TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Hurlock (1980) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Usia sekolah merupakan awal seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya. Terjadi perkembangan sosialisasi yang menonjol pada anak selama periode usia sekolah. Diantaranya adalah pergaulan anak menjadi lebih luas, dan tidak terbatas hanya dengan anggota keluarga dirumah. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya. Selain itu, pada usia sekolah terjadi perkembangan intelegensi, minat, emosi dan kepribadian. Perkembangan pada aspek-aspek itulah yang membentuk karakteristik khas pada anak usia sekolah (Akbar 2005). Menurut teori perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004) anak usia 7-11 tahun termasuk dalam tahap konkret operasional yaitu kemampuan untuk memahami konsep-konsep, hubungan sebab akibat, hubungan yang majemuk, serta kemampuan diri yang menyangkut proses berpikir, daya ingat, pengetahuan, tujuan dan aksi yang meningkat. Makanan dan Gizi Anak Sekolah (7-12 tahun) Karakteristik anak usia sekolah, antara lain gigi susu yang tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen, lebih aktif dalam memilih makanan yang disukai. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhan lebih cepat, terutama penambahan tinggi badan serta anak usia sekolah memiliki aktivitas fisik, misalnya berolah raga, bermain, atau membantu orang tua. Anak usia sekolah biasanya mempunyai lebih banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi (sarapan) perlu diperhatikan, untuk mencegah hipoglikemi dan supaya anak lebih mudah menerima pelajaran. Anak usia sekolah telah mempunyai daya tahan yang cukup terhadap berbagai penyakit (RSCM & Persagi 1990). Faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah menurut Moehji (1980) adalah: a. anak dalam usia ini sudah dapat memilih dan menentukan makanan apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga seringkali anak-anak salah memilih.
Terlebih lagi jika orangtua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat dan bergizi b. kebiasaan jajan, dimana anak seusia ini gemar jajan. Hal ini lebih dipengaruhi oleh teman meskipun keluarga juga ikut berpengaruh c. anak tiba di rumah dalam keadaan letih karena belajar dan bermain di sekolah, sehingga sampai di rumah kurang nafsu makan. Pilihan terhadap makanan kesukaan anak sangat dipengaruhi oleh teman, orangtua, dan juga media massa melalui iklan/reklame. Bekal Sekolah Menurut Moehji (1980), apabila anak-anak diberi bekal, maka hendaklah diperhatikan
bahwa
bekal
makanan
yang
diberikan
kepadanya
dapat
memberikan unsur-unsur gizi yang kurang terdapat dalam makanannya waktu makan pagi, siang dan malam. Dua unsur yang diutamakan dalam bekal makanan yaitu energi dan protein. Kekurangan akan zat gizi lain dapat diberikan melalui makanan mereka di rumah. Memang bekal makanan yang paling ideal adalah makanan yang dapat memberikan zat gizi yang diperlukan. Tetapi dalam praktik, membuat bekal yang memenuhi syarat demikian itu agak sulit. Bekal makanan untuk anak-anak memberikan keuntungan, antara lain : a. anak-anak dapat dihindarkan dari gangguan rasa lapar b.
pemberian bekal dapat menghindarkan anak itu dari kekurangan energi
c. pemberian bekal dapat menghindarkan anak dari kebiasaan jajan sehingga menghindarkan anak dari gangguan penyakit akibat makanan yang tidak higienis. Makanan di Sekolah (School-Feeding) School-feeding merupakan tindakan umum yang bisa dilaksanakan untuk memperbaiki keadaan gizi anak sekolah. Praktik penyelenggaraan makanan di sekolah ini sudah lama dan sudah banyak diselenggarakan di negara-negara baik di Eropa maupun di Asia. Untuk masing-masing negara baik bentuk maupun cara penyelenggaraan makanan di sekolah ini berbeda-beda (Moehji 1980). Nilai kalori dalam suatu susunan hidangan sekolah seyogyanya sebesar 900 kalori bagi anak-anak diatas umur 11 tahun, 700 kalori diantara 6 dan 11 tahun, serta 600 kalori bagi umur di bawah 6 tahun. Suatu susunan hidangan rata-rata yang mengandung 700 kalori sudah mencukupi kebutuhan bagi kondisi di daerah tropik (Nicholls 1976).
