sangat terperanjat sekali, pikirnya, “Hmm kelihatannya hweesio tua ini sudah berhasil melatih ilmu Khiekang Thay Si Bu Sian Thian Ceng Khie dari kalangan Budhha, tidak aneh kalau dia berani cari garaa dengan aku Hmm…. kiranya sesudah punya sedikit pegangan lantas mau cari gara-gara.” Berpikir sampai di sini di dalam hati dia mulai merasa kalau Thian Siang Thaysu yang ada di hadapannya saat ini adalah seorang musuh tangguh yang maha besar ini hari asalkan sedikit tidak berhati-hati saja maka nama besarnya yang dipupuk bertahun-tahun akan lenyap tak berbekas. Berpikir akan hal ini Sang Su-im mana berani berlaku gegabah lagi, dengan cepat dia pusatkan seluruh pikirannya dan menyalurkan hawa murninya mengitari seluruh tubuh, sinar matanya dengan sangat tajam memperhatikan diri Thian Siang Thaysu. Suasana di sekeliling tempat itu jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, siapapun tak berani berisik bahkan sampai suara bernapas pun tidak berani terlalu keras. Mendadak terdengar Thian Siang Thaysu membentak keras, seluruh jenggotnya pada berdiri bersamaan dengan berjongkoknya sang badan bawah sepasang tangannya bersama-sama didorong ke depan. Segulung angin pukulan yang menyesakkan pernapasan dengan dahsyatnya segera menggulung tubuh Sang Su-im. Sang Su-im cepat-cepat bersuit panjang, di tengah suara suitannya itulah sang tubuh bagaikan secarik daun kering dengan ringannya melayang di tengah udara, tangan kanannya bagaikan kilat cepatnya berkelebat melancarkan tujuh serangan sekaligus…. Sreet….! Srett….! tenaga Khie kang yang maha dahsyat dari Thian Siang Thaysu itu segera terkena tembus oleh serangannya ini dan langsung meluncur mengancam tujuh buah jalan darah kematian di atas tubuh bagian atas dari Thian Siang Thaysu. Masing-masing pihak begitu mulai mengerahkan tenaga dalamnya bersamaan pula tubuhnya segera berkelebat dengan cepatnya, tubuh dimana Sang Su-im berada segera terbungkus di dalam lapisan
angin yang kencang sebaliknya pohon besar yang ada di belakang tubuh Thian Siang Thaysu pun sudah terkena hajar oleh tujuh serangan jari Sang Su-im itu sehingga menimbulkan tujuh buah lubang yang amat besar. Melihat kedahsyatan itu, Koan Ing merasakan hatinya berdebar-debar, sedang airmukanya berubah amat hebat dia tidak menduga kalau tenaga dalam dari Thian Siang Thaysu amat dahsyat, agaknya untuk merebut kemenangan diantara mereka berdua bukanlah satu urusan yang mudah. Kedua belah pihak yang saling bertempur dengan menggunakan tenaga dalam, setelah saling serang sebanyak satu jurus mereka segera pada pejamkan matanya untuk mengatur pernapasan, sekalipun begitu perhatian mereka tidak berani bercabang, mereka takut sedikit saja berayal maka pihak musuh akan segera melancarkan serangannya kembali. Pertempuran yang maha sengit dan mendebarkan hati ini seketika itu juga membuat suasana di sekeliling tempat itu jadi hening, masing-masing dengan hati bergidik menonton jalannya pertempuran itu dengan mata terbelalak. Sesudah beristirahat sebentar, mendadak masing-masing pihak kembali bergerak saling serang menyerang dengan gencarnya, jurusjurus serangan yang digunakanpun semakin lama semakin cepat sehingga akhirnya cuma kelihatan bayangan yang menyilaukan mata memenuhi angkasa. Si jari sakti Sang Su-im adalah seorang pangcu dari sebuah perkumpulan besar di mana pengaruhnya sudah melebar ke seluruh pelosok dunia persilatan, terhadap ilmu silat dari setiap aliranpun boleh dikata sangat hapal sekali, sebaliknya Thian Siang Thaysu khusus mempelajari ilmu silat dari aliran Siauw-lim-pay terhadap ke seratus delapan jurus Loo Han Ciang boleh dikata sudah mendarah daging, cukup dengan mengandalkan ilmu telapak ini saja dia sudah bisa menghadapi musuh yang bagaimana lihaynyapun. Koan Ing yang ada di samping ketika melihat mereka berdua saling bertukar jurus, di dalam hati diam-diam merasa terkejut bercampur girang, karena terhadap pengantar dari jurusjurus tersebut dia sudah pernah membaca di dalam kitab pusaka Boe Shia Koei karya Song Ing, kini ditambah dengan apa yang dilihat bukankah ilmu silatnya akan memperoleh tambahan yang besar? Semakin melihat Koan Ing merasa semakin gembira, setiap jurus yang dilihatnya segera dibandingkan dengan apa yang dibacanya di dalam kitab pusaka itu, makin lama dia semakin paham sehingga saking girangnya dia jadi meloncat-loncat, Di dalam sekejap saja dua ratus jurus sudah berlalu dengan amat cepatnya, mendadak kedua orang itu saling kirim satu pukulan ke depan lantas bersama-sama membentak keras dan mundur ke belakang. Mereka berdua kembali berpandang2an mendadak tubuh mereka berkelebat maju lagi kemudian saling serang menyerang kembali. Kali ini Koan Ing dapat melihat kedua orang itu bertempur jauh lebih dahsyat lagi jika dibandingkan dengan tadi, jurus jurus serangannya digunakan kadangkala banyak yang belum pernah dia temui sebelumnya, jelas sekali mereka berdua sedang menggunakan jurusjurus serangan simpanan yang belum pernah digunakan.
