TEMU ILMIAH IPLBI 2015
Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah Studi Kasus: Perumahan Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Bandung Tamiya M. Saada Kasman, Dewi R. Syahriyah, Sofian D. Ananto, M. Adib Widhianto Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung
Abstrak Aktivitas masyarakat serta interaksi sosial yang terjadi dalam lingkungan perumahan menjadi latar di balik munculnya ruang yang tidak terkotak-kotak, sehingga terjadi ketidakjelasan antara ruang privat dan ruang publik pada perumahan tersebut. Namun kebutuhan akan ruang dalam memenuhi segala aktivitas membentuk perilaku teritorialitas pada manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola serta pemahaman teritorialitas di perumahan menengah ke bawah dengan cara mengidentifikasi unsur ruang dan bentuk interaksi sosial masyarakat di lingkungan luar rumah berdasarkan tiga aspek teritori yang dilakukan, baik pada lingkup rumah sebagai teritori legal maupun lingkungan sekitar rumah. Metode pengumpulan data awal dilakukan melalui observasi langsung dengan sifat observasi non-participant, dan melakukan wawancara ke tokoh masyarakat. Kemudian pengambilan data selanjutnya menggunakan metode purposive sampling dalam pembagian kuesioner ke beberapa masyarakat tertentu yang melakukan ekspansi teritorial maupun masyarakat yang lahannya digunakan oleh orang lain untuk beraktivitas. Hasil analisis terdapat tiga pola umum ekspansi teritorial, yang pertama pola ekspansi yang dilakukan di batas teritori legal, kedua pola ekspansi di sisi luar batas teritori legal, dan yang terakhir pola ekspansi di koridor/gang sebagai teritori publik. Kata-kunci : ekspansi, perumahan, teritorialitas
Pengantar Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya dalam proses berhuni, dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut manusia memerlukan ruang. Kebutuhan terhadap ruang ini membentuk perilaku teritorialitas pada manusia yang menginginkan ruang personal dengan jelas sebagai batas kegiatan personalnya. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa teritorialitas manusia merupakan salah satu konsep yang penting dalam psikologis dan perilaku yang signifikan di lingkungan rumah (Hayward, 1975; Porteous, 1976; Tognologi, 1987; dalam Omata 1995). Teritori merupakan sebuah wilayah ataupun daerah, sedangkan teritorialitas merupakan sebuah wilayah yang telah menjadi milik dan hak seseorang. Menurut Laurens (2004) teritorialitas merupakan pola perilaku yang
berhubungan dengan kepemilikan dan hak seseorang terhadap suatu wilayah atau daerah. Terdapat tiga aspek pembentuk teritorialitas yaitu legalitas, aktivitas, dan persepsi. Legalitas yang dimaksud adalah adanya bukti hukum kepemilikan atau bukti hak penggunaan atas suatu tempat. Aspek aktivitas adalah interaksi sosial masyarakat yang terjadi pada suatu lokasi tertentu. Sedangkan aspek persepsi yaitu nilai yang berasal dari pemahaman pengguna atau masyarakat mengenai batasan teritorialitas itu sendiri (Widjaja, 2007). Pada penelitian ini perumahan menengah ke bawah dipilih sebagai objek penelitian dikarenakan kondisinya yang lebih memiliki kejelasan dari segi aspek legalitas jika diban-dingkan dengan perkampungan tradisional. Selain itu pada perumahan tersebut kedekatan sosial antar masyarakatnya lebih besar jika dibandingkan dengan perumahan kelas atas. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | C 091
Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah (Studi Kasus: Perumahan Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Bandung)