Makanan Jajanan Makanan jajanan adalah makanan siap santap untuk dikonsumsi (disantap) yang digunakan sebagai selingan atau pelengkap menu utama. Berbagai macam makanan jajanan yang khas dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, khas dalam bahan, pengolahan, maupun penyajiannya (Hardinsyah & Briawan 1994). Jajan adalah hal yang lumrah dilakukan oleh anak-anak. Dalam satu segi jajan mempunyai aspek positif dan dalam segi lainya jajan juga bisa bermakna negatif. Rentang waktu antara makan pagi dan makan siang adalah relatif panjang, oleh karena itu anak-anak memerlukan asupan gizi tambahan di antara waktu makan tersebut. Makanan jajanan seringkali lebih banyak mengandung unsur karbohidrat dan hanya sedikit mengandung protein, vitamin, mineral. Akibat ketidaklengkapan gizi dalam makanan jajanan, maka pada dasarnya makanan jajanan tidak dapat mengganti sarapan pagi atau makan siang. Anakanak yang banyak mengkonsumsi makanan jajanan perutnya akan merasa kenyang karena padatnya kalori yang masuk ke dalam tubuhnya. Sementara gizi seperti protein, vitamin, dan mineral masih sangat kurang (Khomsan 2005). Kebutuhan Energi dan Kecukupan Zat Gizi Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lanjut usia (Hardinsyah dkk 2002). Selain itu, menurut Karyadi & Muhilal (1996) kebutuhan gizi lebih meggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu, jadi ada yang tinggi dan ada pula yang rendah, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain genetika. Kebutuhan Energi Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhannya lebih cepat, terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda
dengan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak sedangkan perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak (RSCM & Persagi 1990). Menurut Hardinsyah dkk (2002), kebutuhan gizi antar individu yang berat badannya relatif sama dan berasal dari kelompok umur yang sama dapat bervariasi. Namun variasi kebutuhan energi lebih kecil dibanding dengan variasi kebutuhan protein dan zat gizi lainnya pada kelompok umur yang sama. Hal ini dikarenakan energi dapat disimpan di dalam tubuh dalam bentuk lemak yang dapat diubah kembali menjadi energi dan digunakan pada kesempatan lainnya bila kekurangan energi. Perhitungan angka kebutuhan energi (AKE) lebih tepat menggunakan pendekatan pengeluaran energi karena dalam perhitungannya menggunakan angka metabolisme basal berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, berat badan dan aktivitas fisik (FAO 2001). Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang Dianjurkan Penetapan kebutuhan individu untuk energi dan zat gizi juga dapat diturunkan dari angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan. AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Muhilal dkk 1994). Menurut Hardinsyah dan Martianto (1994) angka kecukupan gizi (AKG) sudah memperhitungkan variasi kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman (save level). Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi anak usia sekolah berikut ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Anak Sekolah berdasarkan WNPG 2004 Umur 10-12 tahun Perempuan Laki-laki Protein 50 g 50 g Kalsium (Ca) 1000 mg 1000 mg Besi (Fe) 20 mg 13 mg Fosfor (P) 1000 mg 1000 mg Vitamin A 600 mgRE 600 mgRE Vitamin C 50 mg 50 mg Sumber : Hardinsyah & Tambunan (2004) dalam WNPG (2004) Zat Gizi