Pertempuran kali ini benarbenar membuat seluruh perhatian dari Koan Ing tersedot ke dalam kalangan, dia merasa pikirannya rada pening dibuatnya. Thian Liong Thaysu yang ada di samping selama ini terus menerus memperhatikan seluruh gerakgerik dari Koan Ing, dia yang melihat Koan Ing memandangi jurus serangan mereka berdua dengan begitu perhatian diam-diam mendengus dingin. Sekalipun begitu di dalam hati dia merasa terkejut juga, dia heran kenapa dirinya yang sama sekali tidak melihat adanya keanehan apapun sebaliknya Koan Ing di buat begitu tertarik, jelas sekali bakat orang ini amat bagus dan mungkin di dalam ratusan tahun jarang sekali ditemui satu. Yang jelas kepandaian silat yang dimilikinya tidak berada di bawah kepandaian sendiri. Di dalam sekejap saja Sang Su-im dengan Thian Siang Thaysu sudah bertempur sebanyak ribuan jurus lebih, tetapi menang kalah masih belum kelihatan. Mendadak terdengar Thian Siang Thaysu membentak keras, tubuhnya kembali bergerak ke depan. di tengah berkibarnya jubah lhasa yang tertiup angin sepasang matanya melolot lebar-lebar ke depan sedangkan telapak tangannya melancarkan tiga pukulan dahsyat. Seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan kabut yang berwarna keperak-perakan menyapu seluruh tubuh Sang Su-im. Sang Su-im dengan keras mengaum, tubuhnya kembali melayang ke tengah udara disaat badannya membalik berturut turut dia melancarkan empat puluh sembilan totokan di dalam waktu yang amat singkat selurah angkasa penuh diliputi hawa murni yang dahsyat. Begitu serangan totokan itu terbenam ke dalam hawa khie kang yang menyelimuti seluruh angkasa, dengan cepat hawa khie kang itu berhasil digulung musnah. Sebaliknya keempat puluh sembilao desiran angin tajam itupun berhasil tersapu lenyap pula dari angkasa. Mereka berdua saling serang dengan menggunakan seluruh tenaga yang dimilikinya tetapi begitu tenaga dalamnya buyar mereka berduapun dengan kehabisan tenaga pada lepas tangan. Air muka Thian Siang Thaysu berubah jadi pucat pasi dan duduk di atas tanah tidak bergerak sedangkan tubuh Sang Suim begitu mencapai permukaan tanah dengan terhuyunghuyung dia mundur dua langkah ke belakang, dengan cepat Koan Ing segera maju membimbing. Para hweesio Siauw-lim-pay yang melihat Thian Siang Thaysu sudah kehabisan tenaga dan jatuh terduduk dengan cepatnya mereka pun bergerak maju ke depan, kedua puluh empat hweesio itu masing-masing dengan cepat mengambil sikap mengurung mengelilingi diri Sang Su-im serta Koan Ing berdua. Koan Ing dengan tangan kirinya mencekal pedang, sinar matanya menyapu sekejap ke arah dua puluh empat orang hweesio itu, sebaliknya Sang Su-im sama sekali tidak ambil gubris terhadap kejadian itu,
sampai kelopak matanyapun tidak bergerak, dia cuma berusaha untuk memulihkan tenaganya. Dengan pandangan yang amat dingin Thian Liong Thaysu memandang sekejap ke arah dua orang itu, dia mendengus tetapi tidak berani mengambil tindakan apapun. Lewat beberapa saat kemudian Thian Siang Thaysu serta Sang Su-im baru bersama-sama membuka matanya, dengan perlahan Sang Su-im segera bangkit berdiri, sinar matanya dengan amat dingin sekali menyapu sekejap ke arah dua puluh empat orang hweesio tersebut. Thian Siang Thaysupun bangkit berdiri, “Kekuatan ilmu jari Han Yang Cie dari Sang pangcu benarbenar buka nama kosong belaka,” ujarnya dengan dingin. Sang Su-im segera angkat kepalanya tertawa terbahakbahak. “Tenaga Khiekang Sie Bu Sian Thian Ceng Khie dari kau hweesiopun tidak jelek,” sahutnya keras. “Urusan ini kita sudahi sampai disini saja,” ujar Thian Siang Thaysu kemudian. “Tetapi terbakarnya kuil Han-poh-si lebih baik Sang pangcu ambil satu keputusan yang adil, kalau tidak…. Hmm kami partai Siauw-lim-pay tidak akan melepaskan diri Sang pangcu dengan begitu saja, lebih baik Sang pangcu berpikir tiga kali sebelum melakukannya.” Sang Su-im yang mendengar omongan Thian Siang Thaysu ini mengandung nada gertakan alisnya lalu dikerutkan rapatrapat. “Kalau sudah Siauw-lim-pay, lalu kalian mau apa?” ejeknya. “Kami dari Tiang-gong-pang bukannya tidak ada orang, cukup aku seorang saja apabila pihak Siauwlim-pay hendak menahan diriku ku kira hal ini bukanlah satu urusan yang sederhana.” Thian Siang Thaysu segera mendengus dingin. “Perkataan pinceng sampai disini saja, lain waktu masih panjang. Pinceng tidak menghantar lebih jauh!” serunya. Sang Su-im segera tertawa tawar, kepada Koan Ing ujarnya kemudian, “Mari kita pergi saja, hutang ini hari biar aku tagih besok saja” Sehabis berkata dengan langkah lebar bersama-sama dengan Koan Ing, dia berjalan meninggalkan tempat itu, para hweesio dari kuil Siauw-lim-si yang melihat mereka berdua meninggalkan tempat itupun tidak dapat berbuat apa-apa, sekalipun misalnya Thian Siang Thaysu turunkan perintah belum tentu mereka berani maju menghalangi perjalanan mereka. Sang Su-im seria Koan Ing berdua setelah meninggalkan para hweesio Siauw-lim-si di tengah perjalanan terdengar dia orang tertawa. “Kau lihat bagaimana dengan pertempuran ini?” tanyanya. “Boanpwee selamanya belum pernah menemuinya,” sahut Koan Ing sambil menarik napas panjang-