Dalam kasus perumahan menengah ke bawah seperti di Jalan Batik Pekalongan, Jalan Batik Jogja, Jalan Manteron, Jalan Giringsing, Jalan Gambir Saketi, dan Jalan Rereng Suliga, ekspansi teritorial dapat terlihat dari jarak batas lahan yang sudah dengan jelas diatur dalam aspek legalitas perumahan, namun pada kenyataannya batas-batas antar lahan tersebut tumbuh dan berkembang secara tidak teratur salah satunya dikarenakan interaksi sosial dan aktivitas masyarakat. Sedangkan pada kawasan perumahan menengah ke atas, intensitas terjadinya interaksi sosial aktivitas masyarakat sangat kurang sehingga kemungkinan terjadinya ekspansi teritorial sangat kecil. Dalam proses bermukim terdapat ketidakjelasan mengenai batas ruang antara ruang berkegiatan privat dan ruang berkegiatan publik dalam kehidupan bermukim masyarakatnya. Ketidak jelasan batas ruang ini dapat dilihat dari adanya penggunaan temporer pada ruang publik seperti penggunaan jalanan untuk kegiatan sehari-hari penghuni rumah di sekitarnya, seperti sebagai area menjemur, area parkir, maupun untuk tempat berjualan. Pola penggunaan temporer pada ruang publik diduga diakibatkan oleh keterbatasan ruang hunian yang terjadi akibat perkembangan suatu perumahan. Tindakantindakan penggunaan ruang secara temporer ini dapat disebut sebagai tindakan ekspansi teritorial dari penghuni. Teritorialitas dalam penelitian ini dinilai berdasarkan tiga aspek antara lain aspek legalitas, aktivitas, dan persepsi (Widjaja, 2007) yang dapat mempengaruhi maupun mendorong penghuni untuk melakukan ekspansi teritorial tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola serta pemahaman teritorialitas di perumahan menengah ke bawah dengan cara mengidentifikasi unsur ruang dan bentuk interaksi sosial masyarakat di lingkungan luar rumah berdasarkan tiga aspek teritori yang dilakukan baik pada lingkup rumah sebagai teritori legal, maupun lingkungan sekitar rumah.
C 092 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
Metode Penelitian ini menggunakan mixed method yaitu metode penelitian gabungan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Metode pengumpulan data awal dilakukan melalui observasi langsung dengan sifat observasi non-participant yaitu peneliti hanya menjadi pengamat dan tidak menjadi bagian dalam objek yang diteliti (Kumar, 2005). Kemudian pengambilan data selanjutnya yaitu melakukan wawancara ke tokoh masyarakat seperti ketua RT-RW setempat untuk mendapatkan pengetahuan tentang Sukaluyu, baik mengenai sejarah terbangunnya perumahan maupun mengenai fenomena-fenomena bermukim yang telah terjadi di perumah-an. Selain itu metode purposive sampling juga digunakan dalam pembagian kuesioner ke beberapa masyarakat tertentu yang melakukan ekspansi teritorial maupun masyarakat yang lahannya digunakan oleh orang lain untuk beraktivitas. Teknik sampling tersebut digunakan karena penelitian ini memfokuskan pada pola ekspansi teritorial penghuni dan mengidentifikasi alasan ekspansi tersebut dilakukan, sehingga hanya diperlukan informasi dari penghuni-penghuni yang melakukan kegiatan tersebut. Pertanyaan yang disusun dalam kuesioner tersebut dikembangkan dari konsep dan variabel yang bersumber pada kajian-kajian literatur yang berhubungan dengan topik penelitian. Konsep dari penelitian ini fokus pada ketiga aspek pembentuk teritorialitas antara lain aspek legalitas, aktivitas, dan persepsi. Ketiga aspek tersebut menghasilkan beberapa variabel yang akan diidentifikasi hubungan antara variabelnya, baik dalam satu aspek maupun hubungan antar aspek yang berbeda sehingga dapat ditemukan faktor-faktor apa saja yang menjadi alasan penghuni Sukaluyu melakukan ekspansi teritorial.
Tamiya M. Saada Kasman
Gambar 1. Diagram Kerangka Penelitian
Kemudian bentuk fisik teritori yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah teritori bangunan rumah sebagai teritori privat/ legal, dan teritori jalan perumahan sebagai teritori publik. Sehingga dapat dilihat sejauh mana pola penggunaan ekspansi teritorial penghuni di perumahan Sukaluyu ini berlangsung. Analisis dan Interpretasi Pengamatan yang dilakukan di perumahan Sukaluyu ini dibagi menjadi enam koridor antara lain Koridor 1 Jalan Batik Pekalongan, Koridor 2 Jalan Batik Jogja, Koridor 3 Jalan Manteron, Koridor 4 Jalan Giringsing, Koridor 5 Jalan Gambir Suketi, dan Koridor 6 Jalan Rereng Suliga. Perumahan ini terletak pada wilayah administratif Kelurahan Sukaluyu, Kecamatan Cibeunying Kaler, Bandung.