Kebiasaan makan Menurut Riyadi (2006) kebiasaan makan adalah cara-cara yang dipakai orang pada umumnya untuk memilih bahan makanan yang mereka makan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, kebudayaan dan sosial. Selain itu menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan adalah perilaku yang berhubungan dengan makan, frekuensi makan seseorang, pola makan, pantangan, distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan, dan cara-cara memilih bahan makanan. Kebiasaan makan pada anak usia sekolah tergantung pada kehidupan sosial di sekolah. Anak usia sekolah cenderung lebih menyukai makan secara bersamaan dengan teman sekolahnya. Kadang-kadang anak malas makan di rumah, hal ini disebabkan akibat stres atau sakit (Hidayat 2004). Membentuk pola makan yang baik untuk seorang anak menuntut kesabaran seorang ibu. Pada usia prasekolah, anak-anak sering kali mengalami fase sulit makan. Kalau masalah makan ini berkepanjangan maka dapat mengganggu tumbuh kembang anak karena jumlah dan jenis gizi yang masuk dalam tubuhnya kurang. Solusi dari masalah makan yang terjadi pada anak-anak antara lain, awali makan dengan porsi kecil, apabila porsi kecil sudah dihabiskan, orang tua bisa menawarkan kepada anak untuk ditambah kembali. Ketika anak sedang makan orang tua jangan terlalu banyak memberi nasihat. Selain itu suasana makan haruslah menyenangkan. Anak-anak seyogyanya diberi kesempatan untuk memilih makanan sendiri yang disukai dengan pengawasan seperlunya dari orang tua. Kewajiban orang tua adalah menjamin hak anak-anak untuk memeperoleh makanan secara cukup dan berkualitas. Dengan disertai pola asuh yang baik, anak-anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi generasi yang sehat dan cerdas (Khomsan 2004). Konsumsi Energi dan Zat Gizi Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang di konsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Hardinsyah & Briawan 1992). Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi, mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu misalnya enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta
protein, dan kelompok mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono 2004). Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan gizi. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut depkes (1996) diacu dalam Sukandar (2007) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); (5) kelebihan (
120% AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan
mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG); (2) cukup ( 77% AKG). Energi Tenaga yang mampu melaksanakan suatu pekerjaan dinamakan energi. Energi (tenaga) diperoleh dari hasil pembakaran bahan makanan di dalam tubuh, terutama dari makanan sumber karbohidrat, protein dan lemak. Energi dinyatakan dalam satuan kalori (Nasoetion 1995). Energi merupakan salah satu hasil metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk
metabolisme,
pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan tubuh sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004). Kebutuhan energi bayi dan anak relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa, karena untuk pertumbuhan. Kebutuhan energi sehari anak pada tahun pertama kurang lebih 100-120 kkal/kg berat badan. Untuk tiap 3 tahun pertambahan umur kebutuhan energi turun kurang lebih 10 kkal/kg berat badan. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan yang cepat pada usia remaja membutuhkan energi yang lebih besar (RSCM & Persagi 1990). Kebutuhan energi seorang sehari ditaksir dari kebutuhan energi untuk komponen-komponen sebagai berikut: 1) Angka Metabolisme Basal/AMB; 2) Aktifitas fisik; 3) pengaruh Dinamik Khusus Makanan/SDA (dapat diabaikan). Kebutuhan energi terbesar pada umumnya diperlukan untuk metabolisme basal. Kebutuhan energi basal atau AMB pada dasarnya ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh serta umur. AMB per kg berat badan lebih tinggi pada orang pendek dan kurus serta lebih rendah pada orang tinggi dan gemuk. Penggunaan energi di luar AMB bagi bayi dan anak selain untuk pertumbuhan adalah untuk