panjang. “Perkataanmu memang benar,” ujar Sang Su-im lagi sambil tertawa, “Teringat sewaktu pertemuan puncak para jago di gunung Hoa-san tempo hari dimana aku serta supekmu berempat bertempur melawan si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong, kiranya pertempuran ini hari sepuluh kali lipat jauh lebih dahsyat lagi. Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lantas ujarnya lagi, “Tetapi peristiwa ini sudah terjadi beberapa tahun yang lalu, kepandaian silatku pada waktu itu sudah tentu jauh berbeda dari sekarang, aku sama sekali tidak menyangka hweesio tua itu sudah berhasil melatih ilmu khie kang yang demikian dahsyatnya, tidak aneh kalau dia begitu sombong dan berani menantang aku bertempur.” Koan Ing yang selesai mendengar perkataan tersebut lalu termenung berpikir sebentar kemudian baru ujarnya. Kiranya Sang Pepek dengan mereka sebenarnya tidak akur, tidak aneh kalau dikatakan masuknya kereta berdarah ke dalam daerah Tibet sebetulnya hanyalah satu jebakan belaka, jikalau demikian adanya, tentu tenaga murni dari empek Sang pada saat itu sudah memperoleh kerugian yang amat besar sekali. Sinar mata Sang Su-im berkelebat, setelah diungkat oleh Koan Ing akan urusan ini, di dalam hati dia baru merasa terperanjat. Thian Siang Thaysu dari Siauw-lim-pay sudah masuk ke daerah Tibet, kepandaian silat dari Ciu Tong pun sudah dimusnahkan olehnya, kini cuma si telapak malaikat dari gurun pasir Cha Can Hong seorang yang tidak menemui sesuatu peristiwa yang diluar dugaan, dengan tindakannya yang saling bunuh membunuh seperti ini bilamana salah satu diantara mereka bertemu dengan si manusia tunggal dari Bu-lim, Jien Wong serta Si Budak Berdarah dari kegelapan, mereka harus menghadapinya dengan cara bagaimana? Sebelum memasuki daerah Tibet dia selalu mengira cukup dia seorang diri saja sudah dapat menghadapi si manusia tunggal dari Bu-lim, tetapi setelah pertempurannya kemarin malam melawan Si Budak Berdarah dari kegelapan dia baru teringat kalau kepandaian silat orang lainpun di dalam beberapa tahun ini memperoleh kemajuan yang pesat. Entah bagaimana di kemudian hari? Dia tidak berani berpikir terlalu panjang. Bagaimana nasib dari kedua belas orang Hu Hoat yang dikirim olehnya untuk membuntuti kereta berdarah? Dia berjalan…. berjalan terus sampai dirinya tidak dapat berjalan lagi, baru ujarnya kepada Koan Ing, “Cepat kita mencari sebuah tempat yang tenang untuk beristirahat kau lindungilah diriku, aku harus mengembalikan tenaga dalamku di dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” Koan Ing agak melengak tapi sebentar kemudian dia sudah mengangguk. Mereka berdua segera berkelebat menuju ke sebuah gua yang ada di dekat tempat itu, setelah berjalan
masuk ke dalam gua tersebut Sang Su-im melihat dulu sekejap keadaan di sekeliling tempat itu kemudian baru duduk bersila di atas tanah. Koan Ing tahu seorang jagoan tenaga dalam apabila sedang memusatkan pikirannya dia tidak diperkenankan memperoleh serangan dari luar, cukup seorang yang berkepandaian biasa saja sudah cukup untuk mencabut nyawanya. Koan yang memperoleh pesanan untuk melindungi dirinya tidak berani berlaku gegabah, dia segera berjalan ke pintu gua dan duduk bersila disana tanpa bergerak, Di dalam sekejap saja cuaca sudah mulai menggelap tetapi saat ini Sang Su-im masih memusatkan pikiran untuk mengembalikan hawa murninya, wajahnya tenang-tenang tanpa terjadi sedikit perubahanpun. Agaknya dia sudah berada di dalam keadaan lupa segala2nya, Koan Ing menarik napas panjang-panjang, sepasang matanya dengan amat tajam sekali memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu. Suasana terlihatlah amat tenang dan sunyi sekali, di dalam hati diam-diam pikirnya, “Daripada membuang waktu yang amat senggang ini, kenapa aku tidak memperdalam isi ilmu silat yang tertera di dalam kitab pusaka Boe Shia Koei Mie tersebut?” Baru saja pikiran tersebut berkelebat di dalam benaknya tiba-tiba tampaklah sesosok bayangan manusia dengan amat cepatnya berkelebat mendatang. Orang itu ternyata bukan lain adalah Ciu Tong adanya. Melihat kedatangan Si iblis Sakti dari luar lautan itu, Koan Ing jadi sangat terperanjat sekali, dengan cepat dia menarik badannya ke belakang. Bukankah kepandaian silat dari Ciu Tong sudah dimusnahkan oleh Sang Su-im? Bagaimana sekarang dia bisa berkelebat dengan begitu cepatnya? Bagaimana ilmu silatnya dapat kembali lagi seperti keadaan semula? Berpikir akan hal ini, Koan Ing segera mengintip kembali ke depan, ternyata sedikitpun tidak salah, orang itu adalah Ciu Tong si iblis sakti dari Lautan Timur. Tampak rambutnya awut2an tidak karuan dan terus memanjang ke bawah, pada tangannya mencekal sebuah tongkat besi sedang tangan kirinya menggandeng tangan Ciu Pak dan berkelebat dengan amat cepatnya di atas permukaan salju, kelihatan sekali kalau dia orang masih berilmu silat. Melihat keadaan itu Koan Ing benarbenar sangat terkejut hampir-hampir dia tidak mau percaya atas pandangan matanya sendiri, orang itu benarbenar Ciu Tong adanya, dia tidak mungkin bisa salah melihat lagi, tetapi Ciu Tong tidak memperhatikan dirinya, agaknya dia sama sekali tidak menemukan kalau Koan Ing ada di situ. Ciu Tong ayah beranak dengan cepatnya berlari menuju ke arah gua dimana Sang Su-im sedang bersemedi. Koan Ing bena2 merasa hatinya bergidik, dalam hatinya dia segera mengharapkan kalau