Pada lokasi tersebut, aktivitas ekspansi teritorial kemudian dikelompokkan menjadi lima aktivitas yang paling mendominasi yaitu parkir, menjemur, berbincang, bermain, dan jual beli. Aktivitas-aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang paling banyak terjadi di perumahan Sukaluyu sesuai dengan hasil observasi yang telah dilakukan, seperti yang terlihat pada pemetaan di gambar 2. Kemudian dari hasil pengamatan tersebut, didapatkan pola umum yang merupakan hasil analisa yang terbentuk dari lima jenis aktivitas masyarakat di kawasan Sukaluyu. Jenis aktivitas pertama yang termasuk dalam aktivitas ekspansi teritorial ialah parkir. Aktivitas tersebut terjadi pada seluruh koridor, dimulai dari koridor 1 hingga koridor 6. Parkir kendaraan yang dilakukan penghuni tersebut melakukan ekspansi dengan mengambil ruas jalan. Ekspansi ini paling banyak terjadi pada Koridor 2 (Jalan Batik Jogja) dan Koridor 6 (Jalan Rereng Suliga) seperti yang terlihat pada gambar 3. Salah satu alasan ekspansi ini terjadi ialah dikarenakan lahan yang digunakan sebagai garasi tidak mencukupi. Pola umum parkir ini terbagi menjadi dua pola, yang pertama pola yang melebihi teritori legal atau di tepi teritori legal, dan yang kedua pola parkir yang sepenuhnya berada di luar teritori legal.
Gambar 3. Aktivitas Parkir Kendaraan
Gambar 2. Pemetaan Jenis Aktivitas di Sukaluyu
Ekspansi teritorial berikutnya ialah dari aktivitas menjemur pakaian. Aktivitas ini tidak terjadi pada seluruh koridor. Aktivitas menjemur pakaian terjadi pada koridor 1 hingga koridor 4, seperti yang terlihat pada gambar 4 di bawah ini. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015| C 093
Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah (Studi Kasus: Perumahan Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Bandung)
Gambar 4. Aktivitas Menjemur Pakaian
Kemudian ekspansi teritorial yang terbentuk oleh aktivitas bermain, seperti yang terlihat pada gambar 6, hanya terjadi pada jalanan di dua koridor yaitu di koridor 4 (Jalan Giringsing) dan koridor 6 (Jalan Rereng Suliga). Ekspansi tersebut dilakukan dikarenakan kurangnya area publik yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk bermain sehingga masyarakat mengambil ruas jalan sebagai lahan untuk bermain. Aktivitas ini paling banyak terjadi di koridor 6 yaitu Jalan Rereng Suliga dikarenakan lebar jalanan yang lebih besar dibanding koridor lainnya.
Mayoritas masyarakat menjemur pakaiannya di pagar, hal tersebut tidak termasuk ekspansi teritorial apabila penghuni masih melakukan aktivitas tersebut di batas teritori legalnya. Aktivitas ini menjadi ekspansi teritorial jika penghuni melakukannya di luar batas teritori legal mereka, seperti yang terlihat di gambar 4 pada gambar kedua. Ekspansi ini paling banyak terjadi pada koridor 2 (Jalan Batik Jogja). Aktivitas berikutnya seperti yang terlihat pada gambar 5 ialah aktivitas berbincang dengan tetangga. Jenis aktivitas yang merupakan ekspansi teritorial ini terdapat pada koridor 3 hingga koridor 6. Berbincang dengan tetangga pada umumnya dilakukan oleh masyarakat di ruas jalan atau diluar batas teritori hunian mereka. Ekspansi ini banyak dilakukan oleh masyarakat dikarenakan jika melakukan aktivitas tersebut di luar rumah maka memungkinkan mereka untuk lebih banyak bertemu dengan orang lain.
Gambar 5. Aktivitas Berbincang C 094 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
Gambar 6. Aktivitas Bermain
Ekspansi teritorialitas berikutnya yaitu aktivitas jual beli yang terjadi di koridor 2, koridor 3, koridor 4, dan koridor 6. Aktivitas jual beli dilakukan oleh masyarakat pada ruas jalan atau pada bagian depan rumah. Ekspansi tersebut dilakukan karena tidak adanya lokasi khusus untuk kegiatan berdagang pada area sekitar seperti yang terlihat pada gambar 7.