bermain dan sebagainya. Pada usia remaja (10-18 tahun), terjadi proses pertumbuhan jasmani yang pesat serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh, juga aktifitas yang tinggi (Almatsier 2003). Protein Istilah protein berasal dari bahasa yunani, didefinisikan sebagai senyawa dalam pangan yang mengandung nitrogen. Protein sangat penting bagi fungsi tubuh, karena tanpa senyawa ini, kehidupan tidak mungkin terjadi (Riyadi 2006). Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena protein selain berfungsi sebagai sumber energi juga berfungsi sebagai zat pembangun (Nasoetion 1995). Menurut Hartono (2006) protein terbentuk dari asam-asam amino yang dirangkaikan oleh ikatan peptida. Fungsi protein antara lain membangun jaringan tubuh baru, memperbaiki jaringan tubuh, menghasilkan senyawa esensial, mengatur tekanan osmotik, mengatur keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa,menghasilkan pertahanan tubuh, menghasilkan mekanisme transportasi, dan menghasilkan energi. Kebutuhan protein pada anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelamin dan umur. Pada umumnya kebutuhan protein pria sedikit lebih tinggi dibanding wanita (Hardinsyah & Martianto 1992). Kebutuhan protein bayi dan anak relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kebutuhan protein tergantung pula pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino esensial. Kecukupan protein yang diperlukan oleh anak umur 10-18 tahun adalah 1-1,5 g/kg BB (RSCM & Persagi 1990). Menurut Nasoetion (1995) protein lengkap yaitu protein yang mengandung semua asam amino esensial, terdapat pada semua protein hewani. Prinsip mutu protein yang baik adalah apabila suatu protein mengandung asam amino esensial yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Protein hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibanding protein nabati, karena susunan asam aminonya lebih lengkap. Meskipun begitu manusia dapat memenuhi kebutuhan protein tubuh dari pangan nabati, akan tetapi dalam jumlah yang cukup dan mengandung asam amino yang diperlukan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan sebagai protein hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani antara lain daging, dan organ-organ dalam
seperti hati,pankreas, ginjal paru-paru, jantung dan jeroan (babat, usus halus, dan usus besar). Susu dan telur termasuk juga sumber protein hewani berkualitas tinggi. Selain itu, ikan, kerang dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik karena mengandung sedikit lemak (Nilawati 2008). Menurut Almatsier (2003) sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan. Karbohidrat Karbohidrat merupakan unsur gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah besar untuk menghasilkan energi atau tenaga. Kebutuhan yang besar akan karbohidrat terjadi karena zat gizi ini merupakan sumber energi utama dan tidak dapat di daur ulang, akan tetapi hanya dapat diubah dan disimpan sebagai cadangan energi (Hartono 2004). Menurut Nasoetion (1995) karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi utama bagi otak dan susunan syaraf terutama glukosa. Oleh karena itu ketersediaan glukosa harus tetap terjaga, agar terhindar dari kerusakan otak atau kelainan syaraf. Menurut Almatsier (2003) satu gram karbohidrat menghasilkan 4 Kal. Sebagian dari karbohidrat disimpan dalam tubuh sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan dalam otot dan hati sebagai glikogen, sebagian lagi diubah menjadi lemak sebagai cadangan energi. Seseorang yang mengkonsumsi karbohidrat berlebih akan menjadi gemuk. Sumber utama karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati) dan hanya sedikit yang berasal dari hewani. Di dalam tubuh manusia, karbohidrat merupakan salah satu sumber energi. Dari tiga sumber energi utama (yaitu karbohidrat, lemak, protein), karbohidrat merupakan sumber energi yang paling murah. Karbohidrat yang tidak dapat di cerna memberikan volume kepada isi usus. Rangsangan mekanis yang terjadi melancarkan