Ciu Tong cuma lewat saja di depan gua tanpa berjalan masuk ke arah sebelah dalam. Ketika Ciu Tong ayah beranak tiba di depan gua itu, mereka segera berhenti, terdengar Ciu Tong tertawa dingin. “Aku dengar Sang Su-im setelah bertempur mati2an melawan si hweesio tua itu dia sudah berlalu ke arah sebelah barat, bagaimana setelah kita kejar semakin lama masih belum kecandak juga? Kelihatannya dia masih ada di sekitar tempat ini. Mendengar perkataan itu Koan Ing semakin merasa terkejut lagi, saat itulah dia baru tahu kalau Ciu Tong sengaja datang mengejar mereka. “Ayah…. ” terdengar Ciu Pak berkata dengan suara yang amat perlahan. “Aku lihat malam ini kita tidak usah pergi mengejar lagi, bagaimanapun juga di dalam beberapa hari ini dia tidak bakal bisa mengembalikan seluruh tenaganya, sekali kita kecandak. dia orang tidak bakal bisa lolos kembali, sekarang lebih baik kita beristirahat dulu.” Ciu Tong mendengus dengan dinginnya, dia segera berjalan menuju ke pintu gua. “Baiklah,” sahutnya kemudian. “Aku ti dak takut dia dapat terbang ke langit.” Sesampainya di depan mulut gua Ciu Tong segera membalikkan tangannya melancarkan satu pukulan menghajar gua tersebut. Koan Ing jadi terkejut, dia tahu maksud Ciu Tong melancarkan satu pukulan ke dalam gua itu adalah hendak memeriksa di dalam gua ada orangnya atau tidak, tetapi dia tidak boleh berpeluk tangan, jikalau pukulannya ini tidak diterima maka serangan itu dengan tepat akan menghajar badan Sang Suim, Sepasang telapak tangannya segera didorong ke depan dengan keras lawan keras dia menerima datangnya serangan tersebut. “Braaak!” dengan disertai suara ledakan yang amat keras tubuhnya mundur terhuyunghuyung ke belakang, dia merasakan dadanya amat panas sekali. Sebaliknya Ciu Tung yang serangannya diterima oleh pihak lawan diapun segera tergetar mundur satu langkah ke belakang. “Siapa yang ada di dalam gua? Ayoh cepat keluar!” bentaknya dengan dingin. Koan Ing mengerutkan alisnya rapatrapat, dia yang melihat Sang Su-im belum sadar juga dari semedinya, sedang diapun tidak dapat membangunkan dirinya membuat di dalam hati dia merasa amat cemas sekali, tetapi dia tidak dapat berbuat apa-apa. Pikirannya terus menerus berputar mencari akal yang bagus untuk mencegah peristiwa tersebut.
Tetapi Ciu Tong yang ada diluar agaknya sudah tidak sabaran lagi, dia mendengus dingin tubuhnya dengan cepat menubruk masuk ke dalam, Koan Ing tidak dapat berpeluk tangan lagi, diapun membentak keras, pedang Kiem-hong-kiamnya dicabut keluar dari dalam sarung kemudian berturut-turut melancarkan tiga serangan gencar menghalangi mulut gua, Ciu Tong yang mendadak melihat dari dalam berkelebat keluar sinar keemasemasan dia segera menjerit tertahan. “Iiiih…. Koan Ing?” Tongkat hitam ditangan kanannya segera diputar dengan amat kencangnya di tengah udara sehingga memperlihatkan tiga perubahan yang aneh. “Criiing…. ” dengan amat tepatnya dia pukul mental pedang Kiem-hong-kiam yang ada ditangan Koan Ing itu. Tubuhnyapun dengan diikuti suara tertawa dinginnya yang amat menyeramkan segera menerjang masuk ke dalam gua. Koan Ing jadi sangat cemas, bilamana dia membiarkan Ciu Tong masuk ke dalam gua maka akibat yang bakat diterima oleh Sang Su-im dia tidak berani memikirkan lebih lanjut. Tangan kanannya segera diayun ke depan, berturut-turut dia melancarkan beberapa kali serangan menghajar iga kiri dari Ciu Tong, jurus yang dipergunakan olehnya bukan lain adalah jurus serangan yang berasal dari ilmu Thay Jin Na So Hoat dari aliran Bu-tong-pay itu, jurus Hun So Na Koay atau balik tangan menangkap aneh. Pengetahuan dari Ciu Tong amat luas sekali, begitu Koan Ing melancarkan serangan dengan menggunakan jurus tersebut dia segera sudah mengenalnya kembali, dia tertawa dingin, tubuhnya dengan tak hentihentinya menerjang masuk ke dalam gua tangan kirinya dibalik mencengkeram pergelangan tangan dari Koan Ing. Belum habis satu jurus digunakan, Koan Ing segera berganti jurus lagi, telapak tangannya diubah jadi serangan totokan, jari tengah serta telunjuknya disentil mengancam jalan darah “Hay Bin Toa Hiat” pada pinggang Ciu Tong. Serangannya ini bukan lain menggunakan jurus “Chiet Hay Tan Pao atau tujuh lautan mencari harta ilmu Han Yang Ci Hoat. Ciu Tong jadi melengak, dia memang kenal dengan jurus serangan “Huan Su Ma Koay” tetapi dia sama sekali tidak menyangka kalau Koan Ing bisa begitu cepatnya berganti jurus bahkan sudah menggunakan jurus Chiet Hay Tan Pao dari Sang Su-im. Saat ini dia mau tidak mau harus menghentikan langkah kakinya dan tarik kembali tongkatnya untuk dibabat mengancam pergelangan tangan dari Koan Ing.