Gambar 7. Aktivitas Jual Beli
Tamiya M. Saada Kasman
Kemudian dari hasil kuesioner menunjukkan bahwa jenis aktivitas yang paling banyak dilakukan di perumahan Sukaluyu ini adalah berbincang-bincang dan memarkirkan kendaraan. Hal ini dapat membuktikan bahwa interaksi sosial yang menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial di perumahan ini masih tergolong tinggi. Kemudian masyarakat yang memarkir kendaraan juga cukup banyak dikarenakan kondisi ekonomi keluarga yang ada di Perumahan Sukaluyu ini adalah menengah ke bawah yang menunjukkan sebagian masyarakat memiliki ekonomi yang berkecukupan.
10% 33%
15%
Berbincang-Bincang Menjemur Pakaian Memarkirkan Kendaraan
13
14
cenderung melakukan aktivitas memarkirkan kendaraan dan bermain; lama menetap 6-10 tahun cenderung melakukan aktivitas menjemur pakaian; sedangkan masyarakat dengan lama menetap 11-25 tahun dan >25 tahun cenderung melakukan aktivitas berjualan atau berbelanja. Kemudian masyarakat dengan lama tinggal <1 tahun cenderung melakukan aktivitas ekspansi dengan intensitas yang paling rendah dan masyarakat dengan lama tinggal paling lama (>25 tahun) cenderung paling sering melakukan aktivitas ekspansi teritorialitas. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama masyarakat tinggal, maka cenderung semakin tinggi jenis aktivitas ekspansi teritorialitas yang dilakukan-nya serta semakin sering aktivitas ini dilakukan.
Bermain
8%
Berjualan/berbelanja 9% 17
16
18
Lainnya
25% 20
Gambar 8. Diagram Distribusi Jenis Aktivitas
Dari beberapa aktivitas ekspansi yang dilakukan, sebanyak 53% masyarakat melakukan hal tersebut karena berkeinginan untuk melakukannya, bukan karena keterpaksaan. Alasan berkeinginan tersebut dikarenakan masyarakat merasa senang, untuk mengisi waktu luang, keinginan bersosialisasi, dan karena merasa nyaman. Tetapi sebagian masyarakat sebesar 47% terpaksa melakukan aktivitas ekspansi karena masalah aksesibilitas, mata pencaharian, dan karena lahan yang tidak cukup. Hubungan aspek karakteristik penghuni yang paling berpengaruh terhadap terjadinya aktivitas ekspansi teritorialitas pada masyarakat Sukaluyu adalah lama menetap. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan analisis koresponden. Berdasarkan analisis yang dilakukan, karakteristik penghuni yaitu lama menetap dibagi menjadi lima kategori yaitu <1 tahun; 1-5 tahun; 6-10 tahun; 11-25 tahun; dan >25 tahun. Masyarakat dengan lama menetap <1 tahun cenderung melakukan aktivitas berupa berbincang-bincang; lama menetap 1-5 tahun
Kemudian aspek legalitas dengan aspek aktivitas dianalisa dengan menggunakan analisis koresponden. Hubungan antara variabel tempat aktivitas dan status kepemilikan (legalitas) menunjukkan bahwa masyarakat yang memiliki lahan dengan status sewa cenderung melakukan aktivitas di jalan lain. Sedangkan masyarakat yang memiliki lahan dengan status hak milik kecenderungannya lebih besar melakukan di sekitar rumah. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat dengan lahan yang berstatus sewa cenderung melakukan ekspansi teritori yang lebih besar dibanding masyarakat yang memiliki lahan dengan status hak milik. Kemudian analisis berikutnya yaitu hubungan aspek aktivitas dengan persepsi masyarakat terkait dengan rasa memiliki. Analisis ini menggunakan analisis koresponden dan analisis anova. Tingkat kedekatan masyarakat memiliki hubungan yang relatif tinggi terhadap intensitas aktivitas ekspansi ini dilakukan, yaitu dengan nilai signifikasi sebesar 0.0406. Hubungan ini juga menunjukkan adanya hubungan korelasi negatif sebesar -0.42984, yaitu semakin tinggi tingkat kedekatan masyarakat dengan pemilik tempat, maka intensitas aktivitas ekspansi teritorialitas akan semakin jarang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dengan kekerabatan yang tinggi diduga biasa melakukan aktivitasnya di lingkungan teritorialitasnya sendiri sehingga saat melakukan aktivitas ekspansi mereka cenderung hanya Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015| C 095
Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah (Studi Kasus: Perumahan Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Bandung)
berlandaskan pada rasa ingin saja tanpa adanya keterpaksaan atau alasan tertentu. Hasil analisis berdasarkan persepsi masyarakat tersebut menunjukkan bahwa masyarakat yang memiliki kedekatan yang tinggi sudah memiliki kesepakatan bersama terkait dengan aktivitas ekspansi teritorialitas yang dilakukannya, dan dengan adanya kesepakatan ini maka masyarakat akan merasa memiliki tempat tersebut secara tidak langsung dengan rasa sungkan yang rendah sehingga ekspansi teritorial pun tetap terjadi di perumahan Sukaluyu ini. Namun jika dihubungkan dengan aspek legalitas, terdapat rasa sungkan yang timbul dari perbedaan strata kepemilikan rumah, sehingga masyarakat dengan hunian sewa merasa lebih sungkan saat melakukan aktivitas ekspansinya. Selain itu, masyarakat dengan hunian berbatas pagar memiliki rasa sungkan yang relatif tinggi dibandingkan masyarakat dengan hunian berbatas halaman. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dengan hunian berbatas pagar merasakan sungkan saat melakukan aktivitas ekspansi teritorialitas karena mereka sebenarnya sudah membatasi batas teritorial mereka secara fisik yaitu berupa pagar. Kesimpulan Pola ekspansi teritorial yang terjadi di enam koridor perumahan Sukaluyu ini terbentuk dari lima jenis aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat berdasarkan hasil pengamatan. Jenis aktivitas tersebut antara lain aktivitas jual beli, berbincang, bermain, menjemur, dan memarkir. Dari kelima aktivitas ini menghasilkan tiga pola umum ekspansi teritorial, yang pertama pola ekspansi yang dilakukan di batas teritori legal, kedua yaitu pola ekspansi di sisi luar batas teritori legal, dan yang terakhir pola ekspansi di koridor/gang sebagai teritori publik. Pola ekspansi ini dipengaruhi oleh tiga aspek pembentuk teritorialitas di perumahan, antara lain aspek legalitas, aspek aktivitas, dan aspek persepsi. Aspek tersebut juga tidak lepas dari karakteristik penghuni atau masyarakat itu sendiri. Dari hasil analisis, aspek persepsi masyarakat memiliki andil yang paling besar dalam hal C 096 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
ekspansi teritorial karena adanya rasa memiliki yang didasari oleh kedekatan antar masyarakat tersebut sehingga rasa sungkan untuk melakukan ekspansi pun tergolong kecil. Walaupun secara fisik perumahan ini merupakan rumah yang terencana, namun aktivitas dan sikap yang mencerminkan budaya masyarakat perumahan ini tetap lebih berpengaruh pada kemungkinan terjadinya ekspansi teritorial tersebut. Penelitian ini mengangkat fenomena yang banyak terjadi di perumahan terkait budaya bermukim masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi para perancang perumahan agar lebih memperhatikan pembagian ruang dan penyediaan fasilitas dalam perumahan. Namun, penelitian ini terfokus pada masyarakat yang melakukan ekspansi pada saat peneliti melakukan observasi saja, tidak dilakukan penelitian lebih lanjut pada masyarakat lainnya yang mungkin saja melakukan hal tersebut saat peneliti tidak melakukan observasi. Untuk penelitian selanjutnya disarankan melakukan observasi secara merata ke seluruh masyarakat perumahan agar data yang diperoleh memiliki validitas yang lebih tinggi. Daftar Pustaka Kumar, Ranjit. (2005). Second Edition Research
Methodology A Step-by-Step Guide for Beginners. SAGE Publications: London. Thousand Oaks. New Delhi. Laurens, Joyse Marcella. (2004). Arsitektur dan Perilaku Manusia. PT Grasindo, Jakarta. Omata, Kenji. (1995). Territoriality in the House and
its relationship to the use of rooms and the psychological well-being of Japanese Married Women. Journal of Environmental Psychology (1995) 15, 147-154. Widjaja, Pele. (2007). Teritorialitas Domestik Rumah Pada Dua Kampung Kota di Bandung. Disertasi Doktoral. Program Doktor Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Insitut Teknologi Bandung.