gerak bubur makanan melalui saluran pencernaan dan memudahkan pembuangan tinja (Nilawati 2008). Lemak Lemak dalam makanan biasanya juga disebut lipid. Lipid seperti halnya karbohidrat juga mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Menurut Hartono (2006) lemak dan minyak merupakan zat gizi kedua yang digunakan sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi. Kebutuhan lemak tidak dinyatakan dalam angka mutlak. Kebutuhan lemak yang dianjurkan 15-20% jumlah energi total berasal dari lemak. Bayi dan anak dianjurkan 1-2% dari kebutuhan energi total berasal dari asam lemak
esensial (asam linoleat). Asam lemak esensial dibutuhkan untuk pertumbuhan dan untuk memelihara kesehatan kulit (RSCM & Persagi 1990). Menurut sumbernya kita membedakan lemak nabati dan lemak hewani. Lemak nabati berasal dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan lemak hewani berasal dari hewan, termasuk ikan, telur dan susu. Fungsi lemak dalam makanan memberikan rasa gurih, terutama makanan yang digoreng, serta memberi kandungan kalori yang tinggi dan memberikan sifat empuk (lunak) pada kue yang dibakar. Lemak dalam tubuh berfungsi sebagai cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak yang ditimbun ditempat-tempat tertentu (Sediaoetama 2006). Vitamin Vitamin
didefinisikan
sebagai
bahan-bahan
organik,
yang
dibutuhkan tubuh dalam jumlah sangat sedikit, yang melakukan paling sedikit satu fungsi metabolik spesifik dan harus diberikan dalam makanan. Terdapat dua golongan vitamin, yaitu vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Vitamin yang larut lemak adalah vitamin A, D, E, dan K, sedangkan vitamin yang larut air adalah vitamin B kompleks (tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, dan vitamin B12) dan C (Riyadi 2006). Jenis, fungsi dan bahan makanan sumber vitamin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis, fungsi dan bahan makanan sumber vitamin Vitamin
Fungsi
Bahan Makanan Sumber
A
Proses penglihatan, pertumbuhan, perkembangan tulang, jaringan epitel dan kekebalan
Minyak ikan, hati, mentega, susu, keju, sayuran daun hijau tua, serta sayuran dan buah berwarna kuning (wortel, pepaya, dan mangga)
B1
Unsur sistem enzim jaringan terutama hubungannya dengan dekarboksilasi
Hati, jantung, ginjal, ragi, gandum, kedela, serta kacang-kacangan dan susu
B2
Unsur sistem pernapasan metabolisme asam dan lipid
enzim dan amino
Susu, hati, ginjal, jantung, telur, dan sayuran daun hijau
B6
Koenzim dan metabolisme asam lemak esensial
Daging, hati, ginjal, tepung gandum, kacang tanah, jagung
Pembentukan kolagen, pembentukan gigi, metabolisme tiroksin Sumber : Riyadi (2006)
Buah jeruk, tomat, arbei, kangkung, kentang,cabai hijau, selada hijau dan jambu biji
C
Menurut Almatsier (2003) vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya
sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein. Selain itu menurut Moehji (1982) vitamin digunakan untuk mengatur fungsi faal dari alat-alat tubuh. Setiap vitamin mempunyai fungsi dan sumber pangan sendiri. Oleh karena itu pada Tabel 2 disajikan fungsi dan sumber dari masingmasing vitamin. Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Mineral dibedakan menjadi mineral makro dan mineral mikro (Almatsier 2003). Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Hingga saat ini dikenal sebanyak 24 mineral yang dianggap esensial (Almatsier 2003). Menurut Riyadi (2006) mineral yang tergolong ke dalam mineral makro adalah kalsium (Ca), fosfor (P), dan magnesium (Mg), sedangkan mineral yang tergolong ke dalam mineral mikro antara lain besi (Fe), iodium (I), seng (Zn), selenium (Se), dan fluor (F). Fungsi dan bahan makanan sumber mineral dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis, fungsi dan bahan makanan sumber mineral Mineral
Fungsi
Bahan Makanan Sumber
Ca : kalsium