Pada waktu ini seluruh perhatian dari Koan Ing cuma ditujukan untuk menghalangi perjalanan selanjutnya dari Ciu Tong, tangan kanannya disentil ke depan, di dalam sekejap saja dia sudah berganti jurus serangan lagi, dengan menggunakan jari menggantikan pedang dia menggunakan jurus “Ci Cie Thian Yang” mendesak Ciu Tong lebih lanjut. Dalam hati Ciu Tong merasa hatinya amat terkejut, jurusjurus serangan ini sebetulnya dia sangat hapal sekali tetapi kini Koan Ing mencampurkan berbagai jurus serangan menjadi satu jurus serangan membuat dia menderita rugi, dia terdesak mundur kembali satu langkah ke belakang. “Jurus serangan yang bagus!” teriaknya memuji. Baru saja dia selesai berteriak, tongkatnya segera diputar sedemikian rupa menghajar kening dari Koan Ing. Koan Ing sama sekali tidak menyangka kalau jurus serangannya tadi bisa mendapatkan hasil, dia merasa terkejut bercampur girang. Dia segera membentak keras, tubuhnya merendah menghindarkan diri dari serangan tongkat dari Ciu Tong ini lantas berturut-turut melancarkan beberapa buah jurus serangan yang amat aneh. Ciu Tong menderita rugi karena dia hapal benar dengan jurusjurus serangan tersebut sehingga membuat dia orang harus mengeluarkan jurusjurus serangan tandingannya, siapa tahu baru saja menggunakan jurus itu separuh jalan Koan Ing sudah mengganti lagi dengan jurus yang lain membuat Ciu Tong benarbenar terdesak dan terkurung di dalam serangannya, Di dalam sekejap saja lima jurus telah berlalu dengan amat cepatnya, Ciu Tong jadi sangat gusar sekali, pikirnya, “Hmm aku sebagai seorang ketua suatu aliran yang besar kalau cuma Koan Ing saja tidak dapat memperoleh kemenangan, buat apa aku pergi mencari Sang Sn Im lagi?…. “ Dengan gusarnya dia membentak keras, tongkat di tangan kanannya berturut-turut melancarkan beberapa kali serangan balasan sedangkan tangan kirinya melancarkan satu pukulan sehingga terasalah segulung angin pukulan yang dahsyat melanda ke tubuh Koan Ing. Melihat datangnya serangan tersebut, Koan Ing jadi termangu-mangu, dengan cepat dia balas melayangkan satu pukulan pula untuk menghalangi datangnya serangan itu, tapi tidak urung badannya terpukul juga ke samping. Dengan meminjam kesempatan itulah bagaikan bayangan setan yang lewat dengan cepat dia berkelebat menubruk ke dalam gua tersebut, Koan Ing jadi terkejut, dengan cepat dia memutar tubuh untuk siap-siap melancarkan serangan kembali. Ooo)*(ooO Bab 19
TERLIHATLAH pada waktu itu Ciu Tong dengan tersenyum licik sudah berdiri di belakang tubuh Sang Su-im sedangkan telapak kirinya ditempelkan ke atas punggungnya. Saat itu Sang Su-impun baru saja selesai dari semedinya, tetapi keadaan sudah terlambat satu tindak. Dia adalah seorang manusia yang luar biasa, tidak perlu menoleh lagi dia sudah menoleh lagi dia sudah tahu apa yang sudah terjadi di sana. Ciu Tong yang melihat Sang Su-im sudah sadar kembali dia segera tertawa terbahakbahak, “Sang Loo-te selama berpisah ini apakah kau orang baik-baik saja?” tanyanya mengejek. Sang Su-im tidak mengucapkan sepatah katapun, di dalam hati dia sedang merasa sangat heran bagaimana mungkin Ciu Tong yang sudah terkena ilmu totokan “Han Yang Ci” nya hanya di dalam satu hari saja tenaga dalamnya sudah pulih kembali seperti sedia kala? Sekali lagi Ciu Tong tertawa terbahakbahak, “Sang Loo-te…. kenapa kau tidak berbicara?” ejeknya lagi, “Apa kau merasa heran? Bagaimana aku bisa pulihkan tenaga dalamku dengan begitu cepat.” Sehabis berkata dengan bangganya dia tertawa lagi. “Aku sama sekali tidak menyangka kau bisa melancarkan serangan bokongan terhadap diriku!” serunya dengan amat gusar. “Lima tahun kau mengira aku bisa menunggu lima tahun lagi baru datang mencari dirimu? Kalau begitu kau sudah salah menerka, bagaimana aku bisa begitu bersabar untuk menanti lima tahun lagi” Sehabis berbicara Ciu Tong mendengus dan dengan amat dingin sepasang alisnya dikerutkan rapatrapat. “Seratus hari!” serunya keras. “Tenaga dalamku mendapatkan tambahan seperti latihan sepuluh tahun, tetapi nyawanyapun cuma tinggal seratus hari lagi!” Mendengar perkataan tersebut Koan Ing jadi terkejut pikirnya, “Aaaaah, kiranya Ciu Tong sudah menelan obat racun seperti yang aku telan, kalau begitu sudah tentu tenaga dalamnya di dalam satu hari saja sudah pulih kembali seperti sedia kala” Ciu Tong setelah mengucapkan kata-kata itu dia berdiam beberapa saat lamanya, entah pada waktu itu dia sedang merasa menyesal atau bangga, sebentar kemudian dia sudah berkata lagi. Dengan perlahan dia menyapu sekejap ke arah Koan Ing, lantas tambahnya, “Tentunya kau masih ingat sewaktu aku memaksa kau menelan obat racun itu bukan?” “Aku tahu kau pasti tidak akan menyangka kalau tenaga dalamku bisa pulih dengan begitu cepat, asalkan aku bisa menyandak dirimu maka kau pasti tidak akan bersiap sedia, saat itulah dengan menggunakan kata-kata orang tidak bersiap sedia aku lancarkan serangan segera menguasai dirimu.” Dia mendengus dengan amat dinginnya, lalu sambungnya lagi,
“Tidak kusangka baru saja aku melakukan perjalanan sampai di tengah jalan aku dengar kau sudah bertempur mati2an melawan si hweesio tua itu, akhirnya masing-masing pihak tidak ada yang memperoleh kebaikan, mendengar berita tersebut aku segera menyusul kemari setelah membuang setengah harian lamanya secara kebetulan saja aku bisa bertemu dengan dirimu disini Hee…. heee…. tentunya kau tidak pernah menduga akan memperoleh akibat seperti demikian bukan? walaupun aku cuma bisa hidup seratus hari saja tetapi kau orang tidak bakal bisa hidup melewati hari ini.” Jilid 9 MENDENGAR suara yang begitu tidak enak dari Ciu Tong, diam-diam Sang Su-im berpikir, “Hmm…. sekalipun kini aku harus mati, aku tidak akan melepaskan dirinya dengan keadaan segar bugar…. aku harus melukai dirinya dengan menggunakan seluruh tenaga dalam yang aku miliki pada saat ini.” Dia sama sekali tidak menyangka kalau nama baik yang dipupuknya selama puluhan tahun harus hancur di tangan Ciu Tong pada hari ini. Semakin berpikir hatinya merasa semakin seperti terbakar, tidak kuasa lagi dengan gusarnya dia lantas berseru, “Hmm…. bilamana kau ingin turun tangan, cepatlah turun tangan urusan yang terjadi di dunia ini tiada yang kekal aku takut sedikit lebih lama urusan bisa terjadi perubahan.” “Apa? waktu lebih lama urusan bisa terjadi perubahan? haaa…. haaa…. aku belum pernah memikirkan sampai disitu,” sahut Ciu Tong sembari tertawa terbahakbahak. “Eeeei…. aku mau tanya padamu. Kini Koan Ing ada bersamamu tetapi entah putrimu ada dimana? Di dalam seratus hari ini aku bermaksud hendak mengatur perkawinan diantara dirinya dengan putra ku, hal ini jikalau tidak dilakukan secepatnya hatiku tidak akan merasa lega.” Mendengar suara ejekan tersebut Sang Su-im mengerutkan alisnya rapatrapat, dia merasa Ciu Tong lagi menghina dan memperolok2 dirinya, daripada harus menanggung penghinaan tersebut jauh lebih baik mengadu jiwa saja dengan dirinya Tetapi sewaktu teringat kembali kalau dirinya tidak kepingin cepat mati, kenapa tidak tunggu2 lagi beberapa saat lamanya sehingga ada satu kesempatan yang baik untuk meloloskan diri? Atau sedikit2nya dia harus bisa memukul luka Ciu Tong semanusia laknat tersebut. “Hmmm Tentang urusan perkawinan Siauw-li, sekalipun aku tidak ada, Cha Chan Hong bisa mewakili aku untuk menguruskan,” serunya dengan tawar. “Haaa…. haaa…. haaa…. perkataan tepat perkataan bagus…. ” teriak Ciu Tong sambil tertawa terbahakbahak.
“Kau jauh2 mendatangi daerah Tibet dan menyebarkan mataTiraikasih Website http://kangzusi.com/ matamu di seluruh daerah ini tetapi tidak pernah kusangka bukan? Kalau ini kali tidak bakal bisa pulang lagi ke rumah? Haaa…. haaaa…. haaaa!” Mendadak dia menarik kembali suara tertawa kerasnya disusul satu dengusan dingin bergema memenuhi angkasa. “Hal ini berarti pula kalau setiap urusan tidak akan bisa terlaksana sesuai dengan cara pemikiranmu yang gampang itu,” tambahnya. Sang Su-im lantas tertawa tawar. “Sekalipun aku harus mati hal ini juga tiada mendatangkan kegembiraan bagi dirimu sendiri,” katanya. “Bukankah nyawamu juga tinggal seratus hari saja? Urusan yang terjadi di dalam dunia inipun tidak akan berjalan selancar seperti apa yang kaupikirkan dihati.” Ciu Tong segera mengerutkan alisnya rapatrapat, sewaktu di dengarnya pada dalam keadaan seperti ini Sang Su-im masih terus mengejek dan memperolok2 dirinya. Dalam hati merasa sedikit gusar juga, dia segera mendengus dengan dinginnya, “Sebelum mati apakah kau mempunyai satu permintaan?” tanyanya sambil mendongakkan kepalanya ke atas, “Namaku berada diempat manusia aneh dan menjabat sebagai pangcu dari perkumpulan Tiong Gong Pang, bilamana harus menemui ajalnya di dalam gua hal ini tidaklah seharusnya,” kata Sang Su-im sambil mengedip2kan matanya, “Bilamana kau tidak menolak, aku ingin melihat sekejap langit nan biru” “Bagus sekali soal ini mudah untuk dilakukan,” ujar Ciu Tong mengabulkan. “Tetapi kau harus ingat telapak tanganku selalu akan menempel di punggungmu, kau harus hati-hati Heze…. heee…. asalkan kau berani mengerahkan tenaga murnimu maka aku akan segera turun tangan telengas!” Sang Su-im segera merasakan hatinya berdebar, dia tahu harapan untuk lolos tidak akan ada lagi. “Soal itu terserah padamu mau mengancam secara bagaimanapun aku tidak dapat melarang dirimu lagi,” sahutnya tawar. Sehabis berkata dengan perlahan-lahan, dia berjalan keluar dari dalam gua tersebut. Ciu Tong yang menempelkan telapak tangannya di belakang punggung Sang Su-impun tidak berani berlaku gegabah,
dengan kedahsyatan dari ilmu yang dimiliki Sang Su-im, bilamana sedikit dia pecahkan pikirannya maka ada kemungkinan dengan menggunakan kesempatan itu dia akan menerjang keluar. Dengan perlahan-lahan Koan Ing pun ikut mengundurkan diri keluar dari gua itu dia yang melihat Sang Su-im kena ditawan dalam hati merasa kecewa bercampur sedih, tetapi sekalipun begitu tidak berani juga turun tangan memberikan pertolongannya. Koan Ing tahu asalkan sedikit dia tidak berhati hati maka Sang Su-im akan menemui ajalnya di bawah serangan Ciu Tong. Sekeluarnya dari gua terdengarlah Ciu Tong tertawa girang. “Haa…. haa…. sekarang kau boleh melihat langit yang dicintai ini, haa…. ha…. ” ejeknya. Dengan sedihnya Sang Su-im segera menghela napas panjang,dia dongakan kepalanya memandang ke angkasa. Teringat kembali seluruh pengalamannya pada masa lalu dimana untuk pertama kalinya keluar dari perguruan dan mendirikan perkumpulan Tiang-gong-pang, mengeroyok