Unsur utama tulang dan gigi, untuk kontraksi otot, irama jantung, dan kepekaan syaraf
Susu, kangkung, tiram, udang, salem, dan kijing
P : Fosfor
Unsur utama tulang dan gigi, metabolisme lemak dan karbohidrat serta pertukaran energi
Susu, keju, kuning telur, daging, ikan, unggas, dan kacang-kacangan
Unsur hemoglobin, mioglobin, dan beberapa enzim oksidatif Sumber : Riyadi (2006)
Hati, daging, kuning telur, sayuran berdaun hijau tua, tiram, udang, salem, dan kijing
Fe : Zat besi
Metode Pengukuran Konsumsi Pangan a. Metode ”Recal” Metode recall (metode mengingat-ingat) umumnya digunakan untuk survei konsumsi tingkat individu. Dalam metode ini, responden diminta untuk mengingat semua makanan yang telah dimakan, biasanya makanan sehari atau 24 jam yang lalu. Responden diminta untuk mengingat jenis masakan yang dimakan beserta jenis pangan penyusunnya. Jumlah makanan yang dicatat biasanya dalam bentuk masak (kecuali untuk makanan-makanan tertentu yang biasa dikonsumsi dalam bentuk segar dan mentah) dalam ukuran rumah tanga (URT) misalnya gelas, mangkuk, sendok makan dan sebagainya. Untuk membantu mengestimasi jumlah makanan yang dimakan, deskripsikan dan identifikasi secara tepat setiap jenis pangan dengan menggunakan ukuran porsi, food models, atau foto pangan. Penggaris dapat digunakan untuk mengestimasi ukuran pangan. Kuesioner yang terstruktur digunakan sebagai panduan pengisian data. Responden biasanya merangkap sebagai sasaran dalam penelitian. Namun jika sasaran penelitian adalah anak-anak, maka yang menjadi responden adalah ibunya atau seseorang yang cenderung mengetahui apa saja yang dimakan oleh anaknya (Sa’diyah dan Kusharto 2007). Metode ”recall” ini mempunyai kelebihan relatif murah dan tidak memakan waktu banyak (Sa’diyah dan Kusharto 2007). Selain itu menurut Supariasa et al. (2001)
kelebihan
lain
dari
metode
recall
diantaranya
adalah
mudah
melaksanakannya dan tidak terlalu membebani respoden, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf, serta dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Namun kekurangannya adalah data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat sseorang dan tergantung dari keahlian tenaga pencatatan dalam mengkonversikan URT kedalam satuan berat serta adanya variasi URT antar daerah, dan ada variasi interpretasi besarnya ukuran antar responden (besar, sedang, kecil, dll) (Sa’diyah dan Kusharto 2007). b. Metode ”Food Weighing” Metode penimbangan makanan (food weighing) merupakan metode dimana responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama satu hari. Kelebihan metode penimbangan yaitu data lebih akurat atau teliti sedangkan kekurangannya yaitu lama, mahal,
memerlukan tenaga pengumpul data yang terlatih dan terampil serta memerlukan kerjasama yang baik dengan responden (Supariasa et al. 2001). Selain itu Menurut Sa’diyah dan Kusharto (2007) kekurangan lainnya adalah kadangkadang responden segan atau malu atau tidak memperkenankan bila makanannya harus dipindah-pindahkan dari tempatnya untuk ditimbang, serta responden mungkin merubah-ubah pola konsumsi pangan dari kebiasaannya sehari-hari dengan kehadiran kita. Menurut Sa’diyah dan Kusharto (2007), metode penimbangan ada dua yaitu
metode
penimbangan
biasa
dan
penimbangan
langsung
dengan
pengamatan. Perbedaannya adalah pada penimbangan biasa, penimbangan dapat dilakukan oleh responden, sedangkan pada penimbangan langsung dengan pengamatan penimbangan dilakukan sendiri oleh enumerator. Pada metode penimbangan, pengukuran penggunaan pangan untuk konsumsi dilakukan dengan cara menimbang bahan pangan dalam keadaan mentah (proses persiapan), setelah makanan masak (penyajian), dan setelah pangan tersebut di konsumsi (mengamati sisa yang tidak termakan). Selain itu ditimbang pula makanan yang diperoleh dari pemberian dan makanan yang dikonsumsi di luar rumah.