si manusia tunggal dari Bulim, pertemuan puncak para jago di gunung Hoa-san…. satu demi satu terbayang kembali di depan matanya. Nama besar yang dipupuk selama puluhan tahun ini sebentar lagi bakal musnah tak kembali lagi…. kesemuanya ini dikarenakan dirinya yang kurang hati-hati sehingga dengan begitu mudahnya terjatuh ke tangan Ciu Tong, Heei…. masa hidupnya hampir habis sampai disini saja entah inikah yang dinamakan takdir atau nasib? Dengan termangu-mangu lama sekali dia memandang ke angkasa…. mendadak terdengar suara bentakan dari Ciu Tong yang bernadakan rasa terkejut. “Aaah…. Kereta Berdarah” Dia segera merasakan telapak tangannya Ciu Tong yang menempel di punggung sedikit tergetar, satu pikiran lantas berkelebat dihatinya. Tanpa banyak cakap bagaikan kilat cepatnya dia berkelebat ke arah depan. Ciu Tong yang melihat munculnya Kereta Berdarah dalam hati merasa amat terkejut sehingga telapak tangannya tergetar kini melihat Sang Su-im menggunakan kesempatan itu untuk meloloskan diri dalam hati jadi sangat terperanjat telapak kirinya dengan terburu-buru ditekan ke depan menghajar pundak kiri dari Sang Su-im, Sang Su-im yang sedang berusaha untuk menghindarkan diri dari ancaman Ciu Tong tiba-tiba merasakan pundak kirinya jadi sakit dia mendengus sewaktu matanya melirik ke belakang itulah dia melihat tongkat baja di tangan kanan Ciu Tong sudah dihantamkan ke atas kepalanya. Dengan gusarnya dia segera membentak keras, saat ini merupakan saat-saat yang amat kritis bagi keselamatan jiwanya, tangan kirinya segera membalik ke belakang melancarkan serangan dahsyat, tiga gulung angin serangan dengan tajamnya berderu menghajar iga Ciu Tong yang ada di belakang. Melihat dalangnya serangan tersebut Ciu Tong jadi merasa bergidik, tergesa-gesa dia tarik napas
panjang-panjang untuk mengerahkan ilmu mayat membusuknya, separuh bagian aliran darahnya seketika itu juga berhenti mengalir. Bersamaan waktu itulah tiba-tiba dia merasakan satu desiran angin tajam menyambar datang dari belakang badannya, sebilah pedang Kiem-hong-kiam yang ada di tangan Koan Ing sudah menyambar mendekati sang leher. Sedikit dia berayal, itulah tiga buah serangan jari yang amat dahsyat dari Sang Su-im berhasil menghajar badannya, dia segera mendengus berat. Tubuhnya terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang terkena dorongan angin serangan itu, bersamaan pula kepalanya menunduk ke bawah menghindarkan diri dari serangan pedang Koan Ing. Tetapi pada saat itu ujung toya yang di babat ke depan berhasil pula menghantam iga Sang Su 1m dengan kerasnya Dengan kepandaian silat serta tenaga dalam yang dimiliki Ciu Tong pada saat ini, Sang Su-im mana kuat menahan babatan tongkat dari Si iblis sakti dari luar lautan, Terdengar diapun mendengus berat, tubuhnya terpental sejauh tiga kaki terkena sapuan yang dahsyat dari Ciu Tong ini, Diantara suara ringkikan kuda yang amat ramai dan memekikkan telinga bagaikan bayangan setan saja kereta berdarah itu menerjang datang,…. Koan Ing yang serangannya tidak mencapai pada hasil dengan terburu-buru menarik kembali pedangnya sedang tubuhnya bagaikan kilat cepatnya berkelebat ke samping badan Sang Su-im, dengan cepat dia membimbing bangun Sang Su-im yang saat ini sudah jatuh tidak sadarkan diri, Ciu Tong yang melihat situ kesempatan yang paling baik untuk membinasakan Sang Su-im di bawah serangannya ternyata mengalami kegagalan, dalam hati merasa khe-ki bercampur gusar, sambil bersuit nyaring dengan dahsyatnya dia menubruk ke arah Koan Ing, Koan Ing yang sedang menggendong tubuh Sang Su-im sewaktu melihat wajah Ciu Tong menyengir amat menakutkan dalam hati merasa sedikit bergidik, pedang panjangnya berturut-turut melancarkan lima buat serangan dahsyat menangkis datangnya hantaman toya dari Ciu Tong yang dilancarkan dalam keadaan gusar itu, tetapi tidak urung telapak tangannya terasa sakit juga. Ciu Tong yang melihat serangannya tidak mendapatkan hasil, dengan gusarnya dia lantas membentak keras, sekali lagi dia melancarkan satu serangan laksana menggulungnya ombak di samudra dan ambruknya gunung Thay-san. Melihat datangnya serangan yang begitu dahsyat, Koan Ing jadi sangat terperanjat bagaimanapun juga sambaran toya dari Ciu Tong ini sukar baginya untuk menerima, saat ini kereta berdarahpun lagi menerjang ke arahnya membuat hatinya jadi benarbenar amat bingung. Mendadak satu ingatan berkelebat di hati Koan Ing, tanpa banyak berpikir lagi sembari menggendong tubuh Sang Su-im dia segera meloncat naik ke arah kereta berdarah yang sedang menerjang datang. Ciu Tong jadi tertegun melihat kejadian ini, dia sama sekali tidak menyangka kalau Koan Ing berani meloncat naik ke atas kereta berdarah sembari menggendong tubuh Sang Su-im, Di tengah suara
ringkikan kuda serta ramainya putaran roda kereta bagaikan segulung angin yang berlalu kereta berdarah itu sudah berkelebat melalui permukaan yang tertutup oleh salju. Lama sekali Ciu Tong berdiri termangu mangu di tempat semula, dia tidak tahu bagaimana keadaan dari Sang Su-im pada saat ini, hatinya jadi merasa sedikit sedih. Di dalam sekejap saja Kereta berdarah itu sudah lenyap dari pandangan mata. Tidak disangka sama sekali olehnya Kereta berdarah sebenarnya adalah demikian misterius dan demikian menakutkan, tujuannya yang terutama mendatangi daerah Tibet tidak lain adalah dikarenakan kereta berdarah itu tetapi kini dengan mata kepala sendiri dia melihat kereta berdarah itu berlalu bahkan melihat pula Koan Ing sembari menggendong tubuh Sang Suim meloncat naik ke dalam kereta. Tetapi mendadak hatinya merasa amat ketakutan, dia sama sekali tidak berani pergi mengejar. w Koan Ing yang menggendong tubuh Sang Su-im masuk ke dalam kereta berdarah segera merasakan adanya seseorang yang lagi memandang dirinya dengan pandangan dingin sekali. Dia jadi sangat terkejut, sewaktu memperhatikan lebih tajam lagi waktu itulah Koan Ing baru menemukan kalau dia orang bukan lain adalah Si manusia tunggal dari Bu-lim. Sinar mata si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong dengan terpesonanya memandang diri Koan Ing, tak sepatah katapun diucapkan olehnya. Koan Ing sendiripun tidak tahu bagaimana pada waktu tadi dia begitu berani untuk meloncat naik ke dalam kereta berdarah, waktu itu dia cuma memikirkan bagi keselamatannya sendiri dan kini…. setelah berada di dalam ruangan kereta hatinya mulai merasa amat tegang. Jien Wong tak mengucapkan sepatah katapun, dia cuma memperhatikan dirinya dengan pandangan terpesona…. Di bawah tarikan empat ekor kuda berwarna merah, kereta berdarah itu bagaikan kilat cepatnya berkelebat melalui permukaan tanah yang sudah tertutup olah salju itu…. Saat itulah dengan perlahan Sang Su-im baru membuka matanya kembali, tetapi sewaktu dilihatnya Jien Wong musuh bebuyutannya muncul di hadapan mata, air mukanya segera berubah sangat hebat. “Aaah…. si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong!” serunya tertahan. Walaupun pada saat ini dia lagi menderita luka parah tetapi saking terkejutnya tidak tertahan lagi tubuhnya sudah meloncat bangun. Sejak si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong menemui ajalnya di bawah kereta karena kerubutan
empat manusia aneh pada masa yang lampau sehingga dia bangun dan melarikan diri hingga…. saat ini belum pernah dia bertemu muka dengan Jien Wong, tidak disangka kini selagi menderita luka parah Jien Wong munculkan dirinya kembali di depan mata, bagaimana hal ini tidak membuat hatinya jadi sangat terkejut? Si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong masih tetap duduk di tempat semula tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sambil menghembuskan napas panjang Sang Su-im berbatuk batuk, darah segar segera memancur keluar dan mulutnya. Dia tidak berani banyak berpikir lagi, dengan perlahan sepasang matanya dipejamkan rapatrapat untuk beristirahat sedang hawa murninyapun tidak dikerahkan lagi untuk mengobati luka yang diderita, karena dia tahu lukanya ini tidak bakal bisa sembuh hanya di dalam satu dua hari saja. Sedang diapun tidak percaya kalau dirinya bisa lolos dari tangan si manusia tunggal Jien Wong ini. Dengan cepatnya kereta berdarah meluncur masuk ke dalam sebuah gua gunung yang tinggi besar, lewat seperminum teh kemudian kereta itu berhenti dengan perlahan-lahan. Jien Wong masih tetap memandang ke dua orang itu tidak bergerak, lama sekali baru terdengar dia berkata dengan suara perlahan. “Untuk menuruni kereta ini tentunya kalian berdua tidak perlu aku yang bantu membimbing bukan?” Mendengar perkataan tersebut Sang Su-im segera membuka matanya kembali, alisnya dikerutkan rapatrapat, dia sama sekali tidak menyangka si manusia tunggal Jien Wong hendak melepaskan dirinya dengan begitu saja. Koan Ing yang sejak semula sudah tidak pikirkan keselamatannya sendiri, dengan terburu-buru lantas membimbing diri Sang Su-im. “Empek Sang mari kita turun dari kereta,” ajaknya. Dengan perlahan Sang Su-im mengangguk, di bawah bimbingan Koan Ing dia segera turun dari kereta berdarah tersebut. Tampaklah di tempat mana mereka berada merupakan sebuah lambung gunung yang amat tinggi dan besar sekali, di sekeliling dinding gua penuh dihiasi dengan tiang2 salju telah membeku, kelihatannya gua ini merupakan satu gua salju alam yang sudah berusia sangat lama. Jien Wong pun ikut meloncat turun dari dalam kereta, tetapi selama ini dia tidak memandang ke arah mereka, bagaikan tiada orang saja, matanya memandang ke tempat kejauhan.
Lewat sejenak kemudian Jien Wong baru menepuk kuda yang menarik kereta berdarah itu, disertai suara ringkikan yang ramai kereta berdarah itu mulai bergerak menuju ke ruangan gua yang lebih dalam lagi. Menanti setelah kereta tersebut lenyap dari pandangan, sambil mungkuri kedua orang itu dia baru berkata dengan suaranya yang adem, “Sang Su-im, perpisahan kita selama sembilan belas tahun ini apakah selalu baik-baik saja?” “Kedatanganku ke daerah Tibet kali ini justru hendak mencari dirimu,” jawab Sang Su-im dengan berat alisnya dikerutkan rapatrapat. Mendengar perkataan tersebut Jien Wong segera tertawa terbahakbahak dengan seramnya dengan perlahan-lahan dia putar tubuhnya. “Sejak pertempuran kita di gunung Hoa-san pada masa yang lalu kini sudah ada sembilan belas tahun lamanya. Hee…. hee kau masih berani mencari diriku?” serunya. Dengan tawarnya Sang Su-im memandang sekejap ke arah Jien Wong, tetapi tak sepatah katapun diucapkan keluar.
Mendadak tampak